TEORI Disusun oleh PROGRAM PASCA SARJANA (3)

TEORI/PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM K.H
AHMAD DAHLAN DAN K.H HASYIM ‘ASY’ARI
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam

Dosen Pengampu:
Dr. Afiful Ikhwan, M.Pd.I.

Disusun oleh:
1. Juminto
2. Pita Anjarsari
3. Septyana Tentiasih

PROGRAM PASCA SARJANA
MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
2017

PENDAHULUAN

Ilmu pengetahuan ilmiah dihasilkan melalui metode-metode keilmuuan
yang teruji, sebagai produk dari olah jiwa, olah pikir, olah indra serta daya

penalaran manusia yang dapat dijadikan salah satu sumber kebenaran ilmiah.
Fenomena alam, seluk-beluk kehidupan, sebutir atom, ataupun sistem galaksi
adalah diantara kenyataan-kenyataan alam yang demikian kompleks dan sematamata bersifat empiris yang telah menyadarkan manusia berakal untuk terus dikaji
ulang, sehingga kebenaran ilmiahnya yang berubah setiap detik yang kemudian
terjebak oleh relativitasnya sendiri. Dengan sifat itulah, manusia semakin cerdas,
maju dan teknologis.
Apabila dibicarakan soal ilmu pendidikan Islam, karena Islam sebagai
agama Allah yang tertulis dalam Kitab Suci Al-Qur’an dan As-Sunnah, ilmu
pendidikan Islam adalah kumpulan pengetahuan yang bersumber dari Al-Qur’an
dan As-Sunnah yang dijadikan landasan pendidikan. Secara aplikatif, pendidikan
Islam artinya menstransformasikan nilai-nilai Islam terhadap anak didik dan
lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, dan masyarakat. Ilmu pendidikan Islam
adalah akumulasi pengetahuan yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah,
yang diajarkan, dibinakan, dan dibimbingkan kepada manusia sebagai peserta
didik dengan menetapkan metode dan pendekatan yang islami yang bertujuan
membentuk kepribadian muslim.1
Pendidikan Islam memiliki tiga dimensi yang perlu diperhatikan dalam
mengembangkan kehidupan manusia menjadi lebih baik, diantaranya; dimensi
kehidupan duniawi, dimensi kehidupan ukhrowi, dan dimensi hubungan antara
dimensi kehidupan duniawi dan kehidupan ukhrowi.

Dalam prespektif filsafat pendidikan Islam, proses saling belajar yang
dapat berlaku dilingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan
masyarakat merupakan perjalanan kebudayaan manusia dalam mencerdaskan
dirinya, meningkatkan kesadarannya sebagai makhluk yang berbudi luhur,
1Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia. 2009), hal. 11.

1

makhluk yang belajar memahami keinginan manusia yang beragam. Masyarakat
adalah cermin bagi kehidupan manusia. Betapa kompleks dan rumit memahami
situasi dan kondisi masyarakat dewasa ini. Kekayaan, kemiskinan, kegembiraan,
kekecewaan, kebahagiaan, kesedihan, kesuksesan, kegagalan, dan sebagainya
adalah potret nyata dalam masyarakat yang dapat dijadikan pelajaran berharga
bagi kehidupan.2 Tokoh-tokoh pemikiran pendidikan sangat berpengaruh terhadap
kemajuan pendidikan di tanah air. Melalui tokoh-tokoh tersebut masyarakat
dijauhkan oleh pendidikan yang berbasis di dunia Barat. Para tokoh-tokoh
pemikiran tentang pendidikan berusaha memberantas kebiasaan yang telah
diajarkan kepada masyarakat dalam masa pemerintahan Kolonial Belanda. Guna
menciptakan pemahaman yang komprehensif tentang tokoh pendidikan Islam di
Indonesia khususnya Ahmad Dahlan dan Hasyim Asy’ari maka dalam tulisan ini

akan dibahas bagaimana riwayat hidup dar keua tokoh tersebut, bagaimana
pemikirannya dalam pendidikan Islam.

2Ibid., hal. 49.

2

A. Riwayat Hidup K.H. Ahmad Dahlan
Kyai Haji Ahmad Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 1
Agustus 1868 dan meninggal dunia di Yogyakarta pada tanggal 23 Februari
1923. Ia adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Ayahnya adalah K.H.
Abu Bakar, seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan
Yogyakarta pada masa itu. Ibunya adalah putri H. Ibrahim yang juga
menjabat penghulu Kasultanan Yogyakarta pada masa itu.3
Semenjak kecil, Dahlan diasuh dan dididik sebagai putera kyai.
Pendidikan dasarnya dimulai dengan belajar membaca, menulis, mengaji alQur’an, dan kitab-kitab agama. Pendidikan ini diperoleh langsung dari
ayahnya. Menjelang dewasa, ia mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu agama
pada beberapa ulama besar waktu itu. Di antaranya K.H. Muhammad Saleh
(ilmu fiqh), K.H. Muhsin (ilmu nahwu), K.H.R. Dahlan (ilmu falak), K.H.
Mahfudz dan Syekh Khayyat Sattokh (ilmu hadis), Syekh Amin dan Sayyid

Bakri (qiralat al-Quean), serta beberapa guru lainnya. Dengan data ini, tak
heran jika dalam usia relatif muda, ia telah mampu menguasai berbagai
disiplin ilmu keislaman. Ketajaman intelektualitasnya yang tinggi membuat
Dahlan selalu merasa tidak puas dengan ilmu yang telah dipelajarinya dan
teru berupaya untuk lebih mendalaminya.4
K.H. Ahmad Dahlan merupakan keturun kedua belas dari Maulana
Malik Ibrahim. K.H. Ahmad Dahlan sejak usia 15 tahunan beliau sudah
belajar tentang pemikiran-pemikiran pembaharuan. Maka tak heran jika
beliau pandai dalam pemikiran-pemikiran pembaharuan karena dari remaja
beliau sudah mempelajari ilmu-ilmu tersebut. K.H. Ahmad Dahlan juga
pernah satu perguruan dengan pendiri NU yaitu K.H. Hasyim Asyari, mereka
berguru kepada syekh Ahmad Khatib pada tahun 1903. Pada tahun 1912,
Ahmad Dahlan mulai mendirikan Muhammadiyah di Yogyakarta tepatnya di
Kauman.

3Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia. 2009), hal. 234.
4Ramayunis, Samsul Nizar. Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan dan
Pemikiran Para Tokohnya. (Jakarta: Kalam Mulia. 2009), hal. 327.

3


Pada umur 15 tahun, Ahmad Dahlan pergi haji dan tinggal di Mekkah
selama lima tahun. Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi
dengan pemikiran-pemikiran pembaharuan dalam Islam,seperti Muhammad
Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Tamiyah. Ketika pulang kembali
ke kampungnya tahun 1888, ia berganti nama menjadi Ahmad Dahlan.5
Sepulang dari Mekah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya
sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai
Dahlan, seorang Pahlawan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawiannya
dengan Siti Walidah, K.H. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak, yaitu
Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, dan Siti
Zaharah. Di samping itu, K.H. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai
Abdullah. Ia juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir
Krapyak. K.H. Ahmad Dahlan juga mempunyai putra dari perkawinannya
dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama
Dandanah. Ia pernah menikah pula dengan Nyai Yasin Pakualam Yogyakarta.
K.H. Ahmad Dahlan dimakamkan di Karang Kajen, Yogyakarta.6
Ketika Ahmad Dahlan hendak mendirikan organisasi Muhammadiyah
pada tahun 1912, yang bertujuan untuk melaksanakan cita-cita pembaharuan
di bumi Nusantara dan mengajak umat Islam kembali hidup sesuai dengan AlQur’an dan Al-Hadis. Akan tetapi, semenjak Ahmad Dahlan mendirikan

organisasi Muhammadiyah beliau mendapat tudingan yang tidak baik oleh
masyarakat sekitar. Mereka beranggapan bahwa Ahmad Dahlan akan
mendirikan agama baru yang dianggap menyalahi agama Islam. Beliau tetap
sabar dan tetap berjuang melanjutkan cita-citanya dalam membaharui Islam di
tanah air.

5 Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia. 2009), hal. 234.
6Ibid., hal. 235.

4

B. Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan Tentang Pendidikan
Hampir seluruh pemikiran Dahlan berangkat dari kepribadiannya
terhadap situasi dan kondisi global umat Islam waktu itu yang tenggelam
dalam kejumudan (stagnasi), kebodohan serta keterbelakangan. Kondisi ini
semakin diperparah dengan politik Kolonial Belanda yang sangat. Kolonial
Belanda sangat merugikan bangsa Indonesia. Latar belakang situasidan
kondisi tesebut telah mengilhami munculnya ide pembaharuan Dahlan. Ide ini
sesungguhnya telah sejak kunjungannya pertama ke Mekkah. Kemudian ide
tersebut lebih dimantapkan setelah kunjungannya yang kedua. Hal ini berarti,

bahwa kedua kunjungannya merupakan proses awal terjadinya kontrak
intelektualnya baik secara langsung maupun tak langsung dengan ide-ide
pembaharuan yang terjadi di Timur Tengah pada awal abad XX.7
Setelah beliau berkunjung ke Mekkah yang pertama kali, kemudian
beliau berangkat ke Mekkah yang kedua kalinya. Ide-ide pembaharuan yang
muncul pada diri Dahlan setelah ia pergi ke Mekkah yang kedua kalinya.
Dahlan bertemu dengan pemikir dalam pembaharuan Islam yaitu Rasyid
Ridha, Dahlan sempat berdiskusi kepadanya tentang ide-ide pembaharuan.
Ada beberapa pemikiran dari hasil diskusi antara Ahmad Dahlan dan Rasyid
Ridha, diantaranya memperdalam pemahaman tentanga ajaran agama Islam,
memulai berkecenderungan dalam memahami agama melalui penelaahan dan
pencarian sumber aslinya langsung yaitu al-Qur’an dan Sunnah, memurnikan
kembali ajaran dan pemahaman Islam yang selama ini kebanyakan umat yang
taqlid.Ketika Dahlan menyebarluaskan ide-ide pembaharuan, Dahlan
melakukan dakwah di berbagai kota, dan disamping itu juga melalui
perdagangan yang beliau miliki.
Ulama-ulama dari berbagai daerah lain berdatangan kepadanya untuk
menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin
lama makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada
tanggal 7 Mei 1921, Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah

7Ramayunis, Samsul Nizar. Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan dan
Pemikiran Para Tokohnya. (Jakarta: Kalam Mulia. 2009), hal. 329.

5

Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah diseluruh
Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh Pemerintah Hindia Belanda pada
tanggal 2 September 1921.8
Sejak awal K.H.A. Dahlan memperkenalkan Islam dalam organisasi
Muhammadiyah yang ringan, sederhana, dan mudah diamalkan. Allah SWT
berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 185 yang artinya “Allah menghendaki
kemudahan bagi kalian dan sebaliknya Dia tidak menghendaki kesulitan bagi
kalian ”. Dengn demikian, umat Islam akan senang dan tidak keberatan dalam
pengamalannya. Hadis riwayat Bukhori dan Sayyidina Abu Hurairah
menerangkan “Sesungguhnya agama itu ringan. Dan tiada seseorang yang
memberat-beratkan agama melainkan ia dikalahkan agama. Maka
hendaknya kamu sekalian menjalankan agama itu dengan lurus. Maka
berdekatanlah dan bergembiralah serta memohonlah pertolongan Allah di
waktu pagi, sore, dan sebagian waktu malam”. Dengan demikian, Ummat
Islam dalam mengamalkan agamanya tidak dibebani pelaksanaan yang tidak

benar, adat istiadat yang bertentangan dengan agama yang biasa disebut:
takhayul, bid’ah dan khurafat (TBC).9
Secara umum, ide-ide pembaharuan Dahlan dapat diklasifikasi kepada
dua dimensi, yaitu; Pertama, berupaya memurnikan (purifikasi) ajaran Islam
dari khurafat, tahayul dan bid’ah yang selama ini lebih bercampur dalam
akidah dan ibadah umat Islam. Kedua, mengajak umat Islam untuk keluar dari
jaring pemikiran tradisional melalui reinterpretasi terhadap doktrin Islam
dalam rumusan dan penjelasan yang dapat diterima oleh rasio. Menurut
Dahlan, upaya strategis untuk menyelamatkan umat Islam dari pola berpikir
yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis adalah melalui pendidikan.10
Menurut Dahlan pelaksanaan pendidikan harus didasarkan dengan
kerangka filosofis yang kokoh, yang memiliki tujuan dan konsep pendidikan
Islam baik secara vertikal maupun horizontal. Allah memberikan kepada
8Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia. 2009), hal. 236.
9 Ahmad Sarwono bin Zahir, K.H.R.Ng. Ahmad Dahlan: Pembaharu, Pemersatu, dan
Pemelihara Tradisi Islam, (Yogyakarta: Mitra Pustaka Nurani. 2013), hal.182.
10Ramayunis, Samsul Nizar. Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan dan
Pemikiran Para Tokohnya. (Jakarta: Kalam Mulia. 2009), hal. 329.

6


manusia ar-ruh dan al-aql, fungsi keduanya sebagai media dalam
pengembangan pendidikan Islam, sebagai dasar potensi peserta didik.
Dalam epistemologi pendidikan Islam, ilmu pengetahuan dapat
diperoleh apabila peserta didik (manusia) mendayagunakan berbagai media,
baik yang diperoleh melalui persepsi inderawi, akal, kalbu, wahyu maupun
ilham. Menurut dahlan, pengembangan tersebut hendaknya merupakan proses
integrasi ruh dan jasad. Konsep ini diketengahkannya dengan menggariskan
perlunya pengkajian ilmu pengetahuan secara langsung, sesuai prinsip-prinsip
al-Qur’an dan Sunnah, bukan semata-mata dari kitab tertentu.11
Atas jasa-jasa K.H. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran
bangsa ini melalui pembaharuan Islam dan pendidikan, Pemerintah Republik
Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional dengan surat
Keputusan Presiden No. 657 tahun 1961. Dasar-dasar penetapan itu adalah
sebagai berikut:12
1.

K.H. Ahmad Dahlan telah memelopori kebangkitan umat Islam untuk
menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan
berbuat.


2.

Organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak memberikan
ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut
kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan umat, dengan
dasar iman dan Islam.

3.

Dengan organisasinya, Muhammadiyah telah memelopori amal usaha
sosial dan pendidikan yang amat diperlukan

bagi kebangkitan dan

kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam.
4.

Dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah
memelopori kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan
dan berfungsi sosial, setingkat dengan kaum pria.

C. Riwayat Hidup K.H. Hasyim Asy’ari
11Ibid., hal. 330.
12Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia. 2009), hal. 237.

7

K.H. Hasyim Asy’ari lahir di desa Nggedang, salah satu desa di
kabupaten Jombang Jawa Timur, pada hari Selasa Kliwon, tanggal 24
Dzulq’idah 1287 H atau bertepatan dengan tanggal 25 Juli 1871 M. Nama
lengkapnya adalah Muhammad Hasyim Asy’ari ibn Abd al-Halim yang
mempunyai gelar pangeran Bona ibn Abd al-Rahman yang dikenal dengan
sebutan Jaka Tingkir Sultan Hadiwijaya Ibn Abd Allah ibn Abd al-Aziz ibn
Abd al-Fatah ibn Maulana Ishal dari Raden Ain al-Yaqin yang disebut dengan
Sunan Giri.13
Sejak kecil K.H. Hasyim Asy’ari sudah gemar membaca dan dari
berbagai literatur-literatur Islam. Beliau diajari oleh ayah kandungnya sendiri.
Setelah beranjak dewasa beliau nyantri di pondok pesantren Wonokojo di
Probolinggo kemudian dilanjutkan ke pesantren Langitan yang terletak di
daerah Tuban dan dilanjutkan ke pesantren di Bangkalan. Pesantren yang
terakhir yaitu pondok pesantren Siwalan yang terletak di Sidoarjo. Keika di
pesantren tersebut kemudian beliau menikah dengan putri dari pemimpin
pondok tersebut.
Setelah menikan K.H. Hasyim Asy’ari bersama Istri dan mertuanya
pergi ke Mekkah untuk melakukan ibadah haji dan tinggal di Mekkah untuk
melanjutkan pendidikannya. Akan tetapi, istri beliau meninggal dan kemudian
putranya juga dan mengharuskan K.H. Hasyim Asy’ari kembali ke tanah air
Indonesia.
Pada tahun 1899/1900, ia kembali ke Indonesia dan mengajar di
pesantren ayahnya, baru kemudian mendirikan pesantren sendiri di daerah
sekitar Cukir, pesantren Tebu Ireng, pada tanggal 6 Pebruari 1906. Pesantren
yang baru didirikan tersebut tidak berapa lama kemudian

berkembang

menjadi pesantren yang tekenal di nusantara, dan menjadi tempat menggodok
kader-kader ulama untuk wilayah Jawa dan sekitarnya.14
D. Pemikiran K.H. Hasyim Asy’ari Tentang Pendidikan
13Ramayulis, Samsul Nizar. Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan dan
Pemikiran Para Tokohnya. (Jakarta: Kalam Mulia , 2009), hal. 335.
14Ibid., hal. 336.

8

Corak pemikiran Ahli al-Sunnah wa aj-Jama’ah Kyai Hasyim
tampaknya

sangat

dipengaruhi

oleh

tradisi

intelektual

Islam abad

pertengahan. Pengambilan rujukan-rujukan dalam karya-karyanya menjadi
petunjuk awal pengaruh abad pertengahan dalam pemikiran keagama,
terutama Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah yang berhasil itu, stile dan kontur
karya-karya pun memiliki kemiripan dengan dibakukannya. Tidak hanya
kitab-kitab yang dijadikannya sebagai rujukan.15
Salah satu karya monumental K.H. Hasyim Asy’ari yang berbicara
tentang pendidikan adalah kitab Adab al-Al im wa al-Muta’allim fima Yahtaj
Ilah al-Muta’alim fi Ahuwal Ta’allum wa ma Yataqaff al-Mu’allim fi
Maqamat Tailimih yang, dicetak pertama kali pada tahun 1415 H.
Sebagaimana umumnya kitab kuning, pembahasan terhadap masalah
pendidikan lebih dtekankan pada masalah pendidikan etika. Meski demikian
tidak menafikan beberapa aspek pendidikan lainnya. Keahlian dibidang hadis
ikut pula mewarnai isi kitab tersebut. Sebagai bukti adalah dikemukakannya
beberapa hadis sebagai dasar dari penjelasannya, di samping beberapa ayat alQur’an dan pendapat para ulama.16
Hal penting lainnya yang terungkap dalam pemikiran Ahl al-Sunnah wa
al-Jama’ah Kyai Hasyim adalah keseriusannya menahan laju ekspansi
gerakan Wahhabi di Nusantara, terutama di Jawa. Tampaknya, proyek
purifikasi yang dibawa oleh gerakan Wahhabi dipandang Kyai Hasyim
menjadi ancaman serius bagi keberlanjutan pola keberagamaan Muslim yang
telah sekian lama dikembangan oleh para ulama di Jawa. Dalam hal mana,
pola keagamaan dimaksud telah terbangun sejak era penyebaran Islam oleh
para pendakwah Islam generasi awal.17
Dalam buku yang ditulis oleh K.H. Hasyim Asy’ari tentang pendidikan
Islam yang berjudul al-Al im wa al-Muta’allim fima Yahtaj Ilah al-Muta’alim
15Achmad Muhibbin Zuhri, Pemikiran KH. M.Hasyim Asy’ari Tentang Ahl Al-Sunnah
wa ‘al-Jama’ah, (Surabaya: Khalista, 2010), hal. 203.
16Ramayulis, Samsul Nizar. Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan dan
Pemikiran Para Tokohnya. (Jakarta: Kalam Mulia , 2009), hal. 337.
17Achmad Muhibbin Zuhri, Pemikiran KH. M.Hasyim Asy’ari Tentang Ahl Al-Sunnah
wa ‘al-Jama’ah, (Surabaya: Khalista, 2010), hal. 204.

9

fi Ahuwal Ta’allum wa ma Yataqaff al-Mu’allim fi Maqamat Tailimih yang
berisi tentang pemikirannya terhadap pendidikan yang berkembang pesat di
negara Indonesia yang dulu masih bersifat tradisonal berubah menjadi
modern karena dipengaruhi oleh sistem pendidikan Barat. Isi dari buku
tersebut berisi delapan bab, yaitu; keutamaan ilmu dan ilmuwan serta
keutamaan belajar mengajar; etika seorang murid terhadap guru; etika yang
harus diperhatikan dalam belajar mengajar; etika guru terhadap murid6muridnya; dan etika terhadap buku, alat untuk memperoleh pelajaran dan
hal-hal yang berkaitannya dengannya. Delapan bab tersebut diklasifikasikan
menjadi tiga kelompok pembahasan, yaitu: signifikansi pendidikan, tugas dan
tanggung jawab seorang murid, dan tugas dan tanggung jawab seorang guru.
Pemikiran K.H. Hasyim Asy’ari tentang pendidikan cenderung terhadap
etika pendidikan baik etika guru terhadap murid ataupun etika murid terhadap
guru. Akan tetapi, ilmu beliau dalam ahli hadis pun ikut mewarnai dalam
penulisan kitab-kitabnya. Selain ahli hadis beliau juga menggunakan alQur’an dan al-Sunnah sebagai landasan dasar dalam penulisan beliau.

KESIMPULAN

10

A. Riwayat Hidup KH. Ahmad Dahlan
K.H Ahmad dahlan merupakan putra dari K.H. Abu Bakar, seorang
imam dan khotib masjid besar Kraton Yogyakarta dan ibunya adalah Siti
Aminah yang menjabat sebagai penghulu di Kraton Yogyakarta. Ahmad
Dahlan lahir tanggal 1 Agustus 1868 dan meninggal dunia di Yogyakarta pada
tanggal 23 Februari 1923.
Pendidikan dasarnya dimulai dengan belajar membaca, menulis,
mengaji al-Qur’an, dan kitab-kitab agama. Pendidikan ini diperoleh langsung
dari ayahnya. Menjelang dewasa, ia mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu
agama pada beberapa ulama besar waktu itu. Di antaranya K.H. Muhammad
Saleh (ilmu fiqh), K.H. Muhsin (ilmu nahwu), K.H.R. Dahlan (ilmu falak),
K.H. Mahfudz dan Syekh Khayyat Sattokh (ilmu hadis), Syekh Amin dan
Sayyid Bakri (qiralat al-Quean), serta beberapa guru lainnya.
B. Pemikiran KH. Ahmad Dahlan Tentang Pendidikan
Pemikiran K.H. Ahmad tentang pendidikan cenderung pada aspek
pembaharuan terhadap akidah dan ibadah umat Muslim yang telah tercampur
dengan tahayyul, bid’ah dan khurafat. Selain itu, Ahmad Dahlan juga
mendirikan beberapa lembaga pendidikan Islam yang tersebar sampai plosok
desa.
C. Riwayat Hidup K.H. Hasyim Asy’ari
K.H. Hasyim Asy’ari lahir di desa Nggedang, salah satu desa di
kabupaten Jombang Jawa Timur, pada hari Selasa Kliwon, tanggal 24
Dzulq’idah 1287 H atau bertepatan dengan tanggal 25 Juli 1871 M. Nama
lengkapnya adalah Muhammad Hasyim Asy’ari ibn Abd al-Halim yang
mempunyai gelar pangeran Bona ibn Abd al-Rahman yang dikenal dengan
sebutan Jaka Tingkir Sultan Hadiwijaya Ibn Abd Allah ibn Abd al-Aziz ibn
Abd al-Fatah ibn Maulana Ishal dari Raden Ain al-Yaqin yang disebut dengan
Sunan Giri.

11

Karya yang monumental berbicara tentang pendidikan yang berjudul
al-Al im wa al-Muta’allim fima Yahtaj Ilah al-Muta’alim fi Ahuwal Ta’allum
wa ma Yataqaff al-Mu’allim fi Maqamat Tailimih, selain itu Hasyim Asy’ari
juga sebagai ahli di bidang hadis.
D. Pemikiran K.H. Hasyim Asy’ari Tentang Pendidikan
Pemikiran pendidikan oleh K.H. Hasyim Asy’ari lebih menekankan pada
pendidikan etika yang selama ini sudah terpengaruh oleh pendidikan budaya
Barat. Pendidikan etika tersebut ditanamkan melalui pendidikan pesantren.
Pendidikan di pesantren sangat berkembang pesat, akan tetapi susah
diterapkan di sekolah-sekolah non pesantren.

DAFTAR PUSTAKA

12

Basri, Hasan. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Muhibbin Zuhri, Achmad. 2010. Pemikiran KH. M.Hasyim Asy’ari Tentang Ahl
Al-Sunnah wa ‘al-Jama’ah. Surabaya: Khalista.
Ramayunis, dkk. 2009.Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan dan
Pemikiran Para Tokohnya.Jakarta: Kalam Mulia.
Sarwono bin Zahir, Ahmad. 2013. K.H.R.Ng. Ahmad Dahlan: Pembaharu,
Pemersatu, dan Pemelihara Tradisi Islam. Yogyakarta: Mitra Pustaka
Nurani.

13