TantanganPenguatan Komitmen Kebangsaan Untuk Membangun Karakter Warga Negara Pada Masyarakat Perbatasan.

(1)

TantanganPenguatan Komitmen Kebangsaan Untuk

Membangun Karakter Warga Negara Pada Masyarakat

Perbatasan

(STUDI KASUS PADA MASYARAKAT ENTIKONG WILAYAH PERBATASAN INDONESIA-MALAYSIA)

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi persyaratan memperoleh gelar magister ilmu pendidikan program studi pendidikan kewarganegaraan

Disusun Oleh :

SYARIF FIRMANSYAH

NIM. 1103882

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2013


(2)

==================================================================

TantanganPenguatan Komitmen

Kebangsaan Untuk Membangun

Karakter Warga Negara Pada

Masyarakat Perbatasan

(STUDI KASUS PADA MASYARAKAT ENTIKONG WILAYAH

PERBATASAN INDONESIA-MALAYSIA)

Oleh Syarif Firmansyah S.Pd UPI Bandung, 2011

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Fakultas Pendidikan Kewarganegaraan

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.

© Syarif Firmansyah 2013 Universitas Pendidikan Indonesia


(3)

(4)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul: ”Tantangan Penguatan Komitmen Kebangsaan Untuk

Membangun Karakter Warga Negara Pada Masyarakat Perbatasan (Studi Kasus Pada Masyarakat Entikong Wilayah Perbatasan Indonesia-Malaysia)”. Adapun rumusannya, yakni:1) Bagaimana tantangan penguatan komitmen kebangsaan untuk membangun karakter warga negara pada masyarakat perbatasan?, 2) Bagaimana karakteristik bauran budaya perbatasan dalam konteks pembangunan karakter kebangsaan?, 3) Bagaimana alternatif pemecahan bagi peningkatan karakter warga negara masyarakat Entikong wilayah perbatasan Indonesia – Malaysia?

Teori kebangsaan menurut Ernest Renan , yakni untuk membentuk suatu nation yang diutamakan adalah prinsip keinginan untuk hidup bersama. Dengan kata lain, segala warisan dan kejayaan serta penderitaan yang dialami bersama pada masa lalu merupakan modal dasar untuk membangun kebersamaan pada masa depan. Karena sebuah nation merupakan suatu kesatuan yang kuat lantaran penderitaan pada masa lalu.

Penelitian ini menggunakan metode studi kasus, karena dimaksudkan untuk mengungapkan dan memahami kenyataan-kenyataan yang terjadi di lapangan. Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, dengan maksud agar lebih memahami secara mendalam tentang Tantangan Penguatan Komitmen Kebangsaan Untuk Membangun Karakter Warga Negara Pada Masyarakat Perbatasan (Studi Kasus Pada Masyarakat Entikong Wilayah Perbatasan Indonesia-Malaysia)”

Temuan dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa: tantangan penguatan komitmen kebangsaan untuk membangun karakter warga negara pada masyarakat perbatasan di Entikong wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia adalah komitmen kebangsaan masyarakat disana yang relatif masih rendah.

Lemahnya pemahaman komitmen kebangsaan pada masyarakat perbatasan, hal itu karena kurangnya perhatian pemerintah. Masalah pendidikan dan pembangunan insfrastruktur yang kurang mendapat perhatian, pemanfaatan sumber daya yang belum sepenuhnya untuk kemakmuran rakyat. Tantangan lain muncul dari luar, yakni pengaruh komunikasi antar-budaya, masuknya kebudayaan negara lain dan produk-produk asing. Karakteristik bauran budaya pada masyarakat perbatasan dalam konteks pembangunan karakter bangsa masih dipengaruhi oleh budaya negara tetangga yang aksesnya lebih mudah dan menjamin kehidupan yang lebih baik. Alternatif pemecahan masalah untuk pengingkatan karakter kebangsaan masyarakat Entikong, adalah sebagai berikut, yakni: peningkatan mutu pendidikan, pembangunan sarana dan prasarana, memajukan sektor ekonomi, mengadakan kegiatan yang melibatkan masyarakat, melestarikan adat istiadat dan nilai-nilai kearifan lokal, serta memperingati hari-hari besar nasional.

Penelitian ini pun merokomendasikan terutama kepada pemerintah untuk memperhatikan kesejahteraan masyarakat di perbatasan, membenahi akses transportasi dan komunikasi, serta perhatian khusus pada sektor pendidikan, karena pendidikan berpengaruh terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia.


(5)

ABSTRACT

The study is titled: "Challenges of Strengthening Commitment To Building Character Nationality Nationals At Border Community (Case Study In Border Area Community Entikong Indonesia-Malaysia)". As for the formula, namely: 1) How does the challenge of strengthening national commitment to build the character of citizens in border communities?, 2) How do the characteristics of border cultural mix in the context of national character?, 3) How the solutions for improving the character of the community citizens Entikong border region Indonesia - Malaysia?

Theory of nationality according to Ernest Renan, a nation which is to establish the principle of precedence is the desire to live together. In other words, all the heritage and glory and suffering experienced in the past with an authorized capital to build unity in the future. Because a nation is a strong unity because of the suffering in the past .

This research uses the case study method, because it is intended to reveal and understand the realities that occur in the field. While the approach used is qualitative approach , in order to better understand the depth of the challenge of strengthening the National Commitment To Building Character Nationals At Border Community (Case Study In Border Area Community Entikong Indonesia - Malaysia)".

The findings of the research, it can be concluded that: the challenge of strengthening national commitment to build the character of citizens in border communities in Entikong Indonesia-Malaysia border region is a national commitment to the people there who are still relatively low.

Weak understanding of our national commitment to border communities , it is because of the lack of government attention. Education and infrastructure development issues that have received less attention , resource utilization is not fully to the prosperity of the people. Another challenge arises from the outside, the effect of inter-cultural communication , the inclusion of other countries and cultures of foreign products. Characteristics of the cultural mix of border communities in the context of the development of the nation's character is influenced by the neighboring cultures to which access easier and ensure a better life . Alternative solutions for improving public Entikong national character, is as follows, namely: improving the quality of education, infrastructure development, promote economic sector, carrying out activities involving the public, preserve the customs and values of local wisdom, as well as commemorate the days national large.

This study also recommended especially to the government for the welfare of the people at the border, access to fix the transportation and communication, as well as special attention to the education sector, because of the education effect on improving the quality of human resources.


(6)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN `...i

LEMBAR PERSEMBAHAN...ii

KATA PENGANTAR...iii

UCAPAN TERIMA KASIH ...iv

ABSTRAK...vi

ABSTRACK...vii

DAFTAR ISI ...viii

BAB I PENDAHULUAN ... ..1

A. Latar Belakang Penelitian ...1

B. Rumusan Masalah ...8

C. Tujuan Penelitian...9

D. Manfaat Penelitian...9

E. Struktur Organisasi Tesis ...10

BAB II KAJIAN PUSTAKA ...11

A. Penelitian Terdahulu...11

B. Tinjauan Tentang Komitmen Kebangsaan... ...14

1. Pengertian dan Sejarah Kebangsaan atau Nasionalisme...14

2. Kebangsaan –Nasionalisme Indonesia dalam prospektif Global dan lokal ...20

3. Karakteristik Kebangsaan – Nasionalisme...21

4. Pembentukan Kebangsaan – Nasionalisme...23

5. Kebangsaan – Nasionalisme dalam Benturan Peradaban...25

6. Komitmen Kebangsaan Masyarakat Entikong...30

C. Tinjauan Tentang Karakter... ...31

1. Konsep Karakter...31

2. Karakter Warga Negara...33

3. Karakter Yang Baik...35

D. Tinjauan Tentang Masyarakat... ...38

1. Pengertian Masyarakat... ...38


(7)

3 Ciri / Kriteria Masyarakat yang Baik...40

E. Pembinaan Karakter Kebangsaan Masyarakat Entikong...43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...49

A. Lokasi dan Subjek Penelitian ...49

1. Lokasi Penelitian ...49

2. Subjek Penelitian...50

B. Metodelogi Penelitian ... 52

1. Metode Penelitian... 52

2 Pendekatan Penelitian...53

C. Definisi Operasional...54

1. Komitmen Kebangsaan atau Nasionalisme...54

2. Karakter ...55

3. Masyarakat ...55

4. Wilayah Perbatasan ...56

D. Instrumen Penelitian ...57

E. Teknik Pengumpulan Data ...58

1. Observasi Partisipasif...59

2. Wawancara Mendalam...60

3. Studi Dokumentasi...62

4. Studi Literatur... ...63

5. Triangulasi Data...64

F. Teknik Analisis Data...65

1. Reduksi data...67

2. Display Data...67

3. Kesimpulan dan verifikasi...68

G. Uji Validitas Data Penelitian...68

1. Uji Kredibilitas...69

2. Pengujian Transferability...69

3. Pengujian Dependability...70

4. Pengujian Konfirmability...71

H. Tahap-Tahap Pelaksanaan Penelitian Dilapangan...72


(8)

2. Tahap Eksporasi...73

3. Tahap Member Chek...73

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...75

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian...75

1. Profil Singkat Kecamatan Entikong Kabupaten Sanggau....75

2. Gambaran Wilayah Kecamatan Entikong Kabupaten Sanggau...76

3. Gambaran Umum Kehidupan Masyarakat Setempat...76

a. Pemerintahan ...76

b. Penduduk ...78

c. Pendidikan ... ...78

d. Ekonomi... ...79

e. Kehidupan Sosial... ...79

B. Deskripsi Hasil Penelitian...80

1. Tantangan Penguatan Komitmen Kebangsaan Untuk Membangun Karakter Warga Negara Pada Masyarakat Perbatasan...80

2. Karakteristik Bauran Budaya Perbatasan Dalam Konteks Pembangunan Karakter Kebangsaan...85

3. Alternatif Pemecahan Masalah Bagi Peningkatan Karakter Kebangsaan Masyarakat Entikong Wilayah Perbatasan Indonesia...92

C. Pembahasan Hasil Penelitian...97

1. Tantangan Penguatan Komitmen Kebangsaan Pada Masyarakat perbatasan...97

2. Karakteristik Bauran Budaya Perbatasan Dalam Konteks Pembangunan Karakter Kebangsaan...104

3. Alternatif Pemecahan Masalah Bagi Peningkatan Karakter Kebangsaan Masyarakat Entikong Wilayah Perbatasan Indonesia...112

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...123


(9)

1. Kesimpulan Umum...123

2. Kesimpulan Khusus...123

B. Saran...124

DAFTAR PUSTAKA...126 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(10)

BAB 1 PENDAHULUAN

Pada bab ini peneliti akan menyajikan terkait dengan latar belakang maslah yang ada di lapangan yang membuat peneliti tertarik melakukan penelitian, kemudian dilanjutkan dengan rumusan masalah, tujuan penelitian, mamfaat penelitian, dan struktur organisasi tesis.

A. Latar Belakang Penelitian

Bangsa Indonesia yang berada di bawah naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) kini telah berusia lebih dari 67 tahun sejak kemerdekaannya tanggal 17 Agustus 1945, sampai saat ini masih dihadapkan pada sebuah tantangan besar yakni bagaimana mempertahankan bangsa Indonesia dalam mengisi dan mempertahankan kemerdekaanya. Sebagai sebuah negara yang terdiri atas beranekaragam suku,agama dan ras, serta wilayahnya yang sangat luas terdiri atas ribuan pulau, bangsa Indonesia harus tetap memiliki daya pengikat yang dapat mempererat persatuan dan kesatuan bangsa, yaitu nasionalisme.

Perbatasan negara merupakan manifestasi utama kedaulatan wilayah suatu negara. Perbatasan suatu negara mempunyai peranan penting dalam penentuan batas wilayah kedaulatan, pemanfaatan sumber daya alam, menjaga keamanan dan keutuhan wilayah. Penentuan perbatasan negara dalam banyak hal ditentukan oleh proses historis, politik, hukum nasional dan internasional. Dalam konstitusi suatu negara sering dicantumkan pula penentuan batas wilayah.

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara dan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2010 tentang Badan Nasional Pengelola Perbatasan, Bab 1 Ketentuan Umum pasal 1 ayat (1) bahwa yang dimaksud dengan: “Batas Wilayah Negara adalah garis batas Wilayah Negara yang merupakan pemisah


(11)

kedualatan suatu negara yang didasarkan atas hukum internasional”. Sedangkan pasal 1 ayat (2) “Kawasan Perbatasan adalah bagian dari Wilayah Negara yang terletak di sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan nagara lain, dalam batas wilayah negara di darat, kawasan perbatasan berada di Kecamatan”.

Definisi batas wilayah dan kawasan perbatasan di atas, sebenarnya memberikan gambaran bahwa wilayah perbatasan pada hakekatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, mempunyai nilai strategis dalam mendukung keberhasilan pembangunan nasional.

Wilayah perbatasan, akan berimplikasi kepada hubungan dengan negara tetatangga. Terkait hal ini, dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 34 tahun 2012 pasal 1 ayat (4) tentang Tunjangan Khusus Wilayah Pulau-Pulau Kecil Terluar Dan/Atau Wilayah Perbatasan Bagi Pegawai Negeri Pada Kepolisian Negara Republik Indonesia Yang Bertugas Secara Penuh Pada Wilayah Pulau-Pulau Kecil Terluar Dan/Atau Wilayah Perbatasan, mendefinisikan wilayah perbatasan, yakni “Wilayah perbatasan adalah wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang secara geografis bersinggungan langsung dengan garis batas antarnegara yang meliputi kawasan perbatasan darat dengan Malaysia, Timor Leste, dan Papua Nugini”.

Peraturan tersebut secara teoritis, perbatasan memiliki fungsi yang sangat krusial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Setidaknya terdapat 5 (lima) fungsi perbatasan negara: pertama sebagai garis pertahanan suatu negara; kedua sebagai pelindung kegiatan ekonomi dalam wilayah; ketiga fungsi hukum; empat batas wilayah kekuasaan negara, dan kelima, sebagai aspek kepentingan suatu negara.

Fungsi-fungsi tersebut di atas, memperjelas bahwa ketahanan wilayah perbatasan perlu mendapatkan perhatian secara sungguh-sungguh karena kondisi tersebut akan mendukung ketahanan nasional dalam kerangka NKRI. Keamanan wilayah perbatasan mulai menjadi concern setiap pemerintah yang wilayah negaranya


(12)

berbatasan langsung dengan negara lain. Kesadaran akan adanya persepsi wilayah perbatasan antar negara telah mendorong para birokrat dan perumus kebijakan untuk mengembangkan suatu kajian tentang penataan wilayah perbatasan yang dilengkapi dengan perumusan sistem keamanannya.

Pertahanan dan keamanan nasional di wilayah perbatasan yang perlahan mengancam kedaualatan negara, semakin diperparah lagi dengan berbagai dampak yang ditimbulkan oleh globalisasi. Dalam memasuki era globalisasi ini, mau tidak mau bangsa kita harus mampu berkompetisi di dunia yang cenderung tanpa batas. Globalisasi identik dengan konsep pengurangan kedaulatan sebuah negara, penghilangan batas wilayah sebuah negara, kecanggihan teknologi, penyempitan ruang dunia dan pengembangan transaksi perdagangan berdasarkan kepada pemikiran perdagangan bebas.

Menurut Cohen dan Kennedy (Setiadi, Elly M., dan Setiadi, Usman (2010: 688-689) berpendapat bahwa globalisasi dipahami sebagai seperangkat transformasi yang semakin memperkuat dunia yang meliputi hal-hal berikut:

1. Perubahan dalam konteks ruang dan waktu. Perkembangan produk seperti telepon genggam, televisi satelit, dan internet menunjukan bahwa komunikasi global terjadi demikian cepatnya.

2. Pasar dan produksi ekonomi di negara yang berada menjadi saling tergantung sebagi akibat dari pertumbuhan perdagangan.

3. Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama televisi, film, musik, dan transmisi berita, dan olah raga internasional).

4. Meningkatnya masalah bersama seperti:ekonomi, lingkungan, permasalahan lazim lainnya seperti berbagai macam penyakit.

Sementara itu, menurut Emanuel Richter John Baylis & Steve Smith. (2001:15) menyatakan bahwa:

globalisasi merupakan jaringan kerja global yang secara bersamaan menyatukan masyarakat yang sebelumnya terpencar-pencar dan terisolasi dalam planet ini ke dalam ketergantungan yang saling menguntungkan, dan juga globali sasi juga


(13)

yang mempersatukan dunia. Secara eksplisit menurut beliau bahwa ”die globalisierung...global networking that has welded together previously disparate and isolated communities on this planet into mutual dependence and unity of ‘on world’ (Emanuel Richter, translated from German)

Globalisasi memang menyatukan dunia, seolah tak ada jarak, tetapi globalisasi pun akan berdampak negatif juga pada kehidupan sebuah bangsa. Seperti yang dikemukakan (Tilaar (2002:4) bahwa ”dampak negatif globalisasi yang utama ialah globalisasi akan dapat mengancam budaya bangsa”. Sejalan dengan hal tersebut, maka masalah nasionalisme bangsa Indonesia sangatlah kompleks, kepercayaan diri dan kebanggaan akan simbol budaya bangsa sendiri semakin menunjukkan penurunan akhir-akhir ini.

Semangat nasionalisme pada masyarakat yang tinggal di daerah perbatasan dengan negara lain yang pada dekade terakhir ini sudah mulai menunjukan gejala semakin memudar. Hal ini terlihat dari adanya fenomena yang terjadi di lingkungan masyarakat perbatasan, dengan kehadiran produk-produk negara lain baik secara fisik maupun non-fisik, serta lemahnya wawasan kebangsaan masyarakat perbatasan semakin membuktikan lemahnya semangat nasionalisme bangsa.

Salah satu daerah perbatasan yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah Kecamatan Entikong Kabupaten Sanggau Provinsi Kalimantan Barat. Kondisi memprihatinkan terkait dengan warga negara Indonesia yang tinggal di Entikong ini digambarkan dari hail penelitian tentang Perlindungan Anak Berbasis Komunitas di Wilayah Perbatasan oleh Wismayanti, Yanuar Farida (2012:15), yakni sebagai berikut:

Berbagai situasi anak-anak masih menunjukkan adanya pelanggaran atas hak anak, khususnya di daerah perbatasan. Kondisi anak-anak di perbatasan sebagian mengalami putus sekolah, pernikahan usia dini ataupun terpaksa menikah dengan cukong Malaysia yang kaya raya di usia anak-anak, belum terpenuhinya hak identitas dalam bentuk akta kelahiran, masih adanya anak-anak yang bekerja baik sebagai pengisi borang, kuli angkut, ndompleng


(14)

(menyelam di sungai untuk mencari batu permata atau intan), maupun sebagai buruh ataupun pembantu rumah tangga di Malaysia. Masih adanya pelanggaran atas hak anak, menujukkan belum adanya perlindungan anak atas anak-anak, khususnya yang melibatkan masyarakat dan stakeholder.

Kondisi di atas, bisa jadi karena tidak baiknya proses pendidikan sehingga pengenalan simbol-simbol kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia seperti bendera, bahasa, lagu kebangsaan, dan sebagainya sangat minim sekali. Kondisi ini tidak hanya terjadi pada orang dewasa, namun juga terjadi pada anak-anak usia sekolah yang bahkan mereka tidak tahu mengenai identitas nasionalnya.

Kejadian yang tidak kalah memprihatinkan pada masyarakat Entikong yaitu tentang masalah kesehatan. Sebagaimana dikutif dari Republika.co.id, (23 Maret 2013, Soal Berobat, Warga Entikong Pilih ke Malaysia), yakni:

Sejumlah masyarakat Entikong, Kalimantan Barat, lebih memilih berobat lanjutan ke Kuching, Malaysia, dibanding ke Kota Sanggau. Penyebabnya yakni lokasi yang jauh dari rumah sakit rujukan dan akses infrastruktur yang buruk."Masyarakat yang dirujuk dari puskesmas ke RSUD Sanggau, lebih memilih berobat ke Malaysia," kata Kepala Puskesmas Entikong Hidayat Samiaji.

Peristiswa di atas merupakan sebuah bukti bahwa tidak ada upaya pemerintah secara maksimal dalam memperhatikan masyarakat perbatasan. Karakteristik gaya hidup yang penuh persaingan sehingga masyarakat dipaksa untuk membenahi diri dan mengikuti perubahan yang sangat cepat. Sementara itu, kebutuhan pokok yang terabaikan sehingga perlahan memperlemah nilai nasionalisme anak negeri. Seperti apa yang dikemukakan Komalasari (2007:554) bahwa:

...saat ini di sinyalir bahwa nasionalisme bangsa Indonesia rapuh dalam menghadapi gejala-gejala muthakir berupa solidaritas parochial dan kekuatan eksternal akibat pengaruh globalisasi, baik kekuasaan kolonial, penetrasi transnational corporation, multinational corporation, maupun lembaga-lembanga internasional lainya.


(15)

Ancaman akan nasionalisme muncul dari masyarakat dalam ruang yang lebih sempit, yaitu suatu sifat kedaerahan atau nasionalisme yang sempit berupa kesukuan. Sementara itu, Tilaar (2002:1) mengatakan bahwa “perubahan global yang sedang terjadi kini merupakan suatu revolusi global yang melahirkan suatu gaya hidup (a new life style)”. Gaya hidup global cepat diserap oleh masyarakat akibat majunya arus informasi yang dihasilkan oleh teknologi. Namun sebaliknya, simbol budaya asing justru lebih diminati dan semakin populer di kalangan generasi muda saat ini. Interaksi tanpa batas yang terjadi pada generasi muda dengan warganegara lain membawa dampak yang dapat mempengaruhi pola pikir, sifat dan perilaku mereka baik kearah positif maupun negatif.

Ini berarti manusia Indonesia harus dipersiapkan untuk menghadapi masyarakat global. Sementara itu, di daerah-daerah, pemerintah tidak siap untuk melaksanakan desentarlisasi, yang pada akhirnya dapat mengakibatkan pada terbentuknya suatu kelompok yang tidak lagi sebagai masyarakat bangsa Indonesia, melainkan masyarakat yang terkotak-kotak berbasiskan etnis, agama,suku, ras dan sebagainya.

Kegagalan dalam menjalankan dan mendistribusikan output dalam berbagai agenda pembangunan nasional secara lebih adil akan berdampak negatif pada persatuan dan kesatuan bangsa. Di satu sisi sebagaimana kita ketahui bahwa Negara Indonesia yang terdiri atas beranekaragam suku, agama dan ras sangat rentan menjadi ancaman terhadap nasionalisme. Menurut Liliweri (2005:5) menyakatan bahwa:

suka atau tidak suka, entah dengan alasan teoritis maupun ilmiah, gambaran tentang perbedaan yang sedang kita alami dalam masyarakat mengungkapkan bahwa dari dasar-dasarnya berasal dari kelompok tertentu yang kita sebut kelompok etnik.

Letak wilayah Kalimantan Barat yang berbatasan langsung dengan Negara Malaysia bukan tidak mungkin bahwa kondisi ini semakin menghimpit semangat


(16)

nasionalisme anak bangsa, terutama anak-anak yang merupakan bagian dari masyarakat di daerah yang berbatasan langsung dengan negara lain. Mereka bisa kena pengaruh bangsa lain, atau terjebak oleh rasa ke daerahan karena etni mereka sendiri.

Nasionalisme sebuah bangsa menentukan arah pergerakan bangsa tersebut kepada pilihan yang lebih buruk atau lebih baik. Tanpa adanya nasionalisme, tidak akan ada visi, tidak akan ada kedaulatan, dan tidak akan ada perubahan positif bagi bangsa ini. Untuk itulah nasionalisme dan semangat kebangsaan perlu dibina, baik oleh individu warganegara maupun pemerintah. Sebab nasionalisme dan semangat kebangsaan tidak dapat terpelihara dengan sendirinya, melainkan perlu pembinaan secara berkesinambungan dari berbagai pihak, baik individu, kelurga, sekolah maupun masyarakat.

Daerah perbatasan khususnya perlu mendapat pembinaan yang berkesinambungan. Bagi masyarakat daerah perbatasan semangat nasionalisme yang semakin menurun akibat pengaruh kosmopolitanisme dan etnisitas adalah hal utama yang harus mendapat perhatian. Dalam kaitannya dengan hal ini, Tri Poetranto dalam Buletin Puslitbang Strahan Balitbang Dephan (2008:4-6) mengemukakan nilai strategis mengapa daerah perbatasan perlu diperhatikan pembinaanya, antara lain:

1. Daerah perbatasan mempunyai pengaruh penting bagi kedaulatan negara; 2. Daerah perbatasan merupakan faktorp endorong bagi peningkatan

kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat sekitarnya;

3. Daerah perbatasan mempunyai keterkaitan yang saling mempengaruhi dengan kegiatan yang dilaksanakan diwilayah lainnya yang berbatasan dengan

wilayah maupun antar negara; dan

4. Daerah perbatasan mempunyai pengaruh terhadap kondisi pertahanan dan keamanan, baik skala regional maupun nasional

Di sisi lain, semangat nasionalisme dalam suatu bangsa yang terbangun sejak zaman kemerdekaan lalu masih tetap relevan dengan dunia masa kini. Bagi Indonesia, rumusan paham kebangsaan nasional Indonesia telah tercantum dengan jelas dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu membangun sebuah negara


(17)

kebangsaan yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, membina persahabatan dalam pergaulan antar bangsa, menciptakan perdamaian dunia yang berlandaskan keadilan, serta menolak penjajahan dan segala bentuk eksploitasi yang bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

Upaya mengembangkan paham kebangsaan itu dengan sendirinya akan menyesuaikan diri dengan tantangan perubahan zaman. Namun, esensinya sama sekali tidak berubah. Nasionalisme harus memperkuat posisi ke dalam dengan memelihara dan mempertahankan kedaulatan dan integritas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.Nasionalisme yang harus dibangkitkan kembali adalah nasionalisme yang diarahkan untuk mengatasi semua permasalahan, bagaimana bisa bersikap jujur, adil, disiplin, berani melawan kesewenang-wenangan, tidak korup, toleran, dan lain-lain.

Pada umumnya daerah pebatasan belum mendapat perhatian secara proporsional. Kondisi ini terbukti dari kurangnya sarana prasarana pengamanan daerah perbatasan dan aparat keamanan di perbatasan.

Daerah perbatasan merupakan kawasan khusus sehingga dalam penangannya memerlukan pendekatan yang khusus pula. Hal ini disebabkan karena semua bentuk kegiatan atau aktifitas yang ada didarah perbatasan apabila tidak dikelola akan mem-punyai dampak ditingkat regional maupun internasional, baik secara langsung maupun tidak langsung. Permasalahan yang timbul sering dikarenakan adanya kesan jenjang sosial di dalam masyarakat, hal semacam inilah yang perlu untuk dihindari terutama bagi masyarakat di daerah perbatasan. Pena-nganan yang mungkin dilakukan adalah secara adat, tetapi apabila sudah menyangkut stabilitas dan keamanan nasional maka hal tersebut akan menjadi urusan pemerintah.

Dari uraian di atas, maka penulis terdorong untuk mengkaji lebih mendalam tentang masalah yang berkaitan dengan pentingnya “Tantangan Penguatan Komitmen


(18)

Kebangsaan Untuk Membangun Karakter Warga Negara Pada Masyarakat Perbatasan (Studi Kasus Pada Masyarakat Entikong Wilayah Perbatasan Indonesia-Malaysia )”.

B. Rumusan Masalah

Bertolak dari latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan suatu masalah pokok atau fokus penelitian yakni” Bagaimanakah Tantangan Penguatan Komitmen Kebangsaan Untuk Membangun Karakter Warga Negara Pada Masyarakat Perbatasan agar penelitian ini lebih terarah dan memudahkan dalam penganalisasan terhadap hasil penelitian,maka masalah pokok tersebut di jabarkan dalam sub-sub masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana tantangan penguatan komitmen kebangsaan untuk membangun karakter warga negara pada masyarakat perbatasan ?

2. Bagaimana karakteristik bauran budaya perbatasan dalam konteks pembangunan karakter kebangsaan?

3. Bagaimana alternatif pemecahan bagi peningkatan karakter warga negara masyarakat Entikong wilayah perbatasan Indonesia – Malaysia ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Secara umum, penelitian ini bertujuan menggali, mengkaji dan mengungkapkan Bagaimanakah Tantangan Penguatan Komitmen Kebangsaan Untuk Membangun Karakter Warga Negara Pada Masyarakat Perbatasan.

2. Tujuan Khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan dan mengetahui informasi tentang:


(19)

a. Tantangan penguatan komitmen kebangsaan untuk membangun karakter warga negara pada masyarakat perbatasan

b. karakteristik bauran budaya perbatasan dalam konteks pembangunan karakter

kebangsaan

c. Alternatif pemecahan bagi peningkatan karakter warga negara masyarakat

Entikong wilayah perbatasan Indonesia – Malaysia.

D. Mamfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan mamfaat baik secara keilmuan (teoritik) maupun secara empirik (praktis). Secara teoritik, penelitian ini akan menggali dan mengungkapkan Tantangan Penguatan Komitmen Kebangsaan Untuk Membangun Karakter Warga Negara Pada Masyarakat Perbatasan (Studi Kasus Pada Masyarakat Entikong Wilayah PerbatasanIndonesia-Malaysia)

Dari temuan tersebut di harapkan dapat memberikan mamfaat bagi berbagai pihak, terutama sebagaimana yang diuraikan berikut:

1. Manfaat Praktis

a. Para akademisi atau komunitas akademik, khususnyadalam bidang pendidikan kewarganegaraan sebagai bahan kontribusi kearah sejauhmana penguatan komitmen kebangsaan untuk membangun karakter warganegara pada masyarakat perbatasan.

b. Bagi masyarakat perbatasan hendaknya lebih cinta tanah air dan bangsa. c. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi

pemerintah daerah maupun pemerintah pusat agar senantiasa memperhatikan wilayah perbatasan.


(20)

2. Manfaat Teoritis

Dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang pendidikan karakter untuk menambah wawasan pengetahuan, memperoleh pengalaman baru, serta menambah khasanah pustaka.

E. Struktur Organisasi Tesis

Sebagai pendahuluan, Bab 1 menyajikan latar belakang permasalahan, memberi konteks munculnya masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, mamfaat penelitian, dan struktur organisasi tesis.

Dalam Bab 11, disajikan kajian pustaka. Kajian pustaka berisi tentang diskripsi, analisis konsep, teori- teori dan penelitian terdahulu yang relevan mengenai komitmen kebangsaan, karakter warganegara masyarakat perbatasan.

Dalam Bab 111, mengenai metodologi penelitian menguraikan lokasi dan subjek penelitian, metode penelitian, pendekatan penelitian, definisi operasional, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

Bab IV, pembahasan hasil penelitia: gambaran objek penelitian, gambaran umum hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian.


(21)

49

Syarif Firmansyah, 2013

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

Pada bab ini akan dipaparkan mengenai metodologi penelitian yang mencakup lokasi dan subjek penelitian, pendekatan dan metode penelitian, definisi oprasional, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, uji validitas data penelitian serta tahap-tahap pelakasanaan penelitian di lapangan.

A. Lokasi dan Subjek Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi dalam penelitian ini kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau, Propinsi Kalimantan Barat. Wilayah ini dipilih karena sangat strategis menyangkut banyak aspek salah satunya secara geografis terletak pada bagian depan Kabupaten Sanggau yang berbatasan langsung dengan negara bagian Serawak Malaysia Timur, terletak pada jalur Trans Borneo yang menghubungkan Serawak, Sabah, dan Brunei Darussalam.

Pemilihan lokasi di atas karena peneliti mengacu pada apa yang dikemukakan oleh Nasution (2003 : 43), yakni:

lokasi penelitian adalah “lokasi atau situasi yang mengandung tiga unsur, yakni: tempat, pelaku dan kegiatan. Tempat adalah tiap lokasi dimana manusia melakukan sesuatu, pelaku adalah semua orang yang terdapat di lokasi tersebut, sedangkan kegiatan adalah apa yang dilakukan orang dalam situasi sosial tersebut.


(22)

50

Syarif Firmansyah, 2013

Dari pendapat di atas terkait lokasi, maka lokasi dalam peneltian ini juga didukung dengan kondisi sosial ekonomi (masyarakat yang hampir keseluruhan bermata pencarian sebagai petani), tingkat pendidikan (sebagian besar masyarakat berpendidikan SD dan SMP), agama (sebagian besar masyarakat beragama Khatolik dan Islam) dan bidang kesejahteraan rakyat (jumlah sarana prasarana pendidikan, jumlah tenaga guru yang tidak memadai dibandingkan dengan jumlah siswa yang ada diwilayah setempat. Hal ini terjadi dikarenakan berbagai macam faktor salah satunya adalah mengenai transportasi dan keadaan wilayah yang belum memadai untuk menghubungkan ibukota kecamatan ke desa sekitarnya).

2. Subjek Penelitian

Penelitian ini tergolong penelitian kualitatif, maka subjek penelitiannya merupakan pihak- pihak yang menjadi sasaran penelitian atau sumber yang dapat memberikan informasi yang dipilih secara purposif bertalian dengan tujuan tertentu. Adapun pihak-pihak yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah:

a. Tokoh Adat

Tokoh adat dipilih sebagai responden karena peneliti membutuhkan informasi mendalam terkait dengan kondisi mayarakat perbatasan di Entikong. Tokoh adat di daerah memiliki pengaruh yang cukup besar di kalangan masyakat sekitarnya. Adapun tokoh adat yang berhasil diwawancarai sebanyak 2 orang yakni: M.Mardani dan Arifin.


(23)

51

Syarif Firmansyah, 2013

b. Anggota Masyarakat

Anggota Masyarakat dipilih sebagai responden karena peneliti membutuhkan informasi mendalam keadaan mayarakat perbatasan di Entikong. Adapun tokoh masyarakat yang berhasil diwawancarai yakni: Ahmad Jaelani, Vivi Marta.

c. Tokoh Agama

Tokoh agama dipilih sebagai responden karena peneliti membutuhkan informasi mendalam terkait dengan kondisi mayarakat perbatasan di Entikong. Tokoh agama sama halnya dengan tokoh adat di daerah yang memiliki pengaruh yang cukup besar di kalangan masyakat sekitarnya. Adapun tokoh adat yang berhasil diwawancarai yakni:. Muhimah dan Subur (Islam) dan Petrus (Tokoh Agama Katolik).

d. Tokoh Pendidikan

Tokoh pendidikan yang dipilih sebagai responden dikarenaka peneliti membutuhkan informasi mendalam terkait dengan kualitas pendidikan pada masyarakat Entikong. Adapun tokoh pendidikan yang dimaksuda adalah mereka para guru, diantaranya: Winda Hayani dan Zaenal Abidin.

e. Pemerintah (Pegawai Kecamatan)

Pemerintah dalam hal ini pegawai kecamatan sangat dibutuhkan karena informasi dari pemerintah sangat berharga dalam peneltian ini. Adapun pegawai kecataman yang berhasil di wawancarai adalah Lemansyah dan Wahyu.


(24)

52

Syarif Firmansyah, 2013

Dalam kaitannya dengan subjek penelitian, terdapat beberapa kriteria yang umumnya digunakan, yakni “latar (setting), para pelaku (actors), peristiwa- peristiwa (events) dan proses (process). (Miles dan Huberman, 2007). Latar, adalah situasi dan tempat berlangsungnya proses pengumpulan data, yakni lingkungan kecamatan Entikong kabupaten Sanggau propinsi Kalimantan barat. Pelaku, yang dimaksud adalah anggota dari masyarakat selaku pelaksana kegiatan. Peristiwa, yang dimaksud adalah hal- hal yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat di kecamatan Entikong kabupaten Sanggau propinsi Kalimantan Barat. Proses, yang dimaksud adalah wawancara peneliti dengan subjek penelitian yang berkenaan dengan pendapat dan pandangannya terhadap fokus masalah dalam penelitian ini.

Selain tokoh-tokoh di atas, penelitian ini pun menyertakan dokumen- dokumen sebagai subjek penelitian yang dapat dijadikan sebagai penunjang data dalam penelitian serta data- data dari sumber lain menunjang keberhasilan penyelidikan dalam penelitian ini.

B.Metodologi Penelitian

1. Metode penelitian

Penelitian ini menggunakan metode studi kasus, karena dimaksudkan untuk mengungapkan dan memahami kenyataan-kenyataan yang terjadi di lapangan lebih jelasnya penelitian merupakan studi kasus pada masyarakat Entikong wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh S. Nasution (1996:55) :


(25)

53

Syarif Firmansyah, 2013

Studi kasus atau case study adalah untuk penelitian yang mendalam tentang suatu aspek lingkungan sosial termasuk manusia di dalamnya. Case study dapat dilakukan terhadap seorang individu, kelompok atau suatu golongan manusia lingkungan hidup manusia atau lembaga sosial.

Sedangkan menurut Maxfield (dalam Nazir, 19983:66) studi kasus atau case study adalah :

Penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Yang subjek penelitiannya dapat berupa individu, kelompok, lembaga, maupun masyarakat. Sehingga dapat memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus, yang kemudian dari sifat-sifat khas di atas akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum.

Sehingga, motede studi kasus ini, lebih luas dan mendalam, serta mampu mengungkapkan kajian tentang tantangan penguatan komitmen kebangsaan untuk membangun karakter warga negara pada masyarakat pebatasan.

2. Pendekatan penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yakni tentang Tantangan Penguatan Komitmen Kebangsaan Untuk Membangun Karakter Warga Negara Pada Masyarakat Perbatasan (Studi Kasus Pada Masyarakat Entikong Wilayah Perbatasan Indonesia-Malaysia)” . Menurut Creswell (1998), mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai berikut:

Qualitative research is an inquiry process of understanding based on distinct methodological traditions of inquiry that explore a social or human problem. The researcher builds a complex, holistic picture, analyses words, report detailed views of informants, and conducts the study in a natural setting. penelitian kualitatif adalah proses penelitian untuk memahami berdasarkan tradisi metodologi penelitian tertentu dengan cara meyelidiki masalah sosial atau manusia. Peneliti membuat gambaran kompleks bersifat holistik,


(26)

54

Syarif Firmansyah, 2013

menganalisis kata-kata melaporkan pandangan-pandangan para informan secara rinci dan melakukan penelitian dalam situasi alamiah.

Sedangkan menurut Nasution (1996:18) penelitian kualitatif disebut juga dengan “penelitian naturalistik”. Disebut kualitatif karena sifat data yang dikumpulkan bercorak kualitatif, bukan kuantitatif, karena tidak menggunakan alat-alat pengukur. Disebut naturalistik karena situasi lapangan penelitian bersifat natural atau wajar, sebagaimana adanya tanpa dimanipulasi, diatur dengan eksperimen atau tes.

Oleh karena data yang hendak diperoleh dari rencana penelitian tesis bersifat kualitatif berupa deskripsi analitik tentang suatu peristiwa yang diambil dari situasi yang wajar, maka dibutuhkan ketelitian dari peneliti untuk dapat mengamati secermat mungkin aspek-aspek yang diteliti, dari hal tersebut terlihat disini bahwa peranan peneliti utama (key instrument) yang mengadakan sendiri pengamatan atau wawancara berstruktur. Senada dengan pemaparan di atas dalam kaitan ini Nasution (1996:9) mengemukakan bahwa :

“Hanya manusia sebagai instrumen yang dapat memahami makna interaksi antar manusia, membaca gerak muka, menyelami perasaan dan nilai yang terkandung dalam ucapan atau perbuatan responden. Walaupun digunakan alat rekam atau kamera peneliti tetap memegang peran sebagai alat peneliti” Sebagai mana pula dalam rencana penelitian tesis, penulis sebagai instrumen utama yang berusaha mengungapkan data secara mendalam dengan dibantu oleh beberapa teknik pengumpulan data sebagaimana yang dikemukakan oleh Moleong (2005:9) adalah:

“Bagi peneliti kualitatif manusia adalah instrumen utama, karena ia menjadi segala dari keseluruhan peneliti. Ia sekaligus merupakan perencanaan,


(27)

55

Syarif Firmansyah, 2013

pelaksanaan, pengumpul data, analisis, penafsiran, dan pada akhirnya ia menjadi pelopor penelitiannya”.

Sehingga dari definisi di atas, penelitian tentang tantang komitmen kebangsaan pada masyarakat Entikong sangat tepat dengan menggunakan pendekatan kaulitatif.

C.Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan pembatasan tentang hal-hal yang diamati sebagai konsep pokok dalam penelitian ini adalah :, komitmen kebangsaan atau nasionalisme, karakter warga negara, masyarakat, wilayah perbatasan.

1. Komitmen Kebangsaan atau Nasionalisme

a. Nasionalisme berasal dari kata “notion”. Nation berasal dari kata “natio” yang berasal dari bahasa latin yang berarti bangsa yang dipersatukan karena persamaan kelahiran. Secara etimologis “natio” berasal dari kata “nasci” yang berati “ di lahirkan”. Nation atau bangsa menurut Ernest Renan adalah kehendak untuk bersatu dan bernegara sedangkan menurut Otto Bauar, yang dikutif oleh F. Isjwara (1992:92), bangsa adalah suatu persatuan perangai atau karakter yang timbul karena perasaan senasib.

b. Nasionalisme adalah paham yang meletakkan kesetiaan tertinggi individu yang harus diberikankepada negara dan bangsanya, dengan maksud bahwa individu sebagai warga negara memiliki suatu sikap atau perbuatan untuk mencurahkan segala tenaga dan pikirannya demi kemajuan, kehormatan dan tegaknya kedaulatan negara dan bangsa.


(28)

56

Syarif Firmansyah, 2013

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:445), istilah “karakter” berarti sifat -sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain; tabiat; watak. Secara umum, istilah “karakter” sering disamakan dengan “temperamen atau watak” yang memberinya sebuah definisi sesuatu yang menekankan unsur psikososial yang dikaitkan dengan pendidikan dan konteks lingkungan. Kita juga bisa memahami karakter dari sudut pandang behavioral yang menekankan unsur somatopsikis yang dimiliki sejak lahir. Sehingga menurut Kusuma (2007:80) istilah karakter dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan.

Menurut Q-Anees dan Hanbali (2008:1), bahwa karakter adalah lautan, tak terselami dan tak dapat diintervensi. Hal ini memperkuat bahwa karakter akan membedakan seseorang dengan orang lain. Dijelaskan lebih lanjut oleh Q-Anees dan Hanbali bahwa orang yang memiliki karakter kuat adalah mereka yang tidak mau dikuasai oleh sekumpulan realitas yang telah ada begitu saja dari sana-nya. Sementara, orang yang memiliki karakter lemah adalah orang yang tunduk pada sekumpulan kondisi yang telah diberikan kepadanya tanpa dapat menguasainya. (2008:2)

3. Masyarakat

Masyarakat adalah orang atau manusia yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan, keduanya tak dapat pisahkan dan selamanya merupakan dwitunggal, tak ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan dan sebaliknya, tak ada kebudayaan tanpa masyarakat sebagai wadah dan pendukungnya walaupun secara teoritis dan kepentingan analistis pengertian kedua istilah tersebut dapat dibedakan dan dipelajari secara terpisah (Jacobus Ranjabar, 200:6). Pertanyaan yang tepat untuk itu adalah apakah masyarakat itu? perkataan masyarakat agraria, masyarakat kota,


(29)

57

Syarif Firmansyah, 2013

masyarakat petani, masyarakat agama, dan sebagainya. Kata masyarakat juga dipergunakan untuk keperluan tertentu. Dalam pengertian sosiologi, masyarakat tidak dipandang sebagai suatu kumpulan individu atau sebagai penjumlahan dari individu-idividu semata. Masyarakat merupakan suatu pergaulan hidup. Definisi masyarakat (society), misalnya seperti berikut ini: Mac Iver dan Page (dalam Jacobus Ranjabar, 2006:10) yang mengatakan bahwa masyarakat ialah suatu sistem dari kebiasaan dan tata cara, dari wewenang dan penggolongan, dari pengawasan tingkah laku serta kebebasan-kebebasan manusia. Pemerintahan yang kuat adalah pemerintahan mampu menjalankan tugasnya untuk mengorganisasikan dan mengintegrasikan kegiatan rakyatnya dan golongan-golongan ke arah tercapainya tujuan-tujuan dari masyarakat seluruhnya. Sebagaimana dikatakan Laski dalam Miriam Budiarjo (2005), masyarakat adalah sekelompok manusia yang hidup bersama dan berkerja sama untuk mencapai keinginan-keinginan mereka bersama (a society is a group of human beings living together and working together for the satisfaction of their mutual wants). Oleh karena itu dibutuhkan hubungan yang sinergis antara pemerintah dan masyarakat agar tujuan- tujuan dari pembangunan bisa tercapai. Hubungan tersebut dapat dijalankan melalui koordinasi, integrasi, simplifikasi dan sinkronisasi yang baik. Sehingga program dan kegiatan antara pemerintah pusat dan lokal, atau pemerintah lokal dengan masyarakat tidak tumpang tindih atau berseberangan.

4. Wilayah perbatasan

a. Wilayah perbatasan adalah suatu daerah yang posisi/letaknya berbatasan lansung secara geografis dengan suatu kawasan (negara) lain. Masyarakat perbatasan adalah suatu kesatuan-kesatuan khusus dalam masyarakat yangmenurut kategori sosial,


(30)

58

Syarif Firmansyah, 2013

golongan sosial, komunitas kelompok dan perkumpulan yang saling berinteraksi dan memiliki ikatan khusus dan bertempat tinggal di wilayah perbatasan (Gaspersz, 2008).

b. Sedangkan yang dimaksud dengan masyarakat perbatasan di sini adalah orang-orang (Warga Negara Indonesia) yang merupakan masyarakat bangsa Indonesia yang bertempat tinggal di wilayah perbatasan Indonesia dengan Malaysia.

Secara sederhana penelitian kualitatif dapat didefinisikan sebagai penelitian yang dilakukan dalam latar/setting alamiah dengan menggunakan metode yang alamiah pula (Aliasar 1998 : 4).

Dengan demikian jelas bahwa penelitian yang menggunakan paradigma kualitatif bertujuan untuk memahami (understanding) makna perilaku, simbol-simbol, dan fenomena-fenomena. Paradigma penelitian yang penulis kembangkan pada penelitian tentang Tantangan Penguatan Komitmen Kebangsaan Untuk Membangun Karakter Warga Negara Pada Masyarakat Perbatasan (Studi Kasus Pada Masyarakat Entikong Wilayah Perbatasan Indonesia-Malaysia )”

D. Instrumen penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri, atau peneliti sebagai instrumen utama. Dalam penelitian ini peneliti sebagai intrumen utama, sesuai yan dikemukakan oleh Creswell (1998: 261) bahwa “peneliti berperan sebagai instrumen kunci (researcher as key instrument) atau yang utama” para peneliti kualitatif mengumpulkan sendiri data melalui dokumentasi, observasi perilaku atau wawancara.


(31)

59

Syarif Firmansyah, 2013

Human Instrument ini dibangun atas dasar pengetahuan dan menggunakan metode yang sesuai dengan tuntutan penelitian.

Hal tersebut sesuai dengan ciri-ciri penelitian kualitatif sebagaimana dikemukakan oleh Bogdan dan Biklen (1982: 33-36) yaitu:

Riset kualitatif mempunyai latar alami karena yang merupakan alat penting adalah adanya sumber data yang langsung dari perisetnya. Riset kualitatif itu bersifat deskriptif. Periset kualitatif lebih memperhatikan proses ketimbang hasil atau produk semata. Periset kualitatif cenderung menganalisis datanya secara induktif. Makna merupakan soal essensial untuk rancangan kualitatif. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Creswell (2010 : 264) bahwa peneliti terlibat dalam pengalaman yang berkelanjutan dan terus-menerus dengan para partisipan. Instrumen utama dalam penelitian adalah peneliti sendiri yang terjun langsung ke lapangan untuk mencari informasi melalui observasi dan wawancara. Selama proses penelitian peneliti akan lebih banyak menggadakan kontak dengan orang-orang dilokasi penelitian yaitu lingkungan masyarakat di kecamatan Entikong. Dengan demikian peneliti lebih leluasa mencari informasi dan data yang terperinci tentang berbagai hal yang diperlukan untuk kepentingan penelitian

E. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan diadakannya penelitian adalah untuk mendapatkan data. Menurut Sugiono (2011:225) menyatakan bahwa :

Sumber data ada dua macam yaitu sumber primer, dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada


(32)

60

Syarif Firmansyah, 2013

pengumpul data, dan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau dokumen.

Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperan serta (participant observation), wawancara mendalam (in depth interview) dan dokumentasi.

Selanjutnya menurut Catherine Marshall, Getchen B. Rosman (dalam Sugiono, 2011:225) menyatakan bahwa “the fundamental methods relied on by qualitative researcher for gathering information are, participation in the setting, direct observation, in- depth interviewing, document review”.

Sesuai dengan metode penelitian yang digunakan yaitu pendekatan naturalistik inquiry dengan tradisi kualitatif. Maka dalam penelitian ini peneliti sendiri terjun langsung ke lapangan untuk mengumpulkan seluruh data sesuai dengan fokus penelitian. Sesuai dengan peranan peneliti sebagai alat penelitian yang utama, maka peneliti dapat melakukan sendiri pengamatan dan wawancara tak berstuktur kepada infroman yakni anggota masyarakat di kecamatan Entikong serta melakukan studi dokumentasi, studi literatur dan triangulasi data.

1. Observasi partisipatif

Selama dilapangan, peneliti tidak hanya terbatas mewawancarai respenden, tetapi juga berbaur dengan lingkungan masyarakat Entikong. Setiap hari, peneliti


(33)

61

Syarif Firmansyah, 2013

menjadwal untuk mengunjungi daerah-daerah yang dianggap sebagai daerah yang cukup memberikan informasi akurat.

Sebagaimana menurut Sugiono (2011:227) menyatakan “dalam observasi partisipatif peneliti terlibat dalam kegiatan sehari- hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian”. Artinya sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data. Dengan observasi ini diharapkan data yang diperoleh akan lengkap, tajam dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak.

Cara seperti itu memungkinkan sebagaimana dikemukakan Patton (2009:131-132), bahwa pengamatan berperan serta dapat dilakukan dengan empat cara. Pertama, pengamatan berperan serta secara lengkap (complete participant). Dalam peran ini, aktivitas peneliti sepenuhnya menjadi anggota dari kelompok yang diamati. Dengan cara demikian, seorang peneliti dapat memperoleh semua informasi dan subjek penelitian, termasuk yang rahasia sekalipun.

Kedua, berperan serta sebagai pengamat (participant as observer). Dalam peran ini, peneliti masuk ke dalam kelompok subjek penelitian tidak sepenuhnya, melainkan sekadar sebagai pengamat, sehingga keberadaannya dalam kelompok tersebut berpura-pura. Peran yang demikian konsekuensinya sering terbatas untuk mendapatkan seluruh informasi yang ada, terutama yang bersifat rahasia.

Ketiga, peneliti berperan sebagai pengamat yang berperan serta (observer as participant). Peran ini dilakukan peneliti, karena peneliti secara umum memang diketahui pekerjaannya sebagai peneliti, atau bahkan ia disponsori oleh para subjek


(34)

62

Syarif Firmansyah, 2013

penelitian. Peran ini memungkinkan bagi peneliti untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan, termasuk informasi yang rahasia sekalipun.

Keempat, peneliti berperan sebagai pengamat penuh (complete observer). Peran ini dilakukan peneliti secara bersembunyi dan tidak langsung dalam arti terjun ke lapangan tapi bukan sebagai identitas peneliti melainkan dengan cara sebagai warga masyarakat juga, dengan cara seperti ini pengamat dengan leluasa melihat setiap aktivitas dan prilaku yang diteliti.

Berdasarkan paparan diatas peneliti melakukan observasi dengan cara mengamati apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka ucapkan, dan ikut berpartisipasi dalam aktivitas yang mereka kerjakan. Alasan peneliti melakukan observasi adalah untuk memperoleh informasi seutuh mungkin tentang tantangan penguatan komitmen kebangsaan untuk membangun karakter warga negara pada masyarakat perbatasan .

2. Wawancara yang Mendalam.

Wawancara yang berhasil dilakukan oleh peneliti selama melaksanakan penelitian, mendapatkan informasi yang cukup mendalam dari tokoh adat, tokoh agama, tokoh pendidikan, anggota masyarakat dan pemerintah (pegawai Kecamatan Entikong). Wawancara pada dasarnya adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (Interviewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara (Suharsimi Arikunto 1996:144). Teknik wawancara ini dilakukan secara langsung antara peneliti dan narasumber secara dialogis, tanya jawab, diskusi dan melalui cara lain yang dapat memungkinkan diperolehnya informasi yang diperlukan.


(35)

63

Syarif Firmansyah, 2013

Menurut Esterberg 2002 (dalam Sugiono, 2011;231) mendefinisikan interview sebagai: “a meeting of two person to exchange information and idea through question and responses, resulting ini communication and join construction of meaning about a particular topic”. Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik.

Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa wawancara adalah suatu kegiatan yang dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung antara dua orang untuk memperoleh informasi tertentu. Maksud dilakukannya wawancara tersebut antara lain untuk membuat suatu konstruksi mengenai orang, peristiwa, aktivitas, motifasi, perasaan dan lain sebagainya. Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah para tokoh masyarakat setempat .

Dengan menggunakan teknik wawancara data yang belum jelas berupa ucapan, pikiran, gagasan, perasaan dan tindakan dari masyarakat dapat terungkap oleh peneliti secara akurat. Data yang dikumpulkan melalui wawancara yang dilakukan peneliti ada yang bersifat verbal ada pula yang bersifat non-verbal. Data verbal yang diperoleh melalui percakapan atau tanya jawab yang ditulis dan direkam dengan persetujuan responden itu sendiri.

Menurut Sugiono (2011: 239) supaya hasil wawancara dapat terekam dengan baik, dan peneliti memiliki bukti telah melakukan wawancara kepada informan atau sumber data, maka diperlukan bantuan alat- alat sebagai berikut :

1) Buku catatan: berfungsi untuk mencatat semua percakapan dengan sumber data.


(36)

64

Syarif Firmansyah, 2013

2) Tape recorder: berfungsi untuk merekam semua percakapan atau pembicaraan. Penggunaan tape recorder dalam wawancara perlu member tahu kepada informan apakah dibolehkan atau tidak.

3) Kamera : untuk memotret kalau peneliti sedang melakukan pembicaraan dengan informan atau sumber data.

Wawancara tatap muka dilakukan secara langsung antara peneliti dan narasumber secara dialogis, tanya jawab, diskusi dan melalui cara lain yang dapat memungkinkan diperolehnya informasi yang diperlukan. Wawancara ini bertujuan untuk menggali data dan informasi dari subjek penelitianyang berkaitan dengan item-item pertanyaan penelitian. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, maka yang menjadi terwawancara(interviewee) adalah para tokoh masyarakat setempat, pedagang dan pejabat pemerintahan setempat.

3. Studi Dokumentasi.

Dokumentasi yang berhasil didapat oleh peneliti, sebagain besar dokumen-dokumen berudap data dari kantor Kecamatan Entikong. Dokumentasi dilakukan untuk mengungkap data berupa administrasi serta bagian-bagian data yang terdokumentasi. Menurut S. Nasution (2003:85) bahwa dokumentasi merupakan sumber bukan manusia “non human resources” yang dapat dimanfaatkan karena memberikan keuntungan yaitu bahannya telah ada, telah tersedia, siap pakai dan tanpa biaya.


(37)

65

Syarif Firmansyah, 2013

Studi dokumentasi merupakan salah satu sumber data penelitian kualitatif yang sudah lama digunakan, karena sangat bermanfaat. Cresswell (2010: 269- 270) menyatakan bahwa:

Pengumpulan data dalam kualitatif melalui dokumen dapat dilakukan melalui dokumen publik (seperti koran, majalah, laporan kantor) ataupun dokumen privat (buku harian, diary, surat, email) dan materi audio visual berupa foto, objek-objek, seni, video tape atau segala jenis suara atau bunyi.

Dokumen dan catatan merupakan sumber informasi yang sangat berguna. Ada beberapa alasan menggunakan dokumen dan catatan, seperti dikemukakan oleh Lincoln dan Guba (1985:276-277) antara lain sebagai berikut :

a) Dokumen dan catatan selalu dapat digunakan terutama karena mudah diperoleh dan relatif mudah

b) Merupakan sumber informasi yang mantap, baik dalam pengertian merefleksikan situasi secara akurat maupun dapat dianalisis ulang tanpa melalui perubahan didalamnya.

c) Dokumen dan catatan merupakan informasi yang kaya

d) Keduanya merupakan sumber resmi yang tidak dapat disangkal, yang menggambarkan formal

e) Tidak seperti pada sumber manusia, baik dokumen maupun catatan non-reactive, tidak memberi reaksi/respon atas perlakuan peneliti. Meskipun istilah dokumen dan catatan seringkali digunakan untuk menunjukkan satu arti, tetapi pada dasarnya kedua istilah tersebut mempunyai arti yang berbeda bila ditinjau dari tujuan dan analisis yang digunakan.


(38)

66

Syarif Firmansyah, 2013

Menurut Lincoln dan Guba (1985:276-277), catatan dan dokumen ini dapat dimanfaatkan sebagai saksi dari kejadian-kejadian tertentu atau sebagai bentuk pertanggungjawaban. Pemilihan metode ini dilandasi oleh pemikiran bahwa dalam sumber-sumber tertulis tersebut dapat diperoleh ungkapan gagasan, persepsi, pemikiran, serta sikap para pakar dan praktisi tentang tantangan penguatan komitmen kebangsaan untuk membangun karakter warganegara pada masyarakat perbatasan. 4. Studi literatur.

Yang dimaksud untuk mengungapkan berbagai teori-teori yang relevan dengan permasalahan yang sedang diteliti atau dihadapi sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. Teknik ini bisa dilakukan dengan cara mempelajari, membaca dan mengkaji literatur-literatur yang berhubungan dengan tentang tantangan penguatan komitmen kebangsaan untuk membangun karakter warga negara pada masyarakat perbatasan. Sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Faisal (1992:30), mengemukakan bahwa hasil studi literatur bisa dijadikan masukan dan landasan di dalam menjelaskan dan merincikan masalah-masalah yang akan diteliti, dan juga bisa menjadi landasan untuk memberikan latar belakang mengapa masalah tersebut sangat penting untuk diteliti.

5. Triangulasi Data

Hasil wawancara dari semua respenden, hasil pengamatan, dan dokumen-dokumen yang peneliti dapatkan selama penelitian di Entikong, kemudian dipilih dengan seksama sebagai bahan laporan penelitian. Menurut Sugiono (2011:241) menyatakan bahwa “triangulasi sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat


(39)

67

Syarif Firmansyah, 2013

menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Teknik triangulasi berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Peneliti menggunakan observasi partisipatif, wawancara mendalam, dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak.

Selanjutnya Matthison (1998) mengemukakan bahwa “ the value of triangulation lies in providing evidence-wethet convergent, incisitent, or contradictory”, nilai dari teknik pengumpulan data dengan triangulasi adalah untuk mengetahui data yang diperoleh convergent (meluas), tidak konsisten atau kontradiksi. Oleh karena itu dengan menggunakan teknik triangulasi dalam pengumpulan data, maka data yang diperoleh akan lebih konsisten, tuntas dan pasti. Melalui triangulasi “can build on the strengths of each type of data collection while minimizing the weaknessin any single approach” (Patton 1980). Dengan adanya triangulasi maka akan lebih meningkatkan kekuatan data, bila dibandingkan dengan memakai satu pendekatan data.

Triangulasi merupakan pengecekan kebenaran data yang dikumpulkan dari suatu sumber berdasarkan kebenarannya dari sumber-sumber lain. Sesuai dengan konteks penelitian ini, suatu data atau informasi penelitian, dicek kebenarannya dari sumber-sumber lain yang juga terlibat dalam penelitian ini. Selain itu, triangulasi juga dilakukan untuk pengecekan kebenaran informasi atau data penelitian dari berbagai sumber dan atau teknik pengumpulan data. Misalnya, informasi atau data yang diperoleh melalui teknik wawancara dicek kebenarannya melalui teknik dokumentasi.


(40)

68

Syarif Firmansyah, 2013

Proses triangulasi ini peneliti lakukan dengan mengecek hasil wawancara dari para informan masyarakat dengan hasil wawancara informan lainnya. Hal ini peneliti lakukan supaya hasil yang didapat bisa valid dan sesuai dengan apa yang telah peneliti amati di lokasi penelitian pada saat melakukan observasi. Selain itu peneliti juga melakukan pengecekan berdasarkan dokumentasi kegiatan yang telah dilakukan oleh masyarakat perbatasan apakah telah sesuai dengan yang diungkapkan.

F. Teknik Analisis Data

Pada dasarnya tidak ada satu teknis analisis penelitian kualitatif yang dapat dijadikan satu-satunya pedoman (Craswell,2008:245). Peneliti dapat memilih dan menggunakan model-model yang telah dikembangkan oleh para peneliti sebelumnya atau bersifat pemilihan. Oleh sebab itu, penelitian ini akan menggunakan setidaknya dua model teknik analisis yaitu dari Miles dan Huberman(2007:23) dan Craswell(2008:244)proses analisis data kualitatif mencakup penggalian makna yang ada di dalam data tertulis maupun gambar. Proses ini meliputu persiapan analisis data, analisis pemilihan data, penggalian makna yang mendalam terhadap data, menyajikan data, dan membuat interprestasi yang lebih luas tentang makna data(Craswell,2008:190).

Analisis data kualitatif terdiri dari tiga alur kegiatan yang dilakukan secara bersamaan yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpula/verifikasi. Reduksi dataenajamkan, mengelompokkan, memfokuskan, pembuangan yang tidak perlu, dan mengorganisasikan data untuk memperoleh kesimpulan final. Penyajian data dilakukan dengan menyajikan sekumpulan informasi yang tersusun dalam satu


(41)

69

Syarif Firmansyah, 2013

kesatuan bentuk yang di sederhanakan, selektif dalam konfigurasi yang mudah dipakai sehingga memberi kemungkinan adanya pengambilan keputusan.setelah data tersaji secara baik dan terorganisasi maka dilakukan penarikan kesimpulan atau verifikasi (Miles dan Huberman, 2007:21-22).

Gambar bagan komponen-kompenen analisa data tersebut dapat dilihat pada:

Bagan 1.2 Komponen-komponen Analisa Data

(Miles dan Huberman, 2007: 23)

Dari bagan di atas dapat dijelaskan bahwa proses pengumpulan dan analisis data merupakan proses yang simultan dalam penelitian kualitatif. Pada saat pengumpulan data peneliti dapat langsung melakukan analisis informasi yang terkandung dalam data untuk menemukan gagasan pokok. Proses ini juga dapat bersifat interaktif, dimana pengumpulan dan analisis data dapat dilakukan secara


(42)

70

Syarif Firmansyah, 2013

bolak balik dan seterusnya. Peneliti dapat melakukan wawancara ulang terhadap individu apabila terjadi kekurangan data atau tejadi kesimpangsiuran data (Craswell,2008:244-245).

Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat di jelaskan bahwa dalam pengolahan data dan menganalisis data dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Data yang peneliti peroleh selama penelitian di Entikong, kemudian dipilih dengan seksama atu dirangkum pada saat membuat laporan penelitian, tanpa menghilangkan esensi dari temuan penelitian tersebut. Reduksi Data (data reduction) menurut Huberman dan Miles (2007:16) adalah proses analisis data yang dienggolongkan, mengarahkan hasil-hasil penelitian denganmemfokuskan pada hal-hal yang dianggap penting oleh peneliti. Data yang diperoleh di lapangan jumlahnya cukup banyak, sehingga memerlukan pencatatan secara teliti dan rinci. Untuk itu perlu dirangkum dan dipilih hal-hal yang pokok dan penting. Reduksi data ini dilakukan dengan cara mengelompokkan data sesuai dengan aspek-aspek permasalahan dalam penelitian. Dengan melakukan pengelompokan tersebut maka peneliti dapat dengan mudah menentukan unit-unitanalisis data penelitiannya.

2. Display Data

Setelah melakukan rangkuman dalam proses reduksi data, peneliti kemudian membuat bahan-baha untuk kesimpulan yang terkait dengan penelitian di Entikong. Data hasil reduksi kemudian disajikan atau ditampilkan (display) dalam bentuk deskripsi sesuai dengan aspek-aspek penelitian. Penyajian data ini dimaksudkan untuk memudahkan peneliti menafsirkan data serta menarik kesimpulan. Sesuai


(43)

71

Syarif Firmansyah, 2013

dengan aspek-aspek penelitian ini, maka data atau informasi yang diperoleh dari lapangan disajikan secara berturut-turut mengengenai keadaan aktual lokasi penelitian.

3. Kesimpulan dan Verifikasi

Setelah peneliti mendapatkan bahan-bahan untuk kesimpulan dalam proses display, kemudian sampailah pada tahap akhir untuk membuat kesimpulan terkait dengan penelitian di Entikong. Sebagai langkah akhir proses analisis data adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi, hal ini dimaksudkan untuk mencari makna dari data yang telah dikumpulkan. Penarikan kesimpulan akan dilakukan berdasarkan pemahaman terhadap data yang telah dikumpulkan. Sesuai dengan hakekat penelitian kualitatif, penarikan kesimpulan ini dilakukan dengan cara bertahap.

Pertama, menarik kesimpulan sementara atau tentatif, terkait dengan masalah penelitian di Entikong, seiring dengan bertambahnya data maka harus dilakukan verifikasi data dengan cara mempelajari kembali data yang telah ada. Hal ini peneliti lakukan dengan membuat kesimpulan sementara di bagian akhir hasil pembahasan pada setiap fokus permasalahan yang telah dibahas dan dianalisis berdasarkan teori.

Kedua, verifikasi data juga dilakukan dengan cara meminta pertimbangan dari pihak-pihak lain yang ada keterkaitannya dengan penelitian.

Akhirnya peneliti menarik kesimpulan akhir untuk mengungkap temuan-temuan penelitian ini. Penarikan kesimpulan pada penelitian kualitatif diharapkan merupakan temuan baru yang belum pernah ada. Temuan tersebut dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya remang-remang atau gelap menjadi jelas setelah diteliti.


(44)

72

Syarif Firmansyah, 2013

G. Uji Validitas Data Penelitian

Untuk menguji hasil penelitian pada masyarakat perbatasan di Entikong, maka dalam langkah ini peneliti menguji validasinya. Menurut Sugiono (2011: 269) dalam penelitian kualitatif pengujian keabsahan data meliputi: “creadibility (validitas internal), transferability (validitas eksternal), dependability (reabilitas), dan confirmability (obyektifitas).

1. Uji Kredibilitas (Credibility)

Supaya lebih kredibel hasil penelitian di Entikong, maka peneliti melakukan uji kredibilitas. Menurut Sugiono (2011; 270) menyatakan “dalam penelitian kualitatif untuk menguji kredibilitas dan atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif, dan memberchek.

a) Perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali kelapangan, melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui maupun yang baru.

b) Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat

dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis.

c) Triangulasi berarti pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu.


(45)

73

Syarif Firmansyah, 2013

d) Analisis kasus negatif adalah kasus yang tidak sesuai atau berbeda dengan hasil penelitian hingga saat tertentu.

e) Menggunakan bahan referensi adalah adanya pendukung untuk

membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti. Sebagai contoh rekaman wawancara, foto- foto, camera, dan handycam.

f) Mengadakan memberchek adalah proses pengecekan data yang diperoleh

peneliti kepada pemberi data. Tujuannya adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data.

2. Pengujian Transferability (derajat keteralihan-validitas eksternal)

Supaya mengetahui derajat keteralihannya, penelitian di Entikong, peneliti melakukan proses uji transferbility. Dalam penelitian kualitatif, transferability merupakan validitas eksternal. Validitas eksternal menunjukkan derajat ketepatan atau dapat diterapkannya hasil penelitian ke populasi dimana sampel tersebut diambil. Oleh karena itu maka peneliti dalam membuat laporannya harus memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya. Derajat keteralihan atau transferability ini identik dengan validitas eksternal dalam tradisi penelitian kualitatif. Transferability yang tinggi dalam penelitian kualitatif dapat dicapai dengan menyajikan deskripsi yang relatif banyak, karena metode ini tidak dapat menetapkan validitas ekternal dalam arti yang tepat.

Dalam hal ini, peneliti mencoba menggali dan menemukan informasi atau data penelitian yang telah diperoleh di lapangan baik dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi pada bagian pembahasan secara luas dan mendalam mengenai


(46)

74

Syarif Firmansyah, 2013

tantangan penguatan komitmen kebangsaan untuk membentuk karakter warganegara pada masyarakat perbatasan.

3. Pengujian Dependability (derajat keterandalan)

Untuk mengetahui derjat keterandalan penelitian di Entikong ini, maka peneliti melakukan proses pengujian despendabilty. Dependability temuan penelitian ini dapat diuji melalui pengujian proses dan produk (Lincoln dan Guba, 1995:515). Pengujian produk adalah pengujian data, temuan-temuan, interpretasi-interpretasi, rekomendasi-rekomendasi dan pembuktian kebenarannya bahwa hal itu didukung oleh data yang diperoleh langsung dari lapangan. Keterandalan dalam penelitian ini identik dengan validitas internal dalam tradisi penelitian kualitatif. Dalam penelitian ini melakukan uji dependability dengan cara menggunakan catatan-catatan tentang seluruh proses dan hasil penelitian.

Pengujian ini peneliti lakukan dengan cara mengumpulkan dokumentasi kegiatan dari masyarakat Entikong. Untuk mengecek kebenarannya, peneliti juga melakukan pengecekan kepada para informan berupa pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan beberapa kegiatan yang telah dilakukan apakah dokumentasi kegiatan yang telah peneliti dapatkan itu benar adanya. Dan tidak menutup kemungkinan pula, peneliti ikut terjun secara langsung dalam kegiatan yang dilaksanakan supaya pengamatan yang dilakukan hasilnya akurat, nyata, dan apa adanya.

4.Pengujian Konfirmability (derajat penegasan-objektifitas)

Untuk mengetahui derajat objektifitas penelitian di Entikong, maka peneliti melakukan pengujian konfirmabilty. Pengujian konfirmability dalam penelitian


(47)

75

Syarif Firmansyah, 2013

kualitatif disebut dengan uji obyektifitas penelitian. Dalam penelitian kualitatif, uji konfirmability berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses yang dilakukan. Bila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi standar konfirmability.

a. Survey pendahuluan dan studi literature.

Sebelum peneliti secara formal terjun ke lapangan, peneliti tentunya telah beberapkali mengunjungi kawasan Entikong sebagai tahapan survey pendahuluan. Sebelum menyusun rancangan penelitian, terlebih dahulu dilakukan studi literatur dan survey pendahuluan. Melalui studi literatur dalam dokumen tentang tantangan penguatan komitmen kebangsaan untuk membangun karakter warga negara pada masyarakat perbatasan, peneliti juga mengkaji penelitian terdahulu guna mengetahui posisi penelitian peneliti sehingga sebelum penelitian, peneliti memiliki sedikit gambaran tentang apa yang harus digali dilapangan.

b. Menyusun rancangan penelitian

Berdasarkan hasil survey pendahuluan, selanjutnya disusun rancangan penelitian untuk diajukan kepada tim penilai dalam forum seminar pra-desain. Permasalahan yang diajukan pada prinsipnya disetujui.

c. Mengurus perijinan

Prosedur yang ditempuh dalam hal ini memperoleh ijin penelitian adalah sebagai berikut :

1) Mengajukan surat permohonan izin untuk mengadakan penelitian kepada ketua program studi pendidikan kewarganegaraan pascasarjana, selanjutnya diteruskan kepada asisten direktur I untuk mendapatkan surat rekomendasi dari


(48)

76

Syarif Firmansyah, 2013

kepala BAAK UPI yang secara kelembagaan yang mengatur segala jenis urusan administrasi dan akademis.

2) Mengajukan surat permohonan ijin kepada kepala Camat di kantor Kecamatan Entikong yang nantinya akan memberikan ijin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di lingkungan mereka serta mengeluarkan surat rekomendasi sebagai balasan dari surat ijin penelitian yang telah diberikan dan memberikan keterangan bahwa benar peneliti telah melakukan penelitian di wilayah yang dimaksud.

Pada hakikatnya, teknik utama untuk menentukan derajat penegasan atau confirmability (obyektivitas) adalah dengan cara melakukan audit-trail, baik terhadap proses maupun mendeteksi catatan-catatan lapangan sehingga dapat ditelusuri kembali dengan mudah. Selain itu, peneliti juga melakukan triangulasi untuk memperoleh penafsiran yang akurat.

H.Tahap-tahap Pelaksanaan Penelitian di Lapangan

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu tahap orientasi, tahap eksplorasi dan tahap member-check.

1. Tahap Orientasi

Tahap orientasi pada penelitian ini dilakukan sejak memasuki lapangan penelitian, untuk memperoleh gambaran tentang karakteristik-karakteristik yang akan dikaji sehubungan dengan fokus masalah. Peneliti melakukan pendekatan dengan dengan pejabat pemerintahan dan masyarakat yang berada di lingkungan Kecamatan Entikong.


(49)

77

Syarif Firmansyah, 2013

Pada tahap awal ini peneliti tidak langsung membicarakan mengenai masalah penelitian, tetapi lebih banyak menampung berbagai permasalahan atau informasi yang diungkapkan dengan pejabat pemerintahan dan masyarakat yang berada di lingkungan Kecamatan Entikong. Pendekatan yang dilakukan oleh peneliti ini akan menghasilkan suatu kondisi dimana pada akhirnya informan menganggap peneliti sebagai bagian dari lingkungan mereka. Dengan demikian, ketika peneliti memasuki tahap eksplorasi, tidak ada lagi terjadi kecanggungan-kecanggungan pada saat peneliti berada di tengah-tengah informan yang dijadikan sebagai sumber informasi untuk memperoleh data penelitian yang akurat.

2. Tahap Eksplorasi

Tahap eksplorasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan untuk dapat menjawab pertanyaan penelitian melalui wawancara. Observasi dan studi dokumentasi yang penulis lakukan melalui wawancara dengan anggota kecamatan, tokoh agama, tokoh pendidikan, serta masyarakat di lingkungan Kecamatan Entikong yang dijadikan sebagai lokasi penelitian. Dalam kegiatan wawancara ini selain menggunakan buku catatan penulis juga mengambil data dokumentasi dari lokasi penelitian.

3. Tahap Member-check

Tahap member-check merupakan kegiatan yang tidak dapat diabaikan, karena yang dilaporkan oleh peneliti harus sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh informan. Dalam tahap member-check dilakukan pemantapan informasi atau data penelitian yang telah terkumpul selama tahap eksplorasi atau studi lapangan, dengan demikian hasil penelitiannya dapat diharapkan memiliki tingkat kredibilitas,


(1)

126 Syarif Firmansyah, 2013

Tantangan Penguatan Komitmen Kebangsaan Untuk Membangun Karakter Warga Negara Pada Masyarakat Perbatasan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Saling berinteraksi satu sama lain dengan masyarakat, bersosialisasi dengan masyarakat sekitar, menjadi orang yang siap sebagai generasi penerus, menegakan keadilan, serta mengawasi jalannya pemeritahan dan kekuasaan, mereka juga harus mampu menjaga keutuhan bangsa, bersama memberikan penyadaran kepada masyarakat dalam rangka peningkatan komitmen kehidupan berbangsa dan bernegara. Para pemuda harus berjiwa pemimpin, yang akan memajukan bangsa,


(2)

126

Syarif Firmansyah, 2013

Tantangan Penguatan Komitmen Kebangsaan Untuk Membangun Karakter Warga Negara Pada Masyarakat Perbatasan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik. (2001). Nasionalisme&Sejarah, Bandung: Satya Historika

Anthony Giddens, (1999), The Third Why Jalan Ketiga Pembaruan Demokrasi Sosial, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Amos, Abraham H.F. (2007). Sistem Ketatanegaraan Idonesia (Dari Orla, Orba Sampai Reformasi); Telaah Sosilogis dan Yuridis Pragmatis Krisis Jaidiri Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

A.S. Hikam, Muhammad. (1999). Politik Kewarganegaraan (Landasan Redemokrasi Di Indonesia). Jakarta: Erlangga

Adimihardja, Kusnaka (2001:4). Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Bandung:Humaniora Utama Press Bandung.

Almond, Gabriel A dan Sidney Verba. 1990. diterjemahkan oleh Sahat Simamura, Budaya Politik: tingkah laku politik dan demokrasi di lima negara. Jakarta: Bumi Aksara.

Budiono, Kusmohardmijojo dan Seorjanto P, (1994), Pendidikan Wawasan Kebangsaan: Tantangan Dan Dinamika Perjuangan Kaum Cendikiawan Indonesia.

Guba, Egon G, (1987). Menuju Metodologi Inquiri Naturalistik Dalam Evaluasi Pendiidkan. Jakarta: Penerbit Djambatan.

Hidayat, komarudin dan Azra, A (2008) Edisi Ketiga: Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Dan Masyarakat Madani, Jakarta: ICCE UNI Syarif Hidayatullah Hans, Kohns terjemahan Sumantri Mertodipuro (1984). Nasionalisme Arti Dan

Sejarahnya, Jakarta: Erlangga

Hadiwijoyo,SS (2009). Batas Wilayah Negara Indonesia:Dimensi, Permasalahan, Da Penanganan (Sebuah Tinjauan Empiris Yuridis). Yogyakarta:Gavamedia


(3)

127

Syarif Firmansyah, 2013

Tantangan Penguatan Komitmen Kebangsaan Untuk Membangun Karakter Warga Negara Pada Masyarakat Perbatasan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

HobsbaumEJ(1990). Nasionalisme Menjelang Abad XXI, Penejemah:Hajartian Siliwati, Yogyakarta:Tiara Wacana

Idup, Suhady Dan Sinaga (2003).Wawasan Kebangsaan Dalam Kerangka NKRI. LAN RI

Kusmohamidjojo, B (1994), Pendidikan Wawasan Kebangsaan ; Tantangan Dan Dinamika Perjuangan Kaum Cendikiawan Indonesia, PT Grasindo

Kartodirjo,S, (1993). Pembangunan Bangsa Tentang Nasionalisme, Kesadaran Dan Kebudayaan Kebudayaan Nasional, Yogyatkarta:Aditya

Lemhanas (2001), Pendidkan Kewarganegaraan, Jakarta; Pt Gramedia Pustaka Utama

Lincoln Yv Dan EG Guba (1985), Naturalistik Inquiry, Beverly Hills; Sagepublications

Liliweri, A. (2005). Prasangka Dan Konflik; Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultural, Yogyakarta;LKIS Pelangi aksara

Meloeng L.J., (2005) Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung; PT: Remaja Rosdakarya

Miles, Matthew B., dan A. Michael Huberman (1992), Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber tentang Metode-metode Baru, Jakarta: Universitas Indonesia Press Nasution, S., (1996) Metodologi Penelitian Natutalistik Kualitatif, Bandung; Tarsit

P Huntington, Samuel. 1996. The Clash Civilization And The Remaking Of World Order.

P Huntington, Samuel. 2005.Benturan Peradaban Dan Masa Depan Politik Dunia. Qalam: Yogyakarta

Supardan, Dadang (2011) Mengintip Bahaya Kekerasan Sebagai Ancaman Pendidikan Karakter Bangsa (Anatomi Perspektif Ilmu-Ilmu Sosial.


(4)

128

Syarif Firmansyah, 2013

Tantangan Penguatan Komitmen Kebangsaan Untuk Membangun Karakter Warga Negara Pada Masyarakat Perbatasan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Komptensi Sosial Masyakat Majemuk: Modal Sosial Untuk Membangun Karakter Bangsa. Bandung: Widya Aksara Press dan Lab PKN UPI

Suryadi K. (2011. Komptensi Sosial Masyakat Majemuk: Modal Sosial Untuk Membangun Karakter Bangsa. Bandung: Widya Aksara Press dan Lab PKN UPI

Setiadi, Elly M., dan Setiadi, Usman . 2010, Pengantar Sosiologi (Pemahman Fakta Dan Gejala Permasalahan Sosial Teori, Aplikasi Dan Pemecahannya. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup

Sudjana, Nana. (1987). Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah. Jakarta : Sinar Baru. Smith, Baylis. 2001. The Globaliation Of World Politics: Oxford University Press. Strauss, Anselm dan Juliet Corbin (2003), Dasar-dasar Penelitian Kualitatif:

Tatalangkah dan Teknik-teknik Teoritisi Data, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Udin S. Winataputra dan Dasim Budimansyah. 2008. Civic Education (Konteks,

Landasan, Bahan Ajar, Dan Kultur Kelas). Bandung: Prodi PKn SPS UPI Wahab Azis, A 2008) Teori Dan Landasan PKn. Bandung: Upi Press Sps Upi

Karya Tulis dan hasil penelitian:

Dendy Kurniadi (2009) “Strategi Pengembangan Wilayah Perbatasan Antar negara: Memacu Pertumbuhan Ekonomi Entikong Kabupaten Sanggau Provinsi Kalimantan Barat”.

Endang Rudiatin (2012). Disertasi dengan judul Integrasi Ekonomi Lokal Di Perbatasan (Suatu Kajian Tentang Ekonomi Masyrakat Desa Aji Kuning Pulau Sebatik-Nunukan Kalimantan Timur, Perbatasan Indonesia-Sabah Malaysia).


(5)

129

Syarif Firmansyah, 2013

Tantangan Penguatan Komitmen Kebangsaan Untuk Membangun Karakter Warga Negara Pada Masyarakat Perbatasan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Mardawani (2007) Pembinaan Semangat Nasionalisme Indonesia Dalam Menghadapi Tantangan Kosmopolitanisme dan Etnisitas Melalui Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (Studi Kasus Pada SMP Negeri 1 Entikong, Wilayah Perbatasan Indonesia-Malaysia)”.

Rahman (2012) Optimalisasi Penyelenggaraan Pertahanan Wilayah Perbatasan Melalui Pendekatan Human Security Dalam Rangka Mendukung Ketahanan Wilayah (Studi Di Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat).

Tim Peneliti Puslitbang Kebudayaan (2008). Penguatan dan Pemahaman Budaya Masyarakat di daerah perbatasan Tanjungpinang, Entikong, Bitung, Tanjung Balai, dihuni oleh masyarakat lokalasal (Melayu, Dayak, Sangir, Melayu) dan pendatang.

Tri Poetranto dalam Buletin Puslitbang Strahan Balitbang Dephan ,2008

Wismayanti, Yanuar Farida. (2012). Perlindungan Anak Berbasis Komunitas di Wilayah Perbatasan (Penelitian Aksi di Desa Entikong, Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat). Jurnal Sosiokonsepsia (Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial) Volume 17 No. 01 Januari-April

Paraturan / perundang-undangan:

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara dan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan

Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2010 tentang Badan Nasional Pengelola Perbatasan

Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 34 tahun 2012 pasal 1 ayat (4) tentang Tunjangan Khusus Wilayah Pulau-Pulau Kecil Terluar Dan/Atau Wilayah


(6)

130

Syarif Firmansyah, 2013

Tantangan Penguatan Komitmen Kebangsaan Untuk Membangun Karakter Warga Negara Pada Masyarakat Perbatasan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Perbatasan Bagi Pegawai Negeri Pada Kepolisian Negara Republik Indonesia Yang Bertugas Secara Penuh Pada Wilayah Pulau-Pulau Kecil Terluar Dan/Atau Wilayah Perbatasan

Sumber-sumber lainnya:

DEPDIKNAS, BKKBN, DEPAG, UNDP dan sejumlah LSM di Jakarta, 2000:6 Republika.Co.Id, 23 Maret 2013 “Soal Berobat, Warga Entikong Pilih Ke Malaysia

Http://Www.Republika.Co.Id/Berita/Nasional/Umum/13/03/23/Mk38wp-Soal-Berobat-Warga-Entikong-Pilih-Ke-Malaysia Diakses 23 Juli 2013) Kamus Besar Bahasa Indonesia 1995:445

http://www.yahoo.com/yahoosearch/ nasionalisme Indonesia.html) (www.yahoo.com),