PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PRAKTIK EKOWISATA DI KAMPUNG TRADISIONAL BENA, DESA TIWORIWU, KABUPATEN NGADA, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR.

(1)

SKRIPSI

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PRAKTIK

EKOWISATA DI KAMPUNG TRADISIONAL BENA,

DESA TIWORIWU, KABUPATEN NGADA, PROVINSI

NUSA TENGGARA TIMUR

Oleh:

MUNI IMELDA AMTIRAN 1312015002

PROGRAM STUDI S1 DESTINASI PARIWISATA

FAKULTAS PARIWISATA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(2)

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PRAKTIK

EKOWISATA DI KAMPUNG TRADISIONAL BENA,

DESA TIWORIWU, KABUPATEN NGADA, PROVINSI

NUSA TENGGARA TIMUR

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Bidang Pariwisata

MUNI IMELDA AMTIRAN 1312015002

PROGRAM STUDI S1 DESTINASI PARIWISATA

FAKULTAS PARIWISATA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(3)

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PRAKTIK

EKOWISATA DI KAMPUNG TRADISIONAL BENA,

DESA TIWORIWU, KABUPATEN NGADA, PROVINSI

NUSA TENGGARA TIMUR

Nama : Muni Imelda Amtiran NIM : 1312015002

Skripsi ini telah LULUS dengan predikat SANGAT MEMUASKAN pada tanggal 21 April 2016 di Program Studi Destinasi Pariwisata Fakultas Pariwisata Universitas Udayana.

Disetujui Oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Ida Bagus Suryawan, ST.,M.Si Made Sukana,SST.Par.,M.Par.MBA. NIP. 197812292005011001 NIP.

197912312003121002

Mengetahui

Dekan Fakultas Pariwisata Ketua Program Studi Universitas Udayana S1 Destinasi Pariwisata

Drs. I Made Sendra, M.Si I Gst. Agung Oka Mahagangga,S.Sos.,M.Si NIP. 196508222000031001 NIP. 197710102006041004


(4)

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PRAKTIK

EKOWISATA DI KAMPUNG TRADISIONAL BENA,

DESA TIWORIWU, KABUPATEN NGADA, PROVINSI

NUSA TENGGARA TIMUR

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Program Studi S1 Destinasi Pariwisata Fakultas Pariwisata Universitas Udayana pada tanggal 21 April 2016 dan dinyatakan LULUS dengan predikat SANGAT MEMUASKAN.

TIM PENGUJI,

Ketua : Ida Bagus Suryawan, S.T., M.Si ( ) Sekretaris : Made Sukana, SST.Par., M.Par.MBA (

Anggota : 1. I Gst. Agung Oka Mahagangga, S.Sos.,M.Si( ) 2. Dra. Ida Ayu Suryasih, M.Par ( ) 3. Drs. I Putu Anom, M.Par ( )

Mengetahui

Ketua Program Studi S1 Destinasi Pariwisata Fakultas Pariwisata Universitas Udayana

I Gst. Agung Oka Mahagangga,S.Sos.,M.Si NIP. 197710102006041004


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus karena atas berkat, hikmat dan karunia-Nya penulisan Skripsi yang berjudul “Partisipasi Masyarakat Dalam Praktik Ekowisata Di Kampung Tradisional Bena, Desa Tiworiwu Kabupaten Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur” dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang diharapkan. Terselesaikannya Skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam khususnya kepada :

1. Bapak Drs. I Made Sendra, M.Si selaku Dekan Fakultas Pariwisata Universitas Udayana.

2. Bapak Ida Bagus Suryawan, ST.,M.Si, selaku Pembimbing I atas bimbingan, masukan, arahan dan sumbangan pemikiran selama penulisan skripsi sejak awal sampai akhir.

3. Bapak Made Sukana, SST.Par., M.Par., MBA Pembimbing II yang selalu sabar dalam membimbing dan memberikan masukan kepada penulis.

4. Bapak I Gst. Agung Oka Mahagangga, S.Sos.,M.Si selaku Ketua Program Studi S1 Destinasi Pariwisata sekaligus Pembimbing Akademik atas bimbingan dan arahannya selama menempuh pendidikan pada Program Studi S1 Destinasi Pariwisata Universitas Udayana.

5. Bapak/ Ibu Pembantu Dekan Fakultas Pariwisata Universitas Udayana yang membantu kelancaran perkuliahan.

6. Kepala Tata Usaha Fakultas Pariwisata Universitas Udayana beserta staf yang membantu kelancaran administrasi akademik.

7. Mama Emi selaku Sekretaris Pengelola Kampung Tradisional Bena sebagai informan kunci yang telah banyak membantu didalam penelitian ini sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar.

8. Bapak Ivan sebagai Kepala Bidang P2KI beserta Staf P2KI dan Bapak Thomas Djawa sebagai Kepala Desa serta Masyarakat Lokal Kampung Tradisional Bena


(6)

yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu yang telah memberikan banyak masukan dan sangat membantu didalam pencarian data selama peneliti melakukan penelitian di Kampung Tradisional Bena.

9. Bapa dan Mama yang selalu dan senantiasa memberikan dorongan dan biaya untuk menyelesaikan Skripsi ini.

10. Kakak Yanto Amtiran, Kakak Franky Amtiran, Kakak Santy Amtiran sebagai kakak sekaligus menjadi motivator yang senantiasa mendukung dan memberi banyak masukan demi kelancaran penulis.

11. Keluarga Solagratia Ministry (Ka Temy, Vivi, Brian, dan Mira) yang selalu memberikan dukungan doa demi kelancaran penulisan Skripsi ini.

12. Teman-teman Pinkers angkatan 2012 dan 2013 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang selalu memberikan semangat untuk menyelesaikan Skripsi ini.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca maupun pihak-pihak yang memerlukan.

Denpasar, April 2016


(7)

DAFTAR ISI

JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN TIM PENGUJI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

ABSTRAK ... x

ABSTRAC ... xi

SURAT PERNYATAAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 11

1.3 Tujuan Penelitian ... 12

1.4 Manfaat Penelitian ... 12

1.5 Sistematika Penulisan ... 13

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS ... 15

2.1 Telaah Hasil Penelitian Sebelumnya ... 15


(8)

2.2.1 Konsep Ekowisata ... 17

2.2.2 Konsep Partisipasi Masyarakat ... 18

2.2.3 Konsep Interaksi ... 19

2.2.4 Konsep Masyarakat ... 21

2.3 Teori Analisis ... 22

2.3.1 Tipologi Partisipasi Masyarakat ... 22

BAB III METODE PENELITIAN ... 25

3.1 Lokasi Penelitian ... 25

3.2 Ruang Lingkup Penelitian ... 25

3.3 Jenis dan Sumber Data ... 27

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 28

3.5 Teknik Penentuan Informan ... 30

3.6 Teknik Analisis Data ... 30

BAB IV PEMBAHASAN ... 32

4.1 Gambaran Umum ... 32

4.1.1 Kondisi Demografi ... 33

4.1.2 Keadaan Topografi ... 34

4.1.3 Sejarah Singkat Kampung Tradisional Bena ... 36

4.1.4 Kondisi Sarana dan Prasarana ... 41

4.2 Praktik Ekowisata di Kampung Tradisional Bena, Desa Tiworiwu, Kabupaten Ngada ... 44

4.3 Interaksi Masyarakat dengan Wisatawan dalam Praktik Ekowisata di Kampung Tradisional Bena ... 51

4.4 Bentuk Partisipasi Masyarakat dalam Praktik Ekowisata di Kampung Tradisional Bena ... 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 67


(9)

5.2 Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 70

DAFTAR INFORMAN ... 72


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Kabupaten Ngada ... 7 Tabel 2.1 Karakteristik dari Masing-Masing Tipe dalam Tosun’s typology of

Participation ... 22 Tabel 4.1 Analisis Kesesuaian antara Tosun’s typology of participation dengan

Partisipasi Masyarakat dalam Praktik Ekowisata di Kampung

Tradisional Bena ... 60 Tabel 4.2 Data Kepengurusan Kampung Tradisional Bena………... 65


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Peta Administrasi Kabupaten Ngada ... 33 Gambar 4.2 Letak Kampung Bena dalam Peta Area Bajawa ... 37 Gambar 4.3 Kampung Tradisional Bena ... 39 Gambar 4.4 Kubur Megalitik dan Keberadaan Kampung Bena di bawah kaki gunung

Inerie ... 40 Gambar 4.5 Akses jalan menuju Kampung Tradisional Bena ... 42 Gambar 4.6 Penerimaan Tamu oleh pengelola kampung Bena dan Bena Information

Center ... 53 Gambar 4.7 Wisatawan berpartisipasi dalam pembangunan Rumah Adat Bena dan

Makan Siang bersama warga Bena... 55 Gambar 4.8 Upacara “Reba” ... 57 Gambar 4.9 Permainan Gasing ... 58


(12)

ABSTRAK

Program Studi S1 Destinasi Pariwisata Fakultas Pariwisata

Universitas Udayana Skripsi A. Nama : Muni Imelda Amtiran

B. Judul : Partisipasi Masyarakat Dalam Praktik Ekowisata Di Kampung Tradisional Bena, Desa Tiworiwu, Kabupaten Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur C. Jumlah Halaman : xi+ 71 halaman + 15 lampiran

D. Ringkasan :

Dalam pengembangan ekowisata tentu sangat dibutuhkkan partisipasi masyarakat lokal untuk mendukung pengembangan ekowisata di daerahnya. Ekowisata sendiri merupakan jenis wisata alternatif yang memiliki tingkat interaksi yang tinggi antara masyarakat lokal dengan wisatawan yang mana masyarakat lokal sebagai tuan rumah mampu menjaga keberlanjutan alam dan budayanya. Dari kegiatan ini keaslian budaya lokal tetap dipertahankan dan wisatawan serta masyarakat lokal sama-sama mendapat nilai positif. Berdasarkan latar belakang diatas maka penelitian ini penting untuk dilakukan agar dapat mengetahui bentuk partisipasi masyarakat dalam praktik ekowisata serta interaksi masyarakat dengan wisatawan di Kampung Tradisonal Bena, Kabupaten Ngada.

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan metode observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi. Jenis data yang digunakan yaitu data kualitatif dan data kuantitatif diperoleh dari sumber data, baik data primer maupun sekunder. Untuk memperoleh informasi digunakan teknik penentuan informan dengan teknik purposive sampling dan teknik analisis data yang digunakan yaitu deskriptif kualitatif dengan pendekatan konsep praktik ekowisata, Tosun’s typology of participation.

Dari hasil penelitian dijelaskan bahwa dalam praktik ekowisata di Kampung Bena, masyarakat lokal sangat menjaga kelestarian alam dan budayanya, dan jika dilihat dari aspek “penggerak ekowisata yang dominan” tipe Masyarakat di kampung Bena masih sangat dominan. Ekowisata yang dirintis dan dikelola secara dominan oleh kekuatan dan kemampuan masyarakat lokal kampung Bena. Bentuk partisipasi masyarakat Bena dikategorikan dengan partisipasi terdorong ((Induced Participation) yaitu adanya dukungan, perintah, dan secara resmi disetujui. Pemerintah memiliki peran utama untuk memulai aksi partisipasif melalui strategi-strategi untuk mendorong dan melatih pemimpin lokal agar mengambil peran memimpin, membangun, kerjasama, dan mendukung masyarakat.


(13)

ABSTRACT

S1 Study Program of Tourism Destinations Faculty of Tourism

Udayana University Final Report A. Name : Muni Imelda Amtiran

B. Title : Public Participation in Ecotourism Practice at Bena Traditional Village, Village Tiworiwu, Ngada Regency, East Nusa Tenggara Province

C. Number of pages : xi +71 pages D. Summary:

The local community participation in the development of ecotourism is very needed to support the development of ecotourism in their region. Ecotourism itself is a kind of alternative tourism has a high level of interaction between local people and the local communities where the traveler as the host is able to maintain the sustainability of nature and culture. By these activities the authenticity of local cultural was maintained and tourists and local people alike got a positive value. Based on the background above it is important to do research in order to determine the form of community participation in ecotourism practices and community interaction with tourists in the village of Bena Traditional, Ngada.

This study uses data collection techniques by observation, interview and documentation. The type of data used is quantitative and qualitative data obtained from the data sources, both primary and secondary data. To obtain information used technique of determining informants by using purposive sampling and data analysis technique used is descriptive qualitative approach concept of ecotourism practices, Tosun's typology of participation.

From the research explained that the practice of ecotourism in the village of Bena, local communities are the preservation of nature and culture, and when viewed from the aspect of "ecotourism dominant mover" type of community in the village of Bena still very dominant. Ecotourism initiated and managed predominantly by the strength and the ability of local communities Bena village. Forms of community participation Bena categorized with participation encouraged ((Induced Participation) namely the support, command, and officially approved. The government has a major role to start the action participatory through strategies to encourage and train local leaders to take the lead role, building, cooperation and support the community.


(14)

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya, di dalam naskah skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh pihak lain untuk mendapatkan karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebut dalam sumber kutipan atau daftar pustaka.

Apabila ternyata di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur jiplakan/ plagiat, saya bersedia skripsi ini digugurkan dan gelar akademik yang telah saya peroleh (Strata 1) dibatalkan, serta diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 25 ayat 2 dan Pasal 70).

Denpasar, 21 April 2016 Yang membuat pernyataan

Nama : Muni Imelda Amtiran


(15)

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pariwisata dapat menjadi kegiatan ekonomi alternatif yang diharapkan dapat menjaga kelestarian ekosistem yang mana kemungkinannya akan menjadi rusak apabila dimanfaatkan untuk pertambangan dan industri. Namun demikian, pariwisata juga dapat berdampak negatif terhadap lingkungan alam sebagai akibat dari perencanaan dan pengelolaan kegiatan pariwisata yang kurang memperhatikan kelestarian lingkungan, yaitu: polusi udara dari emisi kendaraan pariwisata, kemacetan lalu-lintas, abrasi air laut dan gangguan terhadap ekosistem (seperti rusaknya terumbu karang, dan hilangnya habitat satwa), serta berkurangnya keindahan alam akibat pembangunan fasilitas pariwisata pada lokasi yang tidak tepat.

Laporan yang dikeluarkan World Tourism Organization (WTO) dalam Arida (2009), mengungkapkan adanya beberapa kecendrungan dan perkembangan baru dalam dunia kepariwisataan yang mulai muncul pada tahun 1990-an. Dengan adanya kecendrunga n masyarakat global, regional, dan nasional untuk kembali ke alam (back to nature), maka minat masyarakat untuk berwisata ke tempat-tempat yang masih alami semakin besar. Minat tersebut merupakan faktor pendorong bagi dikembangkannya pariwisata yang berorientasi pada lingkungan alam atau yang dikenal sebagai ekoturisme atau wisata ekologi. Kenyataan tersebut merupakan antitesis dari kegiatan pariwisata yang berkembang selama ini, yang lebih bercorak pariwisata massal (mass tourism). Melalui beberapa


(17)

penelitian, para praktisi pariwisata menegaskan bahwa motivasi wisatawan untuk mengunjungi suatu destinasi telah berubah drastis dan sekarang wisatawan lebih tertarik kepada suatu hal yang terspesifik, aktivitas kegemaran yang ia sukai dan yang paling penting yaitu adanya kualitas dari pengalamannya terkait produk dan servis pariwisata (Arida, 2009).

Pariwisata massal memberikan ruang yang besar bagi masuknya modal yang intensif kedalam suatu daerah wisata dan cendrung melemahkan partisipasi masyarakat lokal. Sementara ecotourism mempunyai arti dan komitmen yang jelas terhadap kelestarian alam dan pengembangan masyarakat, disamping aspek ekonomi. Ekowisata mengandung perspektif dan dimensi yang baik, serta merupakan wajah masa depan pariwisata berkelanjutan dan berwawasan lingkungan (Arida, 2009). Keberlanjutan pariwisata tentunya dapat dilakukan dengan meminimalisir dampak yang terjadi akibat adanya pariwisata itu sendiri. Namun, mewujudkan pariwisata berkelanjutan tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Semua pihak harus benar-benar terlibat didalamnya. Pihak-pihak yang dimaksudkan dalam hal ini adalah stakeholder pariwisata, yang terdiri dari pihak pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat lokal, wisatawan dan lingkungan.

Pariwisata massal lebih menekankan pada jumlah wisatawan yang berkunjung ke suatu destinasi. Semakin banyak wisatawan yang datang maka dikatakan semakin baik pula perkembangan pariwisatanya. Keuntungan yang diperoleh pun semakin besar bagi pemerintah dan investor. Sarana dan prasarana yang dibangun sebanyak-banyaknya dan semewah-mewahnya demi tercapainya kepuasan wisatawan. Namun ditengah keasyikan tersebut, banyak hal yang diabaikan. Masyarakat lokal sebagai tuan rumah sering diabaikan partisipasinya, sumber daya alam dieksploitasi besar-besaran dan terjadi alih fungsi lahan


(18)

untuk membangun fasilitas pariwisata. Terjadi pencemaran lingkungan dimana-mana dan keaslian serta kesakralan budaya sering dikomersialisasikan demi kepuasan wisatawan.

Melihat dampak negatif tersebut diatas harus ada suatu solusi yang baru dan tepat agar sekurang-kurangnya dampak buruk tersebut dapat dikurangi dan terjadi pemulihan kembali. Solusi itulah yang saat ini dikenal dengan pariwisata alternatif (alternative tourism). Pariwisata alternatif adalah pariwisata yang lebih menekankan kepada melestarikan sumber daya dan meningkatkan kualitas ekonomi. Pariwisata alternatif ini tidak merusak lingkungan, berpihak pada ekologi dan menghindari dampak negatif dari pembangunan pariwisata berskala besar yang dijalankan pada suatu area yang tidak terlalu cepat pembangunannya. Pariwisata alternatif juga muncul guna meminimalisir dampak negatif dari perkembangan pariwisata massal.

Pariwisata alternatif didesain dengan skala kecil sebagai sebuah kegiatan kepariwisataan yang disuguhkan kepada wisatawan dimana segala aktivitasnya harus melibatkan masyarakat lokal. Bisa dikatakan pariwisata alternatif lebih menekankan pada kualitas bukan jumlah seperti yang dikatakan dalam pariwisata massal. Banyaknya jumlah wisatawan yang berkunjung ke suatu destinasi belum tentu membawa dampak positif malah sebaliknya terjadi kerusakan lingkungan dan pihak tertentu saja yang bisa meraup keuntungan sebesar-besarnya.

Pariwisata alternatif ini lebih menekankan pada kualitas kegiatan pariwisata dan kearifan lokal yang bisa ditawarkan kepada wisatawan sehingga keterlibatan masyarakat lokal disini sangat dibutuhkan sebagai pemilik aset pariwisata itu sendiri. Wisatawan berinteraksi secara langsung dengan masyarakat lokal dan mendapatkan pengalaman baru yang tentu saja masyarakat lokal juga menerima keuntungan secara langsung baik dari


(19)

aspek ekonomi dan tetap terjaganya sumber daya yang bersifat terbatas tersebut. Selain peningkatan pendapatan yang diterima oleh masyarakat lokal, masyarakat tidak perlu cemas terjadi perusakan sumber daya karena masyarakat sendiri yang mengelola daerahnya dan menyajikan atraksi wisata kepada wisatawan. Masyarakat tidak perlu membangun fasilitas dan akomodasi yang mewah kepada wisatawan tetapi unsur budaya dan unsur alamnya yang harus lebih ditonjolkan. Makanan dan souvenir khas daerah juga menjadi hal penting yang harus disuguhkan kepada wisatawan.

Salah satu kegiatan pariwisata berbasis alernatif adalah ekowisata yaitu suatu kegiatan perjalanan mengunjungi suatu tempat yang masih alami dengan menjaga kelestarian lingkungan dan menjamin kesejahteraan masyarakat lokal. Disini wisatawan dapat mempelajari sosial budaya asli masyarakat yang dikunjungi seperti belajar menari, bahasa, memasak makanan lokal, menikmati keindahan alam pedesaan, dan lain-lain. Dari kegiatan ini keaslian budaya lokal tetap dipertahankan dan wisatawan serta masyarakat lokal sama-sama mendapat nilai positif. Ekowisata merupakan wisata berbasis alam yang berkelanjutan dengan fokus pengalaman dan pendidikan tentang alam, dikelola dengan sistem pengelolaan tertentu dan memberi dampak negatif paling rendah terhadap lingkungan, tidak bersifat konsumtif dan berorientasi pada lokal (dalam hal kontrol, manfaat yang dapat diambil dari kegiatan usaha). Secara ekologis kegiatan ekowisata memiliki karakter ramah terhadap lingkungan, secara ekonomis menguntungkan bagi masyarakat (Fennel, dalam Arida : 2009). Selain itu keberadaan dan partisipasi masyarakat lokal di sebuah destinasi wisata menjadi salah satu tolak ukur keberhasilan dan keberlanjutan destinasi wisata tersebut. Keberlanjutan pengembangan pariwisata sangat bergantung pada besarnya kontrol masyarakat lokal terhadap daerahnya. Ini menjadi


(20)

penting mengingat masyarakat lebih mengetahui dan mengenal kondisi daerahnya dibandingkan dengan orang lain di luar komunitasnya.

Ekowisata merupakan salah satu bentuk wisata khusus. Bentuknya yang khusus itu menjadikan ekowisata sering diposisikan sebagai lawan dari pariwisata massal. Sebenarnya yang lebih membedakannya dari pariwisata massal adalah karakterisitik produk dan pasar. Ekowisata merupakan kegiatan wisata yang menaruh perhatian besar terhadap kelestarian sumber daya pariwisata (Janianton Damanik dan Helmut Weber, 2006). Jika karakteristik pariwisata masal lebih cendrung kepada pergerakan jumlah wisatawan dalam jumlah besar, ekowisata lebih menekankan pada kualitas wisatawan yang berkunjung (quality tourist) bukan kuantitasnya.

Menurut Janianton Damanik dan Helmut Weber (2006), ada beberapa karakteristik ekowisata yang membedakannya dengan wisata massal. Pertama yaitu aktivitas wisata yang berkaitan dengan konservasi lingkungan. Kedua, penyedia jasa wisata tidak hanya menyiapkan atraksi untuk menarik wisatawan tetapi menawarkan peluang bagi wisatawan untuk lebih menghargai lingkungan sehingga wisatawan dan masyarakat lokal saling menikmati dan dan melestarikan lingkungan yang unik tersebut. Ketiga, kegiatan wisata berbasis alam dan budaya karena bagi wisatawan atraksi alam dan budaya yang masih asli memiliki nilai tertinggi dalam kepuasan berwisata. Keempat, masyarakat lokal berpartisipasi aktif dalam pengelolaan atraksi wisata sehingga dapat merasakan keuntungan secara langsung demi peningkatan kesejahtraan hidup masyarakat lokal.

Ekowisata merupakan salah satu jenis pariwisata alternatif yang sedang gencar dikembangkan di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Seperti telah disinggung sebelumnya, konsep ekowisata secara umum yaitu suatu kegiatan perjalanan mengunjungi suatu tempat


(21)

yang masih alami dengan menjaga kelestarian lingkungan dan menjamin kesejahteraan masyarakat lokal. Disini wisatawan dapat mempelajari sosial budaya asli masyarakat yang dikunjungi seperti belajar menari, bahasa, memasak makanan lokal, menikmati keindahan alam pedesaan, dan lain-lain. Dari kegiatan ini keaslian budaya lokal tetap dipertahankan dan wisatawan serta masyarakat lokal sama-sama mendapat nilai positif.

Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki begitu banyak keanekaragaman budaya dan alam yang sangat mendukung untuk dikembangkan sebagai sebuah destinasi wisata berbasis ekowisata. Bahkan, dua dari tujuh keajaiban dunia berada di provinsi NTT yaitu Komodo dan Danau Tiga Warna, Kelimutu. Fenomena ini tentu saja menguntungkan karena NTT sudah dikenal secara nasional maupun internasional. Selain Komodo dan Danau Tiga Warna, masih begitu banyak daya tarik lainnya, diantaranya adalah kubur megalitik yang terletak di Kabupaten Sumba Timur dan Kabupaten Sumba Barat, Tradisi penangkapan ikan paus di Kabupaten Lembata, Rumah Adat Tradisional Wae Rebo di Kabupaten Manggarai dan Kampung Tradisional Bena yang merupakan salah satu dari banyaknya kampung tradisional serta peninggalan sejarah seperti kubur megalitik yang ada di Kabupaten Ngada.

Namun, yang seringkali menjadi persoalan utama mengapa wisatawan terbilang masih minim untuk berkunjung adalah terkait aksesibilitas. Aksesibilitas yang dimaksud disini adalah masih sangat terbatasnya frekuensi penerbangan menuju provinsi NTT. Selain terbatasnya frekuensi penerbangan, faktor penting lainnya adalah infrastruktur jalan antardaerah. Selain jarak yang ditempuh terbilang jauh dari satu daerah menuju daerah lainnya, jalan yang rusak dan berbatu-batu menjadi salah satu kendala dan poin yang harus dibenahi agar pariwisata NTT dapat berkembang dengan baik. Kendala ini menyebabkan


(22)

wisatawan kesulitan untuk berpindah dari satu daerah ke daerah lainnya. Sebagian besar wisatawan, hanya mempunyai satu DTW saja misalnya hanya berkunjung ke Taman Nasional Komodo atau Danau Kelimutu. Sangat jarang ditemukan wisatawan mengunjungi beberapa DTW sekaligus dalam sekali perjalanan yang disebabkan oleh keterbatasan aksesibilitas tadi. Hal ini dapat dilihat dari jumlah kunjungan wisatawan di Kabupaten Ngada dalam 5 (lima) tahun terakhir yang tidak stabil setiap tahunnya.


(23)

Tabel 1.1

Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Kabupaten Ngada Tahun 2010-2014

Tahun

Wisman (Org)

Wisnus (Org)

Total

2010 4.342 29.397 33.739

2011 2.478 26.419 28.897

2012 5.064 46.974 52.038

2013 7.463 39.539 47.002

2014 10.211 35.342 46.553

Sumber : Dinas Perhubungan, Pariwisata, Komunikasi dan Informatika Kabupaten Ngada, 2015

Berdasarkan tabel kunjungan wisatawan ke Kabupaten Ngada dalam kurun waktu lima tahun terakhir mengalami penurunan, kecuali pada tahun 2012 saja mengalami peningkatan kunjungan dengan total kunjungan wisatawan sebanyak 52.038 orang.

Persaingan yang ketat antara daerah mengharuskan pariwisata di Kabupaten Ngada perlu membuat inovasi dengan menyuguhkan berbagai atraksi wisata baik alam maupun budaya melalui berbagai promosi dan kreasi. Melihat potensi daya tarik wisata yang masih sangat alami maka konsep kegiatan yang cocok adalah ekowisata, dimana dalam pengembangan pariwisata dengan konsep ekowisata dapat melestarikan kekayaan alam dan budaya untuk tetap berkelanjutan, selain itu dengan konsep ekowisata dapat memberdayakan masyarakat lokal semaksimal mungkin, karena seluruh aset produksi yang


(24)

digunakan merupakan milik masyarakat lokal (Suryawan,2014). Sehingga dengan demikian menerapkan konsep ekowisata diharapkan dapat memberikan manfaat yang signifikan terhadap kegiatan ekonomi masyarakat di Kabupaten Ngada.

Kabupaten Ngada sebagai salah satu kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki beragam potensi alam dan budaya yang menarik sehingga menjadi salah satu destinasi pariwisata terbaik di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Potensi alam dan budaya yang dimiliki di Kabupaten Ngada antara lain Taman Laut Tujuh Belas Pulau Riung, Permandian Air panas Mengeruda, Ekowisata Lekolodo, Pantai Enagera, Kampung Tradisional Bena dan Wogo, Tinju adat Sagi dan Etu, Tenun Ikat, Danau Wawomudha. Mengingat besarnya potensi pariwisata Kabupaten Ngada maka sektor pariwisata telah ditetapkan sebagai leading sector yang baru setelah sektor pertanian dan agroindustri.

Dalam rencana strategi (renstra) tahun 2011-2016 Pemerintah Kabupaten Ngada dalam hal ini yaitu Dinas Perhubungan, Pariwisata, Komunikasi dan Informatika (P2KI) menetapkan Visi dan Misi dimana dalam Visi tersebut adalah Terwujudnya Perhubungan, Pariwisata, Komunikasi dan Informatika Yang Handal Berbasis Budaya, Maju, Unggul, Mandiri dan Sejahtera. Misi dalam bidang pariwisata adalah sebagai berikut: “Membangun Pariwisata sebagai daerah tujuan wisata unggulan berwawasan lingkungan yang bertumpu pada pengembangan sumber daya alam, keunikan budaya lokal berbasis masyarakat dengan mempeluas jaringan pemasaran pariwisata secara integral dan komprehensif untuk meningkatkan pendapatan masyarakat”.

Tujuan pelaksanaan misi bidang pariwisata adalah terpeliharanya aset-aset alam dan budaya lokal, tersedianya produk pariwisata yang menarik minat kunjungan wisatawan, terciptanya partisipasi dan peran serta masyarakat dalam pembangunan pariwisata,


(25)

terwujudnya jaringan pemasaran yang integral dan komperhensif, terwujudnya kemitraan dalam pengembangan pariwisata, tersedianya sarana dan prasarana pendukung kegiatan kebudayaan dan pariwisata, dan meningkatnya pendapat masyarakat dan PAD. Untuk sasaran yang akan dicapai yaitu meningkatnya pemeliharaan aset-aset alam dan budaya lokal sebagai produk wisata, meningkatnya jumlah kunjungan dan lama tinggal wisatawan, meningkatnya jaringan promosi dan kemitraan, meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kelestarian alam budaya, meningkatnya lapangan kerja dan kesempatan berusaha serta meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan kebudayaan dan pariwisata. Adapun strategi dan arah kebijakan dalam bidang pariwisata yaitu strategi yang diperlukan untuk meminimalkan sejumlah risiko kegagalan pencapaian visi dan misi, maka strategi pembangunan daerah bidang pariwisata adalah: “Peningkatan sistem jaringan pelayanan transportasi baik darat, laut maupun udara yang handal dalam rangka mendukung pengembangan perluasan dan investasi pariwisata”. Sedangkan rumusan arah kebijakan pembangunan daerah bidang pariwisata adalah sebagai berikut: “Pemantapan pengembangan kawasan dan sistem promosi kepariwisataan sehingga mampu mendorong peningkatan kegiatan ekonomi dan pendapatan masyarakat (Sumber: Dinas P2KI. Rencana Strategis Kabupaten Ngada Tahun 2011-2016. Kabupaten Ngada, 2015).

Pariwisata sangat tanggap terhadap berbagai trend dan perkembangan baru. Hal ini dapat diindikasi dari adanya perubahan orientasi wisatawan yang semulanya sekedar tertarik pada wisata konvensional seperti tertarik pada sea, sand dan sun bergeser kepada kebudayaan dan kehidupan masyarakat ataupun wisata minat khusus lainnya yang lebih variatif dan impresif. Ketertarikan itu mampu meningkatkan lamanya kunjungan


(26)

wisatawan, jika terdapat kebudayaan atau kehidupan masyarakat yang dapat mereka apresiasikan kepada wisatawan.

Oleh karena itu partisipasi masyarakat merupakan aspek penting dalam pengembangan ekowisata. Artinya, sebelum ekowisata dikembangkan harus ada upaya sadar untuk meningkatkan kapasitas masyarakat lokal agar dapat berpartisipasi aktif dalam program. Dengan partisipasi masyarakat yang baik, dapat menjadi jaminan kesuksesan ekowisata yang dapat dikembangkan. Dengan itu masyarakat sebagai pemilik SD (sumber daya) pariwisata dapat menyadari hak dan kewajiban mereka untuk menjaga keberlanjutan suatu DTW lewat kegiatan ekowisata. Kegiatan ekowisata selain memberi manfaat bagi masyarakat lokal juga harus memberi kontribusi langsung bagi kegiatan konservasi lingkungan. Hal ini penting dilakukan, agar dalam mengembangkan usahanya, masyarakat lokal memiliki rambu-rambu konservasi yang harus dijaga, dan dalam hubungan dengan

stakeholders lain juga dapat saling bekerjasama untuk melaksanakan kegiatan ekowisata.

Melihat fenomena-fenomena tersebut, maka penelitian ini penting untuk mengidentifikasi bentuk partisipasi masyarakat dalam praktik ekowisata yang dilakukan di kampung tradisional Bena. Selain itu, penelitian ini penting untuk dilakukan karena tidak semua destinasi wisata melibatkan masyarakat lokal dalam pengelolaannya, serta lewat penelitian ini masyarakat Bena sendiri dapat mempertahankan kelestarian alam beserta lingkungannya dan budaya mereka selain sebagai contoh atau teladan bagi desa yang lain, juga sebagai salah satu sumber pendapatan yang dapat meningkatkan perekonomian masyarakat lokal Kampung Tradisional Bena.


(27)

Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana Praktik Ekowisata di Kampung Tradisonal Bena, Desa Tiworiwu Kabupaten Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur ?

2. Bagaimana Interaksi Masyarakat dengan Wisatawan dalam Praktik Ekowisata di Kampung Tradisonal Bena, Desa Tiworiwu Kabupaten Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur ?

3. Bagaimana Bentuk Partisipasi Masyarakat dalam Praktik Ekowisata di Kampung Tradisional Bena, Desa Tiworiwu, Kabupaten Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur ?

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, yang menjadi tujuan dari penelitiian ini adalah :

1. Untuk mengidentifikasi praktik ekowisata di Kampung Tradisonal Bena, Desa Tiworiwu, Kabupaten Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

2. Untuk mengetahui interaksi masyarakat dengan wisatawan dalam praktik ekowisata di Kampung Tradisonal Bena, Desa Tiworiwu Kabupaten Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur ?

3. Untuk mengetahui bentuk partisipasi masyarakat dalam praktik ekowisata di Kampung Tradisional Bena, Desa Tiworiwu, Kabupaten Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur.


(28)

1.4Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian, yaitu : 1. Manfaat Akademis

Berdasarkan penelitian ini, diharapkan dapat menambah wawasan mahasiswa dalam bidang pariwisata yaitu dalam memahami ekowisata sebagai bentuk partisipasi masyarakat di sebuah destinasi wisata dan dapat dijadikan pijakan untuk penelitian sejenis yang lebih mendalam lagi.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan gambaran bagi pihak-pihak pengelola pariwisata bahwa peran masyarakat lokal sangat penting dalam menjaga keberlanjutan daerahnya serta dapat menjadi suatu gagasan yang dapat menjadi pertimbangan bagi Pemerintah Kabupaten Ngada dalam hal pengambilan kebijakan tentang partisipasi masyarakat dalam praktik ekowisata kampung tradisional Bena sebagai warisan budaya luhur Kabupaten Ngada khususnya.


(29)

Dalam penelitian yang berjudul “Partisipasi Masyarakat Dalam Praktik Ekowisata di Kampung Tradisional Bena, Desa Tiworiwu, Kabupaten Ngada“ ini menggunakan sistematika pembahasan sebagai berikut:

BAB 1 : PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan diuraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS

Dalam bab ini akan diuraikan telaah hasil penelitian sebelumnya, dan deskripsi konsep yang terdiri dari konsep ekowisata, konsep partisipasi, konsep interaksi, konsep masyarakat dan tipologi partisipasi masyarakat.

BAB III : METODE PENELITIAN

Dalam bab ini diuraikan tentang lokasi penelitian, ruang lingkup penelitian, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, teknik penentuan informan, dan teknik analisis data.

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan diuraikan gambaran umum lokasi penelitian serta hasil dan pembahasan terhadap masalah yang diteliti yaitu terkait Bentuk Partisipasi Masyarakat dalam Praktik Ekowisata di Kampung Tradisional Bena, Desa Tiworiwu, Kabupaten Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur.


(30)

Bagian ini merupakan bab penutup yang terdiri atas simpulan yang diperoleh dari hasil dan pembahasan tentang permasalahan yang diteliti dan saran yang diberikan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan praktik ekowisata di kampung tradisional Bena dan tindak lanjut penelitian selanjutnya.


(31)

BAB II

LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS

2.1 Telaah Hasil Penelitian Sebelumnya

Peneltian sebelumnya dilakukan oleh Adikampana (2012) yang berjudul “Desa Wisata Berbasis Masyarakat Sebagai Model Pemberdayaan Masyarakat di Desa Pinge”. Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa pemberdayaan masyarakat atau komunitas lokal merupakan paradigma yang sangat penting dalam kerangka pengembangan kepariwisataan. Pentingnya pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan tersebut yang dikutip oleh Murphy, 1987 dalam Adikampana (2012) dikatakan bahwa pariwisata sebagai “community industry”, sehingga keberlanjutan pembangunan pariwisata sangat tergantung dan ditentukan oleh dukungan, penerimaan, dan toleransi terutama dari masyarakat di sekitar kegiatan pariwisata (lokal). Memastikan bahwa pengembangan pariwisata di Desa Wisata Pinge dapat berkelanjutan, maka hal mendasar yang harus diwujudkan adalah memfasilitasi keterlibatan luas masyarakat lokal dalam proses pengembangan dan mengoptimalkan manfaat sosial budaya, lingkungan, dan ekonomi dari kegiatan desa wisata tersebut.

Dalam rangka memfasilitasi keterlibatan dan optimalisasi manfaat Desa Wisata Pinge bagi masyarakat lokal, maka model pemberdayaan masyarakat yang akan dirumuskan dalam pengembangan Desa Wisata Pinge diarahkan pada:

1. Penguatan kapasitas dan peran masyarakat Desa Pinge untuk turut serta aktif dalam kegiatan dan proses pembangunan desa wisata.


(32)

2. Penguatan akses dan kesempatan berusaha bagi masyarakat Desa Pinge untuk meningkatkan manfaat ekonomi desa wisata.

Persamaaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah terletak pada fokus penelitian yaitu sama-sama berfokus pada partisipasi masyarakat dalam pengelolaan pariwisata. Perbedaannya terletak pada lokus penelitian yaitu penelitian sebelumnya lokusnya di Desa Pinge sedangkan penelitian yang akan dilakukan peneliti berlokasi di Kampung Tradisional Bena, Kabupaten Ngada tentang bentuk partisipasi masyarakat dalam praktik ekowisata.

Penelitian terkait dengan fokus penelitian juga dilakukan oleh Karsudi dkk, (2010) dengan judul “Strategi Pengembangan Ekowisata di Kabupaten Kepulauan Yapen Provinsi Papua”. Hasil penelitian ini adalah sebagian besar objek wisata di Kabupaten KepulauanYapen baik objek wisata laut, perairan, maupun daratan layak dikembangkan sebagai objek daya tarik ekowisata.

Namun, terdapat beberapa potensi objek wisata yang belum layak dikembangkan sebagai objek daya tarik ekowisata karena memiliki hambatan dan kendala untuk dikembangkan yang antara lain berupa potensi pasar yang belum mendukung, lokasi objek yang jauh, dan adanya kesulitan dalam hal aksesibilitas, pengelolaan dan pelayanan belum sesuai dengan standar, akomodasi belum memenuhi syarat, dan hubungan dengan objek sejenis lainnya yang cukup tinggi.

Untuk mengembangkan daerah yang belum berpotensi menjadi daerah berpotensi sebagai DTW diperlukan upaya-upaya promosi dan pemasaran guna menarik potensi pasar, memperkecil kendala aksesibilitas melalui penyediaan sarana prasarana model transportasi, meningkatkan pengelolaan dan pelayanan sesuai standar pelayanan, melakukan pemenuhan


(33)

terhadap standar akomodasi yang diperlukan, dan meningkatkan diversifikasi atraksi wisata. Berdasarkan kondisi objektif pengembangan ekowisata saat ini maka strategi pengembangan yang dapat diterapkan yaitu strategi pesimis melalui upaya penataan ruang wisata, pengembangan manajemen atraksi, pengembangan promosi dan pemasaran, pengembangan regulasi dan organisasi pengelola ekowisata, dan menciptakan situasi keamanan yang kondusif baik di dalam maupun luar kawasan wisata.

Persamaan penelitian ini dengan peneliti yang akan dilakukan adalah terletak pada fokusnya yaitu sama-sama mengkaji tentang ekowisata sedangkan perbedaannya terletak pada lokus penelitian yang mana penelitian sebelumnya dilakukan di Kabupaten Kepulauan Yapen Provinsi Papua sedangkan penelitian yang akan dilakukan berlokasi di Kampung Tradisional Bena, Kabupaten Ngada.

2.2 Landasan Konsep

2.2.1 Konsep Ekowisata

Deklarasi Quebec dalam Arida (2009) secara spesifik menyebutkan bahwa ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang mengadopsi prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan (suistanable tourism) yang membedakannya dengan bentuk wisata lain. Dalam praktik, hal itu terlihat dalam bentuk kegiatan wisata sebagai berikut :

1. Secara aktif menyumbang kegiatan konservasi alam dan budaya.

2. Melibatkan masyarakat lokal dalam proses perencanaan, pengembangan, pengelolaan wisata, serta memberikan sumbangan positif terhadap tingkat kesejahtraan masyarakat lokal.


(34)

3. Dilakukan dalam bentuk wisata independen atau organisasi dalam skala kecil. Dengan kata lain ekowisata adalah bentuk industri pariwisata berbasis lingkungan yang memberikan dampak kecil bagi kerusakan alam dan budaya lokal sekaligus menciptakan peluang kerja dan pendapatan, serta membantu kegiatan konservasi alam itu sendiri (Panos, dikutip oleh Ward, 1997 dalam Arida, 2009).

4. Ekowisata merupakan wisata berbasis alam yang berkelanjutan dengan fokus pengalaman dan pendidikan tentang alam, dikelola dengan sistem pengelolaan tertentu dan memberi dampak negatif paling rendah terhadap lingkungan, tidak bersifat konsumtif dan berorientasi pada lokal (dalam hal kontrol, manfaat yang dapat diambil dari kegiatan usaha), (Fennel, dalam Arida, 2009).

Konsep ekowisata dalam Deklarasi Quebec dan Fennel akan menjadi acuan dalam mendeskripsikan rumusan masalah pertama tentang praktik ekowisata di Kampung Tradisional Bena.

2.2.2 Konsep Partisipasi Masyarakat

Menurut Achmad Wazir (1999) partisipasi bisa diartikan sebagai keterlibatan seseorang secara sadar ke dalam interaksi sosial dalam situasi tertentu. Dengan pengertian itu, seseorang bisa berpartisipasi bila ia menemukan dirinya dengan atau dalam kelompok, melalui berbagai proses berbagi dengan orang lain dalam hal nilai, tradisi, perasaan, kesetiaan, kepatuhan dan tanggungjawab bersama.

Partisipasi masyarakat menurut Isbandi (2007) adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan


(35)

dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.

Pentingnya partisipasi dikemukakan oleh Conyers (1991) sebagai berikut: 1) Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal. 2) Bahwa masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk-beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut. 3) Bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri.

2.2.3 Konsep Interaksi

Mack menjelaskan bahwa interaksi adalah hubungan-hubungan sosial yang dinamis dan menyangkut hubungan-hubungan antar individu, baik antara individu dengan kelompok, maupun antara kelompok dengan kelompok.

Interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas sosial dan merupakan hubungan yang dinamis yang menyangkut hubungan antarindividu, antarkelompok dan antara individu dan kelompok (Soekanto, 2009). Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat (Soerjono Soekanto, 2009) yaitu: adanya kontak sosial, dan adanya komunikasi.


(36)

Secara harfiah kontak adalah bersama-sama menyentuh. Secara fisik, kontak baru terjadi apabila terjadi hubungan badaniah. Sebagai gejala sosial itu tidak perlu berarti suatu hubungan badaniah, karena orang dapat mengadakan hubungan tanpa harus menyentuhnya, seperti misalnya dengan cara berbicara dengan orang yang bersangkutan. Dengan berkembangnya teknologi dewasa ini, orang-orang dapat berhubungan satu sama lain dengan melalui telepon, telegraf, radio, dan yang lainnya yang tidak perlu memerlukan sentuhan badaniah. Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk (Soerjono Soekanto,2009) yaitu sebagai berikut :

1. Antara orang perorangan

2. Antara orang perorangan dengan suatu kelompok manusia atau sebaliknya. 3. Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya.

Kontak sosial memiliki beberapa sifat, yaitu kontak sosial positif dan kontak sosial negatif. Kontak sosial positif adalah kontak sosial yang mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan kontak sosial negatif mengarah kepada suatu pertentangan atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan kontak sosial. Selain itu kontak sosial juga memiliki sifat primer atau sekunder. Kontak primer terjadi apabila yang mengadakan hubungan langsung seperti bertemu dan berhadapan muka, sebaliknya kontak yang sekunder memerlukan suatu perantara.

b. Komunikasi

Komunikasi adalah bahwa seseorang yang memberi tafsiran kepada orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap), perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang


(37)

bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan. Dengan adanya komunikasi sikap dan perasaan kelompok dapat diketahui olek kelompok lain atau orang lain. Hal ini kemudian merupakan bahan untuk menentukan reaksi apa yang akan dilakukannya. Dalam komunikasi kemungkinan sekali terjadi berbagai macam penafsiran terhadap tingkah laku orang lain. Seulas senyum misalnya, dapat ditafsirkan sebagai keramah tamahan, sikap bersahabat atau bahkan sebagai sikap sinis dan sikap ingin menunjukan kemenangan. Dengan demikian komunikasi memungkinkan kerja sama antar perorangan dan atau antar kelompok. Tetapi disamping itu juga komunikasi bisa menghasilkan pertikaian yang terjadi karena salah paham yang masing-masing tidak mau mengalah.

Konsep interaksi sosial menurut Mack ini akan digunakan untuk menjawab rumusan masalah pertama terkait dengan sudah sejauh mana interaksi masyarakat dengan wisatawan yang ada di lokasi penelitian.

2.2.4Konsep Masyarakat

Masyarakat merupakan suatu kehidupan bersama manusia yang mempunyai ciri-ciri pokok, yaitu: manusia hidup bersama, bercampur atau bersama-sama untuk jangka waktu yang lama, menyadari bahwa mereka merupakan suatu kesatuan, mematuhi norma-norma peraturan yang menjadi kesepakatan bersama, menyadari bahwa mereka bersanma-sama diikat oleh perasaan diantara para anggota yang lainnya, menghasilkan kebudayaan tertentu.


(38)

Menurut Koentjaraningrat tahun 2011, masyarakat didefinisikan sebagai berikut: "merupakan kesatuan hidup manusia yang berinteraksi sesuai dengan sistem adat-istiadat tertentu yang sifatnya berkesinambungan dan terkait oleh suatu rasa identitas bersama". Melihat definisi tersebut di atas, maka tidak semua kesatuan manusia yang saling berinteraksi merupakan masyarakat. Oleh karena itu masyarakat harus memiliki ikatan/ persyaratan khusus seperti tersebut di atas, maka makin besar dan kompleks masyarakat, makin banyak jumlah kelompok dan perkumpulan yang ada didalamnya. Koentjaraningrat juga mengistilahkan masyarakat sebagai komunitas. Sifat dari komunitas adalah adanya wilayah, cinta (keterikatan) terhadap wilayah, serta keterikatan itu merupakan dasar dari perasaan patriotisme, nasionalisme, dan lain-lain.

1.3Teori Analisis

2.3.1 Tipologi Partisipasi Masyarakat

Bentuk partisipasi masyarakat lokal dalam sektor pariwisata dapat dibedakan ke dalam beberapa tipe sebagaimana yang dikemukakan oleh Tosun dalam Tosun’s typology of participation. Tipologi partisipasi ini diperkenalkan pertama kali pada tahun 1999 yang didesain khusus untuk mengkaji partisipasi masyarakat dalam sektor pariwisata karena mengelaborasikan tiap tipe partisipasi masyarakatnya dengan referensi khusus terkait industri pariwisata (Tosun, 2006). Tosun membagi bentuk partisipasi masyarakat tersbut ke dalam tiga tipe partisipasi beserta karakteristiknya masing-masing yaitu sebagai berikut:


(39)

Tabel 2.1

Karakteristik dari Masing-Masing Tipe dalam Tosun’s typology of participation

No. Tipe Karakteristik

1. Partisipasi Paksaan (Coercive Participation)

a. Partisipasi bersifat top-down, partisipasi pasif, dimanipulasi dan dibuat-buat yang diciptakan sebagai pengganti partisipasi yang sesungguhnya.

b. Partisipasi yang terjadi umumnya secara tidak langsung.

c. Tidak ada pembagian keuntungan bagi masyarakat lokalnya.

d. Masyarakat sering dihadapkan hanya pada satu pilihan sehingga cenderung menerima segala keputusan.

e. Sangat terasa dominasi pihak luar dibandingkan masyarakat lokal setempat (paternalisme).

2. Partisipasi Terdorong (Induced Participation)

a. Partisipasi yang muncul masih bersifat

top-down, partisipasi pasif, dan termasuk pseudo-participation


(40)

b. Partisipasi yang terjadi umumnya secara tidak langsung.

c. Masyarakat lokal mendapat kesempatan mendengarkan dan didengarkan tetapi belum tentu pandangan mereka dipertimbangkan oleh pengambil keputusan (tokenisme).

d. Masyarakat mulai memperoleh hak dalam pembagian keuntungan.

e. Terdapat alternatif pilihan dari suatu usulan yang ditawarkan dan terdapat pula feedback dari masyarakat.

3. Partisipasi Spontan (Spontaneous Participation)

a. Partisipasi yang muncul telah bersifat

bottom-up, partisipasi aktif, dan termasuk partisipasi asli.

b. Partisipasi dilakukan secara langsung. c. Masyarakat terlibat dalam pengambilan

keputusan.

d. Masyarakat memiliki kesempatan untuk melakukan perencanaan sendiri, diberikan tanggung jawab manajerial,


(41)

serta wewenang yang sepenuhnya. Sumber: Tosun, 2006.

Tipologi partisipasi masyarakat menurut Tosun akan digunakan untuk menjawab rumusan masalah ketiga. Tipologi partisipasi masyarakat menurut Tosun ini digunakan untuk menjawab rumusan masalah ketiga dimana konsep partisipasi menurut Tosun ini untuk mengetahui bentuk partisipasi masyarakat lokal dalam praktik ekowisata di kampung tradisional Bena. Berbagai hasil temuan dilapangan akan dianalisis untuk kemudian dicocokan dengan karakteristik dari tiga tipe yang ada. Karakteristik yang paling mendekati dengan keadaan dilapangan akan menunjukan tingkat partisipasi masyarakat di lokasi penelitian.


(1)

Secara harfiah kontak adalah bersama-sama menyentuh. Secara fisik, kontak baru terjadi apabila terjadi hubungan badaniah. Sebagai gejala sosial itu tidak perlu berarti suatu hubungan badaniah, karena orang dapat mengadakan hubungan tanpa harus menyentuhnya, seperti misalnya dengan cara berbicara dengan orang yang bersangkutan. Dengan berkembangnya teknologi dewasa ini, orang-orang dapat berhubungan satu sama lain dengan melalui telepon, telegraf, radio, dan yang lainnya yang tidak perlu memerlukan sentuhan badaniah. Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk (Soerjono Soekanto,2009) yaitu sebagai berikut :

1. Antara orang perorangan

2. Antara orang perorangan dengan suatu kelompok manusia atau sebaliknya. 3. Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya.

Kontak sosial memiliki beberapa sifat, yaitu kontak sosial positif dan kontak sosial negatif. Kontak sosial positif adalah kontak sosial yang mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan kontak sosial negatif mengarah kepada suatu pertentangan atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan kontak sosial. Selain itu kontak sosial juga memiliki sifat primer atau sekunder. Kontak primer terjadi apabila yang mengadakan hubungan langsung seperti bertemu dan berhadapan muka, sebaliknya kontak yang sekunder memerlukan suatu perantara.

b. Komunikasi

Komunikasi adalah bahwa seseorang yang memberi tafsiran kepada orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap), perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang


(2)

bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan. Dengan adanya komunikasi sikap dan perasaan kelompok dapat diketahui olek kelompok lain atau orang lain. Hal ini kemudian merupakan bahan untuk menentukan reaksi apa yang akan dilakukannya. Dalam komunikasi kemungkinan sekali terjadi berbagai macam penafsiran terhadap tingkah laku orang lain. Seulas senyum misalnya, dapat ditafsirkan sebagai keramah tamahan, sikap bersahabat atau bahkan sebagai sikap sinis dan sikap ingin menunjukan kemenangan. Dengan demikian komunikasi memungkinkan kerja sama antar perorangan dan atau antar kelompok. Tetapi disamping itu juga komunikasi bisa menghasilkan pertikaian yang terjadi karena salah paham yang masing-masing tidak mau mengalah.

Konsep interaksi sosial menurut Mack ini akan digunakan untuk menjawab rumusan masalah pertama terkait dengan sudah sejauh mana interaksi masyarakat dengan wisatawan yang ada di lokasi penelitian.

2.2.4 Konsep Masyarakat

Masyarakat merupakan suatu kehidupan bersama manusia yang mempunyai ciri-ciri pokok, yaitu: manusia hidup bersama, bercampur atau bersama-sama untuk jangka waktu yang lama, menyadari bahwa mereka merupakan suatu kesatuan, mematuhi norma-norma peraturan yang menjadi kesepakatan bersama, menyadari bahwa mereka bersanma-sama diikat oleh perasaan diantara para anggota yang lainnya, menghasilkan kebudayaan tertentu.


(3)

Menurut Koentjaraningrat tahun 2011, masyarakat didefinisikan sebagai berikut: "merupakan kesatuan hidup manusia yang berinteraksi sesuai dengan sistem adat-istiadat tertentu yang sifatnya berkesinambungan dan terkait oleh suatu rasa identitas bersama". Melihat definisi tersebut di atas, maka tidak semua kesatuan manusia yang saling berinteraksi merupakan masyarakat. Oleh karena itu masyarakat harus memiliki ikatan/ persyaratan khusus seperti tersebut di atas, maka makin besar dan kompleks masyarakat, makin banyak jumlah kelompok dan perkumpulan yang ada didalamnya. Koentjaraningrat juga mengistilahkan masyarakat sebagai komunitas. Sifat dari komunitas adalah adanya wilayah, cinta (keterikatan) terhadap wilayah, serta keterikatan itu merupakan dasar dari perasaan patriotisme, nasionalisme, dan lain-lain.

1.3 Teori Analisis

2.3.1 Tipologi Partisipasi Masyarakat

Bentuk partisipasi masyarakat lokal dalam sektor pariwisata dapat dibedakan ke dalam beberapa tipe sebagaimana yang dikemukakan oleh Tosun dalam Tosun’s typology of participation. Tipologi partisipasi ini diperkenalkan pertama kali pada tahun 1999 yang didesain khusus untuk mengkaji partisipasi masyarakat dalam sektor pariwisata karena mengelaborasikan tiap tipe partisipasi masyarakatnya dengan referensi khusus terkait industri pariwisata (Tosun, 2006). Tosun membagi bentuk partisipasi masyarakat tersbut ke dalam tiga tipe partisipasi beserta karakteristiknya masing-masing yaitu sebagai berikut:


(4)

Tabel 2.1

Karakteristik dari Masing-Masing Tipe dalam Tosun’s typology of participation

No. Tipe Karakteristik

1. Partisipasi Paksaan (Coercive Participation)

a. Partisipasi bersifat top-down, partisipasi pasif, dimanipulasi dan dibuat-buat yang diciptakan sebagai pengganti partisipasi yang sesungguhnya.

b. Partisipasi yang terjadi umumnya secara tidak langsung.

c. Tidak ada pembagian keuntungan bagi masyarakat lokalnya.

d. Masyarakat sering dihadapkan hanya pada satu pilihan sehingga cenderung menerima segala keputusan.

e. Sangat terasa dominasi pihak luar dibandingkan masyarakat lokal setempat (paternalisme).

2. Partisipasi Terdorong (Induced Participation)

a. Partisipasi yang muncul masih bersifat top-down, partisipasi pasif, dan termasuk pseudo-participation (partisipasi semu).


(5)

b. Partisipasi yang terjadi umumnya secara tidak langsung.

c. Masyarakat lokal mendapat kesempatan mendengarkan dan didengarkan tetapi belum tentu pandangan mereka dipertimbangkan oleh pengambil keputusan (tokenisme).

d. Masyarakat mulai memperoleh hak dalam pembagian keuntungan.

e. Terdapat alternatif pilihan dari suatu usulan yang ditawarkan dan terdapat pula feedback dari masyarakat.

3. Partisipasi Spontan (Spontaneous Participation)

a. Partisipasi yang muncul telah bersifat bottom-up, partisipasi aktif, dan termasuk partisipasi asli.

b. Partisipasi dilakukan secara langsung. c. Masyarakat terlibat dalam pengambilan

keputusan.

d. Masyarakat memiliki kesempatan untuk melakukan perencanaan sendiri, diberikan tanggung jawab manajerial,


(6)

serta wewenang yang sepenuhnya. Sumber: Tosun, 2006.

Tipologi partisipasi masyarakat menurut Tosun akan digunakan untuk menjawab rumusan masalah ketiga. Tipologi partisipasi masyarakat menurut Tosun ini digunakan untuk menjawab rumusan masalah ketiga dimana konsep partisipasi menurut Tosun ini untuk mengetahui bentuk partisipasi masyarakat lokal dalam praktik ekowisata di kampung tradisional Bena. Berbagai hasil temuan dilapangan akan dianalisis untuk kemudian dicocokan dengan karakteristik dari tiga tipe yang ada. Karakteristik yang paling mendekati dengan keadaan dilapangan akan menunjukan tingkat partisipasi masyarakat di lokasi penelitian.