Studi Deskriptif Mengenai Persepsi Siswa Terhadap Penerapan Student Centered Learning di SMAN "X" Bandung.

(1)

secara individual dengan fokus pada pembelajaran (McCombs & Whisler, 1997). Penelitian dilaksanakan untuk mengetahui gambaran Student Centered Learning yang diterapkan pada siswa di SMAN ”X” Bandung. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian deskriptif. Pemilihan sampel menggunakan metode insidental, dan sampel penelitian ini berjumlah 276 siswa.

Alat ukur yang digunakan merupakan kuesioner yang disusun oleh peneliti berdasarkan teori McCombs dan Whisler (1997). Uji validitas item dilakukan dengan menggunakan korelasi Pearson Product Moment. Berdasarkan hasil uji validitas item, diperoleh 48 item valid dengan validitas berkisar antara 0,305 – 0,774. Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan Alpha Cronbach dan diperoleh reliabilitas sebesar 0,91.

Kesimpulan yang diperoleh adalah 59,1% siswa di SMAN ”X” memersepsi bahwa guru sudah menerapkan model pembelajaran Student

Centered Learning. Sebagian besar prinsip Student Centered Learning sudah

dipersepsi siswa diterapkan oleh guru namun masih ada beberapa prinsip yang masih kurang siswa persepsi diterapkan oleh guru. Prinsip berpikir tingkat tinggi paling dipersepsi siswa sudah diterapkan oleh guru di kelas X dan prinsip perbedaan individu dalam belajar paling dipersepsi siswa kelas XI sudah diterapkan oleh guru dalam proses belajar-mengajar.

Peneliti mengajukan saran bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian lanjutan agar melakukan studi deskriptif mengenai Student Centered Learning di berbagai SMA agar diperoleh gambaran yang lebih luas dan utuh mengenai Student Centered Learning. Selain itu juga peneliti menyarankan agar peneliti lain melakukan studi korelasional antara Student Centered Learning dengan variabel-variabel lain yang terkait dengan proses belajar mengajar di kelas. Peneliti menyarankan kepada kepala sekolah untuk memberikan saran-saran yang diberikan oleh peneliti agar guru dapat mengupayakan tindakan-tindakan konkret yang mencerminkan Student Centered Learning.


(2)

iii Universitas Kristen Maranatha This thesis is entitled A Descriptive Study of Students Perceptions Regarding Application of Student Centered Learning in SMAN “X” Bandung. Student Centered Learning is a study model which combines a focus between individual students with a focus to the study itself (McCombs & Whisler, 1997). The experiment was conducted to know the description of Student Centered Learning is applied to the student at SMAN "X" Bandung. The design used in this thesis is descriptive research design. Samples are selected by using the incidental method, in which 276 students are selected.

The measuring tool is a questionnare assembled based on McCombs and Whisler (1997). Validity test using Pearson Product Moment. Based on the result of a validity test the item, obtained 48 valid items with a validity of around 0,305 -0,774. Reliability test using Alpha Cronbach. Based on the result of a reliability test the obtained reliability is 0,91.

The conclusion was 59.1% of students at SMAN "X" percieve that teachers are already implementing the learning model of Student Centered Learning. Most of the Student Centered Learning principles are perceived by students that applied by teachers but there are some principles that are still lacking of students perceptions applied by teachers. Principles of higher-order thinking has been applied most internalized students by teachers in class X and principles of individual differences in learning most internalized class XI has been applied by the teacher in the teaching-learning process.

Researchers propose suggestions for other researchers to conduct further research in order to conduct a descriptive study on Student Centered Learning at various high schools in order to obtain a broader picture and complete the Student Centered Learning. In addition, researchers suggest that other researchers to study correlation between Student Centered Learning with other variables related to the teaching and learning process in the classroom. Researcher suggest to the principal to provide the advice given by the researcher that teachers can pursue concrete actions that reflect Student Centered Learning.


(3)

KATA PENGANTAR...iv

DAFTAR ISI ...vii

DAFTAR BAGAN ...xi

DAFTAR TABEL ...xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ...1

1.2 Identifikasi Masalah ... 14

1.3 Maksud & Tujuan Penelitian ...15

1.3.1 Maksud Penelitian…...………...……….15

1.3.2 Tujuan Penelitian ...15

1.4 Kegunaan Penelitian...15

1.4.1 Kegunaan Teoritis ……..………..……15

1.4.2 Kegunaan Praktis ……..………...16

1.5 Kerangka Pikir ...16

1.6 Asumsi... 27

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Student Centered Learning ...28

2.1.1 Pengertian Student Centered Learning ... 28

2.1.2 Duabelas Prinsip Psikologis Student Centered Learning...29

2.1.2.1 Sifat dasar dari proses belajar ...30

2.1.2.2 Tujuan proses pembelajaran ...30

2.1.2.3 Konstruksi pengetahuan ...31

2.1.2.4 Berpikir tingkat tinggi ...32

2.1.2.5 Pengaruh motivasi dalam pembelajaran...34


(4)

viii Universitas Kristen Maranatha 2.1.2.7 Karakteristik tugas pembelajaran yang meningkatkan

motivasi ... 36

2.1.2.8 Hambatan dan kesempatan perkembangan ... 36

2.1.2.9 Keragaman sosial dan budaya ...38

2.1.2.10 Penerimaan sosial, self esteem, dan pembelajaran... 38

2.1.2.11 Perbedaan individual dalam pembelajaran... 39

2.1.2.12 Penyaringan kognitif ...40

2.2 Perbandingan Teacher Centered Learning dengan Student Centered Learning ...41

2.3 Persepsi Sosial...43

2.3.1 Dinamika Persepsi Sosial...44

2.3.2 Syarat Terjadinya Persepsi...45

2.4 Remaja...45

2.4.1 Pengertian Remaja ...45

2.4.2 Batasan Remaja ...46

2.4.3 Tugas Perkembangan Remaja ...47

2.5 Sekolah ...48

2.5.1 Fungsi Sekolah Bagi Remaja ... 48

2.5.2 Interaksi Siswa Dengan Guru………...……….49

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 51

3.2 Prosedur Penelitian... 51

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 52

3.3.1 Variabel Penelitian ... 52

3.3.2 Definisi Operasional... 52

3.4 Alat Ukur ... 55

3.4.1 Kuesioner Student Centered Learning ... 55

3.4.2 Prosedur Pengisian….………... 57


(5)

3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ... 61

3.5.1 Populasi Sasaran... 61

3.5.2 Karakteristik Sampel ... 61

3.5.3 Teknik Penarikan Sampel ... 61

3.6 Teknik Analisis Data ... 61

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian...63

4.1.1 Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin...63

4.1.2.Gambaran Subjek Berdasarkan Usia...64

4.1.3 Gambaran Subjek Berdasarkan Jumlah Siswa Tiap Kelas...64

4.2 Gambaran Hasil Penelitian...65

4.2.1 Gambaran Student Centered Learning Secara Umum...65

4.2.2 Gambaran Prinsip-Prinsip Student Centered Learning Secara Umum...65

4.2.3 Gambaran Student Centered Learning Berdasarkan Jenjang Kelas...67

4.2.4 Gambaran Prinsip Student Centered Learning di Kelas X...67

4.2.5 Gambaran Prinsip Student Centered Learning di Kelas XI...69

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian Secara Umum...70

4.3.1 Pembahasan Hasil Penelitian Kelas X...75

4.3.2 Pembahasan Hasil Penelitian Kelas XI...77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan...81

5.2 Saran...82


(6)

x Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA ... 84 DAFTAR RUJUKAN ... 85 LAMPIRAN


(7)

(8)

xii Universitas Kristen Maranatha Tabel 2.1 Tabel Perbandingan Teacher Centered Learning dengan Student

Centered Learning………...………42

Tabel 3.1 Tabel Kisi-Kisi Alat Ukur ... 55

Tabel 3.2 Penilaian Jawaban Kuesioner Item Positif...58

Tabel 3.3 Penilaian Jawaban Kuesioner Item Negatif...58

Tabel 4.1 Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin...63

Tabel 4.2 Gambaran Subjek Berdasarkan Usia...64

Tabel 4.3 Gambaran Subjek Berdasarkan Jumlah Siswa Tiap Kelas...64

Tabel 4.4 Gambaran Student Centered Learning Yang Diterapkan di SMAN “X” Bandung...65

Tabel 4.5 Gambaran Prinsip-Prinsip Student Centered Learning Secara Umum..65

Tabel 4.6 Gambaran Student Centered Learning di Kelas X dan XI...67

Tabel 4.7 Gambaran Prinsip Student Centered Learning di Kelas X...67


(9)

(10)

1 Universitas Kristen Maranatha

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam menjalani hidup manusia dihadapkan pada berbagai macam persoalan serta berbagai macam tantangan. Untuk itu diperlukan persiapan yang matang dalam menghadapi persoalan-persoalan tersebut. Dalam menghadapinya, manusia perlu bekal yang cukup seperti melengkapi diri dengan pengetahuan serta wawasan yang luas. Bekal-bekal tersebut dapat diperoleh dengan mengikuti jenjang pendidikan formal maupun non-formal. Pendidikan formal merupakan jalur pendidikan yang terstruktur dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), serta perguruan tinggi seperti Akademi, Politeknik, Institut, atau Universitas. Melalui jenjang-jenjang pendidikan tersebut, individu mendapatkan pengetahuan dan keterampilan-keterampilan yang berguna untuk mengembangkan potensi di dalam dirinya.

Sekolah adalah salah satu bagian dari area pendidikan dimana sekolah merupakan lingkungan untuk memperoleh keterampilan-keterampilan dasar melalui proses pembelajaran. Menurut Winkel (2007), sekolah merupakan suatu lingkungan formal sehingga di dalam sekolah terdapat serangkaian kegiatan yang teroganisir dan terencana dengan sistematis, seperti kegiatan belajar-mengajar di dalam kelas yang bertujuan untuk menghasilkan perubahan-perubahan positif. Melalui kegiatan belajar mengajar yang terarah, siswa akan memperoleh pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap yang lebih baik.


(11)

Menurut Pongtuluran & Rahardjo (2000), model pendidikan saat ini dibangun dengan mengacu pada tujuan dari para pendidik bukan peserta didik. Tujuan, materi serta metode pendidikan ditetapkan berdasarkan apa yang diinginkan dan dianggap perlu diketahui serta dipelajari oleh peserta didik secara seragam, tanpa memerdulikan keanekaragaman minat, kebutuhan, kemampuan serta gaya belajar dari masing-masing peserta didik. Dalam buku Panduan Pengembangan Pendekatan Belajar Aktif disebutkan bahwa permasalahan yang dihadapi dalam proses pembelajaran saat ini antara lain diakibatkan proses belajar-mengajar yang tidak berpusat pada peserta didik, proses belajar mengajar yang belum mampu mendorong timbulnya kreativitas peserta didik serta masih banyak guru yang belum terlatih dalam melaksanakan belajar aktif (Kementrian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Kurikulum, 2010). Pongtuluran & Rahardjo (2000) menyebutkan bahwa proses belajar-mengajar yang demikian dikenal dengan istilah Teacher Centered Learning.

Menurut Hadi (2007), pendekatan pembelajaran dengan model Teacher Centered Learning mengakibatkan siswa menjadi pasif karena guru lebih banyak melakukan kegiatan belajar-mengajar dalam bentuk ceramah (lecturing) dimana siswa hanya sebatas mendengarkan materi yang diberikan guru sehingga kreativitas mereka kurang terpupuk atau bahkan menjadi tidak kreatif. Dalam model Teacher Centered Learning ini, guru menjadi pusat peran dalam pencapaian hasil pembelajaran lalu seolah-olah menjadi satu-satunya sumber ilmu dan yang kemudian terjadi hanya transfer pengetahuan. Hadi (2007), menyebutkan bahwa terdapat usaha-usaha yang dilakukan untuk memperbaiki


(12)

Universitas Kristen Maranatha model Teacher Centered Learning ini misalnya dengan mengkombinasikan lecturing dengan tanya jawab dan pemberian tugas, namun meskipun telah dilakukan perbaikan, hasil yang diperoleh masih dianggap belum optimal.

Hal tersebut terlihat dari aktivitas belajar siswa yang mengalami kenaikan secara signifikan ketika menjelang ujian dan mengalami penurunan yang signifikan pula ketika ujian berakhir. Hal ini sejalan dengan pernyataan Pongtuluran & Rahardjo (2000) yaitu, model Teacher Centered Learning ini menunjukkan aktivitas belajar siswa bersifat jangka pendek dengan kepentingan untuk mendapatkan nilai baik atau untuk naik kelas saja. Hal lainnya diungkapkan oleh Sudjana (2005) bahwa efektivitas perbaikan yang rendah dari model Teacher Centered Learning dapat diketahui pula dari guru yang hanya mengejar target untuk menghabiskan materi pembelajarannya.

Menurut Hadi (2007) dalam Teacher Centered Learning ini guru kurang mengembangkan bahan untuk materi pengajarannya dan cenderung monoton, terutama jika siswanya tergolong pasif dan hanya menunggu disuapi ilmu oleh guru. Hirumi (dalam Nugraheni, 2007) menjelaskan dari segi hasil belajar dari pendekatan Teacher Centered Learning berada dalam tingkat keterampilan berpikir yang tergolong rendah. Selain itu dilihat dari peran guru sebagai sepenuhnya pemberi ilmu pengetahuan bukan berperan sebagai fasilitator untuk siswa.

Berliner & Benard (dalam McCombs & Whisler, 1997) menjelaskan dalam Teacher Centered Learning, hubungan guru dan siswa tergolong kaku dan guru cenderung mengontrol siswa di dalam kelas, kurikulum yang disajikan kurang


(13)

komprehensif dan membatasi siswa dalam berpikir, evaluasi pembelajaran siswa tidak didasarkan dari beragam hal. Oleh karena pendekatan pembelajaran Teacher Centered Learning ditemukan adanya kelemahan-kelemahan, maka model pembelajaran perlu diubah ke dalam model pembelajaran yang mendorong siswa untuk aktif dan model tersebut dikenal dengan Student Centered Learning (Hadi, 2007).

Dalam pendekatan Student Centered Learning, McCombs & Whisler (1997) menyatakan model pembelajaran ini memadukan antara fokus siswa secara individual dengan fokus pada pembelajaran. Brandes & Ginnis (1986) mendeskripsikan juga model pembelajaran Student Centered Learning dengan menyatakan bahwa dalam model ini siswa mempunyai tanggung jawab atas pembelajaran mereka, siswa terlibat dalam proses pembelajaran, guru menjadi fasilitator dan menyediakan sumber daya untuk belajar, serta guru tidak hanya fokus pada pengembangan aspek kognitif siswa tetapi fokus juga terhadap aspek afektif. Model pembelajaran Student Centered Learning pada saat ini diusulkan menjadi model pembelajaran yang sebaiknya digunakan karena memiliki beberapa keunggulan, antara lain dapat mengembangkan kualitas sumber daya manusia yang dibutuhkan masyarakat seperti kreativitas, kepemimpinan, rasa percaya diri, kemandirian, kedisiplinan, kekritisan dalam berpikir, kemampuan berkomunikasi dan bekerja dalam tim, serta wawasan global untuk dapat selalu beradaptasi terhadap perubahan dan perkembangan (Pongtuluran & Rahardjo, 2000). Model pembelajaran Student Centered Learning sudah ditetapkan


(14)

Universitas Kristen Maranatha pemerintah di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan dalam pasal 19 ayat 1.

Dalam konsep Student Centered Learning, American Psychological Association (dalam McCombs & Whisler, 1997) menuturkan dua belas prinsip yang menjadi dasar untuk penerapan Student Centered Learning. Prinsip pertama adalah sifat dasar dari proses belajar, prinsip kedua adalah tujuan proses pembelajaran, prinsip ketiga adalah konstruksi pengetahuan, dan prinsip keempat adalah berpikir tingkat tinggi. Prinsip kelima adalah pengaruh motivasi terhadap pembelajaran, prinsip yang keenam adalah motivasi intrinsik untuk belajar, dan prinsip ketujuh adalah karakteristik tugas pembelajaran yang meningkatkan motivasi. Selanjutnya prinsip kedelapan yang merupakan hambatan dan kesempatan perkembangan, prinsip sembilan adalah keragaman sosial dan budaya dan prinsip sepuluh adalah penerimaan sosial, self-esteem, dan pembelajaran, prinsip sebelas adalah perbedaan individual dalam pembelajaran dan prinsip duabelas adalah penyaringan kognitif.

Sehubungan dengan penelitian yang akan dilakukan maka peneliti melakukan survei awal di sekolah yang sudah menerapkan model pembelajaran Student Centered Learning. Survei dilakukan kepada wakil kepala sekolah bagian kurikulum, guru, dan siswa melalui proses wawancara kepada wakil kepala sekolah dan guru serta melalui kuesioner dengan pertanyaan terbuka kepada siswa. SMAN “X Bandung merupakan salah satu sekolah unggulan di kota Bandung dan berada dalam kluster satu serta memiliki akreditasi A. Wakil kepala sekolah bagian kurikulum menyatakan bahwa SMAN ”X” Bandung telah


(15)

mencoba menerapkan Student Centered Learning sejak tahun 2007 dan guru-guru menyambut baik model pembelajaran dan bersedia mencoba menerapkannya di dalam kelas.

Student Centered Learning menurut wakil kepala sekolah bagian kurikulum yaitu suatu pembelajaran yang menuntut keaktifan dan partisipasi siswa dalam setiap kegiatan belajar. Terdapat usaha-usaha dari sekolah untuk mendukung model pembelajaran Student Centered Learning seperti menyediakan infokus di setiap kelas untuk mendukung kegiatan presentasi siswa hingga menayangkan film atau video yang mendukung materi pembelajaran dengan tujuan agar siswa lebih tertarik dan mengerti materi yang diajarkan. SMAN “X” Bandung juga memberikan seminar dan diklat secara berkala kepada guru dengan harapan guru dapat menerapkan prinsip-prinsip Student Centered Learning ke dalam proses pembelajaran.

Selain itu, SMAN “X” Bandung menggelar acara yang diadakan setiap tahun yaitu bazaar yang mendukung model pembelajaran Student Centered Learning. Dalam bazaar ini, siswa diberikan kesempatan untuk terjun langsung dalam belajar, seperti menghitung biaya pengeluaran untuk mengontrak artis, konsumsi, dan lainnya serta menghitung pengeluaran yang dimana hal ini berkaitan dengan mata pelajaran akuntansi. Lalu dalam mata pelajaran matematika, siswa belajar langsung melalui pembuatan dekorasi bazaar dengan penggunaan topik dimensi ruang. Siswa mencoba menerapkan langsung pelajaran bahasa misalnya melalui pembuatan iklan dan brosur dengan menuliskan kalimat yang persuasif dan


(16)

Universitas Kristen Maranatha menarik serta membuat proposal kegiatan yang akan dikirimkan kepada perusahaan-perusahaan.

Dengan adanya fasilitas-fasilitas yang diberikan serta kegiatan seperti bazaar oleh sekolah dalam usaha menerapkan Student Centered Learning ini diakui guru dan siswa dapat memotivasi siswa dalam proses belajar-mengajar. Hal lain yang telah diterapkan SMAN “X” Bandung adalah di dalam sekolah tersebut terdiri dari pembauran siswa yang berasal dari beragam budaya, agama, dan suku. SMAN “X” Bandung telah mencoba menerapkan prinsip lainnya dalam Student Centered Learning, yaitu prinsip keragaman sosial dan budaya seperti ketika terdapat pelajaran agama Islam di kelas, siswa yang beragama lain keluar dari kelas tersebut dan belajar agama mereka masing-masing di ruang yang telah disediakan.

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai Student Centered Learning yang sudah diterapkan oleh guru, peneliti melakukan wawancara kepada empat guru di SMAN “X” Bandung. Keempat guru tersebut mengajar mata pelajaran matematika, fisika, agama, dan sejarah. Keempat guru ini mengatakan bahwa mereka telah memberi tahu tujuan dari materi yang akan mereka berikan dan sudah mencoba untuk mengaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari, seperti guru fisika yang menjelaskan mengenai hukum Newton 3 dengan olahraga bola basket, guru agama yang menjelaskan mengenai materi huznuzan agar siswa tidak mudah berburuk sangka kepada orang lain yang ditemui dalam kehidupannya, guru sejarah menjelaskan autobiografi yang dipelajari dalam materi metode sejarah dimana dapat membantu siswa dalam menulis secara runtut


(17)

dan sistematis, dan guru matematika yang menjelaskan materi logika matematika yang dapat membantu siswa untuk berpikir cepat dan menyelesaikan masalah.

Keempat guru juga sudah mencoba untuk mengecek pemahaman siswa mengenai materi pembelajaran seperti guru sejarah yang memberikan latihan dan pekerjaan rumah secara rutin. Guru matematika dan fisika menjelaskan bahwa setelah ia menerangkan materi, ia akan memberikan latihan soal kepada siswa lalu ia akan berkeliling kelas seraya memantau siswa apakah mereka mengalami kesulitan atau tidak dalam mengerjakan latihan tersebut dan guru agama memberikan tanya jawab kepada siswa untuk mengecek pemahaman siswa mengenai materi yang baru dipelajari.

Dalam memberikan materi di dalam kelas, guru-guru menyajikan strategi yang bervariasi agar siswa tidak bosan dan lebih fokus di dalam kelas, seperti yang dilakukan oleh guru agama yang menyajikan film atau video sebelum belajar yang berkaitan dengan materi, guru sejarah membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil untuk berdiskusi lalu meminta mereka menuturkan hasil diskusi, dan guru fisika serta guru matematika yang menggunakan alat peraga dalam menjelaskan materi pembelajaran. Di dalam proses pembelajaran, guru tidak hanya memberikan teori namun siswa diajak untuk mengaplikasikan materi yang diberikan tersebut, seperti guru fisika yang membawa siswa ke laboratorium untuk melakukan praktikum, guru sejarah memberikan tugas membuat autobiografi siswa agar lebih memahami mengenai materi autobiografi, guru matematika mengajak siswa untuk menggunakan kelas untuk lebih memahami


(18)

Universitas Kristen Maranatha materi dimensi ruang dan guru agama memberikan praktek membaca Al-quran dengan praktek mengaji.

Guru mendorong siswa untuk dapat memiliki pemahaman yang lebih kompleks mengenai suatu materi sehingga siswa tidak hanya sekedar mengerti namun hingga siswa dapat menarik kesimpulan dari materi yang akan diajarkan seperti yang dilakukan guru agama dan sejarah dengan memberikan tugas laporan yang menuntut siswa menjabarkan dari pembahasan sampai dengan membuat kesimpulan, sedangkan guru matematika dan fisika mengijinkan siswa untuk mencari informasi yang lebih luas di luar text book yang diberikan.

Di dalam kelas, guru-guru menyatakan bahwa mereka dapat melihat siswa yang menaruh perhatian sampai yang tidak memperhatikan sama sekali. Terhadap siswa yang terlihat murung dan tidak menaruh perhatian, keempat guru akan mencoba mendekati siswa tersebut dan menanyakan kondisinya. Keempat guru ini mencoba berkomunikasi dengan siswa menggunakan bahasa yang dimengerti siswa bahkan guru fisika dan matematika mencoba menggunakan bahasa gaul agar siswa merasa lebih dekat dengan guru sehingga siswa bersedia menceritakan keluh kesahnya. Keempat guru juga sudah menghargai setiap usaha yang ditunjukkan siswa dalam belajar dan sigap membantu apabila guru menemukan siswa gagal dalam dalam usahanya tersebut seperti guru agama yang melakukan tes hapalan surat Al-quran kepada siswa.

Ketika guru melihat usaha siswa untuk menghapal lalu siswa masih belum lancar dan menemukan banyak kesalahan dalam mengucap hapalan tersebut, guru agama tidak memarahi siswa karena guru agama juga mengerti menghapal bahasa


(19)

Arab lebih sulit daripada bahasa Indonesia dan guru agama mencoba membantu siswa bagaimana melisankan serta menghapal surat Al-quran dengan lebih baik, guru sejarah juga melakukan hal yang sama dengan guru agama yang berkaitan dengan hapalan sejarah seperti perang dunia II, begitu pula dengan guru matematika dan fisika yang tetap membantu siswa meskipun siswa tersebut kurang handal dalam berhitung dan mengaplikasikan rumus. Lalu guru juga sudah menghargai siswa dengan memberikan pujian kepada siswa ketika mereka mengerjakan tugas dengan baik, seperti yang dilakukan oleh guru matematika. Guru agama juga memberikan pujian kepada siswa ketika mereka mendapatkan nilai yang baik.

Apabila guru menemukan siswa yang terlambat mengumpulkan tugas, guru sejarah dan fisika tidak langsung memarahi siswa namun guru menanyakan secara baik-baik perihal apa yang menyebabkan siswa terlambat mengumpulkan tugas. Keempat guru menyatakan tidak membatasi siswa dalam mengungkapkan pendapatnya meskipun pendapat tersebut berlawanan dengan dirinya. Mereka membebaskan siswa untuk aktif bertanya, memberi saran serta memberi sanggahan karena guru menganggap siswa memiliki hak untuk menyampaikan pernyataannya.

Keempat guru mengaku memiliki hubungan yang cukup dekat dengan siswanya dengan mencoba mengenal dan menghargai seluruh siswa yang ada di dalam kelas serta memberi perlakuan yang sama, meski keempat guru tidak menampik bahwa mereka lebih mudah untuk mengingat siswa yang pintar dan menonjol di kelas serta siswa yang bermasalah. Setelah keempat guru mencoba


(20)

Universitas Kristen Maranatha mengenal setiap siswanya, keempat guru juga mencoba mencari tahu gaya belajar siswa sehingga ketika siswa mengalami kesulitan belajar sehingga guru dapat memberikan cara belajar yang tepat bagi diri siswa, sedangkan guru matematika memberikan alat peraga untuk belajar misalnya menggunakan kubus yang terbuat dari karton dalam mempelajari bangun ruang.

Selain hal tersebut, untuk siswa yang memiliki kesulitan belajar, keempat guru memanggil siswa tersebut lalu diajak bicara supaya guru mengerti apa yang menjadi kendala siswa dalam memahami materi. Guru fisika dan matematika pun bersedia memberikan pelajaran tambahan untuk siswa agar mereka dapat memahami materi dengan jelas. Dari wawancara terhadap keempat guru menghasilkan kesimpulan bahwa guru sudah menerapkan seluruh prinsip Student Centered Learning dalam proses pembelajaran di SMAN “X” Bandung.

Selain melakukan wawancara dengan guru dan pihak sekolah, peneliti juga ingin mengetahui persepsi siswa SMAN “X” Bandung mengenai penerapan Student Centered Learning di SMAN “X” Bandung. Untuk mengetahui persepsi siswa tersebut, maka peneliti melalukan survei awal terhadap 25 siswa SMAN “X” Bandung. Berdasarkan hasil survei tersebut diketahui bahwa 12 siswa (48%) memersepsi guru sudah mengaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan nyata dan sudah memberitahu kegunaan dari materi yang akan dipelajari (prinsip sifat alami dari proses belajar), 18 siswa (72%) memersepsi guru sudah mencari tahu sejauh mana pemahaman siswa akan suatu materi pembelajaran seperti dengan memberikan soal-soal latihan, ulangan, dan tanya-jawab (prinsip tujuan proses pembelajaran).


(21)

Sebanyak 15 siswa (60%) memersepsi guru sudah memberikan strategi yang bervariasi untuk membantu siswa memahami materi dengan lebih mudah seperti meminta siswa untuk membuat mind map, guru menggunakan singkatan-singkatan, memberikan gambar-gambar yang mendukung materi pembelajaran, menunjukkan alat peraga, dan meminta siswa untuk mengerjakan contoh soal di depan kelas (prinsip konstruksi pengetahuan), 11 siswa (44%) memersepsi guru sudah memberikan soal latihan, ulangan, dan tugas dari yang mudah hingga sukar, seperti diberikan soal-soal hapalan terlebih dahulu sampai menganalisa (prinsip berpikir tingkat tinggi).

Selanjutnya, 10 siswa (40%) memersepsi guru peka terhadap suasana hati siswa di dalam kelas dengan mendekati diri pada siswa yang terlihat murung dan terlihat tidak memberikan atensi di dalam kelas. Setelah didekati, guru mencoba mengajak bicara siswa tersebut lalu mencoba memberikan solusi kepada siswa (prinsip pengaruh motivasi terhadap pembelajaran), 12 siswa (48%) memersepsi guru memperhatikan usaha yang ditunjukkan siswa dalam belajar dan guru siap membantu apabila siswa mengalami kegagalan dalam usahanya tersebut (prinsip motivasi intrinsik untuk belajar), 21 siswa (84%) memersepsi guru telah membantu siswa untuk memahami pelajaran dengan tidak hanya memaparkan teori namun siswa diajak untuk mencoba langsung melalui praktikum (prinsip karakteristik tugas pembelajaran yang meningkatkan motivasi).

Sejumlah 18 siswa (72%) memersepsi guru memberikan perhatian terhadap siswa yang mengalami kesulitan belajar dengan mengulangi materi sampai siswa mengerti, memberikan contoh-contoh soal sampai menyediakan jam pelajaran


(22)

Universitas Kristen Maranatha tambahan (prinsip hambatan dan kesempatan perkembangan), 12 siswa (48%) memersepsi guru memperlakukan seluruh siswa secara merata dengan tidak membeda-bedakan siswa yang berprestasi dengan yang kurang berprestasi, siswa yang bermasalah dengan yang tidak serta siswa dari beragam budaya dan agama (prinsip keragaman sosial dan budaya), 12 siswa (48%) memersepsi guru sudah menghargai siswa dengan memberikan pujian ketika siswa meraih keberhasilan seperti mendapatkan nilai bagus dan mengerjakan tugas tepat waktu, tidak memarahi siswa yang tidak mengerti materi namun mengajarinya kembali (prinsip penerimaan sosial, self-esteem, dan pembelajaran).

Sebanyak 10 siswa (40%) memersepsi guru telah mencoba mengenali gaya belajar setiap siswa lalu mencoba memfasilitasinya seperti memberikan alat peraga untuk siswa yang lebih cepat mengerti melalui alat-alat nyata yang ada di hadapannya (prinsip perbedaan individual dalam pembelajaran), dan 15 siswa (60%) memersepsi guru mencoba mendengarkan dan memahami sudut pandang siswa dengan tidak memaksakan kehendak guru ketika siswa mengemukakan pendapat yang berlainan dari guru (prinsip penyaringan kognitif). Melalui hasil wawancara dengan siswa didapatkan kesimpulan bahwa siswa memersepsi guru belum sepenuhnya menerapkan seluruh prinsip Student Centered Learning dalam proses pembelajaran di kelas. Hal tersebut dilihat berdasarkan jumlah presentase hasil survei dimana terdapat tujuh dari dua belas prinsip yang berada di bawah 50%, prinsip-prinsip tersebut adalah prinsip sifat alami dari proses pembelajaran, prinsip berpikir tingkat tinggi, prinsip pengaruh motivasi terhadap pembelajaran, prinsip motivasi intrinsik untuk belajar, prinsip keragaman sosial dan budaya,


(23)

prinsip penerimaan sosial, self-esteem, dan pembelajaran serta prinsip perbedaan individual dalam pembelajaran.

Berdasarkan hasil wawancara dan survei awal ditemukan adanya kesenjangan antara guru dan siswa dalam penerapan Student Centered Learning di SMAN “X” Bandung dimana guru telah memersepsi menerapkan seluruh prinsip Student Centered Learning dalam proses pembelajaran sedangkan siswa memersepsi guru kurang mengarah pada penerapan Student Centered Learning padahal dengan diterapkannya seluruh prinsip dalam model pembelajaran tersebut dapat menjadikan siswa lebih aktif, kritis, mandiri serta berwawasan luas. Berkenaan dengan penelitian mengenai Student Centered Learning yang diterapkan dalam suatu sekolah juga masih minim diteliti sehingga belum banyak data yang dihasilkan. Oleh karena adanya alasan-alasan tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai Student Centered Learning yang diterapkan di SMAN “X” Bandung.

1.2 Identifikasi Masalah

Penelitian ini ingin mengetahui apakah siswa di SMAN “X” Bandung memersepsi bahwa guru telah menerapkan Student Centered Learning dalam proses pembelajaran di kelas.


(24)

Universitas Kristen Maranatha

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai Student Centered Learning yang diterapkan pada siswa di SMAN “X” Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran secara lebih rinci melalui kedua belas prinsip Student Centered Learning pada siswa SMAN “X” Bandung.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

1. Memberikan informasi bagi bidang ilmu Psikologi pendidikan mengenai Student Centered Learning khususnya yang diterapkan pada siswa di SMAN “X” Bandung.

2. Memberikan masukan bagi peneliti lain yang hendak melakukan penelitian lanjutan mengenai Student Centered Learning yang diterapkan pada siswa di SMAN “X” Bandung.


(25)

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Memberikan informasi kepada kepala sekolah mengenai Student Centered Learning yang diterapkan pada siswa SMAN “X” Bandung agar dapat merancang program-program yang dapat meningkatkan keterampilan-keterampilan pendidik dalam menerapkan Student Centered Learning dalam proses pembelajaran di kelas.

2. Memberikan informasi kepada guru agar lebih mengupayakan tindakan-tindakan konkret yang mencerminkan Student Centered Learning.

1.5 Kerangka Pikir

Siswa SMAN “X” memiliki kisaran usia di antara 14-17 tahun yang tergolong ke dalam kategori remaja. Menurut Ingersoll (1989), masa remaja dimulai pada kira-kira usia 10 tahun dan berakhir pada usia 20 tahun. Remaja dihadapkan pada tugas-tugas perkembangan yang berbeda dengan masa sebelumnya, seperti yang dijabarkan oleh Ingersol (1989) di antara lain menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan fisik, beradaptasi dengan peningkatan kemampuan intelektual, menyesuaikan diri terhadap perubahan kurikulum di sekolah, memulai membangun pola identitas diri, mulai menetapkan tujuan agar dapat berhasil dalam sekolah maupun dunia kerja, lebih mandiri dan bertanggung jawab atas dirinya sendiri, dan lebih dewasa serta dapat mengendalikan dirinya.

Menurut Costa (1991), pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang melibatkan siswa untuk mendapatkan pengalaman belajar karena siswa akan lebih


(26)

Universitas Kristen Maranatha memersepsi pembelajaran yang dilakukan apabila melibatkan dirinya secara langsung. Beberapa tugas perkembangan remaja yang berkaitan dengan pembelajaran tersebut antara lain mulai menetapkan tujuan agar siswa dapat berhasil di sekolah, siswa lebih mandiri dan bertanggung jawab atas dirinya sendiri serta dapat beradaptasi dengan peningkatan kemampuan intelektual. Hal tersebut menjadikan siswa sebaiknya diberikan pembelajaran yang menuntut tanggung jawab sehingga siswa tidak hanya menunggu disuapi oleh guru namun mencoba aktif mencari informasi-informasi yang berkaitan dengan materi pembelajaran serta siswa dapat berpikir secara kritis.

Ketika siswa mencoba untuk berperan aktif dan berpikir kritis dalam proses pembelajaran dapat menjadikan siswa bertanggung jawab menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan materi pembelajaran dan di kehidupan sehari-hari. Tugas-tugas yang diberikan pun harus menarik serta disesuaikan dengan tingkat kognitif siswa sehingga siswa tertantang dan memiliki hasrat untuk mengerjakannya. Model pembelajaran yang memfasilitasi hal-hal yang telah dijabarkan tersebut dikenal dengan istilah model pembelajaran Student Centered Learning.

Dalam hal ini guru menjadi fasilitator dalam proses pembelajaran siswa sehingga dalam proses belajar-mengajar, guru tidak lagi mengajar secara satu arah saja serta guru juga menjadi pendamping siswa dalam belajar. Student Centered Learning menurut McCombs & Whisler (1997) merupakan sudut pandang yang memadukan fokus siswa antara secara individual dengan fokus pada pembelajaran. Misi dari SMAN “X” Bandung adalah menciptakan suasana


(27)

kondusif untuk mengembangkan potensi siswa melalui pengembangan ilmu pengetahuan seraya mengembangkan soft skills siswa yang menunjang proses belajar-mengajar siswa serta menumbuhkembangkan disiplin pribadi siswa. Agar misi tersebut dapat dicapai oleh setiap peserta didik diperlukan model pembelajaran yang tepat untuk mengembangkan potensi siswa yaitu dengan menerapkan Student Centered Learning. Model pembelajaran ini menekankan pada minat, kebutuhan, dan kemampuan siswa serta dapat mengembangkan kualitas sumber daya manusia yang dibutuhkan masyarakat seperti kreativitas, kepemimpinan, rasa percaya diri, kemandirian, kedisiplinan, kekritisan dalam berpikir, serta wawasan global untuk dapat selalu beradaptasi terhadap perubahan dan perkembangan (Pongtuluran & Rahardjo, 2000).

American Psychological Association (dalam McCombs & Whisler, 1990) memaparkan dua belas prinsip yang menjadi dasar dalam pembelajaran Student Centered Learning. Prinsip pertama adalah sifat dasar dari proses pembelajaran, prinsip kedua adalah tujuan proses pembelajaran, prinsip ketiga adalah konstruksi pengetahuan, dan prinsip keempat adalah berpikir tingkat tinggi. Prinsip kelima adalah pengaruh motivasi terhadap pembelajaran, prinsip yang keenam adalah motivasi intrinsik untuk belajar, dan prinsip ketujuh adalah karakteristik tugas pembelajaran yang meningkatkan motivasi. Selanjutnya prinsip delapan adalah hambatan dan kesempatan perkembangan, prinsip sembilan adalah keragaman sosial dan budaya dan prinsip sepuluh adalah penerimaan sosial, self-esteem, dan pembelajaran. Prinsip sebelas adalah perbedaan individual dalam pembelajaran dan prinsip duabelas adalah penyaringan kognitif.


(28)

Universitas Kristen Maranatha Prinsip pertama yang merupakan bagian dari Student Centered Learning menurut McCombs & Whisler (1997) adalah sifat dasar dari proses belajar yang menggambarkan pemahaman mengenai proses menemukan dan membangun makna dari informasi dan pengalaman. Di dalam proses belajar mengajar, guru SMAN “X” Bandung yang sudah menerapkan pada Student Centered Learning berdasarkan prinsip ini akan memberikan penjelaskan terlebih dahulu mengenai tujuan serta kegunaan dari materi yang akan diberikan serta guru sudah menjelaskan materi pembelajaran dengan mencoba mengaitkannya dengan kehidupan nyata sehingga siswa dapat mempraktikkannya di kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, guru SMAN “X” Bandung yang kurang menerapkan Student Centered Learning dalam prinsip ini mengabaikan untuk menjelaskan terlebih dahulu mengenai tujuan serta relevansi materi pembelajaran dengan dunia nyata. Selain itu, guru memberikan materi pembelajaran hanya sekedar tanggung jawab untuk mengajar tanpa memperdulikan siswa memahami atau tidak.

Prinsip yang kedua adalah tujuan proses pembelajaran yang menjelaskan siswa mencoba menciptakan makna dari pengetahuan dan pengalaman yang tersedia. Implikasinya adalah siswa mencoba memahami apakah interpretasi mereka terhadap pelajaran sudah benar atau belum. Di dalam proses belajar-mengajar, guru SMAN “X” Bandung yang sudah menerapkan Student Centered Learning pada prinsip ini sudah mencari tahu sejauh mana pemahaman siswa akan suatu materi pembelajaran seperti dengan memberikan soal-soal latihan, ulangan secara berkala, dan tanya jawab, sebaliknya guru SMAN “X” Bandung yang kurang menerapkan Student Centered Learning pada prinsip ini tidak


(29)

mencoba mencari tahu atau menanyakan kepada siswa apakah siswa sudah mengerti atau belum mengenai suatu materi serta guru tidak mencoba untuk memberikan latihan-latihan soal agar siswa lebih memahami materi.

Prinsip yang akan dipaparkan berikutnya adalah prinsip ketiga yakni konstruksi pengetahuan. Prinsip ini digambarkan dengan kemampuan untuk mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya melalui cara-cara yang unik seperti menggunakan metode-metode untuk membantu agar lebih memahami materi pembelajaran. Di dalam proses belajar-mengajar, guru SMAN “X” Bandung yang sudah menerapkan Student Centered Learning berdasarkan prinsip ini akan membantu siswa untuk memahami materi dengan lebih mudah seperti meminta siswa untuk membuat mind map, penggunaan singkatan-singkatan, menyajikan gambar-gambar yang mendukung materi pembelajaran, menunjukkan alat peraga, dan meminta siswa untuk mengerjakan contoh soal di depan kelas. Lalu, guru SMAN “X” Bandung yang kurang menerapkan Student Centered Learning pada prinsip ini akan memberikan materi secara satu arah dengan metode ceramah dan ketika siswa merasa bosan serta tidak tertarik untuk memperhatikan guru, guru kurang berusaha untuk menarik perhatian siswa dengan memberikan metode pembelajaran lainnya atau sekedar memberikan hiburan dengan pemberian humor-humor di dalam kelas.

Prinsip keempat adalah berpikir tingkat tinggi yaitu berpikir dalam memantau proses mental, memfasilitasi kreativitas dan berpikir kritis serta mengembangkan keahlian. Guru SMAN “X” Bandung yang sudah menerapkan pada penerapan Student Centered Learning berdasarkan prinsip ini dapat membantu siswa untuk


(30)

Universitas Kristen Maranatha mengerti materi secara keseluruhan karena setelah menjelaskan materi, guru memberikan tugas-tugas yang menuntut siswa untuk menganalisa seperti membuat laporan yang mengharuskan siswa menjelaskan dari pembahasan hingga sampai menarik kesimpulan. Guru SMAN “X” Bandung yang kurang menerapkan pada Student Centered Learning kurang memberikan kesempatan untuk siswa berpikir kritis ketika siswa memiliki ide-ide yang berlainan dari text book dan melarang siswa untuk mencari informasi yang berasal dari luar text book yang diberikan.

Prinsip yang kelima yaitu pengaruh motivasi terhadap pembelajaran yaitu kemampuan untuk memperhatikan kondisi emosi, perasaan agar motivasi untuk belajar terpelihara. Di dalam proses belajar-mengajar, guru SMAN “X” Bandung yang sudah menerapkan pada Student Centered Learning dalam prinsip ini akan peka terhadap suasana hati siswa. Ketika guru melihat siswa yang tidak memperhatikan dan menunjukkan ekspresi murung, guru tidak segan menghampiri siswa dan bertanya apakah siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi atau terdapat masalah yang menghampiri, sebaliknya guru SMAN “X” Bandung yang kurang menerapkan Student Centered Learning pada prinsip ini akan cenderung mengabaikan kondisi perasaan siswa seperti ketika siswa sedang merasa sedih dan terlihat tidak memperhatikan, guru tetap melanjutkan mengajar dan tidak berinisiatif untuk menanyakan kondisi perasaan siswa.

Prinsip yang keenam adalah motivasi intrinsik untuk belajar, yaitu menghindarkan dari pemikiran dan perasaan negatif seperti perasaan tidak aman,


(31)

cemas akan kegagalan, takut mendapat hukuman agar menikmati pembelajaran dan memelihara rasa ingin tahu untuk belajar. Di dalam proses belajar-mengajar, guru SMAN “X” Bandung yang sudah menerapkan Student Centered Learning dalam prinsip ini sudah memperhatikan usaha yang ditunjukkan siswa dalam belajar dan dengan sigap membantu siswa apabila siswa menemukan kegagalan dalam usahanya tersebut, sedangkan guru SMAN “X” Bandung yang kurang menerapkan prinsip ini kurang melihat proses yang ditempuh siswa serta langsung menginginkan hasil yang sempurna dan guru memarahi siswa ketika siswa mengalami kegagalan.

Prinsip ketujuh adalah karakteristik pembelajaran yang meningkatkan motivasi, yaitu rasa ingin tahu, kreativitas, dan berpikir tingkat tinggi distimulasi oleh tugas belajar yang relevan, tingkat kesulitan yang optimal dan motivasi untuk belajar akan meningkat apabila pembelajaran yang didapatkannya relevan dengan apa yang ada di dunia nyata. Di dalam proses belajar-mengajar, guru SMAN “X” Bandung yang sudah menerapkan prinsip ini akan memberikan penjelasan mengenai materi kepada siswa dengan tidak sekedar melalui teori namun memberikan praktikum, sedangkan guru SMAN “X” Bandung yang kurang menerapkan Student Centered Learning dalam prinsip ini kurang melibatkan siswa untuk langsung mencoba sendiri materi yang telah diberikan dan guru hanya sekedar menjelaskan teori saja.

Prinsip berikutnya yang akan dipaparkan ialah prinsip delapan yaitu hambatan dan kesempatan perkembangan yang menjelaskan bahwa kemajuan seseorang dapat dipengaruhi oleh perkembangan fisik, intelektual, emosional, dan


(32)

Universitas Kristen Maranatha sosial yang merupakan fungsi dari faktor genetik dan lingkungan. Guru SMAN “X” Bandung yang sudah menerapkan prinsip ini dalam proses belajar-mengajar akan memberikan sejumlah perhatian terhadap siswa yang mengalami kesulitan belajar dengan mengulangi materi sampai siswa mengerti, memberikan contoh-contoh soal dan menyediakan jam pelajaran tambahan, sebaliknya guru SMAN “X” Bandung yang kurang menerapkan prinsip ini kurang memperhatikan siswa saat mereka menemukan kesulitan dalam memahami materi pembelajaran dan mengabaikan siswa yang membutuhkan perhatian khusus.

Prinsip sembilan ialah keragaman sosial dan budaya yaitu di dalam proses pembelajaran difasilitasi oleh interaksi sosial dan berkomunikasi dengan orang yang beragam serta dapat menyesuaikan diri dalam proses belajar. Di dalam proses belajar-mengajar, guru SMAN “X” Bandung yang sudah menerapkan Student Centered Learning pada prinsip ini akan memperlakukan seluruh siswa secara merata tanpa membeda-bedakan siswa yang berbeda budaya, agama, dan status sosial ekonominya, sedangkan guru SMAN “X” Bandung yang kurang menerapkan prinsip ini akan lebih memperhatikan dan mendekatkan diri pada siswa yang berprestasi di dalam kelas, kurang menghargai aksen siswa yang berasal dari suku minoritas yang terdapat di sekolah serta lebih memperhatikan pada siswa yang secara fisik lebih menarik.

Prinsip sepuluh adalah penerimaan sosial, self-esteem, dan pembelajaran yaitu pembelajaran dan self-esteem akan meningkat ketika siswa memiliki hubungan yang saling menghormati dan menjaga hubungan baik dengan orang lain yang melihat potensi mereka. Guru SMAN “X” Bandung yang sudah menerapkan


(33)

prinsip ini akan menghargai siswa seperti memberikan pujian ketika siswa meraih keberhasilan, mengerjakan tugas tepat waktu serta tidak memarahi siswa yang kurang memahami materi namun guru bersedia mengajarinya kembali, sebaliknya guru SMAN “X” Bandung yang kurang menerapkan pada prinsip ini tidak segan memberikan feedback yang negatif ketika siswa meraih kegagalan serta membanding-bandingkan siswa yang menemukan kegagalan dengan siswa yang meraih keberhasilan.

Prinsip berikutnya yang akan dijabarkan adalah prinsip kesebelas yaitu perbedaan individu dalam belajar yaitu siswa memiliki perbedaan kemampuan dan pilihan dalam cara belajar dan strateginya. Di dalam proses belajar-mengajar, guru SMAN “X” Bandung yang sudah menerapkan prinsip ini akan mencoba mengenali gaya belajar siswa lalu guru mencoba memfasilitasinya seperti memberikan alat peraga untuk siswa yang lebih cepat mengerti melalui alat-alat nyata yang ada di hadapannya, sedangkan guru SMAN “X” Bandung yang kurang menerapkan prinsip ini tidak mencoba mengetahui dan cenderung mengacuhkan gaya belajar siswa sehingga guru tidak memberikan fasilitas yang mendukung gaya belajar siswa tersebut dan guru tidak berusaha mencari tahu kelebihan, harapan, dan kelemahan siswa.

Prinsip terakhir adalah prinsip keduabelas yaitu penyaringan kognitif yang merujuk pada keyakinan diri, pemikiran, dan pemahaman yang merupakan hasil dari pembelajaran serta tafsiran sebelumnya yang menjadi dasar pribadi untuk menginterpretasi pengalaman hidup. Guru SMAN “X” Bandung yang sudah menerapkan prinsip ini dalam proses belajar-mengajar akan berusaha


(34)

Universitas Kristen Maranatha mendengarkan siswa menurut sudut pandang mereka, sebaliknya guru SMAN “X” Bandung yang kurang menerapkan prinisp ini dalam proses belajar-mengajar akan membatasi siswa dalam berekspresi dengan tidak membebaskan siswa untuk mengungkapkan pendapatnya serta guru memaksakan kehendaknya apabila siswa memiliki pendapat yang berlainan darinya.

Pendekatan pembelajaran Student Centered Learning yang dilakukan oleh guru di SMAN “X” Bandung menjadi stimulus yang akan dipersepsi oleh siswa. Siswa memersepsi dilatarbelakangi oleh propertis-propertis yang dimilikinya, seperti emosi, atensi, norma, dan lain sebagainya. Propertis tersebut yang kemudian membentuk dunia kognitif siswa akan konsep-konsep mengenai pendekatan pembelajaran yang diberikan kepada siswa lalu membentuk belief yang mempengaruhi attitude dalam bentuk tingkah laku berupa penilaian siswa apakah guru sudah menerapkan atau kurang menerapkan pendekatan pembelajaran Student Centered Learning. Apabila siswa memersepsi kedua belas prinsip dari Student Centered Learning, maka digolongkan sudah menerapkan Student Centered Learning.

Penjelasan mengenai dinamika hubungan antara persepsi siswa mengenai pendekatan pembelajaran Student Centered Learning beserta prinsip-prinsipnya dapat dilihat pada bagan kerangka pikir berikut ini:


(35)

Bagan 1.1 Bagan Kerangka Pikir Student Centered Learning pembelajaran Student

Centered Learning oleh guru

Sudah menerapkan Student Centered

Learning

Siswa di SMAN “X”

Bandung

Persepsi siswa mengenai penerapan Student Centered

Learning

Prinsip-Prinsip Psikologis Student Centered Learning :

Prinsip 1 : Sifat alami dari proses belajar Prinsip 2 : Tujuan proses pembelajaran Prinsip 3 : Membangun pengetahuan Prinsip 4 : Berpikir tingkat tinggi

Prinsip 5 : Pengaruh motivasi dalam pembelajaran Prinsip 6 : Motivasi intrinsik untuk belajar

Prinsip 7 : Karakteristik tugas pembelajaran yang meningkatkan motivasi Prinsip 8 : Hambatan dan kesempatan perkembangan

Prinsip 9 : Keragaman sosial dan budaya

Prinsip 10 : Penerimaan sosial, self esteem, dan pembelajaran Prinsip 11 : Perbedaan individual dalam pembelajaran

Prinsip 12 : Penyaringan kognitif

Kurang menerapkan Student Centered


(36)

Universitas Kristen Maranatha

1.6. Asumsi

- Student Centered Learning merupakan suatu model pembelajaran yang

menjadikan pengajar memiliki peran sebagai fasilitator yang membantu siswa untuk mendapatkan dan memproses informasi, pengajar bersedia mendengarkan masukan-masukan yang diberikan siswa, pengajar menyampaikan materi sesuai dengan kebutuhan, kemampuan siswa serta kondisi siswa, siswa mampu mengembangkan materi secara mandiri, siswa berperan aktif dalam mencari pengetahuan, siswa dapat mengkritisi materi pembelajaran, siswa dapat bekerja sama dengan siswa lainnya, serta materi pembelajaran yang diberikan bersifat komprehensif dan tidak membatasi siswa dalam berpikir.

- Penerapan pendekatan Student Centered Learning pada siswa SMAN “X” Bandung dapat dilihat berdasarkan dua belas prinsip yaitu prinsip sifat dasar dari proses pembelajaran, tujuan proses pembelajaran, konstruksi pengetahuan, berpikir tingkat tinggi, pengaruh motivasi terhadap pembelajaran, motivasi intrinsik untuk belajar, karakteristik tugas yang meningkatkan motivasi, hambatan dan kesempatan perkembangan, keragaman sosial dan budaya, dan penerimaan sosial, self-esteem, dan pembelajaran, perbedaan individual dalam pembelajaran dan penyaringan kognitif.


(37)

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai Student Centered Learning yang telah dilakukan kepada 276 siswa SMAN “X” Bandung, dapat disimpulkan sebagai berikut:

a) Lebih banyak siswa di SMAN “X” Bandung memersepsi bahwa guru sudah menerapkan model pembelajaran Student Centered Learning dalam proses belajar-mengajar di dalam kelas namun masih ada sebesar siswa memersepsi guru kurang menerapkan model pembelajaran Student Centered Learning.

b) Pada kelas X, prinsip yang paling dipersepsi siswa diterapkan oleh guru yaitu prinsip berpikir tingkat tinggi dan prinsip yang dipersepsi kurang diterapkan oleh siswa yaitu prinsip karakteristik tugas yang meningkatkan motivasi dan prinsip penyaringan kognitif.

c) Pada kelas XI, prinsip perbedaan individual dalam belajar paling dipersepsi siswa sudah diterapkan oleh guru lalu prinsip pengaruh motivasi dalam pembelajaran, prinsip karakteristik tugas yang meningkatkan motivasi serta prinsip penyaringan kognitif dipersepsi siswa kurang diterapkan oleh guru dalam proses belajar-mengajar. d) Lebih banyak siswa kelas X yang memersepsi guru sudah menerapkan


(38)

Universitas Kristen Maranatha guru menerapkan Student Centered Learning dalam proses belajar-mengajar.

5.2Saran

5.2.1 Saran Teoritis

Bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai Student Centered Learning disarankan agar:

a) Melalukan penelitian yang serupa namun pada SMA yang berbeda untuk mendapatkan gambaran yang lebih luas mengenai Student Centered Learning di berbagai SMA di kota Bandung.

b) Melakukan studi korelasional antara Student Centered Learning dengan variabel-variabel lain yang terkait dengan proses belajar mengajar di kelas, seperti prestasi belajar, motivasi berprestasi, student engagement di SMAN “X” Bandung.

5.2.2 Saran Praktis

a) Disarankan kepada kepala sekolah untuk memberikan saran-saran praktis yang dipaparkan oleh peneliti kepada guru-guru kelas X dan kelas XI agar guru dapat mengupayakan tindakan-tindakan konkret yang mencerminkan Student Centered Learning.

b) Disarankan kepada guru kelas X untuk memberikan tugas-tugas yang tidak monoton seperti lebih banyak memberikan proyek-proyek dimana siswa dapat terjun langsung ke lapangan untuk


(39)

mengaplikasikan materi, seperti melakukan praktikum, mengunjungi museum. Guru juga disarankan untuk mencoba menggali isi pikiran siswa dengan mendengarkan terlebih dahulu informasi yang dipaparkan siswa sebelum membahasnya lalu mengarahkan siswa pada konsep yang tepat apabila informasi yang disampaikan siswa dirasa kurang tepat.

c) Disarankan kepada guru kelas XI untuk memperhatikan lebih banyak siswa dari siswa yang pendiam sampai yang terlihat kurang mampu dalam pelajaran. Hal tersebut dapat dilakukan dengan secara berkala mendatangi siswa ke mejanya dan berbincang singkat dengan siswa dalam pertemuan kelas lalu memberikan eye contact sehingga siswa yang pendiam maupun yang pembuat onar tetap merasa diperhatikan oleh guru. Guru kelas XI juga disarankan untuk memberikan tugas-tugas yang tidak monoton dan yang dapat meningkatkan semangat siswa seperti lebih banyak memberikan proyek-proyek dimana siswa dapat terjun langsung ke lapangan untuk mengaplikasikan materi, seperti melakukan praktikum, mengunjungi museum. Saran berikutnya ialah tidak langsung memotong dan menyalahkan siswa ketika siswa sedang mengungkapkan sesuatu tetapi dengar terlebih dahulu apa yang hendak dimaksud oleh siswa lalu setelah siswa selesai berbicara, guru mengarahkan siswa pada konsep yang tepat.


(40)

84 Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Baron, R. A, Bryne, Donn. 1977. Social Psychology: Understanding Human Interaction. Second edition. Boston: Ally & Bacon.

Brandes, Donna & Paul Ginnis. 1987. A Guide To Student - Centered Learning. England: Basil Blackwell Ltd.

Costa, A. L. 1991. Developing Minds: A Resource Book For Teaching Thinking. Alexandria, VA: Association for Supervision and Curriculum Development. Friedenberg, Lisa. 1995. Psychological Testing, Design, Analysis and Use. Boston:

Allyn and Bacon.

Hadi. Rahmini. 2007. Dari Teacher-Centered Learning ke Student-Centered Learning: Perubahan Metode Pembelajaran. Insania Vol. 12|No. 3

Ingersoll, M.G. 1989. Adolescents In School And Society. Toronto: Lexington Massachusetts.

Kaplan, Robert. M & Saccuzzo, Dennis P. 1993. Psychological Testing : Principles Applications and Issues. California: Brooks/Cole Publishing Company.

McCombs, Barbara. L & Wishler, Joe Sue. 1997. The Learner-Centered Classroom and School : Strategies For Increasing Student Motivation and Achievement. First edition. San Francisco: John Wiley & Sons.

Moh. Nazir. 2003. Metode Penelitian, Cetakan Kelima. Jakarta: Ghalia Indonesia. Nugraheni, Endang. 2007. Student Centered Learning dan Implikasinya terhadap

Proses Pembelajaran. Jurnal Pendidikan, Vol. 8| No. 1| Maret 2007 Santrock, John W. 2003. Adolescence. Jakarta: Erlangga

Sugiyono, Dr. 2005. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: CV Alfabeta.

---. 2012. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: CV Alfabeta.

Sudjana, Nana. 2005. Metoda dan Teknik Pembelajaran Partisipatif. Bandung: Falah Production.


(41)

DAFTAR RUJUKAN

Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum. 2010. Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya Untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kementrian Pendidikan Nasional.

Gouw, Apriyessi K. 2012. “Studi Deskriptif Mengenai Student Centered Learning Yang Diterapkan Pada Siswa Di SMA “X” Bandung”. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Pongtuluran, Aris & Arlinan Rahardjo. 2000. Student- Centered Learning : The

Urgency and Possibiliities (Online).

(http://uripsantoso.files.wordpress.com/2011/06/scl1.pdf, diakses 25 Maret


(1)

Universitas Kristen Maranatha 1.6. Asumsi

- Student Centered Learning merupakan suatu model pembelajaran yang menjadikan pengajar memiliki peran sebagai fasilitator yang membantu siswa untuk mendapatkan dan memproses informasi, pengajar bersedia mendengarkan masukan-masukan yang diberikan siswa, pengajar menyampaikan materi sesuai dengan kebutuhan, kemampuan siswa serta kondisi siswa, siswa mampu mengembangkan materi secara mandiri, siswa berperan aktif dalam mencari pengetahuan, siswa dapat mengkritisi materi pembelajaran, siswa dapat bekerja sama dengan siswa lainnya, serta materi pembelajaran yang diberikan bersifat komprehensif dan tidak membatasi siswa dalam berpikir.

- Penerapan pendekatan Student Centered Learning pada siswa SMAN “X” Bandung dapat dilihat berdasarkan dua belas prinsip yaitu prinsip sifat dasar dari proses pembelajaran, tujuan proses pembelajaran, konstruksi pengetahuan, berpikir tingkat tinggi, pengaruh motivasi terhadap pembelajaran, motivasi intrinsik untuk belajar, karakteristik tugas yang meningkatkan motivasi, hambatan dan kesempatan perkembangan, keragaman sosial dan budaya, dan penerimaan sosial, self-esteem, dan pembelajaran, perbedaan individual dalam pembelajaran dan penyaringan kognitif.


(2)

81 Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai Student Centered Learning yang telah dilakukan kepada 276 siswa SMAN “X” Bandung, dapat disimpulkan sebagai berikut:

a) Lebih banyak siswa di SMAN “X” Bandung memersepsi bahwa guru sudah menerapkan model pembelajaran Student Centered Learning dalam proses belajar-mengajar di dalam kelas namun masih ada sebesar siswa memersepsi guru kurang menerapkan model pembelajaran Student Centered Learning.

b) Pada kelas X, prinsip yang paling dipersepsi siswa diterapkan oleh guru yaitu prinsip berpikir tingkat tinggi dan prinsip yang dipersepsi kurang diterapkan oleh siswa yaitu prinsip karakteristik tugas yang meningkatkan motivasi dan prinsip penyaringan kognitif.

c) Pada kelas XI, prinsip perbedaan individual dalam belajar paling dipersepsi siswa sudah diterapkan oleh guru lalu prinsip pengaruh motivasi dalam pembelajaran, prinsip karakteristik tugas yang meningkatkan motivasi serta prinsip penyaringan kognitif dipersepsi siswa kurang diterapkan oleh guru dalam proses belajar-mengajar. d) Lebih banyak siswa kelas X yang memersepsi guru sudah menerapkan


(3)

Universitas Kristen Maranatha guru menerapkan Student Centered Learning dalam proses belajar-mengajar.

5.2Saran

5.2.1 Saran Teoritis

Bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai Student Centered Learning disarankan agar:

a) Melalukan penelitian yang serupa namun pada SMA yang berbeda untuk mendapatkan gambaran yang lebih luas mengenai Student Centered Learning di berbagai SMA di kota Bandung.

b) Melakukan studi korelasional antara Student Centered Learning dengan variabel-variabel lain yang terkait dengan proses belajar mengajar di kelas, seperti prestasi belajar, motivasi berprestasi, student engagement di SMAN “X” Bandung.

5.2.2 Saran Praktis

a) Disarankan kepada kepala sekolah untuk memberikan saran-saran praktis yang dipaparkan oleh peneliti kepada guru-guru kelas X dan kelas XI agar guru dapat mengupayakan tindakan-tindakan konkret yang mencerminkan Student Centered Learning.

b) Disarankan kepada guru kelas X untuk memberikan tugas-tugas yang tidak monoton seperti lebih banyak memberikan proyek-proyek dimana siswa dapat terjun langsung ke lapangan untuk


(4)

83

Universitas Kristen Maranatha mengaplikasikan materi, seperti melakukan praktikum, mengunjungi museum. Guru juga disarankan untuk mencoba menggali isi pikiran siswa dengan mendengarkan terlebih dahulu informasi yang dipaparkan siswa sebelum membahasnya lalu mengarahkan siswa pada konsep yang tepat apabila informasi yang disampaikan siswa dirasa kurang tepat.

c) Disarankan kepada guru kelas XI untuk memperhatikan lebih banyak siswa dari siswa yang pendiam sampai yang terlihat kurang mampu dalam pelajaran. Hal tersebut dapat dilakukan dengan secara berkala mendatangi siswa ke mejanya dan berbincang singkat dengan siswa dalam pertemuan kelas lalu memberikan eye contact sehingga siswa yang pendiam maupun yang pembuat onar tetap merasa diperhatikan oleh guru. Guru kelas XI juga disarankan untuk memberikan tugas-tugas yang tidak monoton dan yang dapat meningkatkan semangat siswa seperti lebih banyak memberikan proyek-proyek dimana siswa dapat terjun langsung ke lapangan untuk mengaplikasikan materi, seperti melakukan praktikum, mengunjungi museum. Saran berikutnya ialah tidak langsung memotong dan menyalahkan siswa ketika siswa sedang mengungkapkan sesuatu tetapi dengar terlebih dahulu apa yang hendak dimaksud oleh siswa lalu setelah siswa selesai berbicara, guru mengarahkan siswa pada konsep yang tepat.


(5)

84 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Baron, R. A, Bryne, Donn. 1977. Social Psychology: Understanding Human Interaction. Second edition. Boston: Ally & Bacon.

Brandes, Donna & Paul Ginnis. 1987. A Guide To Student - Centered Learning. England: Basil Blackwell Ltd.

Costa, A. L. 1991. Developing Minds: A Resource Book For Teaching Thinking. Alexandria, VA: Association for Supervision and Curriculum Development. Friedenberg, Lisa. 1995. Psychological Testing, Design, Analysis and Use. Boston:

Allyn and Bacon.

Hadi. Rahmini. 2007. Dari Teacher-Centered Learning ke Student-Centered Learning: Perubahan Metode Pembelajaran. Insania Vol. 12|No. 3

Ingersoll, M.G. 1989. Adolescents In School And Society. Toronto: Lexington Massachusetts.

Kaplan, Robert. M & Saccuzzo, Dennis P. 1993. Psychological Testing : Principles Applications and Issues. California: Brooks/Cole Publishing Company.

McCombs, Barbara. L & Wishler, Joe Sue. 1997. The Learner-Centered Classroom and School : Strategies For Increasing Student Motivation and Achievement. First edition. San Francisco: John Wiley & Sons.

Moh. Nazir. 2003. Metode Penelitian, Cetakan Kelima. Jakarta: Ghalia Indonesia. Nugraheni, Endang. 2007. Student Centered Learning dan Implikasinya terhadap

Proses Pembelajaran. Jurnal Pendidikan, Vol. 8| No. 1| Maret 2007 Santrock, John W. 2003. Adolescence. Jakarta: Erlangga

Sugiyono, Dr. 2005. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: CV Alfabeta.

---. 2012. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: CV Alfabeta.

Sudjana, Nana. 2005. Metoda dan Teknik Pembelajaran Partisipatif. Bandung: Falah Production.


(6)

85 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum. 2010. Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya Untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kementrian Pendidikan Nasional.

Gouw, Apriyessi K. 2012. “Studi Deskriptif Mengenai Student Centered Learning Yang Diterapkan Pada Siswa Di SMA “X” Bandung”. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Pongtuluran, Aris & Arlinan Rahardjo. 2000. Student- Centered Learning : The

Urgency and Possibiliities (Online).

(http://uripsantoso.files.wordpress.com/2011/06/scl1.pdf, diakses 25 Maret 2012).