POTENSI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF DI DESA CIPOREAT KECAMATAN CILENGKRANG KABUPATEN BANDUNG.

(1)

POTENSI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF DI DESA CIPOREAT KECAMATAN CILENGKRANG KABUPATEN BANDUNG

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Departemen Pendidikan Geografi

Oleh : ILYAS NIM.1103262

DEPARTEMEN PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG 2015


(2)

KECAMATAN CILENGKRANG KABUPATEN BANDUNG

Oleh

ILYAS

1103262

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pada Departemen Pendidikan Geografi Fakultas Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia

© Ilyas 2015

Universitas Pendidikan Indonesia

Maret 2015

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,


(3)

(4)

ABSTRAK

POTENSI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF DI DESA CIPOREAT KECAMATAN CILENGKRANG KABUPATEN BANDUNG

Oleh : ILYAS Dede Sugandi 1)

Yakub Malik 2)

Penelitian ini dilakukan di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung, dengan fokus kajian mengenai potensi pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas. Tujuan dari penelitian ini yaitu mengidentifikasi kondisi fisik dan sosial yang mendukung dalam pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas, menganalisis potensi pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas, dan menganalisis upaya pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas sebagai energi alternatif. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, jumlah sampel sebanyak 76 responden, pengumpulan data melalui survey ke lapangan. Hasil penelitian menunjukan daerah penelitian memiliki kondisi fisik dan sosial yang mendukung dalam pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas. Kondisi fisik meliputi kondisi iklim, ketersediaan air, topografi, kemiringan lereng dan tanah. Sedangkan kondisi sosial ekonomi meliputi pengetahuan tentang biogas, pendidikan, matapencaharian dan penghasilan. Selain itu Desa Ciporeat memiliki potensi yang cukup besar dalam pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas. Hal ini dapat terlihat dari jumlah sapi yang dipelihara peternak sebagian besar (51,32%) memelihara >3 ekor, dengan status kepemilikan sapi 92,11% milik sendiri dan dipelihara dilahan milik sendiri. Namun upaya pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas masih rendah, hal ini dapat terlihat dari kepemilikan instalasi biogas hanya sebagian kecil saja 23,68%, biaya pembuatannya relatif mahal, energi yang dihasilkan biogas masih sedikit sehingga tidak dapat mencukupi kebutuhan bahan bakar peternak setiap harinya, jarak lokasi peternakan 48,69% cukup jauh dari rumah peternak, serta prilaku peternak yang malas dan jijik dalam mengolah kotoran sapi, sehingga menjadi faktor penghambat para peternak untuk memanfaatkan kotoran sapi tersebut menjadi biogas. Disimpulkan bahwa potensi pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas di Desa Ciporeat cukup besar, namun upaya pemanfaatan yang dilakukan peternak masih rendah, sehingga perlu dilakukan penyuluhan dan pelatihan yang lebih intensif agar kotoran sapi tersebut tidak dibuang dan dibiarkan begitu saja yang dapat mencemari lingkungan sekitar. Kata kunci : energi biogas, pemanfaatan kotoran sapi, potensi biogas,

1)

Pembimbing I 2)


(5)

ABSTRACT

POTENTIAL UTILIZATION OF COW DUNG INTO BIOGAS AS AN ALTERNATIVE ENERGY IN THE VILAGE OF CIPOREAT

DISTRICT CILENGKRANG BANDUNG REGENCY By :

ILYAS Dede Sugandi 1)

Yakub Malik 2)

This research was conducted in the village of Ciporeat, district Cilengkrang, Bandung Regency, the focus of the study on the utilization potential of cow dung into biogas. The purpose of the research is to identify the physical and social conditions that support the utilization of cow dung into biogas, analyzing the potential utilization of cow dung into biogas, and analyzes the efforts of utilization of cow dung into biogas as an alternative energy. This research uses descriptive method, the number of samples as much as 76 respondents, data collection through surveys into the field. The research results show the research area has physical and social conditions that support the utilization of cow dung into biogas. Physical conditions including climatic conditions, availability of water, topography, slope of the slopes and soil. Where as the socio-economic conditions include knowledge about biogas, livelihood, education and income. In addition the village Ciporeat has considerable potential in cow dung into biogas utilization. This can be seen from the number of cows being kept ranchers mostly (51,32%) were kept > 3 tail, cow ownership status with 92,11% proprietary and maintained in its own. But the efforts of cow dung into biogas utilization is still low, it can be seen from the ownership of biogas installation only a fraction only manufacturing costs, 23,68% relatively expensive, biogas energy generated is still a bit so not able to full fill the needs of breeder fuel each day, approximately 48, farm location 69% far enough from home breeders, and the behaviour of ranchers who are lazy and disgust in cow manure processing, thus becoming a factor restricting farmer to take advantage of the cow dung into biogas. It was concluded that the potential utilization of cow dung into biogas in the village of Ciporeat is quite large, but the utilization done effort is still low, so breeders need to do outreach and more intensive training in order for cow dung is not discarded and left well enough alone that can pollute the environment.

Keywords: biogas energy, utilization of cow dung, the potential of biogas,

1)

Supervisor I 2)


(6)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Energi merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia, karena hampir semua aktivitas manusia selalu membutuhkan energi. Sebagian besar energi yang digunakan di Indonesia berasal dari energi fosil yang berbentuk minyak bumi dan gas bumi. Jika dilihat dari segi perkembangannya, sistem keenergian di Indonesia selama ini menunjukkan bahwa sumber daya energi fosil masih menjadi penopang utama sumber energi dalam memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri. Energi fosil yang menjadi andalan adalah minyak bumi, gas bumi, dan batubara. Selama puluhan tahun, minyak bumi mendominasi penyediaan dan pemanfaatan energi di dalam negeri berupa bahan bakar minyak (BBM) dan listrik.

Energi minyak bumi yang paling banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah bensin dan solar, sedangkan untuk keperluan rumah tangga masyarakat lebih memilih menggunakan minyak tanah. Namun karena adanya program konversi minyak tanah ke gas LPG, harga minyak tanah dipasaran tinggi dan keberadaannya sangat langka, sehingga masyaraat banyak yang beralih untuk menggunakan gas LPG dalam memenuhi kebutuhan energinya. Tetapi dengan adanya program tersebut juga tidak menyelesaikan masalah bahan bakar dimasyarakat. Hal ini dikarenakan kekhawatiran masyarakat akan potensi bahaya kebocoran tabung gas yang memicu ledakan yang cukup kuat, selain itu pendistribusiannya yang belum merata kesemua wilayah di Indonesia yang menimbulkan kelangkaan gas LPG dibeberapa daerah.

BBM merupakan bentuk energi yang sangat penting peranannya dalam aktivitas di sektor industri, sektor transportasi, maupun sektor rumah tangga. Semakin menipisnya cadangan minyak bumi di dalam negeri dan meningkatnya konsumsi BBM di dalam negeri menjadi salah satu penyebab kelangkaan BBM di sejumlah wilayah di Indonesia. Kondisi demikian menyebabkan Indonesia harus mengimpor BBM dari Negara lain dan tidak dapat lagi menggantungkan penyediaan energi bersumber dari minyak bumi karena harga minyak mentah


(7)

dunia sangat fluktuatif, sehingga dapat menguras devisa negara dan mengancam ketahanan energi nasional.

Tabel 1.1

Konsumsi, Produksi, dan Impor BBM Indonesia 2005-2010 (Ribu Barel)

Tahun Produksi BBM Konsumsi BBM Impor BBM

2005 268.529 397.802 164.842

2006 257.821 374.691 131.765

2007 244.396 383.453 149.479

2008 251.531 388.107 153.105

2009 246.289 379.142 137.817

2010 241.156 388.241 146.997

Sumber : Data Kementrian ESDM tahun 2011

Berdasarkan data pada Tabel 1.1 di atas, yang menunjukan bahwa konsumsi BBM Indonesia lebih besar dibandingkan dengan produksinya sehingga mengharuskan Indonesia untuk mengimpor BBM dari Negara Lain. Selain itu menipisnya cadangan minyak bumi di dalam negeri, berfluktuasinya harga minyak mentah dunia, dan tersedianya potensi energi alternatif yang beragam di dalam negeri menjadi beberapa pertimbangan yang melatarbelakangi perlunya pengembangan energi alternatif di dalam negeri. Namun saat ini, porsi energi alternatif yang dikembangkan masih bertumpu pada energi fosil, yaitu meningkatkan penyediaan dan pemanfaatan gas bumi dan batubara sebagaimana yang diisyaratkan dalam Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Sementara itu, pengembangan energi alternatif terbarukan dan bersifat ramah lingkungan masih mendapatkan porsi yang relatif kecil meskipun porsinya telah mengalami peningkatan.

Energi tidak dapat dilepaskan dari isu lingkungan. Isu lingkungan yang sedang mengemuka di tataran global saat ini adalah pemanasan global dan perubahan iklim. Hal ini dibenarkan oleh Wahyuni (2013,hlm.11), bahwa :

bahan bakar fosil selama ini diisukan menjadi penyebab dari pemanasan global. Bahan bakar fosil yang pembakarannya tidak sempurna dapat


(8)

menyebabkan gas CO2 naik kepermukaan bumi dan menjadi penghalang pemantulan panas bumi. Hal tersebut menyebabkan tingginya suhu dipermukaan bumi.

Pengembangan energi alternatif terbarukan dan ramah lingkungan merupakan hal yang sangat relevan dengan isu energi dan isu lingkungan dewasa ini. Hal ini dikarenakan sektor energi sangat terkait dengan lingkungan dimana sektor energi dapat memberikan dampak terhadap lingkungan, mulai dari produksi energi sampai dengan pemanfaatan energi semuanya memberikan kontribusi terhadap perubahan lingkungan.

Pengembangan energi alternatif terbarukan yang bersifat ramah lingkungan dan tersedia di tingkat lokal dapat menjadi instrumen yang bermanfaat ganda, yaitu mampu mengurangi kebergantungan kepada energi fosil, mewujudkan keberlanjutan lingkungan, dan menyediakan energi yang mudah diakses oleh masyarakat lokal baik secara kuantitas, kualitas, maupun daya beli. Terdapat banyak energi alternatif terbarukan yang bersifat ramah lingkungan dan tersedia di tingkat lokal yang dapat dikembangkan, salah satu di antaranya adalah biogas.

Menurut Setiawan (1996, hlm.35) “Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik, seperti kotoran hewan, kotoran manusia, atau sampah.” Hal ini pun senada dengan apa yang di ungkapkan oleh Suyitno dkk (2010, hlm.1) “biogas adalah gas yang dihasilkan oleh bakteri apabila bahan organik mengalami proses fermentasi dalam reaktor (biodigester) dalam kondisi anaerob (tanpa udara).”

Berdasarkan kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa biogas merupakan gas yang dihasilkan dari bahan-bahan organik melalui proses fermentasi dalam sebuah reaktor (biodigester) dalam kondisi anaerob (tanpa udara). Biogas memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan bahan bakar fosil. Sifatnya yang ramah lingkungan dan dapat diperbaharui merupakan keunggulan dari biogas dibandingkan dengan bahan bahan bakar fosil. Selain itu biogas sangat cocok untuk menggantikan minyak tanah, LPG dan bahan bakar fosil lainnya. Hal ini pun dibenarkan oleh Said (2008,hlm.17), “biogas sebagai salah satu energi


(9)

alternatif dipastikan dapat menggantikan bahan bakar fosil yang keberadaannya semakin hari semakin terbatas.”

Selain itu dengan dibangunnya biogas, limbah atau kotoran sapi yang tadinya dibuang ke selokan-selokan rumah dan sungai dapat dikurangi. Limbah tersebut diproses didalam instalasi yang tidak menimbulkan bau yang menyengat. Ampas yang merupakan keluaran dari digester biogas dapat diproses kembali menjadi pupuk organik.

Menurut Said (2008, hlm.2), “di Indonesia teknologi biogas sudah dikembangkan sejak tahun 1970. Pada tahun 2000-an mulai dikembangkan reaktor biogas skala rumah tangga dengan konstruksi sederhana, terbuat dari plastik dengan harga relatif murah.” Setelah harga BBM melonjak tinggi dan keberadaan LPG yang seringkali sulit didapatkan di pedesaan yang disebakan sulitnya pendistribusiannya, maka penerapan energi alternatif biogas menjadi pilihan yang sangat menjanjikan. Misalnya di Desa Ciporeat Kecamatan Cilengkrang Kabupaten Bandung.

Desa Ciporeat memiliki luas wilayah 627 Ha. Mayoritas penduduk Desa Ciporeat bermatapencaharian sebagai buruh, petani dan peternak. Desa Ciporeat memiliki potensi ternak sapi yang cukup tinggi. Menurut data populasi KUD Ciporeat (2014), jumlah sapi perah mencapai 1.206 ekor yang melibatkan 312 peternak. Potensi kotoran sapi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan biogas sebenarnya cukup besar, namun belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Padahal berbagai upaya sosialisasi dan pelatihan sudah banyak dilakukan oleh beberapa lembaga, baik lembaga pemerintah, maupun lembaga pendidikan, dan lembaga terkait lainnya, beberapa instalasi biogas pun sudah diterapkan dimasyaraat Desa Ciporeat, sebagai percontohan bagi masyaraat mengenai potensi energi yang terkandung pada kotoran sapi.

Kotoran sapi selama ini telah menimbulkan berbagai masalah, terutama masalah lingkungan. Umumnya para peternak membuang kotoran sapi tersebut ke selokan-selokan rumah dan sungai, bahkan ada pula yang membiarkannya menumpuk disekitar kandang sapi. Padahal apabila dilihat dari manfaatnya, kotoran sapi yang diolah menjadi biogas memiliki banyak manfaat. Manfaat yang


(10)

diperoleh dengan adanya biogas menurut Departemen Pertanian (dalam Widyaninggar 2010, hlm.15), manfaat biogas adalah sebagai berikut :

Manfaat energi biogas adalah sebagai pengganti bahan bakar khususnya minyak tanah dan dipergunakan untuk memasak. Dalam skala besar, biogas dapat digunakan sebagai pembangkit energi listrik. Disamping itu, dari proses produksi biogas akan dihasilkan sisa kotoran ternak yang dapat langsung dipergunakan sebagai pupuk organik pada tanaman/budidaya pertanian.

Selain manfaat di atas menurut Setiawan (1996, hlm.37), terdapat beberapa keuntungan yang akan diperoleh dari penggunaan kotoran ternak sebagai penghasil biogas sebagai berikut :

a. Biogas yang dihasilkan diharapkan dapat mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap penggunaan minyak yang jumlahnya terbatas dan cukup mahal

b. Jika diterapkan oleh masyarakat di sekitar hutan yang banyak menggunakan kayu sebagai bahan bakar, diharapkan dapat mengurangi penebangan kayu sehingga kelestarian hutan lebih terjaga.

c. teknologi ini dapat mengurangi pencemaran lingkungan karena kotoran yang semula hanya mencemari lingkungan digunakan untuk sesuatu yang lebih bermanfaat. Dengan demikian kebersihan lingkungan lebih terjaga.

d. Selain menghasilkan energi, buangan (sludge) dari alat penghasil biogas ini juga dapat digunakan sebagai pupuk yang baik.

Ketertarikan penulis untuk meneliti tentang potensi pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas di Desa Ciporeat adalah karena Desa Ciporeat merupakan salah satu desa yang dipilih oleh pemerintah Kabupaten Bandung sebagai desa percontohan dalam pengembangan biogas di tingkat lokal, selain itu juga karena Desa Ciporeat ini pernah dijadikan desa binaan oleh HMJP Geografi UPI, sehingga penulis tertarik untuk meneliti bagaimana potensi pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas yang belum banyak dimanfaatkan masyarakat Desa Ciporeat. Padahal dari kutipan beberapa ahli diatas, biogas memiliki beberapa manfaat, keuntungan dan keunggulan dibanding bahan bakar lain dan merupakan salah satu solusi dalam menangani limbah kotoran sapi. Namun masyarakat lebih memilih untuk memakai energi konvensional seperti LPG dibandingkan penggunaan biogas.


(11)

Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini yang berjudul “POTENSI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF DI DESA CIPOREAT KECAMATAN CILENGKRANG KABUPATEN BANDUNG.”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latarbelakang penelitian di atas, maka dapat diidentifikasi permasalahan yang ada di daerah penelitian diantaranya yaitu masih rendahnya pemanfaatan kotoran sapi karena sebagian besar peternak membuang kotoran sapi tersebut ke selokan rumah, sungai dan bahkan ada juga yang dibiarkannya menumpuk disekitar kandang, sehingga seringkali menyebabkan pencemaran lingkungan bagi masyarakat sekitar. Untuk lebih memperjelas maksud serta batasan masalah yang akan diteliti, maka peneliti merumuskan beberapa hal terkait permasalahan mengenai penelitian yang akan dilaksanakan dengan fokus utama dalam penelitian ini yaitu tentang potensi pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas sebagai energi alternatif di Desa Ciporeat. Potensi yang ingin diketahui yaitu berupa kondisi fisik dan sosial yang mendukung dalam pemanfaatan kotoran sapi sehingga dapat diketahui besarnya potensi yang dimiliki, serta upaya yang dilakukan peternak dalam memanfaatkan kotoran sapi tersebut.

Dengan diketahuinya potensi pemanfaatan kotoran sapi yang dimiliki Desa Ciporeat, diharapkan peternak akan lebih termotivasi untuk memanfaatkan kotoran sapi tersebut menjadi sebuah energi alternatif salah satunya biogas, sehingga kebutuhan bahan bakar yang mereka gunakan dari bahan bakar konvensional dapat tergantikan dengan adanya biogas.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka penulis membatasi permasalahan pada peneitian ini. Untuk mempermudah dan mengarahkan dalam pembahasan serta menghindari pembahasan yang terlalu menyimpang, maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut :


(12)

1. Bagaimana kondisi fisik dan sosial dalam mendukung pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas sebagai energi alternatif di Desa Ciporeat ?

2. Seberapa besar potensi pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas sebagai energi alternatif di Desa Ciporeat ?

3. Bagaimana upaya pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas sebagai energi alternatif di Desa Ciporeat ?

D. Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan rumusan masalah yang telah dibatasi oleh penulis di atas, penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi kondisi fisik dan sosial dalam mendukung pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas sebagai energi alternatif di Desa Ciporeat ?

2. Menganalisis potensi pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas sebagai energi alternatif di Desa Ciporeat ?

3. Menganalisis upaya pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas sebagai energi alternatif di Desa Ciporeat ?

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan sebagai bahan pengayaan dalam meningkatkan wawasan tentang potensi pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas sebagai energi alternatif.

2. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan bagi masyarakat untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran serta motivasi dalam mengolah kotoran sapi menjadi energi alternatif biogas, serta dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan agar limbah kotoran sapi tersebut nantinya tidak mencemari lingkungan sekitar, namun menjadi sebuah energi yang bermanfaat bagi masyarakat.

3. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan menjadi rekomendasi bagi pemerintah Kabupaten Bandung, khususnya pemerintah Desa Ciporeat untuk membantu memfasilitasi masyarakat dalam menerapkan biogas dari kotoran


(13)

sapi sebagai energi alternatif, mengingat populasi sapi dan potensi energinya yang cukup besar.

4. Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu masukan pengayaan dalam pengajaran materi geografi tentang materi Sumber Daya Alam.

5. Sebagai bahan acuan dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini dimasa yang akan datang.

F. STRUKTUR ORGANISASI SKRIPSI

Untuk memudahkan penulis dalam melakukan penelitian ini, maka disusunlah struktur organisasi skripsi sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan, dalam bab ini akan diuraikan secara terperinci mengenai latar belakang masalah. Selanjutnya dijelaskan juga mengenai permasalahan-permasalahan apa yang akan dikaji oleh penulis serta akan dijelaskan pula tentang tujuan yang ingin dicapai dan manfaat yang di dapat dengan melakukan penelitian mengenai potensi pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas sebagai energi alternatif di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung.

Bab II Tinjauan Pustaka, dalam bab ini penulis berusaha menguraikan mengenai landasan teori yang berkaitan dengan kajian penulis. Dalam hal ini teori yang akan digunakan oleh penulis, buku-buku atau literatur yang akan penulis gunakan dan penelitian-penelitian terdahulu yang akan penulis pakai dalam menunjang penulisan skripsi nantinya.

Bab III Metode Penelitian, dalam bab ini penulis diajak untuk mampu menguraikan metode yang digunakan untuk menyelesaikan rumusan permasalahan penelitian. Pada bab ini juga dijelaskan secara komprehensif mengenai langkah-langkah serta tahapan-tahapan penelitian yang dilakukan. Semua prosedur serta tahapan-tahapan penelitian mulai dari persiapan hingga penelitian berakhir diuraikan secara terperinci. Hal ini dilakukan untuk memudahkan penulis dalam memberikan arahan dalam memecahkan masalah mengenai permasalahan yang akan dikaji. Adapun isi dari bab ini meliputi metode


(14)

penelitian, sampel dan populasi penelitian, variabel penelitian, definisi operasional, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan alur penelitian.

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, pada bab ini menguraikan tentang kondisi fisik dan kondisi sosial lokasi penelitian, deskriptif data, analisis hasil penelitian dan pembahasan.

Bab V kesimpulan dan rekomendasi, pada dasarnya dalam bab ini dituangkan interpretasi dari penulis setelah menganalisis hasil penelitian di atas. Bab ini bukan merupakan rangkuman dari penelitian, melainkan hasil dari pemahaman penulis dalam memecahkan permasalahan yang ada dalam penelitian. Selain itu pada bab ini penulis juga merumuskan beberapa rekomendasi baik bagi pemerintah setempat, maupun masyarakat setempat khususnya peternak sapi.


(15)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian

Dalam sebuah penelitian diperlukan suatu metode untuk memudahkan penulis untuk memecahkan masalah penelitian. Menurut Arikunto (2002,hlm.151), “metode penelitian atau metode pengumpulan data adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya.”

Sugiyono (2009,hlm.2) menyatakan bahwa “metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut terdapat empat kata kunci yang perlu diperhatikan yaitu, ilmiah, data, tujuan, dan kegunaan”. Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa metode penelitian sangat penting dalam sebuah penelitian karena mencakup tata cara dalam pelaksanaan penelitian.

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Tika (1997,hlm.9) menyatakan bahwa “metode deskriptif adalah metode yang bertujuan untuk menyingkap sejumlah masalah aktual dan dapat memberikan gambaran, interpretasi, mendeskripsikan data, gejala, peristiwa

yang tampak dan sering terjadi.” Sedangkan menurut Sukmadinata (2006,hlm.72) menyatakan bahwa :

Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya.

Adapun alasan penulis menggunakan metode deskriptif adalah untuk mengungkap potensi pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas sebagai energi alternatif di Desa Ciporeat. Metode deskriptif juga bertujuan untuk mengungkapkan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai bagaimana potensi pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas sebagai energi alternatif di Desa Ciporeat, besarnya potensi serta hambatan dalam pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas tersebut.


(16)

Selain itu alasan peneliti menggunakan metode deskriptif adalah karena dalam pengumpulan data penulis akan menggunakan angket, maka metode deskriptif disini berfungsi untuk menyimpulkan dan menggambarkan berbagai jawaban yang berbeda sehingga dapat diketahui bagaimana potensi pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas sebagai energi alternatif di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Menurut Sumaatmadja (1988,hlm.122) menyatakan bahwa ”populasi adalah keseluruhan gejala (fisis, sosial, ekonomi, budaya, politik) individu (manusia baik perorangan maupun kelompok), kasus (masalah, peristiwa tertentu) yang ada pada ruang tertentu”. Menurut Tika (2005,hlm.24) “Populasi adalah himpunan individu atau objek yang banyaknya terbatas atau tidak terbatas”.

Berdasarkan pengertian yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah :

a. Populasi Penduduk

Populasi penduduk dalam penelitian ini adalah seluruh peternak sapi yang berada di Desa Ciporeat yang meliputi RW 02, RW 03, RW 04, RW 05, RW 06, RW 07, RW 09. Adapun jumlah peternak sapi di Desa Ciporeat disajikan dalam Tabel 3.1 berikut :

Tabel 3.1

Data Jumlah Peternak Sapi di Desa Ciporeat

No Lokasi Jumlah Penduduk Jumlah KK Jumlah Peternak

1 RW 1 609 194 0

2 RW 2 499 152 5

3 RW 3 529 172 35

4 RW 4 565 172 69

5 RW 5 599 227 83

6 RW 6 413 135 58

7 RW 7 463 156 46

8 RW 8 455 145 0


(17)

2. Sampel

Menurut Tika (2005,hlm.24) “sampel adalah sebagian dari objek atau individu-individu yang mewakili suatu populasi.” Sedangkan menurut Sumaatmadja (1981,hlm.112), “sampel adalah bagian dari populasi (cuplikan, contoh) yang mewakili populasi yang bersangkutan.”

Menurut Arikunto (2006,hlm.113) menyatakan bahwa banyaknya sampel tergantung pada ;

a. Kemampuan peneliti dalam segi waktu, tenaga dan biaya b. Sempit dan luasnya pengamatan setiap sampel, karena hal ini

menyangkut banyak sedikitnya data dan besar kecilnya resiko yang ditanggung peneliti.

Adapun jumlah sampel dari penelitian ini seluruhnya diperoleh dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Slovin (dalam Umar 2008,hlm.78) adala sebagai berikut :

Keterangan : n = Jumlah sampel N = Ukuran populasi

e = Persetase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolelir atau diinginkan, dalam penelitian ini diambil 10%

Berdasaran rumus di atas, besarnya sampel yang akan diambil dalam penelitian ini adalah :

n =

"

1

Ne

N

=

%)"

10

(

312

1

312

=

12

,

3

1

312

n =

"

1

Ne

N


(18)

=

12

,

4

312

= 75,72 (Dibulatkan menjadi 76)

Berdasarkan hasil perhitungan di atas, maka dapat diketahui jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 76 orang (responden). Setelah menentukan besarnya sampel, maka tahap selanjutnya adalah menentukan teknik pengambilan sampel. Teknik pengambilan sampel yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah teknik pengambilan sampel secara rambang proporsional (proportional random sampling).

Menurut Suryabrata (2006, hlm.37) mengemukakan bahwa sampel rambang proporsional (proportional random sampling) adalah “sampel-sampel yang sebanding dengan besarnya kelompok dan pengambilannya secara rambang yang diambil dari kelompok-kelompok yang tersedia.”

Dalam menggunakan teknik ini penulis mengelompokan sampel berdasarkan wilayah. Proporsi jumlah sampel yang diambil dalam setiap wilayah adalah sebagai berikut :

a. RW 2 : 76

312 5

X = 1,22 (Dibulatkan menjadi 1)

b. RW 3 : 76

312 35

X = 8,53 (Dibulatkan menjadi 9)

c. RW 4 : 76

312 69

X = 16,81 (Dibulatkan menjadi 17)

d. RW 5 : 76

312 83

X = 20,22 (Dibulatkan menjadi 20)

e. RW 6 : 76

312 58

X = 14,13 (Dibulatkan menjadi 14)

f. RW 7 : 76

312 46

X = 11,21 (Dibulatkan menjadi 11)

g. RW 9 : 76

312 16


(19)

Tabel 3.2

Jumlah Sampel yang Diambil dari Tiap RW di Desa Ciporeat

No. Lokasi Sampel Jumlah Peternak Sapi Jumlah Sampel

1 RW 2 5 1

2 RW 3 35 9

3 RW 4 69 17

4 RW 5 83 20

5 RW 6 58 14

6 RW 7 46 11

7 RW 9 16 4

Jumlah 312 76

Sumber : Hasil Perhitungan data Sekunder Tahun 2014

C. Variabel Penelitian

Menurut Suryabrata (2006, hlm.24) mengemukakan bahwa, “variabel penelitian adalah faktor-faktor yang berperan penting dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti. Sedangkan menurut Hatch dan Farhady (dalam Sugiyono, 2012, hlm.3) “secara teoritis variabel dapat di definisikan sebagai atribut seseorang, atau objek, yang mempunyai variasi antara satu orang dengan orang lain atau satu objek dengan objek lain.” Berdasarkan permasalahan yang diteliti, variabel yang menjadi fokus dalam penelitian ini yaitu variabel bebas dan variabel terikat.

1. Variabel Bebas

Variabel bebas adalah variabel yang menunjukan adanya gejala atau peristiwa, sehingga diketahui intensitas atau pengaruhnya terhadap variabel terikat. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas yaitu potensi dalam mendukung pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas yang meliputi : Kondisi fisik (kondisi iklim, ketersediaan air, topografi, kemiringan lereng, dan tanah), kondisi sosial ekonomi (Pengetahuan, pendidikan, matapencaharian, pendapatan), jumlah sapi kepemilikan sapi, kepemilikan lahan, , kemudian upaya pemanfaatan


(20)

kotoran sapi menjadi biogas yang meliputi : jumlah pengguna biogas, jarak, biaya pembuatan biogas, energi yang dihasilkan biogas, serta prilaku peternak.

2. Variabel terikat

Variabel terikat adalah variabel yang merupakan hasil yang terjadi Karena pengaruh variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah potensi pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas sebagai energi alternatif di Desa Ciporeat.

Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 3.2 berikut :

Tabel 3.3 Variabel Penelitian Variabel Bebas (Independent Variable) Variabel Terikat (Dependent Variable) Kondisi Fisik Indikator Potensi pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas sebagai energi

alternatif di Desa Ciporeat - Iklim

- Ketersediaan Air - Topografi

- Kemiringan Lereng - Tanah Kondisi Sosial ekonomi - Pengetahuan - Pendidikan - Matapencaharian - Penghasilan Jumlah Sapi Kepemilikan Sapi Kepemilikan Lahan Upaya Pemanfaatan Kotoran Sapi Menjadi Biogas

Kepemilikan Instalasi Biogas Jarak

Biaya Pembuatan Biogas Energi yang Dihasilkan Biogas

Prilaku Peternak Sumber : Hasil Analisis (2015)


(21)

D. Definisi Operasional

1. Potensi

Potensi menurut Baharta, D dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1985,

hlm.50) “Potensi adalah siautu daya atau tenaga yang diharapkan atau kekuatan yang ada pada suatu objek.” Dalam hal ini potensi yang dimaksud adalah potensi

yang terdapat pada suatu wilayah, baik sumber daya alam maupun manusia yang mendukung dalam pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas.

a. Potensi fisik yaitu keadaan fisik di daerah penelitian yang mendukung dalam pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas, seperti kondisi iklim, ketersediaan air, topografi, kemiringan lereng dan tanah.

b. Potensi sosial ekonomi, yaitu potensi-potensi yang berhubungan dengan berbagai kegiatan masyarakat maupun potensi penduduk itu sendiri, seperti tingkat pengetahuan peternak tentang biogas, pendidikan, matapencaharian, dan penghasilan.

2. Energi alternatif

Menurut Nizam (dalam Widyaninggar, 2010, hal.7), “energi alternatif adalah istilah yang merujuk kepada semua energi yang dapat digunakan yang bertujuan untuk menggantikan bahan bakar konvensional tanpa akibat yang tidak diharapkan dari hal tersebut.” Energi alternatif dalam penelitian ini adalah biogas.

3. Biogas

Menurut Setiawan (1996, hlm. 35) mengemukakan bahwa, “biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik, seperti kotoran hewan, kotoran manusia, atau sampah.” Sedangkan

menurut Suyitno dkk (2010, hlm.01), “biogas adalah gas yang dihasilkan oleh

bakteri, apabila bahan organik mengalami proses fermentasi dalam reaktor (biodigester) dalam kondisi anaerob (tanpa udara).”

Biogas dalam penelitian ini adalah gas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerobik dari bahan kotoran sapi. Kandungan utama dalam biogas adalah metana dan karbon dioksida.


(22)

E. Instrumen Penelitian

Menurut Bagong, dkk (2009, hlm.59) mengemukakan bahwa “ Instrumen

penelitian adalah perangkat untuk menggali data primer dari responden sebagai sumber data terpenting dalam sebuah penelitian survey.” Agar data yang diperoleh dari berbagai sumber dapat terkumpul, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan intrumen fisik dan sosial (terlampir pada lampiran II).

1. Instrumen fisik yaitu untuk mengukur kondisi fisik di daerah penelitian seperti kemiringan lereng, keadaan dan jenis tanah, jenis batuan, iklim dan ketersediaan air.

2. Instrumen sosial yaitu instrumen yang digunakan untuk mengidentifikasi tingkat kondisi sosial ekonomi di daerah penelitian, seperti pendidikan, pengetahuan, matapencaharian, penghasilan, jumlah sapi yang dipelihara, status kepemilikan sapi dan status kepemilikan lahan yang digunakan untuk beternak.

F. Teknik Pengumpulan Data

Agar data yang diperoleh dari berbagai sumber dapat terkumpul maka digunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

1. Observasi Lapangan

Sugiyono (2009, hlm.145) mengemukakan “teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila, penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu

besar.” Selanjutnya Tika (2005, hlm.44) mengemukakan bahwa:

Observasi adalah cara dan teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala atau fenomena yang ada pada objek penelitian. Sedangkan observasi lapangan yaitu observasi yang dilakukan terhadap objek di tempat kejadian atau tempat berlangsungnya peristiwa sehingga observer berada bersama objek yang diteliti.

Observasi dilakukan untuk memberikan informasi yang jelas mengenai objek penelitian yang akan dikaji dalam penelitian. Dalam penelitian ini, observasi dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai gambaran umum serta kondisi fisik dan sosial yang ada di Desa Ciporeat.


(23)

2. Wawancara (interview)

Menurut Tika (2005, hlm.49) “wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara tanya jawab yang dikerjakan dengan sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian.”

3. Kuesioner (Angket)

Menurut Sugiyono (2009, hlm.142) menyatakan bahwa “kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.” Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien karena bisa digunakan dalam jumlah responden yang cukup besar dan tersebar di wilayah yang luas.

Berdasarkan pernyataan di atas, maka dalam penelitian ini angket berfungsi untuk mengumpulkan data primer. Angket ini berisi mengenai variabel yang akan diukur dalam penelitian.

4. Studi Kepustakaan atau Literatur

Studi kepustakaan adalah data yang diperoleh seorang peneliti tidak secara langsung dari subjek atau objek yang diteliti akan tetapi melalui pihak lain, seperti instansi/lembaga-lembaga yang terkait, perpustakaan, arsip perseorangan dan sebagainya. Adapun informasi yang diperoleh untuk penelitian ini bersumber dari buku, data monografi desa, internet, jurnal dan laporan penelitian lainnya.

5. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mempelajari catatan peristiwa yang sudah berlalu. Menurut Sugiyono (2012, hlm.240) mengemukakan bahwa:

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Studi dokumentasi merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Hasil penelitian akan semakin kredibel jika apabila didukung oleh foto-foto atau karya tulis akademik dan seni yang telah ada.


(24)

Studi dokumentasi dalam penelitian ini berasal dari instansi/lembaga yang terkait seperti dinas peternakan, BMKG, arsip-arsip yang berhubungan dengan penelitian dan lain sebagainya.

G. Alat Pengumpulan Data

1. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu peta rupa bumi indonesia skala 1 : 25.000 lembar 1209 – 312 Ujungberung, peta rupa bumi indonesia skala 1 : 25.000 lembar 1209 – 314 Lembang, peta BAPPEDA 2009, serta data monografi Desa Ciporeat.

2. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Hardware

1) Laptop Acer Intel (R) core (TM) i3 CPU M 370 @ 2.40 GHz memory 2 GB, berfungsi untuk mengolah data-data yang diperoleh.

2) Printer, untuk proses output hasil peta dan laporan. b. Software

Perangkat lunak yang digunakan adalah map info 9.5 yang berfungsi untuk digitasi peta, Microsoft Office Word 2010 yang berfungsi untuk proses pengetikan, Microsoft Office Excel yang berfungsi untuk perhitungan dan tabulasi data.

H. Teknik Pengolahan Data

Data yang diperoleh selanjutnya diolah terlebih dahulu. Adapun proses pengolahan data dalam penelitian ini meliputi langkah-langkah yang sistematis sebagai berikut :

1. Menyeleksi data, melakukan peilihan dan pengecekan terhadap instrument penelitian tentang kelengkapan pengisian, kejelasan dan kebenaran informasi dalam pengisian instrumen.

2. Klasifikasi Data, data yang terkumpul kemudian dikelompokan berdasarkan kriteria yang sudah ditentukan sebelumnya.


(25)

4. Entry, memasukan data yang telah diberi kode dengan memasukan data kedalam kolom- kolom yang terdapat pada Ms Exel 2010

5. Tabulasi Data, data yang sudah terkumpul kemudian ditabulasi dengan menguraikan dan mengelompokkan dari tiap-tiap butir pertanyaan yang ada pada kuisioner responden. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan kode dari tiap-tiap item instrumen pengumpulan data yang selanjutnya dimasukkan ke dalam bentuk tabulasi data.

6. Interpretasi data, langkah ini dilakukan dalam rangka mendeskripsikan data yang telah diperoleh melalui beberapa tahap seperti tahap editing, coding, dan Entry untuk pada akhirnya di tabulasikan serta di analisis untuk memberikan gambaran terhadap data atau informasi yang didapat dari para responden yang dijadikan sampel penelitiaan.

7. Penyajian Data ( Data Display)

Menurut Sugiyono (2009, hlm.249) Menyatakan bahwa “dalam penelitian

kualitatif penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk tabel, grafik, phi chard,

pictogram dan sejenisnya.” Dalam penelitian ini hasil data penelitian dapat

disajikan dalam bentuk tabel, grafik, maupun peta.

I. Teknik Analisis Data

Setelah data yang terkumpul ditabulasi maka selanjutnya dilakukan analisis. Adapun tahapan dalam analisis data adalah sebagai berikut :

a. Analisis deskriptif yaitu teknik analisis dengan maksud untuk mendeskripsikan hasil penelitian.

b. Analisis Prosentase

Untuk menghitung besarnya proporsi dalam setiap alternatif jawaban yang dipilih oleh responden. Maka digunakan rumus prosentase sebagai berikut :

Keterangan: P = Prosentase


(26)

f = Frekuensi dari setiap alternatif jawaban yang dipilih n = Jumlah seluruh frekuensi alternatif jawaban yang jadi pilihan

100 = Konstanta

Setelah dilakukan perhitungan maka hasil prosentase tersebut diklasifikasikan dengan kategori seperti yang disajikan pada Tabel 3.3 di bawah ini :

Tabel 3.4

Klasifikasi Skor Prosentase

No Persentase Keterangan

1 0% Tidak Seorangpun

2 1% - 24% Sebagian Kecil

3 25% - 49% Hampir Setengahnya

4 50% Setengahnya

5 51% - 74% Sebagian Besar

6 75% - 99% Hampir Seluruhnya

7 100% Seluruhnya


(27)

J. Alur Penelitian

MASALAH

1. Bagaimana kondisi fisik dan sosial dalam mendukung pemanfaatan kotoran sapi menajadi biogas sebagai energi alternatif di Desa Ciporeat ?

2. Seberapa besar potensi pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas sebagai energi alternatif di Desa Ciporeat ?

3. Bagaimana upaya pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas sebagai energi alternatif di Desa Ciporeat ?

Data Sekunder:

1) Data Monografi Desa Ciporeat 2) BAPPEDA Kab.Bandung 3) Data BPS

Data Primer : 1) Hasil Wawancara 2) Hasil Angket 3) Hasil Observasi

Sampel peternak sapi

Kesimpulan dan Rekomendasi

Potensi Pemanfaatan Kotoran Sapi Menjadi Biogas Sebagai Energi Alternatif Di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung

Penentuan Sampel

Upaya Pemanfaatan Kotoran Sapi (Biogas)

Kondisi Fisik

Analisis

Kebutuhan Energi Krisis BBM Pencemaran Lingkungan Banyaknya Peternakan Sapi

Masyarakat Lembaga Pemerintah

Pemanfaatan Kotoran Sapi Pengurangan Kebutuhan Energi

Pengurangan Pencemaran

Masyarakat Kondisi Sosial


(28)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan tentang potensi pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas sebagai energi alternatif di Desa Ciporeat, maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan kondisi fisik dan kondisi sosial ekonomi Desa Ciporeat, yang mendukung dalam pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas. Hal ini dapat dilihat dari kondisi fisik yang ada seperti kondisi iklim, ketersediaan air, topografi, kemiringan lereng, dan tanah. Daerah penelitian memiliki kondisi iklim yang baik untuk peternakan sapi dengan rata-rata curah hujan per tahunnya 1.900 mm/tahun dengan suhu harian berkisar antara 19o – 37o serta berada pada ketinggian antara 700-1400 mdpl dengan kemiringan lereng agak curam dan memiliki jenis tanah andosol dan latosol yang cocok untuk ditanami jenis rumput-rumputan yang berguna sebagai pakan ternak sapi. Selain itu, ketersediaan air didaerah penelitian pun sangat melimpah, karena terdapat 35 sumber mata air yang berasal dari Gunung Manglayang dan Gunung Palasari. Hal ini dikarenakan air sangat penting dalam usaha peternakan sapi yang dapat digunakan untuk memandikan sapi, membersihkan kandang serta untuk mencampur kotoran sapi sebeum dimasukkan ke dalam biodigester.

Kemudian, jika dilihat dari kondisi sosial ekonomi peternak sapi pun cukup mendukung untuk diterapkannya biogas. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pengetahuan peternak tentang biogas yang hampir seluruhnya menyatakan bahwa mereka mengetahui tentang biogas yang sebagian besar mereka dapatkan dari kegiatan penyuluhan, matapencaharian peternak yang hampir seluruh peternak responden menjadikan usaha ternak sapi ini sebagai matapencaharian utama, sehingga peternak akan lebih fokus dalam menjalankan usahanya dan mempunyai waktu yang cukup untuk mengolah kotoran sapi menjadi biogas. Namun jika dilihat dari tingkat pendidikan dan penghasilan peternak masih rendah. Hal ini dikarenakan sebagian besar


(29)

peternak hanya menempuh pendidikan hanya sampai tamat SD dengan penghasilan yang tidak begitu besar.

2. Berdasarkan potensi yang ada, daerah penelitian memiliki potensi biogas yang cukup besar. Hal ini dikarenakan sebagian besar peternak sapi di Desa Ciporeat memiliki sapi lebih dari tiga ekor dengan status kepemilikan hampir semuanya milik sendiri dan sebagian besar dipelihara di lahan milik sendiri. Selain itu,dengan populasi sapi yang mencapai 1.206 ekor dan rata-rata produksi kotoran 15 kg/ekor maka dapat menghasilkan kotoran sekitar 18.090 kg/hari. Apabila seluruh kotoran sapi ini dapat dimanfaatkan menjadi biogas, maka akan menghemat biaya bahan bakar sebesar Rp.1.260.000,00 per hari atau Rp.37.800.000,00 per bulan. Hal ini menjadi sebuah potensi yang cukup besar dalam pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas sebagai energi alternatif di Desa Cipopreat.

3. Berdasarkan upaya pemanfaatan kotoran sapi yang sudah dilakukan oleh sebagian peternak di daerah penelitian, dapat dikatakan optimal atau masih rendah dalam pemanfaatannya. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator diantaranya, jumlah pengguna biogas, jarak lokasi peternakan terhadap tempat tinggal peternak, gas yang dihasilkan dan konsumsi gas oleh peternak setiap harinya, biaya pembuatan biogas, serta prilaku para peternak yang berhubungan dengan pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas.

Dari segi jumlah pengguna biogas di daerah penelitian masih rendah, hanya sebagian kecil saja peternak yang sudah menggunakan biogas, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti tingginya biaya untuk pembuatan biogas, menyita banyak waktu dalam proses pengolahannya, serta peternak sering kali merasa repot karena jarak lokasi peternakan yang sebagian besar cukup jauh dari tempat tinggalnya. Kemudian dari segi jarak lokasi peternakan terhadap tempat tinggal peternak rata-rata berjarak 10-20 meter, dimana idealnya jarak tersebut kurang dari 10 meter agar tekanan gas yang dihasilkancukup kuat, sehingga kebanyakan peternak merasa repot dalam pemasangan instalasi biogas dan lebih memilih membeli gas LPG yang lokasinya dekat dan banyak tersedia di warung-warung setempat. Sementara


(30)

itu, dari segi gas yang dihasilkan oleh biogas dan konsumsi gas yang dibutuhkan peternak setiap harinya masih belum mencukupi. Dari hasil penelitian dilapangan gas yang dihasilkan dari sebuah reaktor biogas hanya mampu bertahan 15-30 menit saja dalam menyalakan kompor, sementara konsumsi gas yang dibutuhkan setiap harinya oleh peternak mencapai 3-5 jam untuk keperluan memasak.

Selain itu, dari segi biaya yang dibutuhkan untuk membuat sebuah reaktor biogas masih terlalu mahal, sehingga peternak lebih memilih menggunakn kayu bakar dan gas LPG yang harganya relatif murah. Selanjutnya dari segi prilaku peternak sapi, sebagian besar peternak tidak memanfaatkan kotoran sapinya, namun membiarkannya saja menumpuk disekitar kandang sapi dan ada juga yang membuangnya keselokan-selokan rumah dan sungai.

Sebenarnya banyak keuntungan yang didapat dari pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas ini, selain dapat mengurangi limbah kotoran sapi yang biasanya dibuang ke selokan dan sungai, masyarakat juga dapat menghemat biaya untuk membeli bahan bakar seperti gas LPG, sekarang biaya tersebut dapat digunakan masyarakat untuk keperluan yang lain karena kebutuhan bahan bakar dapat dipenuhi dengan penggunaan biogas serta penggunaan biogas ini lebih aman karena walaupun terjadi kebocoran tidak akan menimbulkan ledakan yang begitu besar karena tekanan yang dihasilkan tidak terlalu besar pula.

Kendati demikian, peternak yang menggunakan biogas masih rendah hal ini disebabkan beberapa faktor penghambat diantaranya modal awal atau biaya dalam pembuatan biogas yang cukup mahal, menyita banyak waktu dalam pengolahannya, rasa malas dan jijik, keterampilan dalam pengolahan kotoran sapi menjadi biogas.

B. REKOMENDASI

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan masyarakat khususnya peternak sapi di Desa Ciporeat, Kecamatan


(31)

pemanfaatan kotoran sapi ini dapat dilakukan dengan optimal, maka penulis mengajukan beberapa rekomendasi sebagai berikut :

1. Bagi Pemerintah Daerah

Sehubungan dengan potensi yang dimiliki Desa Ciporeat yang cukup besar untuk diterapkannya biogas dalam upaya pemanfaatan kotoran sapi, maka pemerintah daerah setempat bersama lembaga terkait diharapkan dapat mendukung dan membantu memfasilitasi dalam penerapan biogas ini, baik berupa penyuluhan dan pelatihan yang lebih intensif serta merata kepada para peternak maupun berupa bantuan penyediaan alat instalasi biogas yang lebih lengkap seperti penggunaan kompresor untuk menghisap biogas dari bak penampungan gas agar tekanan yang dihasilkan semakin tinggi dan bisa dialirkan kerumah-rumah warga. Selain itu pengontrolan dan pengawasan perlu dilakukan oleh pemerintah daerah setempat bersama lembaga terkait, hai ini bertujuan agar instalasi biogas yang sudah dibuat dapat bertahan lama dan ketika ada kerusakan dan kendala bisa membantu peternak untuk memperbaikinya.

2. Bagi Masyarakat

Dengan adanya penelitian ini diharapkan masyarakat khususnya peternak sapi di Desa Ciporeat seluruhnya dapat menerapkan instalasi biogas, sehingga masyarakat tidak akan bergantung lagi pada LPG maupun energi konvensional lainnya. Selain itu diharapkan adanya kesadaran masyarakat yang lebih dalam memanfaatkan kotoran sapi menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat seperti biogas maupun pupuk kompos, sehingga kotoran sapi yang dihasilkan setiap harinya tidak dibiarkan begitu saja dan tidak dibuang sembarangan lagi yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan.


(32)

DAFTAR PUSTAKA Buku

Aksara, K.D. 2007. Energi Alternatif. Bogor : Yidistira.

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.

Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.

Baharta, D. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Depdikbud Balai Pustaka

Habibi, L. 2008. Pembuatan pupuk kompos dari limbah rumah tangga. Bandung : Titian Ilmu.

Hambali, Eliza, dkk.2007. Teknologi Bioenergi. Jakarta : Agro Media Pustaka. Harahap, F, dkk. 1978. Teknologi Gas Bio. Pusat teknologi Pembangunan. Institut

Teknologi Bandung. Bandung.

Hidayah, dkk. 2014. Bidikan Jitu Lulus Us/M Sd/Mi 2015. Tanggerang : Edu Penguin.

Mariani, N. 2012. Efektivitas Jalur Hijau dalam menyerap CO2 Berdasarkan Volume Kendaraan di Kota Bandung. Bandung : Tidak diterbitkan

Ningsih, M.I. 2008. Energi alternatif. Jakarta:CV alafarisi Putra.

Pambudi, N.A. 2008. Pemanfaatan Biogas Sebagai Energi Alternatif. Universitas Surakarta.

Rafi’i, S. 1995. Meteorologi dan Klimatologi. Bandung : Angkasa

Said, S. 2010. Biogas untuk Listrik Skala Rumah Tangga. Jakarta : Bentara Cipta Prima.

Said, S. 2008. Membuat Biogas dari Kotoran Hewan. Jakarta : Bentara Cipta Prima.

Satwiko, P. 2005. Arsitektur sadar energy : Pemanfaatan computer dan internet untuk merancang bangunan ramah lingkungan. Yogyakarta : Andi Offset. Setiawan, I. 1996. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Jakarta : Penebar Swadaya. Singh, R.K and Misra. 2005. Biofels from Biomass, Departement of chemical


(33)

Sonhaji, A. 2009. Mengenal sumber-sumber energi dunia. Jakarta : CV Anwar Press.

Sugiyono. 2012.Statistik untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta

Sukmadinata, S.N.2006. Metode Penelitian Pendidikan.Bandung : Remaja Rosdakarya.

Sumaatmadja, N. 1988. Studi Geografi Suatu Pendekatan dan Analisis. Bandung : Alumni.

Suryabrata, S. 2006. Metodologi Penelitian. Jakarta : Raja Grafindo Persada Surya, H. 2009. Menjadi Manusia Pembelajar. Jakarta : Gramedia.

Suyitno, dkk. 2010. Teknologi Biogas. Yogyakarta : Graha Ilmu. Tika, M.P. 2005.Metode Penelitian Geografi.Jakarta:Bumi Aksara.

Tika, M.P. 1997. Metode Penelitian Geografi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Umar, H. 2008. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, Edisi ke-2.

Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Wahyuni, S. 2013. Panduan Praktis Biogas. Jakarta : Penebar Swadaya. Wahyuni, S. 2008. Biogas. Jakarta : Penebar Swadaya.

Widarto dan Sudarto. 1997. Membuat Biogas. Penerbit Kanisius. 10.

Widyaninggar, F. 2010. Prospek pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas sebagai energy alternatif di Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut. Bandung : Tidak di terbitkan.

Wismono, Jaka dan Riyanto. 2004. Gembira belajar sain 4. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia

Dokumen

Data Desa Cipopreat. 2014. Data Monografi Desa. Bandung

Data Kementrian ESDM. 2011. Konsumsi, Produksi, dan Impor BBM Indonesia 2005-2010. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia. 2006. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 Tentang Kebijakan Energi Nasional. Jakarta.


(34)

Puslitbang SDA. 2014. Data Curah Hujan Bulanan Periode 2004-2013. Bandung. PUSAIR Jabar.

Internet

Adhyaksa, A. 2013. Macam-macam Energi Alternatif. [Online]. Tersedia di : http://agungadhyaksa.blogspot.com/2012/11/14-macam-energi-alternatif-di-dunia.html . [Diakses 8 Desember 2014].

Aditiarachman, T.D. 2013. Volume Kotoran Sapi. [Online]. Tersedia di : http://tubagusdimas.blogspot.com/ Tubagus Dimas Aditiarachman . [Diakses 8 Desember 2014].

Anonim. 2014. Kandungan Unsur Hara Kotoran Sapi. [Online]. Tersedia di : http://carabudidayaorganiks.blogspot.com/2014/12/kandungan-unsur-hara-kotoran-sapi.html. [Diakses 8 Desember 2014].

Ansory, L. 2013. Manfaat Energi Alternatif. [Online]. Tersedia di : http:// energitop.blogspot.com/2013/08/kelebihan-sumber-energi-alternatif.html.

[Diakses 8 Desember 2014].

Asmarni, L. 2013. Pemanfaatan Limbah Kotoran Ternak Sapi Sebagai Energi Alternatif (Biogas) Skala Rumah Tangga Yang Ramah Lingkungan. [Online]. Tersedia di : https://uripsantoso.wordpress.om/2013/06/13/ emanfaatan -limbah-kotoran -ternak-sapi-sebagai-energi-alternatif-biogas- skala-rumah-tangga-yang-ramah-lingkungan-studi-kasus-di-kelompok-tani-muara-dhipa-kelurahan-lingkar-barat-kota-bengkulu/ . [Diakses 8 Desember 2014].

Fajaroh, F. 2014. Energi Alternatif. [Online]. Tersedia di : http://furotul29. blogspot.com/2014/04/makalah-energi-alternatif.html. [Diakses 8 Desember 2014].


(1)

peternak hanya menempuh pendidikan hanya sampai tamat SD dengan penghasilan yang tidak begitu besar.

2. Berdasarkan potensi yang ada, daerah penelitian memiliki potensi biogas yang cukup besar. Hal ini dikarenakan sebagian besar peternak sapi di Desa Ciporeat memiliki sapi lebih dari tiga ekor dengan status kepemilikan hampir semuanya milik sendiri dan sebagian besar dipelihara di lahan milik sendiri. Selain itu,dengan populasi sapi yang mencapai 1.206 ekor dan rata-rata produksi kotoran 15 kg/ekor maka dapat menghasilkan kotoran sekitar 18.090 kg/hari. Apabila seluruh kotoran sapi ini dapat dimanfaatkan menjadi biogas, maka akan menghemat biaya bahan bakar sebesar Rp.1.260.000,00 per hari atau Rp.37.800.000,00 per bulan. Hal ini menjadi sebuah potensi yang cukup besar dalam pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas sebagai energi alternatif di Desa Cipopreat.

3. Berdasarkan upaya pemanfaatan kotoran sapi yang sudah dilakukan oleh sebagian peternak di daerah penelitian, dapat dikatakan optimal atau masih rendah dalam pemanfaatannya. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator diantaranya, jumlah pengguna biogas, jarak lokasi peternakan terhadap tempat tinggal peternak, gas yang dihasilkan dan konsumsi gas oleh peternak setiap harinya, biaya pembuatan biogas, serta prilaku para peternak yang berhubungan dengan pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas.

Dari segi jumlah pengguna biogas di daerah penelitian masih rendah, hanya sebagian kecil saja peternak yang sudah menggunakan biogas, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti tingginya biaya untuk pembuatan biogas, menyita banyak waktu dalam proses pengolahannya, serta peternak sering kali merasa repot karena jarak lokasi peternakan yang sebagian besar cukup jauh dari tempat tinggalnya. Kemudian dari segi jarak lokasi peternakan terhadap tempat tinggal peternak rata-rata berjarak 10-20 meter, dimana idealnya jarak tersebut kurang dari 10 meter agar tekanan gas yang dihasilkancukup kuat, sehingga kebanyakan peternak merasa repot dalam pemasangan instalasi biogas dan lebih memilih membeli gas LPG yang lokasinya dekat dan banyak tersedia di warung-warung setempat. Sementara


(2)

itu, dari segi gas yang dihasilkan oleh biogas dan konsumsi gas yang dibutuhkan peternak setiap harinya masih belum mencukupi. Dari hasil penelitian dilapangan gas yang dihasilkan dari sebuah reaktor biogas hanya mampu bertahan 15-30 menit saja dalam menyalakan kompor, sementara konsumsi gas yang dibutuhkan setiap harinya oleh peternak mencapai 3-5 jam untuk keperluan memasak.

Selain itu, dari segi biaya yang dibutuhkan untuk membuat sebuah reaktor biogas masih terlalu mahal, sehingga peternak lebih memilih menggunakn kayu bakar dan gas LPG yang harganya relatif murah. Selanjutnya dari segi prilaku peternak sapi, sebagian besar peternak tidak memanfaatkan kotoran sapinya, namun membiarkannya saja menumpuk disekitar kandang sapi dan ada juga yang membuangnya keselokan-selokan rumah dan sungai.

Sebenarnya banyak keuntungan yang didapat dari pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas ini, selain dapat mengurangi limbah kotoran sapi yang biasanya dibuang ke selokan dan sungai, masyarakat juga dapat menghemat biaya untuk membeli bahan bakar seperti gas LPG, sekarang biaya tersebut dapat digunakan masyarakat untuk keperluan yang lain karena kebutuhan bahan bakar dapat dipenuhi dengan penggunaan biogas serta penggunaan biogas ini lebih aman karena walaupun terjadi kebocoran tidak akan menimbulkan ledakan yang begitu besar karena tekanan yang dihasilkan tidak terlalu besar pula.

Kendati demikian, peternak yang menggunakan biogas masih rendah hal ini disebabkan beberapa faktor penghambat diantaranya modal awal atau biaya dalam pembuatan biogas yang cukup mahal, menyita banyak waktu dalam pengolahannya, rasa malas dan jijik, keterampilan dalam pengolahan kotoran sapi menjadi biogas.

B. REKOMENDASI

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan masyarakat khususnya peternak sapi di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung dalam memanfaatkan kotoran sapi. Agar upaya


(3)

pemanfaatan kotoran sapi ini dapat dilakukan dengan optimal, maka penulis mengajukan beberapa rekomendasi sebagai berikut :

1. Bagi Pemerintah Daerah

Sehubungan dengan potensi yang dimiliki Desa Ciporeat yang cukup besar untuk diterapkannya biogas dalam upaya pemanfaatan kotoran sapi, maka pemerintah daerah setempat bersama lembaga terkait diharapkan dapat mendukung dan membantu memfasilitasi dalam penerapan biogas ini, baik berupa penyuluhan dan pelatihan yang lebih intensif serta merata kepada para peternak maupun berupa bantuan penyediaan alat instalasi biogas yang lebih lengkap seperti penggunaan kompresor untuk menghisap biogas dari bak penampungan gas agar tekanan yang dihasilkan semakin tinggi dan bisa dialirkan kerumah-rumah warga. Selain itu pengontrolan dan pengawasan perlu dilakukan oleh pemerintah daerah setempat bersama lembaga terkait, hai ini bertujuan agar instalasi biogas yang sudah dibuat dapat bertahan lama dan ketika ada kerusakan dan kendala bisa membantu peternak untuk memperbaikinya.

2. Bagi Masyarakat

Dengan adanya penelitian ini diharapkan masyarakat khususnya peternak sapi di Desa Ciporeat seluruhnya dapat menerapkan instalasi biogas, sehingga masyarakat tidak akan bergantung lagi pada LPG maupun energi konvensional lainnya. Selain itu diharapkan adanya kesadaran masyarakat yang lebih dalam memanfaatkan kotoran sapi menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat seperti biogas maupun pupuk kompos, sehingga kotoran sapi yang dihasilkan setiap harinya tidak dibiarkan begitu saja dan tidak dibuang sembarangan lagi yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA Buku

Aksara, K.D. 2007. Energi Alternatif. Bogor : Yidistira.

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.

Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.

Baharta, D. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Depdikbud Balai Pustaka

Habibi, L. 2008. Pembuatan pupuk kompos dari limbah rumah tangga. Bandung : Titian Ilmu.

Hambali, Eliza, dkk.2007. Teknologi Bioenergi. Jakarta : Agro Media Pustaka. Harahap, F, dkk. 1978. Teknologi Gas Bio. Pusat teknologi Pembangunan. Institut

Teknologi Bandung. Bandung.

Hidayah, dkk. 2014. Bidikan Jitu Lulus Us/M Sd/Mi 2015. Tanggerang : Edu Penguin.

Mariani, N. 2012. Efektivitas Jalur Hijau dalam menyerap CO2 Berdasarkan Volume Kendaraan di Kota Bandung. Bandung : Tidak diterbitkan

Ningsih, M.I. 2008. Energi alternatif. Jakarta:CV alafarisi Putra.

Pambudi, N.A. 2008. Pemanfaatan Biogas Sebagai Energi Alternatif. Universitas Surakarta.

Rafi’i, S. 1995. Meteorologi dan Klimatologi. Bandung : Angkasa

Said, S. 2010. Biogas untuk Listrik Skala Rumah Tangga. Jakarta : Bentara Cipta Prima.

Said, S. 2008. Membuat Biogas dari Kotoran Hewan. Jakarta : Bentara Cipta Prima.

Satwiko, P. 2005. Arsitektur sadar energy : Pemanfaatan computer dan internet

untuk merancang bangunan ramah lingkungan. Yogyakarta : Andi Offset.

Setiawan, I. 1996. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Jakarta : Penebar Swadaya. Singh, R.K and Misra. 2005. Biofels from Biomass, Departement of chemical


(5)

Sonhaji, A. 2009. Mengenal sumber-sumber energi dunia. Jakarta : CV Anwar Press.

Sugiyono. 2012.Statistik untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta

Sukmadinata, S.N.2006. Metode Penelitian Pendidikan.Bandung : Remaja Rosdakarya.

Sumaatmadja, N. 1988. Studi Geografi Suatu Pendekatan dan Analisis. Bandung : Alumni.

Suryabrata, S. 2006. Metodologi Penelitian. Jakarta : Raja Grafindo Persada Surya, H. 2009. Menjadi Manusia Pembelajar. Jakarta : Gramedia.

Suyitno, dkk. 2010. Teknologi Biogas. Yogyakarta : Graha Ilmu. Tika, M.P. 2005.Metode Penelitian Geografi.Jakarta:Bumi Aksara.

Tika, M.P. 1997. Metode Penelitian Geografi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Umar, H. 2008. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, Edisi ke-2.

Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Wahyuni, S. 2013. Panduan Praktis Biogas. Jakarta : Penebar Swadaya. Wahyuni, S. 2008. Biogas. Jakarta : Penebar Swadaya.

Widarto dan Sudarto. 1997. Membuat Biogas. Penerbit Kanisius. 10.

Widyaninggar, F. 2010. Prospek pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas

sebagai energy alternatif di Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut.

Bandung : Tidak di terbitkan.

Wismono, Jaka dan Riyanto. 2004. Gembira belajar sain 4. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia

Dokumen

Data Desa Cipopreat. 2014. Data Monografi Desa. Bandung

Data Kementrian ESDM. 2011. Konsumsi, Produksi, dan Impor BBM Indonesia

2005-2010. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia. 2006. Peraturan Presiden Republik Indonesia


(6)

Puslitbang SDA. 2014. Data Curah Hujan Bulanan Periode 2004-2013. Bandung. PUSAIR Jabar.

Internet

Adhyaksa, A. 2013. Macam-macam Energi Alternatif. [Online]. Tersedia di : http://agungadhyaksa.blogspot.com/2012/11/14-macam-energi-alternatif-di-dunia.html . [Diakses 8 Desember 2014].

Aditiarachman, T.D. 2013. Volume Kotoran Sapi. [Online]. Tersedia di : http://tubagusdimas.blogspot.com/ Tubagus Dimas Aditiarachman . [Diakses 8 Desember 2014].

Anonim. 2014. Kandungan Unsur Hara Kotoran Sapi. [Online]. Tersedia di : http://carabudidayaorganiks.blogspot.com/2014/12/kandungan-unsur-hara-kotoran-sapi.html. [Diakses 8 Desember 2014].

Ansory, L. 2013. Manfaat Energi Alternatif. [Online]. Tersedia di : http:// energitop.blogspot.com/2013/08/kelebihan-sumber-energi-alternatif.html. [Diakses 8 Desember 2014].

Asmarni, L. 2013. Pemanfaatan Limbah Kotoran Ternak Sapi Sebagai Energi

Alternatif (Biogas) Skala Rumah Tangga Yang Ramah Lingkungan.

[Online]. Tersedia di : https://uripsantoso.wordpress.om/2013/06/13/ emanfaatan -limbah-kotoran -ternak-sapi-sebagai-energi-alternatif-biogas- skala-rumah-tangga-yang-ramah-lingkungan-studi-kasus-di-kelompok-tani-muara-dhipa-kelurahan-lingkar-barat-kota-bengkulu/ . [Diakses 8 Desember 2014].

Fajaroh, F. 2014. Energi Alternatif. [Online]. Tersedia di : http://furotul29. blogspot.com/2014/04/makalah-energi-alternatif.html. [Diakses 8 Desember 2014].