Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Implementasi Prinsip Prinsip University Governance Berlandaskan Tri Hita Karana di Universitas Mahasaraswati Denpasar - Bali T2 922009103 BAB IV
BAB IV
PELAKSANAAN PRINSIP-PRINSIP UNIVERSITY GOVERNANCE
DAN TRI HITA KARANA
DI UNIVERISTAS MAHASARASWATI DENPASAR
4.1. Pelaksanaan Prinsip-Prinsip University Governance Di Universitas
Mahasaraswati
Pelaksanaan prinsip-prinsip university governance tidak dapat dipisahkan dari sejarah dan filsafat yang dibangun dan diyakini oleh perguruan tinggi. Setiap perguruan tinggi memiliki tujuan jangka pendek dan
jangka panjang. Salah satu tujuan yang paling penting adalah memastikan
kelangsungan hidup perguruan tinggi itu sendiri. Mengelola perguruan
tinggi melalui tata kelola perguruan tinggi yang baik (good university
governance) adalah cara untuk mencapai tujuan dan sasaran yang
diinginkan.
4.1.1. Pelaksanaan Prinsip Transparansi di Universitas Mahasaraswati
Denpasar
Transparansi dalam konteks pendidikan tinggi berkaitan dengan kebutuhan untuk memberikan informasi yang lengkap, akurat dan tepat, melalui saluran terbaik yang tersedia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang upaya dan kinerja lembaga pendidikan tinggi di
berbagai bidang aktivitas yang dilakukan. Mengacu pendapat Wijatno (2009)
indikator dari prinsip transparansi lembaga universitas adalah: 1) keterbukaan bidang keuangan, 2) keterbukaan sistem dan prosedur penerimaan mahasiswa baru, 3) keterbukaan prosedur rekrutmen SDM, 4) keterbukaan
pemilihan pejabat struktural, dan 5) Keterbukaan informasi kepada
pemangku kepentingan lain
97
4.1.1.1. Keterbukaan bidang keuangan
Pelaksanaan prinsip transparansi dan keterbukaan bidang keuangan
di Universitas Mahasaraswati masih diperuntukkan bagi pihak internal
yayasan dan universitas, khususnya rektor dan jajarannya karena yang
menjadi pendamping ketika rektor menyampaikan laporan pada yayasan
setiap tahun. Terkait dengan hal ini, Dekan Fakultas Teknik memberikan
pernyataan sebagai berikut:
“Kita sebagai pendamping saja kan, rektor yang presentasi. Kadang ada
beberapa masukan dari yayasan. Pembina, pengawas, pengurus, yayasan
semua hadir. Rektor pertama menyampaikan, hanya presentasi saja karena
laporan tertulisnya kan sudah masuk sebelumnya ke yayasan. Presentasinya
ya Tri Drama Perguruan Tinggi dan keuangan. Kita tidak dapat laporan
secara tertulis, hanya mendengar presentasi itu saja, intinya rangkuman
dari laporan dekan-dekan semua.”
Pernyataan Dekan Fakultas Teknik di atas menunjukkan bahwa
dekan tidak mendapatkan laporan secara tertulis karena secara struktural
laporan ditujukan oleh rektor pada yayasan. Dekan fakultas hanya memiliki
pemahaman atas garis besar laporan yang merupakan rangkuman dari laporan serupa yang dibuat oleh dekan fakultas untuk diserahkan pada rektor.
Selain itu, dekan juga mengetahui isi laporan tersebut karena mendampingi
rektor ketika melakukan presentasi laporan kepada pihak yayasan.
Terkait dengan keterbukaan informasi kepada masyarakat, Dekan
Fakultas Hukum mengungkapkan:
“Memang belum ada laporan yang dapat diakses oleh masyarakat. Sedang
menuju ke arah itu. Selama ini laporan hanya disampaikan waktu presentasi
ke yayasan. Sebelumnya dilaporkan ke rapat senat dulu kemudian baru
dilaporkan ke rektor, rektor ke yayasan. Sistemnya langsung presentasi ke
yayasan. Kita para dekan rapatkan dulu, minta laporan dulu dari bagianbagian di fakultas. Kemudian laporan dari para dekan dikompilasi,
selanjutnya dibahas wakil dekan.”
Ungkapan di atas menunjukkan bahwa transparansi masih terbatas
hanya ditujukan bagi para stakeholder internal di lingkungan yayasan
maupun universitas saja. Kondisi demikian memunculkan pemikiran yang
berbeda dari beberapa pimpinan fakultas di Universitas Mahasaraswati
98
Denpasar. Hal ini berkaitan dengan otonomi pengelolaan keuangan yang
diberikan pada dekan, sehingga transparansi juga hanya berkaitan dengan
wewenang yang terbatas tersebut. Hal demikian dapat dilihat dari kutipan
wawancara dengan Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan berikut:
“Masalah keuangan urusan pimpinan pada yayasan. Laporan keuangan
untuk dekan ya hanya berkaitan dengan dana yang diberikan pada kami
dan pengelolaannya, gaji per bulan berapa, transport dosen berapa, ya
pengeluaran yang rutin. Jadi dosen berapa kali mengajar, gaji berapa. Saya
rasa hanya itu untuk yang transparansi keuangan. Dapat diakses, tidak. Kita
hanya diberikan dana barangkali 30% itu (dari SPP dll), untuk gaji dosen,
transport, pembelajaran.”
Kutipan
wawancara
tersebut
menunjukkan
bahwa
unsur
transparansi yang dirasa menjadi bagian wewenang dekan adalah sebatas
transparansi penggunaan dana yang diberikan pada fakultas saja, yaitu 30%
dari dana yang diperoleh. Pada sisi lain, adapula dana yang secara langsung
dianggarkan untuk mahasiswa sebagaimana dapat dilihat pada kutipan
wawancara dengan Dekan Fakultas Pertanian berikut:
“Secara transparan, dalam bentuk laporan itu ya. Dari fakultas diberi dana
itu 5.000 per kepala per mahasiswa perbulan, tapi itu nanti dipakai, semua
tanggung jawab kalau pertemuan dengan rektor dan dekan. Laporan bisa
diakses di bagian keuangan itu saja. Belum ada online. Sudah menuju arah
ke sana, tapi belum. Karena perlu proses ya. Laporan dari universitas ya
tidak dapat, hanya mendengar saja waktu rapat “.
Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa pada tingkat
fakultas unsur transparansi keuangan juga sebatas masih ditujukan bagi
kepentingan internal saja. Laporan belum dapat diakses oleh publik secara
luas, meskipun telah ada proses menuju ke arah tersebut. Terkait dengan
belum dapat diaksesnya laporan keuangan oleh pihak eksternal, Kepala
LPPM mengungkapkan:
“Kalau mengakses dalam arti kompetisi iya, ada dana hibah bisa diakses.
Kalau laporan keuangan mengakses secara individu tidak bisa. Secara
institusi sebagai anggota senat bisa. Mekanismenya nanti rektor dengan
yayasan. Perwakilan dosen dari tiap fakultas ada. Penggunaan dana belum
transparan sekali, tetapi saya rasa sudah menuju ke arah itu. Kalau untuk
LPPM transparansi penggunaan dana misalnya hibah ada laporan. Dari
LPPM rangkum hibah setahun, laporkan ke penerima hibah dan
99
penghibah. Pada sisi lain penerima hibah juga buat laporan. Untuk pajak
kita potongkan di depan. Monev internal eksternal kita potong. Monev
internal diselenggarakan oleh LPPM, ada poin-poinnya. Kalau eksternal
dari dikti “.
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa transparansi laporan keuangan diwujudkan secara kelembagaan. Artinya memang tidak untuk ditujukan bagi berbagai pihak secara individual. Sementara itu, masing-masing
unit dalam universitas kemudian hanya berfokus pada transparansi di
bagiannya saja.
Lebih lanjut, menurut pihak kopertis, unsur transparansi pengelolaan dana seharusnya tidak sebatas pada pelaporan pengelolaan keuangan dari
universitas kepada yayasan. Lebih dari itu, pihak yayasan juga dinilai memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan transparansi atas dana yang dikelolanya. Berikut kutipan wawancara dengan Kopertis 8 yang menunjukkan
hal tersebut:
“Transparan, banyak PTS tidak transparan karena keuangan diatur oleh
yayasan. Ini tidak transparannya. Apalagi ada aturan sekian persen ke
yayasan, sekian persen ke rektorat. Itu kan tidak transparan. Untuk apa
sekian persen dana yang masuk ke yayasan. Harusnya yayasan kalau ke
pengurus boleh, tetapi kalau ke pendiri, Pembina, itu yang tidak boleh.
Hanya saja pengurus ini tidak berdaya, pendiri ini yang berkuasa karena dia
mendirikan. Pengurus hanya pegawai biasa. Kalau terjadi masalah dengan
pengadilan misal ya pengurus yang berhadapan. Selama ini banyak yang ke
pendiri, pembina, itu tidak transparannya. Ini merupakan konflik umum di
seluruh Indonesia” .
Ungkapan di atas menunjukkan bahwa belum tercapainya unsur
transparansi secara penuh banyak terjadi dalam pengelolaan universitas
swasta. Hal ini dikarenakan yayasan dan rektorat sama-sama memiliki
wewenang mengelola dana, meskipun dengan porsi yang berbeda. Persoalannya adalah dana yang diberikan kepada yayasan wewenang pengelolaannya seharusnya hanya dapat diberikan pada pihak pengurus.
Hanya saja yang terjadi adalah pengurus yayasan tidak jarang didudukkan
pada posisi sebagai pegawai biasa, sedangkan pendiri atau pembina yayasan
menjadi pihak yang lebih berkuasa. Pada sisi lain, dana yang dikelola oleh
100
yayasan juga tidak secara jelas dilaporkan penggunaannya, berbeda dengan
dana yang dikelola rektorat dimana transparansinya lebih terjaga.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa secara garis besar
unsur transparansi penggunaan dana telah dilaksanakan, akan tetapi
informasinya hanya diperuntukkan bagi yayasan saja.
4.1.1.2. Keterbukaan sistem dan prosedur penerimaan mahasiswa baru
Keterbukaan pada bidang penerimaan mahasiwa baru dilakukan baik
lewat informasi langsung maupun lewat on line yang bisa diakses oleh
masyarakat. Seluruh persyaratan penerimaan mahasiwa baru telah diinformasikan, termasuk biaya-biaya yang dikeluarkan baik biaya kuliah,
SPP, dan juga uang pembangunan.
Pernyataan dari Badan Eksekutif Mahasiswa menunjukkan bahwa
pelaksanaan penerimaan mahasiwa baru telah dilakukan secara transparan
dengan menyatakan:
“Ya untuk penerimaan mahasiwa baru telah dilakukan secara transparan
dan seluruh informasi mengenai penerimaan baik syarat dan juga biayabiaya kami calon mahasiwa dapat meng-akses lewat website dan
pendaftaran melalui online dan seluruh biaya yang akan dibayarkan sesuai
dengan informasi yang terdapat didalam informasi yang diberikan melalui
website”.
Penerimaan mahasiwa baru yang transparan itu juga dinyatakan
oleh salah satu orang tua yang anaknya melanjutkan kuliah ke Universitas
Mahasaraswati sebagai berikut:
“kami sebagai orang tua merasa senang dan tenang karena semua informasi
tentang penerimaan mahasiswa baru yang diberikan UNMAS sangat jelas
lewat website yang tersedia dan kami juga sudah bisa menyiapkan dana
kuliah karena informasi biaya telah secara jelas diinformasikan”.
Tersedianya informasi secara terbuka juga dipergunakan tidak saja
oleh calon mahasiswa tetapi juga oleh orang tua untuk mendapatkan
informasi yang jelas terhadap pendaftaran mahasiwa baru.
101
4.1.1.3. Keterbukaan prosedur rekrutmen SDM
Proses rekrutmen pada dasarnya merupakan usaha yang sistematis
yang dilakukan pihak manajemen guna lebih menjamin bahwa tenaga kerja
yang diterima adalah tenaga kerja yang dianggap paling tepat, baik dengan
kriteria yang telah ditetapkan ataupun jumlah yang dibutuhkan, sehingga
dengan diperolehnya tenaga kerja yang tepat akan dapat meningkatkan
kinerja yang optimal dan dapat menunjang tercapainya tujuan organisasi.
Tentang
perekrutan dosen dan karyawan di Universitas Mahasaraswati
telah dituangkan dalam peraturan kepegawaian tetang rekrutmen dosen dan
pegawai. Semua syarat-syarat telah terdapat didalam peraturan dan selanjutnya pihak universitas menggunakan peraturan itu sebagi acuan untuk
melakukan perekrutan. Dalam perekrutan juga harus sepengetahuan yayasan
untuk mengetahui kemampuan yayasan dalam memberi gaji. Berikut
pernyataan yang diberikan oleh Yayasan:
“Dosen itu ada DPK, kemudian ada dosen yayasan. Ada dosen tetap
yayasan, ada dosen kontrak tetap. Dia dikontrak untuk waktu tetentu tapi
gajinya sama dengan dosen tetap yayasan. Nanti pertiga tahun. Andai kata
setelah 3 tahun kondisi keuangan kita merosot nanti kita stop dulu. Sejauh
kita butuh dan mampu membayar kita lanjut aja terus. Perekrutannya
terbuka sekali. Jumlahnya terserah, sesuaikan dengan kemampuan. Kalau
kebutuhan, kan universitas yang tahu. Makanya kita angkatlah dulu baru
kita sesuaikan dengan keuangan. Pengangkatan itu diumumkan, terbuka
semua. Yayasan berperan tapi nggak secara teknis, kita menyarankan saja
angkat sesuai kebutuhan dan sesuaikan kemampuan membayar”.
Perekrutan tenaga dosen dan karyawan diserahkan kepada
Univeristas berdasarkan usulan dari fakultas yang mengajukan kebutuhan
pegawai dan dosen kepada universitas. Selanjutnya yang melakukan proses
rekrutmen
adalah
pihak
universitas
dengan
melibatkan
fakultas.
Pelaksanaan perekrutan dilakukan secara transparan, seperti diungkapkan
oleh Dr. Wiryawan, dosen Fakultas Hukum:
“saya mengalami semuanya itu, saya menjalani test tulis, wawancara, dari
pihak rektorat dan fakultas, setelah tes wawncara, saya disuruh menunggu
dan informasi pelulusannya dilakukan lewat media massa. Disini saya
memang betul-betul tidak ada saudara, dan menurut saya perekrutannya
dilakukan secara transparan dan melibatkan banyak pihak. Karyawan juga
102
sama. Karyawan juga direkrut dalam proses seperti itu, kalau dosen honorer
dengan melihat kompetensi yang dimiliki oleh dosen tersebut. Misal kalau
di fakultas hukum dosen honorer seorang pengacara. Dalam perekrutan
karyawan dan dosen, untuk meluluskan dan tidak meluluskan universitas
masih meminta pertimbangan dari pihak fakultas.
Dan masalah
pengumuman secara terbuka lewat mass-media, dalam hal ini media Bali
Post”.
Berdasar dari informasi tersebut, perekrutan karyawan dan dosen di
Universitas Mahasaraswati telah dilakukan secara terbuka. Setiap orang yang
memiliki persayaratan diperbolehkan untuk melamar sesuai kebutuhan
universitas. Dalam pelaksanaanya dilakukan tes tulis dan tes wawancara.
Selanjutnya pihak universitas akan meminta pertimbangan kepada pihak
fakultas yang mengusulkan. Pengumuman kelulusan dilakukan lewat media
massa. Penyampaian kelulusan lewat media masssa juga merupakan bentuk
keterbukaan sehingga masyarakat atau yang berkepentingan melihat secara
terbuka kelulusannya.
4.1.1.4. Keterbukaan pemilihan pejabat struktural
Proses rekrutmen rektor maupun dekan di Universitas Mahasaraswati sudah dilakukan secara transparan. Sebagaimana diungkapkan oleh
Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan berikut:
“Transparan mulai dari pentahapan pencalonan, kualifikasi, persyaratannya
segala macam, jadwal pengiriman berkas, penilaian berkas, pengumuman
berkas, penyampaian visi misi di rapat senat, kemudian pemilihan.
Transparansinya dalam bentuk demokrasi” .
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa unsur transparansi dalam
pemilihan rektor telah dirasakan pada berbagai tahap yang dilakukan. Mulai
dari pencalonan, penentuan kualifikasi dan persyaratan, jadwal pengiriman
berkas, penilaian berkas, pengumuman berkas, kemudian penyampaian visi
misi di rapat senat, sampai tahap pemilihan. Dalam hal ini, proses pemilihan
rektor yang sangat demokratis dan terbuka membuat pihak internal
universitas merasa bahwa prosesnya telah berjalan transparan. Hal yang
sama diungkapkan oleh Dekan Fakultas Hukum sebagaimana dapat dilihat
dalam kutipan wawancara berikut:
103
“Transparan sudah karena sudah melalui proses pengumuman, perekrutan,
presentasi, penetapan, penyampaian visi misi, untuk menetapkan itu ada
panitianya yang bekerja. Syaratnya, verifikasi persyaratan itu” .
Penuturan Dekan Fakultas Hukum dalam kutipan wawancara
tersebut sejalan dengan yang diungkapkan Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan.
Unsur
transparansi
pemilihan
rektor
dalam
hal
ini
juga
dilihat
perwujudannya dalam rangkaian proses pemilihan rektor. Keterbukaan
dalam setiap tahapan pemilihan rektor dan kinerja panitia pemilihan rektor
membuat para pihak internal universitas menilai bahwa transparansi telah
tercapai.
Lebih lanjut, perwujudan transparansi juga dinilai oleh pihak
internal universitas dari keterbukaan proses voting yang dilakukan dalam
pemilihan rektor maupun dekan melalui rapat senat. Berikut kutipan
wawancara dengan Dekan Fakultas Ekonomi:
“Pemilihan dekan melalui senat fakultas. Jadi kita mengajukan paket dekan
dan wakil dekan, dipilih oleh senat. Kemudian senat mengajukan minimal
2 paket. 2 paket untuk dekan di fakultas, kalau rektor 3 paket. Voting
terbuka sekali. Penyampaian visi misi dulu. termasuk rektor. Senat yang
akan pilih dan ajukan ke yayasan. Selanjutnya yayasan memilih
berdasarkan hasil pemilihan”.
Voting yang dilakukan dalam proses pemilihan dekan oleh senat
fakultas maupun pemilihan rektor oleh senat universitas dirasa sangat
terbuka. Selanjutnya, meskipun yayasan mendapat pengajuan beberapa
nama rektor, tetapi yayasan akan memutuskan berdasarkan hasil voting
yang telah dilakukan oleh pihak internal universitas. Berikut pernyataan
Dekan Fakultas Pertanian yang menunjukkan hal tersebut:
“Kalau dekan itu penentuannya rapat fakultas. Ada panitianya dulu. Panitia
yang atur persyaratan semua. Finalnya ya senat yang milih, voting nanti
pemilihannya. Ya voting dicontreng gitu. Anggota senatnya dekan dan staf.
Dekan dan wakil dekan, dosen-dosen. Kalau universitas guru besar otomatis
anggota senat. Rapat, hasilya ke rektor, nanti rektor yang memutuskan
dekan terpilih, tapi biasanya berdasarkan hasil voting yang terbanyak.
Sudah sangat transparansi. Tidak ada pihak yang intervensi harus ini tidak,
tetapi berdasarkan suara terbanyak dalam pemilihan, diberi kebebasan”.
104
Lebih lanjut, hal yang sama juga diungkapkan oleh Wakil Rektor
Bidang Kemahasiswaan Universitas Mahasaraswati Denpasar yang merasa
bahwa saat ini proses pengangkatan rektor tidak lagi semata-mata didasarkan pada penunjukan dari pihak yayasan, tetapi melalui proses dengan
berbagai tahapan yang transparan. Berikut pernyataan Wakil Rektor Bidang
Kemahasiswaan:
“Kalau saya bicara kita mulai dari tahapan dekan dan rektor dipilih senat.
Kalau dulu pengangkatan dari yayasan boleh. Sejak tahun 1998 ada surat
edaran tata cara pengangkatan rektor. Di sini menurut saya sudah sesuai
SOP, sudah menggunakan prosedur tata cara semestinya. Jadi ada
persyaratan, sama juga untuk dekan dan wakil dekan, ada tata cara
pencalonan, tata cara pemilihan dan pengangkatan dekan. Mengacu pada
statuta, tapi syaratnya ditentukan universitas. Di dalam statuta itu setelah
senat melakukan pemilihan rektor kemudian akan diajukan ke yayasan
yang terpilih. Kalau di negeri syarat minimal ada 3 calon. Kita di sini juga
begitu. Selanjutnya dilaporkan beserta hasil perolehan suara votingnya.
Setelah dibawa ke yayasan nanti yayasan mengeluarkan SK pengangkatan” .
Sebagaimana dapat dilihat dalam pernyataan di atas bahwa saat ini
intervensi yayasan dalam proses pemilihan rektor maupun dekan sangat
minim. Pihak yayasan bahkan hanya menerima laporan pemilihan yang
telah dilakukan dan secara resmi mengeluarkan SK pengangkatan saja,
sedangkan seluruh proses pemilihan rektor maupun dekan diserahkan pada
universitas. Pemilihan rektor terpilih juga didasarkan pada hasil suara voting
terbanyak, sebagaimana SOP yang telah ada.
Transparansi juga dapat dilihat dari proses pemilihan anggota senat.
Berikut penuturan salah seorang wakil anggota senat universitas dari
Fakultas Hukum:
“Mekanisme di Fakultas Hukum penunjukan anggota senat yang mewakili
dekan dilakukan saat rapat dosen seluruh dosen untuk menunjuk yang akan
ditempatkan di anggota senat universitas sebagai wakil dosen disana. Jadi
ada rapat internal. Setiap fakultas memiliki wakil dosen. Kalau dekan kan
dia pasti wakil fakultas di senat. Terjadi perubahan statuta, setiap 20 orang
dosen diwakili 1 orang aturan yang baru. Sekarang masih aturan lama, tiap
fakultas 1 orang wakil. Jarang sampai voting pak, paling hanya musyawarah
mufakat saja. Nanti diberikan rekomendasi oleh Senat Fakultas untuk Senat
Universitas, lalu dikeluarkan surat keputusan bahwa saya adalah wakil
105
senat fakultas. Secara proses transparan karena dilakukan benar-benar
dalam rapat terbuka.”
Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa proses pemilihan
anggota senat juga telah dilakukan secara transparan, berlangsung secara
terbuka dalam rapat, serta dapat dilakukan dengan mengedepankan unsur
musyawarah. Begitu pula pada proses pengangkatan rektor yang selalu
didasarkan pada hasil rapat senat oleh internal universitas. Hal demikian
menurut pihak yayasan dapat menjadi langkah untuk mengantisipasi konflik
kepentingan, baik antara yayasan dengan universitas, maupun dalam
internal yayasan sendiri. Apabila pengangkatan rektor didasarkan pada suara
terbanyak hasil voting, maka hal yang demikian dirasa paling dapat diterima
oleh semua pihak.
4.1.1.5. Keterbukaan informasi kepada pemangku kepentingan lain
Kepada pihak eksternal/pemangku kepentingan lainnya, Universitas
Mahasaraswati Denpasar juga senantiasa mempublikasikan seluruh kegiatan
dan hasil karya nyatanya lewat media massa baik cetak maupun elektronik
dan pertemuan. Upaya-upaya diseminasi hasil kerja Universitas Mahasaraswati Denpasar sebagai wujud transparansi dan akuntabilitas publik
dilakukan dengan berbagai kegiatan seperti:
a. Publikasi, lewat Koran bertaraf lokal dan nasional, majalah ilmiah, jurnal
nasional,internasional dan terakreditasi. Lewat media elektronik seperti
siaran radio pemerintah (RRI) maupun swasta dengan menghadirkan
pihak awak media cetak maupun elektronik untuk mengamati dan
mengabadikan semua kegiatan yang dilaksanakan Universitas Mahasaraswati Denpasar baik kegiatan di dalam kampus maupun di luar
kampus.
b. Website
Universitas
Mahasaraswati
www.Universitas Mahasaraswati.ac.id.
Denpasar,
dengan
alamat
Sejak tahun 1999 Universitas
Mahasaraswati Denpasar telah mempublikasikan seluruh potensi dan
kegiatan yang ada di Universitas Mahasaraswati Denpasar dari tingkat
106
program studi sampai universitas yang diformulasikan berbentuk profil
Universitas Mahasaraswati Denpasar, fakultas dengan seluruh program
studi, lembaga, biro dan Unit Pelayanan Teknis. Melalui media ini
banyak mendapatkan respon publik dan stakeholders yang bernilai
positif untuk menggairahkan kinerja pengelola Universitas Mahasaraswati Denpasar.
c. Rapat Pimpinan (Rapim) Universitas Mahasaraswati Denpasar dengan
menghadirkan stakeholder dan pejabat terkait di lingkungan Universitas
Mahasaraswati Denpasar senantiasa menginformasikan hasil-hasil terbaik
yang diraih Universitas Mahasaraswati Denpasar menyangkut kegiatan
tri dharma dan kinerja civitas akademika.
d. Pameran Pendidikan ataupun Expo Pendidikan Tinggi yang diikuti oleh
Universitas Mahasaraswati Denpasar secara terprogram dan berkelanjutan. Melalui event tersebut Universitas Mahasaraswati Denpasar dapat
menginformasikan prestasi unggulan kegiatan tri dharma dan kemahasiswaan. Pengakuan publik dan stakeholder sangat baik yang dibuktikan
oleh adanya peningkatan penerimaan mahasiswa setiap tahun akademik,
menerima penghargaan APTISI Award dengan peringkat emas di bidang
Akreditasi Program Studi, Kopertis Award di bidang EPSBED dalam
Penerima Hibah terbanyak, serta Tri Hita Karana Award peringkat
Emerald.
e. Diseminasi hasil Hibah penelitian dan PKM dalam berbagai Skema, baik
melalui seminar nasional dan internasional, diunggah dalam jurnal
nasional dan terakreditasi, sebagai sikap akademis yang transparan dan
akuntabel yang berbasis profesionalisme.
f. Jurnal Ilmiah Kampus (Jurnal Santiaji Pendidikan, Alam Lestari, Maha
Widya, Bhakti Saraswati, Agrimeta, Juima, Juara, Mahayustika,
Interdental, dan Kurva Teknik), memberi informasi yang objektif
tentang prestasi dosen dan mahasiswa dalam pemikiran kritis dan kajian
ilmiah memberi keyakinan kepada publik tentang kualitas akademik
civitas akademika Universitas Mahasaraswati Denpasar.
107
g. Pagelaran Seni Budaya, yang ditampilkan secara terpadu dosen dan
mahasiswa dalam berbagai kesempatan baik di lingkungan kampus
maupun di luar kampus, bahkan di arena internasional seperti Festival
seni budaya yang dilaksanakan pemda Bali/pemkot Denpasar, kegiatan
Muhibah Seni ke Eropa (Belgia).
h. Laporan/Uraian Rektor, di setiap kegiatan Dies Natalis dan Wisuda
Sarjana dan Pascasarjana yang tentunya dalam kegiatan akademis
tersebut hadir publik dan stakeholder yang berkepentingan terhadap
kinerja dan hasil karya prestisius dari Universitas Mahasaraswati
Denpasar.
i. Newsletter Universitas Mahasaraswati Denpasar, sebagai media social
yang tercetak berisikan informasi berbagai kegiatan yang dilaksanakan
oleh Universitas Mahasaraswati Denpasar baik di dalam negeri maupun
di luar negeri, untuk memberi informasi kepada publik dan stakeholder.
Terkait keterbukaan informasi kepada stakeholder, Bapak Agung,
S,E., selaku Ketua Alumni memberikan pernyataan berikut:
“laporan-laporan Universitas Mahasaraswati kami dapatkan ketika kami
menghadiri undangan-undangan dari Universitas Mahasaraswati saat
melaksanakan wisuda dan diest natalis atau undangan lainnya”.
“Disamping itu sebagai alumni kami juga mengikuti bagaimana
perkembangan umnas lewat media masa dan juga elektronik juga
mengunjungi web-site unmas, dan memang betul disampaikan seluruh
perkembangan Universitas Mahasaraswati lewat media masssa. Kami
sangat beruntung sebagai alumni yang jarang ke kampus, mendapat
informasi secara luas perkembangan dan kemajuan Universitas
Mahasaraswati. Dan masyarakat luas dapat melihat perkembangan
Universitas Mahasaraswati”.
Pernyataan lain diungkapkan oleh Bapak Ketut Marjaya sebagai
orang tua mahasiswa dapat dengan mengatakan:
“saya sering melihat bagaimana Universitas Mahasaraswati selalu
memberikan informasi mengenai kemajuan dan hasil-hasil yang dicapai,
informasi yang disampaikan lewat mass media ini sebagai bukti juga bahwa
Universitas Mahasaraswati telah menyampaikan semuanya kepada
masyarakat luas tentang keberadaan Universitas Mahasaraswati”
108
“waktu saya menghadiri anak saya wisuda, pada buku wisuda juga
disampaikan hasil-hasil yang dicapai oleh Universitas Mahasaraswati dalam
menyelenggarakan tri dharma perguruan tinggi dan juga kerjasamakerjasama yang dilakukan”
4.1.2. Pelaksanaan Prinsip Akuntabilitas di Universitas Mahasaraswati
Denpasar
Akuntabilitas merujuk pada kewajiban pertanggungjawaban kepada
masyarakat dan menjadi salah satu aspek fundamental (Kama, 2011).
Akuntabilitas akan menjamin setiap kewenangan digunakan sesuai dengan
porsinya. Akuntabilitas juga berkaitan dengan pertanggungjawaban kepada
publik atas setiap aktivitas yang dilakukan (Endarti, 2005). Pertanggungjawaban tersebut dapat diwujudkan melalui pemberian informasi. Dengan
kata lain, pelaksanaan akuntabilitas merupakan suatu langkah pemenuhan
hak atas informasi publik dari masyarakat (Mardiasmo, 2006). Salah satu
jenis akuntabilitas menurut Vidovich dan Slee (2000) dalam Burke (2005:3)
adalah
inward accountability, yaitu akuntabilitas yang berpusat pada
tindakan staf pengajar dalam menerapkan berbagai standar profesional dan
etis, yang disebut sebagai akuntabilitas profesional. Sehingga akuntabilitas
jenis ini mengacu kepada perilaku taat dan bertanggung jawab dalam
menjalankan
tugas-tugas yang dipercayakan
kepada individu
yang
bersangkutan.
Menurut Mahmudi (2007) salah satu tujuan melakukan pengukuran
kinerja adalah untuk menciptakan akuntabilitas publik. Pengukuran kinerja
menunjukkan seberapa besar kinerja manajerial telah dicapai dan seberapa
bagus kinerja finansial organisasi. Pengukuran kinerja dapat digunakan
sebagai dasar penilaian akuntabilitas. Kinerja harus diukur dan dilaporkan
dalam bentuk laporan kerja. Pelaporan informasi kinerja sangat penting bagi
pihak
internal
membutuhkan
maupun
laporan
eksternal.
kinerja
dari
Bagi
pihak
stafnya
internal,
untuk
pimpinan
meningkatkan
akuntabilitas manajerial dan akuntabilitas kinerja, bagi pihak eksternal,
109
informasi kinerja tersebut digunakan untuk mengevaluasi kinerja organisasi,
menilai tingkat transparansi dan akuntabilitas publik.
Wijatno (2009) menyebutkan beberapa indikator pelaksanaan
akuntabilitas di lembaga perguruan tinggi yaitu: 1) terdapat uraian kerja
yang jelas dan tertulis dari setiap pejabat struktural, anggota senat, pengurus
yayasan, dosen, dan karyawan, 2) terdapat susunan kriteria penilaian
kinerja, dan 3) terdapat audit kinerja.
4.1.2.1. Terdapat uraian kerja yang jelas
Secara umum, pembagian tugas terdapat dalam Statuta Universitas
Mahasaraswati Denpasar. Pada penerapannya, masing-masing bagian di
Universitas Mahasaraswati membuat ketentuan tertulis secara lebih
operasional bagi anggotanya. Hal demikian diungkapkan oleh Dekan
Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati sebagai berikut:
“Ada uraian tertulis tugas dan tanggung jawab. Kita di pedoman ada,
mengambil dari statuta dulu turun ke renstra. Di fakultas melalui buku
pedoman. Renstra dalam lima tahun, program dalam satu tahun untuk
mahasiswa ada. Dari buku pedoman diterjemahkan lagi sesuai kebutuhan.
Dekan membuat kebijakan berdasarkan buku pedoman, buku pedoman
berdasarkan statuta. Karena kita bagian universitas ya jadi tidak bisa lepas
keterikatannya”.
Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa universitas memiliki ketentuan tertulis mengenai tugas dan tanggung jawab masing-masing
bagian. Ketentuan tersebut bersumber dari statuta dan berlaku secara umum
di universitas. Sementara itu, di tingkat fakultas terdapat ketentuan pembagian tugas dan tanggung jawab tertulis yang dikenal sebagai buku
pedoman. Sebagaimana dapat dilihat dalam kutipan wawancara tersebut
bahwa buku pedoman bersumber dari statuta sebagai ketentuan tertinggi
yang berlaku umum di universitas. Hal demikian menunjukkan bahwa
pedoman yang dimaksud adalah ketentuan operasional dari statuta. Buku
pedoman berlaku untuk masing-masing fakultas berbeda dan tidak hanya
berupa tugas dan tanggung jawab, tetapi adapula buku pedoman untuk
110
pihak-pihak lain di tiap fakultas. Hal yang sama diungkapkan oleh Dekan
Fakultas Teknik sebagai berikut:
“Uraian tugas tertulis fakultas ada, sementara dosen dan kaprodi juga ada.
Uraian tugas itu yang membuat kita (dekan). Jadi dekan yang susun job
desc-nya. Kalau secara umum ada di statuta”.
Pernyataan yang diungkapkan oleh Dekan Fakultas Hukum dan
Dekan Fakultas Teknik tersebut menunjukkan bahwa masing-masing
fakultas memiliki pedoman tertulis atas pembagian tugas berbagai pihak
dalam fakultas. Pedoman tersebut disusun oleh dekan, sesuai dengan
tugasnya sebagai pimpinan fakultas yang diuraikan dalam statuta.
Pembuatan pedoman diselaraskan dengan statuta, namun juga dibuat sesuai
dengan kondisi di masing-masing fakultas yang berbeda. Uraian tugas yang
dibuat dekan tidak hanya berkaitan dengan tugas dosen saja, tetapi juga
tugas untuk kepala program studi, karyawan, bahkan untuk mahasiswa.
Tugas dekan secara lebih rinci dapat diketahui melalui pernyataan Dekan
Fakultas Ilmu Pendidikan berikut:
“Kalau untuk akuntabilitas ada. Dekan itu pada awal semester menentukan
jumlah mata kuliah per semester, menentukan dosen, menentukan tugas
mengajar, menentukan jadwal mengajar, kemudian menentukan
pengambilan sks bagi siswa, setelah itu proses belajar mengajar
berlangsung, melakukan pemantauan, siapa yang mengajar siapa yang tidak,
siapa yang ijin, atau jurnal absensi, setelah itu UAS, pengumpulan nilai,
semester baru, selanjutnya sama”.
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa tugas dekan tidak hanya
berkaitan dengan penyusunan tugas berbagai unsur dalam fakultas. Lebih
dari itu, dekan sebagai pimpinan fakultas juga memiliki wewenang untuk
menyusun pedoman dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran di fakultas.
Selanjutnya, dekan juga bertanggung jawab untuk mengawasi jalannya
pelaksanaan berbagai kegiatan tersebut, termasuk untuk selanjutnya
dilakukan proses penilaian.
Apabila di tingkat universitas segala sesuatunya telah diatur dalam
statuta, maka di tingkat fakultas pengaturan tugas dan tanggung jawab
masing-masing
bagian
menjadi
sangat
penting.
Sebagaimana
telah
111
disinggung sebelumnya bahwa hal tersebut adalah bagian dari tugas dekan.
Lebih lanjut, kejelasan aturan terkait dengan tugas dan tanggung jawab
masing-masing bagian di fakultas kemudian sangat berkaitan dengan
kebijakan dekan sebagaimana dituangkan dalam buku pedoman. Hal
demikian menunjukkan bahwa dekan memegang peranan yang sangat
penting.
Berikut
penuturan
Dekan
Fakultas
Ekonomi
Universitas
Mahasaraswati Denpasar mengenai hal tersebut:
“Tupoksi ada. Saya di fakultas ada tapi kan mengacu ke perguruan tinggi
statuta universitas. Dekan menurunkan, buat tim di sini setelah selesai buat
tupoksi. Dekan yang tanggung jawab, kaprodi lepas”.
Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa dekan sebagai
pimpinan fakultas memiliki peranan yang sangat penting dalam tercapainya
unsur akuntabilitas terkait kejelasan pembagian tugas di lingkungan unit
kerjanya. Sebagia pihak yang berwenang membuat pembagian tugas dan
tanggung jawab pihak-pihak yang dipimpin, maka dekan juga harus dapat
memastikan bahwa kebijakan yang dibuatnya sejalan dengan statuta
universitas sebagai ketentuan tertinggi yang berlaku di universitas. Oleh
sebab itu, apabila dekan tidak memiliki kecakapan yang tepat dalam
melakukan pembagian tugas, akibatnya adalah unsur akuntabilitas di tingkat
fakutas secara keseluruhan akan terhambat.
4.1.2.2. Terdapat susunan kriteria penilaian kinerja
Selain berkaitan dengan kejelasan atas ketentuan tertulis tugas
masing-masing bagian, unsur akuntabilitas juga dapat dilihat dari proses
penilaian kinerja. Pokok-pokok kepegawaian Universitas Mahasaraswati
Denpasar pada Pasal 22 telah mengatur beberapa ketentuan terkait penilaian
prestasi kerja di lingkungan universitas. Dalam hal ini, guna membantu
pegawai dalam meningkatkan prestasi kerja, atasan secara langsung dan
berkala melakukan penilaian prestasi kerja pegawai. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa selain terdapat ketentuan pembagian tugas, terdapat
pula mekanisme yang mengatur penilaian kinerja. Berikut merupakan
112
kutipan wawancara dengan Dekan Fakultas Pertanian yang menunjukkan
hal tersebut:
“Job description di tingkat fakultas ada. Dekan tugasnya ini apa, dosen apa,
ada semua. Ada di panduannya, statuta. Mengukur kinerja para dosen saya
lihat dari kehadiran dia mengajar. Ada absen. Kemudian dari darma
penelitiannya, bagaimana teman-teman dalam menulis proposal penelitian,
pengabdian itu kalau di sini semangatnya luar biasa”.
Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa penentuan
kriteria penilaian kinerja dosen menjadi bagian dari tugas dekan masingmasing fakultas. Parameter utama yang digunakan untuk menilai kinerja
dosen adalah absen. Hal demikian juga diungkapkan oleh dekan dari fakultas
lain sebagaimana dapat dilihat dalam kutipan wawancara dengan Dekan
Fakultas Ilmu Pendidikan berikut:
“Kami menilai kinerja dosen itu dari kehadiran. Kehadiran minimal adalah
12 kali per semester. Kalau ada yang tidak 12 kali mereka wajib untuk
menambah tambahan jam mengajarnya hingga mencapai 12”.
Penuturan Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan tersebut menunjukkan
bahwa kehadiran merupakan unsur utama dalam penilaian kinerja dosen,
dengan ketentukan bahwa minimal kehadiran adalah 12 kali setiap
semesternya. Jumlah minimal tersebut adalah jumlah wajib yang harus
dipenuhi, sehingga ketika secara kumulatif belum tercapai maka dosen
bersangkutan wajib memberikan tambahan kuliah bagi mahasiswa. Hal
demikian dapat dilihat sebagai bentuk akuntabilitas dosen pada dekan
sebagai pimpinan dan pihak pembuat ketentuan. Pada sisi lain, kehadiran
dosen juga dapat dilihat sebagai bentuk akuntabilitas dosen kepada
mahasiswa sebagai pemenuhan hak minimal mahasiswa. Sebagaimana
pernyataan Dekan Fakultas Hukum berikut:
“Pengukuran kinerja teman-teman dosen melalui evaluasi absen, proses
belajar mengajar kita juga ada absensi dari mahasiswa. Jadi harus diabsen
kehadirannya, ditandatangani mahasiswa. Ada dua absen, absen mahasiswa
dibawa dosen, absen dosen dibawa mahasiswa untuk diserahkan dekanat
sebagai kontrol. Untuk nilai kita dua minggu setelah ujian, sekarang bahkan
satu minggu setelah ujian.”
113
Ungkapan di atas menunjukkan bahwa proses penilaian kinerja
dosen melalui daftar kehadiran juga dilakukan dengan melibatkan mahasiswa. Mahasiswa sebagai pihak yang berhubungan langsung dengan dosen
ketika proses pembelajaran di kelas dilibatkan sebagai proses kontrol.
Artinya bahwa mahasiswa menjadi pihak yang memberikan data untuk memastikan kehadiran dosen di kelas yang sebenarnya. Mekanisme kontrol
tersebut dapat menjadi suatu langkah penilaian kinerja yang lebih objektif.
Kutipan wawancara di atas juga menunjukkan bahwa penilaian
kinerja dosen di masing-masing fakultas tidak hanya sebatas pada kehadiran
dosen dalam proses belajar mengajar, tetapi juga terkait dengan pemenuhan
hak mahasiswa atas nilai. Dosen diwajibkan menyerahkan nilai maksimal
satu minggu setelah ujian. Ketentuan tersebut dapat dilihat sebagai suatu
bentuk jaminan bagi mahasiswa bahwa dosen akan bekerja sesuai ketentuan
yang telah dibuat.
Terkait dengan akuntabilitas yang ditujukan pada mahasiswa, selain
terkait dengan pemenuhan jam minimal mengajar, aspek penilaian juga
sangat penting. Berikut pernyataan Dekan Fakultas Teknik yang menunjukkan
hal tersebut:
“Selama ini kalau dosen yang tugas mengajar kan kita lihat absen
kehadiran, karena itu acuan memberi dana transportnya. Sekali hadir dapat
uang transport. Awal semester sekian sks, berapa dosen. Di awal sudah
ditetapkan teknik dapat uang sekian dengan melihat jadwal kerja. Kalau
dosen tidak datang dananya tidak diminta kembali oleh yayasan, tetapi
dikasih fakultas. Kemudian penilaian, dulu komitmen kita kalau satu
minggu tidak kumpul nilai maka semua nilai B. Mahasiswa yang dapat A
kemudian merasa tidak adil. Akhirnya sekarang kita tegas” .
Berdasarkan kutipan wawancara tersebut dapat diketahui bahwa
akuntabilitas yang ditujukan kepada mahasiswa tidak hanya berkaitan
dengan pemenuhan jam kegiatan pembelajaran di kelas. Unsur nilai juga
sangat penting, sehingga dapat menjadi dasar perubahan bagi kriteria
penilaian kinerja dosen. Pada sisi lain, kutipan wawancara tersebut juga
semakin menunjukkan bahwa standar penilaian kienrja yang baku belum
114
disusun. Penilaian kinerja cenderung didasarkan pada kesepakatankesepakatan di antara para pihak, serta berjalan sesuai kebiasaan umum yang
telah diterapkan. Oleh sebab itu, pengawasan dan pelaporan menjadi bagian
yang tidak dapat dilepaskan guna memenuhi unsur akuntabilitas.
Proses pengawasan dan pelaporan kinerja dilakukan secara
struktural. Artinya proses pengawasan dan pelaporan melibatkan dosen,
kaprodi, dekan, dan rektor. Berikut pernyataan Dekan Fakultas Ilmu
Pendidikan yang menunjukkan hal tersebut:
“Pengawasannya secara teknis wakil dekan 1, secara teknis bersama ketua
program studi. Jadi direkap itu siapa yang mengajar siapa yang tidak. Setiap
mau mengakhiri semester, WD 1 melapor, KPS melapor, nah dosen ini
kurang. Oke kita berikan surat untuk disuruh menambah jamnya. Dosen ini
menurut mahasiswa sering tidak mengajar. Nanti ada laporannya begitu”.
Berdasarkan kutipan wawancara tersebut dapat dilihat bahwa proses
pengawasan atas kinerja tidak hanya dilakukan secara teknis saja. Mahasiswa
dalam hal ini juga dilibatkan dalam proses tersebut. Sementara itu, secara
struktural pengawasan kinerja dilakukan secara berjenjang. Kinerja dosen
diawasi dan dilaporkan pada Ketua Program Studi (KPS). KPS diawasi dan
melaporkan kinerjanya pada Wakil Dekan, untuk selanjutnya di-teruskan
pada dekan dan rektor.
Kutipan wawancara tersebut juga menunjukkan bahwa pencapaian
kinerja yang belum optimal akan diupayakan penyelesaiannya. Misalnya,
bagi dosen yang tidak mencapai batas minimal jam mengajar akan diberi
surat untuk memberikan jam tambahan bagi mahasiswanya. Selian itu,
adapula
upaya
yang
dilakukan
melalui
jalan
dialog
sebagaimana
diungkapkan oleh Dekan Fakultas Pertanian berikut:
“Kita kasih pembinaan, apa masalahnya panggil. Kalau ada dosen yang tidak
melakukan itu. Sistem pengawasan pada dosen modelnya nanti dilihat
absennya. Direkap, kaprodi yang bertanggungjawab. Kita kontrol dosen kan
ada absen sama materi yang diajar apa. Jadi kita tidak langsung awasi ke
kelas” .
Selain dilakukan dengan cara pemberian surat teguran atau surat
peringatan, masalah kinerja pegawai yang belum optimal juga dapat
115
diupayakan solusinya dengan jalan dialog. Artinya bahwa pegawai yang
bersangkutan diajak bicara untuk menggali permasalahan yang menjadi
penyebab menurunnya kinerja.
4.1.2.4. Terdapat audit kinerja
Pencapaian akuntabilitas secara optimal tidak dapat dilepaskan dari
mekanisme audit yang dijalankan pihak universitas. Hasil penelitian yang
telah dilakukan menunjukkan bahwa Universitas Mahasaraswati Denpasar
sejauh ini hanya melakukan audit internal, sebagaimana diungkapkan oleh
Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang menyatakan:
“Kalau yang ini hanya internal. Kemudian ada juga kami bentuk gugus
penjaminan. Jadi gugus penjaminan itu juga ikut mengaudit, tapi hanya
audit internal. Hanya untuk kegiatan belajar mengajar, penelitian, tri darma
pokoknya intinya. Audit itu kita lakukan per semester, tetapi per tahun ada
laporan, per lima tahun laporan eksternal dalam bentuk perpanjangan ijin
prodi” .
Penuturan Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan tersebut menunjukkan
bahwa saat ini Universitas Mahasaraswati Denpasar telah melakukan audit
internal terhadap aktivitas yang berkaitan dengan Tri Dharma Perguruan
Tinggi, yaitu pendidikan/pengajaran, penelitian, dan pengabdian. Sedangkan
audit ekternal berkaitan dengan perpanjangan ijin program studi.
Audit internal berlangsung di tingkat universitas maupun tingkat
fakultas, bahkan di tingkat program studi. Berikut kutipan wawancara
dengan Dekan Fakultas Pertanian yang menunjukkan hal tersebut:
“Ada audit internal. Di fakultas ada, di kaprodi ada, di universitas badan
penjaminan mutu, dia mengaudit kinerja. Ada monev, monitoring evaluasi
internal, lalu ada gugus penjaminan mutu”.
Uraian tersebut menunjukkan bahwa proses audit internal dilakukan
oleh badan penjaminan mutu di tingkat universitas, monev, dan gugus
penjaminan mutu di tingkat fakultas. Dilakukannya audit internal pada
berbagai tingkatan unit di universitas juga diungkapkan oleh Dekan Fakultas
Teknik dalam kutipan wawancara berikut:
116
“Audit kita punya badan penjamin mutu, di tingkat fakultas. Di tingkat
prodi unit penjamin mutu, di tingkat fakultas gugus penjamin mutu, monev
itu”.
Berdasarkan kutipan wawancara tersebut dapat dilihat bahwa pada
dasarnya Universitas Mahasaraswati Denpasar telah memiliki suatu sistem
audit internal.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa prinsip
akuntabilitas belum sepenuhnya dilaksanakan di Universitas Mahasaraswati.
Terdapat aspek yang belum dicapai guna mewujudkan akuntabilitas
pengelolaan perguruan tinggi secara menyeluruh. Misalnya, belum adanya
audit eksternal pada bidang keuangan. Belum adanya audit eksternal secara
khusus pada bidang keuangan juga menjadi permasalahan tersendiri. Auditor
yang secara independen melakukan audit dalam pengelolaan Universitas
Mahasaraswati Denpasar tentu akan semakin menunjang pencapaian
akuntabilitas secara lebih komprehensif.
4.1.3. Pelaksanaan Prinsip Responsibilitas di Universitas Mahasaraswati
Denpasar
Setiap individu yang terlibat dalam pengelolaan perguruan tinggi
harus bertanggungjawab atas segala tindakannya sesuai dengan job
description yang telah ditetapkan. Termasuk para dosen harus mentaati etika
dan moral kedosenan. Harus dihindari pemerasan atau penjualan nilai pada
mahasiswa baik oleh dosen maupun oleh karyawan non-akademis.
Universitas harus selalu mengutamakan kesesuaian di dalam pengelolaan
perguruan tingginya menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan prinsip-prinsip institusi yang sehat dan berkualitas. Setiap bagian/unit
memiliki tugas dan fungsi masing-masing yang jelas, dengan alokasi
tanggung jawab masing-masing secara jelas tercantum dalam kebijakan
peraturan perguruan tinggi atau statuta yang telah disusun (Muhi, 2011). Hal
demikialah yang menjadi dasar berpijak bagi perguruan tinggi untuk
mewujudkan tanggung jawab di institusinya. Wijatno (2009) menyebutkan
117
dua indikator untuk mengetahui pelaksanaan prinsip responsibilitas pada
suatu organisasi, yaitu: 1) terdapat pembagian tugas yang jelas, dan 2)
terdapat peraturan kode etik yang berlaku.
4.1.3.1. Terdapat pembagian tugas yang jelas
Wijatno (2009) mengungkapkan, untuk menyelenggarakan semua
aktivitas universitas, diperlukan kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban semua organ dalam organisasi, sehingga pengelolaan
lembaga terlaksana secara efektif. Perguruan tinggi harus mempunyai uraian
tugas dan tangung jawab yang jelas (secara tertulis) dari setiap pejabat
struktural, anggota senat fakultas/akademis, organ yayasan, dosen, dan
karyawan. Termasuk juga kriteria dan proses pengukuran kinerja, pengawasan, dan pelaporan. Sejalan dengan pendapat Wijatno (2009), Universitas
Mahasaraswati dalam menyelenggarakan semua aktivitas sehari-hari berpedoman pada uraian tugas dan tanggung jawab yang telah ditetapkan dalam
Statuta Universitas Mahasaraswati Denpasar.
Statuta Universitas Mahasaraswati Denpasar menguraikan wewenang, tugas, dan tanggung jawab yayasan dalam pengelolaan Universitas
Mahasaraswati Denpasar. Yayasan bertugas untuk menyelenggarakan, membina, dan mengembangkan Universitas Mahasaraswati Denpasar, serta menggali sumber-sumber dana tambahan untuk tercapainya visi maupun misi
Universitas Mahasaraswati Denpasar. Pasal 12 Statuta Universitas Mahasaraswati Denpasar mengatur wewenang, tugas, dan tanggung jawab yayasan
dalam pengelolaan Universitas Mahasaraswati Denpasar sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
118
Menetapkan kebijaksanaan lembaga dan statuta
Menetapkan Rencana Induk Pengembangan (RIP) dan Rencana
Strategis (Renstra) Unmas Denpasar 5 tahunan
Menetapkan pendirian dan pengembangan program pendidikan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku
Mengangkat dan memberhentikan rektor
Memberikan penilaian dan persetujuan pengangkatan pejabat-pejabat
struktural yang diajukan rektor
Menerima dan mengesahkan usulan program kerja rektor
Menerima dan mengesahkan pertanggungjawaban rektor
8.
9.
Memberi dan menerima bantuan pihak luar
Mengangkat dan memberhentikan tenaga tetap, dosen, dan tenaga
administrasi, serta tenaga lainnya yang diperlukan dengan
memperhatikan usul rektor
10. Mengadakan sarana dan prasarana kampus dengan memperhatikan
usul rektor
11. Menetapkan pengaturan kepegawaian, keuangan, dan gaji tenaga tetap
sesuai dengan kemampuan keuangan yang ada.
Di dalam Statuta Universitas Mahasaraswati Denpasar tidak memperbolehkan adanya rangkap jabatan antara pembina, pengurus, dan pengawas yayasan menjadi pimpinan Universitas Mahasaraswati Denpasar. Hal
demikian berkaitan dengan mekanisme pengawasan yang berjalan antara
yayasan dengan pimpinan Universitas Mahasaraswati Denpasar sebagai
pelaksana dalam tata kelola universitas.
Rektor sebagai pimpinan Universitas Mahasaraswati Denpasar
memegang peranan penting terkait dengan pelaksanaan tata kelola itu
sendiri. Pasal 14 Statuta Universitas Mahasaraswati Denpasar menyatakan
beberapa hal sebagai berikut:
1. Rektor memimpin penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian
ilmiah dan pengabdian kepada masyarakat, membina tenaga
kependidikan, mahasiswa, tenaga administratif universitas, serta
membangun hubungan dengan masyarakat luar kampus.
2. Rektor berkewajiban menyusun program kerja yang mengacu pada
Rencana Induk Pengembangan (RIP) Unmas Denpasar, mengurus dan
menyiapkan kegiatan tahunan penyususnan Daftar Usulan Kegiatan
(DUK) dalam bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Tahunan
Universitas, mengadakan evaluasi serta pelaporan kepada yayasan setiap
tahun akademik setelah mendapat persetujuan Senat Unmas Denpasar.
Ketentuan tersebut dengan jelas menunjukkan bahwa rektor berkedudukan sebagai pihak yang berwenang mempimpin pelaksanaan dari
upaya tata kelola sebagaimana disusun oleh yayasan. Pasal 16 Statuta
Universitas Mahasaraswati Denpasar menentukan bahwa Rektor diangkat
dan diberhentikan oleh yayasan setelah melalui pemilihan Senat Universitas
Mahasaraswati Denpasar. Kemudian untuk jabatan dan tugas selain rektor
ditentukan melalui Surat Keputusan Rektor Nomor: 219/ PP/A.10/B/XI/2013
119
tentang Statuta Universitas Mahasaraswati Denpasar. Pada penerapannya,
masing-masing bagian membuat ketentuan tertulis secara lebih operasional
bagi anggotanya. Hal demikian diungkapkan oleh Dekan Fakultas Hukum
Universitas Mahasaraswati Denpasar sebagai berikut:
“Ada uraian tertulis tugas dan tanggung jawab. Kita di pedoman ada,
mengambil dari statuta dulu turun ke renstra. Di fakultas melalui buku
pedoman. Renstra dalam lima tahun, program dalam satu tahun untuk
mahasiswa ada. Dari buku pedoman diterjemahkan lagi sesuai kebutuhan.
Dekan membuat kebijakan berdasarkan buku pedoman, buku pedoman
berdasarkan statuta. Karena kita bagian universitas ya jadi tidak bisa lepas
keterikatannya”
Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa universitas memiliki ketentuan tertulis mengenai tugas dan tanggung jawab masing-masing
bagian. Ketentuan tersebut bersumber dari statuta dan berlaku secara umum
di universitas. Sementara itu, di tingkat fakultas terdapat ketentuan pembagian tugas dan tanggung jawab tertulis yang dituangkan dalam sebuah
buku pedoman. Hal yang sama diungkapkan oleh Dekan Fakultas Teknik
sebagai berikut:
“Uraian tugas tertulis fakultas ada, sementara dosen dan kaprodi juga ada.
Uraian tugas itu yang membuat kita (dekan). Jadi dekan yang susun job
disc-nya. Kalau secara umum ada di statuta ”
Ungkapkan di atas menunjukkan bahwa masing-masing fakultas memiliki pedoman tertulis atas pembagian tugas dalam fakultas. Pedoman tersebut disusun oleh dekan, sesuai dengan tugasnya sebagai pimpinan fakultas.
Pembuatan pedoman diselaraskan dengan statuta, namun juga dibuat sesuai
dengan kondisi masing-masing di fakultas yang berbeda. Uraian tugas yang
dibuat dekan tidak hanya berkaitan dengan tugas dosen saja, tetapi juga
tugas untuk kepala program studi, karyawan, bahkan untuk mahasiswa.
Secara lebih rinci tugas dekan dapat dilihat dalam kutipan wawancara
dengan Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan berikut:
“Dekan itu pada awal semester menentukan jumlah mata kuliah per
semester, menentukan dosen, menentukan tugas mengajar, menentukan
jadwal mengajar, kemudian menentukan pengambilan sks bagi siswa,
setelah itu proses belajar mengajar berlangsung, melakukan pemantauan,
120
siapa yang mengajar siapa yang tidak, siapa yang ijin, atau jurnal absensi,
setelah itu UAS, pengumpulan nilai, semester baru, selanjutnya sama”
Berdasarkan kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa tugas
dekan tidak hanya berkaitan dengan penyusunan tugas ber
PELAKSANAAN PRINSIP-PRINSIP UNIVERSITY GOVERNANCE
DAN TRI HITA KARANA
DI UNIVERISTAS MAHASARASWATI DENPASAR
4.1. Pelaksanaan Prinsip-Prinsip University Governance Di Universitas
Mahasaraswati
Pelaksanaan prinsip-prinsip university governance tidak dapat dipisahkan dari sejarah dan filsafat yang dibangun dan diyakini oleh perguruan tinggi. Setiap perguruan tinggi memiliki tujuan jangka pendek dan
jangka panjang. Salah satu tujuan yang paling penting adalah memastikan
kelangsungan hidup perguruan tinggi itu sendiri. Mengelola perguruan
tinggi melalui tata kelola perguruan tinggi yang baik (good university
governance) adalah cara untuk mencapai tujuan dan sasaran yang
diinginkan.
4.1.1. Pelaksanaan Prinsip Transparansi di Universitas Mahasaraswati
Denpasar
Transparansi dalam konteks pendidikan tinggi berkaitan dengan kebutuhan untuk memberikan informasi yang lengkap, akurat dan tepat, melalui saluran terbaik yang tersedia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang upaya dan kinerja lembaga pendidikan tinggi di
berbagai bidang aktivitas yang dilakukan. Mengacu pendapat Wijatno (2009)
indikator dari prinsip transparansi lembaga universitas adalah: 1) keterbukaan bidang keuangan, 2) keterbukaan sistem dan prosedur penerimaan mahasiswa baru, 3) keterbukaan prosedur rekrutmen SDM, 4) keterbukaan
pemilihan pejabat struktural, dan 5) Keterbukaan informasi kepada
pemangku kepentingan lain
97
4.1.1.1. Keterbukaan bidang keuangan
Pelaksanaan prinsip transparansi dan keterbukaan bidang keuangan
di Universitas Mahasaraswati masih diperuntukkan bagi pihak internal
yayasan dan universitas, khususnya rektor dan jajarannya karena yang
menjadi pendamping ketika rektor menyampaikan laporan pada yayasan
setiap tahun. Terkait dengan hal ini, Dekan Fakultas Teknik memberikan
pernyataan sebagai berikut:
“Kita sebagai pendamping saja kan, rektor yang presentasi. Kadang ada
beberapa masukan dari yayasan. Pembina, pengawas, pengurus, yayasan
semua hadir. Rektor pertama menyampaikan, hanya presentasi saja karena
laporan tertulisnya kan sudah masuk sebelumnya ke yayasan. Presentasinya
ya Tri Drama Perguruan Tinggi dan keuangan. Kita tidak dapat laporan
secara tertulis, hanya mendengar presentasi itu saja, intinya rangkuman
dari laporan dekan-dekan semua.”
Pernyataan Dekan Fakultas Teknik di atas menunjukkan bahwa
dekan tidak mendapatkan laporan secara tertulis karena secara struktural
laporan ditujukan oleh rektor pada yayasan. Dekan fakultas hanya memiliki
pemahaman atas garis besar laporan yang merupakan rangkuman dari laporan serupa yang dibuat oleh dekan fakultas untuk diserahkan pada rektor.
Selain itu, dekan juga mengetahui isi laporan tersebut karena mendampingi
rektor ketika melakukan presentasi laporan kepada pihak yayasan.
Terkait dengan keterbukaan informasi kepada masyarakat, Dekan
Fakultas Hukum mengungkapkan:
“Memang belum ada laporan yang dapat diakses oleh masyarakat. Sedang
menuju ke arah itu. Selama ini laporan hanya disampaikan waktu presentasi
ke yayasan. Sebelumnya dilaporkan ke rapat senat dulu kemudian baru
dilaporkan ke rektor, rektor ke yayasan. Sistemnya langsung presentasi ke
yayasan. Kita para dekan rapatkan dulu, minta laporan dulu dari bagianbagian di fakultas. Kemudian laporan dari para dekan dikompilasi,
selanjutnya dibahas wakil dekan.”
Ungkapan di atas menunjukkan bahwa transparansi masih terbatas
hanya ditujukan bagi para stakeholder internal di lingkungan yayasan
maupun universitas saja. Kondisi demikian memunculkan pemikiran yang
berbeda dari beberapa pimpinan fakultas di Universitas Mahasaraswati
98
Denpasar. Hal ini berkaitan dengan otonomi pengelolaan keuangan yang
diberikan pada dekan, sehingga transparansi juga hanya berkaitan dengan
wewenang yang terbatas tersebut. Hal demikian dapat dilihat dari kutipan
wawancara dengan Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan berikut:
“Masalah keuangan urusan pimpinan pada yayasan. Laporan keuangan
untuk dekan ya hanya berkaitan dengan dana yang diberikan pada kami
dan pengelolaannya, gaji per bulan berapa, transport dosen berapa, ya
pengeluaran yang rutin. Jadi dosen berapa kali mengajar, gaji berapa. Saya
rasa hanya itu untuk yang transparansi keuangan. Dapat diakses, tidak. Kita
hanya diberikan dana barangkali 30% itu (dari SPP dll), untuk gaji dosen,
transport, pembelajaran.”
Kutipan
wawancara
tersebut
menunjukkan
bahwa
unsur
transparansi yang dirasa menjadi bagian wewenang dekan adalah sebatas
transparansi penggunaan dana yang diberikan pada fakultas saja, yaitu 30%
dari dana yang diperoleh. Pada sisi lain, adapula dana yang secara langsung
dianggarkan untuk mahasiswa sebagaimana dapat dilihat pada kutipan
wawancara dengan Dekan Fakultas Pertanian berikut:
“Secara transparan, dalam bentuk laporan itu ya. Dari fakultas diberi dana
itu 5.000 per kepala per mahasiswa perbulan, tapi itu nanti dipakai, semua
tanggung jawab kalau pertemuan dengan rektor dan dekan. Laporan bisa
diakses di bagian keuangan itu saja. Belum ada online. Sudah menuju arah
ke sana, tapi belum. Karena perlu proses ya. Laporan dari universitas ya
tidak dapat, hanya mendengar saja waktu rapat “.
Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa pada tingkat
fakultas unsur transparansi keuangan juga sebatas masih ditujukan bagi
kepentingan internal saja. Laporan belum dapat diakses oleh publik secara
luas, meskipun telah ada proses menuju ke arah tersebut. Terkait dengan
belum dapat diaksesnya laporan keuangan oleh pihak eksternal, Kepala
LPPM mengungkapkan:
“Kalau mengakses dalam arti kompetisi iya, ada dana hibah bisa diakses.
Kalau laporan keuangan mengakses secara individu tidak bisa. Secara
institusi sebagai anggota senat bisa. Mekanismenya nanti rektor dengan
yayasan. Perwakilan dosen dari tiap fakultas ada. Penggunaan dana belum
transparan sekali, tetapi saya rasa sudah menuju ke arah itu. Kalau untuk
LPPM transparansi penggunaan dana misalnya hibah ada laporan. Dari
LPPM rangkum hibah setahun, laporkan ke penerima hibah dan
99
penghibah. Pada sisi lain penerima hibah juga buat laporan. Untuk pajak
kita potongkan di depan. Monev internal eksternal kita potong. Monev
internal diselenggarakan oleh LPPM, ada poin-poinnya. Kalau eksternal
dari dikti “.
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa transparansi laporan keuangan diwujudkan secara kelembagaan. Artinya memang tidak untuk ditujukan bagi berbagai pihak secara individual. Sementara itu, masing-masing
unit dalam universitas kemudian hanya berfokus pada transparansi di
bagiannya saja.
Lebih lanjut, menurut pihak kopertis, unsur transparansi pengelolaan dana seharusnya tidak sebatas pada pelaporan pengelolaan keuangan dari
universitas kepada yayasan. Lebih dari itu, pihak yayasan juga dinilai memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan transparansi atas dana yang dikelolanya. Berikut kutipan wawancara dengan Kopertis 8 yang menunjukkan
hal tersebut:
“Transparan, banyak PTS tidak transparan karena keuangan diatur oleh
yayasan. Ini tidak transparannya. Apalagi ada aturan sekian persen ke
yayasan, sekian persen ke rektorat. Itu kan tidak transparan. Untuk apa
sekian persen dana yang masuk ke yayasan. Harusnya yayasan kalau ke
pengurus boleh, tetapi kalau ke pendiri, Pembina, itu yang tidak boleh.
Hanya saja pengurus ini tidak berdaya, pendiri ini yang berkuasa karena dia
mendirikan. Pengurus hanya pegawai biasa. Kalau terjadi masalah dengan
pengadilan misal ya pengurus yang berhadapan. Selama ini banyak yang ke
pendiri, pembina, itu tidak transparannya. Ini merupakan konflik umum di
seluruh Indonesia” .
Ungkapan di atas menunjukkan bahwa belum tercapainya unsur
transparansi secara penuh banyak terjadi dalam pengelolaan universitas
swasta. Hal ini dikarenakan yayasan dan rektorat sama-sama memiliki
wewenang mengelola dana, meskipun dengan porsi yang berbeda. Persoalannya adalah dana yang diberikan kepada yayasan wewenang pengelolaannya seharusnya hanya dapat diberikan pada pihak pengurus.
Hanya saja yang terjadi adalah pengurus yayasan tidak jarang didudukkan
pada posisi sebagai pegawai biasa, sedangkan pendiri atau pembina yayasan
menjadi pihak yang lebih berkuasa. Pada sisi lain, dana yang dikelola oleh
100
yayasan juga tidak secara jelas dilaporkan penggunaannya, berbeda dengan
dana yang dikelola rektorat dimana transparansinya lebih terjaga.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa secara garis besar
unsur transparansi penggunaan dana telah dilaksanakan, akan tetapi
informasinya hanya diperuntukkan bagi yayasan saja.
4.1.1.2. Keterbukaan sistem dan prosedur penerimaan mahasiswa baru
Keterbukaan pada bidang penerimaan mahasiwa baru dilakukan baik
lewat informasi langsung maupun lewat on line yang bisa diakses oleh
masyarakat. Seluruh persyaratan penerimaan mahasiwa baru telah diinformasikan, termasuk biaya-biaya yang dikeluarkan baik biaya kuliah,
SPP, dan juga uang pembangunan.
Pernyataan dari Badan Eksekutif Mahasiswa menunjukkan bahwa
pelaksanaan penerimaan mahasiwa baru telah dilakukan secara transparan
dengan menyatakan:
“Ya untuk penerimaan mahasiwa baru telah dilakukan secara transparan
dan seluruh informasi mengenai penerimaan baik syarat dan juga biayabiaya kami calon mahasiwa dapat meng-akses lewat website dan
pendaftaran melalui online dan seluruh biaya yang akan dibayarkan sesuai
dengan informasi yang terdapat didalam informasi yang diberikan melalui
website”.
Penerimaan mahasiwa baru yang transparan itu juga dinyatakan
oleh salah satu orang tua yang anaknya melanjutkan kuliah ke Universitas
Mahasaraswati sebagai berikut:
“kami sebagai orang tua merasa senang dan tenang karena semua informasi
tentang penerimaan mahasiswa baru yang diberikan UNMAS sangat jelas
lewat website yang tersedia dan kami juga sudah bisa menyiapkan dana
kuliah karena informasi biaya telah secara jelas diinformasikan”.
Tersedianya informasi secara terbuka juga dipergunakan tidak saja
oleh calon mahasiswa tetapi juga oleh orang tua untuk mendapatkan
informasi yang jelas terhadap pendaftaran mahasiwa baru.
101
4.1.1.3. Keterbukaan prosedur rekrutmen SDM
Proses rekrutmen pada dasarnya merupakan usaha yang sistematis
yang dilakukan pihak manajemen guna lebih menjamin bahwa tenaga kerja
yang diterima adalah tenaga kerja yang dianggap paling tepat, baik dengan
kriteria yang telah ditetapkan ataupun jumlah yang dibutuhkan, sehingga
dengan diperolehnya tenaga kerja yang tepat akan dapat meningkatkan
kinerja yang optimal dan dapat menunjang tercapainya tujuan organisasi.
Tentang
perekrutan dosen dan karyawan di Universitas Mahasaraswati
telah dituangkan dalam peraturan kepegawaian tetang rekrutmen dosen dan
pegawai. Semua syarat-syarat telah terdapat didalam peraturan dan selanjutnya pihak universitas menggunakan peraturan itu sebagi acuan untuk
melakukan perekrutan. Dalam perekrutan juga harus sepengetahuan yayasan
untuk mengetahui kemampuan yayasan dalam memberi gaji. Berikut
pernyataan yang diberikan oleh Yayasan:
“Dosen itu ada DPK, kemudian ada dosen yayasan. Ada dosen tetap
yayasan, ada dosen kontrak tetap. Dia dikontrak untuk waktu tetentu tapi
gajinya sama dengan dosen tetap yayasan. Nanti pertiga tahun. Andai kata
setelah 3 tahun kondisi keuangan kita merosot nanti kita stop dulu. Sejauh
kita butuh dan mampu membayar kita lanjut aja terus. Perekrutannya
terbuka sekali. Jumlahnya terserah, sesuaikan dengan kemampuan. Kalau
kebutuhan, kan universitas yang tahu. Makanya kita angkatlah dulu baru
kita sesuaikan dengan keuangan. Pengangkatan itu diumumkan, terbuka
semua. Yayasan berperan tapi nggak secara teknis, kita menyarankan saja
angkat sesuai kebutuhan dan sesuaikan kemampuan membayar”.
Perekrutan tenaga dosen dan karyawan diserahkan kepada
Univeristas berdasarkan usulan dari fakultas yang mengajukan kebutuhan
pegawai dan dosen kepada universitas. Selanjutnya yang melakukan proses
rekrutmen
adalah
pihak
universitas
dengan
melibatkan
fakultas.
Pelaksanaan perekrutan dilakukan secara transparan, seperti diungkapkan
oleh Dr. Wiryawan, dosen Fakultas Hukum:
“saya mengalami semuanya itu, saya menjalani test tulis, wawancara, dari
pihak rektorat dan fakultas, setelah tes wawncara, saya disuruh menunggu
dan informasi pelulusannya dilakukan lewat media massa. Disini saya
memang betul-betul tidak ada saudara, dan menurut saya perekrutannya
dilakukan secara transparan dan melibatkan banyak pihak. Karyawan juga
102
sama. Karyawan juga direkrut dalam proses seperti itu, kalau dosen honorer
dengan melihat kompetensi yang dimiliki oleh dosen tersebut. Misal kalau
di fakultas hukum dosen honorer seorang pengacara. Dalam perekrutan
karyawan dan dosen, untuk meluluskan dan tidak meluluskan universitas
masih meminta pertimbangan dari pihak fakultas.
Dan masalah
pengumuman secara terbuka lewat mass-media, dalam hal ini media Bali
Post”.
Berdasar dari informasi tersebut, perekrutan karyawan dan dosen di
Universitas Mahasaraswati telah dilakukan secara terbuka. Setiap orang yang
memiliki persayaratan diperbolehkan untuk melamar sesuai kebutuhan
universitas. Dalam pelaksanaanya dilakukan tes tulis dan tes wawancara.
Selanjutnya pihak universitas akan meminta pertimbangan kepada pihak
fakultas yang mengusulkan. Pengumuman kelulusan dilakukan lewat media
massa. Penyampaian kelulusan lewat media masssa juga merupakan bentuk
keterbukaan sehingga masyarakat atau yang berkepentingan melihat secara
terbuka kelulusannya.
4.1.1.4. Keterbukaan pemilihan pejabat struktural
Proses rekrutmen rektor maupun dekan di Universitas Mahasaraswati sudah dilakukan secara transparan. Sebagaimana diungkapkan oleh
Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan berikut:
“Transparan mulai dari pentahapan pencalonan, kualifikasi, persyaratannya
segala macam, jadwal pengiriman berkas, penilaian berkas, pengumuman
berkas, penyampaian visi misi di rapat senat, kemudian pemilihan.
Transparansinya dalam bentuk demokrasi” .
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa unsur transparansi dalam
pemilihan rektor telah dirasakan pada berbagai tahap yang dilakukan. Mulai
dari pencalonan, penentuan kualifikasi dan persyaratan, jadwal pengiriman
berkas, penilaian berkas, pengumuman berkas, kemudian penyampaian visi
misi di rapat senat, sampai tahap pemilihan. Dalam hal ini, proses pemilihan
rektor yang sangat demokratis dan terbuka membuat pihak internal
universitas merasa bahwa prosesnya telah berjalan transparan. Hal yang
sama diungkapkan oleh Dekan Fakultas Hukum sebagaimana dapat dilihat
dalam kutipan wawancara berikut:
103
“Transparan sudah karena sudah melalui proses pengumuman, perekrutan,
presentasi, penetapan, penyampaian visi misi, untuk menetapkan itu ada
panitianya yang bekerja. Syaratnya, verifikasi persyaratan itu” .
Penuturan Dekan Fakultas Hukum dalam kutipan wawancara
tersebut sejalan dengan yang diungkapkan Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan.
Unsur
transparansi
pemilihan
rektor
dalam
hal
ini
juga
dilihat
perwujudannya dalam rangkaian proses pemilihan rektor. Keterbukaan
dalam setiap tahapan pemilihan rektor dan kinerja panitia pemilihan rektor
membuat para pihak internal universitas menilai bahwa transparansi telah
tercapai.
Lebih lanjut, perwujudan transparansi juga dinilai oleh pihak
internal universitas dari keterbukaan proses voting yang dilakukan dalam
pemilihan rektor maupun dekan melalui rapat senat. Berikut kutipan
wawancara dengan Dekan Fakultas Ekonomi:
“Pemilihan dekan melalui senat fakultas. Jadi kita mengajukan paket dekan
dan wakil dekan, dipilih oleh senat. Kemudian senat mengajukan minimal
2 paket. 2 paket untuk dekan di fakultas, kalau rektor 3 paket. Voting
terbuka sekali. Penyampaian visi misi dulu. termasuk rektor. Senat yang
akan pilih dan ajukan ke yayasan. Selanjutnya yayasan memilih
berdasarkan hasil pemilihan”.
Voting yang dilakukan dalam proses pemilihan dekan oleh senat
fakultas maupun pemilihan rektor oleh senat universitas dirasa sangat
terbuka. Selanjutnya, meskipun yayasan mendapat pengajuan beberapa
nama rektor, tetapi yayasan akan memutuskan berdasarkan hasil voting
yang telah dilakukan oleh pihak internal universitas. Berikut pernyataan
Dekan Fakultas Pertanian yang menunjukkan hal tersebut:
“Kalau dekan itu penentuannya rapat fakultas. Ada panitianya dulu. Panitia
yang atur persyaratan semua. Finalnya ya senat yang milih, voting nanti
pemilihannya. Ya voting dicontreng gitu. Anggota senatnya dekan dan staf.
Dekan dan wakil dekan, dosen-dosen. Kalau universitas guru besar otomatis
anggota senat. Rapat, hasilya ke rektor, nanti rektor yang memutuskan
dekan terpilih, tapi biasanya berdasarkan hasil voting yang terbanyak.
Sudah sangat transparansi. Tidak ada pihak yang intervensi harus ini tidak,
tetapi berdasarkan suara terbanyak dalam pemilihan, diberi kebebasan”.
104
Lebih lanjut, hal yang sama juga diungkapkan oleh Wakil Rektor
Bidang Kemahasiswaan Universitas Mahasaraswati Denpasar yang merasa
bahwa saat ini proses pengangkatan rektor tidak lagi semata-mata didasarkan pada penunjukan dari pihak yayasan, tetapi melalui proses dengan
berbagai tahapan yang transparan. Berikut pernyataan Wakil Rektor Bidang
Kemahasiswaan:
“Kalau saya bicara kita mulai dari tahapan dekan dan rektor dipilih senat.
Kalau dulu pengangkatan dari yayasan boleh. Sejak tahun 1998 ada surat
edaran tata cara pengangkatan rektor. Di sini menurut saya sudah sesuai
SOP, sudah menggunakan prosedur tata cara semestinya. Jadi ada
persyaratan, sama juga untuk dekan dan wakil dekan, ada tata cara
pencalonan, tata cara pemilihan dan pengangkatan dekan. Mengacu pada
statuta, tapi syaratnya ditentukan universitas. Di dalam statuta itu setelah
senat melakukan pemilihan rektor kemudian akan diajukan ke yayasan
yang terpilih. Kalau di negeri syarat minimal ada 3 calon. Kita di sini juga
begitu. Selanjutnya dilaporkan beserta hasil perolehan suara votingnya.
Setelah dibawa ke yayasan nanti yayasan mengeluarkan SK pengangkatan” .
Sebagaimana dapat dilihat dalam pernyataan di atas bahwa saat ini
intervensi yayasan dalam proses pemilihan rektor maupun dekan sangat
minim. Pihak yayasan bahkan hanya menerima laporan pemilihan yang
telah dilakukan dan secara resmi mengeluarkan SK pengangkatan saja,
sedangkan seluruh proses pemilihan rektor maupun dekan diserahkan pada
universitas. Pemilihan rektor terpilih juga didasarkan pada hasil suara voting
terbanyak, sebagaimana SOP yang telah ada.
Transparansi juga dapat dilihat dari proses pemilihan anggota senat.
Berikut penuturan salah seorang wakil anggota senat universitas dari
Fakultas Hukum:
“Mekanisme di Fakultas Hukum penunjukan anggota senat yang mewakili
dekan dilakukan saat rapat dosen seluruh dosen untuk menunjuk yang akan
ditempatkan di anggota senat universitas sebagai wakil dosen disana. Jadi
ada rapat internal. Setiap fakultas memiliki wakil dosen. Kalau dekan kan
dia pasti wakil fakultas di senat. Terjadi perubahan statuta, setiap 20 orang
dosen diwakili 1 orang aturan yang baru. Sekarang masih aturan lama, tiap
fakultas 1 orang wakil. Jarang sampai voting pak, paling hanya musyawarah
mufakat saja. Nanti diberikan rekomendasi oleh Senat Fakultas untuk Senat
Universitas, lalu dikeluarkan surat keputusan bahwa saya adalah wakil
105
senat fakultas. Secara proses transparan karena dilakukan benar-benar
dalam rapat terbuka.”
Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa proses pemilihan
anggota senat juga telah dilakukan secara transparan, berlangsung secara
terbuka dalam rapat, serta dapat dilakukan dengan mengedepankan unsur
musyawarah. Begitu pula pada proses pengangkatan rektor yang selalu
didasarkan pada hasil rapat senat oleh internal universitas. Hal demikian
menurut pihak yayasan dapat menjadi langkah untuk mengantisipasi konflik
kepentingan, baik antara yayasan dengan universitas, maupun dalam
internal yayasan sendiri. Apabila pengangkatan rektor didasarkan pada suara
terbanyak hasil voting, maka hal yang demikian dirasa paling dapat diterima
oleh semua pihak.
4.1.1.5. Keterbukaan informasi kepada pemangku kepentingan lain
Kepada pihak eksternal/pemangku kepentingan lainnya, Universitas
Mahasaraswati Denpasar juga senantiasa mempublikasikan seluruh kegiatan
dan hasil karya nyatanya lewat media massa baik cetak maupun elektronik
dan pertemuan. Upaya-upaya diseminasi hasil kerja Universitas Mahasaraswati Denpasar sebagai wujud transparansi dan akuntabilitas publik
dilakukan dengan berbagai kegiatan seperti:
a. Publikasi, lewat Koran bertaraf lokal dan nasional, majalah ilmiah, jurnal
nasional,internasional dan terakreditasi. Lewat media elektronik seperti
siaran radio pemerintah (RRI) maupun swasta dengan menghadirkan
pihak awak media cetak maupun elektronik untuk mengamati dan
mengabadikan semua kegiatan yang dilaksanakan Universitas Mahasaraswati Denpasar baik kegiatan di dalam kampus maupun di luar
kampus.
b. Website
Universitas
Mahasaraswati
www.Universitas Mahasaraswati.ac.id.
Denpasar,
dengan
alamat
Sejak tahun 1999 Universitas
Mahasaraswati Denpasar telah mempublikasikan seluruh potensi dan
kegiatan yang ada di Universitas Mahasaraswati Denpasar dari tingkat
106
program studi sampai universitas yang diformulasikan berbentuk profil
Universitas Mahasaraswati Denpasar, fakultas dengan seluruh program
studi, lembaga, biro dan Unit Pelayanan Teknis. Melalui media ini
banyak mendapatkan respon publik dan stakeholders yang bernilai
positif untuk menggairahkan kinerja pengelola Universitas Mahasaraswati Denpasar.
c. Rapat Pimpinan (Rapim) Universitas Mahasaraswati Denpasar dengan
menghadirkan stakeholder dan pejabat terkait di lingkungan Universitas
Mahasaraswati Denpasar senantiasa menginformasikan hasil-hasil terbaik
yang diraih Universitas Mahasaraswati Denpasar menyangkut kegiatan
tri dharma dan kinerja civitas akademika.
d. Pameran Pendidikan ataupun Expo Pendidikan Tinggi yang diikuti oleh
Universitas Mahasaraswati Denpasar secara terprogram dan berkelanjutan. Melalui event tersebut Universitas Mahasaraswati Denpasar dapat
menginformasikan prestasi unggulan kegiatan tri dharma dan kemahasiswaan. Pengakuan publik dan stakeholder sangat baik yang dibuktikan
oleh adanya peningkatan penerimaan mahasiswa setiap tahun akademik,
menerima penghargaan APTISI Award dengan peringkat emas di bidang
Akreditasi Program Studi, Kopertis Award di bidang EPSBED dalam
Penerima Hibah terbanyak, serta Tri Hita Karana Award peringkat
Emerald.
e. Diseminasi hasil Hibah penelitian dan PKM dalam berbagai Skema, baik
melalui seminar nasional dan internasional, diunggah dalam jurnal
nasional dan terakreditasi, sebagai sikap akademis yang transparan dan
akuntabel yang berbasis profesionalisme.
f. Jurnal Ilmiah Kampus (Jurnal Santiaji Pendidikan, Alam Lestari, Maha
Widya, Bhakti Saraswati, Agrimeta, Juima, Juara, Mahayustika,
Interdental, dan Kurva Teknik), memberi informasi yang objektif
tentang prestasi dosen dan mahasiswa dalam pemikiran kritis dan kajian
ilmiah memberi keyakinan kepada publik tentang kualitas akademik
civitas akademika Universitas Mahasaraswati Denpasar.
107
g. Pagelaran Seni Budaya, yang ditampilkan secara terpadu dosen dan
mahasiswa dalam berbagai kesempatan baik di lingkungan kampus
maupun di luar kampus, bahkan di arena internasional seperti Festival
seni budaya yang dilaksanakan pemda Bali/pemkot Denpasar, kegiatan
Muhibah Seni ke Eropa (Belgia).
h. Laporan/Uraian Rektor, di setiap kegiatan Dies Natalis dan Wisuda
Sarjana dan Pascasarjana yang tentunya dalam kegiatan akademis
tersebut hadir publik dan stakeholder yang berkepentingan terhadap
kinerja dan hasil karya prestisius dari Universitas Mahasaraswati
Denpasar.
i. Newsletter Universitas Mahasaraswati Denpasar, sebagai media social
yang tercetak berisikan informasi berbagai kegiatan yang dilaksanakan
oleh Universitas Mahasaraswati Denpasar baik di dalam negeri maupun
di luar negeri, untuk memberi informasi kepada publik dan stakeholder.
Terkait keterbukaan informasi kepada stakeholder, Bapak Agung,
S,E., selaku Ketua Alumni memberikan pernyataan berikut:
“laporan-laporan Universitas Mahasaraswati kami dapatkan ketika kami
menghadiri undangan-undangan dari Universitas Mahasaraswati saat
melaksanakan wisuda dan diest natalis atau undangan lainnya”.
“Disamping itu sebagai alumni kami juga mengikuti bagaimana
perkembangan umnas lewat media masa dan juga elektronik juga
mengunjungi web-site unmas, dan memang betul disampaikan seluruh
perkembangan Universitas Mahasaraswati lewat media masssa. Kami
sangat beruntung sebagai alumni yang jarang ke kampus, mendapat
informasi secara luas perkembangan dan kemajuan Universitas
Mahasaraswati. Dan masyarakat luas dapat melihat perkembangan
Universitas Mahasaraswati”.
Pernyataan lain diungkapkan oleh Bapak Ketut Marjaya sebagai
orang tua mahasiswa dapat dengan mengatakan:
“saya sering melihat bagaimana Universitas Mahasaraswati selalu
memberikan informasi mengenai kemajuan dan hasil-hasil yang dicapai,
informasi yang disampaikan lewat mass media ini sebagai bukti juga bahwa
Universitas Mahasaraswati telah menyampaikan semuanya kepada
masyarakat luas tentang keberadaan Universitas Mahasaraswati”
108
“waktu saya menghadiri anak saya wisuda, pada buku wisuda juga
disampaikan hasil-hasil yang dicapai oleh Universitas Mahasaraswati dalam
menyelenggarakan tri dharma perguruan tinggi dan juga kerjasamakerjasama yang dilakukan”
4.1.2. Pelaksanaan Prinsip Akuntabilitas di Universitas Mahasaraswati
Denpasar
Akuntabilitas merujuk pada kewajiban pertanggungjawaban kepada
masyarakat dan menjadi salah satu aspek fundamental (Kama, 2011).
Akuntabilitas akan menjamin setiap kewenangan digunakan sesuai dengan
porsinya. Akuntabilitas juga berkaitan dengan pertanggungjawaban kepada
publik atas setiap aktivitas yang dilakukan (Endarti, 2005). Pertanggungjawaban tersebut dapat diwujudkan melalui pemberian informasi. Dengan
kata lain, pelaksanaan akuntabilitas merupakan suatu langkah pemenuhan
hak atas informasi publik dari masyarakat (Mardiasmo, 2006). Salah satu
jenis akuntabilitas menurut Vidovich dan Slee (2000) dalam Burke (2005:3)
adalah
inward accountability, yaitu akuntabilitas yang berpusat pada
tindakan staf pengajar dalam menerapkan berbagai standar profesional dan
etis, yang disebut sebagai akuntabilitas profesional. Sehingga akuntabilitas
jenis ini mengacu kepada perilaku taat dan bertanggung jawab dalam
menjalankan
tugas-tugas yang dipercayakan
kepada individu
yang
bersangkutan.
Menurut Mahmudi (2007) salah satu tujuan melakukan pengukuran
kinerja adalah untuk menciptakan akuntabilitas publik. Pengukuran kinerja
menunjukkan seberapa besar kinerja manajerial telah dicapai dan seberapa
bagus kinerja finansial organisasi. Pengukuran kinerja dapat digunakan
sebagai dasar penilaian akuntabilitas. Kinerja harus diukur dan dilaporkan
dalam bentuk laporan kerja. Pelaporan informasi kinerja sangat penting bagi
pihak
internal
membutuhkan
maupun
laporan
eksternal.
kinerja
dari
Bagi
pihak
stafnya
internal,
untuk
pimpinan
meningkatkan
akuntabilitas manajerial dan akuntabilitas kinerja, bagi pihak eksternal,
109
informasi kinerja tersebut digunakan untuk mengevaluasi kinerja organisasi,
menilai tingkat transparansi dan akuntabilitas publik.
Wijatno (2009) menyebutkan beberapa indikator pelaksanaan
akuntabilitas di lembaga perguruan tinggi yaitu: 1) terdapat uraian kerja
yang jelas dan tertulis dari setiap pejabat struktural, anggota senat, pengurus
yayasan, dosen, dan karyawan, 2) terdapat susunan kriteria penilaian
kinerja, dan 3) terdapat audit kinerja.
4.1.2.1. Terdapat uraian kerja yang jelas
Secara umum, pembagian tugas terdapat dalam Statuta Universitas
Mahasaraswati Denpasar. Pada penerapannya, masing-masing bagian di
Universitas Mahasaraswati membuat ketentuan tertulis secara lebih
operasional bagi anggotanya. Hal demikian diungkapkan oleh Dekan
Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati sebagai berikut:
“Ada uraian tertulis tugas dan tanggung jawab. Kita di pedoman ada,
mengambil dari statuta dulu turun ke renstra. Di fakultas melalui buku
pedoman. Renstra dalam lima tahun, program dalam satu tahun untuk
mahasiswa ada. Dari buku pedoman diterjemahkan lagi sesuai kebutuhan.
Dekan membuat kebijakan berdasarkan buku pedoman, buku pedoman
berdasarkan statuta. Karena kita bagian universitas ya jadi tidak bisa lepas
keterikatannya”.
Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa universitas memiliki ketentuan tertulis mengenai tugas dan tanggung jawab masing-masing
bagian. Ketentuan tersebut bersumber dari statuta dan berlaku secara umum
di universitas. Sementara itu, di tingkat fakultas terdapat ketentuan pembagian tugas dan tanggung jawab tertulis yang dikenal sebagai buku
pedoman. Sebagaimana dapat dilihat dalam kutipan wawancara tersebut
bahwa buku pedoman bersumber dari statuta sebagai ketentuan tertinggi
yang berlaku umum di universitas. Hal demikian menunjukkan bahwa
pedoman yang dimaksud adalah ketentuan operasional dari statuta. Buku
pedoman berlaku untuk masing-masing fakultas berbeda dan tidak hanya
berupa tugas dan tanggung jawab, tetapi adapula buku pedoman untuk
110
pihak-pihak lain di tiap fakultas. Hal yang sama diungkapkan oleh Dekan
Fakultas Teknik sebagai berikut:
“Uraian tugas tertulis fakultas ada, sementara dosen dan kaprodi juga ada.
Uraian tugas itu yang membuat kita (dekan). Jadi dekan yang susun job
desc-nya. Kalau secara umum ada di statuta”.
Pernyataan yang diungkapkan oleh Dekan Fakultas Hukum dan
Dekan Fakultas Teknik tersebut menunjukkan bahwa masing-masing
fakultas memiliki pedoman tertulis atas pembagian tugas berbagai pihak
dalam fakultas. Pedoman tersebut disusun oleh dekan, sesuai dengan
tugasnya sebagai pimpinan fakultas yang diuraikan dalam statuta.
Pembuatan pedoman diselaraskan dengan statuta, namun juga dibuat sesuai
dengan kondisi di masing-masing fakultas yang berbeda. Uraian tugas yang
dibuat dekan tidak hanya berkaitan dengan tugas dosen saja, tetapi juga
tugas untuk kepala program studi, karyawan, bahkan untuk mahasiswa.
Tugas dekan secara lebih rinci dapat diketahui melalui pernyataan Dekan
Fakultas Ilmu Pendidikan berikut:
“Kalau untuk akuntabilitas ada. Dekan itu pada awal semester menentukan
jumlah mata kuliah per semester, menentukan dosen, menentukan tugas
mengajar, menentukan jadwal mengajar, kemudian menentukan
pengambilan sks bagi siswa, setelah itu proses belajar mengajar
berlangsung, melakukan pemantauan, siapa yang mengajar siapa yang tidak,
siapa yang ijin, atau jurnal absensi, setelah itu UAS, pengumpulan nilai,
semester baru, selanjutnya sama”.
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa tugas dekan tidak hanya
berkaitan dengan penyusunan tugas berbagai unsur dalam fakultas. Lebih
dari itu, dekan sebagai pimpinan fakultas juga memiliki wewenang untuk
menyusun pedoman dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran di fakultas.
Selanjutnya, dekan juga bertanggung jawab untuk mengawasi jalannya
pelaksanaan berbagai kegiatan tersebut, termasuk untuk selanjutnya
dilakukan proses penilaian.
Apabila di tingkat universitas segala sesuatunya telah diatur dalam
statuta, maka di tingkat fakultas pengaturan tugas dan tanggung jawab
masing-masing
bagian
menjadi
sangat
penting.
Sebagaimana
telah
111
disinggung sebelumnya bahwa hal tersebut adalah bagian dari tugas dekan.
Lebih lanjut, kejelasan aturan terkait dengan tugas dan tanggung jawab
masing-masing bagian di fakultas kemudian sangat berkaitan dengan
kebijakan dekan sebagaimana dituangkan dalam buku pedoman. Hal
demikian menunjukkan bahwa dekan memegang peranan yang sangat
penting.
Berikut
penuturan
Dekan
Fakultas
Ekonomi
Universitas
Mahasaraswati Denpasar mengenai hal tersebut:
“Tupoksi ada. Saya di fakultas ada tapi kan mengacu ke perguruan tinggi
statuta universitas. Dekan menurunkan, buat tim di sini setelah selesai buat
tupoksi. Dekan yang tanggung jawab, kaprodi lepas”.
Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa dekan sebagai
pimpinan fakultas memiliki peranan yang sangat penting dalam tercapainya
unsur akuntabilitas terkait kejelasan pembagian tugas di lingkungan unit
kerjanya. Sebagia pihak yang berwenang membuat pembagian tugas dan
tanggung jawab pihak-pihak yang dipimpin, maka dekan juga harus dapat
memastikan bahwa kebijakan yang dibuatnya sejalan dengan statuta
universitas sebagai ketentuan tertinggi yang berlaku di universitas. Oleh
sebab itu, apabila dekan tidak memiliki kecakapan yang tepat dalam
melakukan pembagian tugas, akibatnya adalah unsur akuntabilitas di tingkat
fakutas secara keseluruhan akan terhambat.
4.1.2.2. Terdapat susunan kriteria penilaian kinerja
Selain berkaitan dengan kejelasan atas ketentuan tertulis tugas
masing-masing bagian, unsur akuntabilitas juga dapat dilihat dari proses
penilaian kinerja. Pokok-pokok kepegawaian Universitas Mahasaraswati
Denpasar pada Pasal 22 telah mengatur beberapa ketentuan terkait penilaian
prestasi kerja di lingkungan universitas. Dalam hal ini, guna membantu
pegawai dalam meningkatkan prestasi kerja, atasan secara langsung dan
berkala melakukan penilaian prestasi kerja pegawai. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa selain terdapat ketentuan pembagian tugas, terdapat
pula mekanisme yang mengatur penilaian kinerja. Berikut merupakan
112
kutipan wawancara dengan Dekan Fakultas Pertanian yang menunjukkan
hal tersebut:
“Job description di tingkat fakultas ada. Dekan tugasnya ini apa, dosen apa,
ada semua. Ada di panduannya, statuta. Mengukur kinerja para dosen saya
lihat dari kehadiran dia mengajar. Ada absen. Kemudian dari darma
penelitiannya, bagaimana teman-teman dalam menulis proposal penelitian,
pengabdian itu kalau di sini semangatnya luar biasa”.
Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa penentuan
kriteria penilaian kinerja dosen menjadi bagian dari tugas dekan masingmasing fakultas. Parameter utama yang digunakan untuk menilai kinerja
dosen adalah absen. Hal demikian juga diungkapkan oleh dekan dari fakultas
lain sebagaimana dapat dilihat dalam kutipan wawancara dengan Dekan
Fakultas Ilmu Pendidikan berikut:
“Kami menilai kinerja dosen itu dari kehadiran. Kehadiran minimal adalah
12 kali per semester. Kalau ada yang tidak 12 kali mereka wajib untuk
menambah tambahan jam mengajarnya hingga mencapai 12”.
Penuturan Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan tersebut menunjukkan
bahwa kehadiran merupakan unsur utama dalam penilaian kinerja dosen,
dengan ketentukan bahwa minimal kehadiran adalah 12 kali setiap
semesternya. Jumlah minimal tersebut adalah jumlah wajib yang harus
dipenuhi, sehingga ketika secara kumulatif belum tercapai maka dosen
bersangkutan wajib memberikan tambahan kuliah bagi mahasiswa. Hal
demikian dapat dilihat sebagai bentuk akuntabilitas dosen pada dekan
sebagai pimpinan dan pihak pembuat ketentuan. Pada sisi lain, kehadiran
dosen juga dapat dilihat sebagai bentuk akuntabilitas dosen kepada
mahasiswa sebagai pemenuhan hak minimal mahasiswa. Sebagaimana
pernyataan Dekan Fakultas Hukum berikut:
“Pengukuran kinerja teman-teman dosen melalui evaluasi absen, proses
belajar mengajar kita juga ada absensi dari mahasiswa. Jadi harus diabsen
kehadirannya, ditandatangani mahasiswa. Ada dua absen, absen mahasiswa
dibawa dosen, absen dosen dibawa mahasiswa untuk diserahkan dekanat
sebagai kontrol. Untuk nilai kita dua minggu setelah ujian, sekarang bahkan
satu minggu setelah ujian.”
113
Ungkapan di atas menunjukkan bahwa proses penilaian kinerja
dosen melalui daftar kehadiran juga dilakukan dengan melibatkan mahasiswa. Mahasiswa sebagai pihak yang berhubungan langsung dengan dosen
ketika proses pembelajaran di kelas dilibatkan sebagai proses kontrol.
Artinya bahwa mahasiswa menjadi pihak yang memberikan data untuk memastikan kehadiran dosen di kelas yang sebenarnya. Mekanisme kontrol
tersebut dapat menjadi suatu langkah penilaian kinerja yang lebih objektif.
Kutipan wawancara di atas juga menunjukkan bahwa penilaian
kinerja dosen di masing-masing fakultas tidak hanya sebatas pada kehadiran
dosen dalam proses belajar mengajar, tetapi juga terkait dengan pemenuhan
hak mahasiswa atas nilai. Dosen diwajibkan menyerahkan nilai maksimal
satu minggu setelah ujian. Ketentuan tersebut dapat dilihat sebagai suatu
bentuk jaminan bagi mahasiswa bahwa dosen akan bekerja sesuai ketentuan
yang telah dibuat.
Terkait dengan akuntabilitas yang ditujukan pada mahasiswa, selain
terkait dengan pemenuhan jam minimal mengajar, aspek penilaian juga
sangat penting. Berikut pernyataan Dekan Fakultas Teknik yang menunjukkan
hal tersebut:
“Selama ini kalau dosen yang tugas mengajar kan kita lihat absen
kehadiran, karena itu acuan memberi dana transportnya. Sekali hadir dapat
uang transport. Awal semester sekian sks, berapa dosen. Di awal sudah
ditetapkan teknik dapat uang sekian dengan melihat jadwal kerja. Kalau
dosen tidak datang dananya tidak diminta kembali oleh yayasan, tetapi
dikasih fakultas. Kemudian penilaian, dulu komitmen kita kalau satu
minggu tidak kumpul nilai maka semua nilai B. Mahasiswa yang dapat A
kemudian merasa tidak adil. Akhirnya sekarang kita tegas” .
Berdasarkan kutipan wawancara tersebut dapat diketahui bahwa
akuntabilitas yang ditujukan kepada mahasiswa tidak hanya berkaitan
dengan pemenuhan jam kegiatan pembelajaran di kelas. Unsur nilai juga
sangat penting, sehingga dapat menjadi dasar perubahan bagi kriteria
penilaian kinerja dosen. Pada sisi lain, kutipan wawancara tersebut juga
semakin menunjukkan bahwa standar penilaian kienrja yang baku belum
114
disusun. Penilaian kinerja cenderung didasarkan pada kesepakatankesepakatan di antara para pihak, serta berjalan sesuai kebiasaan umum yang
telah diterapkan. Oleh sebab itu, pengawasan dan pelaporan menjadi bagian
yang tidak dapat dilepaskan guna memenuhi unsur akuntabilitas.
Proses pengawasan dan pelaporan kinerja dilakukan secara
struktural. Artinya proses pengawasan dan pelaporan melibatkan dosen,
kaprodi, dekan, dan rektor. Berikut pernyataan Dekan Fakultas Ilmu
Pendidikan yang menunjukkan hal tersebut:
“Pengawasannya secara teknis wakil dekan 1, secara teknis bersama ketua
program studi. Jadi direkap itu siapa yang mengajar siapa yang tidak. Setiap
mau mengakhiri semester, WD 1 melapor, KPS melapor, nah dosen ini
kurang. Oke kita berikan surat untuk disuruh menambah jamnya. Dosen ini
menurut mahasiswa sering tidak mengajar. Nanti ada laporannya begitu”.
Berdasarkan kutipan wawancara tersebut dapat dilihat bahwa proses
pengawasan atas kinerja tidak hanya dilakukan secara teknis saja. Mahasiswa
dalam hal ini juga dilibatkan dalam proses tersebut. Sementara itu, secara
struktural pengawasan kinerja dilakukan secara berjenjang. Kinerja dosen
diawasi dan dilaporkan pada Ketua Program Studi (KPS). KPS diawasi dan
melaporkan kinerjanya pada Wakil Dekan, untuk selanjutnya di-teruskan
pada dekan dan rektor.
Kutipan wawancara tersebut juga menunjukkan bahwa pencapaian
kinerja yang belum optimal akan diupayakan penyelesaiannya. Misalnya,
bagi dosen yang tidak mencapai batas minimal jam mengajar akan diberi
surat untuk memberikan jam tambahan bagi mahasiswanya. Selian itu,
adapula
upaya
yang
dilakukan
melalui
jalan
dialog
sebagaimana
diungkapkan oleh Dekan Fakultas Pertanian berikut:
“Kita kasih pembinaan, apa masalahnya panggil. Kalau ada dosen yang tidak
melakukan itu. Sistem pengawasan pada dosen modelnya nanti dilihat
absennya. Direkap, kaprodi yang bertanggungjawab. Kita kontrol dosen kan
ada absen sama materi yang diajar apa. Jadi kita tidak langsung awasi ke
kelas” .
Selain dilakukan dengan cara pemberian surat teguran atau surat
peringatan, masalah kinerja pegawai yang belum optimal juga dapat
115
diupayakan solusinya dengan jalan dialog. Artinya bahwa pegawai yang
bersangkutan diajak bicara untuk menggali permasalahan yang menjadi
penyebab menurunnya kinerja.
4.1.2.4. Terdapat audit kinerja
Pencapaian akuntabilitas secara optimal tidak dapat dilepaskan dari
mekanisme audit yang dijalankan pihak universitas. Hasil penelitian yang
telah dilakukan menunjukkan bahwa Universitas Mahasaraswati Denpasar
sejauh ini hanya melakukan audit internal, sebagaimana diungkapkan oleh
Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang menyatakan:
“Kalau yang ini hanya internal. Kemudian ada juga kami bentuk gugus
penjaminan. Jadi gugus penjaminan itu juga ikut mengaudit, tapi hanya
audit internal. Hanya untuk kegiatan belajar mengajar, penelitian, tri darma
pokoknya intinya. Audit itu kita lakukan per semester, tetapi per tahun ada
laporan, per lima tahun laporan eksternal dalam bentuk perpanjangan ijin
prodi” .
Penuturan Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan tersebut menunjukkan
bahwa saat ini Universitas Mahasaraswati Denpasar telah melakukan audit
internal terhadap aktivitas yang berkaitan dengan Tri Dharma Perguruan
Tinggi, yaitu pendidikan/pengajaran, penelitian, dan pengabdian. Sedangkan
audit ekternal berkaitan dengan perpanjangan ijin program studi.
Audit internal berlangsung di tingkat universitas maupun tingkat
fakultas, bahkan di tingkat program studi. Berikut kutipan wawancara
dengan Dekan Fakultas Pertanian yang menunjukkan hal tersebut:
“Ada audit internal. Di fakultas ada, di kaprodi ada, di universitas badan
penjaminan mutu, dia mengaudit kinerja. Ada monev, monitoring evaluasi
internal, lalu ada gugus penjaminan mutu”.
Uraian tersebut menunjukkan bahwa proses audit internal dilakukan
oleh badan penjaminan mutu di tingkat universitas, monev, dan gugus
penjaminan mutu di tingkat fakultas. Dilakukannya audit internal pada
berbagai tingkatan unit di universitas juga diungkapkan oleh Dekan Fakultas
Teknik dalam kutipan wawancara berikut:
116
“Audit kita punya badan penjamin mutu, di tingkat fakultas. Di tingkat
prodi unit penjamin mutu, di tingkat fakultas gugus penjamin mutu, monev
itu”.
Berdasarkan kutipan wawancara tersebut dapat dilihat bahwa pada
dasarnya Universitas Mahasaraswati Denpasar telah memiliki suatu sistem
audit internal.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa prinsip
akuntabilitas belum sepenuhnya dilaksanakan di Universitas Mahasaraswati.
Terdapat aspek yang belum dicapai guna mewujudkan akuntabilitas
pengelolaan perguruan tinggi secara menyeluruh. Misalnya, belum adanya
audit eksternal pada bidang keuangan. Belum adanya audit eksternal secara
khusus pada bidang keuangan juga menjadi permasalahan tersendiri. Auditor
yang secara independen melakukan audit dalam pengelolaan Universitas
Mahasaraswati Denpasar tentu akan semakin menunjang pencapaian
akuntabilitas secara lebih komprehensif.
4.1.3. Pelaksanaan Prinsip Responsibilitas di Universitas Mahasaraswati
Denpasar
Setiap individu yang terlibat dalam pengelolaan perguruan tinggi
harus bertanggungjawab atas segala tindakannya sesuai dengan job
description yang telah ditetapkan. Termasuk para dosen harus mentaati etika
dan moral kedosenan. Harus dihindari pemerasan atau penjualan nilai pada
mahasiswa baik oleh dosen maupun oleh karyawan non-akademis.
Universitas harus selalu mengutamakan kesesuaian di dalam pengelolaan
perguruan tingginya menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan prinsip-prinsip institusi yang sehat dan berkualitas. Setiap bagian/unit
memiliki tugas dan fungsi masing-masing yang jelas, dengan alokasi
tanggung jawab masing-masing secara jelas tercantum dalam kebijakan
peraturan perguruan tinggi atau statuta yang telah disusun (Muhi, 2011). Hal
demikialah yang menjadi dasar berpijak bagi perguruan tinggi untuk
mewujudkan tanggung jawab di institusinya. Wijatno (2009) menyebutkan
117
dua indikator untuk mengetahui pelaksanaan prinsip responsibilitas pada
suatu organisasi, yaitu: 1) terdapat pembagian tugas yang jelas, dan 2)
terdapat peraturan kode etik yang berlaku.
4.1.3.1. Terdapat pembagian tugas yang jelas
Wijatno (2009) mengungkapkan, untuk menyelenggarakan semua
aktivitas universitas, diperlukan kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban semua organ dalam organisasi, sehingga pengelolaan
lembaga terlaksana secara efektif. Perguruan tinggi harus mempunyai uraian
tugas dan tangung jawab yang jelas (secara tertulis) dari setiap pejabat
struktural, anggota senat fakultas/akademis, organ yayasan, dosen, dan
karyawan. Termasuk juga kriteria dan proses pengukuran kinerja, pengawasan, dan pelaporan. Sejalan dengan pendapat Wijatno (2009), Universitas
Mahasaraswati dalam menyelenggarakan semua aktivitas sehari-hari berpedoman pada uraian tugas dan tanggung jawab yang telah ditetapkan dalam
Statuta Universitas Mahasaraswati Denpasar.
Statuta Universitas Mahasaraswati Denpasar menguraikan wewenang, tugas, dan tanggung jawab yayasan dalam pengelolaan Universitas
Mahasaraswati Denpasar. Yayasan bertugas untuk menyelenggarakan, membina, dan mengembangkan Universitas Mahasaraswati Denpasar, serta menggali sumber-sumber dana tambahan untuk tercapainya visi maupun misi
Universitas Mahasaraswati Denpasar. Pasal 12 Statuta Universitas Mahasaraswati Denpasar mengatur wewenang, tugas, dan tanggung jawab yayasan
dalam pengelolaan Universitas Mahasaraswati Denpasar sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
118
Menetapkan kebijaksanaan lembaga dan statuta
Menetapkan Rencana Induk Pengembangan (RIP) dan Rencana
Strategis (Renstra) Unmas Denpasar 5 tahunan
Menetapkan pendirian dan pengembangan program pendidikan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku
Mengangkat dan memberhentikan rektor
Memberikan penilaian dan persetujuan pengangkatan pejabat-pejabat
struktural yang diajukan rektor
Menerima dan mengesahkan usulan program kerja rektor
Menerima dan mengesahkan pertanggungjawaban rektor
8.
9.
Memberi dan menerima bantuan pihak luar
Mengangkat dan memberhentikan tenaga tetap, dosen, dan tenaga
administrasi, serta tenaga lainnya yang diperlukan dengan
memperhatikan usul rektor
10. Mengadakan sarana dan prasarana kampus dengan memperhatikan
usul rektor
11. Menetapkan pengaturan kepegawaian, keuangan, dan gaji tenaga tetap
sesuai dengan kemampuan keuangan yang ada.
Di dalam Statuta Universitas Mahasaraswati Denpasar tidak memperbolehkan adanya rangkap jabatan antara pembina, pengurus, dan pengawas yayasan menjadi pimpinan Universitas Mahasaraswati Denpasar. Hal
demikian berkaitan dengan mekanisme pengawasan yang berjalan antara
yayasan dengan pimpinan Universitas Mahasaraswati Denpasar sebagai
pelaksana dalam tata kelola universitas.
Rektor sebagai pimpinan Universitas Mahasaraswati Denpasar
memegang peranan penting terkait dengan pelaksanaan tata kelola itu
sendiri. Pasal 14 Statuta Universitas Mahasaraswati Denpasar menyatakan
beberapa hal sebagai berikut:
1. Rektor memimpin penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian
ilmiah dan pengabdian kepada masyarakat, membina tenaga
kependidikan, mahasiswa, tenaga administratif universitas, serta
membangun hubungan dengan masyarakat luar kampus.
2. Rektor berkewajiban menyusun program kerja yang mengacu pada
Rencana Induk Pengembangan (RIP) Unmas Denpasar, mengurus dan
menyiapkan kegiatan tahunan penyususnan Daftar Usulan Kegiatan
(DUK) dalam bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Tahunan
Universitas, mengadakan evaluasi serta pelaporan kepada yayasan setiap
tahun akademik setelah mendapat persetujuan Senat Unmas Denpasar.
Ketentuan tersebut dengan jelas menunjukkan bahwa rektor berkedudukan sebagai pihak yang berwenang mempimpin pelaksanaan dari
upaya tata kelola sebagaimana disusun oleh yayasan. Pasal 16 Statuta
Universitas Mahasaraswati Denpasar menentukan bahwa Rektor diangkat
dan diberhentikan oleh yayasan setelah melalui pemilihan Senat Universitas
Mahasaraswati Denpasar. Kemudian untuk jabatan dan tugas selain rektor
ditentukan melalui Surat Keputusan Rektor Nomor: 219/ PP/A.10/B/XI/2013
119
tentang Statuta Universitas Mahasaraswati Denpasar. Pada penerapannya,
masing-masing bagian membuat ketentuan tertulis secara lebih operasional
bagi anggotanya. Hal demikian diungkapkan oleh Dekan Fakultas Hukum
Universitas Mahasaraswati Denpasar sebagai berikut:
“Ada uraian tertulis tugas dan tanggung jawab. Kita di pedoman ada,
mengambil dari statuta dulu turun ke renstra. Di fakultas melalui buku
pedoman. Renstra dalam lima tahun, program dalam satu tahun untuk
mahasiswa ada. Dari buku pedoman diterjemahkan lagi sesuai kebutuhan.
Dekan membuat kebijakan berdasarkan buku pedoman, buku pedoman
berdasarkan statuta. Karena kita bagian universitas ya jadi tidak bisa lepas
keterikatannya”
Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa universitas memiliki ketentuan tertulis mengenai tugas dan tanggung jawab masing-masing
bagian. Ketentuan tersebut bersumber dari statuta dan berlaku secara umum
di universitas. Sementara itu, di tingkat fakultas terdapat ketentuan pembagian tugas dan tanggung jawab tertulis yang dituangkan dalam sebuah
buku pedoman. Hal yang sama diungkapkan oleh Dekan Fakultas Teknik
sebagai berikut:
“Uraian tugas tertulis fakultas ada, sementara dosen dan kaprodi juga ada.
Uraian tugas itu yang membuat kita (dekan). Jadi dekan yang susun job
disc-nya. Kalau secara umum ada di statuta ”
Ungkapkan di atas menunjukkan bahwa masing-masing fakultas memiliki pedoman tertulis atas pembagian tugas dalam fakultas. Pedoman tersebut disusun oleh dekan, sesuai dengan tugasnya sebagai pimpinan fakultas.
Pembuatan pedoman diselaraskan dengan statuta, namun juga dibuat sesuai
dengan kondisi masing-masing di fakultas yang berbeda. Uraian tugas yang
dibuat dekan tidak hanya berkaitan dengan tugas dosen saja, tetapi juga
tugas untuk kepala program studi, karyawan, bahkan untuk mahasiswa.
Secara lebih rinci tugas dekan dapat dilihat dalam kutipan wawancara
dengan Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan berikut:
“Dekan itu pada awal semester menentukan jumlah mata kuliah per
semester, menentukan dosen, menentukan tugas mengajar, menentukan
jadwal mengajar, kemudian menentukan pengambilan sks bagi siswa,
setelah itu proses belajar mengajar berlangsung, melakukan pemantauan,
120
siapa yang mengajar siapa yang tidak, siapa yang ijin, atau jurnal absensi,
setelah itu UAS, pengumpulan nilai, semester baru, selanjutnya sama”
Berdasarkan kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa tugas
dekan tidak hanya berkaitan dengan penyusunan tugas ber