KAJIAN VISUAL PROPERTI SENI PERTUNJUKKAN BUAYA PUTIH.

(1)

KAJIAN VISUAL PROPERTI SENI PERTUNJUKKAN BUAYA PUTIH (STUDI KASUS PERTUNJUKKAN MASYARAKAT CURUG DAHU)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Pendidikan Seni Rupa FPBS

Oleh:

Yuda Syah Putra 0901412

JURUSAN PENDIDIKAN SENI RUPA FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2013


(2)

KAJIAN VISUAL PROPERTI SENI PERTUNJUKKAN BUAYA PUTIH (STUDI KASUS PERTUNJUKKAN MASYARAKAT CURUG DAHU)

Oleh Yuda Syah Putra

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni

© Yuda Syah Putra 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Desember 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

YUDA SYAH PUTRA

KAJIAN VISUAL PROPERTI SENI PERTUNJUKKAN BUAYA PUTIH (STUDI KASUS SENI PERTUNJUKKAN MASYARAKAT CURUG

DAHU)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing 1

Dr. Ayat Suryatna, M.Si.

NIP. 196401031989011001

Pembimbing 2

Dr. Zakarias S. Soeteja, M.Sn.

NIP. 196707241997021001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Seni Rupa

Bandi Sobandi, M.Pd.


(4)

KAJIAN VISUAL PROPERTI SENI PERTUNJUKKAN BUAYA PUTIH (STUDI KASUS PERTUNJUKKAN MASYARAKAT CURUG DAHU)

SKRIPSI

Diajukan oleh: Yuda Syah Putra

NIM. 0901412 Bandung, Desember 2013

DISETUJUI dan DISAHKAN oleh PENGUJI Penguji I

Drs. Maman Tocharman, M.Pd

NIP. 194812251974121001 Penguji II

Dra. Titi Soegiarti, M.Pd

NIP. 195509131985032001 Penguji III

Dadang Sulaeman, S.Pd.,M.Sn


(5)

ABSTRACT

White Crocodile arts entertainment around the 90's and previously named Crocodile Mangap. Along with the times Crocodile White arts entertainment sustain many changes and developments in function terms and manner of presentation, of course, various of changes that occur from functioning as well as other elements, especially on the material and the visual element at the White Crocodile is very interesting to study . In this research, the authors formulate the problem specifically in the form of a question. First, what a forms, processes and techniques making property of White Crocodile in the Crocodile White art entertainment in Curug Dahu village ? Second, the meaning of what is contained in each element of visual properties of White Crocodile in the White Crocodile art entertaintment in Curug Dahu village ? With the research purpose, to identify and describe forms and processes and techniques are used in the making property White Crocodile in the White Crocodile art in Curug Dahu village. And to know and describe the meaning contained in each visual element on the property White Crocodile in the White Crocodile arts entertaint in Curug Dahu village. The research method used is descriptive method with qualitative approach. Because the data generated in the form of words or verbal from people of associated with the White Crocodile art entertainment . White Crocodile Art is having Islamic traditional arts, as well as cultural heritage that reflects the Curug Dahu village communities. Processes and techniques used in the making property of White Crocodile art entertainment still use the traditional process as well as the materials used was taken from the wild. In each visual element contained in the White Crocodile property has a philosophical meaning functions and adapted to function as a property entertainment in the wedding party. The function of traditional art that has been experiencing a shift should be addressed with wisdom shared by all parties. As a young generation of the nation and we should continue to maintain and preserve the traditional arts as wealth and pride. Besides White Crocodile art can be lifted and published to the wider community.


(6)

ABSTRAK

Seni pertunjukkan Buaya Putih ada sekitar tahun 90-an dan sebelumnya bernama Buaya Mangap. Seiring dengan berkembangnya zaman seni pertunjukkan Buaya Putih mengalami banyak perubahan dan perkembangan dari segi fungsi dan tata cara penyajian, tentu saja berbagai perubahan yang terjadi dari fungsi serta unsur-unsur lainnya terutama pada bahan dan unsur-unsur visual pada Buaya Putih sangat menarik untuk diteliti. Dalam penelitian ini, penulis merumuskan masalah secara khusus dalam bentuk pertanyaan. Pertama, Bagaimana bentuk, proses dan teknik pembuatan properti Buaya Putih dalam seni pertunjukkan Buaya Putih di kampung Curug Dahu? Kedua, Makna apa yang terkandung dalam setiap unsur

visual properti Buaya Putih dalam seni pertunjukkan Buaya Putih di kampung

Curug Dahu?. Dengan tujuan penelitian, untuk mengetahui dan mendeskripsikan bentuk serta proses dan teknik yang digunakan dalam pembuatan properti Buaya Putih dalam seni pertunjukkan Buaya Putih di kampung Curug Dahu. Serta untuk mengetahui dan mendeskripsikan makna yang terkandung dalam setiap unsur

visual pada properti Buaya Putih dalam seni pertunjukkan Buaya Putih di

kampung Curug Dahu. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Karena data yang dihasilkan berupa kata atau lisan dari orang-orang yang berkaitan dengan seni pertunjukkan Buaya Putih. Kesenian Buaya Putih merupakan kesenian tradisional yang bernafaskan Islam, juga sebagai warisan budaya yang merefleksikan keadaan masyarakat kampung Curug Dahu. Proses dan teknik yang digunakan dalam pembuatan properti seni pertunjukkan Buaya Putih masih menggunakan cara yang tradisional serta bahan-bahan yang digunakkan pun diambil dari alam. Dalam setiap unsur visual yang terdapat dalam properti Buaya Putih memiliki fungsi serta makna filosofis yang disesuaikan dengan fungsinya sebagai properti pertunjukkan dalam pesta pernikahan. Fungsi seni tradisi yang selama ini sudah mengalami pergeseran hendaknya disikapi dengan kearifan bersama oleh seluruh pihak. Sebagai generasi muda dan penerus bangsa kita hendaknya terus menjaga dan melestarikan kesenian tradisional sebagai kekayaan dan kebanggan. Selain itu kesenian Buaya Putih dapat diangkat dan dipublikasikan untuk dikenal masyarakat luas.


(7)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN... i

ABSTRAK... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

BAB. I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Penelitian... 1

B. Rumusan Masalah Penelitian... 3

C. Tujuan Penelitian... 4

D. Manfaat Penelitian... 4

E. Sistematika Penulisan... 5

BAB. II LANDASAN TEORI... 7

A. Tinjauan Umum Kriya... 7

1. Pengertian Kriya dan Perkembangannya... 7

2. Fungsi kriya... 8

3. Sistem Perancangan... 12

B. Nilai Estetik Kriya... 15

1. Teori Estetika... 15

2. Estetika Timur... 17

3. Struktur Seni... 19

BAB. IIIMETODE PENELITIAN... 29

A. Waktu dan Tempat Penelitian... 29

B. Metode Penelitian... 30

C. Teknik Pengumpulan Data... 30

D. Instrumen Penelitian... 32

E. Prosedur dan Tahapan Penelitian... 34

BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN... 36

A. Gambaran Umum Kabupaten Serang... 36

1. Sejarah Singkat... 36

2. Letak geografis ... 39

3. Bahasa dan Budaya... 41

4. Corak Kehidupan Masyarakat... 41

B. Gambaran Umum Seni Pertunjukkan Buaya Putih di Kampung Curug Dahu Kabupaten Serang... ... 42


(8)

1. Bentuk, Proses dan teknik pembuatan Buaya Putih di

Kampung Curug Dahu... 52

2. Bahan dan Peralatan yang digunakan dalam Membuat Buaya Putih... 58

3. Makna yang Terkandung dalam Unsur Visual Buaya Putih di Kampung Curug Dahu... 63

D. Pembahasan Hasil Penelitian... 75

1. Bentuk, Proses dan Teknik Pembuatan... 82

2. Makna yang Terkandung dalam Unsur Visual Properti Buaya Putih... 89

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 106

A. KESIMPULAN... 106

B. SARAN... 108

DAFTAR PUSTAKA... 110


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel

2.1. Model kajian berdasar unsur denotasi dan konotasi... 19 3.1. Instrumen Penelitian... 32 4.1. Proses dan Teknik Pembuatan Buaya Putih di kampung Curug

Dahu... 53 4.2. Bahan yang digunakan dalam pembuatan Buaya Putih... 58 4.3. Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan Buaya Putih ... 61 4.4. Fungsi dan Makna dibalik Bahan yang digunakan dalam pembuatan

Buaya Putih di kampung Curug Dahu ... 66 4.5. Struktur Buaya Putih... 71


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Karakter Garis... 20

Gambar 2.2. Bentuk berupa Garis... 22

Gambar 2.3. Bidang... 23

Gambar 2.4. Tekstur... 24

Gambar 2.5. Roda Warna... 24

Gambar 3.1. Peta Kecamatan Padarincang... 29

Gambar 4.1. Peta Kabupaten Serang... 40

Gambar 4.2. Peta Kecamatan Padarincang... 40

Gambar 4.3. Visualisasi Buaya Putih... 42

Gambar 4.4. Pertunjukan Buaya Putih... 63

Gambar 4.5. Buaya Putih... 76

Gambar 4.6. Perubahan Bahan Dari Pelepah Rumbia Menjadi Kayu Randu... 82

Gambar 4.7. Letak Penempatan Buah Pinang... 83

Gambar 4.8. Bentuk Kerangka Punggung... 84

Gambar 4.9. Bentuk Perut... 84

Gambar 4.10. Bentuk Ekor Buaya Putih... 85

Gambar 4.11. Bentuk Kaki Buaya Putih... 85

Gambar 4.12. Pembentukan Kepala Buaya Putih... 86

Gambar 4.13. Menyatukan bagian kepala dengan bambu sebagai kerangka utama Buaya Putih... 87

Gambar 4.14. Pembentukan kaki... 88

Gambar 4.15. Membentuk kerangka Buaya Putih... 88

Gambar 4.16. Memberi Hiasan-hiasan pada kerangka... 89

Gambar 4.17. Kerangka Buaya Putih... 90

Gambar 4.18. Bahan Kepala Buaya putih... 91

Gambar 4.19. Daun Sirih... 92

Gambar 4.20. Jambe (buah pinang)... 93

Gambar 4.21. Ijuk... 94

Gambar 4.22. Warna pada kepala Buaya Putih... 95

Gambar 4.23. Warna pada daun Sirih... 96

Gambar 4.24. Warna pada buah pinang... 97

Gambar 4.25. Ijuk di kepala Buaya Putih... 97

Gambar 4.26. Bentuk Kepala buaya Putih... 98

Gambar 4.27. Janur Kuning... 99

Gambar 4.28. Bambu... 100

Gambar 4.29. Kayu... 101

Gambar 4.30. Pelepah Rumbia... 101

Gambar 4.31. Warna pada Punggung Buaya Putih... 102


(11)

Gambar 4.33. Kaki... 104 Gambar 4.34. Kerangka Tulang Punggung (luar)... 105


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Keputusan Penelitian Lampiran 2. Daftar Istilah

Lampiran 3. Pedoman Wawancara Lampiran 4. Dokumentasi Foto Penelitian Lampiran 5. Riwayat Hidup


(13)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Indonesia adalah negera kepulauan yang banyak memiliki ragam suku, adat, agama dan budaya yang berbeda beda. Beragam budaya yang dimiliki bersama berjalannya waktu terus berkembang dan menumbuhkan suatu budaya yang baru yang merupakan percampuran satu budaya dengan budaya yang lain, hal ini didasari oleh perasaan dan kehendak untuk berkreasi dan terlihat memiliki karakter atau ciri khas yang berbeda dari yang lain. Meskipun kebudayaan yang ada memiliki karekter dan perbedaan yang banyak terpengaruh dari luar namun karakter bangsa Indonesia sangat kuat, karena setiap kebudayaan yang muncul telah melewati proses yang panjang. Namun, harus diimbangi dengan melestarikan kesenian/kebudayaan yang lama yang semakin hari semakin dilupakan.

Berbagai bentuk kebudayaan dan kesenian yang dimiliki setiap daerah di Indonesia menjadikannya sebuah daya tarik yang bisa terus digali dan dikembangkan serta dimanfaatkan sebagai aset pariwisata yang tak ternilai harganya, ini bisa dilakukan oleh masyarakat Indonesia sendiri dengan memperkenalkan setiap kesenian yang ada.

Salah satu wilayah yang kaya akan budaya dan memiliki karakter yang kuat adalah provinsi Banten yang merupakan salah satu provinsi termuda di Indonesia. Provinsi Banten saat ini memiliki 4 kabupaten dan 4 kota sejak terbentuknya provinsi Banten pada tahun 2000 lalu, kabupaten dan kota tersebut yaitu kabupaten Pandeglang, Serang, Lebak, Tangerang dan Kota Serang, Tangerang, Cilegon, dan Tangerang selatan. Dari 4 kabupaten dan 4 kota Banten memiliki beragam kesenian dan kebudayaan seperti kesenian Cokek, kesenian Goong Rancag, kesenian Gambang Keromong, kesenian Tanjidor, kesenian Patingtung, teater Ubrug, kesenian Debus, seni pertunjukkan Buaya Putih dan banyak lagi. Kesenian dan kebudayaan tersebut menjadi salah salah satu aset berharga yang dimiliki provinsi Banten.


(14)

2

Potensi seni budaya yang ada dan berkembang di Banten sangatlah kaya serta memiliki karakter dan ciri khas tersendiri, namun potensi-potensi seni budaya Banten belum banyak digali dan dimanfaatkan sebagai daya tarik wisata. Kurangnya penggalian dan pembinaan terhadap seni budaya Banten menjadi salah satu hal penyebab kurang dikenal dan belum menjadi salah satu daya tarik wisata di Banten. Masyarakat terutama di Banten harus menyadari bahwa Banten memiliki aset potensi seni budaya daerah yang unik, yang dapat dikembangkan dan dilestarikan secara optimal. Seni budaya daerah tersebut dapat dijual kepada wisatawan karena memiliki nilai estetis yang tinggi dan dapat mensejahterakan masyarakat terutama para pelaku seni.

Banyak seni budaya yang masih perlu digali keunikan dan keragamannya misalkan dari potensi potensi seni budaya yang ada seperti musik tradisional, seni pertunjukan tradisional, seni rupa dan seni tari tradisional yang terdapat di Banten baik mengkaji bentuk visual, narasi, audio dan lainnya. Sehingga seni budaya yang ada di Banten mudah untuk dipublikasikan dan dikenal terutama wisatawan dan masyarakat Banten sendiri.

Salah satu kesenian daerah yang memiliki keunikan dan nilai estetis yang tinggi adalah kesenian pertunjukkan Buaya Putih yang berkembang di kampung Curug Dahu desa Kadubereum kecamatan Padarincang kabupaten Serang. Kehidupan masyarakat Banten terutama di Padarincang memang sangat unik dibandingkan dengan kehidupan di perkotaan hal ini ditunjang dengan lingkungan alam yang asri serta memegang tradisi yang kuat. Alam Padarincang yang asri nan indah dikelilingi oleh pegunungan dan persawahan yang luas dan subur dangan panorama yang sangat indah nan menawan. Wilayah Padarincang terletak di 37 kilometer dari ibukota kabupaten Serang, wilayah ini dikenal sebagai daerah penghasil buah dan hasil pertanian yang sangat unggul terutama beras kewalnya dan buah durian yang rasanya sangat lezat .

Seni pertunjukkan Buaya Putih ada sekitar tahun 90-an dan sebelumnya bernama Buaya Mangap. Iringan Buaya Putih ini biasanya dilakukan dalam kegiatan mengirimkan bahan-bahan keperluan hajat-an yang menjadi ciri khas daerah setempat, dimana keperluan hajat-an ditata sedemikan rupa pada sebatang


(15)

3

pohon bambu yang dibentuk rangka mirip seekor buaya dengan panjang mencapai 8 sampai 10 meter, dengan dihiasi janur kelapa dan seni pertunjukan Buaya Putih ini dimainkan secara keseluruhan oleh 40 orang. Keunikan dari pertunjukkan Buaya Putih salah satunya adalah bahan yang digunakan dalam pembuatan properti Buaya Putih dimana sebagian besar bahan yang digunakan diambil dari alam dan hasil tani warga setempat.

Namun seiring dengan berkembangnya zaman Seni pertunjukkan Buaya Putih mengalami banyak perubahan dan perkembangan dari segi fungsi dan tata cara penyajian, yang sebelumnya kesenian ini fungsinya hanya di pertunjukan untuk mengirimkan bahan bahan keperluan hajatan dalam pesta pernikahan saja. Selain itu dalam seni pertunjukkan Buaya Putih memiliki keunikan pada properti yang digunakan, seperti bahan, teknik pembuatan, makna dan unsur visual lainnya. Tentu saja berbagai perubahan yang terjadi dari fungsi serta unsur unsur lainnya terutama pada bahan dan unsur visual pada Buaya Putih di kampung Curug Dahu sangat menarik untuk diteliti.

Sedikitnya catatan tertulis mengenai seni pertunjukkan Buaya Putih membuat informasi-informasi mengenai seni pertunjukkan tersebut semakin sulit didapat. Akibatnya secara perlahan keberadaan seni pertunjukkan Buaya Putih semakin sulit untuk dikenal, dan bahkan tidak mustahil akan hilang. Melihat kondisi tersebut peneliti mengangkat Seni pertunjukkan Buaya Putih sebagai objek penelitian dalam karya ilmiah penulis. Dengan tujuan penelitian untuk mengetahui dan mendeskripsikan mengenai seni pertunjukan Buaya Putih agar masyarakat mengetahui bagaimana teknik pembuatan, unsur visual, serta fungsi dan makna yang terkandung dalam seni pertunjukkan buaya Putih. Dengan adanya penulisan penelitian ini, menjadi informasi tambahan tertulis sehingga informasi mengenai seni pertunjukan Buaya Putih yang perlahan mulai hilang tetap terjaga. Selain itu ini merupakan dedikasi dari penulis karena pertunjukkan Buaya Putih adalah warisan budaya dari daerah penulis.

Dari latar belakang di atas penulis termotivasi dan tertarik untuk mengangkat kesenian tradisional Buaya Putih sebagai objek penelitian mengenai “ Kajian


(16)

4

masyarakat Curug Dahu) ”. Penelitian ini ditujukan untuk mendeskripsikan dan mengidentifikasi proses, teknik, bahan, bentuk dan warna, struktur serta makna yang terdapat pada visual kesenian Buaya Putih.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penulis mencoba merumuskan masalah, yang menjadi fokus penelitian yaitu:

Analisis bentuk dan makna yang terkandung dalam setiap unsur visual properti buaya putih dalam seni pertunjukkan Buaya Putih. Secara khusus masalah penelitian disusun dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk, proses dan teknik pembuatan properti Buaya Putih dalam seni pertunjukkan Buaya Putih di kampung Curug Dahu?

2. Makna apa yang terkandung dalam setiap unsur visual properti Buaya Putih dalam seni pertunjukkan Buaya Putih di kampung Curug Dahu?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan seni pertunjukkan Buaya Putih agar masyarakat mengetahui teknik pembuatan, komponen visual, serta fungsi dan makna yang terdapat dalam kesenian tradisional Buaya Putih. Secara khusus tujuan penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Mengetahui dan mendeskripsikan bentuk serta proses dan teknik yang digunakan dalam pembuatan properti Buaya Putih dalam seni pertunjukkan Buaya Putih di kampung Curug Dahu.

2. Mengetahui dan mendeskripsikan makna yang terkandung dalam setiap unsur

visual pada properti Buaya Putih dalam seni pertunjukkan Buaya Putih di

kampung Curug Dahu.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain: 1. Bagi penulis

a. Penulis mendapatkan pengetahuan secara tertulis dan praktis tentang aspek-aspek visual pada seni pertunjukkan Buaya Putih.


(17)

5

b. Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai proses pembuatan properti seni pertunjukkan Buaya Putih di kampung Curug Dahu.

2. Bagi jurusan Pendidikan Seni Rupa

a. Di harapkan dengan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi penelitian lanjutan mengenai seni pertunjukkan Buaya Putih.

b. Memberikan informasi tambahan mengenai seni pertunjukkan Buaya Putih.

3. Bagi masyarakat

a. Untuk menambah apresiasi dan memotivasi masyarakat untuk memberdayakan dan melestarikan kebudayaan/kesenian daerah.

b. Untuk menambah wawasan tentang proses pembuatan properti seni pertunjukkan Buaya Putih di kampung Curug Dahu.

4. Bagi dunia pendidikan

a. Sebagai informasi dan pengetahuan mengenai kesenian daerah baik mengenai proses pembuatan, bahan maupun bentuk Buaya Putih dalam seni pertunjukkan di kampung Curug Dahu

b. Sebagai pengayaan ilmu terutama dalam kajian visual seni pertunjukkan Buaya Putih

E. Sistematika Penulisan

1. BAB 1. Pendahuluan

Dalam bab ini berisi pembahasan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, asumsi, hipotesis, serta sestematika penulisan.

a. Latar Belakang Penelitian b. Rumusan Penelitian c. Tujuan Penelitian d. Manfaat Penelitian e. Sistematika Penulisan


(18)

6

Dalam kajian pustaka ini berisi teori teori utama dan teori teori turunannya dalam bidang yang dikaji, Penelitian terdahulu yang relevan, dan posisi teoritik peneliti yang berkenaan dengan masalah yang di teliti.

3. Bab III. Metode Penelitian

Dalam bab ini membahas mengenai waktu, tempat penelitian, instrumen penelitian, pendekatan dan metode penelitian, serta teknik pengumpulan data, prosedur dan tahap tahap penelitian.

4. Bab IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Dalam bab ini medeskripsikan hasil penelitian meliputi komponen visual dan makna serta fungsi yang terkandung dalam kesenian tradisional Buaya Putih di kampung Curug Dahu desa Kadubereum kecamatan Padarincang kabupaten Serang.

5. Bab V. Kesimpulan dan Saran

Bab ini akan mengemukakan kesimpulan hasil pembahasan yang telah di ulas di bab IV serta temuan dan pandangan penulis dalam seluruh unsur yang telah di teliti.


(19)

29

BAB III

METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian yang dilaksanakan relatif sangat singkat kurang lebih enam bulan dan penelitian lapangan dilaksanakan dalam beberapa kali kunjungan. Kunjungan dilakukan pada hari sabtu, 16 maret 2013, hari minggu 14 april 2013, hari jumat dan sabtu 3-4 mei 2013.

2. Tempat Penelitian

Tempat yang dijadikan penelitian ini Terletak di Desa Kadu Bereum, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang, Propinsi Banten. Wilayah kecamatan Padarincang terletak pada 109o – 110o BT dan 6o – 7o LS dengan ketinggian 450m – 500m dari permukaan laut dan Luas wilayah kurang lebih : 99, 12 km serta berjumlah 13 Desa yang salah satunya adalah desa Kadu Bereum

Gambar 3.1. Peta Kecamatan Padarincang (sumber : https://maps.google.com: 2013)


(20)

30

Wilayah Kecamatan Padarincang terletak 37 KM dari Ibukota Kabupaten Serang wilayah ini adalah sebagai paru-parunya Ibukota provinsi Banten. Memiliki batas-batas wilayah disebelah utara berbatasan langsung dengan laut jawa, disebelah selatan dengan wilayah kabupaten Lebak dan Pandegelang, disebelah barat dengan laut selat sunda dan di sebelah timurnya dengan wilayah kabupaten Tangerang. Dan luas wilayahnya yang mencakup luas 187.600 hektar, terdiri atas dataran rendah pantai, dataran rendah bukan pantai dan daerah pegunungan dengan ketinggian berkisar antara 0-700 meter diatas permukaan laut.

B. Metode Penelitian

“Metode lebih menekankan kepada strategi, proses, dan pendekatan dalam memilih jenis, karakteristik, serta dimensi ruang dan waktu dari data yang di

perlukan.” (Sudjana, 2011:52). Metode sangat penting dan membantu dalam suatu penelitian karena metode merupakan cara yang penting dalam mencapai suatu tujuan.

“Secara umum, penelitian diartikan sebagai suatu proses pengumpulan analisis data yang dilakukan secara sistematis dan logis untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.” (Sukmadinata, 2011:5). Dalam Bab ini penelitian penulis mengumpulkan sumber yang berupa fakta dan data yang berkaitan dengan judul skripsi: KAJIAN VISUAL PROPERTI SENI PERTUNJUKKAN BUAYA PUTIH (STUDY KASUS PERTUNJUKKAN MASYARAKAT CURUG DAHU).

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Karena data yang dihasilkan berupa kata atau lisan dari orang-orang yang berkaitan dengan seni pertunjukkan Buaya Putih.

“penelitian deskriptif (descriptive research) ditujukan untuk mendeskripsikan

suatu keadaan atau fenomena-fenomena apa adanya.”(Sukmadinata, 2011:18).

“penelitian kualitatif ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari

sudut atau perspektif partisipan.”(Sukmadinata, 2011:94).

C. Teknik Pengumpulan Data

“Ada beberapa teknik pengumpulan data, yaitu wawancara, angket,

observasi, dan studi dokumenter.” (Sukmadinata, 2011:216) Dalam pelaksanaan penelitian diperlukan metode pengumpulan data yang dilakukan secara sistematik.


(21)

31

Banyak tidaknya data yang dikumpulkan, akan mempengaruhi hasil penelitian, Agar hal tersebut dapat dicapai penulis telah mempersiapkan teknik pengumpulan data sesuai dengan penjelasan di atas, adapun langkah-langkah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Wawancara

Wawancara adalah teknik yang secara langsung digunakan di lapangan dengan tujuan mendapatkan informasi dari orang/tokoh yang dianggap memiliki pengetahuan tentang objek yang diteliti. Objek yang diteliti penulis adalah Buaya Putih dalam seni pertunjukkan di kampung Curug Dahu.

Menurut Rohidi (2011: 208) bahwa:

Wawancara adalah suatu teknik yang digunakan untuk memperoleh informasi tentang kejadian yang oleh peneliti tidak dapat diamati sendiri secara langsung, baik karena tindakan atau peristiwa yang terjadi di masa lampau atau karena peneliti tidak diperbolehkan hadir di tempat kejadian itu.

“Wawancara atau interviu (interview) merupakan salah satu bentuk teknik

pengumpulan data yang banyak digunakan dalam penelitian deskriptif kualitatif

dan deskriptif kuantitaif.”(Sukmadinata, 2011:216)

Secara fisik Wawancara sendiri terbagi menjadi 2 macam: a. Wawancara terstruktur

Arikunto (2002: 132) menurutnya: Interviu/wawancara terstruktur terdiri dari serentetan pertanyaan dimana pewawancara tinggal memberikan check () pada pilihan jawaban yang telah disiapkan. Sedangkan menurut Nyoman Kutha Ratna (2010:230) bahwa: wawancara terstruktur sering disebut juga wawancara baku, terarah, terpimpin, didalamnya susunan pertanyaan sudah ditentukan sebelumnya.

Dalam penelitian wawancara terstruktur memudahkan dan lebih efektif dalam mencatat hasil wawancara. Karena sebelumnya sudah disiapkan pedoman/pertanyaan wawancara.

b. Wawancara tidak terstruktur

Menurut Nyoman Kutha Ratna (2010:230) bahwa: wawancara tak terstruktur disebut juga wawancara mendalam, intensif, dan terbuka. Sedangkan


(22)

32

menurut Rohidi (2011:208) bahwa Secara tipikal, wawancara mendalam lebih menyerupai percakapan dibandingkan wawancara yang terstruktur secara formal.

Wawancara dilakukan tanpa pedoman wawancara, dalam hal ini untuk mendapatkan informasi lebih mendalam tentang objek penelitian serta digunakan sebagai pendahuluan dalam penelitian.

2. Observasi

Di dalam pengertian Psikologik, Arikunto (2002:133) mengungkapkan, observasi atau yang disebut pula dengan pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra. Sesuai penjelasan diatas mengobservasi dapat dilakukan melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba, dan pengecap.

3. Dokumentasi

“Dokumentasi, dari asal katanya dokumen, yang artinya barang-barang

tertulis.”(Arikunto, 2002:135). Berdasar penjelasan diatas penulis melaksanakan metode dokumentasi dengan menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku, majalah, dokumen dan catatan-catatan lainnya.

D. Instrumen Penelitian

Menentukan dan menyusun instrumen dalam penelitian sangatlah penting, seperti yang dikatakan Arikunto (2002:136) bahwa:

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah.

Dengan demikian bisa dikatakan dalam penelitian diperlukan alat atau instrumen yang diterapkan dalam metode penelitian agar mendapatkan data yang lebih baik. Adapun instrumen yang digunakan adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1. Instrumen Penelitian

NO ACUAN PENELITIAN DESKRIPSI PENELITIAN

1 Aspek Visual Buaya Putih a. Bahan

b. Peralatan c. Bentuk d. Warna e. Proporsi


(23)

33

2 Aspek Makna Simbolik Buaya Putih

a. Bahan b. Bentuk c. Warna a. Daftar kerangka pertanyaan wawancara

Daftar kerangka pertanyaan ini dibuat dengan tujuan agar wawancara yang dilakukan dapat terfokus pada permasalahan yang ingin ditanyakan. Wawancara dilakukan dengan koresponden yang dianggap memiliki informasi lebih banyak dan dapat dipercaya. Adapun daftar wawancara yang saya laksanakan terlampir.

b. Recorder dan Kamera foto

Recorder adalah alat perekam suara, alat ini digunakan untuk mempermudah dalam wawancara sehingga informasi yang didapatkan jelas dan mempercepat dalam proses wawancara tersebut. Selain itu mempermudah dalam penyusunan karena informasi yang didapat bisa diputar berulang-ulang.

Sedangkan kamera foto berfungsi sebagai alat dokumentasi berupa gambar, yang digunakan dalam merekam momen, mendokumentasikan karya, serta proses kreatif dalam pembuatannya dan bukti proses observasi agar data yang telah diperoleh dapat dipertanggung jawabkan.


(24)

34

E. Prosedur dan Tahapan Penelitian

Kajian Visual Properti Seni Pertunjukkan Buaya Putih (Studi Kasus Pertunjukkan Masyarakat Kampung Curug Dahu)

Tujuan Penelitian: 1. Mengetahui dan

mendeskripsikan Proses dan teknik yang

digunakan dalam pembuatan properti seni pertunjukkan Buaya Putih di kampung Curug Dahu.

2. Mengetahui dan

mendeskripsikan makna yang terkandung dalam setiap unsur visual seni pertunjukkan Buaya Putih di kampung Curug Dahu.

Rumusan Masalah:

1. Bagaimana proses dan teknik pembuatan properti Buaya Putih dalam seni pertunjukkan Buaya Putih di kampung Curug Dahu?

2. Makna apa yang

terkandung dalam setiap unsur Visual properti Buaya Putih dalam seni pertunjukkan Buaya Putih di kampung Curug Dahu?

Kesimpulan dan Saran

Pengumpulan Data: 1. Wawancara 2. Observasi 3. dokumentasi

Analisis Data:

1. Menganalisis proses dan teknik yang digunakan dalam pembuatan Buaya Putih di kampung Curug Dahu 2. Menganalisis makna yang terkandung dalam unsur –

unsur visual seni pertunjukkan Buaya Putih di kampung Curug Dahu


(25)

35

Dalam tahapan penelitian dibagi menjadi 3 tahap, yaitu: 1. Tahap Pra-lapangan

Persiapan awal yang dilakukan peneliti adalah mengidentifikasi masalah yang diteliti, lalu merumuskan masalah, studi pendahuluan dengan melakukan survei ke lokasi, memilih pendekatan melalui metode penelitian, kemudian menentukan sumber data. Proposal dibuat yang kemudian di ajukan dan dikonsultasikan untuk mendapatkan persetujuan. Setelah mendapat persetujuan dan dosen pembimbing yang sesuai dengan apa yang diteliti. Setelah dikonsultasikan dan disetujui dosen pembimbing kemudian diajukan ke fakultas untuk mendapatkan SK (Surat Keputusan)

2. Tahap kegiatan lapangan

Mengumpulkan data berupa catatan lapangan dan obeservasi secara keseluruhan lalu menyaring data-data yang diperlukan sesuai dengan fokus penelitian kemudian mendeskripsikan untuk memecahkan permasalahan yang diteliti. Ketika berada dilapangan pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara kepada warga dan tokoh masyarakat yang memiliki hubungan terhadap objek yang diteliti, observasi dilakukan sendiri sehingga peneliti dapat terlibat langsung, kemudian mendokumentasikan apa yang dibutuhkan dalam penelitian.

3. Analisis Data

Pada tahapan ini peneliti mengumpulkan semua catatan baik tertulis maupun gambar dari hasil observasi, wawancara, dokumentasi. Kemudian dikelompokan sesuai tujuan dan masalah penelitian. Apabila ada data yang masih diragukan peneliti melakukan pengecekan ulang kelapangan. Membahas dan mendeskripsikan temuan-temuan dari hasil peneliian dalam bentuk karya ilmiah yang kemudian menyimpulkan hasil dari penelitian tersebut.


(26)

106

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN

Berdasar data-data yang berhasil dihimpun dan dianalisis oleh penulis, dihasilkan kesimpulan sebagai berikut:

Kesenian Buaya Putih ada sekitar tahun 1990-an namun sebelumnya bernama Buaya Mangap, asal-usul kesenian Buaya Mangap sendiri tidak diketahui secara pasti kapan, darimana, dan oleh siapa kesenian itu dibuat. Perubahan nama menjadi Buaya Putih yang sebelumnya bernama Buaya Mangap karena ingin memperhalus makna yang sebelumnya dianggap memiliki makna yang kurang baik. Perubahan nama Buaya Putih juga diiringi dengan perubahan pada bagian kepala dimana awalnya kepala buaya terbuat dari 2 pelapah rumbia (kirai) yang dibuat menyerupai kepala buaya lalu berubah menggunakan kayu randu yang di ukir dan dibentuk menyerupai kepala buaya alasan perubahan yang terjadi pada kepala buaya putih karena agar lebih menayerupai bentuk buaya asli sehingga menambah nilai estetis pada penampilannya.

Pemilihan nama Buaya Putih adalah hasil musyawarah tokoh masyarakat Curug Dahu dimana nama Buaya Putih memiliki makna yang lebih halus dan baik serta sesuai dengan fungsinya sebagai seni pertunjukkan dalam pesta pernikahan. Hewan Buaya yang menjadi simbol tidak ada legenda atau mitos dibalik pengambilan nama Buaya namun masyarakat setempat mengenal Buaya atau hewan yang hanya memiliki satu pasangan saja selama hidupnya, juga masyarakat setempat mengenal Buaya berdasarkan sifat alami hewan tersebut dalam habitatnya merupakan hewan yang bertanggung jawab, ketika bertelur buaya akan membuat sarang dan menempatkan telur-telurnya dalam tempat yang tersembunyi dan akan terus menjaga telur-telur tersebut sampai menetas, setelah menetas pun induk buaya akan terus menjaga anak-anak Buaya tersebut. Menurut narasumber pengantin diharapkan akan bertahan menjalin hubungan seumur hidupnya juga akan bertanggung jawab dengan pernikahan dan anak yang akan dilahirkannya nanti seperti Buaya yang dikenal masyarakat setempat. Nama Putih


(27)

106

pada kesenian Buaya Putih diambil karena warna Putih dikenal memiliki makna yang baik dan sesuai dengan fungsi sebagai seni pertunjukan dalam pesta pernikahan yang bermakna sakral, suci, jujur, seperti hal nya warna putih yang dikenal masyarakat setempat bahwa warna putih melambangkan sesuatu hal yang sangat sakral, dan suci.

Pembahasan penelitian ini menitik beratkan pada properti Buaya Putih, sehingga masalah masalah pokok yang diangkat dalam penelitian ini mengenai bentuk, proses dan teknik pembuatan serta unsur visual yang terkandung dalam properti Buaya Putih.

1. Bentuk, proses dan teknik pembuatan

Bentuk pembuatan buaya putih diadopsi dari bentuk hewan buaya pada umumnya dan besar-kecilnya ukuran disesuaikan dengan pesanan yang diminta oleh calon pengantin pria. bentuk yang dibuat terlihat menghindari bentuk realistis dari bentuk hewan buaya, hal tersebut menunjukkan dalam pembuatannya mendapat pengaruh sangat kuat dari agama Islam. Namun bentuk yang diolah oleh pengrajin terlihat estetis meskipun para pengrajin tidak memiliki keahlian khusus. Proses dan teknik yang digunakan dalam pembuatan properti seni pertunjukan Buaya Putih masih menggunakan cara yang tradisional artinya masih menggunakan tangan dan alat-alat tradisional. Peralatan yang digunakan merupakan alat pertukangan yang sudah akrab dengan kehidupan masyarakat setempat seperti pisau, golok, gergaji, palu, paku dan pahat. Proses pembuatan dimulai dengan mengumpulkan bahan-bahan dari alam sekitar kampung Curug Dahu sampai dengan mengolah bahan-bahan tersebut menjadi kerangka buaya. Bahan-bahan yang digunakan seperti bambu, daun sirih, buah pinang, ijuk, pelepah rumbia, janur kuning dan kayu randu diambil dari alam lingkungan masyarakat kampung Curug Dahu. Dalam pembuatannya dilakukan oleh warga sekitar dengan sukarela dan bergotong-royong. Bentuk, proses dan teknik, pembuatan buaya putih merupakan refleksi keadaan masyarakat kampung Curug Dahu dan juga merupakan sarana pengikat hubungan masyarakat terutama budaya gotong-royong.


(28)

106

2. Makna yang terkandung dalam setiap unsur visual properti Buaya Putih

Kesenian Buaya Putih merupakan kesenian tradisional yang bernafaskan Islam yang tumbuh dan berkembang di kampung Curug Dahu. Hal ini terlihat dari bentuk-bentuk yang ditampilkan menghindari bentuk realistis dari bentuk hewan buaya pada umumnya. Bahan-bahan yang digunakan memiliki fungsi yang berguna untuk berbagai keperluan pernikahan, seperti daun sirih setelah digunakan dalam pembuatan properti buaya putih dapat dibagikan kepada ibu-ibu yang membantu memasak didapur pemilik pesta pernikahan. Daun sirih tersebut digunakan untuk menginan bersama dengan buah pinang. Ijuk dapat digunakan sebagai tali dan bahan pembuatan sapu serta bambu dan kayu untuk keperluan memasak. Selain itu bahan-bahan seperti ijuk, daun sirih, buah pinang, dan janur merupakan simbol dari harapan dan rasa syukur kepada Allah SWT. Buaya Putih selain sebagai simbol dalam seni pertunjukkan pernikahan, juga sebagai properti dan alat untuk membawa seserahan pernikahan. Buaya Putih juga merupakan simbol kedudukan sosial terlihat dari besar kecilnya Buaya Putih dan banyaknya bahan seserahan menyimbolkan status mempelai laki-laki. Warna yang terdapat dalam setiap bahan, memiliki perlambangan dan makna khusus seperti warna putih, melambangkan kesucian, kemurnian dan sakral. Begitu juga dengan warna-warna seperti kuning pada janur melambangkan keagungan, warna-warna hijau pada bambu dan daun sirih, melambangkan kesuburan dan warna hitam pada ijuk, melambangkan kerahasiaan serta merah atau jingga pada buah pinang, memberi kesan hidup, segar dan semangat.

B. SARAN

Fungsi seni tradisi yang selama ini sudah mengalami pergeseran hendaknya disikapi dengan kearifan bersama oleh seluruh pihak. Bedasarkan hasil dan pengamatan selama penelitian di lapangan, ada beberapa saran dan masukan dimana sebagai generasi muda dan penerus bangsa akan terus menjaga dan melestarikan kesenian tradisional sebagai kekayaan dan kebanggan. Selain itu peneliti berharap kesenian Buaya Putih dapat diangkat dan di publikasikan untuk dikenal masyarakat luas.


(29)

106

Dengan demikian, peneliti akan memberikan saran dan masukan kepada pihak-pihak tertentu yang terkait, diantaranya :

1. Bagi pengrajin Buaya Putih hendaknya terus berusaha untuk terus mengembangkan kemampuannya dan mewariskan pengetahuan dalam proses pembuatan Buaya Putih kepada generasi muda, serta mempertahankan nilai-nilai yang ada dalam proses pembuatannya seperti dengan tetap mempertahankan bahan-bahan alami yang digunakan serta budaya gotong-royong yang ada didalamnya. Membuat miniatur Buaya Putih sebagai cinderamata yang bernilai ekonomi dan sebagai alat untuk mengenalkan kesenian Buaya Putih.

2. Bagi dunia Pendidikan, baik sekolah maupun lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Kesenian Buaya Putih dapat menjadi studi banding terhadap kesenian yang tersebar di indonesia, serta menjadi informasi dan bahan masukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya. 3. Bagi Masyarakat setempat agar meningkatkan rasa kepedulian dengan

mengelola dan melestarikan serta bangga akan kesenian tradisional Buaya Putih sebagai warisan leluhur.

4. Bagi Pemerintah kabupaten Serang khususnya, serta umumnya instansi-instansi terkait untuk memperhatikan keberadaan kesenian tradisional, karena selain sebagai identitas yang memiliki nilai luhur kesenian tradisional dapat menjadi daya tarik wisata yang tentu dapat berdampak pada sektor perekonomian, dan sektor lainnya.


(30)

106

DAFTAR PUSTAKA

Achadiati. (1992). Seri Penerbitan Sejarah Peradaban Manusia Zaman Banten (Cetakan Pertama). Jakarta : Multiguna.

Aryo, S. (2009). Ornamen Nusantara. Semarang: Dahara Prize.

Darmaprawira W.A, Sulasmi. (2002). WARNA Teori dan Kreativitas

Penggunaanya. Bandung: ITB.

Dinas Kebudayaan & Pariwisata Kabupaten Serang. (2009). Profil Seni Budaya

Banten. Serang: Dinas Kebudayaan Kabupaten Serang

Irawan, B. & Tamara, P. (2013). Dasar-dasar Desain. Jakarta: Griya Kreasi Kartika, D.S. (2007). Estetika. Bandung: Rekayasa Sains.

Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi (Edisi Revisi 2009). Jakarta : Rineka Cipta.

Krisnanto, S. et al. (2009). Seni Kriya dan Kearifan Lokal. Dalam Lintasan

Ruang dan Waktu. Tanda Mata Untuk Prof. Drs. Gustami, SU.

(Cetakan 1). Yogyakarta: B.I.D ISI Yogyakarta.

Ratna, N.K. (2010). Metodologi penelitian kajian budaya dan ilmu sosial

humaniora pada umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rohidi, T.R. (2012). Metodologi penelitian Seni. Semarang: Cipta Prima Nusantara.

Sachari, A. (2005). Metodologi Penelitian Budaya Rupa. Jakarta : Erlangga. Suharsimi, A. (2002). Prosedur penelitian Suatu pendekatan Praktek. Jakarta:

Rineka Cipta.

Sanyoto, E.S. (2009) Nirmana Elemen-elemen Seni dan Desain (Edisi kedua). Yogjakarta: Jalasutra

Sobur, A. (2009). Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Warsono. Et al.(2003). Bunga Rampai Kajian Seni Rupa. Dalam Kenangan

Purnatugas Prof. Drs. Suwaji Bastomi (Edisi 1). Semarang: Unnes


(31)

106

Internet :

Sape’i, I. (2012). Kesenian Tradisional Buaya Putih Padarincang, [Online].

Tersedia : http://buayaputih-enday.blogspot.com/2012/06/kesenian-tradisional-buaya-putih.html [ 2 januari 2013]

Yudoseputro, W. (1983) Seni Kerajinan Indonesia. Untuk SMIK. (Edisi Pertama). ... Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

....(...). Era Kesultanan, [Online]. Tersedia : http://www.bantenprov.go.id/r-ead/article-detail/era-kesultanan/94/era-kesultanan.html [ 2 januari 2013]

....(2011). Sejarah Serang Banten, [Online]. Tersedia: http://serangkab.go.id/profil_kabu-paten/sejarah. [ 2 januari 2013 ]


(32)

DAFTAR PUSTAKA

Achadiati. (1992). Seri Penerbitan Sejarah Peradaban Manusia Zaman Banten (Cetakan Pertama). Jakarta : Multiguna.

Arikunto, S. (2002). Prosedur penelitian Suatu pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Aryo, S. (2009). Ornamen Nusantara. Semarang: Dahara Prize.

Bambang, I. & Priscilla, T. (2013). Dasar-dasar Desain. Jakarta: Griya Kreasi Darsono, S.K. (2007). Estetika. Bandung: Rekayasa Sains.

Dinas Kebudayaan & Pariwisata Kabupaten Serang. (2009). Profil Seni Budaya

Banten. Serang: Dinas Kebudayaan Kabupaten Serang

Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi (Edisi Revisi 2009). Jakarta : Rineka Cipta.

Krisnanto, S. et al. (2009). Seni Kriya dan Kearifan Lokal. Dalam Lintasan

Ruang dan Waktu. Tanda Mata Untuk Prof. Drs. Gustami, SU.

(Cetakan 1). Yogyakarta: B.I.D ISI Yogyakarta.

Ratna, N.K. (2010). Metodologi penelitian kajian budaya dan ilmu sosial

humaniora pada umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rohidi, T.R. (2012). Metodologi penelitian Seni. Semarang: Cipta Prima Nusantara.

Sachari, A. (2005). Metodologi Penelitian Budaya Rupa. Jakarta : Erlangga. Sadjiman, E.S. (2009) Nirmana Elemen-elemen Seni dan Desain (Edisi kedua).

Yogjakarta: Jalasutra

Sape’i, I. (2012). Kesenian Tradisional Buaya Putih Padarincang, [Online].

Tersedia : http://buayaputih-enday.blogspot.com/2012/06/kesenian-tradisional-buaya-putih.html [2 januari 2013]

Sobur, A. (2009). Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Sulasmi W.A, Darmaprawira. (2002). WARNA Teori dan Kreativitas


(33)

Warsono. Et al.(2003). Bunga Rampai Kajian Seni Rupa. Dalam Kenangan

Purnatugas Prof. Drs. Suwaji Bastomi (Edisi 1). Semarang: Unnes

Pers.

Wiyoso, Y. (1983) Seni Kerajinan Indonesia. Untuk SMIK. (Edisi Pertama). ... Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

....(...). Era Kesultanan, [Online]. Tersedia : http://www.bantenprov.go.id/r-ead/article-detail/era-kesultanan/94/era-kesultanan.html [2 januari 2013]

....(2011). Sejarah Serang Banten, [Online]. Tersedia: http://serangkab.go.id/profil_kabu-paten/sejarah. [2 januari 2013]


(1)

2. Makna yang terkandung dalam setiap unsur visual properti Buaya Putih

Kesenian Buaya Putih merupakan kesenian tradisional yang bernafaskan Islam yang tumbuh dan berkembang di kampung Curug Dahu. Hal ini terlihat dari bentuk-bentuk yang ditampilkan menghindari bentuk realistis dari bentuk hewan buaya pada umumnya. Bahan-bahan yang digunakan memiliki fungsi yang berguna untuk berbagai keperluan pernikahan, seperti daun sirih setelah digunakan dalam pembuatan properti buaya putih dapat dibagikan kepada ibu-ibu yang membantu memasak didapur pemilik pesta pernikahan. Daun sirih tersebut digunakan untuk menginan bersama dengan buah pinang. Ijuk dapat digunakan sebagai tali dan bahan pembuatan sapu serta bambu dan kayu untuk keperluan memasak. Selain itu bahan-bahan seperti ijuk, daun sirih, buah pinang, dan janur merupakan simbol dari harapan dan rasa syukur kepada Allah SWT. Buaya Putih selain sebagai simbol dalam seni pertunjukkan pernikahan, juga sebagai properti dan alat untuk membawa seserahan pernikahan. Buaya Putih juga merupakan simbol kedudukan sosial terlihat dari besar kecilnya Buaya Putih dan banyaknya bahan seserahan menyimbolkan status mempelai laki-laki. Warna yang terdapat dalam setiap bahan, memiliki perlambangan dan makna khusus seperti warna putih, melambangkan kesucian, kemurnian dan sakral. Begitu juga dengan warna-warna seperti kuning pada janur melambangkan keagungan, warna-warna hijau pada bambu dan daun sirih, melambangkan kesuburan dan warna hitam pada ijuk, melambangkan kerahasiaan serta merah atau jingga pada buah pinang, memberi kesan hidup, segar dan semangat.

B. SARAN

Fungsi seni tradisi yang selama ini sudah mengalami pergeseran hendaknya disikapi dengan kearifan bersama oleh seluruh pihak. Bedasarkan hasil dan pengamatan selama penelitian di lapangan, ada beberapa saran dan masukan dimana sebagai generasi muda dan penerus bangsa akan terus menjaga dan


(2)

106

Dengan demikian, peneliti akan memberikan saran dan masukan kepada pihak-pihak tertentu yang terkait, diantaranya :

1. Bagi pengrajin Buaya Putih hendaknya terus berusaha untuk terus mengembangkan kemampuannya dan mewariskan pengetahuan dalam

proses pembuatan Buaya Putih kepada generasi muda, serta

mempertahankan nilai-nilai yang ada dalam proses pembuatannya seperti dengan tetap mempertahankan bahan-bahan alami yang digunakan serta budaya gotong-royong yang ada didalamnya. Membuat miniatur Buaya Putih sebagai cinderamata yang bernilai ekonomi dan sebagai alat untuk mengenalkan kesenian Buaya Putih.

2. Bagi dunia Pendidikan, baik sekolah maupun lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Kesenian Buaya Putih dapat menjadi studi banding terhadap kesenian yang tersebar di indonesia, serta menjadi informasi dan bahan masukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya. 3. Bagi Masyarakat setempat agar meningkatkan rasa kepedulian dengan

mengelola dan melestarikan serta bangga akan kesenian tradisional Buaya Putih sebagai warisan leluhur.

4. Bagi Pemerintah kabupaten Serang khususnya, serta umumnya instansi-instansi terkait untuk memperhatikan keberadaan kesenian tradisional, karena selain sebagai identitas yang memiliki nilai luhur kesenian tradisional dapat menjadi daya tarik wisata yang tentu dapat berdampak pada sektor perekonomian, dan sektor lainnya.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Achadiati. (1992). Seri Penerbitan Sejarah Peradaban Manusia Zaman Banten (Cetakan Pertama). Jakarta : Multiguna.

Aryo, S. (2009). Ornamen Nusantara. Semarang: Dahara Prize.

Darmaprawira W.A, Sulasmi. (2002). WARNA Teori dan Kreativitas Penggunaanya. Bandung: ITB.

Dinas Kebudayaan & Pariwisata Kabupaten Serang. (2009). Profil Seni Budaya Banten. Serang: Dinas Kebudayaan Kabupaten Serang

Irawan, B. & Tamara, P. (2013). Dasar-dasar Desain. Jakarta: Griya Kreasi Kartika, D.S. (2007). Estetika. Bandung: Rekayasa Sains.

Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi (Edisi Revisi 2009). Jakarta : Rineka Cipta.

Krisnanto, S. et al. (2009). Seni Kriya dan Kearifan Lokal. Dalam Lintasan Ruang dan Waktu. Tanda Mata Untuk Prof. Drs. Gustami, SU. (Cetakan 1). Yogyakarta: B.I.D ISI Yogyakarta.

Ratna, N.K. (2010). Metodologi penelitian kajian budaya dan ilmu sosial humaniora pada umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rohidi, T.R. (2012). Metodologi penelitian Seni. Semarang: Cipta Prima Nusantara.

Sachari, A. (2005). Metodologi Penelitian Budaya Rupa. Jakarta : Erlangga. Suharsimi, A. (2002). Prosedur penelitian Suatu pendekatan Praktek. Jakarta:

Rineka Cipta.

Sanyoto, E.S. (2009) Nirmana Elemen-elemen Seni dan Desain (Edisi kedua). Yogjakarta: Jalasutra

Sobur, A. (2009). Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Warsono. Et al.(2003). Bunga Rampai Kajian Seni Rupa. Dalam Kenangan Purnatugas Prof. Drs. Suwaji Bastomi (Edisi 1). Semarang: Unnes


(4)

106

Internet :

Sape’i, I. (2012). Kesenian Tradisional Buaya Putih Padarincang, [Online]. Tersedia : http://buayaputih-enday.blogspot.com/2012/06/kesenian-tradisional-buaya-putih.html [ 2 januari 2013]

Yudoseputro, W. (1983) Seni Kerajinan Indonesia. Untuk SMIK. (Edisi Pertama). ... Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

....(...). Era Kesultanan, [Online]. Tersedia : http://www.bantenprov.go.id/r-ead/article-detail/era-kesultanan/94/era-kesultanan.html [ 2 januari 2013]

....(2011). Sejarah Serang Banten, [Online]. Tersedia:


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Achadiati. (1992). Seri Penerbitan Sejarah Peradaban Manusia Zaman Banten (Cetakan Pertama). Jakarta : Multiguna.

Arikunto, S. (2002). Prosedur penelitian Suatu pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Aryo, S. (2009). Ornamen Nusantara. Semarang: Dahara Prize.

Bambang, I. & Priscilla, T. (2013). Dasar-dasar Desain. Jakarta: Griya Kreasi Darsono, S.K. (2007). Estetika. Bandung: Rekayasa Sains.

Dinas Kebudayaan & Pariwisata Kabupaten Serang. (2009). Profil Seni Budaya Banten. Serang: Dinas Kebudayaan Kabupaten Serang

Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi (Edisi Revisi 2009). Jakarta : Rineka Cipta.

Krisnanto, S. et al. (2009). Seni Kriya dan Kearifan Lokal. Dalam Lintasan Ruang dan Waktu. Tanda Mata Untuk Prof. Drs. Gustami, SU. (Cetakan 1). Yogyakarta: B.I.D ISI Yogyakarta.

Ratna, N.K. (2010). Metodologi penelitian kajian budaya dan ilmu sosial humaniora pada umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rohidi, T.R. (2012). Metodologi penelitian Seni. Semarang: Cipta Prima Nusantara.

Sachari, A. (2005). Metodologi Penelitian Budaya Rupa. Jakarta : Erlangga. Sadjiman, E.S. (2009) Nirmana Elemen-elemen Seni dan Desain (Edisi kedua).

Yogjakarta: Jalasutra

Sape’i, I. (2012). Kesenian Tradisional Buaya Putih Padarincang, [Online]. Tersedia : http://buayaputih-enday.blogspot.com/2012/06/kesenian-tradisional-buaya-putih.html [2 januari 2013]

Sobur, A. (2009). Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda Karya.


(6)

Warsono. Et al.(2003). Bunga Rampai Kajian Seni Rupa. Dalam Kenangan Purnatugas Prof. Drs. Suwaji Bastomi (Edisi 1). Semarang: Unnes Pers.

Wiyoso, Y. (1983) Seni Kerajinan Indonesia. Untuk SMIK. (Edisi Pertama). ... Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

....(...). Era Kesultanan, [Online]. Tersedia : http://www.bantenprov.go.id/r-ead/article-detail/era-kesultanan/94/era-kesultanan.html [2 januari 2013]

....(2011). Sejarah Serang Banten, [Online]. Tersedia: