Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Mekanisme Koping Lansia Pasca Stroke di Panti Sosial Menara Kasih Salatiga T1 462012070 BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semua individu akan melewati masa tua atau lanjut usia
(lansia) dalam kehidupannya. Berdasarkan Undang-undang No.
13 ayat 1, 2, 3 dan 4, tahun 1998 tentang kesehatan
menyatakan bahwa lansia adalah seseorang yang telah
mencapai usia lebih dari 60 tahun. Berdasarkan pengertian
tersebut dapat disimpulkan bahwa lansia adalah seseorang
yang berusia 60 tahun ke atas baik pria maupun wanita
(Soetjiningsih, 2005).
Jumlah penduduk lansia dari tahun ke tahun semakin
meningkat. Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia atau
WHO (dalam Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan,
2013) diperkirakan jumlah lansia di seluruh dunia akan
mencapai 1,2 miliar orang dan akan terus bertambah hingga 2
miliar orang ditahun 2050. Di Indonesia, hasil Sensus Penduduk
berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010
jumlah lansia meningkat menjadi 23,9 juta (9,77%). Sementara
itu, pada tahun 2020 di perkirakan jumlah lansia sebesar 28,8
juta jiwa (11,34%) (Effendi & Makhfudli, 2009). Di Jawa Tengah
sendiri Data BPS tahun 2010 didapatkan jumlah penduduk
Jawa Tengah 32.864.563 jiwa, 3.375.069 jiwa orang lanjut usia.
1
2
Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Salatiga, pada
tahun 2015 jumlah lansia di Salatiga mencapai 61.332 orang
atau 31% dari jumlah penduduk.
Seiring bertambahnya usia, lansia mengalami proses
kemunduran di berbagai macam aspek kesehatan terkait
dengan proses penuaan seperti kemunduran sosial, psikis, dan
fisik (Suardiman, 2011). Penurunan kondisi sosial yang
biasanya terjadi yaitu rasa kehilangan, kesepian dan merasa
dikucilkan dari lingkungannya. Penurunan kondisi psikis adalah
gangguan fungsi kognitif, afektif dan gangguan depresi,
sedangkan kemunduran kondisi fisik yaitu lansia rentan
terhadap
penyakit
degeneratif
(Papalia,
2009).
Penyakit
degeneratif yang sering dialami lansia antara lain Hipertensi,
Diabetes Melitus, Athritis, Penyakit Jantung dan Stroke
(Darmojo & Martono, 2011).
Stroke termasuk penyakit degeneratif yang sering dialami
kelompok lansia. Menurut RISKESDAS (2013) stroke berada
pada urutan no 3 dari deretan 10 penyakit terbanyak pada
lansia. Stroke merupakan penyebab kematian ketiga paling
sering di Amerika, di samping kanker dan penyakit jantung
(Sustrani, 2003).
Stroke tidak hanya terjadi di negara maju seperti Amerika,
tetapi juga terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia.
3
Jumlah penderita penyakit stroke di Indonesia tahun 2013
sebanyak 1.236.825 orang (7,0%) yang terserang stroke,
sedangkan berdasarkan diagnosis, yang mengalami gejala
stroke sebanyak 2.137.941 orang (12,1%). Prevalensi penyakit
stroke di Provinsi Jawa Tengah menurut diagnosis tenaga
kesehatan 12,3% (RISKESDAS, 2013).
Pasien pasca stroke umumnya mengalami gejala sisa
seperti disabilitas fisik akibat kerusakan pada area otak yang
terjadi karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah
serebral. Kerusakan sel otak yang mengatur fungsi motorik dan
sensorik organ tubuh menyebabkan pasien mengalami berbagai
disabilitas fisik seperti kelumpuhan sebagian atau seluruh
anggota tubuh, gangguan bicara dan gangguan menelan
(Suardiman, 2003).
Lansia yang mengalami disabilitas fisik pasca stroke
cenderung mengalami berbagai dampak psikososial mulai dari
perasaan kurang percaya diri, tidak berguna, maupun gejala
psikologi lain seperti depresi (Sustrani, 2003).
Hasil penelitian yang dilakukan Wahyuni dkk (2009) tentang
mekanisme koping menemukan bahwa respon emosional
pasien stroke non hemoragik adalah sedih, marah, tidak
berguna. Jadi, mekanisme yang digunakan pasien stroke
adalah mekanisme koping maladaptif sehingga disarankan
4
kepada pasien harus lebih memahami dirinya baik fisik maupun
psikologis agar dapat menggunakan mekanisme koping yang
adaptif serta berorientasi pada problem focused coping dan
emotion focused coping.
Sementara itu, penelitian Gillen (2006) menunjukkan bahwa
penderita Stroke menggunakan beberapa strategi mekanisme
koping. Kebanyakan penderita stroke menggunakan koping
adaptif daripada
strategi koping maladaptif. Wanita lebih
banyak menggunakan strategi koping adaptif. Penderita stroke
dengan depresi cenderung menggunakan strategi mekanisme
koping maladaptif. Pasien stroke dengan kemampuan koping
yang baik cenderung menggunakan strategi koping adaptif dan
pandangan positif.
Kemampuan
pasien
pasca
stroke
dalam
melakukan
mekanisme koping terhadap setiap stressor yang datang akan
menentukan seberapa besar dampak psikologis yang dialami.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Ouimet dkk (2001)
mengungkapkan bahwa sesorang yang mengalami depresi
karena
kelumpuhan
pasca
stroke
dapat
mempengaruhi
kemampuan untuk menerima diri sendiri. Penderita pasca
stroke yang tidak bisa menerima diri sendiri cenderung merasa
dirinya tidak berarti, tidak berguna, sehingga akan semakin
merasa terasing, dan terkucil dari lingkungannya.
5
Hasil studi di atas ingin menunjukkan bahwa, betapa
pentingnya kemampuan pasien lansia dalam melakukan koping
terhadap setiap stresor yang mungkin muncul pasca terjadinya
serangan stroke. Hal ini sejalan dengan pemikiran Lazarus
(1984) bahwa lansia membutuhkan fungsi koping yang baik
dalam mengatasi stres, menyesuaikan diri, dan mengatur
respon emosi terhadap masalah-masalahnya.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti
pada tanggal 17 – 28 November 2015, diketahui terdapat salah
satu tempat pelayanan dan perawatan lansia di kota Salatiga,
Jawa Tengah yaitu Panti Sosial Menara Kasih (PSMK) Salatiga.
Dari 11 lansia yang tinggal di PSMK Salatiga, 7 Lansia adalah
Lansia pasca stroke yang memiliki disabilitas fisik. Ada
beberapa lansia yang masih belum bisa menerima perubahan
kondisi akibat stroke seperti menyalahkan diri sendiri dan
merasa tidak berguna. Namun, belum terlihat rencana kegiatan
yang akan dilakukan untuk masalah psikis tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, perlu diketahui mekanisme
koping yang dimiliki para lansia tersebut terkait dengan penyakit
stroke yang diderita dan stressor yang ada. Jika lansia tidak
mampu menghadapi masalah dan stres yang berkepanjangan
dengan mekanisme koping yang tepat akan timbul masalahmasalah psikologis seperti depresi. Maka, kemungkinan seperti
6
yang telah dijelaskan terkait dengan situasi problematika di
atas, peneliti tertarik untuk mencari dan menggali bagaimana
’’Mekanisme Koping Lansia Pasca Stroke’’.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka yang
menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu Bagaimana
Mekanisme Koping Lansia Pasca Stroke Di Panti Sosial
Menara Kasih Salatiga?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan
dari
penelitian
ini
adalah
mendeskripsikan
bagaimana mekanisme koping lansia pasca stroke di
Panti Sosial Menara Kasih Salatiga.
1.3.2 Tujuan khusus
1.3.2.1
Mengetahui jenis koping problem focused
coping dan emotion focused coping pada
lansia pasca stroke.
1.3.2.2
Mengetahui
metode
koping
adaptif
dan
maladaptif pada lansia pasca stroke.
1.4 Manfaat penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkuat landasan
berpikir keilmuan kesehatan yang membahas keterkaitan
7
penyakit fisik dan kejiwaan pasien khususnya tentang
strategi koping individu (lansia) dalam mengatasi setiap
stres pasca stroke.
1.4.2 Manfaat Praktis
1.4.2.1 Bagi Panti Asuhan Menara Kasih Salatiga
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi
dasar
kepada
pengurus
panti
maupun
lansia
berkaitan dengan mekanisme koping di Panti Sosial
Menara Kasih yang berimplikasi pada layananlayanan yang akan diberikan kepada lansia-lansia
tersebut.
1.4.2.2 Bagi Petugas Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
masukan yang berarti bagi setiap perawat tentang
pentingnya
pemahaman
mengenai
mekanisme
koping pasien yang mengalami disabilitas fisik akibat
stroke terhadap kesehatan kejiwaannya.
1.4.2.2 Bagi Pemerintah
Hasil
penelitian
pertimbangan
bagi
ini
dapat
pemerintah
menjadi
bahan
dalam
upaya
peningkatan pelayanan serta memberikan perhatian
kepada para lansia yang tinggal di panti dan
mengalami masalah kesehatan.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semua individu akan melewati masa tua atau lanjut usia
(lansia) dalam kehidupannya. Berdasarkan Undang-undang No.
13 ayat 1, 2, 3 dan 4, tahun 1998 tentang kesehatan
menyatakan bahwa lansia adalah seseorang yang telah
mencapai usia lebih dari 60 tahun. Berdasarkan pengertian
tersebut dapat disimpulkan bahwa lansia adalah seseorang
yang berusia 60 tahun ke atas baik pria maupun wanita
(Soetjiningsih, 2005).
Jumlah penduduk lansia dari tahun ke tahun semakin
meningkat. Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia atau
WHO (dalam Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan,
2013) diperkirakan jumlah lansia di seluruh dunia akan
mencapai 1,2 miliar orang dan akan terus bertambah hingga 2
miliar orang ditahun 2050. Di Indonesia, hasil Sensus Penduduk
berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010
jumlah lansia meningkat menjadi 23,9 juta (9,77%). Sementara
itu, pada tahun 2020 di perkirakan jumlah lansia sebesar 28,8
juta jiwa (11,34%) (Effendi & Makhfudli, 2009). Di Jawa Tengah
sendiri Data BPS tahun 2010 didapatkan jumlah penduduk
Jawa Tengah 32.864.563 jiwa, 3.375.069 jiwa orang lanjut usia.
1
2
Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Salatiga, pada
tahun 2015 jumlah lansia di Salatiga mencapai 61.332 orang
atau 31% dari jumlah penduduk.
Seiring bertambahnya usia, lansia mengalami proses
kemunduran di berbagai macam aspek kesehatan terkait
dengan proses penuaan seperti kemunduran sosial, psikis, dan
fisik (Suardiman, 2011). Penurunan kondisi sosial yang
biasanya terjadi yaitu rasa kehilangan, kesepian dan merasa
dikucilkan dari lingkungannya. Penurunan kondisi psikis adalah
gangguan fungsi kognitif, afektif dan gangguan depresi,
sedangkan kemunduran kondisi fisik yaitu lansia rentan
terhadap
penyakit
degeneratif
(Papalia,
2009).
Penyakit
degeneratif yang sering dialami lansia antara lain Hipertensi,
Diabetes Melitus, Athritis, Penyakit Jantung dan Stroke
(Darmojo & Martono, 2011).
Stroke termasuk penyakit degeneratif yang sering dialami
kelompok lansia. Menurut RISKESDAS (2013) stroke berada
pada urutan no 3 dari deretan 10 penyakit terbanyak pada
lansia. Stroke merupakan penyebab kematian ketiga paling
sering di Amerika, di samping kanker dan penyakit jantung
(Sustrani, 2003).
Stroke tidak hanya terjadi di negara maju seperti Amerika,
tetapi juga terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia.
3
Jumlah penderita penyakit stroke di Indonesia tahun 2013
sebanyak 1.236.825 orang (7,0%) yang terserang stroke,
sedangkan berdasarkan diagnosis, yang mengalami gejala
stroke sebanyak 2.137.941 orang (12,1%). Prevalensi penyakit
stroke di Provinsi Jawa Tengah menurut diagnosis tenaga
kesehatan 12,3% (RISKESDAS, 2013).
Pasien pasca stroke umumnya mengalami gejala sisa
seperti disabilitas fisik akibat kerusakan pada area otak yang
terjadi karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah
serebral. Kerusakan sel otak yang mengatur fungsi motorik dan
sensorik organ tubuh menyebabkan pasien mengalami berbagai
disabilitas fisik seperti kelumpuhan sebagian atau seluruh
anggota tubuh, gangguan bicara dan gangguan menelan
(Suardiman, 2003).
Lansia yang mengalami disabilitas fisik pasca stroke
cenderung mengalami berbagai dampak psikososial mulai dari
perasaan kurang percaya diri, tidak berguna, maupun gejala
psikologi lain seperti depresi (Sustrani, 2003).
Hasil penelitian yang dilakukan Wahyuni dkk (2009) tentang
mekanisme koping menemukan bahwa respon emosional
pasien stroke non hemoragik adalah sedih, marah, tidak
berguna. Jadi, mekanisme yang digunakan pasien stroke
adalah mekanisme koping maladaptif sehingga disarankan
4
kepada pasien harus lebih memahami dirinya baik fisik maupun
psikologis agar dapat menggunakan mekanisme koping yang
adaptif serta berorientasi pada problem focused coping dan
emotion focused coping.
Sementara itu, penelitian Gillen (2006) menunjukkan bahwa
penderita Stroke menggunakan beberapa strategi mekanisme
koping. Kebanyakan penderita stroke menggunakan koping
adaptif daripada
strategi koping maladaptif. Wanita lebih
banyak menggunakan strategi koping adaptif. Penderita stroke
dengan depresi cenderung menggunakan strategi mekanisme
koping maladaptif. Pasien stroke dengan kemampuan koping
yang baik cenderung menggunakan strategi koping adaptif dan
pandangan positif.
Kemampuan
pasien
pasca
stroke
dalam
melakukan
mekanisme koping terhadap setiap stressor yang datang akan
menentukan seberapa besar dampak psikologis yang dialami.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Ouimet dkk (2001)
mengungkapkan bahwa sesorang yang mengalami depresi
karena
kelumpuhan
pasca
stroke
dapat
mempengaruhi
kemampuan untuk menerima diri sendiri. Penderita pasca
stroke yang tidak bisa menerima diri sendiri cenderung merasa
dirinya tidak berarti, tidak berguna, sehingga akan semakin
merasa terasing, dan terkucil dari lingkungannya.
5
Hasil studi di atas ingin menunjukkan bahwa, betapa
pentingnya kemampuan pasien lansia dalam melakukan koping
terhadap setiap stresor yang mungkin muncul pasca terjadinya
serangan stroke. Hal ini sejalan dengan pemikiran Lazarus
(1984) bahwa lansia membutuhkan fungsi koping yang baik
dalam mengatasi stres, menyesuaikan diri, dan mengatur
respon emosi terhadap masalah-masalahnya.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti
pada tanggal 17 – 28 November 2015, diketahui terdapat salah
satu tempat pelayanan dan perawatan lansia di kota Salatiga,
Jawa Tengah yaitu Panti Sosial Menara Kasih (PSMK) Salatiga.
Dari 11 lansia yang tinggal di PSMK Salatiga, 7 Lansia adalah
Lansia pasca stroke yang memiliki disabilitas fisik. Ada
beberapa lansia yang masih belum bisa menerima perubahan
kondisi akibat stroke seperti menyalahkan diri sendiri dan
merasa tidak berguna. Namun, belum terlihat rencana kegiatan
yang akan dilakukan untuk masalah psikis tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, perlu diketahui mekanisme
koping yang dimiliki para lansia tersebut terkait dengan penyakit
stroke yang diderita dan stressor yang ada. Jika lansia tidak
mampu menghadapi masalah dan stres yang berkepanjangan
dengan mekanisme koping yang tepat akan timbul masalahmasalah psikologis seperti depresi. Maka, kemungkinan seperti
6
yang telah dijelaskan terkait dengan situasi problematika di
atas, peneliti tertarik untuk mencari dan menggali bagaimana
’’Mekanisme Koping Lansia Pasca Stroke’’.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka yang
menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu Bagaimana
Mekanisme Koping Lansia Pasca Stroke Di Panti Sosial
Menara Kasih Salatiga?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan
dari
penelitian
ini
adalah
mendeskripsikan
bagaimana mekanisme koping lansia pasca stroke di
Panti Sosial Menara Kasih Salatiga.
1.3.2 Tujuan khusus
1.3.2.1
Mengetahui jenis koping problem focused
coping dan emotion focused coping pada
lansia pasca stroke.
1.3.2.2
Mengetahui
metode
koping
adaptif
dan
maladaptif pada lansia pasca stroke.
1.4 Manfaat penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkuat landasan
berpikir keilmuan kesehatan yang membahas keterkaitan
7
penyakit fisik dan kejiwaan pasien khususnya tentang
strategi koping individu (lansia) dalam mengatasi setiap
stres pasca stroke.
1.4.2 Manfaat Praktis
1.4.2.1 Bagi Panti Asuhan Menara Kasih Salatiga
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi
dasar
kepada
pengurus
panti
maupun
lansia
berkaitan dengan mekanisme koping di Panti Sosial
Menara Kasih yang berimplikasi pada layananlayanan yang akan diberikan kepada lansia-lansia
tersebut.
1.4.2.2 Bagi Petugas Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
masukan yang berarti bagi setiap perawat tentang
pentingnya
pemahaman
mengenai
mekanisme
koping pasien yang mengalami disabilitas fisik akibat
stroke terhadap kesehatan kejiwaannya.
1.4.2.2 Bagi Pemerintah
Hasil
penelitian
pertimbangan
bagi
ini
dapat
pemerintah
menjadi
bahan
dalam
upaya
peningkatan pelayanan serta memberikan perhatian
kepada para lansia yang tinggal di panti dan
mengalami masalah kesehatan.