PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN BIDANG KEBUDAYAAN: Studi Fenomenologi: Konversi Belis Gading Gajah Dalam Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Lamaholot Di Kabupaten Flores Timur – Provinsi Nusa Tenggara Timur.

(1)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i LEMBAR HAK CIPTA ... Error! Bookmark not defined. LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN ... Error! Bookmark not defined.

LEMBAR PERNYATAAN ... Error! Bookmark not defined. KATA PENGANTAR... Error! Bookmark not defined. UCAPAN TERIMA KASIH ... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK ... Error! Bookmark not defined. ABSTRACT ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI ... 1 DAFTAR TABEL ... 3 DAFTAR BAGAN... 3 BAB I PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined. 1. Latar Belakang Masalah ... Error! Bookmark not defined. 2. Rumusan Masalah Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 3. Tujuan Penelitian... Error! Bookmark not defined. 3.1. Tujuan Umum ... Error! Bookmark not defined. 3.2. Tujuan Khusus ... Error! Bookmark not defined. 4. Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 4.1 Manfaat Teoritis ... Error! Bookmark not defined. 4.2 Manfaat Praktis ... Error! Bookmark not defined. 5. Penjelasan Istilah ... Error! Bookmark not defined. 6. Struktur Organisasi Tesis... Error! Bookmark not defined. BAB II KAJIAN PUSTAKA... Error! Bookmark not defined. 2.1. Konsep Partisipasi Masyarakat dalam mengimplementasikan civic culture ... Error! Bookmark not defined.

2.2. Kebudayaan ... Error! Bookmark not defined. 2.2.1. Konsep Kebudayaan ... Error! Bookmark not defined. 2.2.2. Unsur-Unsur Kebudayaan ... Error! Bookmark not defined. 2.2.3. Sistem budaya ... Error! Bookmark not defined. 2.3 Konsep Nilai ... Error! Bookmark not defined. 2.4. Konsep Persepsi Masyarakat ... Error! Bookmark not defined. 2.5. Konsep Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development) ... Error!

Bookmark not defined.

2.6. Konsep Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (Education

Sustainable For Development) ... Error! Bookmark not defined. 2.7. Penelitian Terdahulu ... Error! Bookmark not defined. BAB III METODE PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined. 3.1. Desain Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 3.1.1. Pendekatan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 3.1.2. Metode Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 3.2. Partisipan Dan Tempat Penelitian ... Error! Bookmark not defined.


(2)

3.2.1. Partisipan ... Error! Bookmark not defined. 3.2.2.Tempat Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 3.3. Pengumpulan Data ... Error! Bookmark not defined. 3.3.1. Observasi... Error! Bookmark not defined. 3.3.2. Wawancara ... Error! Bookmark not defined. 3.3.3. Studi Dokumentasi : ... Error! Bookmark not defined. 3.3.4. Triangulasi Data ... Error! Bookmark not defined. 3.3.5 . Instrumen Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 3.4. Analisis Data ... Error! Bookmark not defined. 3.4.1. Reduksi Data ... Error! Bookmark not defined. 3.4.2. Display Data ... Error! Bookmark not defined. 3.4.3. Kesimpulan/Verifikasi ... Error! Bookmark not defined. 3.5 Isu Etik... Error! Bookmark not defined. BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN ... Error! Bookmark not defined. 4.1. Temuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... Error! Bookmark not defined. A. Keadaan Geografis ... Error! Bookmark not defined. B. Masyarakat Lamaholot ... Error! Bookmark not defined. 1. Asal Mula Masyarakat Lamaholot... Error! Bookmark not defined. 2. Pola Kepemimpinan Masyarakat Lamaholot ... Error! Bookmark not

defined.

3. Sistem Adat Perkawinan Masyarakat Lamaholot .... Error! Bookmark not defined.

4. Belis Dalam Adat Perkawinan Lamaholot ... Error! Bookmark not defined.

5. Tata Cara Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Lamaholot ... Error! Bookmark not defined.

4.1.2. Deskripsi Hasil Temuan ... Error! Bookmark not defined. A. Deskripsi Hasil Wawancara ... Error! Bookmark not defined. B. Deskripsi Hasil Observasi ... Error! Bookmark not defined. C. Deskripsi Hasil Studi Dokumentasi .... Error! Bookmark not defined.

1. Alasan masyarakat Lamaholot menggunakan GG sebagai Belis dalam upacara adat perkawinan... Error! Bookmark not defined. 2. Persepsi masyarakat Lamaholot terhadap konversi Belis GG ke bentuk

lain ... Error! Bookmark not defined. 3. Partisipasi masyarakat Lamaholot dalam pembangunan

berkelanjutan. ... Error! Bookmark not defined. 4.2 Pembahasan ... Error! Bookmark not defined.

1.2.1 Nilai GG sebagai Belis dalam upacara adat perkawinan masyarakat Lamaholot. ... Error! Bookmark not defined. A. Nilai logis ... Error! Bookmark not defined. B. Nilai etis ... Error! Bookmark not defined. C. Nilai estetis ... Error! Bookmark not defined. D. Nilai teologis ... Error! Bookmark not defined. 1.2.2 Persepsi masyarakat Lamaholot terhadap konversi wujud Belis GG ke


(3)

1.2.3 Konversi Belis GG sebagai upaya melaksanakan pembangunan

berkelanjutan ... Error! Bookmark not defined. BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI ... Error! Bookmark not defined.

5.1 Kesimpulan Umum ... Error! Bookmark not defined. 5.2 Simpulan Khusus ... Error! Bookmark not defined. 3.2 Implikasi ... Error! Bookmark not defined. 3.3 Rekomendasi ... Error! Bookmark not defined. 3.3.1. Bagi Masyarakat ... Error! Bookmark not defined. 3.3.2 Kepeda Pemerintah ... Error! Bookmark not defined. 3.3.3. Kepada Program Studi PKn ... Error! Bookmark not defined. 3.3.4 Kepada Peneliti Selanjutnya ... Error! Bookmark not defined. Daftar Pustaka ... Error! Bookmark not defined. Lampiran ... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Instrumen Penelitian ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.1 Hasil Wawancara ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.2 Hasil Observasi... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.3 Hasil Studi Dokumentasi ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.4 Dokumentasi Foto ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.5 Triangulasi Tehnik ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.6 Trianggulasi Sumber ... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR BAGAN

Bagan 3.1 Triangulasi dengan Tiga Sumber Data . Error! Bookmark not defined. Bagan 3.2 Triangualsi dengan Tiga Teknik Pengumpulan Data .. Error! Bookmark not defined.

Bagan 4.1 Struktur Kepemimpinan Masyarakat Lamaholot Error! Bookmark not defined.

Bagan 4.2 Pola Perkawinan Lika Telo ... Error! Bookmark not defined. Bagan 4.3 Proses Analisa Tema 1 ... Error! Bookmark not defined. Bagan 4.4 Proses Analisa Tema 2 ... Error! Bookmark not defined. Bagan 4.5 Proses Analisa Tema 3 ... Error! Bookmark not defined. Bagan 4.6 Proses Analisa Tema 4 ... Error! Bookmark not defined. Bagan 4.7 Proses Analisa Tema 5 ... Error! Bookmark not defined. Bagan 4.8 Proses Analisa Tema 6 ... Error! Bookmark not defined.


(4)

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Kebudayaan di Indonesia banyak menggunakan simbol berupa benda-benda yang mewakili suatu gagasan tertentu dalam setiap upacara adat. Walaupun simbol bukanlah nilai itu sendiri, tetapi simbol sangatlah dibutuhkan untuk kepentingan penghayatan akan nilai-nilai yang diwakilinya. Benda-benda tersebut mengandung nilai dan norma yang sangat berguna dalam mengatur tata kehidupan manusia. Namun seiring perjalanan waktu dan keterbatasan sumber daya alam mengakibatkan benda-benda tersebut sulit untuk didapatkan. Salah satu budaya yang turut terkena imbas dari kelangkaan tersebut adalah budaya perkawinan pada masyarakat Lamaholot di Kabupaten Flores Timur-Nusa Tenggara Timur (NTT).

Masyarakat Lamaholot menggunakan Gading Gajah yang kemudian disingkat GG sebagai Belis atau seserahan yang diberikan kepada keluarga perempuan pada saat upacara adat perkawinan. Bagi masyarakat Lamaholot GG merupakan salah satu benda yang digunakan dalam upacara perkawinan karena bagi masyarakat Lamaholot memiliki nilai-nilai tertentu. Dalam perjalanan waktu seiring perkembangan zaman, GG sulit ditemukan karena gajah telah menjadi salah satu kategori hewan langkah yang tidak boleh diburu untuk diambil gadingnya.

Kondisi seperti yang dikemukakan diatas mengakibatkan pemenuhan tuntutan adat perkawinan sulit dilaksanakan. Agar nilai-nilai budaya yang ada pada masyarakat Lamaholot tetap berkelanjutan, maka dibutuhkan sebuah tindakan penyesuaian yang mengakomodir konsep pelestarian budaya yang sesuai dengan kondisi kekinian. Dengan demikian kiranya penting untuk mengkonversikan GG dengan benda lain dalam adat perkawinan masyarakat Lamaholot. Hal ini semata-mata untuk menjamin dan menjaga keberlanjutan adat perkawinan pada budaya masyarakat Lamaholot.

Kebudayan diamini sebagai identitas pemiliknya. Pelestarian budaya bangsa sebenarnya bermakna mempertahankan agar tidak hilang tergerus zaman dan mampu menyesuaikannya dengan konteks kekinian agar dapat diselaraskan


(5)

dengan pembangunan baik fisik maupun non fisik. Penyelarasan ini terjadi karena adanya kesediaan dalam merealisasikan kebudayaan lokal secara lebih modern. Paradigma seperti ini lahir dari konstruksi pembangunan pendidikan yang kuat sehingga masyarakat tidak menempatkan budaya lokal sebagai hal yang kolot dan tidak menarik.

Warisan budaya yang ditinggalkan oleh nenek moyang adalah suatu kebanggaan yang dimiliki oleh setiap bangsa di dunia. Peradaban dan kebudayaan yang ada tersebut tentunya di bentuk dari tata nilai yang luhur. Nilai luhur tersebut kemudian diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Mengingat dalam warisan tersebut terdapat bermacam-macam nilai yang luhur maka harus dilestarikan bagi kepentingan generasi berikutnya. Agar nilai-nilai tersebut tidak hilang ditelan zaman maka kebudayaan harus disesuaikan dengan konteks kekinian sehingga tetap ada dan bertahan didalam sebuah masyarakat.

Salah satu budaya yang berkembang dimasyarakat Indonesia pada umumnya adalah upacara adat perkawinan. Semua daerah di Indonesia mempunyai adat perkawinan yang berbeda-beda, karena indonesia terdiri dari berbagai macam suku. Perbedaan ini baik dari makna dan simbol maupun tata cara yang digunakan dalam upacara perkawinan. Dalam upacara perkawinan juga terkandung nilai-nilai dan norma-norma yang sangat luhur dalam mengatur hubungan antara sesama manusia.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1983) mengemukakan bahwa upacara adat perkawinan karena adat dan upacara perkawinan sangat penting karena adat perkawinan akan tetap ada didalam suatu masyarakat berbudaya. Sekalipun tradisi perkawinan mengalami perubahan namun tetap menjadi unsur budaya yang dihayati, karena adat perkawinan mengatur dan mengukuhkan suatu bentuk hubungan yang sangat esensial antar manusia yang berlainan jenis. Dalam adat perkawinan terkandung nilai dan norma yang sangat luas dan kuat untuk mengatur dan mengarahkan tingkahlaku setiap individu dalam suatu masyarakat. Pembinaan keluarga yang bahagia lahir batin, dengan menghayati nilai-nilai luhur dari tujuan dan tatakrama hidup berumah tangga, sebagaimana dilukiskan pada


(6)

simbol-simbol serta tata krama dalam adat perkawinan adalah miniatur dari kesatuan dan pembangunan bangsa. Dalam kaitannya dengan membina kesatuan bangsa, adat perkawinan memegang peranan penting, karena memungkinkan terjadinya perkawinan campur, baik antar suku bangsa maupun daerah. Dengan demikian dapat mempercepat proses kesatuan bangsa dalam wujudnya yang sempurna.

Dalam rangka menjaga kebudayaan agar tidak hilang ditelan zaman, pemerintah telah mengeluarkan Aturan Bersama Menteri Dalam Negeri Dan Menteri Kebudayaan Dan Pariwisata tentang kewajiban mempertahankan kebudayaan. Aturan tersebut tertuang dalam Nomor : 42 tahun 2009 dan Nomor 40 Tahun 2009, tentang Pedoman Pelestarian Kebudayaan. Dalam Pasal 19 yang berbunyi :

(1) Masyarakat berperan serta dalam pelestarian kebudayaan.

(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui perorangan, organisasi kemasyarakatan bidang kebudayaan (lembaga adat, masyarakat adat, Desa, kelompok, perkumpulan, perhimpunan, atau yayasan), dan/atau forum komunikasi kebudayaan di provinsi, kabupaten/kota, dan Desa.

(3) Peran serta masyarakat serta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. Berperan aktif dalam menanamkan pemahaman kebhinnekaan, memperkokoh jati diri bangsa, menumbuhkan kebanggaan nasional, dan mempererat persatuan bangsa;

b. Berperan aktif dalam mengembangkan kebudayaan melalui dialog, temu budaya, sarasehan, dan lain sebagainya; dan

c. Memberikan masukan dan membantu kepala daerah dalam pelestarian kebudayaan.

Dengan demikian maka setiap warga negara berkewajiban untuk berpartisipasi dalam melestarikan budaya serta menghormati dan menghargai keberagaman yang ada di Indonesia.

Konsep pembangunan berkelanjutan merupakan terobasan untuk meningkatkan taraf hidup manusia dengan menyesuaikan keterbatasan sumber daya alam dan kebutuhan manusia. Penyesuaian yang dilakukan manusia dalam rangka memenuhi kebutuhannya turut mempengaruhi sebuah kebudayaan dan bahkan melahirkan budaya baru. Hal ini menempatkan kebudayaan sebagai hal


(7)

yang dinamis. Ki Hajar Dewantara ( Sulasman dan Gumilar, 2013, hlm. 151) bahwa “budaya itu mengalami perubahan, yaitu ada waktunya lahir, tumbuh, maju, berkembang, berubah, menjadi tua dan mati, seperti hidup manusia.” Hal ini terkait dengan teori evolusi kebudayaan, bahwa suatu budaya akan mengalami perubahan sesuai dengan jamannya.

Bidang sosial-budaya merupakan salah satu perspektif yang diusung oleh pembangunan berkelanjutan. Karena bidang sosial-budaya merupakan aspek penting yang berkaitan dengan kehidupan banyak orang. Selain perspektif sosial-budaya, pembangunan berkelanjutan juga mengusung aspek lainnya yakni aspek lingkungan dan aspek ekonomi sebagai suatu kesatuan yang utuh dan menyeluruh. Ketiga perspektif dimaksud diusung sebagai respon terhadap kondisi kekinian masyarakat yang secara urgen hadir dalam suatu mata rantai pembangunan. Urgensitas ketiga komponen ini secara signifikan terlihat dalam komunitas dan kompetensi masyarakat global. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah pemahaman baru untuk menjamin dan mempersiapkan masyarakat agar tidak gamang dalam menghadapi era globalisasi. Peningkatan pemahaman dan kesadaran global tentang perkembangan dunia menjadi isu utama pembangunan berkelanjutan.

Berbicara mengenai pembangunan berkelanjutan, yang sering muncul dibenak setiap orang adalah pembangunan dalam bentuk fisik seperti rumah, jembatan, jalan raya, pelestarian lingkungan dan berbagai hal lainnya. Namun lebih jauh dari itu ada hal yang tidak kalah pentingnya dari pembangunan yang sekedar berorientasi fisik. Pembangunan fisik harus didukung dengan pembangunan pola pikir sehingga apapun yang dilakukan selalu berorientasi pada pertimbangan rasional dan pertimbangan nurani yang luhur. Pertimbangan nurani yang luhur terakumulasi dalam pemahaman dan pemaknaan nilai-nilai budaya yang terlihat dalam tindakan nyata. Hal ini berfungsi untuk menyelaraskan ketersediaan sumber daya alam yang semakin terbatas dengan tingginya animo konsumtif masyarakat global.

Kesesuaian sumber daya alam yang tidak sesuai dengan kebutuhan manusia menjadi masalah utama dalam era keberlanjutan ini. Konsep tentang pembangunan


(8)

berkelanjutan muncul sejak tahun 1890-an. Pada saat itu PBB melalui UNESCO mencanangkannya sebagai tindakan nyata dalam memajukan perekonomian dan perkembangan sosial serta pelestarian terhadap lingkungan hidup (Kemendiknas 2010). Pembangunan berkelanjutan yang dimaksudkan oleh UNESCO mengacu pada peningkatan taraf hidup masyarakat dan pelaksanaan pembangunan yang efisien dengan mempertimbangkan keberadaan lingkungan sebagai tempat yang kondusif yang menjamin keberlangsungan hidup umat manusia. Selain itu pemanfaatan sumber daya alam yang ada dalam lingkungan kehidupan manusia juga harus menjamin pemenuhan kebutuhan jangka panjang serta mempertimbangkan keberadaan generasi-generasi yang akan datang.

Implementasi pembangunan berekelanjutan mempertimbangkan ketiga perspektif seperti yang dikemukakan oleh UNESCO diatas. Untuk itu dibutuhkan instrumen khusus yang berfungsi untuk meningkatkan partisipasi masyarakat sehingga kerangka pembangunan berkelanjutan dapat berjalan sesuai dengan tujuannya. Instrumen khusus tersebut muncul dari penjabaran Education of sustainable for development (ESD) yang secara khusus bertujuan untuk menDesain melaksanakan serta mengevaluasi hal-hal yang berkaitan dengan pembangunan baik yang telah dilaksanakan maupun yang akan dilaksanakan. Dengan demikian aspek pendidikan dijadikan sebagai ujung tombak utama dalam merealisasikan dan menjamin terciptanya partisipasi publik.

Partisipasi publik dimaksud dilakukan dengan mempertimbangkan keberadaan masyarakat sebagai obyek dan subyek dari pembangunan itu sendiri. Sebagai subyek pembangunan masyarakat dituntut utuk berperan aktif dalam meningkatkan taraf hidupnya. Pemberdayaan yang dilakukan oleh pemerintah semata-mata sebagai super sistem yang mendorong percepatan dalam mewujudkan masyarakat madani/civil society. Dengan demikian berbicara tentang pembangunan berkelanjutan sebenarnya mengarah pada perubahan sosial yang bertolak pada pemahaman dari, oleh, dan untuk masyarakat.

Dalam konteks keindonesiaan kita kiranya konsep ESD harus ditopang dengan pemahaman dari warga negara dalam mewujudkan partisipasi dimaksud. Oleh karena itu proses penyadaran untuk mengubah perilaku dan gaya hidup yang


(9)

cenderung konsumtif dan destruktif perlu ditanamkan dan dikembangkan mulai dari pendidikan formal. Ruang yang kiranya tepat dalam membentuk karakter warga negara melalui jalur pendidikan terakomodir melalui pendidikan kewarganegaraan (PKn). Namun lebih lanjut, pemahaman terhadap pendidikan kewarganegaraan harus juga mengarah pada lahirnya pola pendidikan lokal yang secara teknis tidak dapat direalisasikan dalam pendidikan formal. Hal ini mengingat PKn tidak hanya dapat dipelajari di persekolahan tetapi juga dimasyarakat. Cogan (dalam Budimansyah dan Suryadi, 2008:5):

Citizenship education or education for citizenship...The more inclusive term and encompasses both these in-school experiences as well as out-of-school or non-formal/informal learning which takes place in the family, the religious organization, community organizations, the media etc, which help to shape the totality of the citizen.

Pernyataan diatas menunjukan bahwa pendidikan kewarganegaraan mencakup pengalaman belajar disekolah dan diluar sekolah, seperti yang terjadi di lingkungan keluarga, dalam organisasi keagamaan, dalam organisasi kemasyarakatan.

Penjelasan diatas sesuai dengan salah satu tujuan dari Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Wahab dan Saprya, (2011, hlm. 311) mengemukakan tujuan PKn adalah “Untuk membentuk warga negara yang baik (to be good citizens).” Warga negara yang baik tentunya mampu berpikir dan bertindak sesuai dengan tuntutan dan harapan negara. Azis Wahab (dalam Wahab dan Saprya, 2011, hlm. 311) mengidentifikasi warga negara yang baik adalah “warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan dengan baik hak-hak dan kewajibannya sebagai individu warga negara, memiliki kepekaan dan tanggung jawab sosial ...”. Dengan berpartisipasi melestarikan budaya bangsa maka individu telah menjalankan tujuan dari PKn karena mampu menjalankan kewajibannya sebagai warga negara yang diharapkan oleh negara.

Upaya untuk mengubah perilaku dan gaya hidup bagi transformasi masyarakat yang positif ini berkaitan dengan pembentukan karakter warga negara. Cogan dalam Sapriya (2004) mengemukakan bahwa ada delapan karakteristik


(10)

yang perlu dimiliki warga negara sehubungan dengan semakin beratnya tantangan yang harus dihadapi dimasa mendatang. Karakteristik warga negara tersebut meliputi, pertama; kemampuan mengenal dan mendekati masalah sebagai warga negara masyarakat global. Kedua; kemampuan bekerjasama dengan orang lain dan memikul tanggung jawab atas peran atau kewajibannya dalam masyarakat. Ketiga; kemampuan untuk memahami, menerima, dan menghormati perbedaan-perbedaan budaya. Keempat; kemampuan berpikir kritis dan sistematis. Kelima; kemauan menyelesaikan konflik dengan cara damai tanpa kekerasan. Keenam; kemauan mengubah gaya hidup dan pola makanan pokok yang sudah biasa, guna melindungi lingkungan hidup. Ketujuh; memiliki kepekaan terhadap dan mempertahankan hak azasi manusia (seperti hak kaum wanita, minoritas etnis, dsb). Kedelapan; kemauan dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan politik pada tingkatan pemerintahan lokal, nasional, dan internasional. Dengan demikian pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan sangat berkaitan erat dengan PKn.

Berkaitan dengan partisipasi dan karakter warga negara dalam kerangka budaya maka penelitian ini berkenan untuk menelaah kondisi yang sedang terjadi pada masyarakat Lamaholot. Secara khusus akan menelusuri hal-hal yang berkaitan dengan pemanfaatan GG serta pengkonversiannya dalam menjamin keberlangsungan upacara adat perkawinan. Kiranya kondisi riil kehidupan budaya akan dijadikan obyek dalam penelitian ini. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Somantri (dalam Wahab dan Saprya, 2011, hlm. 316); bahwa

“Objek studi Civics dan Civics Education adalah warga negara dalam

hubungannya dengan organisasi kemasyarakatan, sosial, ekonomi, agama, kebudayaan dan negara.” Dengan demikian kebudayaan sangat erat kaitannya dengan PKn karena merupakan salah satu objek kajian dari PKn. Penelitian ini dilakukan tidak sekedar menelusuri fenomena yang terjadi namun lebih dari itu diniati untuk memberikan konstruk pemikiran baru yang merujuk pada terciptanya implementasi pembangunan berkelanjutan.


(11)

2. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana dijelaskan diatas, maka penulis mengidentifikasi hal-hal sebagai berikut;

1. Pergantian GG sebagai Belis dalam budaya Lamaholot dengan benda lain dalam hal ini uang merupakan upaya melestarikan budaya. Sebab penggunaan GG sebagai Belis dalam budaya Lamaholot sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini karena gajah telah dimasukan kedalam kategori hewan langka yang mengakibatkan berkurangnya peredaran GG.

2. Sebagai upaya menjamin keberlangsungan adat perkawinan maka masyarakat Flores Timur yang berbudaya Lamaholot menggunakan uang sebagai pengganti GG dalam upacara perkawinannya.

3. Bagi masyarakat Lamaholot GG memiliki nilai tersendiri dalam adat perkawinan. Oleh karena itu nilai-nilai yang terkandung dalam GG sebagai Belis harus tetap dipertahankan.

4. GG yang telah digantikan dengan benda lain (uang) diberikan kepada keluarga perempuan sebagai legalitas dari perkawinan dimaksud, dengan tidak mengabaikan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam sebuah GG sebagai Belis.

Identifikasi masalah diatas merupakan fenomena lapangan. Fenomena dimaksud terjadi karena ada niat baik dari masyarakat Lamaholot untuk menyesuaikan kebudayaan dengan kebutuhan riil yang sejalan dengan tuntutan zaman. Dengan demikian selanjutnya penelitian ini akan berfokus pada partisipasi masyarakat dalam pembangunan berkelanjutan bidang kebudayaan. Agar penelitian ini lebih terarah dan terfokus maka adapun pertanyaan penelitian yang disarikan dari identifikasi masalah diatas adalah sebagai berikut:

1.Mengapa masyarakat Lamaholot menggunakan GG sebagai Belis dalam upacara adat perkawinan?

2.Bagaimana persepsi masyarakat Lamaholot terhadap konversi Belis GG ke bentuk lain ?


(12)

3.Bagaimana partisipasi masyarakat Lamaholot dalam pembangunan berkelanjutan?

3. Tujuan Penelitian

3.1. Tujuan Umum

Sebagaimana yang terdapat dalam rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan fenomena yang berkembang di masyarakat tentang; Konversi Belis GG dalam upacara adat perkawinan pada masyarakat Lamaholot di Kabupaten Flores Timur - Nusa Tenggara Timur, dengan mendeskripsikan bagaimana partisipasi warga negara dalam mendukung pembangunan berkelanjutan.

3.2. Tujuan Khusus

1.Mendeskripsikan alasan masyarakat Lamaholot menggunakan GG sebagai Belis dalam upacara adat perkawinan.

2.Mendeskripsikan bagaimana persepsi masyarakat Lamaholot terhadap konversi Belis GG ke bentuk lain.

3.Mendeskripsikan bagaimana partisipasi masyarakat Lamaholot dalam pembangunan berkelanjutan.

4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara keilmuan (teoritik) maupun empirik (empiris).

4.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran atau bahan kajian bagi perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan khususnya partisipasi masyarakat (civic participation) dalam menyikapi perubahan sosial-budaya menuju pembangunan berkelanjutan dalam bidang sosial-budaya. Penelitian ini kiranya dapat menjadi bahan pembelajaran dalam pendidikan kewarganegaraan maupun bagi pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan, khususnya dalam bidang kebudayaan sehingga dapat meningkatkan partisipasi masyarakat di daerah


(13)

lainnya agar mampu menyesuaikan tuntutan kebudayaan dengan perkembangan dan kondisi zaman. Selain itu hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia, serta menjadi acuan bagi peneliti selanjutnya untuk menggali kembali partisipasi masyarakat dalam pembangunan budaya yang berkelanjutan.

4.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis dapat dijabarkan sebagai berikut;

1) Berkontribusi positif terhadap berbagai pihak mengenai pentingnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan berkelanjutan khususnya bidang kebudayaan.

2) Bagi peneliti: dapat mengetahui Fenomena yang berkembang dimasyarakat dalam bidang pembangunan berkelanjutan khususnya aspek kebudayaan dalam hal ini adat perkawinan.

3) Bagi masyarakat Lamaholot: melalui penelitian ini diharapkan agar budaya perkawinan dalam masyarakat Lamaholot dapat terus dilestarikan dengan menyesuaikan kondisi perkembangan zaman serta konteks pembangunan berkelanjutan.

4) Bagi pemerintah: secara khusus penelitian ini bisa dijadikan acuan bagi pemerintah daerah maupun pusat untuk meningkatkan partisipasi warga negara dalam pembangunan berkelanjutan khususnya bidang budaya. 5) Bagi masyarakat umum: penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk

menambah wawasan keilmuan sekaligus sebagai stimulus untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan berkelanjutan khususnya dalam bidang budaya.

5. Penjelasan Istilah

Perlu adanya penjelasan istilah dan pembatasan pengertian dari berbagai istilah yang digunakan dalam tesis ini. Penjelasan-penjelasan tersebut adalah sebagai berikut:


(14)

1. Partisipasi warga negara merupakan bentuk tindakan yang dilakukan oleh warga negara dalam menjalankan hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Partisipasi warga negara pada awalnya lebih berfokus pada bidang politik. Hadirnya konsep pembangunan berkelanjutan mendorong lahirnya paradigma baru tentang partisipasi warga negara yang juga menyentuh perspektif sosial-budaya, ekonomi dan lingkungan.

2. Masyarakat Lamaholot merupakan komunitas masyarakat yang terdiri dari berbagai suku yang mempunyai latar belakang budaya dan tradisi yang sama. Masyarakat Lamaholot ini menetap di kabupaten Flores Timur dan Lembata, namun tidak semua masyarakat yang menetap di wilayah ini termasuk masyarakat Lamaholot. Karena terdapat warga pendatang dari daerah lain dan juga ada beberapa daerah yang tidak termasuk dalam komunitas masyarakat Lamaholot.

3. Konversi adalah perubahan dari suatu bentuk ke bentuk yang lain.

4. Belis merupakan seserahan yang harus diberikan kepada keluarga mempelai perempuan sebagai syarat pengesahan suatu perkawinan secara adat.

5. Gading gajah adalah taring gajah yang dalam masyarakat Lamaholot digunakan sebagai Belis dalam upacara adat perkawinan.

6. Konversi Belis GG adalah penggunaan benda lain untuk mewakili wujud GG dalam upacara adat perkawinan masyarakat Lamaholot.

7. Wajaklolon merupakan tempat menaruh sirih pinang, tembakau dan daun lontar. Dalam adat perkawinan wadah ini dijadikan tempat meletakan uang sebagai pengganti wujud GG yang kemudian akan diberikan kepada pihak perempuan.

6. Struktur Organisasi Tesis

Struktur penulisan tesis yang akan ditulis terdiri dari 5 bab, yakni:

Bab I tentang pendahuluan yang mendeskripsikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penulisan tesis.


(15)

Bab II tentang kajian pustaka yang meliputi; partisipasi masyarakat, kebudayaan, konsep nilai, konsep pembangunan berkelanjutan, konsep pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan, penelitian terdahulu, dan kerangka penelitian.

Bab III tentang metode penelitian. Adapun sub bab yang dibahas dalam bab ini mencakup lokasi dan subjek penelitian, pendekatan dan metode penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analsis data, keabsahan temuan penelitian serta tahap-tahap pelakasanaan penelitian di lapangan.

Bab IV tentang temuan dan pembahasan. Pada bab ini dibahas tentang gambaran umum lokasi penelitian, deskripsi hasil penelitian serta pembahasan hasil penelitian.

Bab V tentang kesimpulan dan rekomendasi. Pada bab ini dibagi menjadi dua sub bab yaitu:(1) Simpulan dan (2) Rekomendasi.


(16)

BAB III

METODE PENELITIAN

1.1. Desain Penelitian

3.1.1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor dalam Moleong, (2007, hlm.4) “penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat

diamati.” Pendekatan penelitian kualitatif merupakan sebuah metode

penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme. Seperti yang dikemukakan oleh Sugiyono (2011, hlm.15) bahwa “Metode penelitian kualitatif adalah metode yang berlandaskan pada filsafat postpostivisme. Metode kualitatif meneliti kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawan eksprimen) dimana penelitian adalah sebagai instrumen kunci, pengembalian sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball.

Filsafat ini sering juga disebut sebagai paradigma interpretif dan konstruktif, yang memandang realitas sosial sebagai sesuatu yang holistic/utuh, kompleks, dinamis, penuh makna, dan hubungan gejala bersifat interaktif. Moleong mengatakan bahwa “pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu secara holistik (utuh). Jadi dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari sesuatu keutuhan.” Penelitian kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Tradisi kualitatif sangat bergantung pada pengamatan mendalam perilaku manusia dan lingkungannya.

Pendekatakan penelitian kualitatif disebut juga dengan pendekatan penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada obyek yang alamiah yaitu obyek yang berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti dan kehadiran peneliti tidak mempengaruhi dinamika tersebut. Istilah naturalistik menunjukkan bahwa pelaksanaan penelitian terjadi secara


(17)

alamiah, apa adanya dalam situasi normal dan menekankan pada deskripsi secara alami. Pengambilan data atau penjaringan fenomena dilakukan dari keadaan yang sewajarnya (pengambilann data secara alami atau natural). Berdasarkan pendapat di atas, pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang naturalisitik karena situasi lapangan apa adanya dan tidak manipulasi.

Dalam penelitian ini, diharapkan peneliti dapat memperoleh informasi dan data yang akurat mengenai penelitian. Alasan lainnya mengapa peneliti memilih pendekatan kualitatif naturalistik adalah disebabkan data yang akan diperoleh dari lapangan lebih banyak menyangkut perbuatan dan ungkapan kata-kata dari responden yang sedapat mungkin bersifat alami, tanpa adanya rekayasa serta pengaruh dari luar. Sebagaimana Moleong (2003:3)

mengatakan bahwa “penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang

menghasilkan data kualitatif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari perilaku orang-orang yang diamati.”

3.1.2.Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode fenomenologi. Fenomenologi merupakan tradisi penelitian kualitatif yang berakar pada filosofi dan psikologi, serta berfokus pada pengalaman hidup manusia. Pendekatan fenomenologi hampir serupa dengan pendekatan hermeneutics yang menggunakan pengalaman hidup sebagai alat untuk memahami secara lebih baik tentang sosial budaya, politik atau konteks sejarah dimana pengalaman itu terjadi. Penelitian ini akan berdiskusi tentang suatu objek kajian dangan memahami inti pengalaman dari suatu fenomena. Peneliti akan mengkaji secara mendalam isu sentral dari struktur utama suatu objek kajian dan selalu bertanya "apa pengalaman utama yang akan dijelaskan informan tentang subjek kajian penelitian". Peneliti memulai kajiannya dengan ide filosofikal yang menggambarkan tema utama. Translasi dilakukan dengan memasuki wawasan persepsi informan, melihat bagaimana mereka melalui suatu pengalaman, kehidupan dan memperlihatkan fenomena serta mencari makna dari pengalaman informan.


(18)

Metode fenomenologi berfokus pada pengalaman subyektif manusia dan interpretasi dunia. Fenomenologi juga menekankan aspek subjektif dari perilaku manusia. Oleh karena itu peneliti berusaha untuk masuk ke dalam dunia konseptual para pemangku adat, tokoh masyarakat dan masyarakat Lamaholot sehingga peneliti mengerti apa dan bagaimana peran dan partisipasi masyarakat dalam membangun kebudayaan yang berkelanjutan.

Sebagaimana dijelaskan Schutz dalam Sudikin (2002) bahwa tugas fenomenologi adalah menghubungkan antara pengetahuan ilmiah dengan pengalaman sehari-hari dari kegiatan dimana pengalaman dan pengetahuan berakar. Selanjutnya Husserl dalam Sudikin menambahkan bahwa fenomenologi menggunakan intuisi sebagai sarana untuk mencapai kebenaran. Beberapa kata kunci dari fenomenologi menurut Husserl (dalam Sudikin, 2003, hlm. 36) adalah sebagai berikut:

1.Fenomena adalah realitas esensi atau dalam fenomena tercakup pula nomena;

2.Pengamatan adalah aktivitas spiritual atau rohani;

3.Kesadaran adalah sesuatu yang intensional (terbuka dan terarah pada objek), dan

4.Substansi adalah hal kongkrit yang menggambarkan isi dan struktur kenyataan dan sekaligus bisa terjangkau

Penelitian fenomenologi mencoba menjelaskan atau mengungkapkan konsep fenomena pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada beberapa individu. Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang alami, sehingga tidak ada batasan dalam memaknai atau memahami fenomena yang dikaji. Menurut Craswell (1998, hlm.54) “pendekatan fenomenologi menunda

semua penilaian tentang sikap yang alami sampai ditemukan dasar tertentu”.

Penundaan ini biasa disebut jangka waktu. Konsep jangka waktu adalah membedakan wilayah data (subyek) dengan interpretasi peneliti. Konsep ini menjadi pusat dimana peneliti menyusun dan mengelompokkan dugaan awal tentang fenomena untuk mengerti tentang apa yang dikatakan oleh responden.


(19)

Tradisi fenomenologi berkonsentrasi pada pengalaman pribadi termasuk bagian dari individu-individu yang ada saling memberikan pengalaman satu sama lainnya. Komunikasi dipandang sebagai proses berbagi pengalaman atau informasi antar individu melaui dialog. Hubungan baik antar individu mendapat kedudukan yang tinggi dalam tradsi ini. Dalam tradisi ini, bahasa adalah wakil suatu pemaknaan pada suatu benda. Jadi, satu kata saja sudah dapat memberikan pemaknaan pada suatu hal yang ingin di maknai.

Inti dari tradisi fenomenologi adalah mengamati kehidupan dalam keseharian dalam suasana yang alamiah. Tradisi memandang manusia secara aktif menginterpretasikan pengalaman mereka sehingga mereka dapat memahami lingkungannya melalui pengalaman personal dan langsung dengan lingkungannya. Titik berat tradisi fenomenologi adalah pada bagaimana individu berpresepsi serta memberikan interpretasi pada pengalaman subyektifnya.

3.2. Partisipan Dan Tempat Penelitian

3.2.1. Partisipan

Untuk menentukan partisipan atau informan peneliti harus benar-benar mampu mewakili dalam memberikan informasi yang selengkaplengkapnya dan akurat. Penentuan informan dalam penelitian ini secara purposive sampling yaitu menentukan subyek atau obyek penelitian sesuai dengan pertimbangan pribadi yang sesuai dengan tujuan penelitian. Seperti yang dikemukakan oleh

Satori dan Komariah (2009, hlm. 48) “Dengan menggunakan pertimbangan

pribadi yang sesuai dengan topik penelitian, peneliti memilih subjek/objek sebagai unit analisis. Purposive sampling dipilih agar informan dalam penelitian benar-benar dapat menjawab tujuan penelitian. Oleh karena itu peneliti memilih subyek penelitian berdasarkan penilaian peneliti. Dalam hal ini peneliti mencari pihak-pihak yang telah memiliki pengalaman yang berkaitan dengan fenomena yang akan diteliti. Adapun pihak yang akan dijadikan objek penelitian adalah Para pemangku adat, tokoh masyarakat dan masyarakat Lamaholot di Kelurahan Waibalun Kabupaten Flores Timur.


(20)

3.2.2.Tempat Penelitian

Lokasi dalam sebuah penelitian adalah hal yang sangat penting, karena dengan menentukan lokasi penelitian maka penelitian dapat menjadi jelas dan terarah. Penelitian ini dilakukan pada masayarakat Lamaholot di Kabupaten Flores Timur khususnya di Kelurahan Waibalun. Lokasi penelitian ini dipilih karena pada pra penelitian peneliti melihat ada sebagian kecil masyarakat yang sudah mulai mengkonversikan Belis GG ke bentuk lain. Dengan demikian akan membuka peluang bagi adanya pembangunan berkelanjutan khususnya dalam bidang budaya.

3.3. Pengumpulan Data

Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dapat dilakukan dengan berbagai cara. Untuk itu, peneliti perlu menyampaikan teknik pengumpulan data yang digunakan. Penelitian ini akan mengobservasi subyek penelitiannya dengan mewawancarai secara mendalam dan mendokumentasikan data-data yang relevan dengan masalah yang diteliti secara alamiah. Sehingga keikutsertaan penulis dalam observasi tidak sebagai suatu tindakan investigatif juga aktivitas wawancara mendalam tidak terasa sebagai suatu upaya penggalian informasi oleh subjek penelitian.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam memperoleh data dan mengumpulkan data dalam penelitian ini yaitu observasi, wawancara dan studi dokumentasi.

3.3.1. Observasi

Menurut Cresswell (2010, hlm.267) “observasi yang dilakukan dalam penelitian kulitatif adalah observasi yang didalamnya peneliti langsung turun kelapangan untuk mengamati perilaku dan aktivitas individu-individu dilokasi penelitian.” Dengan observasi memungkinkan pengambilan data yang dilakukan oleh peneliti dengan cara melakukan penggamatan langsung menyangkut segala hal yang berkaitan dengan penelitian. Pengamatan yang cermat memungkinkan peneliti memahami situasi-situasi yang terjadi bahkan


(21)

menemukan fakta baru dilokasi penelitian. Dalam kegiatan observasi peneliti terlibat langsung dengan kegiatan keseharian subjek penelitiannya, sambil melakukan pengamatan peneliti ikut serta dalam dinamika kehidupan informan yang telah ditentukan.

Menurut Bungin (2007, hlm 115) “bentuk observasi yang dilakukan dalam penelitian kualitatif salah satunya yaitu observasi partisipatif.” Selanjutnya Stainback (dalam Sugiono, 2011, hlm.227) menyatakan “in participant observation, the researcher what people do, listen to what they say, and participates in thei activities.” Senada dengan yang dikemukakan oleh Kuswarno (2008) yang menyatakan dalam observasi partisipatif, peneliti mengamati apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka ucapkan, dan berpartipasi dalam aktivitas mereka. Dengan observasi partisipatif data yang diperoleh akan lebih lengkap serta tajam. Kreatifitas peneliti juga dibutuhkan karena pada prakteknya, metode ini memerlukan berbagai keahlian peneliti. Ada berbagai manfaat yang akan didapatkan dengan melakukan obeservasi, seperti yang dkemukakan oleh Patton (dalam Sugiono, 2011, hlm. 228) bahwa salah satu manfaat melakukan observasi

yaitu “melalui pengamatan di lapangan, peneliti tidak hanya mengumpulkan

daya yang kaya, tetapi juga memperoleh kesan-kesan pribadi, dan merasakan

suasana situasi sosial yang diteliti.”

Teknik observasi ini digunakan untuk mengamati secara langsung tentang data-data yang diperlukan untuk mengetahui bagaimana partisipasi masyarakat Lamaholot dalam menyikapi perubahan sosial budaya untuk membangun kebudayaan yang berkelanjutan. Dengan teknik observasi ini juga akan membantu untuk memberikan gambaran mengenai hasil penelitian yang ingin didapat dalam penelitian ini.

3.3.2. Wawancara

Dalam sebuah penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif tentunya tidak terlepas dari motode wawancara. Metode wawacara adalah metode pengumpulan data dengan cara menggali suatu informasi dari


(22)

informan dengan cara bercakap-cakap secara tatap muka dan mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Seperti yang dikemukakan oleh Moleong (2007) wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yang mana salah satu memberikan pertanyaan dan salah satunya menjawab. Maksud dari percakapan tersebut tentunya tidak terlepas dari tujuan penelitian.

Penelitian ini menggunakan bentuk wawancara semi-terstruktur. Wawancara mendalam atau tidak terstruktur hampir sama dengan percakapan informan (Mulyana, 2008, hlm.181). Wawancara jenis ini dilakukan karena bersifat luwes, susunan pertanyaan diubah saat wawancara dilaksanakan, disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi informan yang dihadapi. Oleh karena itu sifatnya lebih bebas dan bisa mengikuti minat atau perhatian narasumber.

Dalam hal pertanyaan pada wawancara semi-terstruktur Smith (dalam

Sobur, 2013, hlm.435) menyatakan; “peneliti merancang serangkaian

pertanyaan yang disusun dalam suatu daftar wawancara, tetapi daftar tersebut digunakan untuk menuntun bukan untuk mendikte wawancara tersebut”. Sobur (2013) juga menambahkan melalui cara seperti ini akan memfasilitasi terbentuknya hubungan atau empati, memungkinkan keluwesan yang lebih besar dalam peliputan dan memungkinkan wawancara untuk memasuki daerah-daerah baru. Namun dalam menggunakan bentuk wawancara semi-struktur ini apabila peneliti tidak bisa mengontrol situasi dan kondisi saat pelaksanaan wawancara akan membutuhkan waktu yang lama dan lebih sulit untuk dianalisis.

Bentuk wawancara semi-tersrtuktur ini dipergunakan untuk mengadakan komunikasi dengan pihak-pihak terkait atau subjek penelitian dalam hal ini pemangku adat dalam rangka memperoleh penjelasan atau informasi tentang hal-hal yang belum tercantum dalam observasi dan dokumentasi.


(23)

3.3.3. Studi Dokumentasi :

Walaupun dikatakan bahwa sumber diluar kata dan tindakan merupakan sumber kedua, jelaslah tidak bisa diabaikan. Hadari (2005,

hlm.133) menyatakan bahwa studi dokumentasi adalah “cara pengumpulan

data melalui peninggalan tertulis terutama berupa arsip-arsip dan termasuk juga buku mengenai pendapat, dalil yang berhubungan dengan masalah

penyelidikan.” Sumber tertulis akan memberikan banyak informasi yang

dibutuhkan dan mungkin tidak didapatkan saat melakukan wawancara.

“Dilihat dari segi sumber data, bahan tambahan yang berasal dari sumber tertulis dapat dibagi atas sumber buku dan majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen pribadi, dan dokumen resmi,” Moleong, (2007. hlm.159).

Melalui sumber tertulis ini peneliti, membaca, mencari, mengumpulkan buku-buku, jurnal-jurnal, arsip-arsip atau sumber ilmiah lainnya yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. Hal ini dilakukan oleh peneliti untuk mempermudah mempelajari, mencermati, dan menggambarkan situasi kejadian, dan menuliskannya sebagai suatu karya ilmiah yang dianggap penting, agar data yang dihasilkan lebih akurat.

Studi dokumen dilakukan untuk mengumpulkan data yang bersumber dari arsip dan dokumen baik yang berada dalam masyarakat Lamaholot ataupun dalam berbagai sumber lainnya, yang ada hubungannya dengan penelitian ini. Studi dokumentasi ini akan digunakan untuk mengumpulkan data tentang masyarakat Lamaholot, terutama yang terkaitan dengan nilai-nilai pada budaya perkawinan.

3.3.4. Triangulasi Data

Triangulasi merupakan salah satu metode yang paling umum di pakai dalam uji validitas penelitian kualitatif. Metode triangulasi di dasarkan pada filsafat fenomenologi. Fenomenologi merupakan aliran filsafat yang mengatakan bahwa kebenaran bukan terletak pada peneliti, melainkan realitas objek itu sendiri. untuk memperoleh kebenaran, secara epistimologi harus dilakukan penggunaan multiperspektif. Menurut Bungin (2012, hlm.265)


(24)

triangulasi dengan metode ini dilakukan untuk “melakukan pengecekan

terhadap penggunaan metode pengumpulan data, apakah informasi yang didapat dengan metode interview sama dengan metode observasi, atau apakah hasil observasi sesuai dengan informasi yang diberikan ketika di interview.”

Karena yang dicari adalah suatu penjelasan berupa kata-kata, maka tidak mustahil terdapat kekeliruan antara kenyataan dengan kenyataan yang sesungguhnya. Dalam penelitian ini menggunakan trianggulasi sumber untuk meningkatkan kepercayaan penelitian dengan mencari data dari sumber yang beragam yang masih terkait satu sama lain. Untuk meneliti tentang fenomena ini peneliti menggali data dari enam pemangku adat. Praktik trianggulasi data dalam penelitian ini akan tergambar dari kegiatan wawancara dengan bertanya pada partisipan A, dan mengklarifikasikannya dengan informan B serta mengeksplorasikannya pada informan C. (Satori dan Komariah, 2009). Data dari keenam sumber tersebut dideskripsikan, dikategorisasikan, mana pandangan yang sama, mana yang berbeda dan mana yang spesifik dari keenam data tersebut. Data yang dianalisis kemudian menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya dimintakan persetujuan dari keenam sumber data tersebut.

Selain menggunakan trianggulasi sumber, penelitian ini juga menggunakan trianggulasi teknik. Triangulasi teknik, berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Data tersebut antara lain hasil observasi, wawancara dan dokumentasi. Berikut ini adalah bagan triangulasi sumber dan triangulasi teknik yang digunakan dalam penelitian ini.


(25)

Dikembangkan oleh Peneliti (2015)

Triangulasi berdasarkan tiga sumber data dilakukan untuk memperkuat pengambilan kesimpulan mengenai pelbagai aspek yang dikaji dalam penelitian, dimana jika hasil wawancara dari ketiga responden tersebut mempunyai kesamaan maka itulah yang dianggap sebagai jawaban sebenarnya (hasil temuan).

Dikembangkan oleh Peneliti (2015)

Triangularasi berdasarkan tiga teknik pengumpulan data dimaksudkan untuk mengetahui derajat kesesuaian anatara hasil wawancara, pengamatan (observasi) dan studi dokumentasi, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar dalam pengambilan kesimpulan hasil penelitian.

Pemangku adat

Tokoh Masyarakat

Masyarakat Lamaholot di Kelurahan Waibalun

Bagan 3.2 Triangualsi dengan Tiga Teknik Pengumpulan Data

Wawancara Observasi

Studi dokumentasi /Literasi

Bagan 3.1 Triangulasi dengan Tiga Sumber Data


(26)

3.3.5 . Instrumen Penelitian

No Rumusan Masalah

Indikator Pertanyaan Penelitian Sumber Data 1 Mengapa

masyarakat Lamaholot menggunakan GG sebagai Belis dalam upacara adat perkawinan?

 Nilai Logis  Nilai etika  Nilai estetika  Nilai teologis

Secara Logis

bagaimana pandangan anda terhadap

penggunaan GG sebagai Belis ? Secara Etika

bagaimana pandangan anda terhadap

penggunaan GG sebagai Belis ?  Secara Estetika

bagaimana pandangan anda terhadap

penggunaan GG sebagai Belis ? Secara Teologis

bagaimana pandangan anda terhadap

penggunaan GG sebagai Belis ?

 Pemangku adat  Tokoh Masyarakat  Masyarakat Lamaholot

2 Bagaimana persepsi masyarakat Lamaholot terhadap konversi Belis GG ke wujud lain ? Alasan masyarakat Lamaholot melakukan pengkonversian GG kebentuk lain Tujuan pengkonversian GG ke bentuk

Mengapa

pengkonverisan GG kebentuk lain dilakukan?

Bagaimana pandangan anda terhadap

pengkonverisan Belis GG ke wujud lain? Apakah  Pemangku adat  Tokoh Masyarakat  Masyarakat Lamaholot Tabel 3.1 Instrumen Penelitian


(27)

lain Pandangan

masyarakat terhadap

pengkonversian GG

pengkonversian bentuk Belis ini merubah cara pandang anda terhadap Belis?

3 Bagaimana partisipasi masyarakat Lamaholot dalam

pembangunan berkelanjutan?

Bentuk partisipasi masyarakat dalam menjalankan budaya

Bagaimana cara yang anda lakukan untuk dapat menjalankan budaya perkawinan?  Bagaimana cara yang

anda lakukan agar nilai-nilai yang ada pada budaya perkawinan pada masyarakat Lamaholot tidak hilang ditelan zaman?

 Pemangku adat  Tokoh

Masyarakat  Masyarakat Lamaholot


(28)

3.4. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan data telah selesai dilakukan. Bogdan dan Biklen (dalam Supardi, 2014,hlm.51) menyatakan bahwa analisa data adalah “Proses pencarian dan penyusunan secara sistematis terhadap transkrip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain yang terkumpul untuk meningkatkan pemahaman tentang data serta menyajikan apa yang telah ditemukan kepada orang lain”. Pendapat lain juga diutarakan oleh Sugiyono (2013,hlm.88) yang menyakatakan;

Melakukan analisis merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih nama yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Dengan teknik analisis data ini, data yang diperoleh dan dikumpulkan dari berbagai sumber termasuk dari responden melalui hasil wawancara, obeservasi dan studi dokumentasi, selanjutnya dideskripsikan dalam bentuk laporan. Karena dalam melakukan analisis data kualitatif belum ada pola yang jelas untuk dijadikan acuan yang baku, maka dianjurkan untuk mengikuti langkah langkah yang bersifat umum. Nasution (dalam Sugiyono, 2013, hlm.88) menyatakan bahwa “Tidak ada suatu cara tertentu yang dapat dijadikan patokan bagi semua penelitian, salah satu cara yang dapat dianjurkan ialah mengikuti langkah-langkah berikut yang bersifat umum yaitu reduksi data, display data dan penarikan kesimpulan/verification”.

Berdasarkan saran ini, peneliti menggunakan teknik analisis data model Miles dan Huberman yaitu; reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan /verification.

3.4.1. Reduksi Data

Reduksi data merupakan kegiatan merangkum catatan-catatan lapangan dan semua informasi penting yang terkait dengan masalah penelitian, selanjutnya data itu dikelompokkan sesuai dengan topik permasalahan. Seperti yang dikemukakan


(29)

oleh Muktar (2013, hlm.135) “reduksi data adalah suatu bentuk analisis yang tajam, ringkas terfokus, membuang data yang tidak penting, dan mengorganisasikan data sebagai cara untuk menggambarkan dan memverifikasi

kesimpulan akhir”. Reduksi data dilakukan dengan panduan tujuan penelitian

sehingga dapat mengetahui informasi apa sajakah yang harus digunakan. Dengan reduksi data akan menghasilkan rangkuman hal-hal pokok yang lebih terinci agar analisis ditahap selanjutnya lebih terfokus.

3.4.2. Display Data

Display data adalah tahap selanjutnya setelah reduksi data. “Display data adalah usaha merangkai informasi yang terorganisir dalam upaya menggambarkan

kesimpulan dan mengambil tindakan” (Muktar, 2013, hlm.135). Adapun tujuan

display data seperti yang dikemukakan Sugioyono (2013, hlm.95) yang

menyatakan “dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk

memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut”. Proses penyajian data dalam penelitian ini akan dilakukan dengan mengelompokkan hal-hal yang serupa menjadikannya dalam satu kategori dengan menggunakan teks narasi.

Dalam tahap ini penentuan kategori harus dilakukan dengan sangat hati-hati agar tidak terjadi penyimpangan arti dari pernyataan narasumber. Kategori-kategori yang sama dikelompokan dalam satu sub-sub tema. Sub-sub tema yang sejenis selanjutnya dikelompokan kedalam sub tema yang lebih umum. Kemudian dibentuk tema dari pengelompokan beberapa sub tema yang mengandung makna yang setara. Tentunya diharapkan penggunaan display data dengan teks narasi dapat menggambarkan kesimpulan dari tindakan yang diambil. 3.4.3. Kesimpulan/Verifikasi

Tahap ini merupakan tahap penarikan kesimpulan dari semua data yang telah diperoleh sebagai hasil dari penelitian. Penarikan kesimpulan atau verifikasi adalah usaha untuk mencari, mengetahui dan memahami makna/arti, keteraturan, pola-pola, penjelasan, alur sebab akibat atau proposisi. Kesimpulan/verifikasi merupakan tahap akhir dalam proses penelitian untuk memberikan makna terhadap data yang


(30)

telah dianalisis. Untuk menetapkan kesimpulan yang lebih bermakna maka kesimpulan/verifikasi dilakukan sepanjang penelitian berlangsung sehingga menjamin signifikansi hasil penelitian. Oleh karena itu proses analisis ini tidak sekali jadi, melainkan secara terus menerus diulangi dari tahap reduksi, display data dan penarikan kesimpulan/verifikasi selama waktu penelitian. Setelah melakukan verifikasi maka dapat ditarik kesimpulan berdasarkan hasil penelitian yang disajikan dalam bentuk narasi.

3.5 Isu Etik

Isu etik digunakan dalam penelitian yang melibatkan manusia sebagai subjek penelitiannya. Pertimbangan etik penelitian digunakan untuk melindungi hak-hak narasumber. Salah satunya dengan cara menjelaskan bahwa penelitian ini tidak menimbulkan dampak negatif. Hal ini dilakukan agar narasumber tidak berada dalam tekanan pada saat berlangsungnya wawancara.

Para narasumber yang dipilih untuk diwawancarai sebelumnya diminta kesediaanya untuk diwawancarai dengan menjelaskan maksud dan tujuan penelitian serta membuat kesepakatan tentang waktu dan tempat penelitian. Pada penelitian ini juga tidak menggunakan nama yang sebenarnya pada data,. Hal ini bertujuan agar narasumber lebih terbuka dalam menjawab semua pertanyaan yang diajukan pada saat wawancara.


(31)

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

Dalam bab ini dikemukakan kesimpulan, implikasi, dan rekomendasi. Pada bagian kesimpulan dipaparkan mengenai intisari hasil penelitian secara komprehensif. Adapun pada bagian implikasi menjelaskan akibat langsung dari temuan hasil penelitian. Sedangkan rekomendasi diketengahkan beberapa saran maupun opini yang bersifat membangun untuk perbaikan selanjutnya.

5.1 Kesimpulan Umum

Partisipasi dalam pembangunan berkelanjutan yang dilakukan oleh masyarakat Lamaholot adalah partisipasi dalam perspektif sosial-budaya khususnya pada bidang kebudayaan dalam upacara adat perkawinan. Kelangkaan GG berimbas pada sulitnya memenuhi tuntutan GG pada perkawinan masyarakat Lamaholot. Oleh karena itu masyarakat telah bersedia melakukan perubahan wujud Belis GG ke wujud lain. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat telah berpartisipasi dalam pelestarian budaya.

Pelestarian budaya yang dilakukan oleh masyarakat Lamaholot ini merupakan bentuk partisipasi yang bijak dengan menyesuaikan kondisi kesediaan sumber daya alam yang ada. Partisipasi ini dilakukan dengan bersedia mengurangi jumlah GG, maupun mengkonveriskan GG sebagai Belis kedalam wujud lain. Wujud lain yang dipilih sebagai pengganti adalah wajaklolon yang berisikan sejumlah uang sesuai kesepakatan dalam musyawarah adat. Pengurangan jumlah Belis maupun pergantian GG sebagai wujud Belis merupakan cara yang dilakukan untuk melestarikan budaya perkawinan masyarakat Lamaholot.

Kesediaan ini menunjukan bahwa masyarakat Lamaholot telah berpartisipasi langsung dalam pembangunan berkelanjutan khususnya perspektif sosial budaya pada bidang kebudayaan. Dengan bersedia mengurangi jumlah GG, maupun mengkonversikan GG sebagai Belis kedalam wujud lain maka budaya masyarakat Lamaholot dalam adat perkawinan dapat tetap dilaksanakan. Karena apabila tidak melakukan pengurangan dan pengkonversian GG ini maka budaya


(32)

perkawinan pada masyarakat Lamaholot perlahan akan hilang karena pemenuhan tuntutan Belis semakin sulit untuk dilaksanakan.

Proses perubahan ini menunjukan kesadaran dari masyarakat Lamaholot dalam melestarikan budaya. Pelestarian budaya bukan semata-mata mempertahankan bentuk budaya yang ada, tetapi dengan mempertahankan nilai yang ada didalam budaya tersebut. Proses pembinaan kesadaran tersebut salah satunya melalui proses internalisasi nilai pendidikan tradisi yang secara terus menerus dilakukan oleh masyarakat Lamaholot. Karena masyarakat Lamaholot merasa bahwa nilai-nilai yang ada dalam sebuah Belis GG itu sangat penting maka GG tetap disebutkan walaupun wujudnya telah dikonversikan kedalam wujud lain.

Berkaitan dengan PKn, proses melestarikan kebudayaan merupakan salah satu tujuan dari PKn, terutama PKn kemasyarakatan. PKn tidak hanya terfokus dalam domain formal di persekolahan, namun juga warga Negara dapat melaksanakannya dilingkungannya karena lingkungan lebih dekat dengan masyarakat dan masyarakatpun lebih banyak menggunakan waktu nya dalam lingkungan. Sehingga tindakan yang telah dilakukan oleh masyarakat Lamaholot ini memberikan kontribusi yang sangat baik terhadap PKn kemasyarakatan, guna membentuk partisipasi dan kesadaran warga negara dalam melestarikan kebudayaan. Adapun domain kompetensi kewarganegaraan, berkontribusi pada pembentukan watak kewarganegaraan, diantaranya; 1) Menambah pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), 2) mengembangkan keterampilan kewarganegaraan (civic skill), 3) meningkatkan partisipasi kewarganegaraan (civic participation) baik secara privat maupun publik.

Hasil Penelitian ini menggambarkan tujuan dari PKn. Meskipun masyarakat Lamaholot tidak memahami kompetensi-kompetensi kewarganegaraan, namun dalam aplikasinya masyarakat Lamaholot telah melakukan pengamalan nilai-nilai kompetensi kewarganegaraan dalam kesehariannya. Hal ini membuktikan bahwa secara konseptual PKn dapat terjadi secara alamiah yang dikonstruksi oleh lingkungan budayanya. Berkenaan dengan tujuan PKn yang mengamanatkan bahwa warga negara yang baik adalah warga negara yang mampu melaksanakan


(33)

hal dan kewajibannya sesuai dengan harapan negara. Salah satu harapan negera terhadap warga negara dimaksud adalah partisipasi dalam pelestarian kebudayaan dengan menyesuaikan tingkat konsumtif dengan ketersediaan faktor-faktor pemenuhan kebutuhan dimaksud. Pelestarian budaya (perkawinan) yang dilakukan oleh masyarakat Lamaholot menunjukan bahwa mereka telah menjalankan salah satu kewajiban sebagai warga negara yang baik sesuai dengan tujuan dari PKn.

5.2Simpulan Khusus

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka peneliti menemukan kesimpulan-kesimpulan secara khusus mengenai Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Berkelanjutan Bidang Kebudayaan (Studi Fenomenologi : Konversi Belis Gading Gajah Dalam Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Lamaholot Di Kabupaten Flores Timur – Provinsi Nusa Tenggara Timur). Adapun kesimpulan khusus dari penelitian ini sebagai berikut:

1 GG dipilih sebagai Belis karena menurut masyarakat Lamaholot GG adalah penghargaan bagi wanita, menjujung tinggi martabat wanita, memiliki daya tarik untuk dipandang dan GG merupakan benda yang sangat sakral.

2 Persepsi masyarakat Lamaholot terhadap konversi Belis GG kebentuk lain merupakan upaya pelestarian budaya, mengingat GG sangat sulit diperoleh yang berimbas terhadap pemenuhan tuntutan adat perkawinan menjadi sulit untuk dilaksanakan.

3 Partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat Lamaholot pada pembangunan berkelanjutan dalam pelestarian budaya, dilakukan dengan mengkonversikan GG kedalam wujud lain (Wajak Lolon) yang ramah lingkungan.


(34)

3.2Implikasi

Berdasarkan simpulan yang telah dijelaskan di atas memberi implikasi bahwa masyarakat Lamaholot telah menunjukan partisipasi dalam mendukung pembangunan berkelanjutan khususnya perspektif sosial-budaya pada bidang kebudayaan. Pelestarian budaya yang dilakukan oleh masyarakat Lamaholot ini menunjukan pertimbangan sikap yang arif dan bijaksana dalam memberikan peluang adanya keberlanjutan budaya khususnya adat perkawinan pada masyarakat Lamaholot. Hal ini sejalan dengan konsep yang diharapkan dalam pembangunan perkelanjutan yakni memberikan gagasan agar setiap individu mampu bertindak bijaksana dalam setiap pengambilan keputusan.

Tindakan yang dilakukan oleh masyarakat Lamaholot ini juga berimplikasi terhadap pengembangan ESD karena dapat dijadikan bahan pembelajaran bagi masyarakat di daerah lain yang mempunyai permasalahan yang serupa. Selain itu tindakan partisipasi dalam melestarikan budaya ini sesuai dengan tujuan PKn yakni meningkatkan partisipasi warga negara. Seperti yang dikemukakan oleh Wahab dan Saprya, (2011, hlm. 311) tujuan PKn adalah “Untuk membentuk warga negara yang baik (to be good citizens).” Warga negara yang baik tentunya mampu berpikir dan bertindak sesuai dengan tuntutan dan harapan negara. Azis Wahab (dalam Wahab dan Saprya, 2011, hlm. 311) mengidentifikasi warga negara yang baik adalah “warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan dengan baik hak-hak dan kewajibannya sebagai individu warga negara, memiliki kepekaan dan tanggung jawab sosial ...”. Dengan berpartisipasi melestarikan budaya bangsa individu telah menjalankan tujuan dari PKn karena mampu menjalankan kewajibannya sebagai warga negara yang diharapkan oleh negara.

Melestarikan kebudayaan merupakan salah satu tujuan dari PKn, terutama PKn kemasyarakatan. Karena mengingat PKn tidak hanya dapat dipelajari di persekolahan tetapi juga dimasyarakat, sebagaimana yang dikemukakan oleh Cogan (dalam Budimansyah dan Suryadi, 2008:5):

Citizenship education or education for citizenship...The more inclusive term and encompasses both these in-school experiences as well as out-of-school


(35)

or non-formal/informal learning which takes place in the family, the religious organization, community organizations, the media etc, which help to shape the totality of the citizen.

Pernyataan diatas menujukan bahwa pendidikan kewarganegaraan mencakup pengalaman belajar di sekolah dan di luar sekolah, seperti yang terjadi di lingkungan keluarga, dalam organisasi keagamaan, dalam organisasi kemasyarakatan.

Tindakan yang telah dilakukan oleh masyarakat Lamaholot inipun memberikan kontribusi yang sangat baik terhadap PKn kemasyarakatan. Tindakan ini guna membentuk partisipasi dan kesadaran warga negara dalam melestarikan kebudayaan. Adapun domain kompetensi kewarganegaraan yang berkontribusi pada pembentukan watak kewarganegaraan, diantaranya; 1) menambah pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), 2) mengembangkan keterampilan kewarganegaraan (civic skill), 3) meningkatkan partisipasi kewarganegaraan (civic participation) baik secara privat maupun publik. Kompetensi inilah yang telah menjadikan masyarakat Lamaholot mampu menunjukan eksistensinya sebagai masyarakat budaya.

3.3Rekomendasi

Berdasarkan sejumlah temuan yang diperoleh dari hasil penelitian mengenai Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Berkelanjutan Bidang Kebudayaan (Studi Fenomenologi: Konversi Belis Gading Gajah Dalam Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Lamaholot Di Kabupaten Flores Timur–Provinsi Nusa Tenggara Timur), maka dengan ini peneliti merekomendasikan hal-hal sebagai berikut:

3.3.1. Bagi Masyarakat

A.Kepada para pemangku adat Lamaholot

Diharapkan para pemangku adat selalu mempertahankan nilai-nilai dalam upacara adat perkawinan dengan menyesuaikan kondisi sumber daya alam yang ada saat ini sebagai upaya pelestarian budaya, pengkonversian wujud


(36)

GG ke Wajak Lolon harus diimbangi dengan sebuah konsep dasar yang sama sebagai sebuah Belis.

B.Kepada tokoh masyarakat Lamaholot

Diharapkan tokoh masyarakat ikut berperan aktif dalam memberikan sebuah pemahaman kepada masyarakat bahwa pengkonversian yang dilakukan ini semata-mata untuk melestarikan budaya, karena apabila tetap mempertahankan penggunaan GG sebagai Belis maka upacara perkawinan akan terhambat dan sulit dilaksanakan, yang lama kelamaan akan berimbas pada hilangnya budaya karena tidak dilaksanakan. Dan pada akhirnya pengkonversian yang telah dilakukan ini dapat diterima secara luas dikalangan masyarakat Lamaholot.

C.Kepada Para Pendidik di Flores Timur

Kepada para pendidik diharapkan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah, khususnya kepada para guru sebagai orang yang paling dekat dengan siswa disarankan untuk mempelajari dan memahami unsur-unsur budaya terutama nilai-nilai dalam budaya yang dimiliki sebagai suatu kearifan lokal yang membanggakan, sehingga senantiasa dapat bersikap dan berprilaku yang mencerminkan nilai-nilai budaya yang dimiliki, sehingga muncul rasa mencintai terhadap budaya sendiri.

D.Kepada Masyarakat Lamaholot Secara Umum

Nilai-nilai luhur harus tetap dijaga dan dilestarikan sebagai suatu pedoman dalam menjamin keharmonisan diantara suku-suku dalam komunitas masyarakat Lamaholot. Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan nilai-nilai tradisi dalam melaksanakan suatu pernikahan secara adat. Belis mempunyai peran yang sangat penting dalam mensahkan suatu hubungan pernikahan karena terdapat nilai-nilai luhur yang mengatur tata kehidupan antar suku yang ada dalam komunitas Lamaholot.


(37)

3.3.2 Kepada Pemerintah

A. Kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Flores Timur

Diharapkan selalu menjaga kelangsungan budaya yang ada pada masyarakat Lamaholot agar nilai-nilai budaya yang ada dapat terus dilaksanakan dan dihayati dalam kehidupan sehari-hari, selain itu budaya yang ada pada masyarakat Lamaholot ini sebaiknya didokumentasikan baik dalam bentuk buku, Foto maupun vidio sehingga dapat dipelajari sebagai suatu kearifan lokal yang membedakannya dengan daerah lainnya.

B.Kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Flores Timur

Diharapkan dinas pendidikan kabupaten Flores Timur agar mampu mendesain model dan bentuk media pendidikan yang akan dimanfaatkan oleh guru dengan komposisi yang memuat nilai-nilai budaya yang ada pada masyarakat Lamaholot. Media pembelajaran ini dapat dijadikan sebagai suplemen yang dipadukan dengan mata pelajaran lain yang sesuai. Selain itu hal demikian juga harus diniati agar mampu berdiri sendiri sebagai salah satu mata pelajaran yang dapat diajarkan disekolah dari tingkat SD-SMA. Bahan pembelajaran berbasis budaya yang digunakan disekolah diniati untuk menumbuh dan mengembangkan pemahaman rasa memiliki, serta memungkinkan dilakukan pengembangan dan penyesuaian. Hal ini dimaksudkan agar implementasi dari pemaknaan nilai-nilai budaya lebih tersesuaikan dengan kebutuhan masyarakat saat ini sesuai dengan jenjang usia, tingkat pendidikan serta peran masing-masing individu dalam kehidupan berbudaya.

3.3.3. Kepada Program Studi PKn

Diharapkan dapat menggali mengembangkan serta menerapkan konsep pembelajaran PKn yang berbasis masyarakat untuk mengakomodir kekayaan budaya yang dimiliki oleh setiap element masyarakat. Dengan demikian perlu ditingkatkan penelitian-penelitian yang mengacu pada


(38)

konsep pengembangan budaya kewarganegaraan (civic culture) sehingga apapun yang dilakukan berkaitan dengan PKn diharapkan lebih kontekstual serta dapat dimanfaatkan dengan kondisi kekinian.

3.3.4 Kepada Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini menjawab masalah seperti yang tercantum pada rumusan masalah. Atas dasar itu sangat disadari bahwa penelitian ini masih menyisahkan banyak hal yang dapat digali semisal a) pengaruh Belis terhadap kesejahteraan masyarakat, b) pengaruh Belis terhadap nilai sosial dan atau strata sosial, c) dampak positif dan negatif dari konversi Belis GG.


(1)

hal dan kewajibannya sesuai dengan harapan negara. Salah satu harapan negera terhadap warga negara dimaksud adalah partisipasi dalam pelestarian kebudayaan dengan menyesuaikan tingkat konsumtif dengan ketersediaan faktor-faktor pemenuhan kebutuhan dimaksud. Pelestarian budaya (perkawinan) yang dilakukan oleh masyarakat Lamaholot menunjukan bahwa mereka telah menjalankan salah satu kewajiban sebagai warga negara yang baik sesuai dengan tujuan dari PKn.

5.2Simpulan Khusus

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka peneliti menemukan kesimpulan-kesimpulan secara khusus mengenai Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Berkelanjutan Bidang Kebudayaan (Studi Fenomenologi : Konversi Belis Gading Gajah Dalam Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Lamaholot Di Kabupaten Flores Timur – Provinsi Nusa Tenggara Timur). Adapun kesimpulan khusus dari penelitian ini sebagai berikut:

1 GG dipilih sebagai Belis karena menurut masyarakat Lamaholot GG adalah

penghargaan bagi wanita, menjujung tinggi martabat wanita, memiliki daya tarik untuk dipandang dan GG merupakan benda yang sangat sakral.

2 Persepsi masyarakat Lamaholot terhadap konversi Belis GG kebentuk lain merupakan upaya pelestarian budaya, mengingat GG sangat sulit diperoleh yang berimbas terhadap pemenuhan tuntutan adat perkawinan menjadi sulit untuk dilaksanakan.

3 Partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat Lamaholot pada pembangunan

berkelanjutan dalam pelestarian budaya, dilakukan dengan

mengkonversikan GG kedalam wujud lain (Wajak Lolon) yang ramah lingkungan.


(2)

3.2Implikasi

Berdasarkan simpulan yang telah dijelaskan di atas memberi implikasi bahwa masyarakat Lamaholot telah menunjukan partisipasi dalam mendukung pembangunan berkelanjutan khususnya perspektif sosial-budaya pada bidang kebudayaan. Pelestarian budaya yang dilakukan oleh masyarakat Lamaholot ini menunjukan pertimbangan sikap yang arif dan bijaksana dalam memberikan peluang adanya keberlanjutan budaya khususnya adat perkawinan pada masyarakat Lamaholot. Hal ini sejalan dengan konsep yang diharapkan dalam pembangunan perkelanjutan yakni memberikan gagasan agar setiap individu mampu bertindak bijaksana dalam setiap pengambilan keputusan.

Tindakan yang dilakukan oleh masyarakat Lamaholot ini juga berimplikasi terhadap pengembangan ESD karena dapat dijadikan bahan pembelajaran bagi masyarakat di daerah lain yang mempunyai permasalahan yang serupa. Selain itu tindakan partisipasi dalam melestarikan budaya ini sesuai dengan tujuan PKn yakni meningkatkan partisipasi warga negara. Seperti yang dikemukakan oleh Wahab dan Saprya, (2011, hlm. 311) tujuan PKn adalah “Untuk membentuk warga negara yang baik (to be good citizens).” Warga negara yang baik tentunya mampu berpikir dan bertindak sesuai dengan tuntutan dan harapan negara. Azis Wahab (dalam Wahab dan Saprya, 2011, hlm. 311) mengidentifikasi warga negara yang baik adalah “warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan dengan baik hak-hak dan kewajibannya sebagai individu warga negara, memiliki kepekaan dan tanggung jawab sosial ...”. Dengan berpartisipasi melestarikan budaya bangsa individu telah menjalankan tujuan dari PKn karena mampu menjalankan kewajibannya sebagai warga negara yang diharapkan oleh negara.

Melestarikan kebudayaan merupakan salah satu tujuan dari PKn, terutama PKn kemasyarakatan. Karena mengingat PKn tidak hanya dapat dipelajari di persekolahan tetapi juga dimasyarakat, sebagaimana yang dikemukakan oleh Cogan (dalam Budimansyah dan Suryadi, 2008:5):

Citizenship education or education for citizenship...The more inclusive term and encompasses both these in-school experiences as well as out-of-school


(3)

or non-formal/informal learning which takes place in the family, the religious organization, community organizations, the media etc, which help to shape the totality of the citizen.

Pernyataan diatas menujukan bahwa pendidikan kewarganegaraan mencakup pengalaman belajar di sekolah dan di luar sekolah, seperti yang terjadi di

lingkungan keluarga, dalam organisasi keagamaan, dalam organisasi

kemasyarakatan.

Tindakan yang telah dilakukan oleh masyarakat Lamaholot inipun memberikan kontribusi yang sangat baik terhadap PKn kemasyarakatan. Tindakan ini guna membentuk partisipasi dan kesadaran warga negara dalam melestarikan kebudayaan. Adapun domain kompetensi kewarganegaraan yang berkontribusi pada pembentukan watak kewarganegaraan, diantaranya; 1) menambah

pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), 2) mengembangkan

keterampilan kewarganegaraan (civic skill), 3) meningkatkan partisipasi kewarganegaraan (civic participation) baik secara privat maupun publik. Kompetensi inilah yang telah menjadikan masyarakat Lamaholot mampu menunjukan eksistensinya sebagai masyarakat budaya.

3.3Rekomendasi

Berdasarkan sejumlah temuan yang diperoleh dari hasil penelitian mengenai Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Berkelanjutan Bidang Kebudayaan (Studi Fenomenologi: Konversi Belis Gading Gajah Dalam Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Lamaholot Di Kabupaten Flores Timur–Provinsi Nusa Tenggara Timur), maka dengan ini peneliti merekomendasikan hal-hal sebagai berikut:

3.3.1. Bagi Masyarakat

A.Kepada para pemangku adat Lamaholot

Diharapkan para pemangku adat selalu mempertahankan nilai-nilai dalam upacara adat perkawinan dengan menyesuaikan kondisi sumber daya alam yang ada saat ini sebagai upaya pelestarian budaya, pengkonversian wujud


(4)

GG ke Wajak Lolon harus diimbangi dengan sebuah konsep dasar yang sama sebagai sebuah Belis.

B.Kepada tokoh masyarakat Lamaholot

Diharapkan tokoh masyarakat ikut berperan aktif dalam memberikan sebuah pemahaman kepada masyarakat bahwa pengkonversian yang dilakukan ini

semata-mata untuk melestarikan budaya, karena apabila tetap

mempertahankan penggunaan GG sebagai Belis maka upacara perkawinan akan terhambat dan sulit dilaksanakan, yang lama kelamaan akan berimbas pada hilangnya budaya karena tidak dilaksanakan. Dan pada akhirnya pengkonversian yang telah dilakukan ini dapat diterima secara luas dikalangan masyarakat Lamaholot.

C.Kepada Para Pendidik di Flores Timur

Kepada para pendidik diharapkan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah, khususnya kepada para guru sebagai orang yang paling dekat dengan siswa disarankan untuk mempelajari dan memahami unsur-unsur budaya terutama nilai-nilai dalam budaya yang dimiliki sebagai suatu kearifan lokal yang membanggakan, sehingga senantiasa dapat bersikap dan berprilaku yang mencerminkan nilai-nilai budaya yang dimiliki, sehingga muncul rasa mencintai terhadap budaya sendiri.

D.Kepada Masyarakat Lamaholot Secara Umum

Nilai-nilai luhur harus tetap dijaga dan dilestarikan sebagai suatu pedoman dalam menjamin keharmonisan diantara suku-suku dalam komunitas masyarakat Lamaholot. Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan nilai-nilai tradisi dalam melaksanakan suatu pernikahan secara adat. Belis mempunyai peran yang sangat penting dalam mensahkan suatu hubungan pernikahan karena terdapat nilai-nilai luhur yang mengatur tata kehidupan antar suku yang ada dalam komunitas Lamaholot.


(5)

3.3.2 Kepada Pemerintah

A. Kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Flores Timur

Diharapkan selalu menjaga kelangsungan budaya yang ada pada masyarakat Lamaholot agar nilai-nilai budaya yang ada dapat terus dilaksanakan dan dihayati dalam kehidupan sehari-hari, selain itu budaya yang ada pada masyarakat Lamaholot ini sebaiknya didokumentasikan baik dalam bentuk buku, Foto maupun vidio sehingga dapat dipelajari sebagai suatu kearifan lokal yang membedakannya dengan daerah lainnya.

B.Kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Flores Timur

Diharapkan dinas pendidikan kabupaten Flores Timur agar mampu mendesain model dan bentuk media pendidikan yang akan dimanfaatkan oleh guru dengan komposisi yang memuat nilai-nilai budaya yang ada pada masyarakat Lamaholot. Media pembelajaran ini dapat dijadikan sebagai suplemen yang dipadukan dengan mata pelajaran lain yang sesuai. Selain itu hal demikian juga harus diniati agar mampu berdiri sendiri sebagai salah satu mata pelajaran yang dapat diajarkan disekolah dari tingkat SD-SMA. Bahan pembelajaran berbasis budaya yang digunakan disekolah diniati untuk menumbuh dan mengembangkan pemahaman rasa memiliki, serta memungkinkan dilakukan pengembangan dan penyesuaian. Hal ini dimaksudkan agar implementasi dari pemaknaan nilai-nilai budaya lebih tersesuaikan dengan kebutuhan masyarakat saat ini sesuai dengan jenjang usia, tingkat pendidikan serta peran masing-masing individu dalam kehidupan berbudaya.

3.3.3. Kepada Program Studi PKn

Diharapkan dapat menggali mengembangkan serta menerapkan konsep pembelajaran PKn yang berbasis masyarakat untuk mengakomodir kekayaan budaya yang dimiliki oleh setiap element masyarakat. Dengan demikian perlu ditingkatkan penelitian-penelitian yang mengacu pada


(6)

konsep pengembangan budaya kewarganegaraan (civic culture) sehingga apapun yang dilakukan berkaitan dengan PKn diharapkan lebih kontekstual serta dapat dimanfaatkan dengan kondisi kekinian.

3.3.4 Kepada Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini menjawab masalah seperti yang tercantum pada rumusan masalah. Atas dasar itu sangat disadari bahwa penelitian ini masih menyisahkan banyak hal yang dapat digali semisal a) pengaruh Belis terhadap kesejahteraan masyarakat, b) pengaruh Belis terhadap nilai sosial dan atau strata sosial, c) dampak positif dan negatif dari konversi Belis GG.