Pengaruh Harga Diri Hubungan Romantis da
PENGARUH HARGA DIRI, HUBUNGAN ROMANTIS, DAN PENGAMBILAN RISIKO
TERHADAP PERILAKU SELFIE YANG NARSISTIK
Mia Puspitasari
Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Abstrak
Perilaku selfie yang narsistik merupakan perilaku mengambil foto, mengedit, dan
mengunggah ke media sosial sedikitnya dua foto per minggu secara mandiri dengan
tujuan untuk memamerkan diri, menjadi pusat perhatian, dan untuk mendapat
pengakuan dari orang lain. Banyaknya masalah yang muncul dari fenomena selfie
seperti rendahnya harga diri, hubungan interpersonal yang semakin berkurang,
meningkatnya perilaku berisiko dalam pengambilan foto selfie, rendahnya empati,
dan sebagainya menjadi latar belakang dalam melakukan penelitian ini. Penelitian ini
bertujuan untuk menguji pengaruh harga diri, hubungan romantis (komitmen,
kepuasan, alternatif, dan investasi), pengambilan risiko, dan jenis kelamin terhadap
perilaku selfie yang narsistik. Ketujuh variabel tersebut digunakan untuk menguji
pengaruh dari setiap variabel dan seberapa besar variabel tersebut berpengaruh
terhadap perilaku selfie yang narsistik. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari 170
partisipan dengan intensitas mengunggah foto selfienya ke media sosial minimal dua
foto perminggu. Uji validitas alat ukur menggunakan teknik confirmatory factor
analysis (CFA). Analisis data menggunakan teknik analisis regresi berganda. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan harga diri, hubungan
romantis, dan pengambilan risiko terhadap perilaku selfie yang narsistik sebesar
27,7%. Hasil uji hipotesis minor menunjukkan empat variabel yang memiliki
pengaruh yang signifikan antara lain, harga diri, alternatif non romantis, pengambilan
risiko, dan jenis kelamin. Sementara komitmen, investasi, dan alternatif romantis
tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku selfie yang narsistik.
Kata kunci: selfie, narsistik, harga diri, hubungan romantis, pengambilan risiko
Selfie merupakan sebuah fenomena, yang
mendefinisikan
ditandai dengan seseorang memotret dirinya
fotograf yang diambil oleh diri sendiri,
sendii, dengan menampilkan wajah maupun
biasanya dilakukan dengan menggunakan
seluruh tubuh. Oxford Dictionary (2013)
smartphone atau webcam dan kemudian
1
bahwa
selfie
merupakan
2
PUSPITASARI
diunggah ke media sosial. Media sosial yang
Makati dan Pasig, di Filiphina, dengan
memfasilitasi
pengambilan
diantaranya
selfie
seperti
selfie
25,8% dari populasi
Facebook, Twitter, Instagram, Path, Flickr
pengambil selfie di dunia, berikutnya terdapat
dan
Begitu
di Manhattan, New York, dengan perolehan
popularnya, Oxford menobatkan kata ini
persentase sebesar 20,2%. Dan yang ketiga
sebagai “Word of The Year ” pada tahun 2013.
yaitu kota Miami, Florida, dengan peroleh
jejaring
sosial
lainnya.
Suk (2014) membuat info grafik dari
selfie yang disebut dengan selfiegraphic.
sebesar 15,5% populasi.
Selfie
merupakan
lambang
utama
Terdapat lebih dari satu juta selfie yang
narsisme (Freedland, 2013). Menurut Buffardi
diambil setiap harinya. Terdapat sekitar 50%
dan Campbell (2008) narsistik berkaitan
populasi laki-laki, dan 52% populasi wanita
dengan pandangan diri yang tinggi dan positif
membuat foto selfie. Selfie paling banyak
dari sifat seperti intelegensi, kekuasaan, fisik
diunggah pada media sosial Facebook yaitu
yang atraktif, dan daya tarik fisik yang
sebanyak 48%, melalui media sosial Whatsapp
berkaitan dengan keunikan.
dan pesan sebanyak 27%, pada media sosial
Twitter sebanyak 9%, pada media sosial
Fausing (2013) mengungkapkan bahwa
selfie merupakan bentuk refleksi dimana
Instagram sebanyak 8%, pada media sosial
individu membedakan diri dari orang lain dan
Snapchat sebanyak 5%, dan pada media sosial
mencari pengakuan yang unik tentang diri
Pinterest
biasanya
sendiri. Menurut Letamendi (dalam Sifferlin,
dilakukan di kalangan usia antara 18 sampai
2013) selfie hanya refleksi dari eksplorasi diri,
24 tahun. Selfie paling populer di negara
dan memfoto diri sendiri memungkinkan
Australia, kemudian Amerika Serikat dan
orang dewasa muda dan remaja untuk
Kanada.
mengekspresikan suasana hati mereka dan
sebanyak
2%.
Selfie
Wilson (2014) juga membuat database
berbagi pengalaman penting. Letamendi juga
mengenai selfie dengan meneliti 400.000 foto
menjelaskan bahwa remaja mencoba untuk
Instagram dengan hashtag selfie (#selfie),
membentuk identitas mereka melalui selfie,
termasuk
Secara
selfie berfungsi sebagai cara untuk mengetahui
yang
bagaimana penampilan mereka, juga perasaan
melakukan selfie di dunia dan membuat
mereka, dipengaruhi oleh pakaian tertentu,
peringkat 100 kota dengan pengambil selfie
make-up, pose dan latar.
koordinat
keseluruhan,
geografiknya.
terdapat
459
kota
terbanyak. Peringkat pertama diraih oleh kota
PERILAKU SELFIE YANG NARSISTIK
Baek
(2013) mengungkapkan
3
selfie
maupun negatif. Selfie bisa menguntungkan
berintegrasi dengan dua hal, diantaranya (1)
banyak orang bila digunakan dengan tepat.
media sosial, teknologi yang semakin canggih
Misalnya foto seusai menjalankan kebiasaan
dengan media sosial sebagai wadah untuk
hidup sehat dibanding sebelumnya (Drexler,
memberikan akses bagi para penggunanya
2013). Dalam artikel yang ditulis oleh
tanpa harus melalui komputer. Media sosial
Maharani (2014), selfie diketahui bisa menjadi
tidak hanya sekedar untuk berkomunikasi,
bagian dalam pelayanan kesehatan untuk
media sosial berfungsi sebagai hiburan, atau
membantu seseorang sembuh dari penyakit
self-promotion, norma sosial, identitas sosial,
kulit eksim pada wajah. Para pasien cukup
dan kepercayaan sosial yang dikonfirmasi
mengirimkan foto selfie wajah mereka kepada
dalam penelitian Blachino, Przepiórka, &
dokter kulit. Hasil studi menunjukkan bahwa
Rudnicka (dalam Baek, 2013),
mereka yang hanya mengirim foto selfie dapat
selular,
pengguna
telepon
(2) telepon
selular
yang
memiliki kemampuan mengambil fotograf
dengan
telepon
selularnya
instan kepada pengikutnya di dunia maya.
Mayoritas partisipan yang memiliki telepon
selular dengan fitur kamera serta akses ke
media sosial, menghasilkan kuantitas fotograf
yang banyak, sebanyak frekuensi foto yang
mereka unggah, dengan rata-rata seminggu
sekali. Dari penelitian Baek (2013) terdapat
beberapa alasan seseorang melakukan selfie,
diantaranya untuk menghilangkan kebosanan,
berbagi ke media sosial, bentuk sosialisasi,
diri,
merefleksikan
kepuasan
status
langsung bertemu dengan dokter kulit.
memiliki
kesempatan untuk berbagi fotograf secara
ekspresi
sembuh dari penyakitnya seperti mereka yang
tersendiri,
emosional,
dan
sebagainya.
Disamping dampak positif, selfie juga
memiliki dampak negatif bagi para pelakunya
maupun orang-orang disekitarnya. Aldridge
dan
Harden
(2014)
menuliskan
berita
mengenai seorang remaja berusia 19 tahun
dengan inisial D.B, menghabiskan 10 jam
dalam sehari untuk mengambil 200 foto
dirinya menggunakan smartphone. Ia keluar
dari sekolahnya, tidak meninggalkan rumah
selama enam bulan, dan menjadi agresif pada
kedua orang tuanya ketika mereka mencoba
untuk menghentikannya. Robinson (2014)
juga menyatakan bahwa ketika D.B. masih
masa sekolah, ia
nekat
untuk
menarik
perhatian wanita, ia terus mencoba untuk
Selfie memiliki berbagai dampak bagi
mengambil 200 selfie agar menghasilkan foto
para penggunanya, baik dampak yang positif
yang sempurna. Ketika ia gagal untuk
4
PUSPITASARI
menghasilkan
foto
yang
sempurna,
ia
mengunggah foto pada Facebook menjadi
mencoba bunuh diri dengan cara overdosis.
Kasus lain dalam tragedi selfie yakni
seorang warga negara Malaysia berinisial Y,
yang
mengambil
foto
selfie
bersama
keluarganya dalam mobil yang dikendarainya.
Saat mengambil selfie menggunakan monopod
yang
dilakukan
oleh
penumpang
media yang secara spesifik memposting dan
di
sebelahnya, Y yang ikut bergaya pun lengah,
sehingga tanpa sadar mobil yang tengah
dikendarai di jalan tol itu berpindah jalur.
Tabrakan tersebut membuat penumpang yang
duduk di kursi belakang yakni ibu Y dan
saudara perempuannya meninggal seketika.
Untungnya Y beserta dua penumpang lainnya
hanya menderita luka ringan, padahal mobil
yang ditabrak mengalami kerusakan parah
(Yudhianto, 2014).
pemicu tingkat perceraian. Survey yang
dilakukan Censuswide (dalam Doughty, 2015)
terhadap 2.011 suami dan istri, mereka
mengecek
akun
sosial
media
milik
pasangannya dengan alasan untuk mengetahui
pasangannya berbicara dengan siapa, dimana
ia berada, dan kemana ia pergi. Argumen
terjadi ketika terjadi kontak dengan pasangan
sebelumnya dengan mengirim pesan rahasia
dan mengirim gambar yang tidak pantas.
Sebanyak 14% menyatakan bahwa mereka
memeriksa media sosial pasangannya dengan
maksud mendeteksi bukti perselingkuhan.
Sebanyak 20% dari mereka merasa gelisah
tentang hubungannya setelah menemukan
sesuatu di akun Facebook pasangan mereka
dan 33% mengatakan mereka terus log-in
Gunawan (2014) memberitakan tentang
media sosial pasangannya secara rahasia.
sepasang suami istri asal Polandia yang tewas
Seperti yang diberitakan oleh Maulana
akibat terjatuh saat selfie di tepi tebing.
Mereka tergelincir saat berfoto narsis dan
jatuh ke jurang lautan. Keduanya nekat
melewati batas aman di puncak jurang dan
menuju ke tepi tebing. Saat sedang mengambil
gambar, tiba-tiba kaki mereka tergelincir dan
mereka jatuh dari ketinggian ribuan meter.
(2015), mereka yang menyukai selfie tidak
akan
segan-segan
mengenai
bentuk
untuk
tubuh
berfoto
mereka
selfie
lalu
membagikannya ke sosial media, secara
umum maupun privasi dengan mengirimnya
melalui pesan. Seperti yang dilakukan seorang
wanita yang berusaha untuk mengirimkan foto
Fenomena lain mengenai foto selfie
yaitu berkaitan dengan hubungan pernikahan.
Doughty (2015) menyatakan bahwa sosial
selfie yang cukup seksi kepada suaminya, ia
mengambil foto selfie dengan menggunakan
aplikasi Snapchat dalam sebuah kamar hotel,
PERILAKU SELFIE YANG NARSISTIK
5
karena kurang teliti dalam mengambil foto
awalnya mereka tidak gemar berfoto selfie,
selfie tersebut, wanita ini dituduh melakukan
namun
perselingkuhan. Dalam foto yang dikirimnya
sekelompoknya yang lain dan mereka pun
terdapat sepatu pria lain yang ikut terfoto
diajak untuk groufie (group selfie).
secara tidak sengaja, akibatnya wanita ini
dituduh berselingkuh oleh sang suami dan
diketahui bahwa wanita tersebut memang
sedang bersama pria lain di hotel.
mereka
terpengaruh
oleh
teman
Berdasarkan pengakuan 25% responden
tersebut, mereka mengunggah foto selfie
dengan alasan agar orang lain mengetahui
dirinya, apa yang dia lakukan, dimana ia
Semenjak selfie dianggap sebagai word
berada, dan kegiatan-kegiatan lain yang
of the year (Oxford Dictionary, 2013) dan
berkaitan dengan responden. Terdapat sekitar
terdapat lebih dari satu juta selfie yang
58,3% responden menyatakan bahwa mereka
diunggah setiap harinya, serta beragam bentuk
tidak peduli akan komentar orang lain
dan
selfie,
mengenai foto selfienya, mereka juga tidak
melakukan
mempedulikan apakah foto yang mereka
preliminary study mengenai fenomena selfie.
unggah akan berpengaruh pada perasaan,
Berdasarkan hasil preliminary study dari 12
kenyamanan, maupun reaksi orang lain,
individu, yang terdiri dari 11 wanita dan satu
dimana orang lain akan melihat foto-foto selfie
pria, berusia antara 20-26 tahun, yang secara
responden saat mereka baru mengunggahnya
intensif mengunggah foto selfienya ke media
ke media sosial. Sebanyak 45,4% responden
sosial, yaitu berkisar 3-10 foto selfie dalam
diketahui
seminggu, 41,67% responden mengungkapkan
pasangan tidak berorientasi jangka panjang,
bahwa mereka tidak percaya diri dengan
mereka menyatakan bahwa dirinya tidak
fisiknya (warna kulit dan bentuk tubuh),
mempertaruhkan banyak hal pada hubungan
sehingga mereka menggunakan aplikasi yang
yang sedang dijalaninya saat ini karena
terdapat dalam smartphone. Mereka juga
mereka mampu mendapatkan perhatian orang
melakukan foto selfie
berdasarkan pada
lain dan merasa bahwa masih banyak orang
dorongan teman-temannya. Secara kebetulan
yang menyayanginya apabila hubungannya
peneliti mewawancarai sekelompok individu,
dengan pasangan suatu saat berakhir.
kasus
mendorong
yang
terjadi
peneliti
akibat
untuk
dimana semua anggotanya gemar berfoto
selfie dan mengunggahnya ke media sosial.
Menurut pengakuan 60% dari responden, pada
bahwa
hubungannya
bersama
Peneliti mengamati tiga individu yang
memiliki kecenderungan berperilaku selfie
yang narsistik. Alasan terkait foto selfie yang
6
PUSPITASARI
mereka unggah secara intens agar mereka
memiliki komitmen rendah dalam hubungan
dapat menampilkan foto terbarunya, foto
romantis
tersebut
interdependen
dianggapnya
dibandingkan
dengan
lebih
foto
menarik
sebelumnya.
yang
dimediasi
oleh
struktur
hubungan
(diantaranya
kepuasan,
romantis
alternatif,
dan
Mengunggah foto selfie secara intens juga
investasi). Mediasi ini memberikan hasil
dilakukan agar mereka mendapat perhatian
bahwa narsistik memiliki komitmen rendah
dari teman media sosialnya. Banyaknya
pada hubungan romantisnya dibanding non
feedback seperti pujian dan simbol suka
narsistis,
menjadi penguat bagi perilaku selfie mereka.
alternatif yang lebih besar dalam menjalani
Ketiganya telah menikah dan memiliki anak,
hubungan.
namun mereka berkomunikasi secara intens
kepuasan dan investasi yang rendah.
dengan lawan jenis, terutama dengan kenalan
lama dan orang asing yang baru dikenalnya di
media sosial dengan menggunakan pesan dan
kata-kata yang mengarah pada hal romantis.
ia
menganggap
Sedangkan
dapat
narsistis
mencari
memiliki
Narsistik secara konsisten berkaitan
positif dengan risk taking (contoh: menerima
tantangan) dengan overconfidence sebagai
prediktornya (Campbell, Goodie, & Foster,
Penelitian mengenai kaitan narsistik
2004). Risk taking atau pengambilan risiko
dengan self-esteem telah dilakukan oleh Barry,
berkorelasi positif dengan narsistik dengan
Frick, dan Killian (2003) yang menemukan
prediktor
bahwa interaksi antara narsisme yang tinggi
perception.
berkaitan dengan harga diri yang rendah.
kemungkinan yang lebih tinggi untuk terlibat
Penemuan ini konsisten dengan penelitian
dalam
Washburn, McMahon, King, Reinecke, dan
mereka merasakan manfaatnya lebih besar
Silver (2004) bahwa self-esteem memiliki
dibandingkan dengan risiko dari perilaku
hubungan negatif dengan narsistik. Namun
tersebut (Foster, Shenesey, & Goff, 2009).
penelitian yang dilakukan oleh Baumeister,
Bushman, dan Campbell (2000) memberikan
benefit
Artinya
perilaku
Narsistik
dan
perception
subyek
pengambilan
juga
risk
melaporkan
risiko
berkaitan
jika
dengan
psychological control, game playing dan
hasil yang berlawanan, dimana individu yang
ketidaksetiaan,
narsistik (pelaku narsistik) memiliki self-
(Campbell & Foster, 2002), body image
esteem yang tinggi.
Pada penelitian Campbell dan Foster
(2002) dijelaskan bahwa individu narsistik
komitmen
level
rendah
(Waller, Sines, Meyer, & Mountford, 2007),
dan lack of empathy (Ehrenberg, Hunter, &
Elterman, 1996).
PERILAKU SELFIE YANG NARSISTIK
7
Perilaku Selfie yang Narsistik
rendah dibandingkan dengan narsistik klinis
Menurut Fausing (2013) selfie adalah bentuk
(Bergman,
pemikiran yang membedakan diri sendiri
Bergman, 2011).
dengan orang lain dan mencari pengenalan
Harga Diri
unik mengenai diri sendiri. Selfie terfokus
pada
pengambilan
foto
wajah.
Wajah
merupakan area untuk menunjukkan diri. Dari
wajah
dapat
memberitahu
terlihat
semua
fitur
yang
tentang
usia,
etnis,
jenis
kelamin, suasana hati, penampilan, dan lainlain. Individu pada awalnya menampilkan diri
terutama melalui wajah, dan berharap bahwa
apa yang ia tampilkan akan diterima oleh
orang lain.
Kategori
Fearrington,
Davenport,
&
Menurut Rosenberg (dalam Gecas, 1982)
harga diri merupakan totalitas pikiran dan
perasaan individu dengan mengacu pada
dirinya sebagai suatu objek. Mruk (2006)
menyatakan bahwa harga diri merupakan
kompetensi dalam bidang yang penting bagi
seorang individu bergantung pada sejarah
perkembangannya
kepribadian,
atau,
nilai-nilai,
karakteristik
dan
sebagainya.
Harga diri terlihat dalam perilaku tertentu.
frekuensi
Hal ini menyangkut pada evaluasi atau
terbesar terdapat pada variasi kata dari narsis
penilaian dari "kelayakan," mereka sendiri
atau narsisme atau narsistik. Beberapa artikel
yang membawa gagasan nilai-nilai ke dalam
mengungkapkan
harga dirinya.
selfie
dengan
narsisme
sebagai
cara
egosentris umum yang berpusat pada diri
sendiri (Farris, 2015).
Coopersmith (dalam Guindon, 2010)
berpendapat bahwa harga diri merupakan
Narsistik sendiri yaitu kecenderungan
evaluasi diri dari kelayakan personal. Hal
mencintai diri sendiri. Narsistik biasanya
tersebut merupakan proses penilaian dari
digambarkan dengan daftar perilaku yang
“kinerja,
sebagian besar melibatkan individu itu sendiri
menentukan standar dan nilai personal yang
(Cunen, 2002). Pembahasan dalam penelitian
dikembangkan sejak kanak-kanak. Sebagai
ini berkaitan dengan variabel kepribadian
sifat yang diperoleh, pada awalnya individu
narsistik yang diwujudkan dalam perilaku
belajar nilai diri mereka dari orang tua, yang
selfie, namun narsistik dalam penelitian ini
kemudian
yaitu subclinical narcissist dimana muncul
Coopersmith membaginya menjadi true self-
sebagai narsistik dengan tingkatan lebih
esteem (terlihat pada mereka yang benar-benar
kapasitas,
diperkuat
dan
oleh
atribut”
orang
yang
lain.
8
PUSPITASARI
merasa layak dan berharga) dan defensive self-
hubungan
esteem (terlihat pada mereka yang merasa
(cinta, dampak positif, daya tarik) adalah
tidak layak tapi tidak bisa mengakui informasi
prediktor
yang mengancam ini).
melanjutkan
Menurut Gecas (1982) pada umumnya
Rusbult,
menganggap
utama
bahwa
dari
atau
keputusan
mengakhiri
Martz,
kepuasan
dan
untuk
hubungan.
Agnew
(1998)
harga diri terbagi menjadi (a) Harga diri
mengemukakan empat dimensi dari hubungan
berdasarkan
romantis,
kompetensi,
kekuasaan,
atau
diantaranya:
(a)
Komitmen,
keyakinan dan (b) Harga diri berdasarkan nilai
didefinisikan sebagai tujuan untuk bertahan
moral. Harga diri berdasarkan kompetensi
dalam suatu hubungan, termasuk orientasi
berkaitan
yang
jangka panjang terhadap keterlibatan serta
berhubungan dengan atribusi diri dan proses
perasaan keterikatan psikologis. (b) Kepuasan,
perbandingan sosial. Harga diri berdasarkan
mengarah pada pengalaman positif dan negatif
dengan
kinerja
efektif
nilai (nilai diri) yaitu berlandaskan norma dan
nilai
tentang
perilaku
personal
dan
interpersonal, misalnya keadilan, hubungan
timbal balik, dan kehormatan. Proses penilaian
tercermin
memberi
kontribusi
terhadap
dalam
hubungan.
Kepuasan
dipengaruhi oleh sejauh mana pasangan dapat
memenuhi kebutuhannya yang paling penting.
(c) Alternatif, merupakan hubungan dimana
individu memiliki ketergantungan yang rendah
terhadap
pembentukan harga diri.
sebuah
pasangan.
Kualitas
alternatif
berdasarkan bagaimana kebutuhan terpenting
Hubungan Romantis
Hubungan
hubungan
individu dapat secara efektif terpenuhi “dari
romantis
interpersonal
berkaitan
dengan
penerimaan,
cinta,
komitmen,
merupakan
individu
kasih
dan
luar” pada saat menjalani hubungannya saat
yang
ini, keterlibatan alternatif yang spesifik dalam
sayang,
lingkup luas yaitu oleh teman, anggota
kesetiaan
keluarga,
ataupun
orang
lain.
Sehingga
(1988)
interdependen terhadap pasangan tidak terlalu
manusia
tinggi karena adanya alternatif yang didapat
inheren secara interpersonal dan berkomitmen
dari orang lain selain pasangannya. (d)
untuk membangun psikologis secara sosial,
Investasi, yaitu besarnya dan pentingnya
dengan motif berinteraksi dengan pasangan
sumber daya kelekatan pada hubungan seperti
dan
tenaga, pikiran pribadi, dan perasaan. Sumber
terhadap
menyatakan
pasangannya.
bahwa
berperilaku
Rusbult
pengalaman
dalam
konteks
sosial.
Kebanyakan model dari proses dan stabilitas
PERILAKU SELFIE YANG NARSISTIK
daya tersebut akan mengalami penurunan nilai
atau hilang jika hubungan itu berakhir.
Metode Penelitian
Variabel yang terdapat pada penelitian ini
Pengambilan Risiko
adalah perilaku selfie yang narsistik sebagai
Weber, Blais, dan Betz (2002) menyatakan
pengambilan risiko merupakan pola pikir
dimana individu membedakan risiko antara
keuangan, perjudian, sosial, etika, rekreasi,
dan keselamatan kesehatan. Selain itu, Weber
et al. (2002) mengklaim individu melihat
dependent variable kemudian harga diri,
hubungan romantis, pengambilan risiko, dan
jenis kelamin sebagai independent variable.
Penelitian
mungkin memiliki toleransi
dalam
domain
risiko
yang
yang
berbeda.
Misalnya, orang yang bersedia untuk terlibat
dalam olahraga ekstrim seperti hang gliding
mungkin
tidak
bersedia
untuk
menginvestasikan tabungan pensiun mereka
dalam risiko tinggi tersebut.
ini
menggunakan
skala
likert
berdasarkan pengembangan teori dari masingmasing variabel.
Sampel dalam penelitian ini adalah
risiko dalam setiap domain yang sama, tetapi
berbeda
9
individu dengan intensitas mengunggah foto
selfie ke media sosial sedikitnya dua foto
dalam seminggu, dan sampel dalam penelitian
ini memiliki pasangan (menikah dan masih
berpacaran). Usia populasi sampel diambil
pada tiga kategori usia perkembangan yakni
remaja (12 – 19 tahun), dewasa awal (20 – 39
tahun), dan dewasa madya (40 – 60 tahun).
Menurut Baird dan Thomas (1985)
pengambilan risiko merupakan kecenderungan
untuk berperilaku yang berpotensi melukai
atau membahayakan, di waktu yang sama
mendorong kesempatan untuk menghasilkan
hal yang positif dari perilaku tersebut.
Misalnya seperti berkendara dengan cepat atau
penggunaan obat-obatan dimana keduanya
dapat membawa perasaan positif bagi para
pelakunya pada saat melakukan perilaku
berisiko tersebut.
Selanjutnya, jumlah sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebanyak 170
orang. Pengambilan sampel bersifat non
probability sampling yang berarti seluruh
anggota populasi tidak memiliki peluang yang
sama
untuk
penetapan
menjadi
sampel
sampel,
dimana
berdasarkan
kriteria
tertentu. Analisis data dalam penelitian ini
menggunakan
metode
statistika
program Lisrel 8.70 dan SPSS 16.0.
melalui
10
PUSPITASARI
Alat
Pengukuran
ukur
tersebut
yaitu
Narcissistic
Personality Inventory (NPI) yang terdiri dari
Perilaku Selfie yang Narsistik
40 item, namun dikarenakan peneliti hanya
Raskin dan Hall (dalam Raskin & Terry,
1988)
mengembangkan
Narcissistic
Personality Inventory (NPI) untuk mengukur
perbedaan individual pada populasi narsisme
non klinis. Dalam narsisme terdiri dari tujuh
aspek,
diantaranya
self-sufficiency,
menggunakan 3 aspek dari NPI, jumlah item
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
sebanyak 15 item yang telah diadaptasi
kedalam Bahasa Indonesia. Reliabilitas NPI
sebesar 0.72 dan reliabilitas split-hal sebesar
0.80.
superiority, exhibitionism, exploitativeness,
vanity, entitlement, dan authority (Raskin &
Harga Diri
Terry, 1988). Penulis memodifikasi skala NPI
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
dengan hanya mengambil tiga dimensi agar
alat ukur harga diri yang disusun oleh
skala dapat sesuai dengan definisi operasional
Rosenberg pada tahun 1965 yaitu Rosenberg
dari perilaku selfie yang narsistik dan
Self Esteem Scale (RSES) yang terdiri dari 10
mengukur sesuai dengan apa yang ingin
item (5 favorable dan 5 unfavorable) yang
diukur. Ketiga dari tujuh dimensi tersebut
telah diadaptasi kedalam Bahasa Indonesia.
diantaranya superiority yaitu perilaku bahwa
Reliabilitas
dirinya lebih hebat dari orang lain dan
mengindikasikan internal konsistensi yang
menyukai pujian, exhibitionism yaitu perilaku
sangat baik. Reliabilitas test-retest dengan
yang menjadikan dirinya sebagai pusat
periode dua minggu menunjukan hasil 0.85
perhatian, dan vanity yaitu perilaku menyukai
dan 0.88.
bentuk
tubuhnya,
menyukai
dirinya
di
skala
RSES
sebesar
0.92,
Hubungan Romantis
cermin, dan senang menampilkan tubuhnya.
Semua
Dalam
menggunakan
penelitian
alat
ukur
ini,
narsistik
peneliti
yang
disusun oleh Raskin dan Terry pada tahun
1979 dikarenakan NPI menyusun alat ukur
untuk kepribadian narsistik non klinis, yang
beberapa dimensinya sesuai dengan definisi
dari variabel perilaku selfie yang narsistik.
pengukuran
dikembangkan
oleh
Rusbult et al. (1998). Komitmen diukur
dengan delapan item, kepuasan diukur dengan
enam item, investasi diukur dengan enam
item, dan alternatif diukur dengan enam item.
Reliabilitas
pada
alat
ukur
ini
diuji
menggunakan Alpha-Cronbach. Reliabilitas
masing-masing
dimensi
diantaranya,
PERILAKU SELFIE YANG NARSISTIK
komitmen (0.91 hingga 0.95), kepuasan (0.92
hingga 0.95), investasi (0.82 hingga 0.84),
11
penelitian ini terdiri dari 20 item.
Pengambilan Risiko
alternatif (0.82 hingga -0.88). Pengukuran
lainnya
yaitu
Sternberg’s
menggunakan
Triangular Love Scale yang terdiri dari 45
item dengan aspek diantaranya Intimacy,
Passion, dan Commitment dengan masing-
masing aspek terdiri dari 15 item (Sternberg,
1997).
Dalam
penelitian
ini,
peneliti
menggunakan skala yang dikembangkan oleh
Rusbult yang telah dimodifikasi, skala dalam
Pengukuran pengambilan risiko disusun oleh
peneliti yang berpedoman pada dua aspek dari
Domain Specifik Risk-Tasking (DOSPERT)
yakni Safety dan Recreational milik Weber,
Blais, dan Betz (2002). Pengambilan risiko
berkaitan dengan perilaku selfie yang narsistik
disusun oleh peneliti dengan skala yang terdiri
dari enam item.
Tabel 1
Model Summary Analisis Regresi
Model
R
1
a.
.526
R Square
a
Adjusted R Square
.277
Std. Error of the Estimate
.241
8.10570
Predictors: (Constant), JENIS_KELAMIN, HARGA_DIRI, ALTERNATIF_ROMANTIS, PENGAMBILAN_RISIKO,
ALTERNATIF_NONROMANTIS, KOMITMEN, INVESTASI, KEPUASAN
Kedua, peneliti melakukan Uji F untuk
Hasil
menganalisis pengaruh dari keseluruhan IV
Dari Tabel 1 diperoleh R Square sebesar
0,277 atau 27,7%. artinya sebesar 27,7%
bervariasinya Perilaku Selfie yang Narsistik
terhadap Perilaku
Selfie
yang Narsistik.
Adapun hasil uji F dapat dilihat pada Tabel 2
berikut.
dapat dijelaskan oleh semua IV dalam
penelitian ini, sedangkan 72,3% dijelaskan
oleh variabel lain diluar penelitan ini.
Tabel 2
Anova pengaruh keseluruhan IV terhadap DV
Model
1
Regression
Sum of Squares
4054.836
df
8
Mean Square
506.855
Residual
10578.089
161
65.702
Total
14632.925
169
F
7.714
Sig.
.000a
12
PUSPITASARI
a.
Predictors:
(Constant),
JENIS_KELAMIN,
ALTERNATIF_ROMANTIS,
PENGAMBILAN_RISIKO
ALTERNATIF_NONROMANTIS, HARGA_DIRI, KOMITMEN, INVESTASI, KEPUASAN
b.
Dependent Variable: SELFIE_NARSISTIK
Kemudian
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat nilai p
peneliti
ingin
melihat
(Sig) sebesar 0,000 dengan demikian diketahui
koefisien regresi dari masing-masing IV.
bahwa p = 0,000 < 0,05, maka hipotesis nihil
Dengan ketentuan, jika t > 1,96 atau nilai sig <
yang menyatakan tidak ada pengaruh dari
0,05,
seluruh IV terhadap perilaku selfie yang
signifikan,
narsistik ditolak. Artinya, bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan terhadap Perilaku
pengaruh yang signifikan dari Harga Diri,
Selfie
Komitmen, Kepuasan, Alternatif Romantis,
regresi dari masing-masing IV terhadap DV
Alternatif
dapat dilihat pada Tabel 3.
non
Romantis,
Investasi,
maka
koefisien
berarti
IV
regresi
tersebut
tersebut
memiliki
yang Narsistik. Adapun koefisien
Pengambilan Risiko, dan Jenis Kelamin
terhadap Perilaku Selfie yang Narsistik.
Tabel 3
Koefisien Regresi
Unstandardized Coefficients
Model
1 (Constant)
B
-8.792
Std. Error
9.355
.354
.078
KOMITMEN
-.151
KEPUASAN
.244
Standardized
Coefficients
-.940
Sig.
.349
.334
4.539
.000*
.112
-.147
-1.347
.180
.128
.241
1.905
.059
-.093
.080
-.099
-.1.164
.246
ALTERNATIF_
NONROMANTIS
311
.082
.298
3.795
.000*
INVESTASI
.161
.032
.154
1.566
.119
PENGAMBILAN_RISIKO
.144
.072
.142
2.005
.047*
5.590
1.722
.223
3.246
.001*
HARGA_DIRI
ALTERNATIF_
ROMANTIS
JENIS_KELAMIN
a. Dependent Variable: SELFIE_NARSISTIK
Keterangan: *Signifikan, p < 0.05
Beta
t
PERILAKU SELFIE YANG NARSISTIK
Berdasarkan
koefisien
regresi
pada
Tabel 3 dapat diketahui persamaan regresi
sebagai berikut:
13
berpengaruh signifikan terhadap perilaku
selfie yang narsistik.
4. Alternatif
romantis
memiliki
nilai
= -8,792 +
koefisien regresi sebesar -0,093 dan
0,354 (Harga Diri)* - 0,151 (Komitmen) +
signifikansi sebesar 0,246 (p > 0,05).
–
Artinya alternatif yang masih berkaitan
Perilaku Selfie yang Narsistik
0,244
(Kepuasan)
Romantis)
+
0,311
0,093
(Alternatif
(Alternatif
non
dengan
hubungan
romantis
tidak
Romantis)* + 0,161 (Investasi) + 0,144
berpengaruh signifikan terhadap perilaku
(Pengambilan
selfie yang narsistik.
Risiko)* + 5,590 (Jenis
Kelamin)*
5. Alternatif non romantis memiliki nilai
koefisien
regresi
sebesar
0,311
dan
signifikansi sebesar 0,000 (p < 0,05).
Dari Tabel 3 diperoleh informasi sebagai
Artinya
berikut:
berpengaruh signifikan dan arahnya positif
1. Harga diri memiliki nilai koefisien regresi
terhadap perilaku selfie yang narsistik.
sebesar 0,354 dan signifikansi sebesar
Berarti semakin tinggi individu memiliki
0,000 (p < 0,05). Artinya harga diri
alternatif yang tidak berkaitan dengan
berpengaruh signifikan dan arahnya positif
hubungan
terhadap perilaku selfie yang narsistik.
keluarga, ataupun menghabiskan waktu
Berarti semakin tinggi harga diri individu
sendiri maka semakin tinggi pula tingkat
maka semakin tinggi pula tingkat perilaku
perilaku selfie yang narsistik.
selfie yang narsistik.
alternatif
romantis
non
romantis
seperti
teman,
6. Investasi memiliki nilai koefisien regresi
2. Komitmen memiliki nilai koefisien regresi
sebesar 0,161 dan signifikansi sebesar
sebesar -0,151 dan signifikansi sebesar
0,119 (p > 0,05). Artinya investasi tidak
0,180 (p > 0,05). Artinya komitmen tidak
berpengaruh signifikan terhadap perilaku
berpengaruh signifikan terhadap perilaku
selfie yang narsistik.
selfie yang narsistik.
3. Kepuasan memiliki nilai koefisien regresi
7. Pengambilan
koefisien
risiko
regresi
memiliki
sebesar
0,144
nilai
dan
sebesar 0,244 dan signifikansi sebesar
signifikansi sebesar 0,047 (p < 0,05).
0,059 (p > 0,05). Artinya kepuasan tidak
Artinya pengambilan risiko berpengaruh
signifikan dan arahnya positif terhadap
14
PUSPITASARI
perilaku selfie yang narsistik. Berarti
Artinya
semakin
signifikan terhadap perilaku selfie.
tinggi
individu
mampu
mengambil risiko dalam berfoto selfie
jenis
kelamin
berpengaruh
Uji Beda Jenis Kelamin
maka semakin tinggi pula tingkat perilaku
Uji beda ini merupakan analisis untuk melihat
selfie yang narsistik.
8. Jenis kelamin memiliki nilai koefisien
regresi sebesar 5,590 dan signifikansi
sebesar 0,001 (p < 0,05). Yang dijadikan
konstan pada variabel ini adalah laki-laki.
pengaruh yang lebih besar antara laki-laki dan
perempuan terhadap perilaku selfie yang
narsistik. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 4 di
bawah ini.
Tabel 4
Uji Beda Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
N
Mean
Std. Deviation
Laki-laki
28
46.1614
9.94130
Perempuan
142
50.7569
9.01953
Total
170
Setelah melakukan analisis uji beda mean,
alternatif
terlihat bahwa mean perempuan (M=50.7569)
pengambilan
lebih besar daripada mean laki-laki. Maka
Adapun dari hasil uji F dapat diketahui bahwa
dapat
hipotesis nihil yang menyatakan tidak ada
diketahui
bahwa
memberikan
sumbangan
dibandingkan
dengan
perempuan
lebih
besar
laki-laki
terhadap
non
romantis,
risiko,
dan
jenis
investasi),
kelamin.
pengaruh dari seluruh independent variable
(IV)
terhadap
dependent
variable
(DV)
ditolak. Artinya, terdapat pengaruh yang
perilaku selfie yang narsistik.
signifikan
Kesimpulan
dari
harga
diri,
komitmen,
kepuasan, alternatif romantis, alternatif non
Berdasarkan
didapatkan
dependent
hasil
uji
informasi
variable
hipotesis
bahwa
(DV)
mayor,
pengaruh
yang
dapat
diprediksi dari harga diri, hubungan romantis
(komitmen, kepuasan, alternatif romantis,
romantis, investasi, pengambilan risiko, dan
jenis kelamin terhadap perilaku selfie yang
narsistik.
PERILAKU SELFIE YANG NARSISTIK
Berdasarkan hasil uji hipotesis minor
memiliki
rentang
15
usia
12-40
tahun.
yang menguji signifikansi koefisien regresi
Diharapkan agar mempersempit kategori
dari masing-masing IV terhadap DV, terdapat
status menjadi menikah karena berkaitan
empat dari delapan IV yang signifikan
dengan dimensi-dimensi dari hubungan
mempengaruhi DV yaitu harga diri, alternatif
romantis, dan usia sampel menggunakan
non romantis, pengambilan risiko, dan jenis
usia muda karena menurut penelitian
kelamin.
besar
perbandingan usia yang telah dilakukan
sumbangannya terhadap DV adalah variabel
oleh Foster et al. (2003) bahwa individu
harga diri.
yang lebih muda dilaporkan lebih narsistik
Prediktor
yang
paling
dibandingkan dengan individu yang lebih
Saran
tua.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat
kekurangan dalam penelitian ini. Penulis
memberikan saran secara metodologis dengan
harapan dapat memberikan kontribusi untuk
perkembangan penelitian selanjutnya. Selain
itu, peneliti juga menguraikan saran secara
c. Pada penelitian selanjutnya disarankan
untuk memperbanyak sampel penelitian
dan juga menyetarakan jumlah sampel
penelitian berdasarkan jenis kelamin agar
hasil penelitian lebih seimbang dan dapat
mempresentasikan populasi.
praktis dengan harapan dapat memberikan
informasi tambahan terutama bagi pembaca
Saran Praktis
yang berniat melakukan penelitian.
a. Pada penelitan ini diketahui bahwa harga
diri berpengaruh positif terhadap perilaku
Saran Metodologis
selfie yang narsistik. Artinya individu
a. Pada penelitian ini, sampel penelitian
memiliki intensitas mengunggah foto selfie
sedikitnya dua foto dalam seminggu, untuk
penelitian
selanjutnya
diharapkan
menggunakan intensitas yang lebih tinggi
agar
mendapatkan
hasil
yang
lebih
maksimal.
b. Sampel yang digunakan dalam penelitian
ini adalah individu yang sedang menjalani
hubungan (berpacaran atau menikah) dan
dengan harga diri yang tinggi, memiliki
tingkat perilaku selfie narsistik yang tinggi.
Diharapkan harga diri tinggi pada individu
yang
melakukan
mendorong
foto
pergerakan
selfie
dapat
penggunaan
internet yang lebih sehat pada masyarakat
di Indonesia dengan mengunggah foto
selfienya
untuk
berbagai
hal
positif
misalnya dengan memberikan contoh gaya
hidup sehat. Meskipun harga diri memiliki
16
PUSPITASARI
pengaruh positif terhadap perilaku selfie
foto selfie yang diunggah ke media sosial
yang
karena tampilan diri dapat diakses secara
narsistik,
namun
tidak
dapat
diketahui pengaruhnya jika diposisikan
bebas
sebaliknya yaitu pengaruh perilaku selfie
sehingga mampu menarik minat orang lain
yang narsistik terhadap harga diri. Maka
untuk
dari itu diharapkan bahwa individu tidak
Disarankan agar lebih berhati-hati dalam
menjadikan perilaku selfie sebagai patokan
penggunaan internet terutama media sosial
untuk meningkatkan harga diri. Harga diri
dan mengurangi komunikasi secara online,
dapat
eksplorasi
untuk dapat menghindari hal-hal yang
potensi diri ataupun kompetensi yang
tidak diinginkan yang dapat terjadi di
dimiliki
peningkatan
dunia maya sehingga berdampak pada
kemampuan
hubungan yang sedang dijalani saat ini,
ditingkatkan
individu
melalui
seperti
intelegensi (diantaranya,
dan luas dalam
berkomunikasi
dunia maya,
secara
online.
berfikir abstrak, kemampuan numerik,
serta
kemampuan spasial, kemampuan persepsi,
online dapat secara otomatis meningkatkan
kemampuan bahasa, kemampuan memori,
intensitas komunikasi dengan orang-orang
dan kemampuan motorik), kemampuan
terdekat, sehingga meningkatkan kelekatan
pemecahan masalah, dll.
antar individu.
b. Pada
penelitian
ini
diketahui
bahwa
pengurangan
c. Penelitian
komunikasi
ini
dapat
secara
dijadikan
terdapat pengaruh alternatif non romantis
pertimbangan
terhadap perilaku selfie yang narsistik.
penanganan kasus kecelakaan pada pelaku
Bagi para individu pelaku selfie yang
selfie dengan mempertimbangkan risiko
berkeinginan
yang
komitmennya
untuk
meningkatkan
dengan
pasangan
perilaku
lebih
didapatkan
selfie,
lanjut
dalam
apakah
dalam
melakukan
selfie
yang
(dikarenakan alternatif berlawanan dengan
dilakukannya lebih banyak memberikan
komitmen) maka disarankan untuk tidak
dampak positif atau negatif bagi dirinya
berlebihan dalam melakukan foto selfie
maupun orang lain.
agar dapat lebih banyak menghabiskan
waktu
alternatif
dengan
pada
pasangan.
perilaku
Daftar Pustaka
Pengaruh
selfie
yang
narsistik mengacu pada tingginya tingkat
perselingkuhan yang dapat terjadi melalui
Aldridge, G. & Harden, K. (2014). Selfie addict
took two hundred a day - and tried to kill
himself when he couldn't take perfect photo .
Retrieved
from
http://www.mirror.co.uk/news/real-lifestories/selfie-addict-took-two-hundred-3273819
PERILAKU SELFIE YANG NARSISTIK
American Psychiatric Association. (2013).
Diagnostic and statistical manual of mental
disorder DSM 5 (5th Edition). Arlington:
American Psychiatric Publishing
Baek, Jonathan. (2013). The “Selfie” Trifecta:
Cell-phones, Social Media, and Self.
Ganeseo.edu. Accessed January 22, 2015 from
http://static1.squarespace.com/static/5147cae6e
4b07ce9211f4930/t/536936e3e4b06caf8024618
7/1399404259848/Baek+%282013%29+Selfie+
Trifecta_ECA+Paper.pdf
Baird, I.S. & Thomas, H. (1985). Toward a
contingency model of strategic risk taking.
Academy of Management Review. Vol 10 No 2
pp 230-243
Barry, C. T., Doucette, H., Loflin, D. C., RiveraHudson, N., & Herrington, L. L. (2015) Let me
take a selfie: associations between selfphotography, narcissism, and self-esteem.
Psychology of Popular Media Culture
Barry, C.T., Frick, P., & Killian, A.L. (2003). The
relation of narcissism and self-esteem to
conduct problems in children: a preliminary
investigation. Journal of Clinical Child and
Adolescent Psychology Vol. 32, No. 1, 139–152
Baumeister, R.F., Bushman, B.J., & Campbell,
W.K. (2000). Self-esteem, narcissism, and
aggression: does violence result from low selfesteem or from thretened egotism. Department
of Psychology. Vol. 9 No. 1. pp: 26-29
Bergman, S.M., Fearrington, M.E., Davenport,
S.W., Bergman, J.Z. (2011). Millennials,
narcissism, and social networking: What
narcissists do on social networking sites and
why. Personality and Individual Differences.
Vol 50 pp 706–711
Buffardi, L.E. & Campbell, W.K. (2008).
Narcissism and social networking sites.
Personality and Social Psychology Bulettin.
Vol. 34
Bushman, B.J. & Baumeister, R.F. (1998).
Threatened egotism, narcissism, self-esteem,
and direct and displaced aggression: does selflove or self-hate lead to violence?. Journal of
Personality and Social Psychology. Vol. 75,
No. 1, 219-229
Campbell, W.K. & Foster, C.A. (2002). Narcissism
and commitment in romantic relationships: an
investment model analysis. Personality and
Social Psychology Bulletin. Pers Soc Psychol
Bull 2002; 28; 484
17
Campbell, W.K., Goodie, A.S., & Foster, J.D.
(2004). Narcissism, confidence, and risk
attitude. Journal of Behavioral Decision
Making 17: 297–311
Carpenter, C. J. (2012). Narcissism on Facebook:
Self-promotional and anti-social behavior.
Personality and Individual Differences Vol 52
pp: 482–486
Cast, A.D. & Burke, P.J. (2002). A theory of selfesteem. Social Forces, Vol. 80, No. 3, pp.
1041-1068
Cunen, M.A.B. (2002). Echo no longer; the
recovery process of the partner of the person
suffering from a narcissistically impaired
personality. Counselling Psychology
Doughty, S. (2015). Facebook and twitter threat to
marriages: Social media now a factor in one in
seven
divorces.
Retrieved
from
http://www.dailymail.co.uk/news/article3061616/Facebook-Twitter-factor-one-sevendivorces.html
Drexler, P. (2013). What your selfies say about you
are your selfies ruining your relationships?.
Retrieved
from
https://www.psychologytoday.com/blog/ourgender-ourselves/201309/what-your-selfiessay-about-you
Ehrenberg, M.F., Hunter, M.A., & Elterman, M.F.
(1996). Shared parenting agreements after
marital separation: the roles of empathy and
narcissism. Journal of Consulting and Clinical
Psychology. Vol.64.ho.4.808-818
Farris, B.S. (2015). Framing the selfie: how u.s.
news journalists shaped perception of the selfie
in year one. Proquest LLC
Fausing, B. (2013). Become an image. on selfies,
visuality and the visual turn in social medias.
Academia.edu. Accessed Desember 2, 2014
from
https://www.academia.edu/7955114/Fausing_B
_2013_Become_an_Image_On_Selfies_Visuality_and_the_Visual_Turn_i
n_Social_Medias
Foster, J. D., Campbell, W. K., & Twenge, J. M.
(2003). Individual differences in narcissism:
Inflated self-views across the lifespan and
around the world. Journal of Research in
Personality Vol 37 pp: 469–486
Foster, J.D., Shenesey, J.W., & Goff, J.S.(2009).
Why do narcissists take more risks? Testing the
roles of perceived risks and benefits of risky
18
PUSPITASARI
behaviors.
Personality
and
Individual
Differences 47 pp 885–889
Fox, J. (2015). Hey, guys: posting a lot of selfies
doesn’t send a good message. The Ohio State
University.
Retrieved
from
http://news.osu.edu/news/2015/01/06/hey-guysposting-a-lot-of-selfies-doesn%E2%80%99tsend-a-good-message/
Freedland, J. (2013). The selfie's screaming
narcissism masks an urge to connect. Retrieved
from
http://www.theguardian.com/commentisfree/20
13/nov/19/selfie-narcissism-oxford-dictionaryword
Gecas, V. (1982). The Self Concept. Annual
review of sociology Vol. 8, pp. 1-33
Guindon, M.H. (2010). Self-esteem across the life
span: issues and interventions. New York:
Taylor and Francis Group, LLC
Gunawan, R. (2014). Suami istri tewas terjatuh
saat selfie di tepi tebing . Retrieved from
http://news.liputan6.com/read/2089673/suamiistri-tewas-terjatuh-saat-selfie-di-tepi-tebing
Holt-Lunstad, J., Birmingham, W., & Jones, B.Q.
(2008). Is there something unique about
marriage? The relative impact of marital status,
relationship quality, and network social support
on ambulatory blood pressure and mental
health. Behavioral medicine.
King, LA. (2007) Psikologi umum: sebuah
pandangan apresiatif. (Part 1) New York:
McGraw-Hill
Lin, H.W. & Yeh, M.C. (2014). Selfie quality
assesment based on angle. Institute of
Computer Science and Information
Engineering. National Taiwan Normal
University
Maharani, D. (2014). Ternyata "Selfie" Bisa Bantu
Deteksi
Penyakit.
Retrieved
from:
http://health.kompas.com/read/2014/11/04/1110
00523/Ternyata.Selfie.Bisa.Bantu.Deteksi.Peny
akit
Martin, G. & Pear, J. (2003). Behavior
modification: what it is and how to do it (7th
Edition). New Jersey: Prentice Hall, Inc
Maulana, R. (2015). Kirim foto selfie, istri
ketahuan suami sedang selingkuh. Retrieved
from
http://log.viva.co.id/news/read/689757kirim-foto-selfie--istri-ketahuan-suami-sedangselingkuh
Merkle, E.R. & Richardson, R.A. (2000). Digital
dating and virtual relating: conceptualizing
computer mediated romantic relationships.
Family Relations, Vol 49. pp: 187-192
Mruk, C.J. (2006). Self-esteem research, theory,
and practice toward a positive psychology of
self-esteem (3rd Ed.). New York: Springer
Publishing Company, Inc.
Nguyen, A.J. (2014). Exploring the selfie
phenomenon: the idea of self-presentation and
its implications among young women. Smith
College School for Social Work Northampton,
Massachusetts
Oxford Dictionaries. (2013). Selfie. Retrieved from
http://www.oxforddictionaries.com/definition/e
nglish/selfie
Papalia, D.E., Sterns, H.L., Feldman, R.D., &
Camp, C.J. (2007). Adult development and
aging. New York: McGraw-Hill
Raacke, J. & Bonds-Raacke, J (2008). Myspace
and Facebook: Applying the Uses and
Gratifications Theory to Exploring FriendNetworking
Sites.
Cyberpsychology
&
Behavior Vol 11, No. 2 pp:169-174.
Raskin, R. & Terry, H. (1988). A principalcomponents analysis of the narcissistic
personality inventory and further evidence of its
construct validity. Journal of Personality and
Social Psychology. Vol. 54, No. 5,890-902
Robins, R.W., Trzesniewski, K.H., Tracy, J.L.,
Potter, J., & Gosling, S.D. (2002). Global selfesteem across the life span. Psychology and
Aging. Vol. 17, No. 3, pp: 423–434
Robinson, W. (2014). Selfies almost killed me:
schoolboy who took 200 photos of himself every
day because he wanted perfection describes
how addiction drove him to attempt suicide .
Retrieved
from
http://www.dailymail.co.uk/news/article2588364/Selfies-killed-Schoolboy-took-200photos-day-wanted-perfection-describesaddiction-drove-attempt-suicide.html
Rosenthal, S.A. & Pittinsky, T.L. (2006).
Narcissistic leadership. The Leadership
Quarterly. Vol17 pp 617-633
Rusbult, C.E. (1980). Commitment and satisfaction
in romantic associations: a test of the
investment model. Journal Of Experimental
Social Psychology Vol 16, 172-186
Rusbult, C.E. (1988). Research project description.
Retrieved
from
PERILAKU SELFIE YANG NARSISTIK
http://www.carylrusbult.com/index.php?option
= com_content&view= article&id= 51&Itemid=
58
Rusbult, C.E., Martz, J.M., & Agnew, C.R. (1998).
The investment model scale: measuring
commitment level, satisfaction level, quality of
alternatives, and investment size. Personal
Relationship, 5, 357-391
Santrock, J.W. (2008). Adolesence (3rd Ed.). New
York: McGraw-Hill
Sifferlin, A. (2013). Social media: why selfies
matters.
Retrieved
from
http://healthland.time.com/2013/09/06/whyselfies-matter/
Sternberg, R.J. (1997). Construct validation of
triangular love scale. European Journal of
Social Psychology.Vol 27. pp:313-335
Suk,
T.
(2014).
Selfie
infographic
–
“Selfiegraphic” facts and statistics. Retrieved
from
http://techinfographics.com/selfieinfographic-selfiegraphic-facts-and-statistics/
Thompson, B. (2004). Exploratory and
confirmatory factor analysis: Understanding
concept and application. Washington DC:
American Psychological Association
Waller, G., Sines, J., Meyer, C., & Mountford, V.
(2007). Body checking in the eating disorders:
Association with narcissistic characteristics.
Eating Behavior 9 pp 163-169
Warfield, K. (2014). Making selfie or making self:
digital subjective in the selfie. Journalism and
Communications.
Kwantlen
Polytechnic
University
19
Washburn, J.J., McMahon, S.D., King, C.A.,
Reinecke, M.A., & Silver, C. (2004).
Narcissistic features in young adolescents:
relations to aggression and internalizing
symptoms. Journal of Youth and Adolescence ,
Vol. 33, No. 3, June 2004, pp. 247–260
Weber, E.U., Blais, A.R., & Betz, N. (2002). A
domain-specific risk-attitude scale: Measuring
risk perceptions and risk behaviors. Journal of
Behavioral Decision Making, 15, 263-290.
Wilson, C. (2014). The Selfiest Cities in the World:
TIME's Definitive Ranking. Retrieved from
http://time.com/selfies-cities-world-rankings/
Wilson, K., Fornaiser, S., & White, K.M. (2010).
Psychological predictors of young adults' use of
social networking sites. Cyberpsychology,
Behavior, and Social Networking , Vol. 13(2).
pp. 173-177.
Wright, F. O’leary, J., & Balking, J. (1989).
Shame, guilt, narcissism, and depression:
correlates and sex differences. Psychoanalytic
Psychology 6(2), 217-230
Yudhianto. (2014). Tewaskan ibu akibat selfie,
pria malaysia: i'm sorry mom. Retrieved from
http://inet.detik.com/read/2014/10/07/115450/2
711734/398/tewaskan-ibu-akibat-selfie-priamalaysia-im-sorry-mom
Received December 7, 2015
Revision received February 26, 2016
Accepted February 28, 2016 ■
TERHADAP PERILAKU SELFIE YANG NARSISTIK
Mia Puspitasari
Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Abstrak
Perilaku selfie yang narsistik merupakan perilaku mengambil foto, mengedit, dan
mengunggah ke media sosial sedikitnya dua foto per minggu secara mandiri dengan
tujuan untuk memamerkan diri, menjadi pusat perhatian, dan untuk mendapat
pengakuan dari orang lain. Banyaknya masalah yang muncul dari fenomena selfie
seperti rendahnya harga diri, hubungan interpersonal yang semakin berkurang,
meningkatnya perilaku berisiko dalam pengambilan foto selfie, rendahnya empati,
dan sebagainya menjadi latar belakang dalam melakukan penelitian ini. Penelitian ini
bertujuan untuk menguji pengaruh harga diri, hubungan romantis (komitmen,
kepuasan, alternatif, dan investasi), pengambilan risiko, dan jenis kelamin terhadap
perilaku selfie yang narsistik. Ketujuh variabel tersebut digunakan untuk menguji
pengaruh dari setiap variabel dan seberapa besar variabel tersebut berpengaruh
terhadap perilaku selfie yang narsistik. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari 170
partisipan dengan intensitas mengunggah foto selfienya ke media sosial minimal dua
foto perminggu. Uji validitas alat ukur menggunakan teknik confirmatory factor
analysis (CFA). Analisis data menggunakan teknik analisis regresi berganda. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan harga diri, hubungan
romantis, dan pengambilan risiko terhadap perilaku selfie yang narsistik sebesar
27,7%. Hasil uji hipotesis minor menunjukkan empat variabel yang memiliki
pengaruh yang signifikan antara lain, harga diri, alternatif non romantis, pengambilan
risiko, dan jenis kelamin. Sementara komitmen, investasi, dan alternatif romantis
tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku selfie yang narsistik.
Kata kunci: selfie, narsistik, harga diri, hubungan romantis, pengambilan risiko
Selfie merupakan sebuah fenomena, yang
mendefinisikan
ditandai dengan seseorang memotret dirinya
fotograf yang diambil oleh diri sendiri,
sendii, dengan menampilkan wajah maupun
biasanya dilakukan dengan menggunakan
seluruh tubuh. Oxford Dictionary (2013)
smartphone atau webcam dan kemudian
1
bahwa
selfie
merupakan
2
PUSPITASARI
diunggah ke media sosial. Media sosial yang
Makati dan Pasig, di Filiphina, dengan
memfasilitasi
pengambilan
diantaranya
selfie
seperti
selfie
25,8% dari populasi
Facebook, Twitter, Instagram, Path, Flickr
pengambil selfie di dunia, berikutnya terdapat
dan
Begitu
di Manhattan, New York, dengan perolehan
popularnya, Oxford menobatkan kata ini
persentase sebesar 20,2%. Dan yang ketiga
sebagai “Word of The Year ” pada tahun 2013.
yaitu kota Miami, Florida, dengan peroleh
jejaring
sosial
lainnya.
Suk (2014) membuat info grafik dari
selfie yang disebut dengan selfiegraphic.
sebesar 15,5% populasi.
Selfie
merupakan
lambang
utama
Terdapat lebih dari satu juta selfie yang
narsisme (Freedland, 2013). Menurut Buffardi
diambil setiap harinya. Terdapat sekitar 50%
dan Campbell (2008) narsistik berkaitan
populasi laki-laki, dan 52% populasi wanita
dengan pandangan diri yang tinggi dan positif
membuat foto selfie. Selfie paling banyak
dari sifat seperti intelegensi, kekuasaan, fisik
diunggah pada media sosial Facebook yaitu
yang atraktif, dan daya tarik fisik yang
sebanyak 48%, melalui media sosial Whatsapp
berkaitan dengan keunikan.
dan pesan sebanyak 27%, pada media sosial
Twitter sebanyak 9%, pada media sosial
Fausing (2013) mengungkapkan bahwa
selfie merupakan bentuk refleksi dimana
Instagram sebanyak 8%, pada media sosial
individu membedakan diri dari orang lain dan
Snapchat sebanyak 5%, dan pada media sosial
mencari pengakuan yang unik tentang diri
biasanya
sendiri. Menurut Letamendi (dalam Sifferlin,
dilakukan di kalangan usia antara 18 sampai
2013) selfie hanya refleksi dari eksplorasi diri,
24 tahun. Selfie paling populer di negara
dan memfoto diri sendiri memungkinkan
Australia, kemudian Amerika Serikat dan
orang dewasa muda dan remaja untuk
Kanada.
mengekspresikan suasana hati mereka dan
sebanyak
2%.
Selfie
Wilson (2014) juga membuat database
berbagi pengalaman penting. Letamendi juga
mengenai selfie dengan meneliti 400.000 foto
menjelaskan bahwa remaja mencoba untuk
Instagram dengan hashtag selfie (#selfie),
membentuk identitas mereka melalui selfie,
termasuk
Secara
selfie berfungsi sebagai cara untuk mengetahui
yang
bagaimana penampilan mereka, juga perasaan
melakukan selfie di dunia dan membuat
mereka, dipengaruhi oleh pakaian tertentu,
peringkat 100 kota dengan pengambil selfie
make-up, pose dan latar.
koordinat
keseluruhan,
geografiknya.
terdapat
459
kota
terbanyak. Peringkat pertama diraih oleh kota
PERILAKU SELFIE YANG NARSISTIK
Baek
(2013) mengungkapkan
3
selfie
maupun negatif. Selfie bisa menguntungkan
berintegrasi dengan dua hal, diantaranya (1)
banyak orang bila digunakan dengan tepat.
media sosial, teknologi yang semakin canggih
Misalnya foto seusai menjalankan kebiasaan
dengan media sosial sebagai wadah untuk
hidup sehat dibanding sebelumnya (Drexler,
memberikan akses bagi para penggunanya
2013). Dalam artikel yang ditulis oleh
tanpa harus melalui komputer. Media sosial
Maharani (2014), selfie diketahui bisa menjadi
tidak hanya sekedar untuk berkomunikasi,
bagian dalam pelayanan kesehatan untuk
media sosial berfungsi sebagai hiburan, atau
membantu seseorang sembuh dari penyakit
self-promotion, norma sosial, identitas sosial,
kulit eksim pada wajah. Para pasien cukup
dan kepercayaan sosial yang dikonfirmasi
mengirimkan foto selfie wajah mereka kepada
dalam penelitian Blachino, Przepiórka, &
dokter kulit. Hasil studi menunjukkan bahwa
Rudnicka (dalam Baek, 2013),
mereka yang hanya mengirim foto selfie dapat
selular,
pengguna
telepon
(2) telepon
selular
yang
memiliki kemampuan mengambil fotograf
dengan
telepon
selularnya
instan kepada pengikutnya di dunia maya.
Mayoritas partisipan yang memiliki telepon
selular dengan fitur kamera serta akses ke
media sosial, menghasilkan kuantitas fotograf
yang banyak, sebanyak frekuensi foto yang
mereka unggah, dengan rata-rata seminggu
sekali. Dari penelitian Baek (2013) terdapat
beberapa alasan seseorang melakukan selfie,
diantaranya untuk menghilangkan kebosanan,
berbagi ke media sosial, bentuk sosialisasi,
diri,
merefleksikan
kepuasan
status
langsung bertemu dengan dokter kulit.
memiliki
kesempatan untuk berbagi fotograf secara
ekspresi
sembuh dari penyakitnya seperti mereka yang
tersendiri,
emosional,
dan
sebagainya.
Disamping dampak positif, selfie juga
memiliki dampak negatif bagi para pelakunya
maupun orang-orang disekitarnya. Aldridge
dan
Harden
(2014)
menuliskan
berita
mengenai seorang remaja berusia 19 tahun
dengan inisial D.B, menghabiskan 10 jam
dalam sehari untuk mengambil 200 foto
dirinya menggunakan smartphone. Ia keluar
dari sekolahnya, tidak meninggalkan rumah
selama enam bulan, dan menjadi agresif pada
kedua orang tuanya ketika mereka mencoba
untuk menghentikannya. Robinson (2014)
juga menyatakan bahwa ketika D.B. masih
masa sekolah, ia
nekat
untuk
menarik
perhatian wanita, ia terus mencoba untuk
Selfie memiliki berbagai dampak bagi
mengambil 200 selfie agar menghasilkan foto
para penggunanya, baik dampak yang positif
yang sempurna. Ketika ia gagal untuk
4
PUSPITASARI
menghasilkan
foto
yang
sempurna,
ia
mengunggah foto pada Facebook menjadi
mencoba bunuh diri dengan cara overdosis.
Kasus lain dalam tragedi selfie yakni
seorang warga negara Malaysia berinisial Y,
yang
mengambil
foto
selfie
bersama
keluarganya dalam mobil yang dikendarainya.
Saat mengambil selfie menggunakan monopod
yang
dilakukan
oleh
penumpang
media yang secara spesifik memposting dan
di
sebelahnya, Y yang ikut bergaya pun lengah,
sehingga tanpa sadar mobil yang tengah
dikendarai di jalan tol itu berpindah jalur.
Tabrakan tersebut membuat penumpang yang
duduk di kursi belakang yakni ibu Y dan
saudara perempuannya meninggal seketika.
Untungnya Y beserta dua penumpang lainnya
hanya menderita luka ringan, padahal mobil
yang ditabrak mengalami kerusakan parah
(Yudhianto, 2014).
pemicu tingkat perceraian. Survey yang
dilakukan Censuswide (dalam Doughty, 2015)
terhadap 2.011 suami dan istri, mereka
mengecek
akun
sosial
media
milik
pasangannya dengan alasan untuk mengetahui
pasangannya berbicara dengan siapa, dimana
ia berada, dan kemana ia pergi. Argumen
terjadi ketika terjadi kontak dengan pasangan
sebelumnya dengan mengirim pesan rahasia
dan mengirim gambar yang tidak pantas.
Sebanyak 14% menyatakan bahwa mereka
memeriksa media sosial pasangannya dengan
maksud mendeteksi bukti perselingkuhan.
Sebanyak 20% dari mereka merasa gelisah
tentang hubungannya setelah menemukan
sesuatu di akun Facebook pasangan mereka
dan 33% mengatakan mereka terus log-in
Gunawan (2014) memberitakan tentang
media sosial pasangannya secara rahasia.
sepasang suami istri asal Polandia yang tewas
Seperti yang diberitakan oleh Maulana
akibat terjatuh saat selfie di tepi tebing.
Mereka tergelincir saat berfoto narsis dan
jatuh ke jurang lautan. Keduanya nekat
melewati batas aman di puncak jurang dan
menuju ke tepi tebing. Saat sedang mengambil
gambar, tiba-tiba kaki mereka tergelincir dan
mereka jatuh dari ketinggian ribuan meter.
(2015), mereka yang menyukai selfie tidak
akan
segan-segan
mengenai
bentuk
untuk
tubuh
berfoto
mereka
selfie
lalu
membagikannya ke sosial media, secara
umum maupun privasi dengan mengirimnya
melalui pesan. Seperti yang dilakukan seorang
wanita yang berusaha untuk mengirimkan foto
Fenomena lain mengenai foto selfie
yaitu berkaitan dengan hubungan pernikahan.
Doughty (2015) menyatakan bahwa sosial
selfie yang cukup seksi kepada suaminya, ia
mengambil foto selfie dengan menggunakan
aplikasi Snapchat dalam sebuah kamar hotel,
PERILAKU SELFIE YANG NARSISTIK
5
karena kurang teliti dalam mengambil foto
awalnya mereka tidak gemar berfoto selfie,
selfie tersebut, wanita ini dituduh melakukan
namun
perselingkuhan. Dalam foto yang dikirimnya
sekelompoknya yang lain dan mereka pun
terdapat sepatu pria lain yang ikut terfoto
diajak untuk groufie (group selfie).
secara tidak sengaja, akibatnya wanita ini
dituduh berselingkuh oleh sang suami dan
diketahui bahwa wanita tersebut memang
sedang bersama pria lain di hotel.
mereka
terpengaruh
oleh
teman
Berdasarkan pengakuan 25% responden
tersebut, mereka mengunggah foto selfie
dengan alasan agar orang lain mengetahui
dirinya, apa yang dia lakukan, dimana ia
Semenjak selfie dianggap sebagai word
berada, dan kegiatan-kegiatan lain yang
of the year (Oxford Dictionary, 2013) dan
berkaitan dengan responden. Terdapat sekitar
terdapat lebih dari satu juta selfie yang
58,3% responden menyatakan bahwa mereka
diunggah setiap harinya, serta beragam bentuk
tidak peduli akan komentar orang lain
dan
selfie,
mengenai foto selfienya, mereka juga tidak
melakukan
mempedulikan apakah foto yang mereka
preliminary study mengenai fenomena selfie.
unggah akan berpengaruh pada perasaan,
Berdasarkan hasil preliminary study dari 12
kenyamanan, maupun reaksi orang lain,
individu, yang terdiri dari 11 wanita dan satu
dimana orang lain akan melihat foto-foto selfie
pria, berusia antara 20-26 tahun, yang secara
responden saat mereka baru mengunggahnya
intensif mengunggah foto selfienya ke media
ke media sosial. Sebanyak 45,4% responden
sosial, yaitu berkisar 3-10 foto selfie dalam
diketahui
seminggu, 41,67% responden mengungkapkan
pasangan tidak berorientasi jangka panjang,
bahwa mereka tidak percaya diri dengan
mereka menyatakan bahwa dirinya tidak
fisiknya (warna kulit dan bentuk tubuh),
mempertaruhkan banyak hal pada hubungan
sehingga mereka menggunakan aplikasi yang
yang sedang dijalaninya saat ini karena
terdapat dalam smartphone. Mereka juga
mereka mampu mendapatkan perhatian orang
melakukan foto selfie
berdasarkan pada
lain dan merasa bahwa masih banyak orang
dorongan teman-temannya. Secara kebetulan
yang menyayanginya apabila hubungannya
peneliti mewawancarai sekelompok individu,
dengan pasangan suatu saat berakhir.
kasus
mendorong
yang
terjadi
peneliti
akibat
untuk
dimana semua anggotanya gemar berfoto
selfie dan mengunggahnya ke media sosial.
Menurut pengakuan 60% dari responden, pada
bahwa
hubungannya
bersama
Peneliti mengamati tiga individu yang
memiliki kecenderungan berperilaku selfie
yang narsistik. Alasan terkait foto selfie yang
6
PUSPITASARI
mereka unggah secara intens agar mereka
memiliki komitmen rendah dalam hubungan
dapat menampilkan foto terbarunya, foto
romantis
tersebut
interdependen
dianggapnya
dibandingkan
dengan
lebih
foto
menarik
sebelumnya.
yang
dimediasi
oleh
struktur
hubungan
(diantaranya
kepuasan,
romantis
alternatif,
dan
Mengunggah foto selfie secara intens juga
investasi). Mediasi ini memberikan hasil
dilakukan agar mereka mendapat perhatian
bahwa narsistik memiliki komitmen rendah
dari teman media sosialnya. Banyaknya
pada hubungan romantisnya dibanding non
feedback seperti pujian dan simbol suka
narsistis,
menjadi penguat bagi perilaku selfie mereka.
alternatif yang lebih besar dalam menjalani
Ketiganya telah menikah dan memiliki anak,
hubungan.
namun mereka berkomunikasi secara intens
kepuasan dan investasi yang rendah.
dengan lawan jenis, terutama dengan kenalan
lama dan orang asing yang baru dikenalnya di
media sosial dengan menggunakan pesan dan
kata-kata yang mengarah pada hal romantis.
ia
menganggap
Sedangkan
dapat
narsistis
mencari
memiliki
Narsistik secara konsisten berkaitan
positif dengan risk taking (contoh: menerima
tantangan) dengan overconfidence sebagai
prediktornya (Campbell, Goodie, & Foster,
Penelitian mengenai kaitan narsistik
2004). Risk taking atau pengambilan risiko
dengan self-esteem telah dilakukan oleh Barry,
berkorelasi positif dengan narsistik dengan
Frick, dan Killian (2003) yang menemukan
prediktor
bahwa interaksi antara narsisme yang tinggi
perception.
berkaitan dengan harga diri yang rendah.
kemungkinan yang lebih tinggi untuk terlibat
Penemuan ini konsisten dengan penelitian
dalam
Washburn, McMahon, King, Reinecke, dan
mereka merasakan manfaatnya lebih besar
Silver (2004) bahwa self-esteem memiliki
dibandingkan dengan risiko dari perilaku
hubungan negatif dengan narsistik. Namun
tersebut (Foster, Shenesey, & Goff, 2009).
penelitian yang dilakukan oleh Baumeister,
Bushman, dan Campbell (2000) memberikan
benefit
Artinya
perilaku
Narsistik
dan
perception
subyek
pengambilan
juga
risk
melaporkan
risiko
berkaitan
jika
dengan
psychological control, game playing dan
hasil yang berlawanan, dimana individu yang
ketidaksetiaan,
narsistik (pelaku narsistik) memiliki self-
(Campbell & Foster, 2002), body image
esteem yang tinggi.
Pada penelitian Campbell dan Foster
(2002) dijelaskan bahwa individu narsistik
komitmen
level
rendah
(Waller, Sines, Meyer, & Mountford, 2007),
dan lack of empathy (Ehrenberg, Hunter, &
Elterman, 1996).
PERILAKU SELFIE YANG NARSISTIK
7
Perilaku Selfie yang Narsistik
rendah dibandingkan dengan narsistik klinis
Menurut Fausing (2013) selfie adalah bentuk
(Bergman,
pemikiran yang membedakan diri sendiri
Bergman, 2011).
dengan orang lain dan mencari pengenalan
Harga Diri
unik mengenai diri sendiri. Selfie terfokus
pada
pengambilan
foto
wajah.
Wajah
merupakan area untuk menunjukkan diri. Dari
wajah
dapat
memberitahu
terlihat
semua
fitur
yang
tentang
usia,
etnis,
jenis
kelamin, suasana hati, penampilan, dan lainlain. Individu pada awalnya menampilkan diri
terutama melalui wajah, dan berharap bahwa
apa yang ia tampilkan akan diterima oleh
orang lain.
Kategori
Fearrington,
Davenport,
&
Menurut Rosenberg (dalam Gecas, 1982)
harga diri merupakan totalitas pikiran dan
perasaan individu dengan mengacu pada
dirinya sebagai suatu objek. Mruk (2006)
menyatakan bahwa harga diri merupakan
kompetensi dalam bidang yang penting bagi
seorang individu bergantung pada sejarah
perkembangannya
kepribadian,
atau,
nilai-nilai,
karakteristik
dan
sebagainya.
Harga diri terlihat dalam perilaku tertentu.
frekuensi
Hal ini menyangkut pada evaluasi atau
terbesar terdapat pada variasi kata dari narsis
penilaian dari "kelayakan," mereka sendiri
atau narsisme atau narsistik. Beberapa artikel
yang membawa gagasan nilai-nilai ke dalam
mengungkapkan
harga dirinya.
selfie
dengan
narsisme
sebagai
cara
egosentris umum yang berpusat pada diri
sendiri (Farris, 2015).
Coopersmith (dalam Guindon, 2010)
berpendapat bahwa harga diri merupakan
Narsistik sendiri yaitu kecenderungan
evaluasi diri dari kelayakan personal. Hal
mencintai diri sendiri. Narsistik biasanya
tersebut merupakan proses penilaian dari
digambarkan dengan daftar perilaku yang
“kinerja,
sebagian besar melibatkan individu itu sendiri
menentukan standar dan nilai personal yang
(Cunen, 2002). Pembahasan dalam penelitian
dikembangkan sejak kanak-kanak. Sebagai
ini berkaitan dengan variabel kepribadian
sifat yang diperoleh, pada awalnya individu
narsistik yang diwujudkan dalam perilaku
belajar nilai diri mereka dari orang tua, yang
selfie, namun narsistik dalam penelitian ini
kemudian
yaitu subclinical narcissist dimana muncul
Coopersmith membaginya menjadi true self-
sebagai narsistik dengan tingkatan lebih
esteem (terlihat pada mereka yang benar-benar
kapasitas,
diperkuat
dan
oleh
atribut”
orang
yang
lain.
8
PUSPITASARI
merasa layak dan berharga) dan defensive self-
hubungan
esteem (terlihat pada mereka yang merasa
(cinta, dampak positif, daya tarik) adalah
tidak layak tapi tidak bisa mengakui informasi
prediktor
yang mengancam ini).
melanjutkan
Menurut Gecas (1982) pada umumnya
Rusbult,
menganggap
utama
bahwa
dari
atau
keputusan
mengakhiri
Martz,
kepuasan
dan
untuk
hubungan.
Agnew
(1998)
harga diri terbagi menjadi (a) Harga diri
mengemukakan empat dimensi dari hubungan
berdasarkan
romantis,
kompetensi,
kekuasaan,
atau
diantaranya:
(a)
Komitmen,
keyakinan dan (b) Harga diri berdasarkan nilai
didefinisikan sebagai tujuan untuk bertahan
moral. Harga diri berdasarkan kompetensi
dalam suatu hubungan, termasuk orientasi
berkaitan
yang
jangka panjang terhadap keterlibatan serta
berhubungan dengan atribusi diri dan proses
perasaan keterikatan psikologis. (b) Kepuasan,
perbandingan sosial. Harga diri berdasarkan
mengarah pada pengalaman positif dan negatif
dengan
kinerja
efektif
nilai (nilai diri) yaitu berlandaskan norma dan
nilai
tentang
perilaku
personal
dan
interpersonal, misalnya keadilan, hubungan
timbal balik, dan kehormatan. Proses penilaian
tercermin
memberi
kontribusi
terhadap
dalam
hubungan.
Kepuasan
dipengaruhi oleh sejauh mana pasangan dapat
memenuhi kebutuhannya yang paling penting.
(c) Alternatif, merupakan hubungan dimana
individu memiliki ketergantungan yang rendah
terhadap
pembentukan harga diri.
sebuah
pasangan.
Kualitas
alternatif
berdasarkan bagaimana kebutuhan terpenting
Hubungan Romantis
Hubungan
hubungan
individu dapat secara efektif terpenuhi “dari
romantis
interpersonal
berkaitan
dengan
penerimaan,
cinta,
komitmen,
merupakan
individu
kasih
dan
luar” pada saat menjalani hubungannya saat
yang
ini, keterlibatan alternatif yang spesifik dalam
sayang,
lingkup luas yaitu oleh teman, anggota
kesetiaan
keluarga,
ataupun
orang
lain.
Sehingga
(1988)
interdependen terhadap pasangan tidak terlalu
manusia
tinggi karena adanya alternatif yang didapat
inheren secara interpersonal dan berkomitmen
dari orang lain selain pasangannya. (d)
untuk membangun psikologis secara sosial,
Investasi, yaitu besarnya dan pentingnya
dengan motif berinteraksi dengan pasangan
sumber daya kelekatan pada hubungan seperti
dan
tenaga, pikiran pribadi, dan perasaan. Sumber
terhadap
menyatakan
pasangannya.
bahwa
berperilaku
Rusbult
pengalaman
dalam
konteks
sosial.
Kebanyakan model dari proses dan stabilitas
PERILAKU SELFIE YANG NARSISTIK
daya tersebut akan mengalami penurunan nilai
atau hilang jika hubungan itu berakhir.
Metode Penelitian
Variabel yang terdapat pada penelitian ini
Pengambilan Risiko
adalah perilaku selfie yang narsistik sebagai
Weber, Blais, dan Betz (2002) menyatakan
pengambilan risiko merupakan pola pikir
dimana individu membedakan risiko antara
keuangan, perjudian, sosial, etika, rekreasi,
dan keselamatan kesehatan. Selain itu, Weber
et al. (2002) mengklaim individu melihat
dependent variable kemudian harga diri,
hubungan romantis, pengambilan risiko, dan
jenis kelamin sebagai independent variable.
Penelitian
mungkin memiliki toleransi
dalam
domain
risiko
yang
yang
berbeda.
Misalnya, orang yang bersedia untuk terlibat
dalam olahraga ekstrim seperti hang gliding
mungkin
tidak
bersedia
untuk
menginvestasikan tabungan pensiun mereka
dalam risiko tinggi tersebut.
ini
menggunakan
skala
likert
berdasarkan pengembangan teori dari masingmasing variabel.
Sampel dalam penelitian ini adalah
risiko dalam setiap domain yang sama, tetapi
berbeda
9
individu dengan intensitas mengunggah foto
selfie ke media sosial sedikitnya dua foto
dalam seminggu, dan sampel dalam penelitian
ini memiliki pasangan (menikah dan masih
berpacaran). Usia populasi sampel diambil
pada tiga kategori usia perkembangan yakni
remaja (12 – 19 tahun), dewasa awal (20 – 39
tahun), dan dewasa madya (40 – 60 tahun).
Menurut Baird dan Thomas (1985)
pengambilan risiko merupakan kecenderungan
untuk berperilaku yang berpotensi melukai
atau membahayakan, di waktu yang sama
mendorong kesempatan untuk menghasilkan
hal yang positif dari perilaku tersebut.
Misalnya seperti berkendara dengan cepat atau
penggunaan obat-obatan dimana keduanya
dapat membawa perasaan positif bagi para
pelakunya pada saat melakukan perilaku
berisiko tersebut.
Selanjutnya, jumlah sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebanyak 170
orang. Pengambilan sampel bersifat non
probability sampling yang berarti seluruh
anggota populasi tidak memiliki peluang yang
sama
untuk
penetapan
menjadi
sampel
sampel,
dimana
berdasarkan
kriteria
tertentu. Analisis data dalam penelitian ini
menggunakan
metode
statistika
program Lisrel 8.70 dan SPSS 16.0.
melalui
10
PUSPITASARI
Alat
Pengukuran
ukur
tersebut
yaitu
Narcissistic
Personality Inventory (NPI) yang terdiri dari
Perilaku Selfie yang Narsistik
40 item, namun dikarenakan peneliti hanya
Raskin dan Hall (dalam Raskin & Terry,
1988)
mengembangkan
Narcissistic
Personality Inventory (NPI) untuk mengukur
perbedaan individual pada populasi narsisme
non klinis. Dalam narsisme terdiri dari tujuh
aspek,
diantaranya
self-sufficiency,
menggunakan 3 aspek dari NPI, jumlah item
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
sebanyak 15 item yang telah diadaptasi
kedalam Bahasa Indonesia. Reliabilitas NPI
sebesar 0.72 dan reliabilitas split-hal sebesar
0.80.
superiority, exhibitionism, exploitativeness,
vanity, entitlement, dan authority (Raskin &
Harga Diri
Terry, 1988). Penulis memodifikasi skala NPI
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
dengan hanya mengambil tiga dimensi agar
alat ukur harga diri yang disusun oleh
skala dapat sesuai dengan definisi operasional
Rosenberg pada tahun 1965 yaitu Rosenberg
dari perilaku selfie yang narsistik dan
Self Esteem Scale (RSES) yang terdiri dari 10
mengukur sesuai dengan apa yang ingin
item (5 favorable dan 5 unfavorable) yang
diukur. Ketiga dari tujuh dimensi tersebut
telah diadaptasi kedalam Bahasa Indonesia.
diantaranya superiority yaitu perilaku bahwa
Reliabilitas
dirinya lebih hebat dari orang lain dan
mengindikasikan internal konsistensi yang
menyukai pujian, exhibitionism yaitu perilaku
sangat baik. Reliabilitas test-retest dengan
yang menjadikan dirinya sebagai pusat
periode dua minggu menunjukan hasil 0.85
perhatian, dan vanity yaitu perilaku menyukai
dan 0.88.
bentuk
tubuhnya,
menyukai
dirinya
di
skala
RSES
sebesar
0.92,
Hubungan Romantis
cermin, dan senang menampilkan tubuhnya.
Semua
Dalam
menggunakan
penelitian
alat
ukur
ini,
narsistik
peneliti
yang
disusun oleh Raskin dan Terry pada tahun
1979 dikarenakan NPI menyusun alat ukur
untuk kepribadian narsistik non klinis, yang
beberapa dimensinya sesuai dengan definisi
dari variabel perilaku selfie yang narsistik.
pengukuran
dikembangkan
oleh
Rusbult et al. (1998). Komitmen diukur
dengan delapan item, kepuasan diukur dengan
enam item, investasi diukur dengan enam
item, dan alternatif diukur dengan enam item.
Reliabilitas
pada
alat
ukur
ini
diuji
menggunakan Alpha-Cronbach. Reliabilitas
masing-masing
dimensi
diantaranya,
PERILAKU SELFIE YANG NARSISTIK
komitmen (0.91 hingga 0.95), kepuasan (0.92
hingga 0.95), investasi (0.82 hingga 0.84),
11
penelitian ini terdiri dari 20 item.
Pengambilan Risiko
alternatif (0.82 hingga -0.88). Pengukuran
lainnya
yaitu
Sternberg’s
menggunakan
Triangular Love Scale yang terdiri dari 45
item dengan aspek diantaranya Intimacy,
Passion, dan Commitment dengan masing-
masing aspek terdiri dari 15 item (Sternberg,
1997).
Dalam
penelitian
ini,
peneliti
menggunakan skala yang dikembangkan oleh
Rusbult yang telah dimodifikasi, skala dalam
Pengukuran pengambilan risiko disusun oleh
peneliti yang berpedoman pada dua aspek dari
Domain Specifik Risk-Tasking (DOSPERT)
yakni Safety dan Recreational milik Weber,
Blais, dan Betz (2002). Pengambilan risiko
berkaitan dengan perilaku selfie yang narsistik
disusun oleh peneliti dengan skala yang terdiri
dari enam item.
Tabel 1
Model Summary Analisis Regresi
Model
R
1
a.
.526
R Square
a
Adjusted R Square
.277
Std. Error of the Estimate
.241
8.10570
Predictors: (Constant), JENIS_KELAMIN, HARGA_DIRI, ALTERNATIF_ROMANTIS, PENGAMBILAN_RISIKO,
ALTERNATIF_NONROMANTIS, KOMITMEN, INVESTASI, KEPUASAN
Kedua, peneliti melakukan Uji F untuk
Hasil
menganalisis pengaruh dari keseluruhan IV
Dari Tabel 1 diperoleh R Square sebesar
0,277 atau 27,7%. artinya sebesar 27,7%
bervariasinya Perilaku Selfie yang Narsistik
terhadap Perilaku
Selfie
yang Narsistik.
Adapun hasil uji F dapat dilihat pada Tabel 2
berikut.
dapat dijelaskan oleh semua IV dalam
penelitian ini, sedangkan 72,3% dijelaskan
oleh variabel lain diluar penelitan ini.
Tabel 2
Anova pengaruh keseluruhan IV terhadap DV
Model
1
Regression
Sum of Squares
4054.836
df
8
Mean Square
506.855
Residual
10578.089
161
65.702
Total
14632.925
169
F
7.714
Sig.
.000a
12
PUSPITASARI
a.
Predictors:
(Constant),
JENIS_KELAMIN,
ALTERNATIF_ROMANTIS,
PENGAMBILAN_RISIKO
ALTERNATIF_NONROMANTIS, HARGA_DIRI, KOMITMEN, INVESTASI, KEPUASAN
b.
Dependent Variable: SELFIE_NARSISTIK
Kemudian
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat nilai p
peneliti
ingin
melihat
(Sig) sebesar 0,000 dengan demikian diketahui
koefisien regresi dari masing-masing IV.
bahwa p = 0,000 < 0,05, maka hipotesis nihil
Dengan ketentuan, jika t > 1,96 atau nilai sig <
yang menyatakan tidak ada pengaruh dari
0,05,
seluruh IV terhadap perilaku selfie yang
signifikan,
narsistik ditolak. Artinya, bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan terhadap Perilaku
pengaruh yang signifikan dari Harga Diri,
Selfie
Komitmen, Kepuasan, Alternatif Romantis,
regresi dari masing-masing IV terhadap DV
Alternatif
dapat dilihat pada Tabel 3.
non
Romantis,
Investasi,
maka
koefisien
berarti
IV
regresi
tersebut
tersebut
memiliki
yang Narsistik. Adapun koefisien
Pengambilan Risiko, dan Jenis Kelamin
terhadap Perilaku Selfie yang Narsistik.
Tabel 3
Koefisien Regresi
Unstandardized Coefficients
Model
1 (Constant)
B
-8.792
Std. Error
9.355
.354
.078
KOMITMEN
-.151
KEPUASAN
.244
Standardized
Coefficients
-.940
Sig.
.349
.334
4.539
.000*
.112
-.147
-1.347
.180
.128
.241
1.905
.059
-.093
.080
-.099
-.1.164
.246
ALTERNATIF_
NONROMANTIS
311
.082
.298
3.795
.000*
INVESTASI
.161
.032
.154
1.566
.119
PENGAMBILAN_RISIKO
.144
.072
.142
2.005
.047*
5.590
1.722
.223
3.246
.001*
HARGA_DIRI
ALTERNATIF_
ROMANTIS
JENIS_KELAMIN
a. Dependent Variable: SELFIE_NARSISTIK
Keterangan: *Signifikan, p < 0.05
Beta
t
PERILAKU SELFIE YANG NARSISTIK
Berdasarkan
koefisien
regresi
pada
Tabel 3 dapat diketahui persamaan regresi
sebagai berikut:
13
berpengaruh signifikan terhadap perilaku
selfie yang narsistik.
4. Alternatif
romantis
memiliki
nilai
= -8,792 +
koefisien regresi sebesar -0,093 dan
0,354 (Harga Diri)* - 0,151 (Komitmen) +
signifikansi sebesar 0,246 (p > 0,05).
–
Artinya alternatif yang masih berkaitan
Perilaku Selfie yang Narsistik
0,244
(Kepuasan)
Romantis)
+
0,311
0,093
(Alternatif
(Alternatif
non
dengan
hubungan
romantis
tidak
Romantis)* + 0,161 (Investasi) + 0,144
berpengaruh signifikan terhadap perilaku
(Pengambilan
selfie yang narsistik.
Risiko)* + 5,590 (Jenis
Kelamin)*
5. Alternatif non romantis memiliki nilai
koefisien
regresi
sebesar
0,311
dan
signifikansi sebesar 0,000 (p < 0,05).
Dari Tabel 3 diperoleh informasi sebagai
Artinya
berikut:
berpengaruh signifikan dan arahnya positif
1. Harga diri memiliki nilai koefisien regresi
terhadap perilaku selfie yang narsistik.
sebesar 0,354 dan signifikansi sebesar
Berarti semakin tinggi individu memiliki
0,000 (p < 0,05). Artinya harga diri
alternatif yang tidak berkaitan dengan
berpengaruh signifikan dan arahnya positif
hubungan
terhadap perilaku selfie yang narsistik.
keluarga, ataupun menghabiskan waktu
Berarti semakin tinggi harga diri individu
sendiri maka semakin tinggi pula tingkat
maka semakin tinggi pula tingkat perilaku
perilaku selfie yang narsistik.
selfie yang narsistik.
alternatif
romantis
non
romantis
seperti
teman,
6. Investasi memiliki nilai koefisien regresi
2. Komitmen memiliki nilai koefisien regresi
sebesar 0,161 dan signifikansi sebesar
sebesar -0,151 dan signifikansi sebesar
0,119 (p > 0,05). Artinya investasi tidak
0,180 (p > 0,05). Artinya komitmen tidak
berpengaruh signifikan terhadap perilaku
berpengaruh signifikan terhadap perilaku
selfie yang narsistik.
selfie yang narsistik.
3. Kepuasan memiliki nilai koefisien regresi
7. Pengambilan
koefisien
risiko
regresi
memiliki
sebesar
0,144
nilai
dan
sebesar 0,244 dan signifikansi sebesar
signifikansi sebesar 0,047 (p < 0,05).
0,059 (p > 0,05). Artinya kepuasan tidak
Artinya pengambilan risiko berpengaruh
signifikan dan arahnya positif terhadap
14
PUSPITASARI
perilaku selfie yang narsistik. Berarti
Artinya
semakin
signifikan terhadap perilaku selfie.
tinggi
individu
mampu
mengambil risiko dalam berfoto selfie
jenis
kelamin
berpengaruh
Uji Beda Jenis Kelamin
maka semakin tinggi pula tingkat perilaku
Uji beda ini merupakan analisis untuk melihat
selfie yang narsistik.
8. Jenis kelamin memiliki nilai koefisien
regresi sebesar 5,590 dan signifikansi
sebesar 0,001 (p < 0,05). Yang dijadikan
konstan pada variabel ini adalah laki-laki.
pengaruh yang lebih besar antara laki-laki dan
perempuan terhadap perilaku selfie yang
narsistik. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 4 di
bawah ini.
Tabel 4
Uji Beda Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
N
Mean
Std. Deviation
Laki-laki
28
46.1614
9.94130
Perempuan
142
50.7569
9.01953
Total
170
Setelah melakukan analisis uji beda mean,
alternatif
terlihat bahwa mean perempuan (M=50.7569)
pengambilan
lebih besar daripada mean laki-laki. Maka
Adapun dari hasil uji F dapat diketahui bahwa
dapat
hipotesis nihil yang menyatakan tidak ada
diketahui
bahwa
memberikan
sumbangan
dibandingkan
dengan
perempuan
lebih
besar
laki-laki
terhadap
non
romantis,
risiko,
dan
jenis
investasi),
kelamin.
pengaruh dari seluruh independent variable
(IV)
terhadap
dependent
variable
(DV)
ditolak. Artinya, terdapat pengaruh yang
perilaku selfie yang narsistik.
signifikan
Kesimpulan
dari
harga
diri,
komitmen,
kepuasan, alternatif romantis, alternatif non
Berdasarkan
didapatkan
dependent
hasil
uji
informasi
variable
hipotesis
bahwa
(DV)
mayor,
pengaruh
yang
dapat
diprediksi dari harga diri, hubungan romantis
(komitmen, kepuasan, alternatif romantis,
romantis, investasi, pengambilan risiko, dan
jenis kelamin terhadap perilaku selfie yang
narsistik.
PERILAKU SELFIE YANG NARSISTIK
Berdasarkan hasil uji hipotesis minor
memiliki
rentang
15
usia
12-40
tahun.
yang menguji signifikansi koefisien regresi
Diharapkan agar mempersempit kategori
dari masing-masing IV terhadap DV, terdapat
status menjadi menikah karena berkaitan
empat dari delapan IV yang signifikan
dengan dimensi-dimensi dari hubungan
mempengaruhi DV yaitu harga diri, alternatif
romantis, dan usia sampel menggunakan
non romantis, pengambilan risiko, dan jenis
usia muda karena menurut penelitian
kelamin.
besar
perbandingan usia yang telah dilakukan
sumbangannya terhadap DV adalah variabel
oleh Foster et al. (2003) bahwa individu
harga diri.
yang lebih muda dilaporkan lebih narsistik
Prediktor
yang
paling
dibandingkan dengan individu yang lebih
Saran
tua.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat
kekurangan dalam penelitian ini. Penulis
memberikan saran secara metodologis dengan
harapan dapat memberikan kontribusi untuk
perkembangan penelitian selanjutnya. Selain
itu, peneliti juga menguraikan saran secara
c. Pada penelitian selanjutnya disarankan
untuk memperbanyak sampel penelitian
dan juga menyetarakan jumlah sampel
penelitian berdasarkan jenis kelamin agar
hasil penelitian lebih seimbang dan dapat
mempresentasikan populasi.
praktis dengan harapan dapat memberikan
informasi tambahan terutama bagi pembaca
Saran Praktis
yang berniat melakukan penelitian.
a. Pada penelitan ini diketahui bahwa harga
diri berpengaruh positif terhadap perilaku
Saran Metodologis
selfie yang narsistik. Artinya individu
a. Pada penelitian ini, sampel penelitian
memiliki intensitas mengunggah foto selfie
sedikitnya dua foto dalam seminggu, untuk
penelitian
selanjutnya
diharapkan
menggunakan intensitas yang lebih tinggi
agar
mendapatkan
hasil
yang
lebih
maksimal.
b. Sampel yang digunakan dalam penelitian
ini adalah individu yang sedang menjalani
hubungan (berpacaran atau menikah) dan
dengan harga diri yang tinggi, memiliki
tingkat perilaku selfie narsistik yang tinggi.
Diharapkan harga diri tinggi pada individu
yang
melakukan
mendorong
foto
pergerakan
selfie
dapat
penggunaan
internet yang lebih sehat pada masyarakat
di Indonesia dengan mengunggah foto
selfienya
untuk
berbagai
hal
positif
misalnya dengan memberikan contoh gaya
hidup sehat. Meskipun harga diri memiliki
16
PUSPITASARI
pengaruh positif terhadap perilaku selfie
foto selfie yang diunggah ke media sosial
yang
karena tampilan diri dapat diakses secara
narsistik,
namun
tidak
dapat
diketahui pengaruhnya jika diposisikan
bebas
sebaliknya yaitu pengaruh perilaku selfie
sehingga mampu menarik minat orang lain
yang narsistik terhadap harga diri. Maka
untuk
dari itu diharapkan bahwa individu tidak
Disarankan agar lebih berhati-hati dalam
menjadikan perilaku selfie sebagai patokan
penggunaan internet terutama media sosial
untuk meningkatkan harga diri. Harga diri
dan mengurangi komunikasi secara online,
dapat
eksplorasi
untuk dapat menghindari hal-hal yang
potensi diri ataupun kompetensi yang
tidak diinginkan yang dapat terjadi di
dimiliki
peningkatan
dunia maya sehingga berdampak pada
kemampuan
hubungan yang sedang dijalani saat ini,
ditingkatkan
individu
melalui
seperti
intelegensi (diantaranya,
dan luas dalam
berkomunikasi
dunia maya,
secara
online.
berfikir abstrak, kemampuan numerik,
serta
kemampuan spasial, kemampuan persepsi,
online dapat secara otomatis meningkatkan
kemampuan bahasa, kemampuan memori,
intensitas komunikasi dengan orang-orang
dan kemampuan motorik), kemampuan
terdekat, sehingga meningkatkan kelekatan
pemecahan masalah, dll.
antar individu.
b. Pada
penelitian
ini
diketahui
bahwa
pengurangan
c. Penelitian
komunikasi
ini
dapat
secara
dijadikan
terdapat pengaruh alternatif non romantis
pertimbangan
terhadap perilaku selfie yang narsistik.
penanganan kasus kecelakaan pada pelaku
Bagi para individu pelaku selfie yang
selfie dengan mempertimbangkan risiko
berkeinginan
yang
komitmennya
untuk
meningkatkan
dengan
pasangan
perilaku
lebih
didapatkan
selfie,
lanjut
dalam
apakah
dalam
melakukan
selfie
yang
(dikarenakan alternatif berlawanan dengan
dilakukannya lebih banyak memberikan
komitmen) maka disarankan untuk tidak
dampak positif atau negatif bagi dirinya
berlebihan dalam melakukan foto selfie
maupun orang lain.
agar dapat lebih banyak menghabiskan
waktu
alternatif
dengan
pada
pasangan.
perilaku
Daftar Pustaka
Pengaruh
selfie
yang
narsistik mengacu pada tingginya tingkat
perselingkuhan yang dapat terjadi melalui
Aldridge, G. & Harden, K. (2014). Selfie addict
took two hundred a day - and tried to kill
himself when he couldn't take perfect photo .
Retrieved
from
http://www.mirror.co.uk/news/real-lifestories/selfie-addict-took-two-hundred-3273819
PERILAKU SELFIE YANG NARSISTIK
American Psychiatric Association. (2013).
Diagnostic and statistical manual of mental
disorder DSM 5 (5th Edition). Arlington:
American Psychiatric Publishing
Baek, Jonathan. (2013). The “Selfie” Trifecta:
Cell-phones, Social Media, and Self.
Ganeseo.edu. Accessed January 22, 2015 from
http://static1.squarespace.com/static/5147cae6e
4b07ce9211f4930/t/536936e3e4b06caf8024618
7/1399404259848/Baek+%282013%29+Selfie+
Trifecta_ECA+Paper.pdf
Baird, I.S. & Thomas, H. (1985). Toward a
contingency model of strategic risk taking.
Academy of Management Review. Vol 10 No 2
pp 230-243
Barry, C. T., Doucette, H., Loflin, D. C., RiveraHudson, N., & Herrington, L. L. (2015) Let me
take a selfie: associations between selfphotography, narcissism, and self-esteem.
Psychology of Popular Media Culture
Barry, C.T., Frick, P., & Killian, A.L. (2003). The
relation of narcissism and self-esteem to
conduct problems in children: a preliminary
investigation. Journal of Clinical Child and
Adolescent Psychology Vol. 32, No. 1, 139–152
Baumeister, R.F., Bushman, B.J., & Campbell,
W.K. (2000). Self-esteem, narcissism, and
aggression: does violence result from low selfesteem or from thretened egotism. Department
of Psychology. Vol. 9 No. 1. pp: 26-29
Bergman, S.M., Fearrington, M.E., Davenport,
S.W., Bergman, J.Z. (2011). Millennials,
narcissism, and social networking: What
narcissists do on social networking sites and
why. Personality and Individual Differences.
Vol 50 pp 706–711
Buffardi, L.E. & Campbell, W.K. (2008).
Narcissism and social networking sites.
Personality and Social Psychology Bulettin.
Vol. 34
Bushman, B.J. & Baumeister, R.F. (1998).
Threatened egotism, narcissism, self-esteem,
and direct and displaced aggression: does selflove or self-hate lead to violence?. Journal of
Personality and Social Psychology. Vol. 75,
No. 1, 219-229
Campbell, W.K. & Foster, C.A. (2002). Narcissism
and commitment in romantic relationships: an
investment model analysis. Personality and
Social Psychology Bulletin. Pers Soc Psychol
Bull 2002; 28; 484
17
Campbell, W.K., Goodie, A.S., & Foster, J.D.
(2004). Narcissism, confidence, and risk
attitude. Journal of Behavioral Decision
Making 17: 297–311
Carpenter, C. J. (2012). Narcissism on Facebook:
Self-promotional and anti-social behavior.
Personality and Individual Differences Vol 52
pp: 482–486
Cast, A.D. & Burke, P.J. (2002). A theory of selfesteem. Social Forces, Vol. 80, No. 3, pp.
1041-1068
Cunen, M.A.B. (2002). Echo no longer; the
recovery process of the partner of the person
suffering from a narcissistically impaired
personality. Counselling Psychology
Doughty, S. (2015). Facebook and twitter threat to
marriages: Social media now a factor in one in
seven
divorces.
Retrieved
from
http://www.dailymail.co.uk/news/article3061616/Facebook-Twitter-factor-one-sevendivorces.html
Drexler, P. (2013). What your selfies say about you
are your selfies ruining your relationships?.
Retrieved
from
https://www.psychologytoday.com/blog/ourgender-ourselves/201309/what-your-selfiessay-about-you
Ehrenberg, M.F., Hunter, M.A., & Elterman, M.F.
(1996). Shared parenting agreements after
marital separation: the roles of empathy and
narcissism. Journal of Consulting and Clinical
Psychology. Vol.64.ho.4.808-818
Farris, B.S. (2015). Framing the selfie: how u.s.
news journalists shaped perception of the selfie
in year one. Proquest LLC
Fausing, B. (2013). Become an image. on selfies,
visuality and the visual turn in social medias.
Academia.edu. Accessed Desember 2, 2014
from
https://www.academia.edu/7955114/Fausing_B
_2013_Become_an_Image_On_Selfies_Visuality_and_the_Visual_Turn_i
n_Social_Medias
Foster, J. D., Campbell, W. K., & Twenge, J. M.
(2003). Individual differences in narcissism:
Inflated self-views across the lifespan and
around the world. Journal of Research in
Personality Vol 37 pp: 469–486
Foster, J.D., Shenesey, J.W., & Goff, J.S.(2009).
Why do narcissists take more risks? Testing the
roles of perceived risks and benefits of risky
18
PUSPITASARI
behaviors.
Personality
and
Individual
Differences 47 pp 885–889
Fox, J. (2015). Hey, guys: posting a lot of selfies
doesn’t send a good message. The Ohio State
University.
Retrieved
from
http://news.osu.edu/news/2015/01/06/hey-guysposting-a-lot-of-selfies-doesn%E2%80%99tsend-a-good-message/
Freedland, J. (2013). The selfie's screaming
narcissism masks an urge to connect. Retrieved
from
http://www.theguardian.com/commentisfree/20
13/nov/19/selfie-narcissism-oxford-dictionaryword
Gecas, V. (1982). The Self Concept. Annual
review of sociology Vol. 8, pp. 1-33
Guindon, M.H. (2010). Self-esteem across the life
span: issues and interventions. New York:
Taylor and Francis Group, LLC
Gunawan, R. (2014). Suami istri tewas terjatuh
saat selfie di tepi tebing . Retrieved from
http://news.liputan6.com/read/2089673/suamiistri-tewas-terjatuh-saat-selfie-di-tepi-tebing
Holt-Lunstad, J., Birmingham, W., & Jones, B.Q.
(2008). Is there something unique about
marriage? The relative impact of marital status,
relationship quality, and network social support
on ambulatory blood pressure and mental
health. Behavioral medicine.
King, LA. (2007) Psikologi umum: sebuah
pandangan apresiatif. (Part 1) New York:
McGraw-Hill
Lin, H.W. & Yeh, M.C. (2014). Selfie quality
assesment based on angle. Institute of
Computer Science and Information
Engineering. National Taiwan Normal
University
Maharani, D. (2014). Ternyata "Selfie" Bisa Bantu
Deteksi
Penyakit.
Retrieved
from:
http://health.kompas.com/read/2014/11/04/1110
00523/Ternyata.Selfie.Bisa.Bantu.Deteksi.Peny
akit
Martin, G. & Pear, J. (2003). Behavior
modification: what it is and how to do it (7th
Edition). New Jersey: Prentice Hall, Inc
Maulana, R. (2015). Kirim foto selfie, istri
ketahuan suami sedang selingkuh. Retrieved
from
http://log.viva.co.id/news/read/689757kirim-foto-selfie--istri-ketahuan-suami-sedangselingkuh
Merkle, E.R. & Richardson, R.A. (2000). Digital
dating and virtual relating: conceptualizing
computer mediated romantic relationships.
Family Relations, Vol 49. pp: 187-192
Mruk, C.J. (2006). Self-esteem research, theory,
and practice toward a positive psychology of
self-esteem (3rd Ed.). New York: Springer
Publishing Company, Inc.
Nguyen, A.J. (2014). Exploring the selfie
phenomenon: the idea of self-presentation and
its implications among young women. Smith
College School for Social Work Northampton,
Massachusetts
Oxford Dictionaries. (2013). Selfie. Retrieved from
http://www.oxforddictionaries.com/definition/e
nglish/selfie
Papalia, D.E., Sterns, H.L., Feldman, R.D., &
Camp, C.J. (2007). Adult development and
aging. New York: McGraw-Hill
Raacke, J. & Bonds-Raacke, J (2008). Myspace
and Facebook: Applying the Uses and
Gratifications Theory to Exploring FriendNetworking
Sites.
Cyberpsychology
&
Behavior Vol 11, No. 2 pp:169-174.
Raskin, R. & Terry, H. (1988). A principalcomponents analysis of the narcissistic
personality inventory and further evidence of its
construct validity. Journal of Personality and
Social Psychology. Vol. 54, No. 5,890-902
Robins, R.W., Trzesniewski, K.H., Tracy, J.L.,
Potter, J., & Gosling, S.D. (2002). Global selfesteem across the life span. Psychology and
Aging. Vol. 17, No. 3, pp: 423–434
Robinson, W. (2014). Selfies almost killed me:
schoolboy who took 200 photos of himself every
day because he wanted perfection describes
how addiction drove him to attempt suicide .
Retrieved
from
http://www.dailymail.co.uk/news/article2588364/Selfies-killed-Schoolboy-took-200photos-day-wanted-perfection-describesaddiction-drove-attempt-suicide.html
Rosenthal, S.A. & Pittinsky, T.L. (2006).
Narcissistic leadership. The Leadership
Quarterly. Vol17 pp 617-633
Rusbult, C.E. (1980). Commitment and satisfaction
in romantic associations: a test of the
investment model. Journal Of Experimental
Social Psychology Vol 16, 172-186
Rusbult, C.E. (1988). Research project description.
Retrieved
from
PERILAKU SELFIE YANG NARSISTIK
http://www.carylrusbult.com/index.php?option
= com_content&view= article&id= 51&Itemid=
58
Rusbult, C.E., Martz, J.M., & Agnew, C.R. (1998).
The investment model scale: measuring
commitment level, satisfaction level, quality of
alternatives, and investment size. Personal
Relationship, 5, 357-391
Santrock, J.W. (2008). Adolesence (3rd Ed.). New
York: McGraw-Hill
Sifferlin, A. (2013). Social media: why selfies
matters.
Retrieved
from
http://healthland.time.com/2013/09/06/whyselfies-matter/
Sternberg, R.J. (1997). Construct validation of
triangular love scale. European Journal of
Social Psychology.Vol 27. pp:313-335
Suk,
T.
(2014).
Selfie
infographic
–
“Selfiegraphic” facts and statistics. Retrieved
from
http://techinfographics.com/selfieinfographic-selfiegraphic-facts-and-statistics/
Thompson, B. (2004). Exploratory and
confirmatory factor analysis: Understanding
concept and application. Washington DC:
American Psychological Association
Waller, G., Sines, J., Meyer, C., & Mountford, V.
(2007). Body checking in the eating disorders:
Association with narcissistic characteristics.
Eating Behavior 9 pp 163-169
Warfield, K. (2014). Making selfie or making self:
digital subjective in the selfie. Journalism and
Communications.
Kwantlen
Polytechnic
University
19
Washburn, J.J., McMahon, S.D., King, C.A.,
Reinecke, M.A., & Silver, C. (2004).
Narcissistic features in young adolescents:
relations to aggression and internalizing
symptoms. Journal of Youth and Adolescence ,
Vol. 33, No. 3, June 2004, pp. 247–260
Weber, E.U., Blais, A.R., & Betz, N. (2002). A
domain-specific risk-attitude scale: Measuring
risk perceptions and risk behaviors. Journal of
Behavioral Decision Making, 15, 263-290.
Wilson, C. (2014). The Selfiest Cities in the World:
TIME's Definitive Ranking. Retrieved from
http://time.com/selfies-cities-world-rankings/
Wilson, K., Fornaiser, S., & White, K.M. (2010).
Psychological predictors of young adults' use of
social networking sites. Cyberpsychology,
Behavior, and Social Networking , Vol. 13(2).
pp. 173-177.
Wright, F. O’leary, J., & Balking, J. (1989).
Shame, guilt, narcissism, and depression:
correlates and sex differences. Psychoanalytic
Psychology 6(2), 217-230
Yudhianto. (2014). Tewaskan ibu akibat selfie,
pria malaysia: i'm sorry mom. Retrieved from
http://inet.detik.com/read/2014/10/07/115450/2
711734/398/tewaskan-ibu-akibat-selfie-priamalaysia-im-sorry-mom
Received December 7, 2015
Revision received February 26, 2016
Accepted February 28, 2016 ■