PERKEMBANGAN DESA WISATA MUNGGU KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG.
TESIS
PERKEMBANGAN DESA WISATA MUNGGU
KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG
I GEDE SUNAR JAYA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
(2)
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Pariwisata saat ini memiliki peranan yang sangat penting tidak hanya dalam hubungan perekonomian nasional dan internasional, tetapi juga dalam bidang sosial budaya, pendidikan serta hubungan-hubungan yang lain dalam usaha ikut serta membina kesatuan bangsa, memupuk rasa cinta tanah air maupun memajukan kerja sama serta saling pengertian antar bangsa-bangsa. Pariwisata adalah suatu kegiatan yang secara langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat sehingga membawa berbagai dampak terhadap masyarakat setempat, bahkan pariwisata dikatakan mempunyai energy trigger yang luar biasa yang membuat masyarakat setempat mengalami metamorpose dalam berbagai aspeknya. Selain berbagai dampak positif hampir semua penelitian juga menunjukkan adanya berbagai dampak yang tidak diharapkan atau dampak negative seperti semakin tingginya kesenjangan pendapatan antara kelompok masyarakat, meningkatnya ketimpangan ekonomi, dan lain-lain (Sastrayuda, 2010).
Kekayaan objek wisata dan keunikan kebudayaan yang dimiliki oleh pulau Bali merupakan daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Sumber dan daya tarik wisata yang dimiliki pulau Bali ada tiga macam yaitu: pertama, objek wisata yang bersifat alamiah (objek wisata alam) seperti, pemandangan alam, iklim, lingkungan hidup, kerang dan iklim bawah laut, tebing, pantai dan gunung.
(3)
2
Contohnya Kebun Raya Bedugul, Taman Ayun, Uluwatu Pantai dan sebagainya. Kedua, sumber daya tarik buatan manusia seperti sisa peradaban, masa lampau, monument, museum dan sebagainya. Ketiga, sumber daya yang bersifat manusiawi. Sumber manusiawi melekat pada penduduk dalam bentuk sisa budaya, misalnya tarian, ngaben, drama dan sebagainya (Undang-Undang RI Nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan).
Perkembangan pariwisata di Bali sangat pesat, hal ini dapat dilihat semakin banyaknya wisatawan yang berkunjung ke daerah Bali disertai dengan meningkatnya kesehjateraan masyarakat daerah Bali terutama yang berada di tempat-tempat wisata, karena banyak dari mereka terjun langsung dalam dunia kepariwisataan menunjukan perkembangan yang tidak stabil. Perkembangan industri pariwisata menjadi daya tarik tersendiri bagi investor karena banyaknya masyarakat atau wisatawan yang ingin menghabiskan waktu untuk rekreasi di suatu destinasi wisata. Fasilitas yang ditawarkan dalam pariwisata dikembangkan sesuai kebutuhan wisatawan yang berkunjung ke suatu destinasi. Wisatawan nusantara memilih destinasi yang mampu menawarkan nilai kepuasan optimal walaupun dengan biaya yang relatif mahal (Damanik dan Teguh, 2012: 11).
Pengembangan destinasi pariwisata selain memberi kepuasan maupun pengalaman kepada wisatawan mestinya juga menguntungkan stakeholders, terutama mengurangi angka kemiskinan masyarakat lokal yang ada di suatu destinasi tersebut. Menurut Putra dan Pitana (2010: 25) mengungkapkan bahwa industri pariwisata berperan penting dalam mengurangi angka kemiskinan atau memiliki karakter pro-poor.
(4)
Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 pasal 4 dinyatakan bahwa tujuan kepariwisataan adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan rakyat; menghapus kemiskinan; mengatasi pengangguran; melestarikan alam, lingkungan, dan mengangkat citra bangsa; memupuk rasa cinta tanah air; memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa; sumber daya; memajukan kebudayaan; dan mempererat persahabatan antar bangsa. Pengembangan desa wisata harus memperhatikan kemampuan dan tingkat penerimaan masyarakat setempat yang akan dikembangkan menjadi desa wisata tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui karakter dan kemampuan masyarakat yang dapat dimanfaatkan dalam pengembangan desa wisata, menentukan jenis dan tingkat pemberdayaan masyarakat secara tepat. Untuk mengetahui penerimaan masyarakat terhadap kegiatan pengembangan desa wisata, maka dapat menggunakan kriteria; 1) Tidak bertentangan dengan adat istiadat budaya masyarakat setempat; 2) Pengembangan fisik yang diajukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan desa; 3) Memperhatikan unsur kelokalan dan keaslian; 4) Memberdayakan masyarakat desa; 5) Memperhatikan daya dukung dan daya tampung serta berwawasan lingkungan.
Bali merupakan pulau tujuan wisata besar dan terkenal di dunia, khususnya Kabupaten Badung yang merupakan pusat pariwisata yang ramai dan terkenal di pulau Bali. Hal ini menyebabkan bali khususnya Kabupaten Badung mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang pesat baik dari segi pembangunannya maupun penduduknya. Perkembangan penduduk di Kabupaten Badung baik karena kelahiran atau karena perpindahan, akan selalu membuat kebutuhan akan
(5)
4
rumah semakin meningkat pula. Perkembangan pariwisata sangat tergantung pada jumlah kunjungan wisatawan mancanegara maupun domestik. Jumlah kunjungan merupakan salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan pembangunan pariwisata. Dalam kenyataan perkembangan pariwisata memang telah dapat menunjang perekonomian masyarakat Bali, namum demikian kunjungan wisatawan setiap tahunnya mengalami suatu fluktuasi seiring dengan berjalannya waktu.
Kabupaten Badung adalah sebuah kabupaten yang terletak di Provinsi Bali, yang juga mengandalkan pariwisata di dalam pembangunan perekonomiannya. Data jumlah kunjungan wisatawan dari tahun kedatangan wisatawan mancanegara ke Bali pada bulan Januari 2016 mencapai 350.592 orang, dengan wisman yang datang melalui bandara sebanyak 343.663 orang, dan yang melalui pelabuhan laut sebesar 6.929 orang. Jumlah wisman ke Bali pada bulan Januari 2016 naik sebesar 16,19 persen dibandingkan dengan bulan Januari 2015 dan turun sebesar 5,41 persen dibandingkan dengan bulan Desember 2015. Menurut kebangsaan, wisman yang paling banyak datang ke Bali pada bulan Januari 2016 adalah wisman dengan kebangsaan Australia, Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, dan India dengan persentase masing-masing sebesar 25,10 persen, 21,94 persen, 4,72 persen, 4,07 persen, dan 3,91 persen (http://bali.bps.go.id/Brs/view/id/137).
Berdasarkan Surat Edaran Kadisparda Provinsi Bali Nomor 556/317/I/DISPAR tentang Pengembangan 100 Desa Wisata 2014-2018, dan Peraturan Bupati Badung Nomor 47 Tahun 2010 tentang Penetapan Kawasan Desa Wisata di Kabupaten Badung maka Kabupaten Badung memiliki 11 desa
(6)
wisata terletak di Badung Tengah dan Badung Utara. Pemikiran tentang pariwisata kerakyatan sangat hangat di perbincangkan di Kabupaten Badung pada akhir tahun 2009. Pemerintah Kabupaten Badung didalam mengembangkan pembangunan kepariwisataan telah merencanakan dan melaksanakan pemikiran tersebut melalui Peraturan Bupati Badung Nomor 47 Tahun 2010 tentang Penetapan Kawasan Desa Wisata di Kabupaten Badung. Sejak tahun 2010 Kabupaten Badung memiliki 11 Desa Wisata yang semuanya terletak di kawasan Badung Utara dan Badung Tengah yaitu : Desa Bongkasa Pertiwi, Desa Sangeh, Desa Pangsan, Desa Petang, Desa Pelaga, Desa Belok, Desa Canang Sari, Desa Baha, Desa Kapal, Desa Mengwi dan Desa Munggu (Disparda Kab. Badung, 2015).
Desa wisata merupakan suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku (Nuryanti, 1993). Di dalam komponen desa wisata ada akomodasi yang sebagian dari tempat tinggal para penduduk setempat dan atau unit-unit yang berkembang atas konsep tempat tinggal penduduk. Atraksi yang seluruh kehidupan keseharian penduduk setempat beserta seting fisik lokasi desa yang memungkinkan berintegrasinya wisatawan sebagai partisipasi aktif seperti, kursus tari, bahasa dan lain-lain yang spesifik.
Desa Wisata yang telah ditetapkan dalam Peraturan Bupati Badung memang semuanya memiliki potensi daya tarik wisata. Desa wisata Bongkasa Pertiwi yang terdapat di Kecamatan Abiansemal memiliki paparan sawah tadisional, rumah penduduk yang berstruktur bali, serta atraksi wisata rafting. Desa wisata Sangeh
(7)
6
juga memiliki daya tarik wisata yang menarik seperti hutan pala yang dihuni oleh sejumlah kera yang tidak terdapat di daerah lain di Pulau Bali, Pura Bukit Sari yang terdapat didalam hutan pala tersebut dan pohon lanang wadon.
Kecamatan Petang memiliki beberapa desa wisata diantaranya adalah Desa Wisata Pangsan yang mempunyai pemandangan persawahan yang indah yang dilengkapi dengan fasilitas tracking dan rafting. Desa wisata petang juga memiliki daya tarik wisata yaitu Goa kelelawar dan Pura Pucak Tadung di mana dari puncak ini kita dapat melihat hamparan wilayah Kabupaten Badung. Desa wisata Pelaga mengembangkan agrowisata ini dikenal sebagai penghasil sayur, buah, bunga dan ikan. Desa wisata ini juga memiliki daya tarik wisata jembatan Tukad Bangkung yang merupakan lokasi di selenggarakannya festival pertanian Kabupaten Badung setiap tahunnya. Disamping itu juga desa wisata ini memiliki sebuah air terjun yang diberi nama Air Terjun Nungnung yang merupakan salah satu daya tarik wisata yang memberikan pendapatan asli daerah melalui retribusi tiket masuk. Desa Wisata Belok juga memiliki potensi agrowisata, sedangkan desa wisata Canang Sari memiliki atraksi wisata gajah oleh Bali Elephant Champ,
Rafting dan di desa wisata ini terdapat monument I Gusti Ngurah Rai. Sehingga,
tujuan pemerintah daerah dalam mengembangkan desa wisata dalam perjalanan selama 5 tahun dari sejak ditetapkan sebagai desa wisata, terpelihara dan terbinanya terus menerus tata kehidupan, seni budaya masyarakat daerah, dan memanfaatkan potensi lingkungan guna kepentingan wisata budaya, wisata agro, wisata tirta, wisata spiritual dan wisata oleh raga dalam rangka peningkatan dan pemberdayaan ekonomi kerakyatan. Banyak dari desa wisata tersebut yang sudah
(8)
berkembang dalam pengeloaanya. Akan tetapi tidak sedikit juga desa wisata yang kurang berkembang dalam pengelolaan maupun keberlanjutanya yang melenceng dari tujuan utama ditetapkannya sebagai desa wisata.
Kecamatan Mengwi adalah salah satu wilayah yang memiliki sektor unggulan pariwisata yang di dalamnya dapat beberapa Desa wisata. Luas wilayah Kecamatan Mengwi adalah 82 km2 terdiri dari 5 Kelurahan, 15 Desa, 187 Banjar Dinas / Lingkungan dan 38 Desa Adat dengan 211 Banjar Adat. Kecamatan Mengwi juga merupakan Wilayah Pusat Pemerintahan Kabupaten Badung yang terletak di Kelurahan Sempidi. Sektor yang menjadi unggulan di kecamatan munggu ini adalah, pertanian, tanaman pangan, jasa, peternakan, perdagangan, industri kecil, kerajinan, dan pariwisata. Kecamatan Mengwi terbagi atas 20 desa atau kelurahan salah satu diataranya adalah kelurahan atau perbekel Desa Munggu. Mengwi juga memiliki beberapa desa wisata yaitu desa wisata baha yang mengembangkan agrowisata. Desa wisata kapal mempunyai pasar seni kapal, Pura Sada Kapal dan tradisi perang ketupat. Sedangkan Desa Wisata Mengwi terkenal dengan Pura Taman Ayun yang menjadi warisan budaya dunia. yang terakhir dan yang akan menjadi bahan penelitian adalah Desa Wisata Munggu yang dikenal dengan tadisi Mekotekan.
Kepariwisataan Desa Wisata Munggu mempunyai pertunjukkan seperti,
Attraction (atraksi wisata), beberapa tradisi mekotekan yang biasa diadakan setiap
selesai hari raya umat Hindu yaitu hari Raya Kuningan. Accessibility, Akses pariwisata merupakan pendukung utama pertumbuhan sektor pariwisata baik transportasi udara, laut, dan darat akses menuju Desa Wisata Munggu sudah
(9)
8
bagus dan beberapa pembaharuan. Amenity, merupakan akomodasi yang diinginkan wisatawan berkunjung adalah Hotel dan Restaurant yang mudah dijangkau dan di Desa Munggu sudah mulai pembangunan fasilitas akomodasi pariwisata.dan Ancilliary kelembagaan di Desa Munggu.
Melihat penelitian sebelumnya dari (Nalayani 2016) yang mengangkat Evaluasi Dan Strategi Pengembangan Desa Wisata Di Kabupaten Badung Bali. Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Badung yang mengevaluasi desa wisata di Badung ini mendapatkan hasil bahwa dari 11 desa wisata yang di tetapkan oleh Bupati Badung dalam surat keputusannya bahwa setiap desa wisata tersebut mempunyai potensi masing-masing. Dari setiap potensi yang ada di setiap desa wisata akan mendatangkan wisatawan yang membuat masing-masing desa mengerti tentang kepariwisataan. Tetapi, pada hasilnya bahwa dari setiap desa juga memilki kekurangan atau kelemahan dimana, yang berkembang hanya tiga desa wisata.
Menyusul selanjutnya penelitian yang mengangkat Strategi Pengembangan Desa Munggu Sebagai Desa Wisata Di Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung (Pujawan 2014). Dalam hasilnya penelitiannya sudah merumuskan potensi dan strategi pengembangan desa wisata munggu dengan menggunakan analisis SWOT dan hasilnya juga bisa di lihat bahwa masih ada permasalahan yang bisa dilihat dari Desa Wisata Munggu.
Menurut surat kabar (Bali Post edisi Kamis,21 April 2016) mengatakan dalam tulisannya dimana penetapan desa wisata jangan gagah-gagahan. Dalam tulisannya yaitu desa wisata di Kabupaten Badung ditetapkan menjadi sebuah
(10)
desa wisata belum mampu mendongkrak perekonomian masyarakat di Kabupaten Badung. Dimana. Dari 11 desa wisata yang ditetapkan hanya 3 yang bisa berkembang sebagai desa wisata di Gumi Keris. Sisanya dari itu hanya sebagai klaim saja dalam surat keputusan desa wisata, dan pada penelitian ini yang akan dibahas adalah mengenai perkembangan desa wisata yang ada di Desa Munggu yang menjadi salah satu dari 11 desa wisata yang ada di Gumi Keris Badung.
Desa Wisata Munggu adalah salah satu dari sebelas desa wisata yang ada di Kabupaten Badung yang terbagi yang sudah di tetapkan oleh Bupati Badung. Tetapi perkembangan desa wisata munggu masih belum berkembang.. Tidak hanya atraksi wisata tapi akomodasi juga masih kurang di Desa Munggu. Sebuah perkembangan desa wisata memerlukan kerjasama dan partisipasi seluruh masyarakat di desa sehingga perlunya kajian atau penelitian yang di lakukan di desa munggu dalam perkembangan yang berkelanjutan sehingga penelitian yang sekarang ini berbeda dengan penelitian yang sebelumnya ( Pujawan 2014) dalam tulisan skripsi serta edisi surat kabar juga mengatakan desa wisata khususnya di Gumi Keris Badung belum berkembang perlunya partisiapasi dari stakeholder untuk mengelola dan mengembangkan desa wisata. Penelitian sekarang akan mencoba mengidentifikasi perkembangan desa wisata yang ada di Desa Munggu, dan penelitian ini akan lebih cenderung meneliti perkembangan desa wisata dilihat dari kendala dalam pengembangan desa wisata, bagaimana partisipasi stakeholder dalam perkembangan desa wisata serta nantinya harus ada progam-progam dan kegiatan dari permasalahan yang ada di Desa Wisata Munggu sehingga, nantinya penelitian ini bisa ,menjawab permasalahan dalam perkembangannya karena Desa
(11)
10
0
Wisata Munggu nantinya bisa menjadi salah satu desa wisata unggulan yang ada di Kabupaten Badung.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka permasalahan dalam kajian ini akan difokuskan pada perkembangan desa wisata yang berada di Desa Munggu. Permasalahan tersebut akan diulas secara komperhensif dengan menjawab sejumlah pertanyaan penelitian yang diformulasikan sebagai berikut :
1. Apa kendala dalam pengembangan Desa Wisata Munggu Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung?
2. Bagaimana partisipasi stakeholder dalam perkembangan Desa Wisata Munggu Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung ?
3. Bagaimana program pengembangan Desa Wisata Munggu Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung ?
1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengkaji dan merumuskan secara mendalam konsep dan rencana yang akan menjadi dasar perkembangan Desa Wisata Munggu Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi kendala pengembangan Desa Wisata Munggu Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung.
2. Mengetahui partisipasi stakeholder dalam perkembangan Desa Wisata Munggu Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung.
(12)
1
3. Merumuskan program dan kegiatan pengembangan Desa Wisata Munggu Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung.
1.4Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi atau manfaat secara akademis maupun praktis sebagai berikut :
1.4.1 Manfaat Akademis
Hasil penelitian ini diharapakan mampu memberikan sumbangan ilmu bagi mahasiswa dan pemerhati dibidang pariwisata serta menjadi bahan kajian untuk penelitian-penelitian selanjutnya khususnya dalam bidang Desa wisata.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Daerah di dalam pengembangan dan peningkatan kualitas daya tarik wisata di Desa Wisata Munggu.
2. Sebagai sumber informasi bagi wisatawan dan masyarakat terhadap Pemerintah Desa Wisata Munggu.
(13)
12 BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN
Pada bab ini dijabarkan kajian pustaka, beberapa konsep dan landasan teori yang terkait dengan penelitian, serta model penelitian.
2.1Kajian Pustaka
Pada kajian pustaka ini akan dipaparkan tentang penelitian yang dilakukan sebelumnya yang relevan dengan penelitian yang dilakukan saat ini. Tujuan dari kajian pustaka adalah untuk mengetahui dan menambah wawasan tentang penelitian sebelumnya serta mengambil manfaat dalam mempersiapkan cara merencanakan perkembangan Desa Wisata Munggu, Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung.
Kajian pustaka yang diangkat dalam penelitian ini yang terkait dengan perkembangan Desa Wisata. Ada beberapa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya yaitu jurnal analisis pariwisata Universitas Udayana salah satu peneliti yaitu Adikampana (2012) dalam penelitian yang berjudul “Desa Wisata Berbasis Masyarakat Sebagai Model Pembedayaan Masyarakat Di Desa Pinge”. Penelitian ini menerapkan metode penelitian kualitatif. Penggunaan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian akan menghasilkan konsepsual penafsiran dari objek amatan secara keseluruhan (Altinay dan Paraskevas, 2008). Teknik pengumpulan data menggunakan beberapa teknik-teknik pengumpulan data seperti: studi pustaka, wawancara mendalam, dan fokus group discussion. Penelitian Adikampana (2012) cenderung meneliti dari produk desa wisata yaitu
(14)
ataraksi wisata serta fasilitas yang ada di desa wisata pinge dan model pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan produk wisata di Desa Pinge.
Penelitian ini dengan penelitian Adikampana (2012) terdapat kesamaan dan perbedaan. Kesamaannya terdapat sama-sama meneliti sebuah desa wisata. Perbedaannya yaitu penelitian yang sekarang akan membahas tentang kendala-kendala yang dihadapi oleh desa wisata munggu tidak berkembang, partisipasi dari stakeholder dan bagaimana progam dalam pengembangan desa wisata dengan menggunakan metode kualitatif.
Raharjana Destha Titi (2012) Melakukan penelitian yang mengangkat membangun pariwisata bersama rakyat: kajian partisipasi lokal dalam membangun desa wisata di dieng plateau. Dalam penulisannya Raharjana menulis bahwa pembangunan yang dipahami sebagai proses perubahan di dalam kehidupan semestinya melibatkan masyarakat sebagai unsur yang tidak terpisahkan. Masyarakat sebaiknya tidak dipandang sebagai objek pembangunan semata. Adanya paradigma bottom up planning mengharapkan masyarakat dapat berperan sebagai subjek sekaligus objek pembangunan. Dalam konteks pembangunan desa wisata, dalam proses perencanaan harus sejak awal melibatkan masyarakat lokal. Dataran Tinggi Dieng sebagai objek wisata memiliki keragaman atraksi. Desa wisata dirancang oleh masyarakat setempat untuk melengkapi atraksi wisata di Dieng. Kajian ini menfokuskan pada proses partisipasi masyarakat Dieng Kulon dalam membangun desa wisata di lingkungan tempat tinggal mereka. Berbagai tahapan perencanaan dikerjakan secara kolektif dan kemudian dipraktekkan bersama-sama. Dengan menerapkan metode action
(15)
14
riset, studi ini menemukan beberapa temuan berikut: (a) identikasi masalah-masalah dalam pengembangan desa wisata, (b) pemetaan potensi desa wisata, dan (c) identikasi potensi jejaring antar lembaga yang dapat mendukung keberlanjutan desa wisata di Dieng Kulon.
Penelitian ini dengan penelitian Raharjana Destha Titi (2012) terdapat kesamaan dan perbedaan. Kesamaannya terdapat sama-sama meneliti sebuah desa wisata. Perbedaannya yaitu penelitian yang sekarang akan membahas tentang kendala-kendala yang dihadapi oleh Desa Wisata Munggu tidak berkembang, partisipasi dari stakeholder dan bagaimana program dalam pengembangan desa wisata dengan menggunakan metode kualitatif serta kota yang berbeda dengan penelitian yang sebelumnya.
Agustina Putri Jayanti (2013) melakukan penelitian tentang nilai sosial, budaya, dan religius dalam Tradisi Mekotek Di Desa Adat Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui 1) latar belakang tradisi mekotek 2) tata cara pelaksanaan tradisi mekotek 3) makna yang ada dalam tradisi mekotek ditinjau dari nilai sosial, budaya, dan religius 4) pandangan masyarakat dan generasi muda terhadap tradisi mekotek yang dilaksanakan oleh masyarakat Desa Adat Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Penelitian ini menggunakan pendekatan study etnografi dengan metode kualitatif. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh masyarakat dan generasi muda di Desa Adat Munggu. Sampel penelitian adalah pandangan tradisi mekotek yang terdapat di Desa Adat Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung.
(16)
Penelitian Agustina Putri Jayanti (2013) terdapat kesamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Persamaannya yaitu lokasi penelitian sama-sama di Desa Munggu Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung. Perbedaannya adalah topik yang akan dilakukan sekarang mengambil tentang perkembangan desa wisata munggu dengan macam permasalahan dari partisipasi stakeholder dalam perkembangannya kemudian kendala dalam pengembangan desa wisata munggu dan progam kegiatan pengembangan Desa Wisata Munggu dari permsalahan yang ada di Desa Wisata Munggu dengan menggunakan metode kualitatif.
Ningsih dkk (2013) “Peranan Desa Pekraman Dalam Pengembangan Desa Wisata Di Desa Tenganan Pegringsingan Kecamatan Manggis Kabupaten Karangasem”. Penelitian ini dilakukan di Desa Tenganan Pegringsingan Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem. Tujuan penelitian ini adalah, untuk: (1) mendeskripsikan potensi wisata di Desa Tenganan Pegringsingan, (2) mendeskripsikan peranan desa pakraman dalam pengembangan desa wisata di Desa Tenganan Pegringsingan dan (3) mendeskripsikan kontribusi pengembangan desa wisata terhadap masyarakat pelaku usaha wisata di Desa Tenganan Pegringsingan. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif, Pengumpulan data primer dan sekunder menggunakan metode observasi, pencatatan dokumen dan kuesioner dengan pengambilan sampel secara “proporsional random sampling”, data yang didapat selanjutnya dianalisis menggunakan metode survey dengan rancangan penelitian deskriptif analisis kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) di Desa Tenganan Pegringsingan memiliki potensi wisata yang dapat menarik
(17)
16
wisatawan untuk berkunjung ke sana, diantaranya potensi wisata budaya dan alam serta terdapat fasilitas pendukung, (2) desa pakraman sangat berperan penting karena memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam mengembangkan desa wisata di Desa Tenganan Pegringsingan sehingga terus berkembang sampai sekarang ,dan (3) pengembangan desa wisata di Desa Tenganan Pegringsingan memberi kontribusi yang besar bagi masyarakat pelaku usaha wisata baik itu berupa peluang usaha maupun dapat menambah penghasilan masyarakat.
Penelitian ini dengan penelitian Ningsih dkk (2013) terdapat kesamaan dan perbedaan. Kesamaannya yaitu pada topik penelitian membahas tentang desa wisata. Perbedaannya yaitu penelitian yang sekarang akan membahas tentang menganalisis kendala-kendala yang dihadapi oleh desa wisata munggu tidak berkembang, partisipasi dari stakeholder dan bagaimana progam dalam pengembangan desa wisata dengan menggunakan metode kualitatif. Adapun tempat lokasi dalam penelitian dimana penelitian sebelumnya di Desa Pengringsingan Kabupaten Karangasem sedangkan penelitian yang akan dilakukan yaitu di Desa Munggu Kabupaten Badung.
Dharmawan dkk. (2014) melakukan penelitian “Strategi Pengembangan Desa Wisata Di Desa Belimbing Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan”. Tujuan dan metode penelitian menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Selanjutnya dianalisis secara kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dalam penelitian ini bersumber dari observasi, wawancara, metode kepustakaan, dan studi dokumentasi sedangkan tujuan penelitianya adalah untuk
(18)
mengetahui potensi yang dimiliki kemudian menganalisis faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dan strategi dalam pengembangan desa wisata di Desa Belimbing Kecamatan Pupuan. Pada penelitian ini data dianalisis dengan menggunakan analisis matriks internal-eksternal (IE) dan analisis SWOT untuk menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam menentukan strategi pengembangannya.
Penelitian ini dengan penelitian Dharmawan dkk (2014) terdapat kesamaan dan perbedaan. Kesamaannya yaitu pada topik penelitian membahas tentang desa wisata. Perbedaannya yaitu penelitian yang sekarang akan membahas tentang menganalisis kendala-kendala yang dihadapi oleh desa wisata munggu tidak berkembang, partisipasi dari stakeholder dan bagaimana progam dalam pengembangan desa wisata dengan menggunakan metode kualitatif. Adapun tempat lokasi dalam penelitian dimana penelitian sebelumnya di Desa Belimbing Kabupaten Tabanan sedangkan penelitian yang akan dilakukan yaitu di Desa Munggu Kabupaten Badung.
Putra Pujawan (2014) melakukan penelitian Skripsi “Strategi Pengembangan Desa Munggu Sebagai Desa Wisata Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung”. Tujuan dan metode penelitian menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Selanjutnya dianalisis secara kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dalam penelitian ini bersumber dari observasi, wawancara, kuisioner metode kepustakaan, dan studi dokumentasi sedangkan tujuan penelitianya adalah untuk mengetahui potensi yang dimiliki kemudian merumuskan strategi pengembangan terhadap Desa Wisata Munggu. Pada penelitian ini data di analisis
(19)
18
dengan menggunakan analisis SWOT dalam menentukan strategi pengembangannya.
Penelitian ini dengan penelitian Putra Pujawan (2014) terdapat kesamaan dan perbedaan. Kesamaannya yaitu pada cara pembahasan, topik sekarang lebih cenderung akan membahas dalam perkembangan desa wisata di karenakan tidak berkembangnya desa wisata munggu. Penelitian ini akan membahas tentang partisipasi stakeholder dalam perkembangannya, kendala dalam pengembangan desa wisata dan progam kerja atau kegiatan pengembangan Desa Wisata Munggu tanpa menggunakan SWOT. Desa wisata dan tempatnya sama yaitu Munggu. Perbedaannya yaitu pada pembahasan sekarang lebih mengkaji dalam bidang perkembangan Desa Wisata Munggu yang tidak berkembang dan seberapa besar partisipasi stakeholder dari setempat karena ini merupakan dasar pembangunan dan perkembangannya nantinya sebuah daya tarik wisata. Walaupun penelitian sebelumnya dan sekarang lokasi dan daya tarik yang di teliti sama tapi perumusan masalah dan cara dalam mengupas permasalah serta menjawab hasil dari permasalahan topik sangat berbeda dan otomatis ekspetasi yang sekarang dalam penelitian ini menjadi dasar nantinya untuk mengembangakannya menjadi sebuah desa wisata Munggu yang berkelanjutan.
“Stanislav Aleksandrovich Ermakov,(2014) Information Resources Strategy
in the Promotion of Russia’s Rural Tourism Attractions” ICTs are becoming a decisive tool in the promotion of Russia’s rural tourism attractions. To
improve the competitiveness of rural destinations businesses, local associations and authorities should embrace digitalization for primary and
secondary attractions. So far, Russia’s rural attractions are substantially
underperforming, with rural tourism comprising around 2% of the tourism industry in contrast to around 10% in developed nations. And rural attractions remain unknown not only to the outside world, but even within
(20)
the country’s regions. To substantial extent this setback is definitely related
to insufficient efforts in the use of information technologies. The purpose of this paper to highlight some issues and suggest solutions with regards to
strategic choices.”
Ungkapan atau arti dari di atas sebelumnya adalah TIK menjadi alat menentukan dalam promosi atraksi wisata pedesaan Rusia. Meningkatkan daya saing destinasi pedesaan bisnis, asosiasi dan pemerintah daerah harus merangkul digitalisasi untuk atraksi primer dan sekunder. Sejauh ini, atraksi pedesaan Rusia secara substansial berkinerja buruk, dengan desa wisata sekitar 2 % dari industri pariwisata berbeda dengan sekitar 10 % di negara-negara maju. Atraksi pedesaan tetap tidak diketahui tidak hanya ke dunia luar, tetapi bahkan didalam negara. Kemunduran ini pasti terkait dengan penggunaan teknologi informasi. Tujuan dari makalah ini untuk menyoroti beberapa masalah dan menyarankan solusi dengan hal pilihan strategis.
Dari uraian sekilas penelitian Stanislav Aleksandrovich Ermakov,(2014) terdapat kesamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan penulis. Persamaannya yaitu strategi dalam sebuah topik yang akan diteliti. Perbedaannya yaitu penelitian yang sekarang akan membahas tentang kendala-kendala yang dihadapi oleh Desa Wisata Munggu tidak berkembang, partisipasi dari
stakeholder dan bagaimana progam serta kegiatan dalam pengembangan desa
wisata dengan menggunakan metode kualitatif. 2.2Konsep
Konsep dalam penelitian ini menggunakan 2 konsep yaitu: konsep perkembangan dan konsep desa wisata, adapun uraiannya sebagai berikut:
(21)
20
2.2.1 Perkembangan
Perkembangan adalah proses atau tahapan pertumbuhan kearah yang lebih maju. Dalam prosesnya akan terjadi perubahan – perubahan. Perubahan tersebut dapat dibagi menjadi 4(empat) katagori yaitu perubahan dalam ukuran, perubahan dalam perbandingan, perubahan untuk mengganti hal-hal yang lama, dan perubahan untuk memperoleh hal-hal yang baru.
Lebih lanjut Pearce (1988) menemukan lima konteks dan konotasi penggunaan kata “perkembangan”, yaitu pertumbuhan ekonomi, modernisasi, pemerataan keadilan, trasformasi sosio ekonomi, dan pengorganisasian kembali tata ruang. Pearce juga menyatakan bahwa perkembangan merupakan konsep yang dinamis, sehingga interpretasi atas maknanya telah dan akan berubah seirama dengan perjalanan waktu. Pengertian pertumbuhan (growth), kematangan
(maturation), belajar (learning), dan latihan (exercises) serta keterkaitannya
dengan perkembangan (development).
Kematangan atau masa peka menunjukkan kepada suatu masa tertentu yang merupakan titik kulminasi dari suatu fase pertumbuhan (Witherington, 1952:88) sebagai titik tolak kesiapan (readiness) dari sesuatu fungsi (psikofisis) untuk menjalankan fungsinya (Hurlock, 1956). Belajar atau pendidikan dan latihan, menunjukkan kepada perubahan dalam pola-pola sambutan atau perilaku dan aspek-aspek kepribadian tertentu sebagai hasil usaha individu atau organisme yang bersangkutan dalam batas-batas waktu setelah tiba masa pekanya. Dengan demikian, dapat dibedakan bahwa perubahan-perubahan perilaku dan pribadi sebagai hasil belajar itu berlangsung secara intensional atau dengan sengaja
(22)
diusahakan oleh individu yang bersangkutan, sedangkan perubahan dalam arti pertumbuhan dan kematangan berlangsung secara alamiah menurut jalannya pertambhan waktu atau usia yang ditempuh oleh yang bersangkutan. Lefrancois (1975:180) berpendapat bahwa konsep perkembangan mempunyai makna yang luas, mencakup segi-segi kuantitatif dan kualitatif serta aspek-aspek fisik-psikis seperti yang terkandung dalam istilah-istilah pertumbuhan, kematangan dan belajar atau pendidikan dan latihan. Definisi perkembangan (development) serta implikasinya dalam pendidikan.
Pada dasarnya, perkembangan merujuk kepada perubahan sistematik tentang fungsi-fungsi fisik dan psikis. Perubahan fisik meliputi perkembangan biologis dasar sebagai hasil dari konsepsi (pembuahan ovum dan sperma), dan hasil dari interaksi proses biologis dan genetika dengan lingkungan. Sementara perubahan psikis menyangkut keseluruhan karakteristik psikologis individu, seperti perkembangan kognitif, emosi, sosial, dan moral. Perkembangan dapat diartikan sebagai proses perubahan kuantitatif dan kualitatif individu dalam rentang kehidupannya, mulai dari masa konsepsi, masa bayi, masa kanak-kanak, masa anak, masa remaja, sampai masa dewasa. Perkembangan dapat diartikan juga sebagai “suatu proses perubahan dalam diri individu atau organisme, baik fisik (jasmaniah), maupun psikis (rohaniah) menuju tingkat kedewasaan atau kematangan yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan”.
Desa Wisata Munggu dalam perkembangannya mengalami perubahan-perubahan dalam berbagai aspek. Untuk mengetahui perkembangannya yang
(23)
22
terjadi, dapat diketahui dengan melihat perbandingan sebelum ditetapkan sebagai desa wisata dan setelah ditetapkannya.dengan mengetahui perubahan dalam perbandingan, aspek-aspek yang mengalami perubahan akan dapat ditemukannya.
Perkembangan memang dapat menyebabkan terjadinya perubahan dengan mengganti hal-hal yang lama dan untuk memperoleh hal-hal yang baru. Hal ini cenderung mengandung makna modernisasi. Namun, perubahan bukan hanya mengarah kepada pecaharian kea rah yang positif, akan tetapi dapat juga kea rah yang negatif. Dalam perkembangan akan terjadi perubahan yang berimplikasi positif dan negatif.
2.2.2 Desa Wisata
Menurut Chafid Fandeli secara lebih komprehensif menjabarkan desa wisata sebagai suatu wilayah pedesaan yang menawarkan keseluruhan suasana yang mencerminkan keaslian desa, baik dari segi kehidupan sosial budaya, adat istiadat, aktifitas keseharian, arsitektur bangunan, dan struktur tata ruang desa, serta potensi yang mampu dikembangkan sebagai daya tarik wisata, misalnya: atraksi, makanan dan minuman, cinderamata, penginapan, dan kebutuhan wisata lainnya (Chafid Fandeli, 2002).
Desa wisata merupakan suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi, dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku. Suatu desa wisata memiliki daya tarik yang khas (dapat berupa keunikan fisik lingkungan alam perdesaan, maupun kehidupan sosial budaya masyarakatnya) yang dikemas secara alami dan menarik sehingga daya tarik
(24)
perdesaan dapat menggerakkan kunjungan wisatawan ke desa tersebut (Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, 2011: 1).
Desa wisata dalam artian sederhana merupakan suatu obyek wisata yang memiliki potensi seni dan budaya unggulan di suatu wilayah perdesaan yang berada di pemerintah daerah. Desa wisata merupakan sebuah desa yang hidup mandiri dengan potensi yang dimilikinya dan dapat menjual berbagai atraksi-atraksinya sebagai daya tarik wisata tanpa melibatkan investor. Berdasarkan hal tersebut pengembangan desa wisata merupakan realisasi dari undang-undang otonomi daerah (UU No.22/99), maka dari itu setiap kabupaten perlu memprogamkan pengembangan desa wisata.
Penelitian yang dimaksud dengan Desa Wisata berdasarkan Peraturan Bupati Badung nomor 47 tahun 2010 pada Bab I tentang Ketentuan Umum, pasal 1 ayat (6) adalah wilayah pelestarian alam lingkungan ekosistem serta simpul budaya tradisional masyarakat dengan tidak menghambat perkembangan warganya untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya melalui usaha kepariwisataan. Menurut Inskeep dalam Kemenparekraf (2008: 34), Desa Wisata atau village tourism adalah suatu fasilitas wisata yang memungkinkan pengunjung tinggal di dalam atau di dekat desa, umumnya merupakan desa tradisional. Kegiatan wisata yang dilakukan adalah belajar tentang kehidupan perdesaan, tata cara lokal, dan berpartisipasi dalam aktivitas penduduk. Sedangkan menurut Dharma Putra dan Pitana (2010: 70) yang dimaksud dengan desa wisata adalah pengembangan desa menjadi destinasi wisata dengan sistem pengelolaan yang
(25)
24
bersifat dari, oleh, dan untuk masyarakat. Dalam Permenbudpar Nomor: PM.26/UM.001/MKP/2010 tahun 2010, sebagai berikut:
“Desa Wisata adalah suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi, dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku.”
Secara umum komponen desa wisata terdiri dari dua komponen. Komponen pertama adalah akomodasi. Akomodasi berarti tempat tinggal para penduduk setempat atau unit-unit yang berkembang atas konsep tempat tinggal penduduk. Kedua adalah atraksi yang berarti seluruh kehidupan keseharian penduduk setempat beserta kondisi fisik lokasi desa yang memungkinkan berintegrasinya wisatawan sebagai partisipasi aktif seperti kursus tari, bahasa, dan yang lainnya. Menurut Nuryanti dalam penelitian DFR (Destination Field Research) Tabanan (2012: 26) pola, proses, dan tipe pengelolaanya desa wisata di Indonesia sendiri terbagi dalam dua bentuk yaitu tipe terstruktur dan tipe terbuka. Adapun karakter dari masing-masing tipe tersebut, yakni:
a) Tipe Terstruktur
Lahan terbatas yang dilengkapi dengan infrastruktur yang spesifik untuk kawasan tersebut. Tipe ini mempunyai kelebihan dalam citra yang ditumbuhkannya sehingga mampu menembus pasar internasional. Lokasi pada umumnya terpisah dari masyarakat atau penduduk lokal sehingga dampak negatif yang ditimbulkannya terkontrol. Selain itu pencemaran sosial budaya yang ditimbulkan akan terdeteksi sejak dini. Lahan tidak terlalu besar dan masih dalam tingkat kemampuan perencanaan yang terintegratif dan terkoordinasi sehingga diharapkan akan tampil menjadi
(26)
semacam agen untuk mendapatkan dana-dana internasional sebagai unsur utama.
b) Tipe Terbuka
Tipe ini ditandai dengan karakter-karakter yaitu tumbuh menyatunya kawasan dengan struktur kehidupan, baik ruang maupun pola dengan masyarakat lokal. Distribusi pendapatan yang diperoleh dari wisatawan dapat langsung dinikmati oleh penduduk lokal, akan tetapi dampak negatifnya cepat menjalar menjadi satu ke dalam penduduk lokal sehingga sulit dikendalikan.
Seperti pengertian Desa Wisata adalah suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi, dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku. Maka, penelitian di desa munggu ini akan mengidentifikasi dari potensi yang ada di desa wisata, dan inilah yang akan nantinya menjadi potensi andalan jika sudah dikembangkan dengan baik. Karena desa wisata merupakan salah satu daya tarik wisata. Karena desa wisata merupakan suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku. Munggu ini merupakan potensi seni dan budaya atau kebudayaan dan juga ada akomodasi. Kebudayaan yang sangat unik dan berada hanya di daerah Munggu dan kegiatan yang paling diingat dari munggu adalah mekotekan dan kegiatannya di lakukan setiap selesai hari raya Kuningan.
(27)
26
2.3Landasan Teori
Dalam penelitian ini penulis menggunakan akan 2 teori yaitu: teori perencanaan dan teori partisipasi adapun uraiannya sebagai berikut:
2.3.1Teori Perencanaan
Perencanaan merupakan pengorganisasian masa depan untuk mencapai tujuan tertentu (Inskeep, 1991). Menurut Mill (2000) bila tidak ada perencanaan pada suatu tempat wisata dapat berakibat negatif pada tempat tersebut. Akibat tersebut dapat berupa; (1) kerusakan atau perubahan permanen lingkungan fisik; (2) kerusakan atau perubahan permanen kawasan-kawasan historis/ budaya dan sumber-sumber alam; (3) terlalu banyak orang dan kemacetan; (4) adanya pencemaran; dan (5) masalah-masalah lalu lintas.
Paturusi, (2008: 27) menjelaskan bahwa dengan perencanaan pariwisata yang baik dan terpadu dapat memberikan manfaat seperti: (1) menjadi arahan dan pedoman baik pemerintah maupun swasta dalam pengembangan pariwisata karena kegiatan ini merupakan suatu kegiatan ekonomi yang relatif baru; (2) kegiatan pariwisata merupakan kegiatan yang sangat komplek, multi sektor yang melibatkan berbagai bidang, maka untuk memadukan unsur-unsur tersebut diperlukan perencanaan dan koordinasi; (3) dapat mendatangkan keuntungan ekonomi yang optimal; (4) dapat digunaan untuk memilih unsur mana saja dari budaya yang dapat dikomersialkan dan mana yang tidak; (5) dalam membangun fasilitas pariwisata dan berbagai sektor ikutannya dapat ditentukan daya dukung lahan optimal yang dapat menjaga kelestarian lingkungan; (6) untuk mengembangkan pariwisata yang berkelanjutan; (7) meminimalkan hal-hal yang
(28)
kurang menguntungkan bagi pengembangan pariwisata; 8) menyiapkan sumber daya manusia; (9) dapat meningkatkan kunjungan wisatawan, yang akan berimplikasi pada peningkatan devisa negara tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan dan sosial budaya masyarakat.
Dalam merencanakan pengembangan pariwisata dikenal beberapa hirarki dimana fokus perencanaan pada tiap tingkat hirarki tidak sama. Perencanaan di tingkat umum memberikan kerangka dan arahan bagi perencanaan hirarki di bawahnya, dan demikian seterusnya (Gunawan, 1993 dalam Paturusi, 2008: 57). Secara rinci fokus setiap jenjang hirarki perencanaan diuraikan beberapa tahapan tetapi dalam penelitian ini akan memakai dua tahapan yaitu:
1) Perencanaan Pariwisata di Tingkat Kabupaten/Kota (PPK)
PPK merupakan arahan kebijakan dan strategi pariwisata wilayah kabupaten/kota. Fokus pada: (1) kebijakan pengembangan pariwisata kabupaten/kota yang disesuaikan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Panjang di wilayah kabupaten/kota; (2) Rencana Struktur Tata Ruang Pariwisata kabupaten/kota yang mencakup jaringan transportasi antar dan intra kabupaten/kota sampai ke objek-objek utama; (3) penentuan kawasan pintu gerbang menuju objek utama dan kebutuhan akan fasilitas pendukung (jumlah, jenis, kelas dan lokasi) dan; (4) rencana jaringan utilitas, pendukung kawasan, dan lokasi objek-objek menarik lainnya.
2) Perencanaan Pariwisata Kawasan (PPKw)
PPKw merupakan arahan kebijakan dan strategi pariwisata suatu kawasan dalam kabupaten/kota. Fokus pada: (1) penentuan lokasi daya tarik
(29)
28
wisata, termasuk kawasan konservasi; (2) arahan lokasi hotel dan akomodasi lainya, pertokoan dan fasilitas lainnya, tempat rekreasi, dan taman; (3) sistem jaringan transportasi, kawasan pejalan kaki ( pedestrian), serta terminal; (4) perencanaan prasarana pendukung: air, listrik, air limbah, air hujan, sampah dan telekomunikasi; (5) studi dampak yang sangat spesifik; (6) kriteria perancangan (aplikasi arsitektur lokal, lansekap, dan ketinggian bangunan) dan (7) pola arus wisatawan dalam pemanfaatan fasilitas.
Dari menggabungkan tahapan diatas akan nantinya mencoba menjawab dari kendala dalam perkembangan Desa Wisata Munggu. Perencanaan pariwisata menggunakan konsep perencanaan umum yang sudah terbukti efektif dalam menghadapi proses pengembangan modern, tetapi menyesuaikan diri dengan karakteristik pariwisata tertentu. Pendekatan perencanaan pariwisata mengarah pada aplikasi praktis dalam perumusan kebijakan dan pengembangan pariwisata. Proses perencanaan dasar yang diterangkan sebelum menyediakan kerangka perencanaan yang umum dan penekanan ditempatkan pada konsep perencanaan menjadi berkesinambungan, berorientasi sistem, menyeluruh, terintegrasi, dan lingkungan dengan fokus pada keberhasilan pengembangan yang dapat mendukung keterlibatan masyarakat.
Jadi dari uraian sebelumnya dari para ahli yang sudah mengatakan teori perencanaan ada beberapa tahapan. Dalam teori perencanaan ini akan dipakai dalam membahas permasalahan yang akan diteliti yaitu akan menentukan potensi yang ada di Desa Wisata Munggu, kendala pengembangan dan progam serta partisipasi stakeholder dalam perkembangan Desa Wisata Munggu yang nantinya
(30)
menjadi desa wisata yang berkembang dan berkelanjutan serta menjadi salah satu daya tarik yang berkembang dan populer.
Perencanaan dalam penelitian ini akan melakukan sebuah pendekatan serta rincian yang di mana para ahli sudah mengemuakakan bahwa adanya beberapa rincian yang sudah diatur dalam peraturan kota, wilayah, kabupaten dan sebagainya dan pendekatan juga ada beberapa tahap. Dalam penelitian ini peneliti akan mencoba menggali dari permasalahan yang di Desa Munggu dalam perkembangan desa wisata yang mana sudah ditetapkan dari 2010 tapi belum ada progam kerja yang jelas. Sehingga peneliti akan mengkaitkan dengan pemikiran para ahli yaitu dari pendekatan dan rincian untuk merencanakan pengembangan desa wisata yang berkembang. Sehingga perlunya sebuah perencanaan yang matang dalam penelitian ini.
2.3.2Teori Partisipasi
Partisipasi stakeholder dalam pembangunan pariwisata yang berkelanjutan sangat diperlukan. Dalam UU No.10 Tahun 2009 menjelaskan bahwa pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. Dalam hal ini pemerintah daerah, pengusaha, dan masyrakat memiliki peran yang sangan vital dalam pembangunan pariwisata, terutama pengembangan Desa Wisata Munggu.
Partisipasi stakeholder dalam suatu pengembangan destinasi pariwisata sangat penting untuk mencapai suatu kesuksesan pembangunan khususnya perkembangan Desa Wisata Munggu . Dalam WTO (2004: 29) dinyatakan
(31)
30
penyesuaian tingkat dan jenis partisipasi akan tergantung atas beberapa faktor yaitu: jangkauan dari proyek, tahap (bentuk) pekerjaan, norma budaya, pengalaman dari stakeholder, keberadaan institusi kerangka kerja dan proses konsultasi dan faktor logistik (geografis dan teknologi komunikasi).
Menurut Tosun (dalam Madiun, 2008: 36) partisipasi dilakukan dengan cara yang berbeda-beda. Perbedaan itu mencakup partisipasi karena paksaan
(manipulative participation), dengan kekuasaan dan ancaman (coercive
participation), karena adanya dorongan (induced participation), partisipasi yang
bersifat pasif (passive participation), maupun partisipasi secara spontan
(spontaneous participation). Terkait dengan model partisipasi itu, Tosun
selanjutnya mengembangkan tipologi partisipasi masyarakat dalam pariwisata. Ia menklasifikasi tipe partisipasi masyarakat ke dalam tiga bagian utama yaitu partisipasi masyarakat secara spontan (spontaneous participation), partisipasi masyarakat karena adanya kekerasan (coercive participation), dan partisipasi masyarakat karena masyarakat merasa terdorong untuk melakukannya (induced
participation). Pada tipe terakhir masyarakat lokal mempunyai kesempatan untuk
mendengar dan didengarkan suaranya. Mereka memiliki suara dalam proses pembangunan pariwisata, tetapi mereka tidak berdaya terhadap kekuatan-kekuatan lain yang mempunyai kepentingan seperti kekuatan yang berasal dari pemerintah, perusahaan-perusahaan besar, tour operator internasional serta kekuatan-kekuatan besar lainnya (Madiun, 2009).
Menurut Tosun dan Timothy (2003:4-9) mengajukan tujuh proposisi mengenai partisipasi masyarakat dalam proses pengembangan pariwisata.
(32)
Pertama, partisipasi masyarakat merupakan elemen vital dalam perencanaan dan strategi pariwisata. Kedua, partisipasi masyarakat berkontribusi bagi pembangunan pariwisata berkelanjutan dalam berbagai cara. Ketiga, partisipasi masyarakat meningkatkan kepuasan wisatawan. Keempat, partisipasi masyarakat membantu para profesional di bidang pariwisata dalam mendesain perencanaan pariwisata yang lebih baik. Kelima, partisipasi publik berkontribusi dalam distribusi pembiayaan dan keuntungan yang adil di antara anggota masyarakat.
Keenam, partisipasi masyarakat dapat membantu memuaskan keinginan
masyarakat yang teridentifikasi. Ketujuh, partisipasi masyarakat memperkuat proses demokratisasi di destinasi pariwisata.
Dua alternatif utama dalam penggunaan partisipasi berkisar pada partisipasi sebagai tujuan pada dirinya sendiri atau sebagai alat untuk mengembangkan diri. Hal tersebut sebagai cerminan sifat partisipasi intrumental dan trasformasional. Partisipasi instrumental terjadi ketika partisipasi dilihat sebagai suatu cara untuk mencapai sasaran tertentu (partisipasi terhadap proyek yang dilakukan orang luar). Partisipasi trasformasional terjadi ketika partisipasi itu pada dirinya sendiri dipandang sebagai tujuan, dan sebagai sarana untuk mancapai tujuan yang lebih tinggi, misalnya menjadi swadaya dan berkelanjutan. Pendekatan-pendekatan dalam partisipasi yaitu: (1) partisipasi pasif, suatu pendekatan yang menyatakan “kami lebih tahu apa yang baik bagimu” ini merupakan komunikasi satu arah, dimana informasi diberikan pada masyarakat untuk menerimanya; (2) partisipasi aktif, merupakan pendekatan pelatihan dan kunjungan dimana dialog dan komunikasi dua arah yang memberikan kesempatan pada masyarakat untuk
(33)
32
berinteraksi; (3) partisipasi dengan keterikatan, suatu pendekatan “kontrak tugas yang dibayar” yang berpandangan bila anda melakukan ini, maka proyek akan melakukan itu; dan (4) partisipasi atas permintaan setempat merupakan pendekatan yang didorong oleh permintaan, dan dilakukan untuk menjawab kebutuhan yang dinyatakan oleh masyarakat, bukan kebutuhan perancang (Mikkelsen, 2003: 65-67). Adapaun teori partisipasi yang digunakan tersebut untuk mengetahui paritisipasi stakeholders tentang perkembangan Desa Wisata Munggu Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung.
2.4 Model Penelitian
Penelitian ini diawali dengan mengumpulkan informasi dan data-data yang bisa dijadikan bahan dalam penelitian. Bali merupakan tujuan wisata yang sangat sering dikunjungi oleh para wisatawan tidak hanya wisatawan dalam negeri tapi juga wisatawan asing. Sebagai daerah tujuan wisata, Bali konsisten menempatkan sektor pariwisata sebagai sektor andalan. Pariwisata andalan dilihat juga dalam sektor pariwisata. Pariwisata saat ini memiliki peranan yang sangat penting tidak hanya dalam hubungan perekonomian nasional dan internasional, tetapi juga dalam bidang sosial budaya, pendidikan serta hubungan-hubungan yang lain dalam usaha ikut serta membina kesatuan bangsa, memupuk rasa cinta tanah air maupun memajukan kerja sama serta saling pengertian antar bangsa-bangsa. Kekayaan objek wisata dan keunikan kebudayaan yang dimiliki oleh pulau Bali merupakan daya tarik tersendiri, dapat di lihat dari pariwisata alternatif dimana salah satunya yaitu desa wisata. Desa wisata merupakan suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu
(34)
struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku ( Nuryanti, 1993).
Data yang dikumpulkan didapat dari Perbekel Desa Munggu. Potensi wisata yang dimiiki oleh Desa Munggu salah satunya adalah Pantai Seseh yang berada di sebelah barat Desa Munggu dan tidak kalah menariknya juga desa ini memiliki tradisi yang tidak ada di tempat lain yaitu Tradisi Mekotekan. Tradisi ini hanya bisa dijumpai setiap selesai hari Raya Kuningan Bali.
Desa Wisata Munggu akan lebih menarik kalau ditata dan dikembangkan dengan konsep dan perencanaan yang matang. Perlu peran berbagai pihak untuk mengembangkan suatu Desa Wisata Munggu menjadi lebih baik agar wisatawan lebih banyak berdatangan ke daerah Munggu Kecamatan Mengwi.
Pengembangan akan berjalan sesuai dengan harapan apabila sebelumnya dilakukan analisis dan perencanaan dalam menentukan sebuah progam yang akan di lakukan untuk mengembangkan Desa Wisata Munggu.
Perkembangan Desa Wisata ini diharapkan nantinya agar desa wisata ini lebih diketahui karena, di Badung ada 11 Desa Wisata. Hal inilah yang mendorong perlunya dilakukan penelitian di Desa Wisata Munggu. Beberapa kepustakaan pada tinjauan pustaka termasuk teori dan konsep digunakan sebagai rujukan untuk menyelesaikan penelitian ini. Data yang diperoleh kemudian dianalisis untuk mengetahui efektivitas perkembangan Desa Wisata. Kemudian menggunakan analisis yaitu analisis deskriptif kualitatif . Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan yang telah dirumuskan dan rekomendasi terkait
(35)
34
dengan perkembangan Desa Wisata Munggu. Landasan pemikiran tersebut dituangkan pada Gambar 2.1
Gambar 2.1 Model Penelitian
Desa Wisata Munggu
Analisis Data Deskriptif Kualitatif
Hasil Pariwisata
Alternatif
Kendala Pengembangan
Partisipasi Stakeholder
Konsep
Perkembangan
Desa Wisata
Teori Perencanaan Pariwisata Partisipasi
Rekomendasi
Progam Pengembangan Pariwisata
(1)
menjadi desa wisata yang berkembang dan berkelanjutan serta menjadi salah satu daya tarik yang berkembang dan populer.
Perencanaan dalam penelitian ini akan melakukan sebuah pendekatan serta rincian yang di mana para ahli sudah mengemuakakan bahwa adanya beberapa rincian yang sudah diatur dalam peraturan kota, wilayah, kabupaten dan sebagainya dan pendekatan juga ada beberapa tahap. Dalam penelitian ini peneliti akan mencoba menggali dari permasalahan yang di Desa Munggu dalam perkembangan desa wisata yang mana sudah ditetapkan dari 2010 tapi belum ada progam kerja yang jelas. Sehingga peneliti akan mengkaitkan dengan pemikiran para ahli yaitu dari pendekatan dan rincian untuk merencanakan pengembangan desa wisata yang berkembang. Sehingga perlunya sebuah perencanaan yang matang dalam penelitian ini.
2.3.2Teori Partisipasi
Partisipasi stakeholder dalam pembangunan pariwisata yang berkelanjutan sangat diperlukan. Dalam UU No.10 Tahun 2009 menjelaskan bahwa pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. Dalam hal ini pemerintah daerah, pengusaha, dan masyrakat memiliki peran yang sangan vital dalam pembangunan pariwisata, terutama pengembangan Desa Wisata Munggu.
Partisipasi stakeholder dalam suatu pengembangan destinasi pariwisata sangat penting untuk mencapai suatu kesuksesan pembangunan khususnya perkembangan Desa Wisata Munggu . Dalam WTO (2004: 29) dinyatakan
(2)
penyesuaian tingkat dan jenis partisipasi akan tergantung atas beberapa faktor yaitu: jangkauan dari proyek, tahap (bentuk) pekerjaan, norma budaya, pengalaman dari stakeholder, keberadaan institusi kerangka kerja dan proses konsultasi dan faktor logistik (geografis dan teknologi komunikasi).
Menurut Tosun (dalam Madiun, 2008: 36) partisipasi dilakukan dengan cara yang berbeda-beda. Perbedaan itu mencakup partisipasi karena paksaan (manipulative participation), dengan kekuasaan dan ancaman (coercive participation), karena adanya dorongan (induced participation), partisipasi yang bersifat pasif (passive participation), maupun partisipasi secara spontan (spontaneous participation). Terkait dengan model partisipasi itu, Tosun selanjutnya mengembangkan tipologi partisipasi masyarakat dalam pariwisata. Ia menklasifikasi tipe partisipasi masyarakat ke dalam tiga bagian utama yaitu partisipasi masyarakat secara spontan (spontaneous participation), partisipasi masyarakat karena adanya kekerasan (coercive participation), dan partisipasi masyarakat karena masyarakat merasa terdorong untuk melakukannya (induced participation). Pada tipe terakhir masyarakat lokal mempunyai kesempatan untuk mendengar dan didengarkan suaranya. Mereka memiliki suara dalam proses pembangunan pariwisata, tetapi mereka tidak berdaya terhadap kekuatan-kekuatan lain yang mempunyai kepentingan seperti kekuatan yang berasal dari pemerintah, perusahaan-perusahaan besar, tour operator internasional serta kekuatan-kekuatan besar lainnya (Madiun, 2009).
Menurut Tosun dan Timothy (2003:4-9) mengajukan tujuh proposisi mengenai partisipasi masyarakat dalam proses pengembangan pariwisata.
(3)
Pertama, partisipasi masyarakat merupakan elemen vital dalam perencanaan dan strategi pariwisata. Kedua, partisipasi masyarakat berkontribusi bagi pembangunan pariwisata berkelanjutan dalam berbagai cara. Ketiga, partisipasi masyarakat meningkatkan kepuasan wisatawan. Keempat, partisipasi masyarakat membantu para profesional di bidang pariwisata dalam mendesain perencanaan pariwisata yang lebih baik. Kelima, partisipasi publik berkontribusi dalam distribusi pembiayaan dan keuntungan yang adil di antara anggota masyarakat. Keenam, partisipasi masyarakat dapat membantu memuaskan keinginan masyarakat yang teridentifikasi. Ketujuh, partisipasi masyarakat memperkuat proses demokratisasi di destinasi pariwisata.
Dua alternatif utama dalam penggunaan partisipasi berkisar pada partisipasi sebagai tujuan pada dirinya sendiri atau sebagai alat untuk mengembangkan diri. Hal tersebut sebagai cerminan sifat partisipasi intrumental dan trasformasional. Partisipasi instrumental terjadi ketika partisipasi dilihat sebagai suatu cara untuk mencapai sasaran tertentu (partisipasi terhadap proyek yang dilakukan orang luar). Partisipasi trasformasional terjadi ketika partisipasi itu pada dirinya sendiri dipandang sebagai tujuan, dan sebagai sarana untuk mancapai tujuan yang lebih tinggi, misalnya menjadi swadaya dan berkelanjutan. Pendekatan-pendekatan dalam partisipasi yaitu: (1) partisipasi pasif, suatu pendekatan yang menyatakan “kami lebih tahu apa yang baik bagimu” ini merupakan komunikasi satu arah, dimana informasi diberikan pada masyarakat untuk menerimanya; (2) partisipasi aktif, merupakan pendekatan pelatihan dan kunjungan dimana dialog dan komunikasi dua arah yang memberikan kesempatan pada masyarakat untuk
(4)
berinteraksi; (3) partisipasi dengan keterikatan, suatu pendekatan “kontrak tugas yang dibayar” yang berpandangan bila anda melakukan ini, maka proyek akan melakukan itu; dan (4) partisipasi atas permintaan setempat merupakan pendekatan yang didorong oleh permintaan, dan dilakukan untuk menjawab kebutuhan yang dinyatakan oleh masyarakat, bukan kebutuhan perancang (Mikkelsen, 2003: 65-67). Adapaun teori partisipasi yang digunakan tersebut untuk mengetahui paritisipasi stakeholders tentang perkembangan Desa Wisata Munggu Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung.
2.4 Model Penelitian
Penelitian ini diawali dengan mengumpulkan informasi dan data-data yang bisa dijadikan bahan dalam penelitian. Bali merupakan tujuan wisata yang sangat sering dikunjungi oleh para wisatawan tidak hanya wisatawan dalam negeri tapi juga wisatawan asing. Sebagai daerah tujuan wisata, Bali konsisten menempatkan sektor pariwisata sebagai sektor andalan. Pariwisata andalan dilihat juga dalam sektor pariwisata. Pariwisata saat ini memiliki peranan yang sangat penting tidak hanya dalam hubungan perekonomian nasional dan internasional, tetapi juga dalam bidang sosial budaya, pendidikan serta hubungan-hubungan yang lain dalam usaha ikut serta membina kesatuan bangsa, memupuk rasa cinta tanah air maupun memajukan kerja sama serta saling pengertian antar bangsa-bangsa. Kekayaan objek wisata dan keunikan kebudayaan yang dimiliki oleh pulau Bali merupakan daya tarik tersendiri, dapat di lihat dari pariwisata alternatif dimana salah satunya yaitu desa wisata. Desa wisata merupakan suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu
(5)
struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku ( Nuryanti, 1993).
Data yang dikumpulkan didapat dari Perbekel Desa Munggu. Potensi wisata yang dimiiki oleh Desa Munggu salah satunya adalah Pantai Seseh yang berada di sebelah barat Desa Munggu dan tidak kalah menariknya juga desa ini memiliki tradisi yang tidak ada di tempat lain yaitu Tradisi Mekotekan. Tradisi ini hanya bisa dijumpai setiap selesai hari Raya Kuningan Bali.
Desa Wisata Munggu akan lebih menarik kalau ditata dan dikembangkan dengan konsep dan perencanaan yang matang. Perlu peran berbagai pihak untuk mengembangkan suatu Desa Wisata Munggu menjadi lebih baik agar wisatawan lebih banyak berdatangan ke daerah Munggu Kecamatan Mengwi.
Pengembangan akan berjalan sesuai dengan harapan apabila sebelumnya dilakukan analisis dan perencanaan dalam menentukan sebuah progam yang akan di lakukan untuk mengembangkan Desa Wisata Munggu.
Perkembangan Desa Wisata ini diharapkan nantinya agar desa wisata ini lebih diketahui karena, di Badung ada 11 Desa Wisata. Hal inilah yang mendorong perlunya dilakukan penelitian di Desa Wisata Munggu. Beberapa kepustakaan pada tinjauan pustaka termasuk teori dan konsep digunakan sebagai rujukan untuk menyelesaikan penelitian ini. Data yang diperoleh kemudian dianalisis untuk mengetahui efektivitas perkembangan Desa Wisata. Kemudian menggunakan analisis yaitu analisis deskriptif kualitatif . Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan yang telah dirumuskan dan rekomendasi terkait
(6)
dengan perkembangan Desa Wisata Munggu. Landasan pemikiran tersebut dituangkan pada Gambar 2.1
Gambar 2.1 Model Penelitian
Desa Wisata Munggu
Analisis Data Deskriptif Kualitatif
Hasil Pariwisata
Alternatif
Kendala Pengembangan
Partisipasi Stakeholder
Konsep Perkembangan Desa Wisata
Teori Perencanaan Pariwisata Partisipasi
Rekomendasi
Progam Pengembangan Pariwisata