Kajian administrasi, farmasetik dan klinis resep pasien rawat jalan di Rumkital Dr. Mintohardjo pada bulan Januari 2015

(1)

KAJIAN ADMINISTRASI, FARMASETIK DAN

KLINIS RESEP PASIEN RAWAT JALAN DI

RUMKITAL DR. MINTOHARDJO PADA BULAN

JANUARI 2015

SKRIPSI

SITI ULFAH BILQIS

1111102000018

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

MEI 2015


(2)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

KAJIAN ADMINISTRASI, FARMASETIK DAN

KLINIS RESEP PASIEN RAWAT JALAN DI

RUMKITAL DR. MINTOHARDJO PADA BULAN

JANUARI 2015

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

SITI ULFAH BILQIS

1111102000018

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI


(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Nama : Siti Ulfah Bilqis Program Studi : Strata-1 Farmasi

Judul : Kajian resep rawat jalan di RUMKITAL Dr. Mintohardjo pada Bulan Januari 2015

Kajian resep merupakan aspek yang sangat penting dalam peresepan karena dapat membantu mengurangi terjadinya medication error. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase kelengkapan resep dan kejelasan penulisan terkait obat serta gambaran terkait interaksi obat pada resep rawat jalan di Instalasi Apotek RUMKITAL Dr. Mintohardjo pada bulan Januari 2015. Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif dan pengambilan data dilakukan secara retrospektif. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode random sampling, didapatkan sebanyak 400 resep. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kelengkapan resep secara administrasi yaitu: data pasien 12%, paraf dokter 100%, tidak ada resep yang mengandung narkotik dan kesesuaian dengan formularium 88,2%. Secara farmasetik didapatkan kejelasan penulisan bentuk sediaan 27% dan adanya obat puyer 3,5%. Sedangkan secara klinis didapatkan kejelasan penulisan nama obat 95,2%, signa 96,2% dan rute pemberian 32%. Ketepatan dosis obat 67,2% dan frekuensi pemberian obat 91,5%. Adanya interaksi obat sebanyak 49,2% dengan mekanisme secara farmakodinamik sebesar 50,8% dan secara farmakokinetik sebesar 18,5%. Adanya hubungan yang bermakna terjadi antara jumlah jenis obat dalam satu resep dengan kejadian potensi interaksi obat (p = 0,000). Hasil pengkajian kelengkapan dan analisis resep ini diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas pelayanan kepada pasien dan dapat mencegah terjadinya medication error pada fase prescribing.


(7)

ABSTRACT

Name : Siti Ulfah Bilqis Program Study : Strata-1 Pharmacy

Title : Analysis of Prescribing in Naval Hospital Dr. Mintohardjo in Januari 2015

The analysis of prescribing is a very important aspect in the prescription because it can help to reduce the occurrence of medication errors. This study aimed to determine the percentage of the completeness of prescriptions and the writing clarity related to medicines, and a description related to the prescription drug interaction outpatient in pharmacy installation Naval Hospital Dr. Mintohardjo in Januari 2015. This is a descriptive research where the data has been retrieved retrospectively. The sampling method that has been used in this research was the random sampling method, with a total of 400 prescriptions. The result showed that the completeness of prescription in the administration were: 12% of patient data, 100% of the doctor’s initials, no prescriptions containing narcotics and suitability with the formularium was 88,2%. Pharmaceutically, the clarity of the writing dosage form and the presence of medication pulveres were obtained at 27% and 3,5%. While clinically, the clarity of the writing name of the medicine was obtained at 95,2%, signa 96,2% and route of drug administration at 32%. The result of drug interaction was 49,2% with the pharmacodynamic mechanism at 50,8% and the pharmacokinetics at 18,5%. Significant correlation occured between the number of drugs in one prescription to the incidence of potential drug interaction (p = 0.000). The assessment results of completeness and prescription analysis is expected to help improve the quality of care for patients and prevent the occurrence of medication errors in prescribing phase

Keywords: Analysis of prescription, completeness of prescription, drug interaction


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang Maha pengasih dan Maha penyayang, yang telah member kekuatan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa terlimpahkan kepada Baginda Rasul, Nabi Muhammad SAW yang merupakan suri tauladan bagi umatnya.

Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam melaksanakan penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa penyusunan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Ibu Dr. Azrifitria, M.Si., Apt sebagai Pembimbing I dan Ibu Ingrid Green Nego, S.Si., Apt sebagai Pembimbing II yang telah memberikan ilmu, nasehat, waktu, tenaga dan pikiran selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

2. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc, Apt selaku ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitan Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Yardi, Ph.D., Apt selaku Pembimbing akademik yang telah memberikan arahan selama masa perkuliahan.

4. Bapak dan Ibu staf pengajar, serta karyawan yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Kedua orang tua tercinta, Abi H. Drs. Wahruddin dan Ummi Hj. Dra.

Mu’izzah yang selalu ikhlas tanpa pamrih memberikan kasih sayang, dukungan moral, materil, nasehat-nasehat, serta lantunan do’a di setiap waktu. 6. Adik-adik tercinta, Iin Inayatul Maula, Aat Syafa’atul Udzma, Hikmatun Nisa


(9)

7. Kakanda Muhammad Samad (Madun) yang selalu memberikan semangat, dukungan, doa, tenaga, waktu selama penelitian sampai akhir penulisan skripsi ini.

8. Ibu dan Bapak Apoteker di RUMKITAL Dr. Mintohardjo yang telah memberikan bantuan selama penulis melakukan penelitian.

9. Teman-teman seperjuangan selama penelitian di RUMKITAL Dr.

Mintohardjo: Athirotin Halawiyah, Khabbatun Ni’mah dan Dana

Yusshiammanti F, terimakasih atas bantuan dan kerjasamanya.

10.Teman-teman di Program Studi Farmasi: Fifi Zuliyanti, Erlin Febriyanti, Rizki Hidayanti Rambe, Intan Rumaisha, Arumpuspa Azizah, Qurry Mawaddana, Fathiyah serta teman-teman Farmasi 2011 atas semangat dan kebersamaan kita selama perkuliahan berlangsung. Semoga ukhuwah yang telah terjalin tidak pernah putus dan akan terus berlanjut.

11.Semua pihak yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian dan penulisan yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan ini, oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan demi perbaikan skripsi ini. Dan semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Jakarta, Mei 2015


(10)

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……….……. ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS……….…... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……….. iv

HALAMAN PENGESAHAN……….… v

ABSTRAK………...… vi

ABSTRACT……….…....vii

KATA PENGANTAR………viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH………... x

DAFTAR ISI………..……….… xi

DAFTAR TABEL………...…xiii

DAFTAR GAMBAR………..…....xiv

DAFTAR LAMPIRAN………...... xv

BAB 1 PENDAHULUAN………... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah……….…………... 4

1.3 Tujuan... 4

1.4 Manfaat... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………. 5

2.1 Depo Farmasi... 5

2.1.1 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit……….. 5

2.1.2 Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit……...….. 6

2.1.3 Tim Farmasi dan Terapi………..………...… 8

2.2 Obat………..……....… 10

2.3 Resep……….……….…….. 10

2.3.1 Definisi Resep………..10

2.3.2 Jenis-jenis Resep………...……….……… 11

2.3.3 Penulisan Resep………11

2.3.4 Penulis Resep……….. 11

2.3.5 Tujuan Penulisan Resep………12

2.3.6 Format Penulisan Resep………. 12

2.3.7 Kerahasiaan dalam Penulisan Resep………13

2.3.8 Pola Penulisan Resep………. 14

2.3.9 Contoh Resep………..…... 15

2.3.10 Tanda-tanda pada Resep...……….…..…. 16

2.3.11 Persyaratan Menulis Resep dan Kaidahnya…….…………16

2.3.12 Menulis Resep……….….…17

2.3.13 Prinsip Penulisan Resep di Indonesia……….…….... 19

2.4 Skrining Resep………..………..…...…. 20

2.4.1 Penulisan Resep Obat yang Rasional………. 21

2.4.2 Permasalahan dalam Menulis Resep…...……… 23

2.4.3 Medication Error………..……....………... 24

2.5 Interaksi Obat……….………….……… 25


(12)

2.5.1 Pengertian Interaksi Obat………..……..……... 25

2.5.2 Mekanisme Interaksi Obat……… 25

2.5.3 Tingkat Keparahan Interaksi Obat………..……... 29

BAB 3 METODEPENELITIAN………..….… 31

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian……….. 31

3.2 Rancangan Penelitian…...…………..…….……..……….… 31

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian………..………….……….. 31

3.3.1 Populasi……….………..………….………... 31

3.3.2 Sampel ………..…………...……….…..……….. 31

3.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi………..…..……….…..…32

3.4.1 Kriteria Inklusi……….………..……… 32

3.4.2 Kriteria Ekslusi….………..….…………..……… 32

3.5 Kerangka Konsep………...…………..………..……….. 33

3.6 Definisi Operasional……… 33

3.7 Tata Cara Penelitian………. 35

3.8 Cara Kerja……… 36

3.9 Analisis Data………..37

BAB 4 PEMBAHASAN………..…… 38

4.1 Hasil Penelitian………... 38

4.1.1 Analisis Kelengkapan Resep………. 38

4.1.2 Analisis Penulisan Terkait Obat……….………….... 40

4.1.3 Analisis Terkait Interaksi Obat………..……. 42

4.2 Pembahasan Penelitian……… 44

4.2.1 Pembahasan Hasil Penelitian…………... 44

4.2.1.1 Analisis Kelengkapan Resep………... 44

4.2.1.2 Analisis Penulisan Terkait Obat………... 47

4.2.1.3 Analisis Terkait Interaksi Obat………... 49

4.2.2 Keterbatasan Penelitian……….51

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN………...53

5.1 Kesimpulan………..……….……… 53

5.2 Saran……… 54

DAFTAR PUSTAKA………..…………... 55


(13)

DAFTAR TABEL

4.1 Data Analisis Kelengkapan Resep………..……….……39

4.2 Profil Resep terhadap Legalitas Narkotik………40

4.3 Data Analisis Ketepatan Dosis Sediaan dan Frekwensi Pemberian Obat... 40

4.4 Data Analisis Kejelasan Penulisan Terkait Obat……….……...… 41

4.5 Profil Resep………... 41

4.6 Potensi Terjadinya Interaksi Obat Berdasarkan Literatur………...… 41

4.7 Gambaran Jumlah Obat Berdasarkan Ada Tidaknya Potensi Interaksi Obat Berdasarkan Literatur………. 42

4.8 Data Distribusi Potensi Interaksi Obat Berdasarkan Tingkat Keparahan dan Tipe Mekanisme Interaksi Obat………. 43

4.9 Gambaran Distribusi Jumlah Jenis Obat yang di Resepkan dalam Lembar Resep dengan Kejadian Potensi Interaksi Obat……… 43

Halaman Tabel


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pola penulisan resep………...………14

Gambar 2.2 Contoh resep………..…………15

Gambar 1 Grafik persentase jumlah kelengkapan data pasien………...58

Gambar 2 Grafik persentase jumlah kejelasan penulisan nama obat………..58

Gambar 3 Grafik persentase jumlah kejelasan penulisan signa………58

Gambar 4 Grafik persentase jumlah pencantuman paraf dokter……….58

Gambar 5 Grafik persentase jumlah resep yang mengandung narkotik…...……..58

Gambar 6 Grafik persentase kesesuaian obat dengan formularium………58

Gambar 7 Grafik persentase kejelasan penulisan dan ketepatan dosis obat……...59

Gambar 8 Grafik persentase kejelasan penulisan bentuk sediaan……… 59

Gambar 9 Grafik persentase kejelasan penulisan rute pemberian obat…………..59

Gambar 10 Grafik persentase kejelasan penulisan dan ketepatan frekuensi pemberian……….…… 59

Gambar 11 Grafik persentase jumlah ketercampuran obat (puyer) pada resep 59 Gambar 12 Grafik persentase jumlah terjadinya interaksi obat pada resep……….59


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Grafik Persentase Analisis Univariat………..…... 58

Lampiran 2 Surat Persetujuan Pelaksanaan Penelitian di RUMKITAL Dr. Mintohardjo………... 60

Lampiran 3 Data Kelengkapan Resep……….…………..………... 61

Lampiran 4 Data Distribusi Interaksi Obat………..…...………. 79

Lampiran 5 Output SPSS Analisis Univariat………... 98

Lampiran 6 Output SPSS Analisis Bivariat……….…………101


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1LATAR BELAKANG

Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 tahun 2014, Bab I, Pasal 1(4)

menyebutkan bahwa “Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada Apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku”.

Katzung 2009 dalam Sandy (2010), resep yang baik harus memuat cukup informasi yang memungkinkan ahli farmasi yang bersangkutan mengerti obat apa yang akan diberikan kepada pasien. Namun pada kenyataannya, masih banyak permasalahan yang ditemui dalam peresepan. Beberapa contoh permasalahan dalam peresepan adalah kurang lengkapnya informasi pasien, penulisan resep yang tidak jelas atau tidak terbaca, kesalahan penulisan dosis, tidak dicantumkannya aturan pemakaian obat, tidak menuliskan rute pemberian obat, dan tidak mencantumkan tanda tangan atau paraf penulis resep (Cahyono, 2008). Banyak faktor yang mempengaruhi permasalahan dalam peresepan, sehingga diperlukan kepatuhan dokter dalam melaksanakan aturan-aturan dalam penulisan resep sesuai undang-undang yang berlaku (Gibson et al (1996) dalam Sandy (2010)).

Permasalahan dalam peresepan merupakan salah satu kejadian medication error. Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan bahwa medication error adalah kejadian yang merugikan pasien akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah. Bentuk medication error yang terjadi adalah pada fase prescribing (error terjadi pada penulisan resep) yaitu kesalahan yang terjadi selama proses peresepan obat atau penulisan resep. Dampak dari kesalahan tersebut sangat beragam, mulai yang tidak memberi resiko sama sekali hingga terjadinya kecacatan atau bahkan kematian (Dwiprahasto dan Kristin, 2008). Selain itu, dalam (Hartayu dan Aris, 2005) menyebutkan bahwa


(17)

medication error yang terjadi dapat menyebabkan kegagalan terapi, bahkan dapat timbul efek obat yang tidak diharapkan seperti terjadinya interaksi obat.

Interaksi obat didefinisikan sebagai reaksi yang terjadi antara obat dengan senyawa kimia (obat lain, makanan) di dalam tubuh maupun pada permukaan tubuh yang dapat mempengaruhi kerja obat sehingga dapat terjadi peningkatan/pengurangan kerja obat atau bahkan obat sama sekali tidak menimbulkan efek. Definisi yang lebih relevan adalah ketika obat bersaing satu dengan yang lainnya atau yang terjadi ketika satu obat hadir bersama dengan obat yang lainnya (Stockley, 2008). Mekanisme interaksi obat dapat dibagi menjadi interaksi yang melibatkan aspek farmakokinetik obat dan interaksi yang mempengaruhi respon farmakodinamik obat. Interaksi farmakokinetik dapat terjadi pada beberapa tahap, meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme, atau ekskresi. Interaksi farmakodinamik adalah interaksi dimana efek suatu obat diubah oleh obat lain pada tempat aksi (Fradgley, 2003).

Hasil penelitian dari Prawitosari (2009) menemukan bahwa dalam peresepan ditemukan ketidakjelasan penulisan signa sebanyak 50,8%, kesalahan penulisan dosis obat sebanyak 50,8%, dan paraf dokter sebanyak 6,8%. Selain itu, penelitian oleh Octavia (2011) medapatkan kesalahan penulisan bentuk sediaan sebanyak 60,2%, rute pemberian 84,2% dan frekwensi penggunaan obat 75,5%. Studi lain yang dilakukan oleh Mayasari (2015) yang melibatkan 240 lembar resep, 107 lembar resep mengalami interaksi obat dengan mekanisme interaksi farmakokinetik sebanyak 3,74%, farmakodinamik 59,81% dan unknown 36,45%.

Tindakan nyata yang dapat dilakukan untuk mencegah medication error oleh seorang farmasis adalah melakukan skrining resep atau pengkajian resep. Pengkajian resep dilakukan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya kelalaian pencantuman informasi, penulisan resep yang buruk dan penulisan resep yang tidak tepat. Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan dalam proses pelayanan. Hal ini dapat dihindari apabila apoteker dalam menjalankan prakteknya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Standar tersebut merupakan refleksi pengalaman klinik dari staf medik dirumah sakit yang dibuat oleh panitia farmasi dan terapi yang didasarkan pada pustaka yang mutakhir (Anonim, 2008).


(18)

Standar yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 tahun 2014, dimana kegiatan pengkajian resep dimulai dari persyaratan administrasi (nama pasien, nama dokter, alamat, paraf dokter, umur, berat badan, jenis kelamin), persyaratan farmasetik (bentuk sediaan, kekuatan sediaan, stabilitas dan kompatibilitas) dan persyaratan klinis (ketepatan indikasi dan dosis obat, aturan, cara dan lama penggunaan obat, duplikasi dan/atau polifarmasi, reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping obat, manifestasi klinis lain), kontraindikasi dan interaksi obat).

Rumah sakit didaerah Bendungan Hilir Jakarta Pusat yaitu RUMKITAL Dr. Mintohardjo ini memiliki jumlah peresepan yang banyak dan untuk peresepan tiap harinya ini mencapai kira-kira 200-300 resep. Banyaknya resep yang masuk ke unit farmasi di RUMKITAL Dr. Mintohardjo ini memerlukan waktu proses pengolahan resep yang cepat. Kondisi yang terjadi seperti ini memerlukan penanganan khusus, sehingga medication error yang mungkin terjadi dapat dicegah.

Instalasi farmasi Rumah Sakit sebagai satu-satunya bagian dalam Rumah Sakit yang berwenang menyelenggarkan pelayanan kefarmasian, harus dapat menjamin bahwa pelayanan yang dilakukannya tepat dan sesuai dengan ketentuan standar pelayanan kefarmasian yang telah ditetapkan. Pelayanan kefarmasian ini harus dapat mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah-masalah kesehatan terutama yang berkaitan dengan obat.

Dari uraian di atas dapat di usulkan penelitian yang berjudul Kajian Administrasi, Farmasetik dan Klinis Resep Pasien Rawat Jalan di RUMKITAL Dr. Mintohardjo pada Bulan Januari 2015. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan data resep yang diterima oleh unit farmasi RUMKITAL Dr. Mintohardjo pada bulan Januari 2015. Dari data resep tersebut dapat dianalisis kelengkapan resep dan diidentifikasi ada tidaknya efek yang tidak diinginkan seperti interaksi obat, sehingga diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas pelayanan kepada pasien untuk mendapatkan outcome terapi yang optimal serta mendukung pelaksanaan patient safety di rumah sakit tersebut.


(19)

1.2 RUMUSAN MASALAH

Dari uraian di atas menunjukkan bahwa masih banyak terdapat penulisan resep yang tidak lengkap di berbagai Rumah Sakit di Indonesia. Ketidaklengkapan tersebut ditemukan pada bagian administrasi, farmasetik dan klinis. RUMKITAL Dr. Mintohardjo memiliki peresepan yang sangat banyak dengan waktu pelayanan yang terbatas dan belum diketahui berapa banyak resep yang tidak lengkap

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1Tujuan Umum

Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji peresepan pasien rawat jalan di RUMKITAL Dr. Mintohardjo pada bulan Januari 2015

1.3.2Tujuan Khusus

Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk :

a. Mengetahui kelengkapan resep pasien rawat jalan di RUMKITAL Dr. Mintohardjo pada bulan Januari 2015 ditinjau dari persyaratan administrasi, farmasetik dan klinis.

b. Mendapatkan gambaran interaksi obat yang terdapat pada resep di apotek rawat jalan RUMKITAL Dr. Mintohardjo pada bulan Januari 2015

1.4MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut : a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan dalam bidang kefarmasian khususnya pada penulisan resep yang baik yang sesuai dengan peraturan yang berlaku.

b. Manfaat praktis

Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan masukan dalam peresepan di RUMKITAL Dr. Mintohardjo sehingga dapat mendukung upaya pelaksanaan patient safety di RUMKITAL Dr. Mintohardjo.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Depo Farmasi

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 56 tahun 2014, Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan rawat darurat. Tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya kesehatan dan memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit.

Instalasi farmasi di rumah sakit adalah instalasi di rumah sakit yang dipimpin oleh seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker, tenaga ahli madya farmasi (D-3) dan tenaga menengah farmasi (AA) yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan merupakan tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian yang terdiri atas pelayanan paripurna, mencakup perencanaan, pengadaan, produksi, penyimpanan perbekalan kesehatan, dispensing obat, pengendalian mutu dan pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah sakit serta pelayanan farmasi klinik (Menkes RI, 2014)

2.1.1 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 tentang standar pelayanan farmasi klinik di Rumah Sakit, Pengorganisasian Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus mencakup penyelenggaraan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu, dan bersifat dinamis dapat direvisi sesuai kebutuhan dengan tetap menjaga mutu.


(21)

2.1.2 Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit, tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit yaitu:

1. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan pelayanan farmasi klinis yang optimal dan profesional serta sesuai prosedur dan etik profesi.

2. Melaksanakan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien.

3. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai guna memaksimalkan efek terapi dan keamanan serta meminimalkan risiko.

4. Melaksanakan komunikasi, edukasi dan informasi (KIE) serta memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien.

5. Berperan aktif dalam tim farmasi dan terapi.

6. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan pelayanan farmasi klinis

7. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium rumah sakit.

Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit, meliputi:

1. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai. a. memilih sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai

sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit.

b. Merencanakan kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai secara efektif, efisien dan optimal.

c. Mengadakan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku.

d. Memproduksi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit.


(22)

e. Menerima sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku.

f. Menyimpan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian.

g. Mendistribusikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai ke unit-unit pelayanan di rumah sakit.

h. Melaksanakan pelayanan farmasi satu pintu.

i. Melaksanakan pelayanan obat “unit dose”/dosis sehari.

j. Melaksanakan komputerisasi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai (apabila sudah memungkinkan).

k. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait dengan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.

l. Melakukan pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang sudah tidak dapat digunakan.

m. Mengendalikan persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.

n. Melakukan administrasi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai

2. Pelayanan farmasi klinik.

a. Mengkaji dan melaksanakan pelayanan resep atau permintaan obat. b. Melaksanakan penelusuran riwayat penggunaan obat.

c. Melaksanakan rekonsiliasi obat.

d. Memberikan informasi dan edukasi penggunaan obat baik berdasarkan resep maupun obat non resep kepada pasien/keluarga pasien.

e. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait dengan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.

f. Melaksanakan visite mandiri maupun bersama tenaga kesehatan lain. g. Memberikan konseling pada pasien dan/atau keluarganya.

h. Melaksanakan pemantauan terapi obat (PTO). - Pemantauan efek terapi obat.


(23)

i. Melaksanakan evaluasi penggunaan obat (EPO). j. Melaksanakan dispensing sediaan steril.

- Melakukan pencampuran obat suntik. - Menyiapkan nutrisi parenteral.

- Melaksanakan penanganan sediaan sitotoksik.

- Melaksanakan pengemasan ulang sediaan steril yang tidak stabil. k. Melaksanakan pelayanan informasi obat (PIO) kepada tenaga kesehatan

lain, pasien/keluarga, masyarakat dan institusi di luar Rumah Sakit. l. Melaksanakan Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS).

2.1.3 Tim Farmasi dan Terapi

Tim farmasi dan terapi (TFT) merupakan unit kerja dalam memberikan rekomendasi kepada pimpinan rumah sakit mengenai kebijakan penggunaan obat di rumah sakit yang anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili semua spesialisasi yang ada di rumah sakit, Apoteker instalasi farmasi, serta tenaga kesehatan lainnya apabila diperlukan (Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 58 tahun 2014).

Tugas tim farmasi dan terapi berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 58 Tahun 2014 tentang standar pelayanan farmasi di rumah sakit, tugas panitia farmasi dan terapi yaitu:

1. Mengembangkan kebijakan tentang penggunaan obat di rumah sakit.

2. Melakukan seleksi dan evaluasi obat yang akan masuk dalam formularium rumah sakit.

3. Mengembangkan standar terapi.

4. Mengidentifikasi permasalahan dalam penggunaan obat.

5. Melakukan intervensi dalam meningkatkan penggunaan obat yang rasional. 6. Mengkoordinir penatalaksanaan reaksi obat yang tidak dikehendaki.

7. Mengkoordinir penatalaksanaan medication error.

8. Menyebarluaskan informasi terkait kebijakan penggunaan obat di rumah sakit.

Sistem formularium adalah suatu metode yang digunakan staf medik dari suatu rumah sakit yang bekerja melalui TFT, mengevaluasi, menilai, dan memilih


(24)

dari berbagai zat aktif obat dan produk obat yang tersedia, yang dianggap paling berguna dalam perawatan penderita. Jadi, sistem formularium adalah sarana penting dalam memastikan mutu penggunaan obat dan pengendalian harganya. Sistem formularium menetapkan pengadaan, penulisan, dispensing, dan pemberian suatu obat dengan nama dagang atau obat dengan nama generik apabila obat itu tersedia dalam dua nama tersebut. Formularium adalah dokumen berisi kumpulan produk obat yang dipilih TFT disertai informasi tambahan penting tentang penggunaan obat tersebut, serta kebijakan dan prosedur berkaitan obat yang relevan untuk rumah sakit tersebut, yang terus menerus direvisi agar selalu akomodatif bagi kepentingan penderita dan staf profesional pelayan kesehatan, berdasarkan data konsumtif dan data morbiditas serta pertimbangan klinik staf medik rumah sakit (Lia, 2007).

Kesalahan obat adalah pemberian suatu obat yang menyimpang dari resep atau order dokter yang tertulis dalam kartu pengobatan penderita atau menyimpang dari kebijakan, prosedur, dan standar rumah sakit. Kecuali kesalahan karena kelalaian memberikan dosis obat kepada penderita, yang dimaksud kesalahan obat adalah jika dosis obat telah benar-benar sampai pada penderita. Misalnya, suatu kesalahan dosis yang terdeteksi dan diperbaiki sebelum pemberian kepada penderita, bukan suatu kesalahan obat.

Secara umum kesalahan pengobatan penyebabnya adalah kekuatan obat pada etiket atau dalam kemasan membingungkan; nomenklatur sediaan obat (nama obat kelihatan mirip atau bunyi nama obat mirip); kegagalan atau gagal fungsi peralatan; tulisan tangan tidak terbaca; penulisan kembali resep / order dokter yang tidak tepat; perhitungan dosis yang tidak teliti; personel terlatih tidak mencukupi; menggunakan singkatan yang tidak tepat dalam penulisan resep; kesalahan etiket; beban kerja berlebihan; konsentrasi hilang dalam unjuk kerja individu; serta obat-obatan yang tidak tersedia.

Kesalahan pengobatan mencakup kesalahan administratif yang disebabkan ketidakjelasan tulisan, ketidaklengkapan resep, keaslian resep, ketidakjelasan instruksi. Kesalahan farmasetik seperti dosis, bentuk sediaan, stabilitas, inkompatibilitas, dan lama pemberian. Serta kesalahan klinis seperti alergi, reaksi


(25)

obat lain dalam hal lama terapi, dosis, cara pemberian dan jumlah obat. (Tatro, 2009)

2.2OBAT

Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 193/KabB.VII/71 memberikan definisi berikut untuk obat: “Obat ialah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan dan untuk memperelok atau memperindah badan atau bagian badan manusia”.

2.3RESEP

2.3.1 Definisi Resep

Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada Apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku (Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 tahun 2014). Resep ditulis diatas kertas dengan ukuran 10-12 cm dan panjang 15-18 cm, hal tersebut digunakan karena resep merupakan dokumen pemberian/penyerahan obat kepada pasien, dan diharapkan tidak menerima permintaan resep melalui telepon

Demi keamanan penggunaan, obat dibagi dalam beberapa golongan. Secara garis besar dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu obat bebas (OTC = Other of the counter) dan Ethical (obat narkotika, psikotropika, dan keras), harus dilayani dengan resep dokter. Jadi sebagian obat tidak bisa diserahkan langsung pada pasien atau masyarakat tetapi harus melalui resep dokter (on medical prescription only). Dalam sistem distribusi obat nasional, peran dokter sebagai

medical care” dan alat kesehatan ikut mengawasi penggunaan obat oleh masyarakat, apotek sebagai organ distributor terdepan berhadapan langsung

dengan masyarakat atau pasien, dan apoteker berperan sebagai “pharmaceutical

care” dan informan obat, serta melakukan pekerjaan kefarmasian di apotek. Di dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat, kedua profesi ini harus berada


(26)

dalam satu tim yang solid dengan tujuan yang sama yaitu melayani kesehatan dan menyembuhkan pasien (Jas, 2009).

2.3.2 Jenis-jenis Resep

Dalam (Wibowo, 2010) disebutkan jenis-jenis resep terdiri dari:

1. Resep standar (R/. Officinalis), yaitu resep yang obatnya/komposisi telah tercantum dalam buku farmakope atau buku lainnya dan merupakan standar. 2. Resep magistrales (R/. Polifarmasi), yaitu resep formula obatrnya disusun

sendiri oleh dokter penulis resep dan menentukan dosis serta bentuk sediaan obat sendiri sesuai penderita yang dihadapi.

Jas 2009 dalam Amira (2011) menyebutkan jenis-jenis resep yaitu:

3. Resep medicinal, yaitu resep obat jadi, bisa berupa obat paten, merek dagang maupun generik, dalam pelayanannya tidak mangalami peracikan.

4. Resep obat generik, yaitu penulisan resep obat dengan nama generik dalam bentuk sediaan dan jumlah tertentu. Dalam pelayanannya bisa atau tidak mengalami peracikan.

2.3.3 Penulisan Resep

Jas (2009) dalam Amira (2011) disebutkan bahwa penulisan resep artinya pemberian obat secara tidak langsung, ditulis jelas dengan tinta, tulisan tangan pada kop resmi kepada pasien, format dan kaidah penulisan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mana permintaan tersebut disampaikan kepada farmasi atau apoteker di apotek agar diberikan obat dalam bentuk sediaan dan jumlah tertentu sesuai permintaan kepada pasien yang berhak.

2.3.4 Penulis Resep

Menurut Syamsuni (2006) yang berhak menulis resep adalah : - Dokter Umum.

- Dokter gigi, terbatas pada pengobatan gigi dan mulut.


(27)

2.3.5 Tujuan Penulisan Resep

1. memudahkan dokter dalam pelayanan kesehatan di bidang farmasi / obat 2. Meminimalkan kesalahan dalam pemberian obat

3. Terjadi kontrol silang (cross check) dalam pelayanan kesehatan dibidang farmasi / obat.

4. Instalasi farmasi / apotek waktu bukanya lebih panjang dalam pelayanan dibandingkan praktik dokter.

5. Dituntut peran dan tanggung jawab dokter dalam pengawasan distribusi obat kepada masyarakat.

6. Pemberian obat lebih rasional dibandingkan dispensing.

7. Pelayanan lebih berorientasi kepada pasien (patient oriented) dan menghindarkan material oriented.

Wibowo (2010)

2.3.6 Format Penulisan Resep

Menurut Jas (2009) dalam Amira (2011), resep terdiri dari 6 bagian :

1. Inscriptio : Nama dokter, no. SIP, alamat/telepon/HP/kota/tempat, tanggal penulisan resep. Untuk obat narkotika hanya berlaku untuk satu kota provinsi. Sebagai identitas dokter penulis resep, format inscription suatu resep dari rumah sakit sedikit berbeda dengan resep pada praktik pribadi.

2. Invocatio : permintaan tertulis dokter dalam singkatan latin “R/ = resipe”

artinya ambilah atau berikanlah, sebagai kata pembuka komunikasi dengan apoteker di apotek.

3. Prescriptio atau Ordonatio : nama obat dan jumlah serta bentuk sediaan yang diinginkan.

4. Signatura : yaitu tanda cara pakai, regimen dosis pemberian, rute dan interval waktu pemberian harus jelas untuk keamanan penggunaan obat dan keberhasilan terapi.

5. Subscrioptio : yaitu tanda tangan/ paraf dokter penulis resep berguna sebagai legalitas dan keabsahan resep tersebut.


(28)

6. Pro (diperuntukkan) : dicantumkan nama dan tanggal lahir pasien. Teristimewa untuk obat narkotika juga hatus dicantumkan alamat pasien (untuk pelaporan ke Dinkes setempat).

2.3.7 Kerahasiaan dalam Penulisan Resep

Resep merupakan sarana komunikasi professional antara dokter (penulis resep), APA (penyedia/pembuat obat) dan penderita (yang menggunakan obat) (Lestari, 2002). Oleh karena itu, resep tidak boleh diberikan atau diperlihatkan kepada yang tidak berhak karena resep bersifat rahasia. Rahasia dokter dengan apoteker menyangkut penyakit penderita, khusus beberapa penyakit, dimana penderita tidak ingin orang lain mengetahuinya. Oleh karena itu kerahasiaannya dijaga, kode etik dan tata cara (kaidah) penulisan resep (Jas, 2009).

Menurut Syamsuni (2007) dan Jas (2009) dalam Amira (2011), resep asli harus disimpan di apotek dan tidak boleh diperlihatkan kecuali oleh yang berhak, yaitu :

a. Dokter yang menulis atau merawatnya.

b. Pasien atau keluarga pasien yang bersangkutan. c. Paramedis yang merawat pasien.

d. Apoteker yang mengelola apotek bersangkutan.

e. Aparat pemerintah serta pegawai (kepolisian, kehakiman, kesehatan) yang ditugaskan untuk memeriksa.


(29)

2.3.8 Pola Penulisan Resep

Gambar 2.1 Pola Penulisan Resep

RUMAH SAKIT SUMBER BAHAGIA Jalan Tendean, Astanajapura No. 134 Jakarta Barat

Telp : 5703081-45 / 574903740

No. Resep S/K/M :

Tanggal :

Dr : No

R/ nama obat, bentuk sediaan obat, wadah obat, jumlah wadah, aturan pakai, regimen dosis, rute, interval waktu, paraf dokter.

Pro : Nama Pasien Alamat / No. Tlp : ..……

Tanggal lahir : ……… No. RM : ……….

Yang Menyerahkan Yang Dilegalisir Yang Menerima


(30)

2.3.9 Contoh Resep

Gambar 2.2 Contoh resep

RUMAH SAKIT SUMBER BAHAGIA Jalan Tendean, Astanajapura No. 134 Jakarta Barat

Telp : 5703081-45 / 574903740

No. Resep S/K/M :

Tanggal :

Dr : No

R/ Claneksi Forte Syr. Fls I S 3 dd. Cth I

……… paraf

R/ Toplexil elixir Fls. I S 3 dd. Cth II

……... paraf

R/ Curcuma plus Syr. Fls I S 3 dd. Cth I

…….. paraf

Pro : Nn, Tiara Alamat : Jakarta Barat

Tanggal lahir : 22 Februari 1995 No. RM : 123678

Yang Menyerahkan Yang Dilegalisir Yang Menerima

(………..) (………….……) (…….……...)

INVOCATIO

PRESCRIPTIO

SUBSCRIPTIO SIGNATURA


(31)

2.3.10 Tanda-tanda pada resep

Menurut Jas (2009) dalam Amira (2011) :

1. Tanda Segera, diberikan untuk pasien yang harus segera memerlukan obat, tanda segera atau peringatan dapat ditulis sebelah kanan atas atau bawah blanko resep, yaitu: Cito! = segera, Urgent = penting, Statim = penting sekali dan PIM (Periculum in mora) = berbahaya bila ditunda. Urutan yang didahulukan adalah PIM, Statim, dan Cito!.

2. Tanda tidak dapat diulang, Ne iteratie (N.I). Apabila dokter tidak ingin resepnya diulang, maka tanda N.I ditulis di sebelah atas blanko resep. Resep yang tidak boleh diulang adalah resep yang mengandung obat-obatan narkotik, psikotropik dan obat keras yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau Menteri kesehatan Republik Indonesia.

3. Tanda resep dapat diulang, Iteratie (Iter). Apabila dokter menginginkan agar resepnya dapat diulang, dapat ditulis dalam resep di sebelah kanan atas dengan tulisan iter (Iteratie) dan berapa kali boleh diulang. Misal, iter 3x, artinya resep dapat dilayani 4x (1 + 3x ulangan). Untuk resep yang mengandung narkotika, tidak dapat diulang (N.I) tetapi harus dengan resep baru.

4. Tanda dosis sengaja dilampaui. Tanda seru dan paraf dokter diberi di belakang nama obatnya jika dokter sengaja member obat dosis maksimum dilampaui. 5. Resep yang mengandung narkotik, tidak boleh ada iterasi yang artinya dapat

diulang, aturan pakai jelas yaitu tidak boleh ada tulisan u.c. (usus cognitus) yang berarti pemakaiannya diketahui, tidak boleh ada m.i. (mihipsi) yang berarti untuk dipakai sendiri tetapi obat narkotik di dalam resep diberi garis bawah tinta merah. Selain itu, resep yang mengandung narkotik harus disimpan terpisah dengan resep obat lainnya.

2.3.11 Persyaratan Menulis Resep dan Kaidahnya

Jas 2009 dalam Amira (2011) disebutkan bahwa syarat-syarat dalam penulisan resep mencakup :

1. Resep ditulis jelas dengan tinta dan lengkap di kop resep, tidak ada keraguan dalam pelayanannya dan pemberian obat kepada pasien.


(32)

3. Signatura ditulis dalam singkatan latin dengan jelas, jumlah takaran sendok dengan signa bila genap ditulis angka romawi, tetapi angka pecahan ditulis arabik.

4. Menulis jumlah wadah atau numero (No.) selalu genap, walaupun kita butuh satu setengah botol, harus digenapkan menjadi Fls. II saja.

5. Setelah signatura harus diparaf atau ditandatangani oleh dokter bersangkutan, menunjukkan keabsahan atau legalitas dari resep tersebut terjamin.

6. Jumlah obat yang dibutuhkan ditulis dalam angka romawi. 7. Nama pasien dan umur harus jelas.

8. Khusus untuk peresepan obat narkotika, harus ditandatangani oleh dokter bersangkutan dan dicantumkan alamat pasien dan resep tidak boleh diulangi tanpa resep dokter.

9. Tidak menyingkat nama obat dengan singkatan yang tidak umum (singkatan sendiri), karena menghindari material oriented.

10.Hindari tulisan sulit dibaca hal ini dapat mempersulit pelayanan.

11.Resep merupakan medical record dokter dalam praktik dan bukti pemberian obat kepada pasien yang diketahui oleh farmasi di apotek, kerahasiaannya dijaga.

2.3.12 Menulis Resep

Pedoman cara penulisan resep dokter harus menepati ciri-ciri :

1. Ukuran blanko resep (ukuran lebar 10-12 cm, panjang 15-18 cm) 2. Penulisan nama obat (Bagian Inscriptio):

a. Dimulai dengan huruf besar

b. Ditulis secara lengkap atau dengan singkatan resmi (dalam farmakope Indonesia atau nomenklatur internasional) misal: ac. Salic; acetosal c. Tidak ditulis dengan nama kimia (misal: kalium chloride dengan KCl)

atau singkatan lain dengan huruf capital (missal clorpromazin dengan CPZ)

3. Penulisan jumlah obat


(33)

c. Satuan unit: IU/IU (Internasional Unit)

d. Penulisan jumlah obat dengan satuan biji menggunakan angka Romawi. Misal: - Tab Novalgin no. XII

- Tab Stesolid 5 mg no. X (decem) - m.fl.a.pulv. dt.d.no. X

e. Penulisan alat penakar, dalam singkatan bahasa latin dikenal: - C. = sendok makan (volume 15 ml)

- Cth. = sendok teh (volume 5 ml) - Gtt. = guttae (1 tetes = 0,05 ml)

Catatan: Hindari penggunaan sendok teh dan senok makan rumah tangga karena volumenya tidak selalu 15 ml untuk sendok makan dan 5 ml untuk sendok teh. Gunakan sendok plastik (5 ml) atau alat lain (volume 5, 10, 15 ml) yang disertakan dalam sediaaan cair paten. f. Arti presentase (%)

- 0,5% (b/b) → 0,5 gram dalam 100 gram sediaan - 0,5% (b/v) → 0,5 gram dalam 100 ml sediaan - 0,5% (v/v) → 0,5 ml dalam 100 ml sediaan

g. Hindari penulisan dengan angka desimal (misal: 0,...; 0,0....; 0,00..) 4. Penulisan kekuatan obat dalam sediaan obat jadi (generik/paten) yang

beredar di pasaran dengan beberapa kekuatan, maka kekuatan yang diminta harus ditulis, misalkan Tab. Primperan 5 mg atau Tab. Primperan 10 mg.

Penulisan volume obat minum dan berat sediaan topikal dalam tube dari sediaan jadi/paten yang tersedia beberapa kemasan, maka harus ditulis, misal:

- Allerin exp. Yang volume 60 ml atau 120 ml - Garamycin cream yang 5 mg/tube atau 15mg/tube

5. Penulisan bentuk sediaan obat (merupakan bagian subscriptio) dituliskan tidak hanya untuk formula magistralis, tetapi juga untuk formula officialis dan spesialistis.

Misal: m.f.l.a.pulv. No. X Tab Antangin mg 250 X Tab Novalgin mg 250 X


(34)

6. Penulisan jadwal dosis/aturan pemakaian (bagian signatura)

a. Harus ditulis dengan benar. Misal: s.t.d.d. pulv. I.p.c atau s.p.r.n.t.d.d.tab.I

b. Untuk pemakaian yang rumit seperti pemakaian ”tapering up/down” gunakan tanda s.u.c (usus cognitus = pemakaian sudah tahu). Penjelasan kepada pasien ditulis pada kertas dengan bahasa yang dipahami.

7. Setiap selesai menuliskan resep diberi tanda penutup berupa garis penutup (untuk 1 R/) atau tanda pemisah di antara R/ (untuk > 2R/) dan paraf/tanda tangan pada setiap R/.

8. Resep ditulis sekali jadi, tidak boleh ragu-ragu, hindari coretan, hapusan dan tindasan.

9. Penulisan tanda Iter (Itteretur/ harap diulang) dan N.I. (Ne Iterretur/tidak boleh diulang).

- Resep yang memerlukan pengulanagan dapat diberi tanda: Iter (n)X di sebelah kanan atas dari resep untuk seluruh resep yang diulang. Bila tidak semua resep, maka ditulis di bawah setiap resep yang diulang. - Resep yang tidak boleh diulang, dapat diberi tanda: N.I di sebelah

kanan atas dari resep untuk seluruh resep yang tidak boleh diulang. Bila tidak semua resep, maka ditulis di bawah setiap resep yang diulang.

10.Penulisan tanda Cito atau PIM. Apabila diperlukan agar resep segera dilayani karena obat sangat diperlukan bagi penderita, maka resep dapat diberi tanda Cito atau PIMdan harus ditulis di sebelah kanan atas resep.

2.3.13 Prinsip penulisan resep di Indonesia adalah :

Setiap negara mempunyai ketentuan sendiri tentang informasi apa yang harus tercantum dalam sebuah resep (WHO, 1994). Berikut ini prinsip penulisan resep yang berlaku di Indonesia (Jas, 2009) dalam Amira (2011):

1. Obat ditulis dengan nama paten/dagang, generik, resmi atau kimia

2. Karakteristik nama obat ditulis harus sama dengan yang tercantun di label kemasan.


(35)

4. Bentuk sediaan dan jumlah obat ditentukan dokter penulis resep. 5. Signatura ditulis dalam singkatan bahasa latin.

6. Pro atau peruntukan dinyatakan umur pasien.

2.4SKRINING RESEP

Resep obat adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada Apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku (PerMenKes No. 35 tahun 2014). Apotek wajib melayani resep dokter dan dokter gigi karena pelayanan resep sepenuhnya atas tanggung jawab apoteker pengelola apotek (Lestari, 2010)

Menurut Lia (2007), Apoteker wajib memberi informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien. Informasi meliputi cara penggunaan obat, dosis dan frekuensi pemakaian, lamanya obat digunakan indikasi, kontra indikasi, kemungkinan efek samping dan hal-hal lain yang diperhatikan pasien. Apabila apoteker menganggap dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, harus diberitahukan kepada dokter penulis resep. Bila karena pertimbangannya dokter tetap pada pendiriannya, dokter wajib membubuhkan tanda tangan atas resep. Salinan resep harus ditanda tangani oleh apoteker

Pelayanan resep didahului dengan proses skrining resep yang dapat ditinjau dari 3 aspek kelengkapan resep yang mencakup persyaratan administrasi (nama pasien, nama dokter, alamat, paraf dokter, umur, berat badan, jenis kelamin), persyaratan farmasetik (bentuk sediaan, kekuatan sediaan, stabilitas dan kompatibilitas) dan persyaratan klinis (ketepatan indikasi dan dosis obat, aturan, cara dan lama penggunaan obat, duplikasi dan/atau polifarmasi, reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping obat, manifestasi klinis lain), kontraindikasi dan interaksi obat). (Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 tahun 2014).

Resep yang lengkap harus ada nama, alamat dan nomor ijin praktek dokter, tempat dan tanggal resep, tanda R pada bagian kiri untuk tiap penulisan resep, nama obat dan jumlahnya, kadang-kadang cara pembuatan atau keterangan


(36)

lain yang dibutuhkan, aturan pakai, nama pasien, serta tanda tangan atau paraf dokter (Syamsuri, 2006)

Menurut Lestari (2002) tinjauan kelengkapan obat meliputi : a. Pemeriksaan dosis

b. Frekuensi pemberian c. Adanya polifarmasi

d. Interaksi obat yaitu reaksi yang terjadi antara obat dengan senyawa kimia (obat lain, makanan) di dalam tubuh maupun pada permukaan tubuh yang dapat mempengaruhi kerja obat sehingga dapat terjadi peningkatan/pengurangan kerja obat atau bahkan obat sama sekali tidak menimbulkan efek

e. Karakteristik penderita atau kondisi penyakit yang menyebabkan pasien menjadi kontra indikasi dengan obat yang diberikan.

Peracikan merupakan kegiatan menyiapkan, mencampur, mengemas dan memberi etiket pada wadah. Pada waktu menyiapkan obat harus melakukan perhitungan dosis, jumlah obat dan penulisan etiket yang benar. Sebelum obat diserahkan kepada penderita perlu dilakukan pemeriksaan akhir dari resep meliputi tanggal, kebenaran jumlah obat dan cara pemakaian. Penyerahan obat disertai pemberian informasi dan konseling untuk penderita beberapa penyakit tertentu (Lestari, 2002).

2.4.1 Penulisan Resep Obat Yang Rasional

Penulisan resep yang tepat dan rasional merupakan penerapan berbagai ilmu, karena begitu banyak variabel-variabel yang harus diperhatikan, maupun variabel unsur obat dan kemungkinan kombinasi obat, ataupun variabel penderitanya secara individual. Resep yang jelas adalah tulisannya terbaca. Misalnya nama obatnya ditulis secara betul dan sempurna/lengkap. Nama obat harus ditulis dengan betul, hal ini perlu mendapat perhatian karena banyak obat yang tulisannya atau bunyinya hampir sama, sedangkan khasiatnya berbeda.


(37)

Resep yang tepat, aman dan rasional adalah resep yang memenuhi lima tepat, ialah sebagai berikut:

1. Tepat obat; obat dipilih dengan mempertimbangkan manfaat dan resiko, rasio antara manfaat dan harga, dan rasio terapi.

2. Tepat dosis; dosis ditentukan oleh factor obat (sifat kimia, fisika dan toksisitas), cara pemberian obat (oral, parenteral, rektal, lokal), faktor penderita (umur, berat badan, jenis kelamin, ras, toleransi, obesitas, sensitivitas individu dan patofisiologi).

3. Tepat bentuk sediaan obat; menentukan bentuk sediaan berdasarkan efek terapi maksimal, efek samping minimal, aman dan cocok, mudah, praktis dan harga murah.

4. Tepat cara dan waktu penggunaan obat; obat dipilih berdasarkan daya kerja obat, bioavailabilitas, serta pola hidup penderita (pola makan, tidur, defekasi dan lain-lainnya).

5. Tepat penderita; obat disesuaikan dengan keadaan penderita yaitu bayi, anak-anak, dewasa dan orang tua, ibu menyusui, obesitas, dan malnutrisi.

Beberapa kebiasaan peresepan yang tidak rasional akan mempengaruhi mutu pengobatan dan pelayanan secara langsung atau tidak langsung. Secara luas mempunyai pengaruh terhadap upaya penurunan mortalitas dan morbiditas penyakit-penyakit tertentu, misalnya kebiasaan selalu memberikan antibiotik dan antidiare terhadap kasus-kasus diare akut, dengan melupakan pemberian oralit akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas dari setiap kasus diare dengan penanganan tersebut.

Evaluasi penulisan resep bertujuan untuk mencegah kesalahan penulisan resep dan ketidaksesuaian pemilihan obat bagi individu tertentu. Kesalahan penulisan dan ketidaksesuaian pemilihan obat untuk penderita tertentu dapat menimbulkan ketidaktepatan dosis, interaksi obat yang merugikan, kombinasi antagonis dan duplikasi penggunaan. Penyampaian obat untuk penderita biasanya dengan cara penulisan resep. Resep atau order tersebut sebelum disiapkan harus dikaji terlebih dahulu oleh apoteker. Pengkajian resep obat oleh apoteker sebelum


(38)

disiapkan merupakan salah satu kunci keterlibatan apoteker dalam proses penggunaan obat (Lia, 2007).

Pengkajian ketepatan atau evaluasi penulisan obat dalam resep, dilakukan dengan mengacu pada kriteria atau standar penggunaan obat yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Kriteria tersebut pada umumnya dibuat oleh panitia farmasi dan terapi didasarkan pada pustaka mutakhir dan refleksi pengalaman klinik dari staf medik di rumah sakit. Kriteria ini digunakan oleh apoteker untuk mengevaluasi resep atau order dokter.

Resep yang tepat, aman, dan rasional adalah resep yang memenuhi 6 (enam) tepat, ialah setelah diagnosanya tepat maka kemudian :

1. Memilih obatnya tepat sesuai dengan penyakitnya 2. Dosis yang tepat

3. Bentuk sediaan yang tepat 4. Waktu yang tepat

5. Cara yang tepat

6. Penderita yang tepat (Lestari, 2002).

2.4.2 Permasalahan Dalam Menulis Resep

Banyak permasalahan yang timbul dalam penulisan resep, karena hal ini menyangkut dengan pelayanan kesehatan yang bersifat holistik. Kesalahan yang dapat timbul berupa :

1. Kesalahan dalam penulisan resep, dimana dokter gagal untuk mengkomunikasikan info yang penting, seperti :

- Meresepkan obat, dosis atau rute bukan yang sebenarnya dimaksudkan. - Menulis resep dengan tidak jelas atau tidak terbaca

- Menulis nama obat dengan menggunakan singkatan atau nomenklatur yang tidak terstandarisasi

- Menulis instruksi obat yang ambigu

- Meresepkan satu tablet yang tersedia lebih dari satu kekuatan obat tersebut - Tidak menuliskan rute pemberian untuk obat yang dapat diberikan lebih


(39)

- Meresepka obat untuk diberikan melalui infus intavena intermitten tanpa menspesifikasi durasi penginfusan.

- Tidak mencantumkan tanda tangan penulis resep. 2. Kesalahan dalam transkripsi

- Saat datang ke rumah sakit, secara tidak sengaja tidak meresepkan obat yang digunakan pasien sebelum ke rumah sakit.

- Meneruskan kesalahan penulisan resep dari dokter yang sebelumnya ketika menuliskan resep obat untuk pasien saat datang ke rumah sakit. - Menyalin instruksi obat dengan tidak benar ketika menulis ulang di daftar

obat pasien.

- Untuk resep yang dibawa pulang tanpa sengaja berbeda dengan daftar obat yang diresepkan untuk pasien rawat inap (Cahyono, 2008).

2.4.3 Medication Error

Dalam Charles dan Endang, (2006) menyebutkan bahwa medication error adalah kejadian merugikan pasien akibat penanganan tenaga kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah. Hasil dari medication error ini biasanya menyebabkan terjadinya pemakaian obat yang tidak tepat.

Kejadian medication error dapat terjadi dalam 4 bentuk yaitu:

1. Prescribing error : Kesalahan yang terjadi selama proses peresepan obat atau penulisan resep. Dalam penulisan resep yang biasanya terjadi adalah kesalahan penulisan dosis, lupa menulis kadar obat, tulisan tangan pada resep yang tidak terbaca, tidak adanya aturan pakai, tidak jelas nama obat

2. Transcribing error : Kesalahan yang terjadi pada saat membaca resep

3. Dispensing error : Kesalahan yang terjadi selama proses peracikan obat meliputi content errors dan labelling errors. Jenis dispensing error ini dapat berupa pemberian obat yang tidak tepat dan obat tidak sesuai dengan resep. 4. Administration error : Kesalahan yang terjadi selama proses pemberian obat


(40)

2.5 INTERAKSI OBAT

2.5.1 Pengertian Interaksi Obat

Interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori masalah terkait obat (drug-related problem) yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi obat yang dapat mempengaruhi outcome klinis pasien. Sebuah interaksi obat terjadi ketika farmakokinetika atau farmakodinamika obat dalam tubuh diubah oleh kehadiran satu atau lebih zat yang berinteraksi (Piscitelli, 2005). Definisi lain dalam Baxter (2008), interaksi obat dikatakan terjadi ketika efek suatu obat berubah karena keberadaan suatu obat lain, obat herbal, makanan, minuman atau karena adanya agen kimia lingkungan.

2.5.2 Mekanisme Interaksi Obat

Mekanisme interaksi obat pemberian suatu obat (A) dapat mempengaruhi aksi obat lainnya (B) dengan satu dari dua mekanisme berikut:

1. Modifikasi efek farmakologi obat B tanpa mempengaruhi konsentrasinya di cairan jaringan (interaksi farmakodinamik).

2. Mempengaruhi konsentrasi obat B yang mencapai situs aksinya (interaksi farmakokinetik).

- Interaksi ini penting secara klinis mungkin karena indeks terapi obat B sempit (misalnya, pengurangan sedikit saja efek akan menyebabkan kehilangan efikasi dan atau peningkatan sedikit saja efek akan menyebabkan toksisitas).

- Interaksi ini penting secara klinis mungkin karena kurva dosis-respon curam (sehingga perubahan sedikit saja konsentrasi plasma akan menyebabkan perubahan efek secara substansial).

- Untuk kebanyakan obat, kondisi ini tidak ditemui, peningkatan yang sedikit besar konsentrasi plasma obat-obat yang relatif tidak toksik seperti penisilin hampir tidak menyebabkan peningkatan masalah klinis karena batas keamanannya lebar.

- Sejumlah obat memiliki hubungan dosis-respon yang curam dan batas terapi yang sempit, interaksi obat dapat menyebabkan masalah utama,


(41)

sebagai contohnya obat antitrombotik, antidisritmik, antiepilepsi, litium, sejumlah antineoplastik dan obat-obat imunosupresan

(Hashem, 2005)

Mekanisme interaksi obat dapat terjadi secara farmaseutik atau inkompatibilitas, farmakokinetik dan farmakodinamik.

2.5.2.1Interaksi Farmaseutik

Interaksi farmaseutik atau inkompatibilitas terjadi diluar tubuh sebelum obat diberikan antara obat yang tidak dapat bercampur (inkompatibel). Pencampuran obat tersebut menyebabkan terjadinya interaksi langsung secara fisik atau kimiawi, yang hasilnya mungkin terlihat sebagai pembentukan endapan, perubahan warna dan mungkin juga tidak terlihat secara visual. Interaksi ini biasanya mengakibatkan inaktivasi obat (Setiawati 2007).

2.5.2.2Interaksi Farmakokinetik

Interaksi farmakokinetik terjadi jika salah satu obat mempengaruhi absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat kedua, sehingga kadar plasma obat kedua meningkat atau menurun. Akibatnya terjadi peningkatan toksisitas atau penurunan efektivitas obat tersebut.

a. Mempengaruhi absorpsi

Kebanyakan interaksi yang dapat mengubah absorpsi obat terjadi di saluran cerna. Terdapat banyak mekanisme dimana suatu obat secara teori dapat mengubah absorpsi dari obat lain. Termasuk di dalamnya mengubah aliran darah splanchnic, motilitas saluran cerna, pH saluran cerna, kelarutan obat, metabolism di saluran cerna, flora saluran cerna ataupun mukosa saluran cerna. Namun sebagian besar interaksi yang penting secara klinis melibatkan pembentukan dari complex yang tidak dapat diabsorpsi (Tatro, 2009)

b. Mempengaruhi distribusi

Ikatan dengan protein: setelah diserap, obat dibawa oleh darah ke jaringan dan reseptor. Jumlah obat yang berikatan dengan reseptor ditentukan oleh absorpsi, metabolisme, ekskresi dan ikatan dengan situs yang tidak aktif, serta afinitas obat terhadap reseptor dan aktivitas intrinsic obat. Yang perlu


(42)

diperhatikan adalah obat yang terikat kuat pada albumin plasma dan potensi perpindahan obat dari situs ikatan dengan albumin karena adanya pemberian obat lain yang juga berikatan kuat dengan albumin. Mekanisme inilah yang banyak digunakan untuk menjelaskan banyak interaksi. Perpindahan obat dari ikatan dengan situs yang tidak aktif dapat meningkatkan konsentrasi serum dari obat aktif tanpa adanya perubahan yang nyata pada konsentrasi total serum. Namun interaksi ini tidak terlalu penting secara klinis karena cepatnya pencapaian kesetimbangan yang baru (Tatro, 2009)

Ikatan dengan reseptor: situs ikatan dengan selain albumin terkadang penting dalam interaksi obat. Sebagai contoh, penggantian tempat digoxin oleh quinidine dari situs ikatan di otot rangka dapat meningkatkan konsentrasi serum digoksin (Tatro, 2009)

c. Mempengaruhi metabolisme (Tatro, 2009)

Untuk mencapai efek sistemik, obat harus mencapai situs reseptor, yang berarti obat tersebut harus mampu melintasi membrane plasma lipid. Oleh karena itu, obat tersebut setidaknya harus larut di dalam lipid. Peran metabolisme adalah mengubah senyawa aktif yang larut di dalam lipid menjadi senyawa tidak aktif yang larut di dalam air sehingga dapat diekskresikan secara efisien. Sebagian besar enzim terdapat di permukaan endotelium hati. Suatu enzim mikrosomal hati yang penting yaitu isoenzim sitokrom p-450 yang bertanggung jawab dalam oksidasi kebanyakan obat dan merupakan enzim yang paling sering di induksi oleh suatu obat lain.

Induksi enzim adalah merangsang peningkatan aktivitas enzim. Peningkatan aktivitas enzim disebabkan karena peningkatan jumlah keberadaan enzim. Terdapat sekitar 400 obat dan bahan kimia yang merupakan agen penginduksi enzim pada hewan. Secara klinis, fenobarbital, fenitoin, karbamazepin dan rifampisin merupakan obat penginduksi enzim terbesar. Untuk obat yang dimetabolisme oleh enzim yang diinduksi, diperlukan peningkatan dosis saat digunakan bersamaan dengan obat penginduksi enzim dan dosis diturunkan ketika obat tersebut dihentikan.


(43)

peningkatan konsentrasi serum obat tersebut dan terutama jika obat tersebut memiliki indeks terapi sempit maka dapat berpotensi toksis.

d. Mempengaruhi ekskresi

Interaksi yang mempengaruhi ekskresi umumnya mempengaruhi transport aktif di dalam tubulus ataupun efek pH pada transport pasif dari asam lemah dan basa lemah. Dalam kasus terbaru, ada sedikit obat yang secara klinis dipengaruhi oleh perubahan pH urin, seperti fenobarbital dan salisilat. Perubahan presentasi sodium pada ginjal mempengaruhi ekskresi dan level serum lithium (Tatro, 2009).

2.5.2.3Interaksi Farmakodinamik

Interaksi farmakodinamik adalah interaksi yang terjadi antara obat yang memiliki efek farmakologis, antagonis atau efek samping yang hampir sama. Interaksi ini dapat terjadi karena kompetisi pada reseptor atau terjadi antara obat-obat yang bekerja pada sistem fisiologis yang sama. Interaksi ini biasanya dapat diprediksi dari pengetahuan tentang farmakologi obat-obat yang berinteraksi (Tatro, 2009).

a. Interaksi aditif atau sinergis

Jika dua obat yang memiliki efek farmakologis yang sama diberikan bersamaan efeknya bisa bersifat aditif. Sebagai contoh, alkohol menekan SSP, jika diberikan dalam jumlah sedang dosis terapi normal sejumlah besar obat (misalnya ansiolitik, hipnotik, dan lain-lain), dapat menyebabkan mengantuk berlebihan. Kadang-kadang efek aditif menyebabkan toksik (misalnya aditif ototoksisitas, nefrotoksisitas, depresi sumsum tulang dan perpanjangan interval QT) (Stockley, 2008).

b. Interaksi antagonis atau berlawanan

Berbeda dengan interaksi aditif, ada beberapa pasang obat dengan kegiatan yang bertentangan satu sama lain. Misalnya kumarin dapat memperpanjang waktu pembekuan darah yang secara kompetitif menghambat efek vitamin K. Jika asupan vitamin K bertambah, efek dari antikoagulan oral dihambat dan waktu protrombin dapat kembali normal, sehingga menggagalkan manfaat terapi pengobatan antikoagulan (Stockley, 2008).


(44)

c. Sindrom serotonin (Thanacoody, 2012)

Menurut Boyer dan Shannon (2005) sindrom serotonin berhubungan dengan kelebihan serotonin yang disebabkan oleh penggunaan suatu obat, overdosis atau adanya interaksi antar obat. Meskipun kasus yang parah jarang terjadi, kasus ini menjadi semakin mudah dikenali pada pasien yang menerima kombinasi obat serotonergik.

Sindrom serotonin dapat terjadi ketika dua atau lebih obat yang mempengaruhi serotonin diberikan pada saat bersamaan atau penggunaan obat serotonergik lain setelah penghentian salah satu obat serotonergik. Sindrom ini ditandai dengan gejala termasuk kebingungan, disorientasi, gerakan yang abnormal, refleks berlebih, demam, berkeringat, diare, hipotensi ataupun hipertensi. Diagnosis ditegakkan jika tiga atau lebih gejala tersebut muncul dan tidak ditemukannya penyebab lain.

d. Interaksi obat atau uptake neurotransmitter

Aksi sejumlah obat untuk mencapai situs aksi pada neuron adrenergic dapat dicegah dengan adanya obat lain. Antidepresan trisiklik mencegah reuptake noradrenalin ke neuren adrenergik perifer. Pasien yang menggunakan antidepresan trisiklik dan diberi noradrenalin secara parenteral menunjukkan peningkatan respon seperti hipertensi dan takikardi. Efek antihipertensi dari klonidin juga dapat dihambat oleh antidepresan trisiklik, salah satu penyebabnya yaitu terjadinya penghambatan uptake klonidin pada SSP (Baxter, 2008).

2.5.3 Tingkat Keparahan Interaksi Obat

Keparahan interaksi diberi tingkatan dan dapat diklasifikasikan ke dalam tiga level : minor, moderate, atau major.

1. Keparahan minor

Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan minor jika interaksi mungkin terjadi tetapi dipertimbangkan signifikan potensial berbahaya terhadap pasien jika terjadi kelalaian. Contohnya adalah penurunan absorbsi ciprofloxacin oleh antasida ketika dosis diberikan kurang dari dua jam


(45)

2. Keparahan moderate

Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan moderate jika satu dari bahaya potensial mungkin terjadi pada pasien, dan beberapa tipe intervensi/monitor sering diperlukan. Efek interaksi moderate mungkin menyebabkan perubahan status klinis pasien, menyebabkan perawatan tambahan, perawatan di rumah sakit dan atau perpanjangan lama tinggal di rumah sakit. Contohnya adalah dalam kombinasi vankomisin dan gentamisin perlu dilakukan monitoring nefrotoksisitas (Bailie, 2004).

3. Keparahan major

Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan major jika terdapat probabilitas yang tinggi kejadian yang membahayakan pasien termasuk kejadian yang menyangkut nyawa pasien dan terjadinya kerusakan permanen (Bailie, 2004). Contohnya adalah perkembangan aritmia yang terjadi karena pemberian eritromisin dan terfenadin (Piscitelii, 2005).


(46)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di RUMKITAL Dr. Mintohardjo dan waktu pengumpulan data dilakukan bulan Februari-Maret 2015

3.2 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif yang bersifat retrospektif. Penelitian deskriptif berarti data yang telah didapatkan dideskripsikan secara objektif dengan memaparkan fenomena yang terjadi dengan bantuan tabel atau gambar. Penelitian ini bersifat retrospektif dengan melakukan pengamatan terhadap kelengkapan resep bulan Januari 2015.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1Populasi

Menurut Arikunto (2010), populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang dapat terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, gejala, nilai tes atau peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu dalam suatu penelitian. Populasi yang digunakan sebagai objek penelitian adalah seluruh resep rawat jalan yang masuk ke unit farmasi RUMKITAL Dr. Mintohardjo pada bulan Januari 2015 yaitu sebanyak 6.937 lembar resep.

3.3.2Sampel

Penetapan sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling yaitu pengambilan sampel secara acak, yang dimana diasumsikan populasi yang diambil homogen, jadi setiap anggota populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel (Notoadmodjo, 2010). Adapun caranya adalah dengan mengambil secara acak, tanpa memperlihatkan tingkatan yang ada dalam populasi. Jumlah sampel yang diambil ditentukan dengan Rumus Slovin digunakan untuk menentukan ukuran


(47)

sampel minimal (n) jika diketahui ukuran populasi (N) pada taraf signifikan α adalah :

n =

n =

= 378

Berdasarkan hasil perhitungan, maka didapat hasil 378 lembar resep sebagai jumlah sampel minimal yang diperoleh dalam penelitian. Jumlah tersebut adalah jumlah resep yang diambil selama bulan Januari 2015. Untuk meningkatkan validasi hasil penelitian, maka jumlah lembar resep yang digunakan dalam penelitian ini adalah 400 lembar resep.

3.4 Kriteria Inklusi dan Kriteria Ekslusi

3.4.1 Kriteria inklusi :

Kriteria inklusi yang digunakan yaitu resep pasien rawat jalan di RUMKITAL Dr. Mintohardjo pada bulan Januari 2015 yang belum dilakukan analisa.

3.4.2 Kriteria ekslusi :

Kriteria ekslusi yang digunakan yaitu resep pasien rawat jalan di RUMKITAL Dr. Mintohardjo pada bulan Januari 2015 yang sudah dilakukan analisa oleh Apoteker RUMKITAL Dr. Mintohardjo.


(48)

3.5 Kerangka Konsep

3.6 Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Ukuran Skala

1. Kelengkapan - Lengkap secara

administrasi (data pasien, paraf dokter, legalitas narkotik dan kesesuaian dengan formularium) - Lengkap secara Farmasetik

(bentuk sediaan dan ketercampuran obat) - Lengkap secara Klinis

(nama obat, ketepatan dosis, signa, rute pemberian, frekuensi pemberian dan interaksi obat)

Menilai / melihat / mengobservasi resep pasien rawat

jalan di

RUMKITAL Dr. Mintohardjo

- Lengkap bila secara administrasi,

farmasetik dan klinis terpenuhi

- Tidak lengkap bila secara administrasi, farmasetik dan klinis tidak terpenuhi

Nominal

2. Data pasien Informasi utama mengenai Menilai / melihat - Lengkap bila data Nominal Resep rawat jalan yang masuk ke apotek rawat jalan

RUMKITAL Dr. Mintohardjo bulan Januari 2015

Memenuhi kriteria inklusi

Pengkajian resep Kelengkapan Kejelasan Ketepatan Terpenuhi Analisis Administrasi

- Data Pasien - Paraf Dokter - Legalitas Narkotik - Kesesuaian dengan

Formularium Obat

Analisis Farmasetik

- Bentuk Sediaan - Ketercampuran

Obat

Analisis Klinis

- Nama Obat - Ketepatan Dosis - Signa

- Rute pemberian - Frekuensi Pemberian - Interaksi Obat

Memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi


(49)

medis pasein. alamat, tanggal lahir dan no

rekam medis

pasein)

data pasien tidak terpenuhi

3. Paraf dokter Tanda tangan atau stempel nama dokter penulis resep yang berguna sebagai legalitas resep tersebut

Menilai / melihat kelengkapan paraf dokter penulis resep

- Lengkap bila paraf dokter terpenuhi - Tidak lengkap bila

paraf dokter tidak terpenuhi

Nominal

4. Legalitas narkotik

Keabsahan atau keaslian

resep pasien yang

mengandung obat narkotik

Menilai / melihat / mengobservasi kelengkapan dari legalitas narkotik dengan

melampirkan

fotokopi KTP

pasien

- Legal bila resep yang mengandung narkotik disertai fotokopi KTP pasien

- Tidak legal bila resep

yang mengandung

narkotik tidak disertai fotokopi KTP pasien

Nominal

5. Formularium obat

Kompilasi nama obat yang telah disepakati untuk digunakan di Rumah Sakit beserta informai dosis, indikasi, kontraindikasi, peringatan, efek samping, toksisitas, dll.

Menilai / melihat / mengobservasi kesesuaian resep dengan

formularium obat.

- Sesuai bila tidak ada keterangan ne det / nd pada resep

- Tidak sesuai bila ada keterangan ne det / nd pada resep

Nominal

6. Bentuk sediaan

Bentuk tertentu sesuai kebutuhan, mengandung suatu zat aktif atau lebih

dalam pembawa yang

digunakan sebagai obat dalam atau obat luar

Menilai / melihat / mengobservasi kejelasan

penulisan bentuk sediaan

- Jelas bila penulisan bentuk sediaan ditulis dengan jelas

- Tidak jelas bila penulisan bentuk sediaan ditulis dengan tidak jelas

Nominal

7. Ketercampur-an obat (puyer)

Salah satu bentuk sediaan obat yang biasanya didapat dengan menghaluskan atau menghancurkan sediaan obat tablet atau kaplet yang terdiri atas sedikitnya dua macam obat

Menilai / melihat / mengobservasi kompatibilitas dari resep yang dibuat puyer

- Kompatibel bila resep yang dibuat puyer kompatibel

- Tidak kompatibel bila resep yang dibuat puyer tidak kompatibel

Nominal

8. Nama obat Label atau sebutan yang diberikan pada obat

Menilai / melihat / mengobservasi kejelasan

penulisan nama obat

- Jelas bila penulisan nama obat ditulis dengan jelas dan terang

- Tidak jelas bila penulisan nama obat ditulis dengan tidak jelas.

Nominal

9. Dosis obat Takaran obat yang diberikan

kepada pasien yang

mendapat terapi, tercantum pada resep.

Menilai / melihat / mengobservasi kejelasan

penulisan dan ketepatan dosis obat

- Tepat bila dosis yang diberikan sesuai

dengan yang

dibutuhkan pasien - Tidak tepat bila dosis

yang diberikan tidak sesuai dengan yang dibutuhkan pasien

Nominal

10. Signa Petunjuk penggunaan obat

bagi pasien pada bagian resep yang ditulis oleh dokter

Menilai / melihat / mengobservasi kejelasan

- Jelas bila penulisan signa obat ditulis dengan jelas.


(50)

penulisan signa obat ditulis dengan tidak jelas.

11. Rute pemberian

Jalur obat masuk ke dalam tubuh

Menilai / melihat / mengobservasi kejelasan

penulisan rute pemberian obat

- Jelas bila penulisan rute pemberian ditulis dengan jelas.

- Tidak jelas bila

penulisan rute

pemberian ditulis dengan tidak jelas.

Nominal

12. Frekuensi pemberian

Jangka waktu pemberian obat yang tercantum pada resep

Menilai / melihat / mengobservasi kejelasan

penulisan dan ketepatan

frekuensi pemberian obat

- Tepat bila frekuensi pemberian obat yang diberikan sesuai

dengan yang

dibutuhkan pasien - Tidak tepat bila dosis

yang diberikan tidak sesuai dengan yang dibutuhkan pasien

Nominal

13. Interaksi obat Situasi dimana suatu zat memengaruhi aktivitas suatu obat, yaitu meningkatkan atau menurunkan efeknya, atau menghasilkan efek baru yang tidak diinginkan atau direncanakan

Menilai / melihat / mengobservasi kemungkinan terjadinya interaksi obat

- Ada, bila dalam peresepan berpotensi mengalami interaksi obat

- Tidak ada bila dalam

peresepan tidak

berpotensi mengalami interaksi obat

Nominal

3.7 Tata Cara Penelitian

Terdapat tiga tahapan penelitian yaitu tahap perencanaan, tahap pengambilan data dan tahap penyelesaian data.

1. Tahap Perencanaan

Tahap perencanaan dimulai dengan penentuan masalah dan analisis situasi. Di dalam penentuan masalah ditetapkan masalah yang akan diteliti. Sedangkan yang termasuk di dalam analisis situasi adalah perijinan dan diskusi dengan pihak mitra dalam hal ini RUMKITAL Dr. mintohardjo. 2. Tahap pengambilan data

Setelah berdiskusi dengan pihak rumah sakit dan mendapat ijin penelitian, maka dilakukan pengambilan data secara retrospektif dengan melihat resep pasien bulan Januari 2015 yang dilakukan adalah mengamati dan mencatat semua bentuk-bentuk kelengkapan resep dan terkait obat dari formulir yang telah dibuat.


(51)

b. Kemudian dilakukan random sampling menggunakan rumus slovin dengan ukuran sampel minimal yang dihasilkan adalah 378 lembar resep. Untuk meningkatkan validasi hasil penelitian, maka jumlah lembar resep yang digunakan dalam penelitian ini adalah 400 lembar resep.

3. Tahap pengolahan data

Setelah pengumpulan data selesai dilakukan, maka dilakukan pengolahan data. Proses pengolahan data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

a. Analisa kelengkapan resep

Setelah dilakukan sampling, selanjutnya resep tersebut dilakukan pengamatan satu persatu dengan cara mencatat semua bentuk-bentuk kelengkapan resep dan diamati dari formulir yang telah dibuat.

b. Data yang telah diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam komputer untuk melihat presentase kelengkapan resep yang sudah diamati.

c. Selanjutnya dilakukan analisa dari hasil pengamatan.

3.8 Cara Kerja

1. Alat pengumpulan data

Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder yang diperoleh dari resep rawat jalan yang masuk di unit farmasi RUMKITAL Dr. Mintohardjo bulan Januari 2015 yang telah dilakukan random sampling sebanyak 600 lembar resep.

2. Pengumpulan data

Data yang dikumpulkan berupa kelengkapan resep yang meliputi: a. Keabsahan resep :

- Data pasien - Penulisan obat - Signa obat - Paraf dokter - Legalitas narkotik - Formularium obat


(52)

b. Terkait obat : - Dosis sediaan - Bentuk sediaan - Rute pemberian - Frekuensi pemberian - Ketercampuran obat

- Efek samping obat : untuk efek samping obat peneliti menganggap 100%, karena dalam setiap obat pasti mempunyai efek samping yang mungkin muncul pada pasien atau bahkan tidak muncul

- Interaksi obat

3.9 Analisis Data

Data yang telah diperoleh kemudian dikumpulkan dan dilakukan analisis. Analisis data dilakukan menggunakan program Microsoft Office Excel 2007 dan program SPSS (Stastistical Package for The Social Science) 16.0.

Pengolahan data yang dilakukan meliputi analisis univariat dan bivariat. Analisis univariat adalah analisis yang digunakan untuk menganalisis setiap variabel yang ada secara deskriptif (Notoatmojo, 2003).

Adapun pengolahan data dengan menggunakan analisis univariat ialah kelengkapan resep pada bulan Januari 2015 di RUMKITAL Dr. Mintohardjo. Analisis yang dilakukan didasarkan dari pengamatan satu persatu dengan cara mencatat semua bentuk-bentuk kelengkapan resep dengan menggunakan formulir yang telah dibuat.

Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan / berkolerasi. Adapun pengolahan data menggunakan analisis bivariat bertujuan untuk melihat hubungan antara jumlah jenis obat dalam satu resep dengan banyaknya kejadian interaksi obat yang ada. Dalam penelitian ini menggunakan uji chi-square atau uji kai kuadrat dengan interpretasi hasil p value < 0,05.


(1)

Amlodipin

+

Diovan

+

Lodem + Eclid + Simvastatin

+ Bicnat + Asam Folat

Amlodipin

meningkatkan

efek

Simvastatin

Simvastatin meningkatkan efek

Diovan

Mayor

Moderat

Tidak diketahui

Tidak diketahui

1

Amlodipin + Diovan + Asam

Folat + CaCO

3

+ Bicnat +

Gimepirid + Metformin

CaCO3

menurunkan

efek

Amlodipin

Metformin

menurunkan

efek

Asam Folat

Mayor

Moderat

Farmakodinamik

(antagonis)

Tidak diketahui

1

Amlodipin + Diovan + Lasix

+ Asam Folat + CaCO3 +

Bicnat + Aminoral

Diovan meningkatkan sedangkan

furosemid menurunkan serum

potasium

CaCO3

menurunkan

efek

Amlodipin

Furosemid

menurunkan

efek

Asam Folat

Furosemid

menurunkan

efek

CaCO3

Mayor

Mayor

Minor

Minor

Farmakodinamik

(antagonis)

Farmakodinamik

(antagonis)

Tidakdiketahui

Farmakodinamik

(sinergis)

1

Amlodipin + CaCO3 + Bicnat

+ Simvastatin + Aspirin +

Aminoral + Candesartan

Amlodipin

meningkatkan

efek

Simvastatin

Aspirin

menurunkan

efek

Candesartan

CaCO3

menurunkan

efek

Amlodipin

Bicnat dan Aspirin

Bicnat dan Aspirin

Mayor

Mayor

Minor

Minor

Minor

Farmakokinetik

Farmakodinamik

(antagonis)

Farmakodinamik

(sinergis)

Farmakokinetik

Tidak diketahui

1

Amlodipin + Diovan + Asam

Folat + CaCO3 + Bicnat +

Gabexal + Aminoral

CaCO

3

menurunkan

efek

Gabapentin dengan menginhibisi

absorpsi GI

CaCO3

menurunkan

efek

Amlodipin

Mayor

Mayor

Farmakokinetik

Farmakodinamik

(sinergis)

1

Kombinasi

8 Obat

Amlodipin + Diovan + Lasix

+ Asam Folat + CaCO

3

+

Bicnat

+

Aminoral

+

Allopurinol

Diovan meningkatkan sedangkan

furosemid menurunkan serum

potasium

CaCO3

menurunkan

efek

Amlodipin

Furosemid

menurunkan

efek

Asam Folat

Furosemid

menurunkan

efek

CaCO3

Bicnat

menurunkan

efek

Allopurinol dengan menginhibisi

absorpsi GI

CaCO3

menurunkan

efek

Allopurinol dengan menginhibisi

absorpsi GI

Mayor

Moderat

Minor

Minor

Mayor

mayor

Farmakodinamik

(antagonis)

Farmakodinamik

(antagonis)

Tidakdiketahui

Farmakodinamik

(sinergis)

Farmakokinetik

Farmakokinetik

2


(2)

Lampiran 5. Output SPSS Analisis Univariat

Kelengkapan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ya 48 12.0 12.0 12.0

tidak 352 88.0 88.0 100.0

Total 400 100.0 100.0

Obat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid jelas 381 95.2 95.2 95.2

tidak jelas 19 4.8 4.8 100.0

Total 400 100.0 100.0

Signa

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid jelas 385 96.2 96.2 96.2

tidak jelas 15 3.8 3.8 100.0


(3)

(Lanjutan……)

Paraf

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak ada 400 100.0 100.0 100.0

Narkotika

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak ada 400 100.0 100.0 100.0

Formularium

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sesuai 353 88.2 88.2 88.2

tidak sesuai 47 11.8 11.8 100.0

Total 400 100.0 100.0

Dosis

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid jelas 269 67.2 67.2 67.2

tidak jelas 131 32.8 32.8 100.0


(4)

(Lanjutan…..)

bentuk

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid jelas 108 27.0 27.0 27.0

tidak jelas 292 73.0 73.0 100.0

Total 400 100.0 100.0

ketercampuran

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ada 14 3.5 3.5 3.5

tidak ada 386 96.5 96.5 100.0

Total 400 100.0 100.0

frekwensi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid jelas 366 91.5 91.5 91.5

tidak jelas 34 8.5 8.5 100.0

Total 400 100.0 100.0

rute

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid jelas 128 32.0 32.0 32.0

tidak jelas 272 68.0 68.0 100.0


(5)

Lampiran 6. Output SPSS Analisis Bivariat

jenis_obat * jumlah_interaksi_obat Crosstabulation

Jumlah interaksi obat

Total

ada tidak ada

jenis_obat kurang dari 5 Count 132 200 332

% within jenis_obat 39.8% 60.2% 100.0%

lebih dari 5 Count 65 3 68

% within jenis_obat 95.6% 4.4% 100.0%

Total Count 197 203 400

% within jenis_obat 49.2% 50.8% 100.0%

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

jenis_obat * jumlah_


(6)

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 70.383a 1 .000

Continuity Correctionb 68.167 1 .000

Likelihood Ratio 83.614 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 70.207 1 .000

N of Valid Casesb 400

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 33.49. b. Computed only for a 2x2 table


Dokumen yang terkait

Profil Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Anak Rawat Jalan Penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Rumah Sakit Haji Medan Periode Januari – Juni 2012

15 138 89

Analisis Potensi Interaksi Obat Diabetes Melitus Pada Resep Obat Pasien Rawat Jalan Di RSAL Dr.Mintohardjo

2 42 84

Analisis potensi interaksi obat diabetes melitus pada resep obat pasien rawat jalan di RSAL Dr. Mintohardjo

3 34 84

Efektivitas Antibiotik Yang Digunakan Pada Pasien Pasca Operasi Appendisitis di RUMKITAL dr. Mintohardjo Jakarta Pusat

0 6 75

Analisa Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Rawat Inap Penyakit Ginjal Kronik dengan Penyakit Penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo Tahun 2014

2 39 174

Evaluasi Kualitatif Antibiotik Meropenem pada Pasien Sepsis BPJS di RUMKITAL Dr. Mintohardjo

1 42 156

Studi Prospektif Dampak Intervensi sosialilasi terhadap Kejadian Nyaris Cedera Pelayanan Kefarmasia di apotek Rawat Jalan Rumkital Dr. Mintohardjo periode April - Mei 2016

2 31 91

Analisa Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Rawat Inap Penyakit Ginjal Kronik dengan Penyakit Penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo Tahun 2014

1 17 174

ANALISIS BIAYA TERAPI PADA PENDERITA STROKE PASIEN RAWAT INAP DI RSUD “X” SURAKARTA BULAN JANUARI – JUNI 2015 Analisis Biaya Terapi Pada Penderita Stroke Pasien Rawat Inap Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta Bulan Januari – Juni 2015.

1 8 16

PENDAHULUAN Analisis Biaya Terapi Pada Penderita Stroke Pasien Rawat Inap Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta Bulan Januari – Juni 2015.

2 12 24