Kajian Pengembangan Usaha Tani Tambak Da

KAJIAN PENGEMBANGAN USAHA TANI TAMBAK
DALAM RANGKA PENINGKATAN PENDAPATAN
PETANI TAMBAK DI WILAYAH PESISIR
SULAWESI TENGGARA

Peneliti :
Dr. H. Azis Muthalib, SE. M.Si
Dr. Abdul Razak, SE. M.Si

HASIL PENELITIAN
KERJASAMA
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH (BALITBANGDA)
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
DENGAN
PUSAT PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT (P3M)
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI ENAM-ENAM KENDARI
TAHUN 2015

Halaman 1 dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan taraf
hidup

dan

kesejahteraan

rakyat.

Selama

beberapa

tahun

terakhir

pelaksanaan pembangunan telah mampu meningkatkan taraf hidup dan
kesejahteraan sebagian besar rakyat indonesia, namun hal ini tidak dapat

disangkal bahwa masih ada sebagian rakyat yang hidup dalam kemiskinan
dan

ketidakberdayaan

sebagai

akibat

dari

kegagalan

pelaksanaan

pembangunan dalam menciptakan pemerataan. Oleh karena itu, kebijakan
pembangunan harus senantiasa berpijak pada bagaimana mendorong
pertumbuhan ekonomi yang tinggi, perluasan kesempatan kerja, peningkatan
pendapatan dan distribusi pendapatan yang merata.
Pembangunan seharusnya dapat meningkatkan harkat dan martabat

manusia secara universal dan setiap orang berhak menikmati hasil
pembangunan. Todaro dan Smith (2003) dalam Lincolin Arsyad (2010)
menyatakan bahwa keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara
ditunjukkan oleh tiga nilai pokok yaitu; (1) berkembangnya kemampuan
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya (sustenance), (2)
meningkatnya rasa harga diri (self-esteem) masyarakat sebagai manusia, (3)
meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memilih (freedom from
servitude) yang merupakan salah satu dari hak asasi manusia. Karena itu
kebijakan dan prioritas pembangunan harus diarahkan untuk mencapai
tujuan-tujuan tersebut di atas yang kesemuanya akan bermuara

pada

peningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat. Kebijakan dan prioritas
pembangunan sedapat mungkin harus memperhatikan potensi sumberdaya
yang dimiliki baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia.
Potensi lahan budidaya tambak di Indonesia seluas 2,96 juta ha dan
budidaya laut seluas 2,55 juta ha. Potensi yang sangat besar tersebut baru
dapat termanfaatkan sekitar 4,68 persen. Potensi lahan tambak yang sudah
Halaman 2 dari 29


dimanfaatkan baru sekitar 682.726 ha atau sekitar 23,04 persen dari potensi
lahan tambak yang tersedia. Data Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi
Sulawesi Tenggara menunjukan bahwa potensi lahan budidaya tambak di
Provinsi Sulawesi Tenggara seluas 58.930 Ha, dan sampai tahun 2012,
potensi tersebut baru termanfaatkan 27,03 persen.
Berdasarkan potensi tersebut di atas maka pengembangan usaha tani
tambak masih cukup prospektif. Pengembangan usaha tani tambak
khususnya budidaya bandeng dan udang selain ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan lokal, antar pulau dan ekspor juga diharapkan dapat membawa
perubahan bagi peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat.
Pengembangan usahatani tambak rakyat dengan memberdayakan
masyarakat/rakyat baik sebagai pemilik tambak maupun sebagai pekerja
tambak akan memberikan peluang yang besar dalam upaya meningkatkan
pendapatan, taraf hidup dan kesejahteraan rakyat sehingga pada giliran
selanjutnya petani tambak akan dapat keluar dari lingkaran atau perangkap
kemiskinan.
Disamping uraian yang telah dikemukakan di atas, maka secara umum
pengembangan usaha tani tambak memiliki makna yang sangat strategis,
beberapa diantaranya dapat dikemukakan sebagai berikut.

1. Produksi perikanan tambak merupakan komoditi yang mempunyai potensi
pemasaran yang cukup cerah, baik pasar dalam negeri maupun pasar
luar negeri (ekspor). Karena itu peningkatan produksi perikanan tambak
akan dapat meningkatkan penerimaan devisa yang sangat dibutuhkan
dalam membiayai pembangunan.
2. Pengembangan usaha perikanan tambak berarti pula pengembangan
bahan mentah untuk memenuhi kebutuhan berbagai industri pengolahan
(agro-industri), yang dapat menciptakan kesempatan kerja baru bagi
masyarakat pada umumnya.

Halaman 3 dari 29

3. Pengembangan usaha perikanan tambak akan dapat meningkatkan
perekonomian wilayah pesisir melalui peningkatan produksi, perluasan
kesempatan kerja dan pemerataan pendapatan.
4. Pengembangan usaha perikanan budidaya khususnya budidaya tambak
dan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir telah sejalan
dengan rencana strategis Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi
Sulawesi Tenggara tahun 2013-2018.
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka penelitian tentang

pengembangan usaha tani tambak dalam rangka peningkatan pendapatan
petani tambak di wilayah pesisir Sulawesi Tenggara sangat penting untuk
dilakukan

sebagai

merumuskan

bahan

kebijakan

masukan

peningkatan

bagi

pemerintah


kesejahteraan

daerah

dan

taraf

dalam
hidup

masyarakat serta penanggulangan kemiskinan.
1.1.Permasalahan
Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut di atas, maka yang
menjadi masalah dalam penelitian adalah :
1. Bagaimana model penguasaan lahan tambak bagi petani tambak di
wilayah pesisir Sulawesi Tenggara.
2. Bagaimana teknik budidaya/ pengelolaan tambak yang dilakukan petani
tambak di wilayah pesisir Sulawesi Tenggara.
3. Permasalahan apakah yang dihadapi petani tambak rakyat di wilayah

pesisir Sulawesi Tenggara dalam meningkatkan pendapatannya.
4. Faktor-faktor apakah yang paling dominan mempengaruhi produksi
tambak di wilayah pesisir Sulawesi Tenggara.
5. Pola

pengusahaan

manakah

yang

paling

efisien

dan

paling

menguntungkan yang dilakukan oleh petani tambak

6. Pola budidaya manakah yang paling menguntungkan petani tambak di
wilayah pesisir Sulawesi Tenggara.

Halaman 4 dari 29

7. Bagaimana model pengembangan usahatani

tambak rakyat di wilayah

pesisir Sulawesi Tenggara.
1.2.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut :

1. Mengetahui model penguasaan lahan tambak bagi petani tambak di
wilayah pesisir Sulawesi Tenggara.
2. Mengetahui teknik budidaya/pengelolaan tambak yang dilakukan petani
tambak di wilayah pesisir Sulawesi Tenggara.
3. Mengetahui permasalahan yang dihadapi petani tambak rakyat di wilayah

pesisir Sulawesi Tenggara dalam meningkatkan pendapatannya.
4. Mengetahui faktor-faktor yang paling dominan mempengaruhi produksi
tambak di wilayah pesisir Sulawesi Tenggara.
5. Mengetahui

pola

pengusahaan

yang

paling

efisien

dan

paling

menguntungkan yang dilakukan petani tambak.

6. Mengetahui pola budidaya yang paling menguntungkan petani tambak di
wilayah pesisir Sulawesi Tenggara.
7. Merumuskan model pengembangan usahatani tambak rakyat di wilayah
pesisir Sulawesi Tenggara.
Sasaran penelitian ini adalah merumuskan model pengembangan
usaha tani tambak dalam rangka peningkatan pendapatan di wilayah pesisir
Sulawesi Tenggara.
1.3.

Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai

berikut :
1. Untuk menambah pengetahuan masyarakat khususnya petani tambak
agar mereka dapat mengembangkan usaha tani tambak yang paling
menguntungkan bagi mereka.

Halaman 5 dari 29

2. Bagi pemerintah, khususnya pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara
dapat dijadikan dasar dalam merumuskan kebijakan pengembangan
usaha tani tambak.
3. Sebagai bahan referensi bagi peneliti berikutnya khususnya yang
berkaitan dengan pengembangan usaha tani tambak.

Halaman 6 dari 29

BAB II
KERANGKA KONSEPTUAL
Pengembangan

usaha

tani

tambak

pada

dasarnya

masih

diperhadapkan pada berbagai masalah. Oleh karena itu, permasalahan yang
dihadapi petani tambak harus dapat diidentifikasi secara jelas. Selain itu
berbagai faktor yang mempengaruhi produksi harus dapat diketahui melalui
suatu penelitian.
Alat analisis yang digunakan untuk pemecahan masalah penelitian
adalah analisis statistik deskriptif dan analisis statistik inferensial. Analisis
deskriptif antara lain nilai frekuensi, nilai rata-rata, nilai maksimum dan
minimum dari masing-masing variabel dan indikator yang diteliti. Sedangkan
analisis statistik inferensial digunakan analisis fungsi produksi Cobb-Douglas.
Dengan menggunakan beberapa pendekatan alat analisis tersebut
diatas, permasalahan penelitian akan dapat dipecahkan. Bentuk simplikasi
kerangka konseptual ini dapat digambarkan pada diagram berikut:

Halaman 7 dari 29

Kebijakan pembangunan subsektor perikanan
Tujuan Kebijakan

Peningkatan
produksi

Peningkatan
Pendapatan

Perluasan
Lapangan Kerja

Pemerataan
Pendapatan

Permasalahan pengembangan
usahatani tambak

Produksi
rendah

Produktivitas
rendah

Pendapatan
rendah

Model Pemecahan Masalah:
Nilai frekuensi, Nilai maksimum, Rata-rata dan Fungsi
Produksi Cobb-Douglas.
Model pengembangan
usahatani tambak

Gambar 1.

Skema Kerangka Pikir Kajian Pengembangan Usahatani
Tambak Dalam Rangka Peningkatan Pendapatan

2.1. Hipotesis
Hipotesis yang akan dibuktikan dalam penelitian ini adalah :
1. Faktor-faktor yang paling dominan mempengaruhi produksi tambak di
wilayah pesisir Sulawesi Tenggara adalah luas lahan, modal dan tenaga
kerja.
Halaman 8 dari 29

2. Pola pengusahaan yang paling efisien yang dilakukan petani tambak di
wilayah pesisir Sulawesi Tenggara adalah pola pengusahaan Bandeng.
3. Pola pengelolaan yang paling menguntungkan bagi petani tambak adalah
pola pengusahaan udang windu dan bandeng.
4. Pola budidaya yang paling menguntungkan bagi petani tambak di wilayah
pesisir Sulawesi Tenggara adalah pola diskontinu.

Halaman 9 dari 29

2.2. Tinjauan Pustaka
2.2.1. Pengertian Usaha Pertambakan
Menurut

Soeseno

(2005)

pengusahaan

tambak

adalah

untuk

pemeliharaan organisme air (ikan, udang, rumput laut, dan lain-lain) sebagai
upaya pemanfaatan lahan di tepi pantai yang tanahnya tidak dapat digunakan
untuk usaha pertanian tanaman pangan.
Anonim Pengertian lain dari usaha pertambakan atau lebih dikenal
dengan perikanan tambak adalah salah satu bentuk usaha tani yang
memproduksi komoditi perikanan dengan memanfaatkan lahan dan air di
pantai, berupa air payau yakni campuran air tawar dan air laut.
Menurut Smith dalam Laside (1988) sistem budidaya tambak terdiri
dari subsistem-subsistem seagai berikut:
a. Pengadaan sarana produksi mencakup pasar faktor-faktor produksi,
seperti benih ikan, pakan, pupuk, pertisida, lahan, manajemen dan
lain-lain.
b. Usaha

transformasi

mencakup

kegiatan

mengubah

(mengkombinasikan) faktor-faktor produksi menjadi produksi.
c. Pemasaran hasil mencakup pasar lokal, pasar antar pulau, maupun
pasar luar negeri.
Dari sistem tersebut diatas dimungkinkan penerapan teori ekonomi
produksi pada budidaya perairan (pertambakan). Keluaran atau output yang
dihasilkan merupakan fungsi masukan (input) yang digunakan dalam proses
produksi.
Menurut Ranoemihardjo et.al (2008) produktifitas tambak dapat
ditingkatkan melalui pengelolaan yang intensif dengan pengaturan air,
konstruksi tambak, padat tebaran benih, pemberian pakan dan pupuk, serta
pengendalian hama penyakit. Pengelolaan tersebut hanya dapat efektif dan
efisien jika disesuaikan dengan kondisi lingkungan tambak setempat.

Halaman 10 dari 29

2.2.2. Pengembangan Usahatani Tambak
Budidaya tambak ramah lingkungan adalah budidaya tambak yang
didalam proses pembuatannya dan proses produksinya dilakukan dengan
tidak merusak lingkungan, harus memperhatikan peraturan tata tertib
lingkungan seperti : greenbelt, tandon buangan dan pemasukan air,
perbandingan tambak dan hijauan (60% : 40%), tanoa antibiotika (Soewardi,
2007).
Tambak tradisional adalah tambak yang cara pembuatan hingga
pengoperasiannya

tidak

menggunakan

peralatan

modern,

umumnya

dilakukan oleh petani yang berpengetahuan rendah, berorientasi pada
kelestarian, dan produktifitas tergantung dari alam. Teknologi budidaya
tambak dibedakan atas budidaya tradisonal, semi intensif dan intensif.
Pembagian sistem budidaya tersebut didasarkan pada beberapa kriteria
berikut, yaitu; pakan, pengelolaan air, padat penebaran, ukuran petak tambak
dan produksi. Budidaya tambak intensif dapat menghasilkan produksi yang
besar/maksimal namun rentang waktu operasinya pendek, sebaliknya
budidaya tambak tradisional produksinya kecil namun rentang waktu
operasinya panjang (Boers, 2001). Pada umumnya, isu utama dalam
perencanaan pembangunan budidaya tambak adalah : (1) teknologi yang
tepat, (2) meminimumkan dampak lingkungan dari budidaya tesebut, (3)
perhatikan daya dukung lingkungan, (4) meminimumkan penyakit, (5)
memaksimumkan nilai produksi, dan (6) mengurangi kemiskinan (Nautilus
Consultants, 2000).
Mustafa et. al., mengemukakan bahwa lahan untuk budididaya tambak
harus memenuhi persyaratan biologis, teknis, social, ekonomi, higienik dan
legal. Menurut Bengen (2002), konsep daya dukung didasarkan pada
pemikiran bahwa lingkungan memiliki kapasitas maksimum untuk mendukung
suatu pertumbuhan organisme. Definisi daya dukung dibedakan atas :

Halaman 11 dari 29

1. Daya dukung ekologis : tingkat maksimum (baik jumlah maupun volume)
pemanfaatan

suatu

sumber

daya

atau

ekosistem

yang

dapat

diakomodasi oleh suatu kawasan sebelum terjadi penurunan kualitas
fisik.
2. Daya dukung fisik : Jumlah maksimum pemanfaatan suatu sumber daya
atau ekosistem yang dapat diabsorpsi oleh suatu kawasan tanpa
menyebabkan penurunan kualitas fisik.
3. Daya dukung sosial : Tingkat kenyamanan dan apresiasi pengguna suatu
sumber daya atau ekosistem terhadap suatu kawasan akibat adanya
pengguna lain dalam waktu bersamaan.
4. Daya dukung ekonomi : tingkat skala usaha dalam pemanfaatan suatu
sumber daya yang memberikan keuntungan ekonomi maksimum secara
berkesinambungan.
Menurut Dahuri (2001) bahwa daya dukung kawasan ditetukan oleh :
(1) kondisi biofisik kawasan, dan (2) pemintaan manusia akan sumber daya
alam dan jaa-jasa lingkungan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh
karena itu, daya dukung kawsan ditentukan dengan menganalisis (1) kondisi
biogeofisik

yang

menyusun

kemampuan

kawasan

pesisir

dalam

memproduksi/menyediakan sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan, dan
(2) kondisi social ekonomi budaya dalam memenuhi kebutuhan manusia
yang tingal di dalam kawasan atau di luar kawasan pesisir, tetapi
berpengaruh terhadap kawasan pesisir akan sumberdaya alam dan jasa-jasa
lingkungan (Dahuri, 2001).
Agar kegiatan ekonomi di pesisir dapat lestari maka pemanfaatan
kawasan pesisir dibagi ke dalam 3 (tiga) zona yaitu : zona preservasi yaitu
kawasan yang memiliki nilai ekologis tinggi, sifat-sifat alami yang unik,
termasuk green belt ; (2) zona konservasi yaitu kawasan yang dapat
dikembangkan namun secara terkontrol, seperti perumahan dan perikanan

Halaman 12 dari 29

tradisional, dan (3) zona pengembangan intensif, termasuk kegiatan
budidaya secara intensif (Dahuri, 1998).
Selanjutnya menurut Soesono 2004) bahwa fungsi perikanan adalah;
untuk penyediaan protein murah, peningkatan cadangan devisa dan
penyerapan lapangan kerja. Dengan demikian, tujuan pembangunan
perikanan

diharapkan mampu meningkatkan pendapatan petani tambak,

menyerap tenaga kerja khususnya yang bertempat tinggal di wilayah pesisir.
Keuntungan lain yang dapat diperoleh

dalam hal pemeliharaan udang

adalah:
a. Pemanfaatan potensi hewani udang yang sangat penting bagi
pertumbuhan tubuh manusia.
b. Pemeliharaan udang secara seksama akan memberikan hasil yang
besar mengingat harga

udang dipasaran baik pasar dalam negeri

maupun pasar luar negeri cukup tinggi.
c. Besarnya permintaan konsumsi udang dalam negeri maupun untuk
tujuan ekspor.
2.2.3. Produksi dan Fungsi Produksi
Menurut

Djoyohadikusumo

(1985)

produksi

adalah

proses

mempergunakan unsur-unsur produksi dengan maksud menciptakan faedah
untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dari rumusan tersebut jelas bahwa
untuk menghasilkan suatu barang dipergunakan lebih dari satu unsur faktor
produksi. Pada setiap proses produksi untuk menghasilkan barang maka
faktor-faktor produksi tersebut dikombinasikan dalam jumlah tertentu.
Menurut Soedarsono (2003) fungsi produksi adalah hubungan teknis
yang menghubungkan antara faktor produksi atau disebut pula masukan atau
input dan hasil produksinya atau produk (output).
Selanjutnya Kartasaputra (1998) mengemukakan fungsi produksi
adalah menguraikan cara-cara bagaimana berbagai masukan (input) dapat
digabungkan untuk menghasilkan jumlah produk yang telah direncanakan.
Halaman 13 dari 29

Analisis mengenai hubungan antara produksi dan faktor-faktor
produksi atau analisis fungsi produksi dimana dalam menentukan variabel
independen tergantung dari tujuan dan kondisi dari usahatani yang hendak
diteliti. Secara sederhana bentuk matematik dari fungsi produksi dapat
dituliskan sebagai berikut:
Y = f (x1,x2, …xn)
Y= Hasil produksi fisik
X1,X2,…Xn = faktor-faktor produksi
Salah satu fungsi

produksi yang banyak diterapkan

di sektor

pertanian adalah fungsi produksi Cobb-Douglas (Soekartawi, 2006). Bentuk
umum dari fungsi produksi Cobb-Douglas adalah :
Y = bo X1.b1 X2.b2…………….Xnmbn eun
Dimana : Y = produksi fisik
Ln bo = intercept
b1, b2,……..bn = koefisien faktor produksi
X1, X2, …..Xm = Faktor produksi
e = Faktor kesalahan.
Bentuk fungsi produksi tersebut dapat diubah menjadi bentuk linear
dengan melakukan transformasi ke dalam bentuk logaritma. Dengan
demikian perhitungan akan lebih mudah dan koefisien dari faktor produksi,
yang juga merupakan koefisien elastisitas produksi dapat diinterpretasi.
Analisis fungsi produksi Cobb-Douglas sering dipakai oleh peneliti.
Menurut Soekartawi (1997), ada tiga alasan pokok sehingga fungsi CobbDouglas lebih banyak dipakai oleh para peneliti yaitu: (1) Penyelesaian fungsi
Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi yang lain. (2)
Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan
koefisien regresi sekaligus juga menunjukkan besaran elastisitas. (3)
Besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukkan tingkat besaran “Return
to Scale.”
Halaman 14 dari 29

Pemanfaatan faktor produksi disamping menyangkut aspek fisik juga
berkaitan dengan aspek ekonomis. Menurut Adiwilaga (1982), penambahan
faktor produksi merupakan suatu gejala fisik, sudah tentu mempunyai akibat
ekonomis pula. Penambahan faktor produksi memerlukan biaya, dan hasil
tambahan yang diperoleh akhirnya dinilai dengan uang. Dengan demikian
dalil hasil tambahan yang berkurang selain merupakan satu dalam arti fisik,
juga merupakan satu dalil dalam arti ekonomis.
2.2.4. Peningkatan Pendapatan
Pendapatan pada hakekatnya dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu
pendapatan uang dan pendaspatan riil. Pendapatan uang adalah jumlah
uang yang diterima para pekerja dari para pengusaha sebagai pembayaran
atas tenaga mental atau fisik para pekerja yang digunakan dalam proses
produksi. Sedangkan pendapatan riil adalah pendapatan pekerja yang diukur
dari sudut tingkat kemampuan pendapatan tersebut membeli barang-barang
dan jasa-jasa yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan para pekerja.
Pendapatan pengusaha tambak adalah pendapatan yang diperoleh
petani

tambak

sebagai

akibat

kemampuan

yang

dimiliki

untuk

mengkombinasikan berbagai faktor produksi untuk menghasilkan produksi
(output). Peningkatan pendapatan petani tambak dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain: (1) tingkat ketrampilan yang dimiliki, (2) Penguasaan faktor
produksi, (3) Kemampuan dalam mengelola usaha, (4) Penanganan pasca
panen

Halaman 15 dari 29

2.3. Metode Penelitian

2.3.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah pesisir Sulawesi Tenggara.
Lokasi sampel ditentukan di Kabupaten Konawe, Kabupaten Konawe
Selatan, Kabupaten Kolaka, dan Kabupaten Bombana. Penentuan lokasi
sampel ditetapkan dengan pertimbangan bahwa di Kabupaten tersebut di
atas adalah sentra produksi tambak di wilayah pesisir Sulawesi Tenggara.
Waktu penelitian direncanakan akan berlangsung selama 8 bulan terhitung
sejak tanggal penanda tanganan kontrak penelitian.
2.3.2. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah semua petani tambak di wilayah pesisir
Sulawesi Tenggara.

Sampel akan diambil pada empat kabupaten yang

merupakan sentra produksi tambak di Sulawesi Tenggara yaitu di Kabupaten
Konawe, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Kolaka, dan Kabupaten
Bombana. Jumlah sampel akan diambil sebanyak 120 responden dengan
rincian Kabupaten Konawe 35 responden, Kabupaten Konawe Selatan 25
Responden, Kabupaten Kolaka 25 responden dan kabupaten Bombana 35
responden.
2.3.3. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer
dan data sekunder. Data primer diperoleh dan dikumpulkan langsung melalui
kuesioner dari responden petani tambak.
Data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen Dinas Kelautan dan
Perikanan Provinsi Sulawesi Tenggara, Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten, Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tenggara dan instansi
lainnya yang terkait dengan penelitian ini. Data-data tersebut digunakan
untuk melengkapi data penelitian yang diperoleh di lapangan melalui

Halaman 16 dari 29

kuesioner untuk memperdalam

dan melengkapi pembahasan

dalam

penelitian ini.
2.3.4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap
yaitu survey awal, pengumpulan data dilapangan melalui penyebaran
kuesioner, dan pemantauan.
Survey awal dilakukan untuk mengetahui karakteristik petani tambak di
lokasi penelitian. Dari hasil survey awal kemudian ditentukan lokasi
penyebaran kuesioner yang dianggap dapat representative mewakili populasi
penelitian.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara langsung
kepada responden dengan menggunakan kuesioner, diskusi mendalam
dengan responden, catatan lapangan dan dokumentasi. Penyebaran dan
pengumpulan kuesioner pada setiap responden petani tambak dilakukan
secara langsung oleh peneliti yang dibantu oleh 12 (dua belas) orang
enumerator.
Pemantauan dilakukan dengan cara mengamati pengelolaan tambak
yang dilakukan oleh responden, penanganan pasca panen dan saluran
pemasaran yang digunakan petani tambak di wilayah penelitian.
2.3.5. Metode Analisis Data
Berdasarkan pada permasalahan penelitian yang telah dikemukakan
di atas, maka data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan
metode statistik deskriptif dan statistik inferensial yang didukung dengan
analisis kualitatif untuk memperkaya dan memperdalam pembahasan.
1. Metode Analisis Statistik Deskriptif
Metode

analisis

ini

digunakan

untuk

mendeskripsikan

atau

menggambarkan karakteristik variable dan indikator yang diteliti. Teknik
analisis statistik deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini meliputi nilai
Halaman 17 dari 29

frekuensi, nilai rata-rata (mean), nilai maksimum dan nilai minimum serta nilai
persentase dari masing-masing variabel dan indikator penelitian. Metode
analisis ini digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian pertama
kedua, kedua, ketiga, kelima, keenam dan ketujuh.
2. Metode Analisis Statistik Inferensial
Metode analisis statistik inferensial digunakan untuk menjawab
permasalahan penelitian keempat. Teknik analisis statistik deskriptif yang
digunakan adalah analisis fungsi produksi Cobb-Douglas.

Analisis fungsi

produksi Cobb-Douglas digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang
paling dominan mempengaruhi produksi tambak.

Halaman 18 dari 29

BAB III
GAMBARAN UMUM
Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara
dengan mengambil obyek pada Usaha Tani Tambak di Wilayah Pesisir.
Sulawesi Tenggara terletak di Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi. Secara
geografis wilayah ini terletak di bagian Selatan garis katulistiwa, memanjang
dari Utara ke Selatan di antara 02o45–06o151 lintang Selatan dan
membentang dari Barat ke Timur di antara 120 o45–124o151 bujur Timur.
Secara administratif, wilayah Sulawesi Tenggara terbagi kedalam 12
wilayah kabupaten dan wilayah kota. Kesepuluh wilayah tersebut masingmasing Kabupaten Buton, Muna, Konawe, Kolaka, Konawe Selatan,
Bombana, Wakatobi, Kolaka Utara, Buton Utara, Konawe Utara, Kolaka
Timur, dan Konawe Kepulauan. Sedangkan dua wilayah kota masing-masing
Kota Kendari dan Kota Bau-bau.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden
1. Jabatan Responden
Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Jabatan Dalam Usaha
No
1
2

Jabatan Dalam Usaha
Pemilik
Pimpinan
Jumlah
Sumber : Data Primer (diolah)

Jumlah
113
7
120

Persentase
94.17%
5.83%
100.00%

Halaman 19 dari 29

2. Pengalaman Berusaha
Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Pengalaman Berusaha
No
1
2
3
4

Pengalaman Berusaha (tahun) Jumlah Persentase
< 10
11
9.17%
10-19
41
34.17%
20-30
55
45.83%
> 30
13
10.83%
Jumlah
120
100.00%
Sumber : Data Primer (diolah)

3. Umur Responden
Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Umur
No
1
2
3
4

Umur Responden
50
Jumlah
Sumber : Data Primer (diolah)

Jumlah
10
30
42
38
120

Persentase
8.33%
25.00%
35.00%
31.67%
100.00%

4. Pendidikan Responden
Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
No
1
2
3
4
5
6

Pendidikan Terakhir
Tidak ada
SD
SMP
SMA
D1
S1

Jumlah
Sumber : Data Primer (diolah)

Jumlah Persentase
1
0.83%
53
44.17%
19
15.83%
41
34.17%
1
0.83%
5
4.17%
120
100.00%

5. Jenis Kelamin Responden
Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Halaman 20 dari 29

No
1
2

Jenis Kelamin
Jumlah
Laki-Laki
114
Perempuan
6
Jumlah
120
Sumber : Data Primer (diolah)

Persentase
95.00%
5.00%
100.00%

6. Tanggungan Responden
Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan
No
1
2
3
4

Jumlah Tanggungan Jumlah Persentase
8
7
5.83%
Jumlah
120
100.00%
Sumber : Data Primer (diolah)

7. Jenis Usaha
Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Usaha
No
1
2
3
4

Jenis Usaha
Jumlah
Bandeng
47
Udng.wndu+bndg
32
udang vanamai
29
udng/van+bndng
12
Jumlah
120
Sumber : Data Primer (diolah)

Persentase
39.13%
26.66%
42.17%
10.00%
100.00%

B. Model Penguasaan Lahan
Tabel 4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Pola Penguasaan Lahan
No
1
2
3
4

Pola Penguasaan Lahan
Milik sendiri
Warisan
Sewa
Bagi hasil
Jumlah
Sumber : Data Primer (diolah)

Jumlah
100
7
6
7
120

Persentase
83.33%
5.83%
5.00%
5.83%
100.00%

Halaman 21 dari 29

C. Teknik Budidaya
Tabel 4.12. Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Konstruksi Tambak
No

Konstruksi Tambak

Jumlah

Persentase

1

Belum baik

42

35.00%

2

Baik

78

65.00%

120

100.00%

Jumlah

Gambar 2. Kontruksi Pematang Tambak yang Kurang Baik

Gambar 3. Konstruksi Tambak Ideal (WWF-Indonesia, 2014)

Halaman 22 dari 29

Tabel 4.13. Distribusi responden berdasarkan kondisi konstruksi pintu air
No

Konstruksi pintu air

Jumlah

Persentase

1

Tidak permanen

85

70.83%

2

Permanen

35

29.17%

120

100.00%

Jumlah

Gambar 4. Konstruksi Pintu Air Tambak dari Kayu
Tabel 4.14. Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan Teknologi Pasca Panen
No

Teknologi paska panen

Jumlah

Persentase

1

Ya

26

21.67%

2

Tidak

94

78.33%

120

100.00%

Jumlah

Gambar 5. Penyimpanan Ikan Bandeng Dalam Stiroform (WWF-Indonesia, 2014)
Halaman 23 dari 29

Tabel 4.15. Distribusi responden berdasarkan kepemilikan manajemen usaha
No

Manajemen Usaha

1

Ya

2

Tidak

Jumlah

Persentase

8

6.67%

112

93.33%

120

100.00%

Jumlah

Tabel 4.16. Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Pergantian Air
No

Pergantian Air

Jumlah

Persentase

1

1 kali/bln

19

15.83%

2

2 kali/bln

42

35.00%

3

3 kali/bln

15

12.50%

4

4 kali/bln

12

10.00%

5

8 kali/bln

32

26.67%

120

100.00%

Jumlah

Tabel 4.17. Distribusi Responden Berdasarkan Waktu Penebaran Benih
No

Waktu penebaran benih

Jumlah

Persentase

1

Pagi

39

32.50%

2

Siang

7

5.83%

3

Sore

13

10.83%

4

Malam

61

50.83%

120

100.00%

Jumlah

Tabel 4.18. Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan Pengontrolan Hama
No

Pengontrolan hama

1

Ya

51

42.50%

2

Tidak

69

57.50%

120

100.00%

Jumlah

Jumlah

Persentase

Halaman 24 dari 29

Tabel 4.19. Distribusi Responden Berdasarkan Ketersediaan Benih
No

Ketersediaan Benih

Jumlah

Persentase

1

Tersedia

26

21.67%

2

Tidak tersedia

94

78.33%

120

100.00%

Jumlah

D. Permasalahan Yang Dihadapi Petani Tambak
Permasalahan yang dihadapi petani tambak rakyat antara lain sebagai
berikut:
1. Rendahnya Ketrampilan Petani Tambak
2. Keterbatasan Modal
3. Rendahnya pengetahunan petani tambak
4. Rendahnya Kualitas benih.
5. Belum adanya pendampingan usaha
6. Terbatasnya akses pasar
E. Faktor-Faktor yang Dominan Mempengaruhi Produksi
Hasil analisa funsi produksi Cobb Dougglas, diperoleh informasi
bahwa faktor-faktor yang paling dominan mempengaruhi produksi adalah
luas lahan, modal, dan tenaga kerja.
F. Pola Pengusahaan
No.

Pola Pengusahaan

Tingkat Efisiensi

1.

Bandeng

3,42

2.

Udang Vanamai

3,21

3.

Udang Windu dan Vanamai

3,17

4.

Udang Vanamai dan Bandeng

3,03

Halaman 25 dari 29

G. Pola Budidaya
No.

Pola Budidaya

Pendapatan Rata-Rata (Rp)

1.

Pola Kontinu

20.897.609

2.

Pola Diskontinu

23.691.105

H. Model Pengembangan Usaha Tani Tambak
Sasaran :

Faktor Pendukung :

Dasar :
RPJM dan Renstra
Perikanan dan
Kelautan

1.
2.
3.
4.

Potensi SDL
Potensi SDM
Kondisi Wilayah
Faktor Sosial Budaya

Faktor Penghambat :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Keterampilan
Pengetahuan
Modal
Kualitas Bibit
Akses Pasar
Pendampingan Usaha

Model Pengembangan :
1.
2.
3.
4.

Pelatihan
Bantuan Modal
Penyuluhan
Pendampingan

1) Meningkatkan
Produksi dan
Produktivitas;
2) Mengembangkan
Diversifikasi dan
Pangsa Pasar Produk
Hasil Kelautan dan
Perikanan;
3) Mewujudkan
Pengelolaan Sumber
Daya Kelautan dan
Perikanan secara
Berkelanjutan.
4) Meningkatkan Expor
Hasil Kelautan dan
Perikanan, perluasan
lapangan kerja dan
pemerataan
pendapatan serta
peningkatan
pendapatan petani
tambak.

Halaman 26 dari 29

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan
pada bab sebelumnya, maka dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:
1. Model penguasaan lahan tambak di wilayah pesisir Sulawesi Tenggara
terdiri atas milik sendiri, warisan orang tua, sewa, dan bagi hasil.
Sebagian besar responden atau sekitar 83,00 persen memiliki lahan milik
sendiri.
2. Teknik budidaya yang dilakukan petani tambak di wilayah pesisir
Sulawesi Tenggara yang dapat dilihat dari kondisi konstruksi tambak,
konstruksi pematang, konstruksi pintu air dan penggunaan teknologi
pasca panen, menunjukkan bahwa sebagian besar konstruksi tambak
sudah tergolong baik, namun konstruksi pintu air sebagian besar tidak
permanen, dan sebagian besar petani tambak belum melakukan
teknologi pasca panen.
3. Permasalahan yang dihadapi petani tambak di wilayah pesisir Sulawesi
Tenggara antara lain adalah rendahnya ketrampilan petani tambak,
terbatasnya modal yang dimiliki, Rendahnya pengetahuan petani tambak,
rendahnya kualitas benih yang diperoleh, belum adanya pendampingan
usaha dan terbatasnya akses pasar.
4. Faktor-faktor yang paling dominan mempengaruhi produksi tambak di
wilayah pesisir Sulawesi Tenggara adalah luas lahan, modal dan tenaga
kerja.
5. Pola pengusahaan yang paling efisien yang dilakukan oleh petani tambak
di wilayah pesisir Sulawesi Tenggara adalah pola pengusahaan bandeng
dengan tingkat efisiensi sebesar 3,42. Yang berarti bahwa setiap Rp. 1

Halaman 27 dari 29

biaya yang dikeluarkan untuk pengusahaan bandeng, akan memperoleh
pendapatan sebesar Rp. 3,42.
6. Pola pengusahaan yang paling menguntungkan petani tambak di wilayah
pesisir Sulawesi Tenggara adalah pola pengusahaan udang windu dan
bandeng dengan tingkat pendapatan rata-rata sebesar Rp. 25.150.352,-.
7. Pola budidaya yang paling menguntungkan bagi petani tambak di wilayah
pesisir

Sulawesi

Tenggara

adalah

pola

diskontinu

yang

dapat

memberikan pendapatan rata-rata sebesar Rp. 23,691,105,36.
B. Saran
1. Tingkat kepemilikan lahan para petani tambak sangat tinggi, sehingga hal
ini dapat menjadi modal utama untuk pengembangan usaha.
2. Pengetahuan petani tambak tentang pertambakan umumnya berasal dari
pengetahuan sendiri secara turun temurun atau pembelajaran autodidak,
sehingga tingkat penguasaan inovasi teknologi pertambakan relatif
terbatas,

maka

perlu

dilakukan

pelatihan

secara

berkala

dan

menempatkan tenaga penyuluhan khususnya yang menguasai tentang
pertambakan.
3. Perlu penataan pola pengelolaan tambak secara terencana sehingga
petani tambak dapat menggarap tambaknya secara serempak.

Halaman 28 dari 29

4. Pemerintah pusat dan daerah masih

perlu menambah tenaga-tenaga

penyuluh lapangan khususnya di bidang usaha tani tambak dalam jumlah
yang memadai agar dapat menjangkau petani-petani tambak di wilayah
pesisir.
5. Upaya peningkatan ketrampilan petani melalui pelatihan masih perlu
ditingkatkan.
6. Pemerintah daerah dalam hal ini dinas perikanan dan kelautan perlu
melakukan mediasi dalam pengadaan benih yang berkualitas.
7. Dalam rangka peningkatan produksi dan pendapatan petani tambak,
diperlukan tenaga-tenaga pendamping baik dari dinas perikanan,
perguruan tinggi maupun LSM

Halaman 29 dari 29