Prevalensi Pasteurella multocida pada sapi di Bali.

Se m ina r N a siona l Sa ins da n Te k nologi (SEN AST EK -2 0 1 5 ), Kut a , Ba li, I N DON ESI A, 2 9 – 3 0 Ok t obe r 2 0 1 5

P066

Prevalensi Pasteurella multocida pada Sapi di Bali
K.Tono PG dan A.L.T. Rompis
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana
ketuttonopg@gemail.com

PENDAHULUAN
Pasteurellosis adalah penyakit bakterial yang menyerang ternak
sapi, kerbau, babi, kambing, unggas, sapi, dan kerbau. Pasteurellosis
dikenal dengan nama penyakit ngorok atau septicaemia epizootica
(SE) atau haemoragic septichaemia (HS) yang disebabkan oleh
kuman Pasteurella multocida type B:2 (tipe Asia) dan type E:2 (tipe
Afrika) (Chancellor et al., 1996). De Alwis (1993) menyatakan bahwa
penyakit ngorok yang terdapat di Indonesia disebabkan oleh
Pasteurella multocida (P. multocida) B: 2, bersifat akut, dan pada
umumnya menjadi penyebab kematian pada hewan.
Putra (2006) melaporkan pada tahun 2001 ternak di Aceh
teridentifikasi positif penyakit SE sekitar 67,03%, tahun 2002 sekitar

46,4% sedangkan pada tahun 2004 teridentifikasi sekitar 3,02%.
Setiawan et al,. (1988) menyatakan bahwa kerbau dan sapi sangat
peka terhadap penyakit SE. Ashari dan Juarini (2007) menyatakan
bahwa kematian ternak Aceh Barat sebanyak 10% karena penyakit SE
dan kematian dari penyakit ini diasumsikan rata-rata tiap tahun
minimal sebesar 6%.
Kuman ini sering ditemukan pada saluran pernafasan bagian
atas. Jika kondisi sapi menurun seperti karena perubahan musim atau
kelaparan akan bersifat pataogen dan menimbulkan infeksi. Namun
sampai saat ini belum pernah dilaporkan prevalensi kuman P.
multocida pada sapi yang sehat. Dengan demikian penelitian ini
brtujuan untuk mendapatkan gambaran tentang prevalensi kuman P.
multocida pada saluran pernapasan, sehingga hasil yang diperoleh
dimanfaatkan untuk pola penanganan dan pencegahan penyakit SE.

Gambar 1. Distribusi sapi yang terinfeksi P. multocida pada masing-masing
kabupaten/Kota

Gambar 2. Sapi yang dipakai
sebagai sampel


Gambar 3. Swab hidung sampel
dalam media kaldu TS

KESIMPULAN
Metode Penelitian
Isolasi Kuman
Sebanyak 300 sampel yang digunakan pada penelitian ini
melalui usapan kerongkongan sapi yang berasal dari peternakan sapi
di Kabupaten Badung (100 sampel), Denpasar (50 sampel), Bangli
(100 sampel) dan Gianyar (50 sampel). Sampel swab hidung
dimasukan ke dalam Trypton Soya broth (kaldu TS) 10 ml. Sampel
diinkubasi selama 24 jam dalam suhu inkubator 37o C. Kemudian
ditanam pada media agar darah domba dan diinkubasi selama 24 jam
dalam suhu inkubator 370C. Koloni yang terpisah diidentifikasi
berdasarkan morfologi, pewarnaan Gram, uji TSIA, uji MR-VP, uji
Cimmons sitrat, SIM, uji gula gula, dan uji katalase. Dari isolat yang
teridentifikasi P. multocida dikoleksi.
Analisis Data
Semua sampel yang menunjukkan reaksi positif terhadap P.

multocida dianalisis secara deskriptif yaitu dihitung persentase kuman
positif P. multocida pada masing-masing Kabupaten/kota.

Hasil dan Pembahasan
Dari 300 sampel yang diambil dari usap hidng didapatkan
bahwa sebanyak 15 ekor (15%) yang yang ditemukan terinfeksi
kuman P. multocida. terinfeksi oleh bakteri lainnya seperti bakteri
kokus Gram positif atau basil Gram Negatif. Distribusi
penyebarannya hampir merata di tiap kabupaten seperti pada Grafik
di samping.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
prevalensi sapi terinfeksi P. multocida di Bali sebesar 5% (15
ekor) yang menyebar di masing-masing wilayah.
DAFTAR PUSTAKA
Ashari dan E. Januari. 2007. Kelestarian (Herd Survival) Ternak Kerbau di
Aceh Barat Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD). Balai Penelitian
Ternak. Bogor.
Benkirane A. and De Alwis M.C.L. (2002). Haemorrhagic Septicaemia, Its
Significance, Prevention and Control in Asia. Vet.Med-Czech.47(8): 234-240.

Direktorat Bina Kesehatan Hewan. 1995, Kebijakan pemberantasan dan
pengendalian penyakit ngorok di Indonesia. Disampaikan pada rapat
evaluasi pemberantasan penyakit SE di wilayah BPPH Wil.VI dan evaluasi
proyek ACIAR, di Denpasr, tanggal 28 Agustus 1995. Hal.7
Farooq U., M. Hussain, H Irshad., N Badar, R. Munir, and Q. Ali. 2007. Status
Haemorrhagic Sept icaemia Based On Epidemiology In Pakistan. Pakistan
Vet.J. 27(2):67-72.
Kielstein, P., H. Bocklisch, and G. Orthy. 1986. Pasteurella multocida as a
causal agent of infectious atrophic rhinitis in swine. Monatshefte fur VeterinariMedizin 41(2): 46-50.
Hall, W.F., D.P. Bane, C.R. Kilroy, and D.L. EssExSorlie. 1988 . A model for
the induction of Pasteurella multocida. Can. J. Vet. Res. 54 : 238-243
Jaglic Z., Z. Kucerova, K. Nedbalcova, P. Kulich, and P. Alexa.
2006.Characterisation of Pasteurella multocida Isolated from Rabbits in the
Czech Replublic. Veterinarni Medicina.51(5):278-283.
Martinez, A., O. Fuentes, C. Bulnes, and M. Pedroso. 1988 . Experimental
reproduction of pneumonia (Pasteurella multocida type A) in swine . Revista
de Salud Animal 10(2):98-105.

TEMPLATE DESIGN © 2008


www.PosterPresentations.com