POTENSI DAN TINGKAT EKSPLOITASI ABALON (Haliotis squamta) DI PANTAI DESA CEMAGI,MENGWI, BADUNG.

1

POTENSI DAN TINGKAT EKSPLOITASI ABALON (Haliotis squamta)
DI PANTAI DESA CEMAGI,MENGWI, BADUNG
Deny Suhernawan Yusup 1*; IB. Made Suaskara1; G.S. Indrawan2, Komang Triwiyanto2
1.
Jurusan Biologi FMIPA UNUD;
2.
Alumni Jur Biologi FMIPA UNUD
*.Kelompok Studi Pesisir dan Kelautan FMIPA UNUD
e-mail: dsyusup@yahoo.com
Abstrak
Abalon Heliotis squamata adalah salah satu plasmanutfah indigenus Bali di kawasan perairan pantai di
Desa Cemagi Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung. Abalon ini terindikasi mengalami tekanan akibat
eksploitasi secara terus menerus oleh masyarakat (data tentang potensi sumberdaya dan tingkat eksploitasi
sumberdaya H. squamata di kawasan tersebut belum ada).
Hasil penelitian mengindikasikan kepadatan abalon di perairan pantai Desa Cemagi tergolong rendah
(2-5 individu/meter), nilai CPUE berkisar antara 4,3 (bulan Juni) sampai 36,8 (Maret) dengan RPUE antara
Rp. 12.000 (Juni) sampai 110.000 (Maret). Jenis-jenis rumput laut yang merupakan pakan abalon ditemukan
17 jenis , dan jenis-jenis rumput laut yang menjadi bahan pakan abalon adalah Gracilaria sp , Ulva sp ,
Sargassum sp dan bulung sabun. Ttanaman lamun ditemukan 4 genus yaitu Thalassia hemprichi;

Cymodocea sp dan Enhalus acroides dan Halodule sp.
Nelayan di Desa Cemagi terdapat 3 kelompok nelayan yaitu Baruna Jaya (I,II,III), namun pada
umumnya kegiatan penangkapan abalon hanya merupakan kegiatan tambahan disamping sebagai nelayan
ikan, petani dan pegawai pariwisata maupun pemerintah. Aktifitas pengambilan dilakukan dengan frekuensi
6 - 8 kali dalam sebulan, pada sekitar bulan purnama dan bulan kecil. Pengambilan dilakukan masih belum
adanya seleksi terhadap ukuran abalon sehingga sering ditemukan adanya abalon yang belum matang gonad
sudah ditangkap. Hal ini jika di lakukan dalam jangka panjang dapat berdampak terhadap keberadaan
plasma nutfah abalon H. squamata di kawasan pantai tersebut.
Seiring dengan berkembangnya industri pariwisata di Desa Cemagi, pengalihan fungsi lahan pertanian
menjadi fasilitas pariwisata semakin meningkat sehingga, struktur dan kegiatan masyarakat Desa Cemagi
juga terindikasi adanya pergeseran dari nelayan dan pertanian ke sektor pariwisata, terutama generasi muda.
Kata Kunci: Abalon; Haliotis squamata; Indigenus Bali; Konservasi
Abstract
Due to lack of data, a reasearch on the natural resources potention and the exploitation status of abalone,
Haliotis squamata , at Cemagi Village, Mengwi, Badung was carried out from March up to June 2014.
The result indicated that abalone density was low (2-5 individual/meter), CPUE was rank from 4.3 (June)
upto 36.8 (March) and the RPUE was rank from ID 12.000,- (June) up to 110.000,- (March). Alga (seaweed)
identified was 17 species, however one of the is unidentified yet due to lack of speciemen. The species of
Gracilaria sp , Ulva sp , Sargassum sp local name" bulung sabun" were recognised as the food source of
abalone. The seagrass species identified were four species i.e. Thalassia hemprichi; Cymodocea sp dan


Enhalus acroides dan Halodule sp.
The fishermen at Cemagi Village were grouped into 3 major groups i.e Baruna Jaya,nevertheless
overally the abalone fishermen was only side activities of the fishermen and local people working
as farmer and either private or gouverment employee.
The frequency of catching activities was between 6 – 8 per month, mainly at loww tide and spring
tide periode. Such activities was also not size selected, immature individual was also caught. Such
activities could decrease the abalone sources at the Cemagi waters.
The socio-environment observation indicated the progress increase of tourism activities at Cemagi
Village leading to the changging of young-local people activities particularly to be tourism
employee and also the progress increase of habitat replacement for tourism facilities.
Key words: Abalone; Haliotis squamata; Indigenus Bali; conservancy

2

1. Pendahuluan
Abalon merupakan salah satu komoditi perikanan laut yang memiliki nilai ekonomi yang
prospektif karena harga yang cukup mahal dan ketersediaannya masih di bawah permintaan pasar
international (Freeman, 2001). Suplai pasar abalon dari di negara-negara produser utama abalone
(Jepang, Taiwan, Amerika Serikat dan Australia) masih belum dapat memenuhi kebutuhan pasar.

Kontribusi Indonesia terhadap industri perikanan abalon masih sangat minim dikarenakan
perikanan abalone di Indonesia masih tergolong kecil dan belum memasyarakat dibandingkan
usaha perikanan lainnya (seperti udang, ikan dan rumput laut) (Setyono, 2004).

Selain itu,

perikanan abalon di Indonesia masih tergantung pada hasil tangkapan dari alam (Rusdi dkk., 2011).
Sumberdaya alam abalon di Indonesia tersebar luas di perairan Sumatra, Sulawesi, NTT,
Madura, Maluku dan B ali.

Jenis abalon yang telah dikembangkan adalah Haliotis asinina ,

Haliotis squamata dan Haliotis diversicolor (Fermin dan Encena II, 2009; Susanto dkk., 2010;

Rusdi dkk, 2011). Di wilayah perairan Bali, H squamata adalah indigenus di kawasan pantai Desa
Cemagi Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung. Sumberdaya abalon di kawasan tersebut
tergolong melimpah dan telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat. Belum ada informasi ilmiah
hasil penelitian tentang potensi dan tingkat eksploitasi abalon H. squamata di wilayah tersebut.
Hasil studi pendahuluan mengindikasikan bahwa populasi abalon di kawasan pantai Desa
Cemagi Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung telah mengalami tekanan yang berasal dari

aktifitas pengambilan (eksploitasi) abalon oleh masyrakat secara terus menerus tanpa pengelolaan
yang menjamin sustainabilitas sumberdaya abalon di kawasan tersebut. Tekanan lainnya berasal
dari pengalihan fungsi kawasan sekitar habitat abalon untuk perkembangan pariwisata bahari.
Untuk itu sangat urgen untuk dilakukan penelitian tentang potensi dan tingkat eksplotasi
sumberdaya abalon H. squamata guna menyusun konsep pemanfaatan abalon yang sustainabel di
kawasan pantai Desa Cemagi Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung.
2. Bahan dan Metode
Lokasi penelitian
Penelitian utama akan dilakukan habitat abalon di kawasan perairan pantai Desa Cemagi dan
sekitarnya Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung Propinsi Bali.
Potensi sumberdaya abalon dan pendukung (bahan pakan)
Penelitian potensi sumberdaya abalon meliputi data kelimpahan dan sebaran abalon.
Pengambilan data di lokasi pengambilan abalon ( sampling site) menggunakan metode transek
tegak lurus pantai dari English et al. (1994).
Data sumberdaya pendukung (jenis bahan pakan abalon) yang diamati meliputi jenis alga dan
tanaman lamun.

Pengamatan dilakukan secara simultan pada kuadrat penelitian abalon.

Pengamatan rumput laut dan tanaman lamun menggunakan metode Short et al., (2004). Identifikasi


3

alga menggunakan Mather and Bennet (1994), identifikasi tanaman lamun menggunakan acuan
dari Short et al. (2004) dan McKenzie and Yoshida (2009).

Aktifitas eksploitasi abalon
Penelitian tentang aktifitas dilakukan dengan metode wawancara, data yang diamati mencakup
kelompok nelayan dan aktifitas eksploitasi abalon (frekuensi pengambilan abalon, jumlah dan
ukuran abalon yang ditangkap.
Gambaran kasar jumlah abalon yang terambil dari setiap pengambilan oleh nelayan dianalisa
dengan menggunakan catch per unit effort (CPUE) dari Bene dan Tewfik (2000).

(Ci = hasil tangkapan selama bulan i; Ei = Banyaknya melaut selama bulan i)
Nilai ekonomi aktifitas penangkapan abalon dianalisa dengan revenue per unit effort (RPUE)
dari Bene dan Tewfik (2000).

( CUPE = nilai CPUE bulan i ; Pi = harga pada bulan i

Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan yang diamati adalah faktor fisikaperairan pantai (kedalaman dasar perairan
dan tipe sedimen). Pengamatan faktor lingkungan juga dilakukan di kawasan darat sekitar pantai
yaitu peruntukkan kawasan.

Peruntukkan kawasan diklasifikasikan kedalam empat kelompok

peruntukkan yaitu pertanian, pemukiman dan pariwisata dan alami / tidak ada aktifitas.
3. Hasil
3.1. Potensi sumberdaya abalon
Sebaran abalon di pantai Mengening menunjukkan bahwa abalon hanya dapat ditemukan di
kawasan tubir dan tidak ditemukan di kawasan pantai.
Kepadatan abalon di pantai Mengening sangat rendah berkisar antara 2 – 5 individu/meter
persegi. Sebaran ukuran panjang cangkang abalon yang ditangkap berkisar antara antara 30 mm –
diatas 80 mm (Gambar 1)

Jumlah abalon ditangkap

4

40

35
30
25
20
15
10
5
0
3.5

4

4.5

5
5.5
6
6.5
7
7.5

Ukuran panjang cangkang (cm)

8

8.5

Gambar 1. Sebaran ukuran panjang cangkang abalon yang ditangkap

3.2. Sumberdaya pendukung (jenis bahan pakan)
Hasil pengamatan dan identifikasi alga di kawasan pantai Cemagi ditemukan 17 genus alga
yang tergolong 3 famili yaitu alga merah (Rhodophyceae),alga coklat (Phaeophyceae) dan alga
hijau (Chlorophyceae) , 4 jenis lamun (seagrass) . Alga merah teridentifikasi 6 jenis (Gracilaria sp,
Amphiroa sp, Porphyra sp, Eucheuma sp, Callophyllis sp dan Liagora sp). Alga cokelat 6 jenis

(Sargassum sp, Padina sp, Hypnea sp, Craspedocarpus sp, Ralfsia sp dan Fucus sp). Alga hijau 4
jenis (Ulva sp, Boergesinea sp, Caulerpa sp dan Cladophora sp). Satu jenis alga tidak
teridentifikasi, alga ini dikenal dengan nama lokal "bulung (alga) sabun".
Empat jenis lamun yang ditemukan yaitu Thalassia hemprichii; Cymodocea sp dan Enhalus
acroides dan Halodule sp.


3.3. Aktifitas eksploitasi abalon
Waktu Pengambilan abalon
Hasil wawancara dengan masyarakat diperoleh keterangan bahwa aktifitas pengambilan abalon
hanya dapat dilakukan pada waktu perairan surut, ketika bulan kecil ("tilem") atau bulan besar
(purnama) yaitu antara 3 – 5 hari setelah waktu bulan kecil dan bulan besar.
Jumlah dan nilai ekonomi Tangkapan
Hasil pengamatan mulai bulan Maret sampai Juni menunjuukan bahwa nilai CPUE berkisar
antara 4,3 kg (bulan Juni) sampai 36,8 kg (Maret) dan RPUE antara Rp. 12.000 (Juni) sampai
110.000 (Maret) dengan asumsi harga jual abalon di lapangan berkisar antara Rp.3.000,-.per ekor.
3.4. Faktor lingkungan
Kawasan Desa Cemagi pada dasarnya adalah kawasan pertanian yang memiliki wilayah
pantai. Seiring dengan perkembangan industri pariwisata, kawasan Desa Cemagi telah berkembang
menjadi salah satu kawasan pariwisata wilayah Kabupaten Badung yang berkembang pesat. Hal

5

ini diindikasikan dengan semakin banyaknya pengalihan fungsi lahan pertanian (sawah dan kebun)
menjadi kawasan fasilitas pariwisata seperti villa.

4. Pembahasan

Potensi sumberdaya abalon
Sumberdaya abalon di perairan Desa Cemagi tersebar di kawasan pantai Mengening dan
Pantai Seseh. Sebaran abalon di pantai Mengening mengindikasikan bahwa abalon ditemukan di
kawasan tubir, hal ini diindikasikan dengan tidak ditemukannya abalon di kawasan pantai dengan
kontur landai. Hal ini dimungkinkan bahwa abalon di kawasan pantai dengan kontur landai telah
tidak ada dikarenakan kemudahan untuk pengambilannya oleh masyarakat. Dengan kata lain bahwa
populasi abalon sudah tidak ada lagi di pinggir pantai. Sedangkan di perairan pantai Seseh, abalon
ditemukan di perairan lebih dalam karena kontur pantai yang curam. Menurut nelayan yang biasa
beraktifitas di kawasan pantai Seseh, abalon ditemukan di perairan agak dalam (lebih dari tiga
meter) dan pada batuan yang sulit dijangkau untuk menghindari hempasan air. Menurut nelayan
yang biasa beraktifitas di kawasan pantai Seseh, abalon ditemukan di perairan agak dalam (lebih
dari tiga meter) dan pada batuan yang sulit dijangkau untuk menghindari hempasan air. Menurut
Susanto et al. (2010) abalone menyukai daerah berbatuan pasir karena pada saat masih kecil ( spat)
hidup menempel pada substrat terutama pada daerah yang banyak tumbuh calcareous alga dan
abalone dewasa lebih memilih hidup di tempat yang banyak tumbuh makro alga (rumput laut) yang
merupakan makanan utamanya.
Kepadatan abalon di pantai Mengening sangat rendah berkisar antara 2 – 5 individu/meter
persegi. Rendahnya kepadatan dimungkinkan karena intensifnya aktifitas pengambilan abalon oleh
masyarakat. Meskipun jumlah individu yang diambil masyarakat sangat sedikit, namun dengan
jumlah pengambil yang banyak maka akan mengakibatkan intensifnya aktifitas pengambilan

abalon di kawasan pantai Mengening. Hal ini dapat dilihat tidak selesktifnya ukuran abalon yang
diambil masyarakat (diamater cangkang antara 30 mm – diatas 80 mm)
Sumberdaya pendukung (jenis bahan pakan)

Abalon tergolong hewan herbivora dengan bahan pakan utama alga mikro
(fitoplankton) dan makro (rumput laut). Jenis jenis alga yang ditemukan tersebut (17
jenis), beberapa diantaranya merupakan makanan abalone seperti Sargassum sp dan
Gracillaria sp (Qi et al., 2010), Ulva sp (Susanto et al., 2010). Penelitian Rusdi et al.

(2010) menunjukkan bahwa semakin tinggi proporsi Ulva sp dalam pakan kombinasi
dengan Gracillaria sp menghasilkan pertumbuhan juvenile H. squamata yang lebih baik.
Lebih lanjut Rusdi et al. (2010) mengatakan bahwa alga yang paling di sukai oleh abalon
adalah alga dengan tekstur lunak dan tipis, seperti genus Ulva sp dan Gracillaria sp.

6

Informasi yang diperoleh dari nelayan bahwa jenis alga lainnya yang disukai abalon adalah
alga yang dikenal masyarakat dengan nama “bulung sabun” Namun, nama ilmih dua
tersebut masih belum diketahui karena keterbatasan sampel yang jarang ditemukan dan
mudah rusak teksturnya.
Tanaman lamun yang ditemukan di kawasan pantai Cemagi ada 4 genus yaitu
Thalassia hemprichi; Cymodocea sp dan Enhalus acroides dan Halodule sp.

menurut masyarakat nelayan bahwa lamun bukan merupakan abalon.

Namun
Hal ini

dimungkinkan karena kandungan nutrisi lamun yang banyak mengandung selulosa yang
tidak tercerna oleh hewan monogastrik seperti abalone (Gatlin III, 2010) lebih lengkap
dibandiingkan tanaman lamun.
Waktu Pengambilan abalon
Hasil wawancara dengan masyarakat diperoleh keterangan bahwa aktifitas hanya dapat
mengambil abalon pada saat perairan surut, sehingga durasi waktu pengambilan abalon
hanya dua kali dalam satu bulan. Jumlah hari pengambilan abalaon dalam satu bulan
berkisar antara 3 – 4 hari. Waktu pengambilan abalon biasanya dilakukan masyarakat
setelah hari 3 pada saat bulan kecil (tilem) atau bulan besar (purnama). Sehingga total
waktu pengambilan abalon oleh masyarakat adalah 6 – 8 hari dalam satu bulan.
Menurut nelayan yang telah lama beraktifitas, waktu pengambilan abalon adalah pada
paska musim hujan (“bulan kedasa”). Selanjutnya dikatakan bahwa pada bulan tesebut,
banyak abalon yang berukuran cukup besar (Ø ≥ 50 mm). Hal ini dimunkinkan karena
pada bulan tersebut produktivita primer perairan meningkat perunahan musim ke kemarau
sehingga ada peiningkatan suhu perairan.
Jumlah dan nilai ekonomi Tangkapan
Hasil pengamatan mulai bulan Maret sampai Juni menunjuukan bahwa nilai CPUE berkisar
antara 4,kg (bulan Juni) sampai 36,8 kg (Maret) dan RPUE antara Rp. 12.000 (Juni) sampai
110.000

(Maret), secara keseluruhan menunjukkan bahwa aktifitas penangkapan abalone di

kawasan pantai Desa Cemagi tidak ekonomis karena hanya memberikan nilai tambah yang kecil.
Namun masyarakat masyarakat yang melakukan aktifitas penangkapan abalon di kawasan

ini adalah masyarakat yang menangkap abalon sebagai bagian dari rekreasi dan abalone
dimanfaatkan untuk konsumsi. Disamping itu aktifitas masyarakat terutama adalah sebagai
petani, nelayan ikan dan pegawai swasta dan pemerintah.
Rendahnya hasil tangkapan bulan Juni, diakinatkan menurunnya aktifitas penangkapan
dikarenakan pada bulan tersebut nabyaknya upacara keagamaan umat Hidu pada saat bulan

7

kecil dan bulan besar (Pernama) dan kondisi alam yang kurang mendukung akibat cuaca
yang kurang baik.
Peruntukan kawasan
Kawasan Desa Cemagi pada dasarnya adalah kawasan pertanian yang memiliki
wilayah pantai. Sehingga kebanykan aktifitas masyarakat golongan lanjut usia adalah
petani sebagai pekerjaan utama, namun juga sebagai nelayan.
Seiring dengan perkembangan industri pariwisata, kawasan Desa Cemagi telah
berkembang menjadi salah satu kawasan pariwisata wilayah Kabupaten Badung yang
berkembang pesat. Hal ini diindikasikan dengan semakin banyaknya pengalihan fungsi
lahan pertanian menjadi kawasan fasilitas pariwisata seperti villa.
Perkembangan pariwisata ini berpengaruh terhadap pola berfikir masyarakat golongan
generasi muda dari petani menjadi pekerja pariwisata. Faktor utama pemacu perubahan
aktifitas golongan generasi muda ini adalah pertimbangan faktor ekonomi. Pekerjaan
bidang pariwisata memberikan hasil lebih tinggi dibandingkan sebagai petani maupun
nelayan. Sehingga, generasi muda menjadikan aktifitas sebagai nelayan sebagai pekerjaan
sampingan atau berisfat rekreasi

5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil kesimpulan bahwa:
Sumberdaya alam abalon di perairan Desa Cemagi cukup potensial sebagai plasmanutfah local
Bali meskipun namun secara ekononomi hasil tangkapan dari alam kurang menguntungkan.
Keberlangsungan plasmanutfah H. squamata memerlukan perhatian karena penangkapan yang
belum belum selektif dan belum adanya pengaturan agar sustainable.
Seiring dengan semakin meningkatnya pengalihan fungsi kawasan menjadi kawasan pariwisata di n
Desa Cemagi, perlu adanya pemikiran untuk mengembangkan kawasan perairan pantai Desa
Cemagi Kecamatan Mengi Kabupaten Badung sebagai Kawasan Konservasi Laut (KKL) guna
menjamin sustainabilitas plsma nutfah di kawasa tersebut.

6. Ucapan Terimakasih
Penelitian ini dilaksanakan dengan anggaran dana desentralisasi (BOPTN) Hibah Bersaing tahun
Anggaran 2014 dengan nomer kontrak 103.18/UN14.2/PNL.01.03.00/2014 untuk pembiayaan penelitian
tahun 2014.

7. Daftar Pustaka.
Bene, C. dan Tewfik, A.. 2000. Analysisi of fishing effort allocation and fishermen

behavioural

8

through a system approach. United Kingdom :
University of Portsmouth.
English, S.C.W. and V.Baker. 1994. Survey Manual For Tropical Marine Resources.Australia
Institute Of Marine Science. Townville. Austaralia
Freeman, K.A. 2001. Aquaculture and Related Biological Attributes of Abalone Species in
Australia- Review. Fisheries Reserach Report No. 128. Western Asutralia Marine Research
Laboratories. Dept. Of Fisheries. Western of Autralia.
Fermin, A.. dan Vincent C. Encena II. 2009. Laporan Akhir SADI-ACIAR: Pengembangan
Industri Kerang Abalon di Kawasan Timur Indonesia. Australian Center for International
Agriculture Research.
Gatlin III, M., 2010. Principle Fish Nutrition. Southern Regional Aquaculture Center.SIRAC.
Publication no. 503.
Qi, Z., H. Liu; B. Li; Y. Mao; Z. Jiang dan J. Fang. 2010. Suitability of Two seaweed Gracillaria
lemaneiformis and Sargassum pallidum, as feed for the abalone H. discus hannai Ino.
Aquaculture. 300.p 189-193.
Rusdi, I.; A. Hanafi; B. Susanto dan M Marzuki. 2010. Peningkatan Sintasan Benih Abalon H.
squamata di Hatchery Melalui Optimalisasi Pakan dan Lingkungan. Laporan Akhir Program
Insentif Peningkatan Kemampuan Peneliti dan Rekayasa. Dewan Riset Nasional . Kementerian
Riset dan Teknologi.
Rusdi, I; B. Susanto; R. Rahmawati; I N. A. Giri . 2011. Petunjuk Teknis Pembenihan Abalon
Haliotis squamata . Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut. Balitbang
Kelautan dan Perikanan. Kementrian Kelautan dan Perikanan.
Short.F.T, L.J.McKenzie, R.G.Coles, K.P.Vidler.2004.Hand Out Seagrass –Watch
Western
Pacific Monitoring Methods: Summary Northern Fisheries Centre. Cairns.
Mather, P. dan I. Bennet. 1994. A Coral Reef Handbook: A Guide to the Geology, Flora and Fauna
of the Great Barrier Reef. Surrey
McKenzie, L. and Yoshida, R. 2009. Seagrass Watch: Proceeding of a Workshop
for
Monitoring Seagrass Habitats in Indonesia.TNC, CTC. Sanur Bali 9
May 2009
Susanto, B; I. Rusdi; R. Rahmawati; I.N.A. Giri; T. Sutarmat. 2010. Aplikasi Teknologi
Pembesaran Abalon (Haliotis squamata ) Dalam Menunjang Pemberdayaan Masyarakat
Pesisir.Prosiding Forum Inovasi Akuakultur.
Setyono, D.E.D. 2004. Abalon (Haliotis asinina L): Prospective Species for Aquaculture in
Indonesia. Oseana XXIX (2): 25-30.