Pengaruh Suhu terhadap Kelangsungan Hidup dan Laju Pertumbuhan Benih Ikan Baung (Mystus nemurus).

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Indonesia memiliki beranekaragam jenis ikan asli yang berhabitat di

beberapa sungai di Indonesia. Ikan baung merupakan salah satu jenis ikan asli
yang berhabitat di beberapa sungai di Indonesia. Ikan ini memiliki beberapa genus
yang terdapat di sungai-sungai di Pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Ikan
baung (Mystus nemurus) merupakan jenis yang paling dominan dari genus yang
ada dan paling digemari oleh masyarakat di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Ikan
baung merupakan ikan konsumsi, sehingga ikan ini banyak ditangkap dan diburu
oleh masyarakat (Tang 2000).
Ikan baung (Mystus nemurus) merupakan ikan perairan umum yang
mempunyai prospek untuk dibudidayakan dan merupakan salah satu komoditas
budidaya air tawar di Indonesia. Di Jawa Barat ikan baung dikenal dengan nama
ikan tagih, senggal atau singgah, di Jawa Tengah, tageh, di Jakarta dan Malaysia,
bawon, di Serawak, baon, di Kalimantan Tengah, niken, siken, tiken, bato, baung
putih, kendinya dan di Sumatera, baong. Tekstur dagingnya lembut, berwarna

putih, tebal tanpa duri halus, sehingga sangat digemari oleh masyarakat
(Djadjadireja 1977).
Beberapa permasalahan terkait dengan pengembangan usaha pembenihan
dan pembesaran ikan baung pada skala lapang terutama di daerah antara lain benih
masih mengandalkan hasil penangkapan dari alam. Pengembangan budidaya dan
usaha pelestarian ikan baung dapat terlaksana apabila benih bermutu baik, tersedia
pakan yang tepat, pencegahan penyakit serta lingkungan hidup yang baik untuk
mendukung kehidupan dan pertumbuhannya. Peluang pengembangan budidaya
ikan baung terbuka setelah berhasil dilakukan pemijahan induk secara buatan.
Keberhasilan ini perlu dilanjutkan dengan usaha produksi benih secara masal.
Selain itu permasalahan yang sering terjadi pada media hidup ikan adalah faktor

1

2

kualitas air. Kualitas perairan yang baik akan mendukung perkembangan
pertumbuhan dari ikan.
Sampai saat ini produksi ikan baung masih mengandalkan hasil tangkapan
dari alam. Mengingat ketersediaan ikan baung di alam terbatas, maka usaha

penangkapan yang terus menerus dikhawatirkan akan mengancam kelestariannya.
Pendederan salah satu usaha untuk meningkatkan produksi benih ikan dengan
tujuan kontinuitas suplai tetap terjaga dan permintaan semakin tinggi di pasar.
Untuk menunjang kegiatan tersebut masih ada kendala yang dihadapi dalam
pemeliharaan benih ikan baung salah satunya adalah suhu yang akan
mempengaruhi laju pertumbuhan, kelangsungan hidup dan munculnya berbagai
penyakit (Anonimous 2003 dalam Panjaitan 2004).
Suhu air mempunyai arti penting bagi organisme perairan di antaranya
karena berpengaruh terhadap laju metabolisme dan pertumbuhan (Brown 1957).
Ikan merupakan hewan berdarah dingin (poikilothermal) sehingga metabolisme
dalam tubuh tegantung pada suhu lingkungannya, termasuk kekebalan tubuhnya
(Anonimous 2003 dalam Panjaitan 2004). Suhu tinggi akan menyebabkan ikan
aktif bergerak, nafsu makan meningkat dan metabolisme cepat meningkat
sehingga kotorannya menjadi lebih banyak. Hal ini menyebabkan kebutuhan
oksigen menjadi naik, sedangkan ketersediaan oksigen dalam air akan berkurang
sehingga ikan akan kekurangan oksigen dalam darah, akibatnya ikan menjadi stres
dan mudah terserang penyakit terutama bintik putih atau white spot yang
disebabkan oleh

Ichthyopthirus multifilis. Forrest (1976) menyatakan bahwa


faktor lingkungan yang paling penting mengatur kecepatan pertumbuhan adalah
suhu air.
1.2

Identifikasi Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan maka dapat diidentifikasikan

permasalahannya yaitu sampai sejauh mana pengaruh suhu yang berbeda terhadap
kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan benih ikan baung.

3

1.3

Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh suhu optimal bagi

kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan benih ikan baung.


1.4

Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk meningkatkan

kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan benih ikan baung.

1.5

Kerangka Pemikiran
Ikan merupakan hewan berdarah dingin sehingga metabolisme dalam

tubuh tergantung pada suhu lingkungannya, termasuk kekebalan tubuhnya.
Penurunan atau kenaikan suhu yang terjadi perlahan-lahan tidak akan
membahayakan ikan. Sementara perubahan yang terjadi secara tiba-tiba dapat
membuat ikan stres. Kisaran toleransi suhu ini relatif sempit pada ikan daerah
tropis dibandingkan ikan daerah subtropis. Suhu optimal untuk ikan tropis
terutama ikan tawar berada pada suhu 25-28oC, tergantung jenisnya. Suhu optimal
bagi ikan baung adalah 27-33°C. Suhu air berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan ikan. Ikan lele dumbo dapat hidup pada suhu air berkisar antara

20–300C. Suhu air yang sesuai akan meningkatkan aktivitas makan ikan, sehingga
menjadikan ikan lele dumbo cepat tumbuh (Cahyono 2009).
Suhu rendah akan menyebabkan kecepatan metabolisme menurun,
sehingga nafsu makan ikan menjadi berkurang. Selain itu, suhu rendah dapat
menyebabkan rendahnya kemampuan mengambil oksigen disebabkan oleh
menurunnya detak jantung. Sebaliknya pada suhu yang tinggi akan menyebabkan
ikan aktif bergerak dan metabolisme cepat meningkat sehingga kotoran yang
dikeluarkan menjadi lebih banyak. Kotoran yang banyak akan menyebabkan
kualitas air menjadi buruk dan kebutuhan oksigen menjadi naik. Ketersediaan
oksigen pada air yang buruk akan berkurang sehingga ikan akan kekurangan
oksigen dalam darah. Akibatnya ikan menjadi stres, tidak ada keseimbangan dan
menurunkan sistem sarafnya.

4

Suhu tubuh ikan cenderung mengikuti perubahan suhu lingkungannya.
Bila suhu naik atau turun, laju metabolisme juga berubah, demikian pula dengan
kebutuhan energinya. Pada suhu 24oC ikan tropis memiliki laju metabolisme
enam kali lebih besar daripada ikan yang berada pada suhu 5 oC, dengan kata lain
tiap kenaikan suhu 3oC maka laju metabolisme meningkat satu kali lipat (Philips

1972). Kenaikan suhu yang dapat ditolerir oleh ikan akan diikuti oleh kenaikan
metabolisme dan kebutuhan oksigen (Blaxter 1988).
Menurut Philips (1972), suhu merupakan faktor lingkungan yang
berpengaruh terhadap laju kecepatan metabolisme tubuh, kecepatan metabolisme
tubuh akan berlangsung optimum pada suhu optimum. Ikan memiliki selang suhu
optimum untuk memenuhi laju metabolisme yang diinginkan. Laju metabolisme
ikan dipengaruhi oleh sejumlah faktor internal misalnya keturunan, umur,
kecepatan laju pertumbuhan relatif, kemampuan memanfaatkan makanan dan
ketahanan terhadap penyakit. Faktor eksternal misalnya suhu media, kandungan
oksigen terlarut, kandungan zat-zat terlarut dalam perairan, jumlah dan komposisi
serta kelengkapan asam-asam amino yang terdapat dalam makanan, ruang gerak
ikan dan kepadatan ikan selama pemeliharaan (Huet 1971).
Cahyono (2009) mengemukakan bahwa suhu air berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan ikan. Ikan lele dumbo dapat hidup pada suhu air
berkisar antara 20–300C. Suhu air yang sesuai akan meningkatkan aktivitas makan
ikan, sehingga menjadikan ikan lele dumbo cepat tumbuh. Potensi tumbuh dan
laju pertumbuhan benih ikan lele pada tingkat konsumsi maksimal meningkat
dengan meningkatnya suhu media dan mencapai maksimal pada suhu optimal
untuk pertumbuhan sekitar 29,500C (Setiawan 1993).
Isbar (1999) mengemukakan bahwa selama 30 hari pemeliharaan, nilai

rata-rata kelangsungan hidup benih ikan mas adalah 100% untuk masing-masing
perlakuan 6-10oC, 11-15oC, 16-20oC, 21-30oC dan 31-30oC. Sedangkan nilai
tertinggi untuk laju pertumbuhan 3-5 cm terjadi pada suhu 21-30oC sebesar
1,38%. Afifudin (2003) mengemukakan bahwa pada suhu 25-27oC tingkat
kelangsungan hidup benih ikan barbus mencapai 94,67%. Wahyudi (2003)
mengemukakan bahwa kelangsungan hidup tertinggi benih ikan nilem sebesar

5

81,89% pada suhu 28oC dan pertumbuhan harian benih ikan nilem tertinggi terjadi
juga pada suhu 28oC yaitu sebesar 13,44 mm.
Taukhid (2004) mengemukakan bahwa pada kisaran suhu air 22 hingga
kurang dari 26oC, angka mortalitas pada larva ikan mas mencapai 94%, suhu 26
hingga kurang dari 30oC menghasilkan mortalitas 71% dan suhu 30 hingga kurang
dari 34oC menghasilkan mortalitas 32%. Deden (2006) mengemukakan bahwa
pada perlakuan suhu 29-30oC dan 31-32oC, tingkat kelangsungan hidup tertinggi
ikan zebra sebesar 100% sedangkan laju pertumbuhan panjang tertinggi pada suhu
29-30oC sebesar 10,048%.

1.6


Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas dapat ditarik hipotesis bahwa

suhu 300C menghasilkan kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan tertinggi pada
benih ikan baung (Mystus nemurus).