MAKALAH EDISI REVISI MACAM MACAM MODEL K
MAKALAH EDISI REVISI
MACAM-MACAM MODEL KONSEP KURIKULUM
Tugas Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah
Perkembangan dan Telaah Kurikulum
Dosen pengampu:
La Rajab, M.A
Disusun oleh:
Nama
:Frida Umi Kulsum
Nim
:150301058
Kelas
:PAI-C/IV
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) AMBON
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Model konsep muncul sebagai implikasi dari adanya berbagai aliran dalam
pendidikan. Model konsep kurikulum sangat berkaitan dengan aliran pendidikan
yang dianut. Aliran pendidikan dapat dibedakan menjadi empat,yaitu:
1. Pendidikan klasik, yang menggunakan model konsep kurikulum subjek
akademis,
2. Pendidikan pribadi, yang menggunakan model konsep kurikulum
humanistik,
3. Teknologi pendidikan, yang menggunakan kurukulum teknologi, dan
4. Pendidikan interaksionis, yang menggunakan model konsep kurikulum
rekonstruksi sosial.
Setiap aliran pendidikan bertitik tolak dari asumsi yang berbeda, seperti
tujuan, isi, proses, dan evaluasi. Perbedaan aliran pendidikanini juga berdampak
terhadap kedudukan pendidik (guru), peran peserta didik, dan proses pendidikan.
Model konsep kurikulum tidak terlepas dari apa yang dikemukakan Hilda
Taba dalam bukunya Curriculum Developmen: Theory and Practice bahwa
terdapat tiga fungsi kurikulum, yaitu (1) sebagai transmisi, yaitu mewariskan
nilai-nilai kebudayaan, (2) sebagai transformasi, yaitu melakukan perubahan atau
rekonstruksi sosial, dan (3) sebagai pengembangan individu. Fungsi pertama
dapat direalisasikan melalui konsep kurikulum subjek akademis, fungsi kedua
dapat diwujudkan melalui konsep kurikulum rekonstruksi sosial, dan fungsi
ketiga dapat direfleksikan melalui konsep kurikulum humanistik (aktualisasi
diri).1
Sampai saat ini banyak model kurikulum yang telah di kembangkan oleh
para ahli. Pada makalah ini akan saya kaji empat macam model konsep
kurikulum berdasarkan pada urutan kajian paling tradisional sampai pada kajian
yang dianggap cukup modern.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis akan merumuskan
masalah sebagai berikut :
a. Bagaimana model kurikulum subjek akademis ?
b. Apa itu model kurikulum humanistik ?
c. Apa yang dimaksud dengan model kurikulum rekonstruksi sosial ?
d. Bagaimana model kurikulum teknologis ?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penulisan dari makalah ini
adalah :
a.
b.
c.
d.
Untuk mengetahui model kurikulum akademis.
Mengetahui maksud model kurikulum humanistik.
Untuk memahami model kurikulum rekonstruksi social.
Memahami dan mengetahui model kurikulum teknologis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kurikulum Subjek Akademis (Rasionalisasi)
1Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum Konsep, Teori, Prinsip,
Prosedur, Komponen, Pendekatan, Model, Evaluasi dan Inovasi, (Cet. IV; Bandung; PT Remaja
Rosdakarya Offset, 2014), hlm. 127.
Kurikulum subjek akademis merupakan salah satu model kurikulum yang
paling tua sejak sekolah yang pertama berdiri, kurikulumnya mirip dengan tipe ini.
Sampai sekarang, walaupun telah berkembang tipe-tipe lain, umumnya sekolah tidak
dapat melepaskan tipe ini. Mengapa demikian ? karena kurikulum ini sangat praktis,
mudah disusun, mudah digabungkan dengan tipe lainnya.2
Kurikulum subjek akademis berisi tentang pengetahuan. Pengetahuan
merupakan warisan budaya pada masa lampau dan akan tetap diwariskan kepda
generasi yang akan darang. Pengetahuan itu telah disusun oleh para ahli secara
sistematis, logis, dan solid dalam bentuk mata pelajaran. Mata pelajaran tersebut
diberikan di setiap sekolah. Peserta didik yang berada di sekolah harus mempelajari
semua mata pelajaran. Tujuannya adalah agar peserta didik menguasai pengetahuan.
Dengan demikian, pendidikan lebih bersifat pengembangan intelektual.3
Penulis menyimpulkan bahwa “sesuai dengan namanya, kurikulum model ini
sangat menekankan isi (content). Isi kurikulum merupakan kumpuan dari bahan ajar
atau rencana pembelajaran. Tingkat pencapaian atau penguasan peserta didik terhadap
materi merupakan ukuran utama dalam menilai keberhasilan belajar siswa. Oleh
karena itu, penguasaan materi sebanyak-banyaknya merupakan salah satu hal yang
diprioritaskan dalam kegiatan belajar mengajar oleh guru yang menggunakan
kurikulum jenis ini”.
Menurut S. Nasution (1991), konsep kurikulum subjek akademis bertujuan
untuk “menghasilkan ilmuan yang bermutu tinggi dengan mengajarkan pemahaman
yang mendalam tentang prinsip-prinsip fundamental disiplin ilmu, menganjurkan
proses penelitian dan penemuan, dan memberikan kurikulum yang didasarkan atas
disiplin ilmu yang tersendiri karena tiap disiplin mempunyai metode penelitian yang
khusus”.
2Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Cet. XVIII;
Bandung; PT Remaja Rosdakarya Offset, 2015), hlm. 81.
3Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum Konsep, Teori, Prinsip, Prosedur,
Komponen, Pendekatan, Model, Evaluasi dan Inovasi, hlm. 128.
Jerome Bruner dalam salah satu bukunya yang terkenal yaitu The Process of
Education menjelaskan bahwa dalam mempelajari suatu disiplin ilmu harus
diutamakan pemahaman konsep dan struktur disiplin. Hal ini penting agar
pengembang kurikulum dapat memahami berbagai konsep, prinsip, fakta, peristiwa
dan sebagainya. Dalam konsep kurikulum subjek akademik, para ahli dari berbagai
disiplin ilmu memiliki peran yang sangat dominan dan strategis, terutama dalam
menentukan tujuan, bahan/isi, proses pembelajaran, dan sistem pembelajaran.
Sebaliknya, peran guru dan kepala sekolah menjadi terabaikan. Pada implementasi
dan pengembangannya, peran guru menjadi pertama dan utama. Singkatnya untuk
mempelajari bidang ilmu, maka pelajarilah struktur disiplin. Jerome Bruner juga
menyarankan agar dalam mempelajari struktur dari suatu disiplin ilmu dapat
menggunakan metode penemuan (method of discovery).4
Tiap kali kita mempelajari suatu disiplin ilmu, maka kita perlu lebih dahulu
memahami konsep dan struktur disiplin ilmunya. Gunanya agar memudahkan kita
dalam mempelajari disiplin ilmu tersebut.
Kurikulum subjek akademis ini mengalami perkembangan menjadi 3 struktur
disiplin, yaitu:
1. Aliran yang melanjutkan disiplin struktur. Aliran ini menonjolkan proses
penelitian ilmiah, baik masalah sosial, nilai-nilai kebijaksanaan tokoktokok pemerintah.
2. Pelajaran terpadu. Dalam memahami masalah yang kompleks, aliran ini
menggunakan beberapa disiplin ilmu yang terpadu. Oleh karena itu,
pendekatannya adalah interdisipliner.
3. Pendidikan fundamental. Aliran ini mementingkan isi dan materi, di
samping cara-cara dan proses berfikir.5
4Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum Konsep, Teori, Prinsip, Prosedur,
Komponen, Pendekatan, Model, Evaluasi dan Inovasi, hlm. 128-129.
5La Adu, Ilmu Pendidikan Islam, (Cet. I; Makassar; Dua Satu Press, 2013), hlm. 77.
Sekurang-kurangnya da tiga pendekatan dalam perkembangan kurikulum
subjek akademis, yaitu:
1. Melanjutkan pendekatan struktur pengetahuan. Peseta didik belajar
bagaimana memperoleh dan menguji fakta-fakta dan bukan sekadar
mengingat-ingatnya.
2. Studi yang bersifat integratif. Pendekatan ini merupakan respon terhadap
perkembangan masyarakat yang menuntut model-model pengetahuan
yang lebih komprehensif-terpadu. Pelajaran tersusun atas satuan-satuan
pelajaran, dalam satuan-satuan pelajaran tersebut batas-batas ilmu menjadi
hilang.
Pengorganisasian
tema-tema
pengajaran
didasarkan
atas
fenomena-fenomena alam, proses kerja ilmiah dan problem-problem yang
ada.
3. Pendekatan yang dilaksanakan pada sekolah-sekolah fundamental. Mereka
tetap mengajar berdasarkan mata pelajaran dengan menekankan membaca,
menulis dan memecahkan masalah-masalah sistematis. Pelajaran-pelajaran
lain seperti ilmu kealaman, ilmu sosial, dan lain-lain dipelajari tanpa
dihubungkan dengan kebutuhan praktis pemecahan masalah dalam
kehidupan.6
Ditinjau dari kerangka dasar kurikulum, konsep kurikulum subjek akademis,
memiliki karakeristik tertentu, antara lain:
1. Tujuan, yaitu mengembangkan kemampuan intelektual anak melalui
penguasaan disiplin ilmu.
2. Isi/materi, yaitumengambil dari beberapa disiplin ilmu yang telah disusun
oleh para ahli, kemudian direorganisasi sesuai kebutuhan pendidikan.
Organisasi materi yang digunakan adalah unified atau concentrated,
integrated, correlated, dan problem solving.
6Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, hlm. 83-84.
3. Metode, yaitu menggunakan metode ekspositori, inkuiri-diskoveri, dan
pemecahan masalah.
4. Evaluasi, yaitu menggunakan jenis dan bentuk evaluasi yang bervariasi,
seperti formatif dan sumatif, tes dan nontes. Evaluasi lebih mengutamakan
hasil sesuai dengan kriteria pencapaian.7
Ada beberapa pola organisasi isi (materi pelajaran) kurikulum subjek
akademis. Pola-pola organisasi yang terpenting diantaranya:
1. Correlated currikulum. Kurikulum ini menekankan pentingnya hubungan
antara organisasi materi atau konsep yang dipelajari dari satu pelajaran
dengan pelajaran yang lain, tanpa menghilangkan perbedaan esensia dari
setiap mata pelajaran.
2. Unified atau Concentrated Currikulum. Sesuai dengan namanya,
kurikulum jenis ini sangat kental dengan disiplin ilmu. Setiap disiplin ilmu
dibangun dari berbagai tema pelajaran. Pola organisasi bahan dalam suatu
pelajaran disusun dalam tema-tema dalam pelajaran tertentu. Salah satu
aplikasi kurkulum saat ini terdapat pada pembelajaran yang sifatnya
tematik. Dari satu tema yang diajukan misalnya ”lingkungan“ selanjutnya
dikaji dari berbagai disiplin ilmu misalnya, sains, matematika, sosial dan
bahasa.
3. Integrated Currikuum. Pola organisasi kurikulum ini memperhatikan
warna disiplin ilmu. Bahan ajar diintegrasikan menjadi satu keseluruhan
yang disajikan dalam bentuk satuan unit. Dalam satu unit terdapat
hubungan antara pelajaran serta berbagai kegiatan siswa. Dengan
keterpaduan bahan pelajaran tersebut diharapkan siswa mempunyai
pemahaman materi secara utuh. Oleh karena itu, inti yang diajarkan
kepada siswa harus memenuhi kebutuhan hidup dilingkungan masyarakat.
7Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum Konsep, Teori, Prinsip, Prosedur,
Komponen, Pendekatan, Model, Evaluasi dan Inovasi, hlm. 129.
4. Problem Solving Currikulum. Hal ini berisi tentang pemecahan masalah
yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan
pengetahuan serta keterampilan dari berbagai disiplin ilmu.Pada
kurikulum model ini guru cenderung dimaknai sebagai seseorang yang
harus “digugu” dan “ditiru”.8
Berdasarkan uraian tersebut tujuan dan sifat mata pelajaran merupakan dua
hal yang mempengaruhi model evaluasi kurikulum subjek akademis. Ilmu yang
termasuk kategori ilmu-ilmu alam mempunyai model evaluasi yang berbeda dengan
ilmu-ilmu sosial. Kurikulum ini bersumber pada pendidikan klasik. Konsep
pendidikan ini bertolak dari asumsi bahwa seluruh warisan budaya yaitu,
pengetahuan, idi-ide, atau nilai-nilai telah ditemukan oleh para pemikir terdahulu.
Pendidikan berfungsi untuk memelihara, mengawetkan dan meneruskan
budaya tersebut kepada genersi berikutnya, sehingga kurikulum ini lebih
mengutamakan isi pendidikan. Oleh karenanya kurikulum ini lebih bersifat
intelektual.
Kelemahan dari kurikulum subjek akademis ini adalah:
1. Terlalu menonjolkan domain kognitif-akademis sehingga domain afektif,
psikomotor, sosial, emosional menjadi terabaikan.
2. Konsep yang dikembangkan oleh para ahli belum tentu sesuai dengan
minat dan kebutuhan anak.
3. Tidak semua peserta didik dapat memahami dan menggunakan metode
ilmiah untuk mempelajari disiplin ilmu.
4. Tidak semua anak akan menjadi ilmuan profesional.
5. Guru tidak atau jarang terlibat dalam penelitian karena tidak menguasai
metode ilmiah (scientific method).9
8Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, hlm. 84-85.
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan di atas dalam perkembangan
selanjutnya dilakukan beberapa penyempurnaan, yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengimbangi penekanannya pada proses berfikir, mereka mulai
mendorong penggunaan intuisi dan tebakan-tebakan.
2. Adanya upaya-upaya untuk menyesuaikan pelajaran dengan perbedaan
individu dan kebutuhan setempat.
3. Pemanfaatan fasilitas dan sumber yang ada pada masyarakat.10
Dengan adanya kelemahan serta solusi untuk mengatasi masalah-masalah
tersebut di atas, penulis mengharapkan agar konsep kurikulum ini dapat lebih baik
lagi.
B. Kurikulum Humanistik (Aktualisasi Diri).
Kurikulum humanistik lebih mengedepankan sifat humanisme dalam
pembelajaran. Hal ini dilakukan sebagai reaksi terhadap kurikulun yang terlalu
mengedepankan intelektualitas. Kurikulum model humanistik dikembangkan oleh
para ahli pendidikan humanistik, diantaranya adalah Neil. Menurut Mc Neil “The
new humanists are self actualizers who see curriculum as a liberating process that
can meet the need for growth and personal integrity (John D. Mc Neil, 1977, hlm 1).
Tugas guru adalah menciptakan situasi yang permisif dan mendorong siswa untuk
mencari dan mengembangkan pemecahan sendiri.11
Kurikulum humanistik didasarkan pada aliran pendidikan humanisme atau
pribadi. Aliran pendidikan ini bertolak dari asumsi bahwa peserta didik adalah yang
pertama dan utama dalam pendidikan. Peserta didik adalah subjek yang menjadi pusat
9Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum Konsep, Teori, Prinsip, Prosedur,
Komponen, Pendekatan, Model, Evaluasi dan Inovasi, hlm. 129.
10Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, hlm. 86.
11Ibid, hlm. 86-87.
kegiatan pendidikan, yang mempunyai potensi, kemampuan, dan kekuatan untuk
berkembang.12
Tugas individu yang berkaitan dengan konsep ini adalah membantu individu
dalam upaya mencapai perwujudan diri, melalui pengembangan potensi yang
dimiliki. Dalam hal ini, pendidikan bukan hanya sekedar memberi, tetapi
menumbuhkan keberanian kepada siswa untuk berbuat atau melakukan sesuatu.13
Dengan demikian, prioritas pendekatan ini adalah pengalaman belajar yang
diarahkan terhadap tanggapan minat, kebutuhan, dan kemampuan siswa. Pendekatan
ini berpusat pada siswa dan mengutamakan perkembangan unsur efeksi. Pendidikan
ini diarahkan kepada pembina manusia yang utuh, bukan saja segi fisik dan
intelektual, tetapi juga segi sosial dan afeksi (emosi, sikap, perasaan, nilai, dan lainlain).
Hal ini mendatangakan bahwa pendekatan ini berpegang pada prinsip peserta
didik merupakan satu kesatuan yang menyeluruh. Pendidikan lebih menekankan
bagaimana mengajar siswa (mendorong siswa), dan bagaimana merasakan atau
bersikap terhadap sesuatu. Penganut model kurikulum ini beranggapan bahwa siswa
merupakan subjek utama yang mempunyai potensi, kemampuan dan kekuatan yang
dikembangkan. Hal ini sejalan dengan teori Gestalt yang mengatakan bahwa individu
atau anak merupakan satu kesatuan yang menyeluruh. Pendidikan yang menggunakan
kurikulum ini selalu mengedepankan peran siswa di sekolah. Dengan situasi seperti
ini, anak diharapkan mampu mengembangkan segala potensi yang dimilikinya
pendidikan dianggap sebagai proses yang dinamis serta maerupakan upaya yang
mampu mendorong siswa untuk bisa mengembangkan potensi dirinya. Karena itu,
seseorang yang telah mampu mengaktualisasilan diri adalah orang yang telah
mencapai keseimbangan perkembanagan diri dari aspek kognitif, estetika, dan moral.
12Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum Konsep, Teori, Prinsip, Prosedur,
Komponen, Pendekatan, Model, Evaluasi dan Inovasi, hlm. 132.
13Mohammad Ali, Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Cet. II; Bandung; CV Penerbit
Sinar Baru, 1992), hlm. 11.
Kurikulum humanistik merupakan kurikulum yang lebih mementingkan
proses daripada hasil. Sasaran utama kurikulum jenis ini adalah bagaimana
memaksimalkan perkembangan anak supaya menjadi manusia yang yang mandiri.
Proses belajar yang baik adalah aktivitas yang mampu memberikan pengalaman yang
bisa membantu siswa untuk menembangkan potensinya. Dalam evaluasi guru lebih
cenderung memberikan penilaian yang bersifat subjektif.
Menurut Nana Sy. Sukmadinata (2005:87) mengklasifikasikan pendidikan
humanistik menjadi 3 macam yaitu:
1. Pendidikan konfluen.
2. Pendidikan kritikisme radikal.
3. Mistikisme modern.14
Dari ketiga aliran tersebut akhirnya berkembang tiga macam jenis kurikulum
sesuai dengan konsep dasar yang dianut oleh aliran tersebut.
Ahli pendidikan konfluen berupaya menyatukan segi efektif dn kognitif dalam
kurikulum. Pendidikan harus mampu memperoses secara utuh kedua aspek tersebut.
Dasar dari kurikulum ini adalah teori Gestalt yang menekankan keutuhan dan
kesatuan secara keseluruhan. Ada lima hal yang mencirikan kurikulum konfuensi,
yaitu partisifasi, integrasi, relavasi, pribadi anak dan tujuan.15
Oleh karenanya, isi pendidikan dalam model konfluen ini diambil dari dunia
siswa sehingga sesuai dengan kebutuhan pribadi anak. Hal ini disebabkan pendidikan
merupakan satu kegiatan yang bersifat pengembangan pribadi atau aktualisasi segala
potensi setta pribadi secara utuh. Pengembangan pribadi yang utuh merupakan tujuan
utama dari pendidikan ini.
14Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum Konsep, Teori, Prinsip, Prosedur,
Komponen, Pendekatan, Model, Evaluasi dan Inovasi, hlm. 132-133.
15Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, hlm. 87-88.
Aliran pendidikan kritikisme radikal memandang pendidikan sebagai upaya
untuk membantu anak dalam menemukan dan mengembangkan sendiri segala potensi
dirinya. Dengan hal ini upaya peningkatan pengembangan dirinya bisa belajar secara
optima. Proses pendidikan cenderung dilakukan secara demokratis dan tidak ada
pemaksaan. Pemberian rangsangan atau dorongan ke arah perkembangan merupakan
dua hal yang diutamakan.
Langkah-langkah penyusunan urutan kegiatan dalam pengajaran yang besifat
efektif menurut Shiflett (1975, hlm. 121-139) adalah sebagai berikut:
1. Menyusun kegiatan yang dapat memunculkan sikap, minat, atau perhatian
tertentu.
2. Memperkenalkan bahan-bahan yang akan dibahas dalam setiap kegiatan. Di
dalamnya tercakup topik-topik, bahan, serta kegiatan belajar yang akan
membantu peserta dalam merumuskan apa yang akan mereka pelajari.
3. Pelaksanaan kegiatan, para peserta diberi pengalaman yang menyenangkan
baik yang berupa gerakan-gerakan maupun penghayatan.
4. Penyempurnaan, pembahasan hasil-hasil yang telah dicapai, penyempurnaan
hasil serta upaya tindak lanjut.16
Evaluasi kurikulum humanistik berbeda dengan evaluasi pada umumnya, yang
lebih ditekankan pada hasil akhir atau produk. Sebaliknya, evaluasi kurikulum
humanistik lebih memberi penekanan pada proses yang dilakukan. Kurikulum ini
melihat kegiatan ini sebagai sebuah manfaat untuk peserta di masa depan. Kelas yang
16Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, hlm. 90-91.
baik akan menyediakan berbagai pengalaman untuk membantu peserta didik
menyadari potensi mereka dan orang lain, serta dapat mengembangkannya.17
Dengan demikian, bahwa evaluasi dalam kurikulum ini mengutamakan proses
dibandingkan dengan hasil. Karena itu, dalam kurikulum humanistik tidak ada
kreteria pencapaian karena sasarannya adalah perkembangan peserta didik supaya
menjadi manusia yang terbuka, lebih berdiri sendiri. Penilaiannya bersifat objektif.
C. Kurikulum Rekontruksi Sosial
Konsep kurikulum ini menekankan pentingya kurikulum sebagai alat untuk
melakukan rekonstruksi atau penyusunan kembali corak kehidupan dan kebudayaan
masyarakat. Di dalam kurikulum disusun rencana yang berkaitan dengan bagaimana
menata kembali kehidupan masyarakat menuju tatanan yang dipandang lebih baik.
Tatanan ini meliputi segi-segi sosial, politik, ekonomi, mental, dan spiritual. Melalui
pendidikan di sekolah yang merupakan implementasi kurikulum siswa diajak untuk
mengenali berbagai permasalahan yang muncul di masyarakat, sesuai dengan tingkat
kemampuan berfikirnya, kemudian perupaya mencari alternatif pemecahannya.18
Kurikulum rekonstruksi sosial sudah dimulai pada tahun 1920-an. Ketika itu
Harold Rug menegaskan bahwa selama ini terdapat kesenjangan antara kutikulum
dan kebutuhan masyarakat. Dia juga sangat berharap agar siswa dapat memperoleh
pengetahuan dan pemahaman yang luas, serta memiliki ide atau gagasan yang
cemerlang tentang masyarakat, termasuk upaya memecahkan masalah-masalah sosial.
Pada gilirannya, siswa bersama stakeholder-nya dapat menciptakan masyarakat baru,
yaitu masyarakat yang memiliki stabilitas ekonomi, tingkat pendidikan yang
memadai, lingkungan yang sehat, keluarga yang sejahtera, dan mempunyai wawasan
masa depan. Pada awal tahun 1950-an, Theodore Brameld juga mengemukakan
17Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Cet. V; Bandung; PT Remaja
Rosdakarya Offset, 2013), hlm. 145.
18Ali, Pengembangan Kurikulum di Sekolah, hlm. 11-12.
gagasannya tentang intimidasi dan kompromi semu. Pada era tahun 1960-an, timbul
pemikiran Hilda Taba melalui salah satu fungsi kurikulumnya sebagai transformasi,
yaitu melakukan rekonstruksi sosial.19
Kurikulum model ini pada dasarnya menghendaki adanya proses belajar yang
menghasilkan perubahan secara relatif tetap dalam prilaku, yaitu dalam berfikir,
merasa dan melakukan.20
Kurikulum ini memiliki hubungan dengan kegiatan kemasyarakatan yang di
dalamnya terdapat kegiatan interaksi. Kurikulum ini dikembangkan oleh aliran
interaksional. Pakar di bidang ini berpendapat bahwa pendidikan merupakan upaya
bersama dari berbagai pihak untuk menumbuhkan adanya interaksi dan kerja sama.
Tujuan utama kurikulum jenis ini adalah mempersiapkan peserta didik untuk dapat
menghadapi tantangan, termasuk di dalamnya ancaman dan hambatan. Tantangan
dianggap sebagai bidang garapan salah satu disiplin ilmu, namun perlu juga di dekati
dengan ilmu-ilmu lain.
Dalam praktiknya, perancang kurikulum terkonstruksi sosial selalu berusaha
menyelaraskan antara tujuan nasiaonal dengan tujuan siswa. Kerjasama antarindividu
maupun kelompok merupakan kegiatan yang sangat dominan dalam pengajaran yang
menggunakan kurikulum jenis ini. Dengan demikian, kompetisi antarindividu
maupun kelompok bukan hal yang diprioritaskan. Ahli kurikulum yang berorientasi
pada kemajuan di masa yang akan datang menyarankan pentingnya kurikulum yang
difokukan pada hal yang terkait dengan kehidupan sosial kemasyarakatan. Kurikulum
ini bersumber pada aliran pendidikan interaksional, yang bertolak dari pemikiran
manusia sebagai mahluk sosial.
Pendidikan sebagai salah satu bentuk kehidupan berintikan kerjasama dan
interaksi. Dengan demikian, kurikulum ini lebih memusatkan perhatian pada
problem-problem yang dihadapi masyarakat.
19Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum Konsep, Teori, Prinsip, Prosedur,
Komponen, Pendekatan, Model, Evaluasi dan Inovasi, hlm. 130.
20Adu, Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 77.
Ada beberapa ciri dari desain kurikulum ini yaitu, asumsi, masalah-masalah
sosial yang mendesak, dan pola-pola organisasi. Kurikulum rekonstruksi sosial
memiliki komponen-komponen yang sama dengan model kurikulum lain tetapi isi
dan bentuk-bentuknya berbeda seperti, tujuan dan isi kurikulum, metode, dan
evaluasi.21
Tujuan dan isi kurikulum ini setiap tahun bisa berubah, tergantung dari
perubahan masyarakat. Dalam pemilihan metode guru berusaha membantu para siswa
menemukan minat dan kebutuhannya. Dalam kegiatan evaluasi siswa dilibatkan,
terutama dalam memilih, menyusun, dan menilai bahan yang akan diujikan.
D. Kurikulum Teknologi dan Kurikulum
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini cukup pesat.
Perkembangan tersebut telah mempengaruhi sistem pendidikan nasional di Indonesia.
Tidak heran jika sampai dengan tahun 1970-an, sekolah di Indonesia masih
menggunakan teknologi atau alat-alat pendidikan yang tradisional, seperti papan tulis,
kapur, dan sabak. Sekitar tahun 1980-an, koputer mulai banyak digunakan di
lingkungan pendidikan formal, terutama perguruan tinggi. Pada awalnya komputer
hanya digunakan untuk mengetik tulisan dan berhitung, tetapi sekarang berkat
kemajuan teknologi orang sudah menggunakan komputer untuk berbagai keperluan.
Dalam kurikulum lama, komputer masih merupakan muatan lokal, tetapi sejak tahun
2004 komputer sudah menjadi mata pelajaran tersendiri yang disebut dengan
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).22
Di kalangan pendidikan, teknologi sudah dikenal dalam bentuk pembelajaran
berbasis komputer, sistem pembelajaran individu, serta kaset atau video
pembelajaran. Banyak pihak yang kurang menyadari bahwa teknologi sangat
21Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, hlm. 92-94.
22Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum Konsep, Teori, Prinsip, Prosedur,
Komponen, Pendekatan, Model, Evaluasi dan Inovasi, hlm. 134-135.
membantu menganalisis masalah kurikulum, dalam hal pembuatan, implementasi,
evaluasi, dan pengelolaan instruksional.23
Istilah teknologi yang dimaksudkan di sini adalah suatu pendekatan sistem
dalam memecahkan masalah-masalah praktis dalam kehidupan. Konsep ini
memandang bahwa kurikulum merupakan suatu sistem yang dikembangkan dengan
pendekatan sistem. Sebagai suatu sistem, kurikulum mempunyai sejumlah komponen
yang saling kebergantungan dan keterkaitan dalam mengefektifkan pencapaian
tujuan. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum yang menggunakn pendekatan
sistem dimulai dari perumusan tujuan yang akan dicapai. Berdasarkan tujuan,
dirumuskan alat untuk mengukur keberhasilan pencapaiannya. Selanjutnya,
dirumuskan bahan-bahan pelajaran, dan kegiatan-kegiatan apa yang perlu dilakukan,
seperti metode dan alat yang dipandang dapat mengantarkan siswa mencapai tujuan
itu.24
Terdapat korelasi yang positif antara ilmu pengetahuan dan teknologi.
Perkembangan ilmu pengetahuan akan berdampak positif terhadap teknologi yang
dihasilkan. Demikian pula sebaliknya, kemajuan teknologi juga berpengaruh besar
terhadap perkembangan model konsep kurikulum.
Ciri-ciri kurikulum teknologis antara lain sebagai berikut :
1. Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan dalam
bentuk perilaku hasil belajar yang dapat diukur. Tujuan yang masih bersifat
umum dijabarkan menjadi tujuan-tujuan yang lebih kecil (tujuan khusus),
yang di dalamnya terkandung aspek kognitif, afektif maupun psikomotor.
2. Metode pengajaran bersifat individual. Setiap siswa menghadapi tugas sesuai
dengan kecepatan masing-masing.
23Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, hlm. 147.
24Ali, Pengembangan Kurikulum di Sekolah, hlm. 13.
3. Organisasi bahan ajar atau isi kurikulum banyak diambil dari disiplin ilmu,
tetapi telah diramu sedemikian rupa sehingga mendukung penguasaan sesuatu
kompetensi. Bahan ajar yang besar disusun dari bahan ajar yang lebih kecil
dengan
memperhatikan
urutan-urutan
penyajian
materi
dalam
pengorganisasiannya.
4. Evaluasi dilakukan kapan saja. Ketika siswa telah mempelajari suatu
topik/subtopik, ia dapat mengajukan diri untuk dievaluasi. Fungsi evaluasi ini
antara lain sebagai umpan balik: bagi siswa dalam penyempurnaan
penguasaan suatu satuan pelajaran (formatif), bagi program semester
(sumatif), serta bagi guru dan pengembang kurikulum. Bentuk evaluasi
umumnya obyektif tes.25
Salah satu kelemahan kurikulum teknologi ini adalah kurangnya perhatian
pada penerapan dan dinamika inovasi. Model teknologi ini hanya menekankan
pengembangan efektifitas produk saja, sedangkan perhatian untuk mengubah
lingkungan yang lebih luas, seperti organisasi sekolah, sikap guru, dan cara pandang
masyarakat sangat kurang.26
Pengembangan kurikulum teknologis berpegang pada beberapa kriteria, yaitu:
1. Prosedur pengembangan kurikulum dinilai dan disempurnakan oleh
pengembang kurikulum yang lain.
2. Hasil pengembangan terutama yang berbentuk model adalah yang bisa
diuji coba ulang, dan hendaknya memberikan hasil yang sama.
Inti dari pengembangan kurikulum teknologis adalah penekanan pada
kompetensi. Pengembangan dan penggunaan alat dan media pengajaran bukan hanya
sebagai alat bantu tetapi bersatu dengan program pengajaran dan ditujukan pada
penguasaan kompetensi tertentu.
25Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, hlm. 97-98.
26Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, hlm. 149.
Pengembangan kurikulum ini membutuhkan kerjasama dengan para penyusun
program dan penerbit media elektronik dan media cetak. Di pihak lain harus dicegah
agar jangan sampai pengembangan kurikulum ini menjadi objek bisnis.
Pengembangan pengajaran yang betul-betul berstruktur dan bersatu dengan alat dan
media membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Inilah hambatan utama pengembangan
kurikulum ini, terutama bagi sekolah atau daerah-daerah yang kemampuan
finansialnya masih rendah.27
Seperti halnya model yang lain, model kurikulum ini mempunyai kelebihan
dan kekurangan. Program pengajaran yang menggunakan alat-alat yang berbau
teknologi, khususnya teknologi terbaru, secara umum lebih menyenangkan dan
terkesan up to date. Dari sisi pelaksanaannya, program pengajaran ini sangat
mengedepankan efisiensi dan efektivitas. Dengan model pengajaran seperti ini,
standar penguasaan siswa jauh lebih tinggi dibandingkan dengan model-model lain.
Model kurikulum teknologis dikembangkan berdasarkan pemikiran teknologi
pendidikan. Model ini sangat mengutamakan pembentukan dan penguasaan
kompetensi, dan bukan pengawetan dan pemeliharaan budaya dan ilmu seperti pada
pendidikan klasik. Model kurikulum teknolgi berorientasi pada masa sekarang dan
yang akan datang, sedangkan pendidikan klasik berorientasi pada masa lalu.
Kurikulum ini juga menekankan pada isi kurikulum. Suatu kompetensi yang besar
diuraikan menjadi kompetensi yang lebih kecil sehingga akhirnya menjadi perilakuperilaku yang dapat diamati atau diukur.
BAB III
27Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, hlm. 99.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konsep kurikulum subjek akademis memandang kurikulum sebagai alat untuk
mengembangkan kemampuan intelektual. Bentuk kurikulum berdasarkan konsep ini
adalah kurikulum bidang studi yang berbentuk spiral dan kurikulum inti.
Kurikulum
humanistis
memandang
kurikulum
sebagai
alat
untuk
mengembangkan pribadi individu. Bentuk kurikulum berdasarkan konsep ini adalah
kurikulum yang berpusat pada anak didik.
Konsep kurikulum rekonstruksi sosial memandang kurikulum sebagai alat
untuk menata kembali kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik. Bentuk
kurikulum berdasarkan konsep ini adalah kurikulum kegiatan, kurikulum proyek, atau
kurikulum pengalaman.
Konsep kurikulum teknologis memandang kurikulum sebagai suatu sistem
yang dikembangkan dengan menggunakan pendekatan sistem. Bentuk kurikulum
berdasarkan konsep ini adalah kurikulum yang diimplementasikan dalam bentuk
pengajaran individual.
B.
Saran
Semoga makalah ini bermanfaat untuk memperkaya dan memperluas
wawasan keilmuan kita sebagai pembaca yang haus akan ilmu pendidikan. Marilah
kita menjadikan diri yang kaya akan pendidikan agar menjadi insan-insan yang
terdidik,berbudi pekerti yang baik serta dan bermoral yang berpegang teguh pada
agama masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
Adu, La. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. I; Makassar: Dua Satu Press, 2013.
Ali, Mohammad. Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Cet. II; Bandung: CV
Penerbit Sinar Baru, 1992.
Arifin, Zainal. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum Konsep, Teori, Prinsip,
Prosedur, Komponen, Pendekatan, Model, Evaluasi dan Inovasi. Cet. IV;
Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2014.
Hamalik, Oemar. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Cet. V; Bandung: PT
Remaja Rosdakarya Offset, 2013.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Cet.
XVIII; Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2015.
RESUME
A. Kurikulum Subjek Akademis
Kurikulum ini lebih mengutamakan isi pendidikan. Belajar adalah
berusaha menguasai ilmu sebanyak-banyaknya. Orang yang berhasil dalam
belajar adalah orang yang menguasai seluruh atau sebagian besar isi
pendidikan yang diberikan atau yang disiapkan oleh guru. Karena kurikulum
sangat mengutamakan pengetahuan maka pendidikannya sangat bersifat
intelektual, nama-nama mata pelajaran yang menjadi isi kurikulum hampir
sama dengan nama disiplin ilmu, seperti bahasa dan sastra, geografi,
matematika, ilmu kealaman, sejarah dsb.
Sekurang-kurangnya ada tiga pendekatan dalam perkembangan
kurikulum subjek akademis yaitu:
1. Melanjutkan pendekatkan struktur pengetahuan.
2. Studi yang bersifat integratif.
3. Pendekatan yang dilaksanakan pada sekolah-sekolah fundamentalis.
Kurikulum subjek akademis mempunyai beberapa ciri-ciri berkenaan
dengan tujuan, metode, organisasi isi dan evaluasi. Tujuan kurikulum subjek
akademis adalah pemberian pengetahuan yang solid serta melatih para siswa
menggunakan ide-ide dan proses penelitian. Metode yang banyak digunakan
dalam kurikulum subjek akademis adalah metode ekspositori dan inquiry.
Sedangkan pola organisasi isi (materi pelajaran) kurikulum subjek akademis
antara lain:
a.
b.
c.
d.
Correlated curriculum
Unified atau concentrated curriculum
Integrated curriculum
Problem solving curriculum.
Tentang kegiatan evaluasi kurikulum subject akademis menggunakan
bentuk evaluasi yang bervariasi disesuaikan dengan tujuan dan sifat mata
pelajaran.
Masalah besar yang dihadapi oleh para pengembang kurikulum subjek
akademis adalah bagaimana memilih mata pelajaran dari sekian banyak
disiplin ilmu yang ada. Ada bebrapa saran untuk mengatasi masalah tersebut
yaitu:
a. Mengusahakan
menekankan
adanya
pada
penguasaan
bagaimana
cara
yang
menyeluruh
menguji
dengan
kebenaran
atau
mendapatkan pengetahuan.
b. Mengutamakan kebutuhan masyarakat (social utility).
c. Menekankan pengetahuan dasar.
Para pengembang kurikulum subjek akademis, lebih mengutamakan
penyusunan bahan secara logis dan sistematis dari pada menyelaraskan urutan
bahan
dengan
kemampuan
berfikir
anak.
Mereka
umunya
kurang
memperhatikan bagaimana siswa belajar dan lebih mengutamakan susunan isi
yaitu apa yang diajarkan. Proses belajar yang ditempuh oleh siswa sama
pentingya dengan penguasaan konsep dan prinsip-prinsip.
Untuk mengatasi kelemahan diatas dalam perkembangan selanjutnya
dilakukan
bebrapa
penyempurnaan,
pertama
untuk
mengimbangi
penekanannya pada proses berfikir, kedua adnya upaya-upaya untuk
menyesuaikan pelajaran dengan perbedaan individu dan kebutuhan setempat,
ketiga pemanfaatan fasilitas dan sumber yang ada pada masyarakat.
B. Kurikulum Humanistik
Kurikulum humanistic dikembangkan oleh para ahli pendidikan
humanistic. Kurikulum ini berdasarakan konsep aliran pendidikan pribadi
(personalized education) yaitu John Dewey (progressive education) dan J.J
Rousseau (romantic education). Aliran ini lebih memberikan tempat utama
kepada siswa. mereka bertolak dari asumsi bahwa anak/siswa adalah yang
pertama dan utama dalam pendidikan. Ia adalah subjek yang menjadi pusat
kegiatan pendidikan.
Pendidikan humanistic menekankan peranan siswa. Pendidikan
merupakan suatu upaya untuk menciptakan situasi yang permisif, rileks, dan
akrab. Oleh karena itu, peran guru yang diharapkan adalah sebagai berikut:
1. Mendengar pandangan realitas peserta didik secara komprehensif.
2. Menghormati individu peserta didik,
3. Tampil alamiah, otentik, tidak dibuat-buat.
Kurikulum humanisik mempunyai beberapa karakteristik berkenaan
dengan tujuan , metode, organisasi isi dan evaluasi. Menurut para humanis
kurikulum berfungsi menyediakan pengalaman atau pengetahuan berharga
untuk membantu memperlancar perkembangan pribadi murid. Bagi mereka
tujuan pendidikan adalah proses perkembangan pribadi yang dinamis yang
diarahkan pada pertumbuhan, integritas, dan otonomi kepribadian, sikap yang
sehat terhadap diri sendiri, orang laindan belajar.
Kurikulum humanistic menuntut hubungan emosional yang baik
antara guru dengan murid. Dalam evaluasi kurikulum humanistic berbeda
dengan yang biasa. Model lebih mengutamakan proses daripada hasil.
Kelemahan kurikulum humanistic antara lain sebagai berikut:
1. Keterlibatan emosional tidak selamanya
berdampak positif bagi
perkembangan individual peserta didik.
2. Meskipun kurikulum ini sangat menekankan individu peserta didik, pada
kenyataannya di setiap program terdapat keseragaman peserta didik.
3. Kurikulum ini kurang memperhatikan kebutuhan masyarakat secara
keseluruhan.
4. Dalam kurikulum ini, prinsip-prinsip psikologis yang ada kurang
terhubungkan.
C. Kurikulum Rekontruksi Sosial
Kurikulum rekontruksi social berbeda dengan model-model kurikulum
lainnya. Kurikulum ini lebih memusatkan perhatian pada problema-problema
yang dihadapinya dalam masyarakat. Kurikulum ini bersumber pada aliran
pendidikan interaksional. Menurut mereka pendidikan bukan upaya sendiri,
melainkan kegiatan bersama, interaksi, kerjasama. Kerjasama atau interaksi
bukan hanya terjadi antara siswa dengan guru, tetapi juga antara siswa dengan
siswa, siswa dengan orang-orang di lingkungannya, dan dengan sumber
belajar lainnya.melalui interaksi dan kerjasama ini siswa berusaha
memecahkan problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat
menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik.
Pandangan rekonstruksi social di dalam kurikulum dimulai sekitar
tahun 1920-an. Harold Rug mulai melihat dan menyadarkan kawan-kawannya
bahwa selama ini terjadi kesenjangan antara kurikulum dengan masyarakat. Ia
menginginkan para siswa dengan pengetahuan dan konsep-konsep baru yang
diperolehnya dapat mengidentifikasi dan memecahkan masalah-masalah
sosial.
Theodore Brameld, pada awal tahun 1950-an menyampaikan
gagasannya tentang rekonstruksi social. Dalam masyarakat demokratis,
seluruh warga masyarakat harus ikut serta dalam perkembangan dana
pembaharuan masyarakat. Untuk melaksanakan hal itu sekolah mempunyai
posisi yang cukup penting. Sekolah bukan saja dapat membantu individu
mengembangkan kemampuan sosialnya, tetapi juga dapat membantu
bagaimana berpartisipasi sebaik-baiknya dalam kegiatan social.
Kegiatan yang dilakukan dalam kurikulum ini antara lain yaitu:
1. Survey kritis terhadap suatu masyarakat.
2. Study yang melihat hubungan antara ekonomi local dengan ekonomi
3.
4.
5.
6.
nasional atau internasional.
Studi pengaruh sejarah dan kecenderungan situasi ekonomi lokal.
Uji coba kaitan praktik politik dengan perekonomian .
Berbagai pertimbangan perubahan politik.
Pembatasan kebutuhan masyarakat pada umumnya.
D. Kurikulum Teknologi
Di kalangan pendidikan, teknologi sudah dikenal dalam bentuk
pembelajaran berbasis computer, sistem pembelajaran individu, kaset atau
video pembelajaran. Banyak pihak yang kurang menyadari bahwa teknologi
sangat membantu menganalisis masalah kurikulum, dalam hal pembuatan,
implementasi, evaluasi dan pengelolaan instruksional.
Persepektif teknologi sebagai kurikulum ditekankan pada efektifitas
program metode dan material untuk mencapai suatu manfaat dan
keberhasilan. Teknologi mempengaruhi kurikulum dalam dua cara yaitu
aplikasi dan teori.
Pada tahun 1960, B. F. Skimmer menganjurkan efesiensi dalam
belajar, yaitu cara mengajar yang memberikan lebih banyak subjek kepada
peserta didik .Efesiensi ini adalah tahapan belajar melalui terminal perilaku
tertentu. Berdasarkan hal ini, teknologi mengembangkan aturan-aturan untuk
membangun kurikulumdalam bentuk latihan terprogram.
Ciri-ciri kurikulum teknologis anatara lain sebagai berikut:
1. Tujuan. Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi yang dirumuskan
dalam bentuk perilaku.
2. Metode. Metode yang merupakan kegiatan pembelajaran sering dipandang
sebagai proses mereaksi terhadap perangsang-perangsang yang diberikan
dan apabila terjadi respon yang diharapkan maka respon tersebut
diperkuat.
3. Organisasi bahan ajar. Bahan ajar atau isi kurikulum banyak diambil dari
disiplin ilmu, tetapi telah diramu sedemikian rupa sehingga mendukung
penguasaan suatu kompetensi.
4. Evaluasi. Kegiatan evaluasi dilakukan pada setiap saat, pada akhir suatu
pelajaran, suatu unit ataupun semester.
Teknologi berperan dalam meningkatkan kualitas kurikulum, dengan
mamberi kontribusi mengenai keefektifan intruksional, tahapan intruksional,
dan memantau perkembangan peserta didik. Oleh karenanya sangat beralasan
bahwa dewasa ini semakin banyak kurikulum efektif yang selaras dengan
perkenbangan
teknologi.
Meskipun
biaya
yang
dikeluarkan
dalam
pengembangan kurikulum teknologi ini cukup besar, tapi sebanding dengan
nilai yang didapat dan pembelajaran bagi para siswa saat model ini
diterapkan.
Salah satu kelemahan kurikulum teknologi ini adalah kurangnya
perhatian pada penerapan dan dinamika inovasi. Model teknologi ini hanya
menekankan pengembangan efektifitas produk saja, sedangkan perhatian
untuk mengubah lingkungan yang lebih luas, seperti organisasi sekolah, sikap
guru, dan cara pandang masyarakat sangat kurang.
MACAM-MACAM MODEL KONSEP KURIKULUM
Tugas Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah
Perkembangan dan Telaah Kurikulum
Dosen pengampu:
La Rajab, M.A
Disusun oleh:
Nama
:Frida Umi Kulsum
Nim
:150301058
Kelas
:PAI-C/IV
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) AMBON
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Model konsep muncul sebagai implikasi dari adanya berbagai aliran dalam
pendidikan. Model konsep kurikulum sangat berkaitan dengan aliran pendidikan
yang dianut. Aliran pendidikan dapat dibedakan menjadi empat,yaitu:
1. Pendidikan klasik, yang menggunakan model konsep kurikulum subjek
akademis,
2. Pendidikan pribadi, yang menggunakan model konsep kurikulum
humanistik,
3. Teknologi pendidikan, yang menggunakan kurukulum teknologi, dan
4. Pendidikan interaksionis, yang menggunakan model konsep kurikulum
rekonstruksi sosial.
Setiap aliran pendidikan bertitik tolak dari asumsi yang berbeda, seperti
tujuan, isi, proses, dan evaluasi. Perbedaan aliran pendidikanini juga berdampak
terhadap kedudukan pendidik (guru), peran peserta didik, dan proses pendidikan.
Model konsep kurikulum tidak terlepas dari apa yang dikemukakan Hilda
Taba dalam bukunya Curriculum Developmen: Theory and Practice bahwa
terdapat tiga fungsi kurikulum, yaitu (1) sebagai transmisi, yaitu mewariskan
nilai-nilai kebudayaan, (2) sebagai transformasi, yaitu melakukan perubahan atau
rekonstruksi sosial, dan (3) sebagai pengembangan individu. Fungsi pertama
dapat direalisasikan melalui konsep kurikulum subjek akademis, fungsi kedua
dapat diwujudkan melalui konsep kurikulum rekonstruksi sosial, dan fungsi
ketiga dapat direfleksikan melalui konsep kurikulum humanistik (aktualisasi
diri).1
Sampai saat ini banyak model kurikulum yang telah di kembangkan oleh
para ahli. Pada makalah ini akan saya kaji empat macam model konsep
kurikulum berdasarkan pada urutan kajian paling tradisional sampai pada kajian
yang dianggap cukup modern.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis akan merumuskan
masalah sebagai berikut :
a. Bagaimana model kurikulum subjek akademis ?
b. Apa itu model kurikulum humanistik ?
c. Apa yang dimaksud dengan model kurikulum rekonstruksi sosial ?
d. Bagaimana model kurikulum teknologis ?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penulisan dari makalah ini
adalah :
a.
b.
c.
d.
Untuk mengetahui model kurikulum akademis.
Mengetahui maksud model kurikulum humanistik.
Untuk memahami model kurikulum rekonstruksi social.
Memahami dan mengetahui model kurikulum teknologis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kurikulum Subjek Akademis (Rasionalisasi)
1Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum Konsep, Teori, Prinsip,
Prosedur, Komponen, Pendekatan, Model, Evaluasi dan Inovasi, (Cet. IV; Bandung; PT Remaja
Rosdakarya Offset, 2014), hlm. 127.
Kurikulum subjek akademis merupakan salah satu model kurikulum yang
paling tua sejak sekolah yang pertama berdiri, kurikulumnya mirip dengan tipe ini.
Sampai sekarang, walaupun telah berkembang tipe-tipe lain, umumnya sekolah tidak
dapat melepaskan tipe ini. Mengapa demikian ? karena kurikulum ini sangat praktis,
mudah disusun, mudah digabungkan dengan tipe lainnya.2
Kurikulum subjek akademis berisi tentang pengetahuan. Pengetahuan
merupakan warisan budaya pada masa lampau dan akan tetap diwariskan kepda
generasi yang akan darang. Pengetahuan itu telah disusun oleh para ahli secara
sistematis, logis, dan solid dalam bentuk mata pelajaran. Mata pelajaran tersebut
diberikan di setiap sekolah. Peserta didik yang berada di sekolah harus mempelajari
semua mata pelajaran. Tujuannya adalah agar peserta didik menguasai pengetahuan.
Dengan demikian, pendidikan lebih bersifat pengembangan intelektual.3
Penulis menyimpulkan bahwa “sesuai dengan namanya, kurikulum model ini
sangat menekankan isi (content). Isi kurikulum merupakan kumpuan dari bahan ajar
atau rencana pembelajaran. Tingkat pencapaian atau penguasan peserta didik terhadap
materi merupakan ukuran utama dalam menilai keberhasilan belajar siswa. Oleh
karena itu, penguasaan materi sebanyak-banyaknya merupakan salah satu hal yang
diprioritaskan dalam kegiatan belajar mengajar oleh guru yang menggunakan
kurikulum jenis ini”.
Menurut S. Nasution (1991), konsep kurikulum subjek akademis bertujuan
untuk “menghasilkan ilmuan yang bermutu tinggi dengan mengajarkan pemahaman
yang mendalam tentang prinsip-prinsip fundamental disiplin ilmu, menganjurkan
proses penelitian dan penemuan, dan memberikan kurikulum yang didasarkan atas
disiplin ilmu yang tersendiri karena tiap disiplin mempunyai metode penelitian yang
khusus”.
2Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Cet. XVIII;
Bandung; PT Remaja Rosdakarya Offset, 2015), hlm. 81.
3Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum Konsep, Teori, Prinsip, Prosedur,
Komponen, Pendekatan, Model, Evaluasi dan Inovasi, hlm. 128.
Jerome Bruner dalam salah satu bukunya yang terkenal yaitu The Process of
Education menjelaskan bahwa dalam mempelajari suatu disiplin ilmu harus
diutamakan pemahaman konsep dan struktur disiplin. Hal ini penting agar
pengembang kurikulum dapat memahami berbagai konsep, prinsip, fakta, peristiwa
dan sebagainya. Dalam konsep kurikulum subjek akademik, para ahli dari berbagai
disiplin ilmu memiliki peran yang sangat dominan dan strategis, terutama dalam
menentukan tujuan, bahan/isi, proses pembelajaran, dan sistem pembelajaran.
Sebaliknya, peran guru dan kepala sekolah menjadi terabaikan. Pada implementasi
dan pengembangannya, peran guru menjadi pertama dan utama. Singkatnya untuk
mempelajari bidang ilmu, maka pelajarilah struktur disiplin. Jerome Bruner juga
menyarankan agar dalam mempelajari struktur dari suatu disiplin ilmu dapat
menggunakan metode penemuan (method of discovery).4
Tiap kali kita mempelajari suatu disiplin ilmu, maka kita perlu lebih dahulu
memahami konsep dan struktur disiplin ilmunya. Gunanya agar memudahkan kita
dalam mempelajari disiplin ilmu tersebut.
Kurikulum subjek akademis ini mengalami perkembangan menjadi 3 struktur
disiplin, yaitu:
1. Aliran yang melanjutkan disiplin struktur. Aliran ini menonjolkan proses
penelitian ilmiah, baik masalah sosial, nilai-nilai kebijaksanaan tokoktokok pemerintah.
2. Pelajaran terpadu. Dalam memahami masalah yang kompleks, aliran ini
menggunakan beberapa disiplin ilmu yang terpadu. Oleh karena itu,
pendekatannya adalah interdisipliner.
3. Pendidikan fundamental. Aliran ini mementingkan isi dan materi, di
samping cara-cara dan proses berfikir.5
4Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum Konsep, Teori, Prinsip, Prosedur,
Komponen, Pendekatan, Model, Evaluasi dan Inovasi, hlm. 128-129.
5La Adu, Ilmu Pendidikan Islam, (Cet. I; Makassar; Dua Satu Press, 2013), hlm. 77.
Sekurang-kurangnya da tiga pendekatan dalam perkembangan kurikulum
subjek akademis, yaitu:
1. Melanjutkan pendekatan struktur pengetahuan. Peseta didik belajar
bagaimana memperoleh dan menguji fakta-fakta dan bukan sekadar
mengingat-ingatnya.
2. Studi yang bersifat integratif. Pendekatan ini merupakan respon terhadap
perkembangan masyarakat yang menuntut model-model pengetahuan
yang lebih komprehensif-terpadu. Pelajaran tersusun atas satuan-satuan
pelajaran, dalam satuan-satuan pelajaran tersebut batas-batas ilmu menjadi
hilang.
Pengorganisasian
tema-tema
pengajaran
didasarkan
atas
fenomena-fenomena alam, proses kerja ilmiah dan problem-problem yang
ada.
3. Pendekatan yang dilaksanakan pada sekolah-sekolah fundamental. Mereka
tetap mengajar berdasarkan mata pelajaran dengan menekankan membaca,
menulis dan memecahkan masalah-masalah sistematis. Pelajaran-pelajaran
lain seperti ilmu kealaman, ilmu sosial, dan lain-lain dipelajari tanpa
dihubungkan dengan kebutuhan praktis pemecahan masalah dalam
kehidupan.6
Ditinjau dari kerangka dasar kurikulum, konsep kurikulum subjek akademis,
memiliki karakeristik tertentu, antara lain:
1. Tujuan, yaitu mengembangkan kemampuan intelektual anak melalui
penguasaan disiplin ilmu.
2. Isi/materi, yaitumengambil dari beberapa disiplin ilmu yang telah disusun
oleh para ahli, kemudian direorganisasi sesuai kebutuhan pendidikan.
Organisasi materi yang digunakan adalah unified atau concentrated,
integrated, correlated, dan problem solving.
6Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, hlm. 83-84.
3. Metode, yaitu menggunakan metode ekspositori, inkuiri-diskoveri, dan
pemecahan masalah.
4. Evaluasi, yaitu menggunakan jenis dan bentuk evaluasi yang bervariasi,
seperti formatif dan sumatif, tes dan nontes. Evaluasi lebih mengutamakan
hasil sesuai dengan kriteria pencapaian.7
Ada beberapa pola organisasi isi (materi pelajaran) kurikulum subjek
akademis. Pola-pola organisasi yang terpenting diantaranya:
1. Correlated currikulum. Kurikulum ini menekankan pentingnya hubungan
antara organisasi materi atau konsep yang dipelajari dari satu pelajaran
dengan pelajaran yang lain, tanpa menghilangkan perbedaan esensia dari
setiap mata pelajaran.
2. Unified atau Concentrated Currikulum. Sesuai dengan namanya,
kurikulum jenis ini sangat kental dengan disiplin ilmu. Setiap disiplin ilmu
dibangun dari berbagai tema pelajaran. Pola organisasi bahan dalam suatu
pelajaran disusun dalam tema-tema dalam pelajaran tertentu. Salah satu
aplikasi kurkulum saat ini terdapat pada pembelajaran yang sifatnya
tematik. Dari satu tema yang diajukan misalnya ”lingkungan“ selanjutnya
dikaji dari berbagai disiplin ilmu misalnya, sains, matematika, sosial dan
bahasa.
3. Integrated Currikuum. Pola organisasi kurikulum ini memperhatikan
warna disiplin ilmu. Bahan ajar diintegrasikan menjadi satu keseluruhan
yang disajikan dalam bentuk satuan unit. Dalam satu unit terdapat
hubungan antara pelajaran serta berbagai kegiatan siswa. Dengan
keterpaduan bahan pelajaran tersebut diharapkan siswa mempunyai
pemahaman materi secara utuh. Oleh karena itu, inti yang diajarkan
kepada siswa harus memenuhi kebutuhan hidup dilingkungan masyarakat.
7Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum Konsep, Teori, Prinsip, Prosedur,
Komponen, Pendekatan, Model, Evaluasi dan Inovasi, hlm. 129.
4. Problem Solving Currikulum. Hal ini berisi tentang pemecahan masalah
yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan
pengetahuan serta keterampilan dari berbagai disiplin ilmu.Pada
kurikulum model ini guru cenderung dimaknai sebagai seseorang yang
harus “digugu” dan “ditiru”.8
Berdasarkan uraian tersebut tujuan dan sifat mata pelajaran merupakan dua
hal yang mempengaruhi model evaluasi kurikulum subjek akademis. Ilmu yang
termasuk kategori ilmu-ilmu alam mempunyai model evaluasi yang berbeda dengan
ilmu-ilmu sosial. Kurikulum ini bersumber pada pendidikan klasik. Konsep
pendidikan ini bertolak dari asumsi bahwa seluruh warisan budaya yaitu,
pengetahuan, idi-ide, atau nilai-nilai telah ditemukan oleh para pemikir terdahulu.
Pendidikan berfungsi untuk memelihara, mengawetkan dan meneruskan
budaya tersebut kepada genersi berikutnya, sehingga kurikulum ini lebih
mengutamakan isi pendidikan. Oleh karenanya kurikulum ini lebih bersifat
intelektual.
Kelemahan dari kurikulum subjek akademis ini adalah:
1. Terlalu menonjolkan domain kognitif-akademis sehingga domain afektif,
psikomotor, sosial, emosional menjadi terabaikan.
2. Konsep yang dikembangkan oleh para ahli belum tentu sesuai dengan
minat dan kebutuhan anak.
3. Tidak semua peserta didik dapat memahami dan menggunakan metode
ilmiah untuk mempelajari disiplin ilmu.
4. Tidak semua anak akan menjadi ilmuan profesional.
5. Guru tidak atau jarang terlibat dalam penelitian karena tidak menguasai
metode ilmiah (scientific method).9
8Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, hlm. 84-85.
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan di atas dalam perkembangan
selanjutnya dilakukan beberapa penyempurnaan, yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengimbangi penekanannya pada proses berfikir, mereka mulai
mendorong penggunaan intuisi dan tebakan-tebakan.
2. Adanya upaya-upaya untuk menyesuaikan pelajaran dengan perbedaan
individu dan kebutuhan setempat.
3. Pemanfaatan fasilitas dan sumber yang ada pada masyarakat.10
Dengan adanya kelemahan serta solusi untuk mengatasi masalah-masalah
tersebut di atas, penulis mengharapkan agar konsep kurikulum ini dapat lebih baik
lagi.
B. Kurikulum Humanistik (Aktualisasi Diri).
Kurikulum humanistik lebih mengedepankan sifat humanisme dalam
pembelajaran. Hal ini dilakukan sebagai reaksi terhadap kurikulun yang terlalu
mengedepankan intelektualitas. Kurikulum model humanistik dikembangkan oleh
para ahli pendidikan humanistik, diantaranya adalah Neil. Menurut Mc Neil “The
new humanists are self actualizers who see curriculum as a liberating process that
can meet the need for growth and personal integrity (John D. Mc Neil, 1977, hlm 1).
Tugas guru adalah menciptakan situasi yang permisif dan mendorong siswa untuk
mencari dan mengembangkan pemecahan sendiri.11
Kurikulum humanistik didasarkan pada aliran pendidikan humanisme atau
pribadi. Aliran pendidikan ini bertolak dari asumsi bahwa peserta didik adalah yang
pertama dan utama dalam pendidikan. Peserta didik adalah subjek yang menjadi pusat
9Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum Konsep, Teori, Prinsip, Prosedur,
Komponen, Pendekatan, Model, Evaluasi dan Inovasi, hlm. 129.
10Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, hlm. 86.
11Ibid, hlm. 86-87.
kegiatan pendidikan, yang mempunyai potensi, kemampuan, dan kekuatan untuk
berkembang.12
Tugas individu yang berkaitan dengan konsep ini adalah membantu individu
dalam upaya mencapai perwujudan diri, melalui pengembangan potensi yang
dimiliki. Dalam hal ini, pendidikan bukan hanya sekedar memberi, tetapi
menumbuhkan keberanian kepada siswa untuk berbuat atau melakukan sesuatu.13
Dengan demikian, prioritas pendekatan ini adalah pengalaman belajar yang
diarahkan terhadap tanggapan minat, kebutuhan, dan kemampuan siswa. Pendekatan
ini berpusat pada siswa dan mengutamakan perkembangan unsur efeksi. Pendidikan
ini diarahkan kepada pembina manusia yang utuh, bukan saja segi fisik dan
intelektual, tetapi juga segi sosial dan afeksi (emosi, sikap, perasaan, nilai, dan lainlain).
Hal ini mendatangakan bahwa pendekatan ini berpegang pada prinsip peserta
didik merupakan satu kesatuan yang menyeluruh. Pendidikan lebih menekankan
bagaimana mengajar siswa (mendorong siswa), dan bagaimana merasakan atau
bersikap terhadap sesuatu. Penganut model kurikulum ini beranggapan bahwa siswa
merupakan subjek utama yang mempunyai potensi, kemampuan dan kekuatan yang
dikembangkan. Hal ini sejalan dengan teori Gestalt yang mengatakan bahwa individu
atau anak merupakan satu kesatuan yang menyeluruh. Pendidikan yang menggunakan
kurikulum ini selalu mengedepankan peran siswa di sekolah. Dengan situasi seperti
ini, anak diharapkan mampu mengembangkan segala potensi yang dimilikinya
pendidikan dianggap sebagai proses yang dinamis serta maerupakan upaya yang
mampu mendorong siswa untuk bisa mengembangkan potensi dirinya. Karena itu,
seseorang yang telah mampu mengaktualisasilan diri adalah orang yang telah
mencapai keseimbangan perkembanagan diri dari aspek kognitif, estetika, dan moral.
12Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum Konsep, Teori, Prinsip, Prosedur,
Komponen, Pendekatan, Model, Evaluasi dan Inovasi, hlm. 132.
13Mohammad Ali, Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Cet. II; Bandung; CV Penerbit
Sinar Baru, 1992), hlm. 11.
Kurikulum humanistik merupakan kurikulum yang lebih mementingkan
proses daripada hasil. Sasaran utama kurikulum jenis ini adalah bagaimana
memaksimalkan perkembangan anak supaya menjadi manusia yang yang mandiri.
Proses belajar yang baik adalah aktivitas yang mampu memberikan pengalaman yang
bisa membantu siswa untuk menembangkan potensinya. Dalam evaluasi guru lebih
cenderung memberikan penilaian yang bersifat subjektif.
Menurut Nana Sy. Sukmadinata (2005:87) mengklasifikasikan pendidikan
humanistik menjadi 3 macam yaitu:
1. Pendidikan konfluen.
2. Pendidikan kritikisme radikal.
3. Mistikisme modern.14
Dari ketiga aliran tersebut akhirnya berkembang tiga macam jenis kurikulum
sesuai dengan konsep dasar yang dianut oleh aliran tersebut.
Ahli pendidikan konfluen berupaya menyatukan segi efektif dn kognitif dalam
kurikulum. Pendidikan harus mampu memperoses secara utuh kedua aspek tersebut.
Dasar dari kurikulum ini adalah teori Gestalt yang menekankan keutuhan dan
kesatuan secara keseluruhan. Ada lima hal yang mencirikan kurikulum konfuensi,
yaitu partisifasi, integrasi, relavasi, pribadi anak dan tujuan.15
Oleh karenanya, isi pendidikan dalam model konfluen ini diambil dari dunia
siswa sehingga sesuai dengan kebutuhan pribadi anak. Hal ini disebabkan pendidikan
merupakan satu kegiatan yang bersifat pengembangan pribadi atau aktualisasi segala
potensi setta pribadi secara utuh. Pengembangan pribadi yang utuh merupakan tujuan
utama dari pendidikan ini.
14Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum Konsep, Teori, Prinsip, Prosedur,
Komponen, Pendekatan, Model, Evaluasi dan Inovasi, hlm. 132-133.
15Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, hlm. 87-88.
Aliran pendidikan kritikisme radikal memandang pendidikan sebagai upaya
untuk membantu anak dalam menemukan dan mengembangkan sendiri segala potensi
dirinya. Dengan hal ini upaya peningkatan pengembangan dirinya bisa belajar secara
optima. Proses pendidikan cenderung dilakukan secara demokratis dan tidak ada
pemaksaan. Pemberian rangsangan atau dorongan ke arah perkembangan merupakan
dua hal yang diutamakan.
Langkah-langkah penyusunan urutan kegiatan dalam pengajaran yang besifat
efektif menurut Shiflett (1975, hlm. 121-139) adalah sebagai berikut:
1. Menyusun kegiatan yang dapat memunculkan sikap, minat, atau perhatian
tertentu.
2. Memperkenalkan bahan-bahan yang akan dibahas dalam setiap kegiatan. Di
dalamnya tercakup topik-topik, bahan, serta kegiatan belajar yang akan
membantu peserta dalam merumuskan apa yang akan mereka pelajari.
3. Pelaksanaan kegiatan, para peserta diberi pengalaman yang menyenangkan
baik yang berupa gerakan-gerakan maupun penghayatan.
4. Penyempurnaan, pembahasan hasil-hasil yang telah dicapai, penyempurnaan
hasil serta upaya tindak lanjut.16
Evaluasi kurikulum humanistik berbeda dengan evaluasi pada umumnya, yang
lebih ditekankan pada hasil akhir atau produk. Sebaliknya, evaluasi kurikulum
humanistik lebih memberi penekanan pada proses yang dilakukan. Kurikulum ini
melihat kegiatan ini sebagai sebuah manfaat untuk peserta di masa depan. Kelas yang
16Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, hlm. 90-91.
baik akan menyediakan berbagai pengalaman untuk membantu peserta didik
menyadari potensi mereka dan orang lain, serta dapat mengembangkannya.17
Dengan demikian, bahwa evaluasi dalam kurikulum ini mengutamakan proses
dibandingkan dengan hasil. Karena itu, dalam kurikulum humanistik tidak ada
kreteria pencapaian karena sasarannya adalah perkembangan peserta didik supaya
menjadi manusia yang terbuka, lebih berdiri sendiri. Penilaiannya bersifat objektif.
C. Kurikulum Rekontruksi Sosial
Konsep kurikulum ini menekankan pentingya kurikulum sebagai alat untuk
melakukan rekonstruksi atau penyusunan kembali corak kehidupan dan kebudayaan
masyarakat. Di dalam kurikulum disusun rencana yang berkaitan dengan bagaimana
menata kembali kehidupan masyarakat menuju tatanan yang dipandang lebih baik.
Tatanan ini meliputi segi-segi sosial, politik, ekonomi, mental, dan spiritual. Melalui
pendidikan di sekolah yang merupakan implementasi kurikulum siswa diajak untuk
mengenali berbagai permasalahan yang muncul di masyarakat, sesuai dengan tingkat
kemampuan berfikirnya, kemudian perupaya mencari alternatif pemecahannya.18
Kurikulum rekonstruksi sosial sudah dimulai pada tahun 1920-an. Ketika itu
Harold Rug menegaskan bahwa selama ini terdapat kesenjangan antara kutikulum
dan kebutuhan masyarakat. Dia juga sangat berharap agar siswa dapat memperoleh
pengetahuan dan pemahaman yang luas, serta memiliki ide atau gagasan yang
cemerlang tentang masyarakat, termasuk upaya memecahkan masalah-masalah sosial.
Pada gilirannya, siswa bersama stakeholder-nya dapat menciptakan masyarakat baru,
yaitu masyarakat yang memiliki stabilitas ekonomi, tingkat pendidikan yang
memadai, lingkungan yang sehat, keluarga yang sejahtera, dan mempunyai wawasan
masa depan. Pada awal tahun 1950-an, Theodore Brameld juga mengemukakan
17Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Cet. V; Bandung; PT Remaja
Rosdakarya Offset, 2013), hlm. 145.
18Ali, Pengembangan Kurikulum di Sekolah, hlm. 11-12.
gagasannya tentang intimidasi dan kompromi semu. Pada era tahun 1960-an, timbul
pemikiran Hilda Taba melalui salah satu fungsi kurikulumnya sebagai transformasi,
yaitu melakukan rekonstruksi sosial.19
Kurikulum model ini pada dasarnya menghendaki adanya proses belajar yang
menghasilkan perubahan secara relatif tetap dalam prilaku, yaitu dalam berfikir,
merasa dan melakukan.20
Kurikulum ini memiliki hubungan dengan kegiatan kemasyarakatan yang di
dalamnya terdapat kegiatan interaksi. Kurikulum ini dikembangkan oleh aliran
interaksional. Pakar di bidang ini berpendapat bahwa pendidikan merupakan upaya
bersama dari berbagai pihak untuk menumbuhkan adanya interaksi dan kerja sama.
Tujuan utama kurikulum jenis ini adalah mempersiapkan peserta didik untuk dapat
menghadapi tantangan, termasuk di dalamnya ancaman dan hambatan. Tantangan
dianggap sebagai bidang garapan salah satu disiplin ilmu, namun perlu juga di dekati
dengan ilmu-ilmu lain.
Dalam praktiknya, perancang kurikulum terkonstruksi sosial selalu berusaha
menyelaraskan antara tujuan nasiaonal dengan tujuan siswa. Kerjasama antarindividu
maupun kelompok merupakan kegiatan yang sangat dominan dalam pengajaran yang
menggunakan kurikulum jenis ini. Dengan demikian, kompetisi antarindividu
maupun kelompok bukan hal yang diprioritaskan. Ahli kurikulum yang berorientasi
pada kemajuan di masa yang akan datang menyarankan pentingnya kurikulum yang
difokukan pada hal yang terkait dengan kehidupan sosial kemasyarakatan. Kurikulum
ini bersumber pada aliran pendidikan interaksional, yang bertolak dari pemikiran
manusia sebagai mahluk sosial.
Pendidikan sebagai salah satu bentuk kehidupan berintikan kerjasama dan
interaksi. Dengan demikian, kurikulum ini lebih memusatkan perhatian pada
problem-problem yang dihadapi masyarakat.
19Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum Konsep, Teori, Prinsip, Prosedur,
Komponen, Pendekatan, Model, Evaluasi dan Inovasi, hlm. 130.
20Adu, Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 77.
Ada beberapa ciri dari desain kurikulum ini yaitu, asumsi, masalah-masalah
sosial yang mendesak, dan pola-pola organisasi. Kurikulum rekonstruksi sosial
memiliki komponen-komponen yang sama dengan model kurikulum lain tetapi isi
dan bentuk-bentuknya berbeda seperti, tujuan dan isi kurikulum, metode, dan
evaluasi.21
Tujuan dan isi kurikulum ini setiap tahun bisa berubah, tergantung dari
perubahan masyarakat. Dalam pemilihan metode guru berusaha membantu para siswa
menemukan minat dan kebutuhannya. Dalam kegiatan evaluasi siswa dilibatkan,
terutama dalam memilih, menyusun, dan menilai bahan yang akan diujikan.
D. Kurikulum Teknologi dan Kurikulum
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini cukup pesat.
Perkembangan tersebut telah mempengaruhi sistem pendidikan nasional di Indonesia.
Tidak heran jika sampai dengan tahun 1970-an, sekolah di Indonesia masih
menggunakan teknologi atau alat-alat pendidikan yang tradisional, seperti papan tulis,
kapur, dan sabak. Sekitar tahun 1980-an, koputer mulai banyak digunakan di
lingkungan pendidikan formal, terutama perguruan tinggi. Pada awalnya komputer
hanya digunakan untuk mengetik tulisan dan berhitung, tetapi sekarang berkat
kemajuan teknologi orang sudah menggunakan komputer untuk berbagai keperluan.
Dalam kurikulum lama, komputer masih merupakan muatan lokal, tetapi sejak tahun
2004 komputer sudah menjadi mata pelajaran tersendiri yang disebut dengan
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).22
Di kalangan pendidikan, teknologi sudah dikenal dalam bentuk pembelajaran
berbasis komputer, sistem pembelajaran individu, serta kaset atau video
pembelajaran. Banyak pihak yang kurang menyadari bahwa teknologi sangat
21Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, hlm. 92-94.
22Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum Konsep, Teori, Prinsip, Prosedur,
Komponen, Pendekatan, Model, Evaluasi dan Inovasi, hlm. 134-135.
membantu menganalisis masalah kurikulum, dalam hal pembuatan, implementasi,
evaluasi, dan pengelolaan instruksional.23
Istilah teknologi yang dimaksudkan di sini adalah suatu pendekatan sistem
dalam memecahkan masalah-masalah praktis dalam kehidupan. Konsep ini
memandang bahwa kurikulum merupakan suatu sistem yang dikembangkan dengan
pendekatan sistem. Sebagai suatu sistem, kurikulum mempunyai sejumlah komponen
yang saling kebergantungan dan keterkaitan dalam mengefektifkan pencapaian
tujuan. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum yang menggunakn pendekatan
sistem dimulai dari perumusan tujuan yang akan dicapai. Berdasarkan tujuan,
dirumuskan alat untuk mengukur keberhasilan pencapaiannya. Selanjutnya,
dirumuskan bahan-bahan pelajaran, dan kegiatan-kegiatan apa yang perlu dilakukan,
seperti metode dan alat yang dipandang dapat mengantarkan siswa mencapai tujuan
itu.24
Terdapat korelasi yang positif antara ilmu pengetahuan dan teknologi.
Perkembangan ilmu pengetahuan akan berdampak positif terhadap teknologi yang
dihasilkan. Demikian pula sebaliknya, kemajuan teknologi juga berpengaruh besar
terhadap perkembangan model konsep kurikulum.
Ciri-ciri kurikulum teknologis antara lain sebagai berikut :
1. Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan dalam
bentuk perilaku hasil belajar yang dapat diukur. Tujuan yang masih bersifat
umum dijabarkan menjadi tujuan-tujuan yang lebih kecil (tujuan khusus),
yang di dalamnya terkandung aspek kognitif, afektif maupun psikomotor.
2. Metode pengajaran bersifat individual. Setiap siswa menghadapi tugas sesuai
dengan kecepatan masing-masing.
23Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, hlm. 147.
24Ali, Pengembangan Kurikulum di Sekolah, hlm. 13.
3. Organisasi bahan ajar atau isi kurikulum banyak diambil dari disiplin ilmu,
tetapi telah diramu sedemikian rupa sehingga mendukung penguasaan sesuatu
kompetensi. Bahan ajar yang besar disusun dari bahan ajar yang lebih kecil
dengan
memperhatikan
urutan-urutan
penyajian
materi
dalam
pengorganisasiannya.
4. Evaluasi dilakukan kapan saja. Ketika siswa telah mempelajari suatu
topik/subtopik, ia dapat mengajukan diri untuk dievaluasi. Fungsi evaluasi ini
antara lain sebagai umpan balik: bagi siswa dalam penyempurnaan
penguasaan suatu satuan pelajaran (formatif), bagi program semester
(sumatif), serta bagi guru dan pengembang kurikulum. Bentuk evaluasi
umumnya obyektif tes.25
Salah satu kelemahan kurikulum teknologi ini adalah kurangnya perhatian
pada penerapan dan dinamika inovasi. Model teknologi ini hanya menekankan
pengembangan efektifitas produk saja, sedangkan perhatian untuk mengubah
lingkungan yang lebih luas, seperti organisasi sekolah, sikap guru, dan cara pandang
masyarakat sangat kurang.26
Pengembangan kurikulum teknologis berpegang pada beberapa kriteria, yaitu:
1. Prosedur pengembangan kurikulum dinilai dan disempurnakan oleh
pengembang kurikulum yang lain.
2. Hasil pengembangan terutama yang berbentuk model adalah yang bisa
diuji coba ulang, dan hendaknya memberikan hasil yang sama.
Inti dari pengembangan kurikulum teknologis adalah penekanan pada
kompetensi. Pengembangan dan penggunaan alat dan media pengajaran bukan hanya
sebagai alat bantu tetapi bersatu dengan program pengajaran dan ditujukan pada
penguasaan kompetensi tertentu.
25Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, hlm. 97-98.
26Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, hlm. 149.
Pengembangan kurikulum ini membutuhkan kerjasama dengan para penyusun
program dan penerbit media elektronik dan media cetak. Di pihak lain harus dicegah
agar jangan sampai pengembangan kurikulum ini menjadi objek bisnis.
Pengembangan pengajaran yang betul-betul berstruktur dan bersatu dengan alat dan
media membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Inilah hambatan utama pengembangan
kurikulum ini, terutama bagi sekolah atau daerah-daerah yang kemampuan
finansialnya masih rendah.27
Seperti halnya model yang lain, model kurikulum ini mempunyai kelebihan
dan kekurangan. Program pengajaran yang menggunakan alat-alat yang berbau
teknologi, khususnya teknologi terbaru, secara umum lebih menyenangkan dan
terkesan up to date. Dari sisi pelaksanaannya, program pengajaran ini sangat
mengedepankan efisiensi dan efektivitas. Dengan model pengajaran seperti ini,
standar penguasaan siswa jauh lebih tinggi dibandingkan dengan model-model lain.
Model kurikulum teknologis dikembangkan berdasarkan pemikiran teknologi
pendidikan. Model ini sangat mengutamakan pembentukan dan penguasaan
kompetensi, dan bukan pengawetan dan pemeliharaan budaya dan ilmu seperti pada
pendidikan klasik. Model kurikulum teknolgi berorientasi pada masa sekarang dan
yang akan datang, sedangkan pendidikan klasik berorientasi pada masa lalu.
Kurikulum ini juga menekankan pada isi kurikulum. Suatu kompetensi yang besar
diuraikan menjadi kompetensi yang lebih kecil sehingga akhirnya menjadi perilakuperilaku yang dapat diamati atau diukur.
BAB III
27Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, hlm. 99.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konsep kurikulum subjek akademis memandang kurikulum sebagai alat untuk
mengembangkan kemampuan intelektual. Bentuk kurikulum berdasarkan konsep ini
adalah kurikulum bidang studi yang berbentuk spiral dan kurikulum inti.
Kurikulum
humanistis
memandang
kurikulum
sebagai
alat
untuk
mengembangkan pribadi individu. Bentuk kurikulum berdasarkan konsep ini adalah
kurikulum yang berpusat pada anak didik.
Konsep kurikulum rekonstruksi sosial memandang kurikulum sebagai alat
untuk menata kembali kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik. Bentuk
kurikulum berdasarkan konsep ini adalah kurikulum kegiatan, kurikulum proyek, atau
kurikulum pengalaman.
Konsep kurikulum teknologis memandang kurikulum sebagai suatu sistem
yang dikembangkan dengan menggunakan pendekatan sistem. Bentuk kurikulum
berdasarkan konsep ini adalah kurikulum yang diimplementasikan dalam bentuk
pengajaran individual.
B.
Saran
Semoga makalah ini bermanfaat untuk memperkaya dan memperluas
wawasan keilmuan kita sebagai pembaca yang haus akan ilmu pendidikan. Marilah
kita menjadikan diri yang kaya akan pendidikan agar menjadi insan-insan yang
terdidik,berbudi pekerti yang baik serta dan bermoral yang berpegang teguh pada
agama masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
Adu, La. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. I; Makassar: Dua Satu Press, 2013.
Ali, Mohammad. Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Cet. II; Bandung: CV
Penerbit Sinar Baru, 1992.
Arifin, Zainal. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum Konsep, Teori, Prinsip,
Prosedur, Komponen, Pendekatan, Model, Evaluasi dan Inovasi. Cet. IV;
Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2014.
Hamalik, Oemar. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Cet. V; Bandung: PT
Remaja Rosdakarya Offset, 2013.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Cet.
XVIII; Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2015.
RESUME
A. Kurikulum Subjek Akademis
Kurikulum ini lebih mengutamakan isi pendidikan. Belajar adalah
berusaha menguasai ilmu sebanyak-banyaknya. Orang yang berhasil dalam
belajar adalah orang yang menguasai seluruh atau sebagian besar isi
pendidikan yang diberikan atau yang disiapkan oleh guru. Karena kurikulum
sangat mengutamakan pengetahuan maka pendidikannya sangat bersifat
intelektual, nama-nama mata pelajaran yang menjadi isi kurikulum hampir
sama dengan nama disiplin ilmu, seperti bahasa dan sastra, geografi,
matematika, ilmu kealaman, sejarah dsb.
Sekurang-kurangnya ada tiga pendekatan dalam perkembangan
kurikulum subjek akademis yaitu:
1. Melanjutkan pendekatkan struktur pengetahuan.
2. Studi yang bersifat integratif.
3. Pendekatan yang dilaksanakan pada sekolah-sekolah fundamentalis.
Kurikulum subjek akademis mempunyai beberapa ciri-ciri berkenaan
dengan tujuan, metode, organisasi isi dan evaluasi. Tujuan kurikulum subjek
akademis adalah pemberian pengetahuan yang solid serta melatih para siswa
menggunakan ide-ide dan proses penelitian. Metode yang banyak digunakan
dalam kurikulum subjek akademis adalah metode ekspositori dan inquiry.
Sedangkan pola organisasi isi (materi pelajaran) kurikulum subjek akademis
antara lain:
a.
b.
c.
d.
Correlated curriculum
Unified atau concentrated curriculum
Integrated curriculum
Problem solving curriculum.
Tentang kegiatan evaluasi kurikulum subject akademis menggunakan
bentuk evaluasi yang bervariasi disesuaikan dengan tujuan dan sifat mata
pelajaran.
Masalah besar yang dihadapi oleh para pengembang kurikulum subjek
akademis adalah bagaimana memilih mata pelajaran dari sekian banyak
disiplin ilmu yang ada. Ada bebrapa saran untuk mengatasi masalah tersebut
yaitu:
a. Mengusahakan
menekankan
adanya
pada
penguasaan
bagaimana
cara
yang
menyeluruh
menguji
dengan
kebenaran
atau
mendapatkan pengetahuan.
b. Mengutamakan kebutuhan masyarakat (social utility).
c. Menekankan pengetahuan dasar.
Para pengembang kurikulum subjek akademis, lebih mengutamakan
penyusunan bahan secara logis dan sistematis dari pada menyelaraskan urutan
bahan
dengan
kemampuan
berfikir
anak.
Mereka
umunya
kurang
memperhatikan bagaimana siswa belajar dan lebih mengutamakan susunan isi
yaitu apa yang diajarkan. Proses belajar yang ditempuh oleh siswa sama
pentingya dengan penguasaan konsep dan prinsip-prinsip.
Untuk mengatasi kelemahan diatas dalam perkembangan selanjutnya
dilakukan
bebrapa
penyempurnaan,
pertama
untuk
mengimbangi
penekanannya pada proses berfikir, kedua adnya upaya-upaya untuk
menyesuaikan pelajaran dengan perbedaan individu dan kebutuhan setempat,
ketiga pemanfaatan fasilitas dan sumber yang ada pada masyarakat.
B. Kurikulum Humanistik
Kurikulum humanistic dikembangkan oleh para ahli pendidikan
humanistic. Kurikulum ini berdasarakan konsep aliran pendidikan pribadi
(personalized education) yaitu John Dewey (progressive education) dan J.J
Rousseau (romantic education). Aliran ini lebih memberikan tempat utama
kepada siswa. mereka bertolak dari asumsi bahwa anak/siswa adalah yang
pertama dan utama dalam pendidikan. Ia adalah subjek yang menjadi pusat
kegiatan pendidikan.
Pendidikan humanistic menekankan peranan siswa. Pendidikan
merupakan suatu upaya untuk menciptakan situasi yang permisif, rileks, dan
akrab. Oleh karena itu, peran guru yang diharapkan adalah sebagai berikut:
1. Mendengar pandangan realitas peserta didik secara komprehensif.
2. Menghormati individu peserta didik,
3. Tampil alamiah, otentik, tidak dibuat-buat.
Kurikulum humanisik mempunyai beberapa karakteristik berkenaan
dengan tujuan , metode, organisasi isi dan evaluasi. Menurut para humanis
kurikulum berfungsi menyediakan pengalaman atau pengetahuan berharga
untuk membantu memperlancar perkembangan pribadi murid. Bagi mereka
tujuan pendidikan adalah proses perkembangan pribadi yang dinamis yang
diarahkan pada pertumbuhan, integritas, dan otonomi kepribadian, sikap yang
sehat terhadap diri sendiri, orang laindan belajar.
Kurikulum humanistic menuntut hubungan emosional yang baik
antara guru dengan murid. Dalam evaluasi kurikulum humanistic berbeda
dengan yang biasa. Model lebih mengutamakan proses daripada hasil.
Kelemahan kurikulum humanistic antara lain sebagai berikut:
1. Keterlibatan emosional tidak selamanya
berdampak positif bagi
perkembangan individual peserta didik.
2. Meskipun kurikulum ini sangat menekankan individu peserta didik, pada
kenyataannya di setiap program terdapat keseragaman peserta didik.
3. Kurikulum ini kurang memperhatikan kebutuhan masyarakat secara
keseluruhan.
4. Dalam kurikulum ini, prinsip-prinsip psikologis yang ada kurang
terhubungkan.
C. Kurikulum Rekontruksi Sosial
Kurikulum rekontruksi social berbeda dengan model-model kurikulum
lainnya. Kurikulum ini lebih memusatkan perhatian pada problema-problema
yang dihadapinya dalam masyarakat. Kurikulum ini bersumber pada aliran
pendidikan interaksional. Menurut mereka pendidikan bukan upaya sendiri,
melainkan kegiatan bersama, interaksi, kerjasama. Kerjasama atau interaksi
bukan hanya terjadi antara siswa dengan guru, tetapi juga antara siswa dengan
siswa, siswa dengan orang-orang di lingkungannya, dan dengan sumber
belajar lainnya.melalui interaksi dan kerjasama ini siswa berusaha
memecahkan problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat
menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik.
Pandangan rekonstruksi social di dalam kurikulum dimulai sekitar
tahun 1920-an. Harold Rug mulai melihat dan menyadarkan kawan-kawannya
bahwa selama ini terjadi kesenjangan antara kurikulum dengan masyarakat. Ia
menginginkan para siswa dengan pengetahuan dan konsep-konsep baru yang
diperolehnya dapat mengidentifikasi dan memecahkan masalah-masalah
sosial.
Theodore Brameld, pada awal tahun 1950-an menyampaikan
gagasannya tentang rekonstruksi social. Dalam masyarakat demokratis,
seluruh warga masyarakat harus ikut serta dalam perkembangan dana
pembaharuan masyarakat. Untuk melaksanakan hal itu sekolah mempunyai
posisi yang cukup penting. Sekolah bukan saja dapat membantu individu
mengembangkan kemampuan sosialnya, tetapi juga dapat membantu
bagaimana berpartisipasi sebaik-baiknya dalam kegiatan social.
Kegiatan yang dilakukan dalam kurikulum ini antara lain yaitu:
1. Survey kritis terhadap suatu masyarakat.
2. Study yang melihat hubungan antara ekonomi local dengan ekonomi
3.
4.
5.
6.
nasional atau internasional.
Studi pengaruh sejarah dan kecenderungan situasi ekonomi lokal.
Uji coba kaitan praktik politik dengan perekonomian .
Berbagai pertimbangan perubahan politik.
Pembatasan kebutuhan masyarakat pada umumnya.
D. Kurikulum Teknologi
Di kalangan pendidikan, teknologi sudah dikenal dalam bentuk
pembelajaran berbasis computer, sistem pembelajaran individu, kaset atau
video pembelajaran. Banyak pihak yang kurang menyadari bahwa teknologi
sangat membantu menganalisis masalah kurikulum, dalam hal pembuatan,
implementasi, evaluasi dan pengelolaan instruksional.
Persepektif teknologi sebagai kurikulum ditekankan pada efektifitas
program metode dan material untuk mencapai suatu manfaat dan
keberhasilan. Teknologi mempengaruhi kurikulum dalam dua cara yaitu
aplikasi dan teori.
Pada tahun 1960, B. F. Skimmer menganjurkan efesiensi dalam
belajar, yaitu cara mengajar yang memberikan lebih banyak subjek kepada
peserta didik .Efesiensi ini adalah tahapan belajar melalui terminal perilaku
tertentu. Berdasarkan hal ini, teknologi mengembangkan aturan-aturan untuk
membangun kurikulumdalam bentuk latihan terprogram.
Ciri-ciri kurikulum teknologis anatara lain sebagai berikut:
1. Tujuan. Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi yang dirumuskan
dalam bentuk perilaku.
2. Metode. Metode yang merupakan kegiatan pembelajaran sering dipandang
sebagai proses mereaksi terhadap perangsang-perangsang yang diberikan
dan apabila terjadi respon yang diharapkan maka respon tersebut
diperkuat.
3. Organisasi bahan ajar. Bahan ajar atau isi kurikulum banyak diambil dari
disiplin ilmu, tetapi telah diramu sedemikian rupa sehingga mendukung
penguasaan suatu kompetensi.
4. Evaluasi. Kegiatan evaluasi dilakukan pada setiap saat, pada akhir suatu
pelajaran, suatu unit ataupun semester.
Teknologi berperan dalam meningkatkan kualitas kurikulum, dengan
mamberi kontribusi mengenai keefektifan intruksional, tahapan intruksional,
dan memantau perkembangan peserta didik. Oleh karenanya sangat beralasan
bahwa dewasa ini semakin banyak kurikulum efektif yang selaras dengan
perkenbangan
teknologi.
Meskipun
biaya
yang
dikeluarkan
dalam
pengembangan kurikulum teknologi ini cukup besar, tapi sebanding dengan
nilai yang didapat dan pembelajaran bagi para siswa saat model ini
diterapkan.
Salah satu kelemahan kurikulum teknologi ini adalah kurangnya
perhatian pada penerapan dan dinamika inovasi. Model teknologi ini hanya
menekankan pengembangan efektifitas produk saja, sedangkan perhatian
untuk mengubah lingkungan yang lebih luas, seperti organisasi sekolah, sikap
guru, dan cara pandang masyarakat sangat kurang.