Peran yang diambil TNI AD untuk menjatuk
Berikut penelusuran penulis mengenai rentetan peran yang diambil
TNI-AD untuk menjatukan pemerintahan Presiden Soekarno. Perlu
penulis sampaikan bahwa usaha-usaha TNI-AD untuk mengganbil alih
kekuasaan Presiden Soekarno sudah dimulai pasca terjadinya Gerakan 30
September 1965. Berbeda dengan KAMI yang dikemudian waktu ikut
bergabung:
1. Setelah Men/Pangad Jenderal A.Yani gugur di tangan Gerakan 30
September,
Pangkostrad
Mayjend
Soeharto
mengambil
alih
kepemimpinan AD dengan restu Pangdam Jaya, Mayjend Umar
Wirahadikusumah (Wakil Presiden Republik Indonesia keempat, yakni
pada masa bakti 1983—1988, hadiah dari Mayjend.Soeharto ketika
menjadi Presiden) dan perwira tinggi lain. Setelah itu, Mayjend Soeharto
menawarkan jabatan Men/Pangad ke Jenderal A.H.Nasution
tetapi
ditolaknya. Dan pada akhirnya Presiden Soekaro mengambil alih jabatan
tersebut dan menunjuk Mayjend Pranoto Reksosamudro sebagai
caretaker
(pengurus)
Pangad.
Tetapi
Mayjend
Soeharto
tidak
mengizinkan Mayjend Pranoto pergi ketika dipanggil menghadap
Presiden. Ini bukti bahwa niat-niat untuk tidak loyalis lagi terhadap
Presiden Soeharto sudah ada sehari setelah G30S.
2. Pada 6 Oktober 1965 Setelah Mayjend Soeharto menerima jabatan
Men/Pangad secara sah, loyalis Presiden Soekarno yang sebelumnya
ditunjuk menggantikan Jenderal Ahmad Yani yakni Mayjend Pranoto
diamankan di markas KOSTRAD dan kemudian ditahan. Lagi,
kewibawaan Presiden Soekarno mulai dipertanyakan.
3. Pada 16 Oktober 1965 ketika Presiden Soekarno bahwa peristiwa
pembunuhan para jenderal merupakan "Gelombang kecil dalam samudera
revolusi". Pernyataan ini merupakan kemenangan moral TNI-AD dan
blunder bagi Presiden Soekarno.
4. Setelah Presiden Soekarno memecat Jenderal A.H. Nasution sebagai
Menhankam/KSAB, mulai terjadi aksi-aksi unjuk rasa oleh KAMI dan
KAPPI akibat tidak diwujudkan Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura) yang
salah satunya isinya ialah perombakan kabinet dari unsur-unsur komunis
bukan menjadi pembersihan anti komunis, diantaranya Jenderal
A.H.Nasution. Aksi-aksi demonstrasi yang tidak terkendali tersebut
berujung pada keluarnya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar)1966
atas usaha negosiasi dari perwira TNI-AD yakni Brigadir Jendral M.
Jusuf, Brigadir Jendral Amirmachmud dan Brigadir Jendral Basuki
Rahmat tas suruhan Mayjend Soeharto.
5. Pada 13-14 Maret 1966 akibat menyalahgunakan mandat Supersemar,
Mayjend Soeharto ditegur oleh Presiden Soekarno.
6. Pada 16 Maret 1966 Presiden Soekarno kembali menjelaskan
Supersemar. Ia menegaskan dirinya masih berkuasa penuh sebagai kepala
eksekutif pemerintahan dan mandataris MPRS. Ia juga menegaskan,
hanya dirinya yang berkuasa mengangkat menteri-menteri.
7. 18 Maret 1966, sejumlah 15 Menteri ditangkap atas desakan KAMI yang
dieksekusi oleh TNI-AD. Menjelang akhir tahun 1966, para
pememimpin TNI-AD menghantam mental Presiden Soekarno
dengan menyeret temannya ke meja hijau, yakni:1
a) Berikut nama-nama ke 15 menteri tersebut:2
1. Dr. Soebandrio, Wakil Perdana Menteri I, Menteri
Kompartemen Luar Negeri, Menteri Luar Negeri/Hubungan
Ekonomi Luar Negeri.
2. Dr. Chaerul Saleh, Wakil Perdana Menteri III, Ketua MPRS.
3. Ir. Setiadi Reksoprodjo, Menteri Urusan Listrik dan
Ketenagaan.
4. Sumardjo, Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan.
5. Oei Tju Tat, S.H, Menteri Negara diperbantukan kepada
Presidium Kabinet.
1Menghancurkan mental Presiden Soekarno dari dalam pemerintahan adalah tugas dan kerja dari TNI-AD. Baca:Pembagian kerja (jobs
description) antara TNI-AD dan KAMI. Hal. 115.
2 Menteri/Sekretaris Negara Republik Indonesia. 1986. 30 Tahun Indonesia Merdeka, 1965-1973.Jakarta:Menteri/Sekretaris Negara
Republik Indonesia. Hal. 94.
6. Ir. Surachman, Menteri Pengairan Rakyat dan Pembangunan
Desa.
7. Jusuf Muda Dalam, Menteri Urusan Bank Sentral, Gubernur
Bank Negara Indonesia.
8. Armunanto, Menteri Pertambangan.
9. Sutomo Martopradoto, Menteri Perburuhan.
10.A. Astrawinata, S.H, Menteri Kehakiman.
11.Mayor Jenderal Achmadi, Menteri Penerangan di bawah
Presidium Kabinet.
12.Drs.Moh. Achadi, Menteri Transmigrasi dan Koperasi.
13.Letnan Kolonel Imam Sjafei, Menteri Khusus Urusan
Pengamanan.
14.J.K. Tumakaka, Menteri/Sekretaris Jenderal Front Nasional.
15.Mayor Jenderal Dr. Soemarno, Menteri/Gubernur Jakarta Raya.
b) Pada bulan September 1966, menteri secara khusus ditugasi
mengurus masalah perbankan, yakni Jusuf Muda Dalam divonis
mati setelah terbukti bersalah melakukan subversi, korupsi,
mengimpor senjata secara illegal, dan memiliki enam istri, sesuatu
yang betentangan dengan hukum Islam.
c) Soebandrio (Menteri Luar Negeri), bulan Oktober 1966 divonis
hukuman mati.
d) Serangan militer selanjutnya kepada Presiden Soekarno terjadi
bulan bulan Desember 1966, ketika Marsekal Omar Dhani yang
mantan KSAU, diseret ke pengadilan.
Ketika baru membacakan beberapa nama anggota kabinet baru, ia
berhenti dan minta Leimena melanjutkan pembacaan tersebut.
8. 27 Maret 1966 atas intervensi dari Angkatan Darat yang kuat dan sipil pro
Angkatan Darat seperti Sri Sultan Hamengkubowono IX dan Adam
Malik.3 Sri Sultan Hamengkubowono IX kelak akan menjadi sebagai
Wakil Presiden Indonesia yang kedua antara tahun 1973-1978) dan saat
itu menjabat Menteri Utama di bidang Ekuin. Sedangkan Adam Malik
juga akan menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia ke-tiga 1978-1983
3 Ketika terjadi pergantian rezim pemerintahan Orde Lama, posisi Adam Malik yang berseberangan dengan kelompok kiri justru malah
menguntungkannya. Tahun 1966, Adam disebut-sebut dalam Trio Baru Soeharto-Sultan-Malik. Pada tahun yang sama, lewat televisi, ia
menyatakan keluar dari Partai Murba karena pendirian Partai Murba, yang menentang masuknya modal asing.
dan saat itu menjadi Wakil Perdana Menteri II (Waperdam II) sekaligus
sebagai Menteri Luar Negeri Republik Indonesia di kabinet Dwikora II.
Ketika baru membacakan beberapa nama anggota kabinet baru, ia
berhenti dan minta Leimena melanjutkan pembacaan tersebut.4
9. 20 Juni 1966, MPRS bersidang dan memilih A.H. Nasution sebagai
ketua. MPRS kemudian mencabut gelar presiden seumur hidup dari
Presiden Soekarno. Kemudia Presiden Soekarno menyampaikan pidato
Nawaksara, yang kemudian ditolak MPRS karena dianggap tidak sesuai
dengan permintaan rakyat mengenai klarifikasi keterlibatan Presiden
dalam peristiwa Gerakan 30 September.
10.Sepanjang bulan Juli 1966, Soeharto bertindak membentuk kabinet dan
membersihkan orang-orang pendukung Presiden Soekarno.
11.Bulan oktober 1966, MPRS meminta Presiden Soekarno melengkapi
pidato Nawaksara. Nota, Nomor: Nota 2/Pimp/MPRS/1966, yang
meminta
kepada
Presiden
Soekarno
untuk
melengkapi
laporan
pertanggungjawaban sesuai keputusan MPRS No.5/MPRS/1966.
12.Pada 12 Januari 1967, Presiden Soekarno menyampaikan secara tertulis
pidato Pelengkap Nawaksara. Ia mengatakan, peristiwa G30 S/PKI
disebabkan oleh keblinger-nya pemimpin PKI, liicknya Nekolim, dan
kenyataan adanya orang-orang aneh.
13.17 Februari 1966, MPRS menolak pertanggungjawaban Presiden
Soekarno.
14.Setelah menolak pertanggungjawaban Presiden Soekarno, para petinggi
TNI-AD dibawah pimpinan Mayjend Soeharto mendatangi Presiden
Soekarno di Bogor. Setelah perbincangan 3 jam lamanya, Presiden
Soekarno bersedia menyerahkan kekuasaan pada Mayjend Soeharto.
Karir politik Presiden Soekarno berada di ufuk senja, dan dia menghadapi
ketidakpastian masa depan.5 Pada 7 Maret 1967, MPRS bersidang dan
memutuskan untuk mencabut mandat dari Presiden Soekarno dan
4 Tim Lembaga Analisis Informasi (LAI). 2007. Kontroversi Supersemar dalam Transisi Kekuasaan Soekarno-Soeharto, edisi Revisi.
Yogyakarta: MedPress. Hal. 15.
5
Tim Lembaga Analisis Informasi (LAI). 2007. Kontroversi Supersemar dalam Transisi Kekuasaan Soekarno-Soeharto, edisi Revisi.
Yogyakarta: MedPress. Hal. 16-17.
mengalihkannya ke Mayjend Soeharto. Dengan demikian Mayjend
Soeharto menjadi Pejabat Presiden.
15.Dan akhirnya, hal-hal yang telah diusahakan oleh TNI-AD sejak tahun
1965 bekerjasama dengan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI)
berpuncak pada 27 Maret 1968, SK MPRS mengukuhkan Soeharto
sebagai kepala negara.
Lalu mengapa hampir semua perwira militer TNI-AD dapat bersatu
melawan Presiden Soekarno dibawah pimpinan Mayjend. Soeharto dan
Jenderal A.H.Nasution? Jawabannya…,berikut analisa dari Edward
Luttwak.6
Jika kita menghendaki seorang perwira Angkatan Darat dan memintanya
untuk ikut serta dalam suatu kudeta, dia-asalkan bukan loyalis totalakan dihadapkan pada seperangkat pilihan, yang memiliki bahaya
maupun peluang. Ajakan itu bisa saja hanya "pancingan" dari dinas
keamanan untuk mengetahui loyalitasnya pada rezim. Ajakan itu bisa
juga asli, tetapi bagian dari perencanaan yang tidak aman dan tidak
efisien. Dan akhirnya, ajakan itu bisa datang dari suatu tim yang
memiliki banyak peluang untuk berhasil. Seandainya ajakan itu
hanyalah "pancingan", maka menerima ajakan berarti kehilangan
pekerjaan bahkan lebih dari itu. Sedangkan kalau ajakan itu dilaporkan
maka dia akan memperoleh imbalan untuk loyalitasnya. Kalau ajakan itu
asli dia memiliki prospek yang belum pasti akan memperoleh
keuntungan setelah kudeta berhasil, ketimbang keuntungan yang pasti
kalau dia melaporkannya. Karena itu hal yang wajar bagi dia adalah
melaporkan ajakan kudeta itu.
Hampir semua perwira TNI-AD menerima ajakan tersebut, maksudnya
ajakan untuk melakukan kudeta terhadap Presiden Soekarno dibawa pimpinan
Mayjend. Soeharto dan Jenderal A.H. Nasution, tidak sedikit perwira TNI-AD
6
Edward Luttwak dalam bukunya "Kudeta: Teori dan Praktek Penggulingan Kekuasaan", 1999. Diterjemahkan oleh Hartono
Hadikusumo.Yogyakarta:Yayasan Bentang Budaya. Hal. 93-94.
tersebut menerima keuntungan dari Mayjend. Soeharto atas loyalitas mereka.7
Terjawab sudah mengapa setelah Presiden Soekarno jatuh dari jabatan sebagai
presiden dan digantikan oleh Jenderal Soeharto maka dimulailah dominasi TNIAD dalam segala aspek kehidupan bangsa Indonesia (Dwifungsi ABRI).
Karena sebelumnya telah terjadinya sebuah bentuk kerjasama timbalbalik antar para perwira militer TNI-AD sebagai buah dari dalam
menjatuhkan pemerintahan Presiden Soekarno seperti di ungkap oleh TIM
Peneliti LIPI dan Edward Luttwak sebelumnya.
7 Baca:Tabel 1.4 Pembagian Kekuasaan oleh TNI-AD dan KAMI. Hal. 120.
TNI-AD untuk menjatukan pemerintahan Presiden Soekarno. Perlu
penulis sampaikan bahwa usaha-usaha TNI-AD untuk mengganbil alih
kekuasaan Presiden Soekarno sudah dimulai pasca terjadinya Gerakan 30
September 1965. Berbeda dengan KAMI yang dikemudian waktu ikut
bergabung:
1. Setelah Men/Pangad Jenderal A.Yani gugur di tangan Gerakan 30
September,
Pangkostrad
Mayjend
Soeharto
mengambil
alih
kepemimpinan AD dengan restu Pangdam Jaya, Mayjend Umar
Wirahadikusumah (Wakil Presiden Republik Indonesia keempat, yakni
pada masa bakti 1983—1988, hadiah dari Mayjend.Soeharto ketika
menjadi Presiden) dan perwira tinggi lain. Setelah itu, Mayjend Soeharto
menawarkan jabatan Men/Pangad ke Jenderal A.H.Nasution
tetapi
ditolaknya. Dan pada akhirnya Presiden Soekaro mengambil alih jabatan
tersebut dan menunjuk Mayjend Pranoto Reksosamudro sebagai
caretaker
(pengurus)
Pangad.
Tetapi
Mayjend
Soeharto
tidak
mengizinkan Mayjend Pranoto pergi ketika dipanggil menghadap
Presiden. Ini bukti bahwa niat-niat untuk tidak loyalis lagi terhadap
Presiden Soeharto sudah ada sehari setelah G30S.
2. Pada 6 Oktober 1965 Setelah Mayjend Soeharto menerima jabatan
Men/Pangad secara sah, loyalis Presiden Soekarno yang sebelumnya
ditunjuk menggantikan Jenderal Ahmad Yani yakni Mayjend Pranoto
diamankan di markas KOSTRAD dan kemudian ditahan. Lagi,
kewibawaan Presiden Soekarno mulai dipertanyakan.
3. Pada 16 Oktober 1965 ketika Presiden Soekarno bahwa peristiwa
pembunuhan para jenderal merupakan "Gelombang kecil dalam samudera
revolusi". Pernyataan ini merupakan kemenangan moral TNI-AD dan
blunder bagi Presiden Soekarno.
4. Setelah Presiden Soekarno memecat Jenderal A.H. Nasution sebagai
Menhankam/KSAB, mulai terjadi aksi-aksi unjuk rasa oleh KAMI dan
KAPPI akibat tidak diwujudkan Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura) yang
salah satunya isinya ialah perombakan kabinet dari unsur-unsur komunis
bukan menjadi pembersihan anti komunis, diantaranya Jenderal
A.H.Nasution. Aksi-aksi demonstrasi yang tidak terkendali tersebut
berujung pada keluarnya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar)1966
atas usaha negosiasi dari perwira TNI-AD yakni Brigadir Jendral M.
Jusuf, Brigadir Jendral Amirmachmud dan Brigadir Jendral Basuki
Rahmat tas suruhan Mayjend Soeharto.
5. Pada 13-14 Maret 1966 akibat menyalahgunakan mandat Supersemar,
Mayjend Soeharto ditegur oleh Presiden Soekarno.
6. Pada 16 Maret 1966 Presiden Soekarno kembali menjelaskan
Supersemar. Ia menegaskan dirinya masih berkuasa penuh sebagai kepala
eksekutif pemerintahan dan mandataris MPRS. Ia juga menegaskan,
hanya dirinya yang berkuasa mengangkat menteri-menteri.
7. 18 Maret 1966, sejumlah 15 Menteri ditangkap atas desakan KAMI yang
dieksekusi oleh TNI-AD. Menjelang akhir tahun 1966, para
pememimpin TNI-AD menghantam mental Presiden Soekarno
dengan menyeret temannya ke meja hijau, yakni:1
a) Berikut nama-nama ke 15 menteri tersebut:2
1. Dr. Soebandrio, Wakil Perdana Menteri I, Menteri
Kompartemen Luar Negeri, Menteri Luar Negeri/Hubungan
Ekonomi Luar Negeri.
2. Dr. Chaerul Saleh, Wakil Perdana Menteri III, Ketua MPRS.
3. Ir. Setiadi Reksoprodjo, Menteri Urusan Listrik dan
Ketenagaan.
4. Sumardjo, Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan.
5. Oei Tju Tat, S.H, Menteri Negara diperbantukan kepada
Presidium Kabinet.
1Menghancurkan mental Presiden Soekarno dari dalam pemerintahan adalah tugas dan kerja dari TNI-AD. Baca:Pembagian kerja (jobs
description) antara TNI-AD dan KAMI. Hal. 115.
2 Menteri/Sekretaris Negara Republik Indonesia. 1986. 30 Tahun Indonesia Merdeka, 1965-1973.Jakarta:Menteri/Sekretaris Negara
Republik Indonesia. Hal. 94.
6. Ir. Surachman, Menteri Pengairan Rakyat dan Pembangunan
Desa.
7. Jusuf Muda Dalam, Menteri Urusan Bank Sentral, Gubernur
Bank Negara Indonesia.
8. Armunanto, Menteri Pertambangan.
9. Sutomo Martopradoto, Menteri Perburuhan.
10.A. Astrawinata, S.H, Menteri Kehakiman.
11.Mayor Jenderal Achmadi, Menteri Penerangan di bawah
Presidium Kabinet.
12.Drs.Moh. Achadi, Menteri Transmigrasi dan Koperasi.
13.Letnan Kolonel Imam Sjafei, Menteri Khusus Urusan
Pengamanan.
14.J.K. Tumakaka, Menteri/Sekretaris Jenderal Front Nasional.
15.Mayor Jenderal Dr. Soemarno, Menteri/Gubernur Jakarta Raya.
b) Pada bulan September 1966, menteri secara khusus ditugasi
mengurus masalah perbankan, yakni Jusuf Muda Dalam divonis
mati setelah terbukti bersalah melakukan subversi, korupsi,
mengimpor senjata secara illegal, dan memiliki enam istri, sesuatu
yang betentangan dengan hukum Islam.
c) Soebandrio (Menteri Luar Negeri), bulan Oktober 1966 divonis
hukuman mati.
d) Serangan militer selanjutnya kepada Presiden Soekarno terjadi
bulan bulan Desember 1966, ketika Marsekal Omar Dhani yang
mantan KSAU, diseret ke pengadilan.
Ketika baru membacakan beberapa nama anggota kabinet baru, ia
berhenti dan minta Leimena melanjutkan pembacaan tersebut.
8. 27 Maret 1966 atas intervensi dari Angkatan Darat yang kuat dan sipil pro
Angkatan Darat seperti Sri Sultan Hamengkubowono IX dan Adam
Malik.3 Sri Sultan Hamengkubowono IX kelak akan menjadi sebagai
Wakil Presiden Indonesia yang kedua antara tahun 1973-1978) dan saat
itu menjabat Menteri Utama di bidang Ekuin. Sedangkan Adam Malik
juga akan menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia ke-tiga 1978-1983
3 Ketika terjadi pergantian rezim pemerintahan Orde Lama, posisi Adam Malik yang berseberangan dengan kelompok kiri justru malah
menguntungkannya. Tahun 1966, Adam disebut-sebut dalam Trio Baru Soeharto-Sultan-Malik. Pada tahun yang sama, lewat televisi, ia
menyatakan keluar dari Partai Murba karena pendirian Partai Murba, yang menentang masuknya modal asing.
dan saat itu menjadi Wakil Perdana Menteri II (Waperdam II) sekaligus
sebagai Menteri Luar Negeri Republik Indonesia di kabinet Dwikora II.
Ketika baru membacakan beberapa nama anggota kabinet baru, ia
berhenti dan minta Leimena melanjutkan pembacaan tersebut.4
9. 20 Juni 1966, MPRS bersidang dan memilih A.H. Nasution sebagai
ketua. MPRS kemudian mencabut gelar presiden seumur hidup dari
Presiden Soekarno. Kemudia Presiden Soekarno menyampaikan pidato
Nawaksara, yang kemudian ditolak MPRS karena dianggap tidak sesuai
dengan permintaan rakyat mengenai klarifikasi keterlibatan Presiden
dalam peristiwa Gerakan 30 September.
10.Sepanjang bulan Juli 1966, Soeharto bertindak membentuk kabinet dan
membersihkan orang-orang pendukung Presiden Soekarno.
11.Bulan oktober 1966, MPRS meminta Presiden Soekarno melengkapi
pidato Nawaksara. Nota, Nomor: Nota 2/Pimp/MPRS/1966, yang
meminta
kepada
Presiden
Soekarno
untuk
melengkapi
laporan
pertanggungjawaban sesuai keputusan MPRS No.5/MPRS/1966.
12.Pada 12 Januari 1967, Presiden Soekarno menyampaikan secara tertulis
pidato Pelengkap Nawaksara. Ia mengatakan, peristiwa G30 S/PKI
disebabkan oleh keblinger-nya pemimpin PKI, liicknya Nekolim, dan
kenyataan adanya orang-orang aneh.
13.17 Februari 1966, MPRS menolak pertanggungjawaban Presiden
Soekarno.
14.Setelah menolak pertanggungjawaban Presiden Soekarno, para petinggi
TNI-AD dibawah pimpinan Mayjend Soeharto mendatangi Presiden
Soekarno di Bogor. Setelah perbincangan 3 jam lamanya, Presiden
Soekarno bersedia menyerahkan kekuasaan pada Mayjend Soeharto.
Karir politik Presiden Soekarno berada di ufuk senja, dan dia menghadapi
ketidakpastian masa depan.5 Pada 7 Maret 1967, MPRS bersidang dan
memutuskan untuk mencabut mandat dari Presiden Soekarno dan
4 Tim Lembaga Analisis Informasi (LAI). 2007. Kontroversi Supersemar dalam Transisi Kekuasaan Soekarno-Soeharto, edisi Revisi.
Yogyakarta: MedPress. Hal. 15.
5
Tim Lembaga Analisis Informasi (LAI). 2007. Kontroversi Supersemar dalam Transisi Kekuasaan Soekarno-Soeharto, edisi Revisi.
Yogyakarta: MedPress. Hal. 16-17.
mengalihkannya ke Mayjend Soeharto. Dengan demikian Mayjend
Soeharto menjadi Pejabat Presiden.
15.Dan akhirnya, hal-hal yang telah diusahakan oleh TNI-AD sejak tahun
1965 bekerjasama dengan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI)
berpuncak pada 27 Maret 1968, SK MPRS mengukuhkan Soeharto
sebagai kepala negara.
Lalu mengapa hampir semua perwira militer TNI-AD dapat bersatu
melawan Presiden Soekarno dibawah pimpinan Mayjend. Soeharto dan
Jenderal A.H.Nasution? Jawabannya…,berikut analisa dari Edward
Luttwak.6
Jika kita menghendaki seorang perwira Angkatan Darat dan memintanya
untuk ikut serta dalam suatu kudeta, dia-asalkan bukan loyalis totalakan dihadapkan pada seperangkat pilihan, yang memiliki bahaya
maupun peluang. Ajakan itu bisa saja hanya "pancingan" dari dinas
keamanan untuk mengetahui loyalitasnya pada rezim. Ajakan itu bisa
juga asli, tetapi bagian dari perencanaan yang tidak aman dan tidak
efisien. Dan akhirnya, ajakan itu bisa datang dari suatu tim yang
memiliki banyak peluang untuk berhasil. Seandainya ajakan itu
hanyalah "pancingan", maka menerima ajakan berarti kehilangan
pekerjaan bahkan lebih dari itu. Sedangkan kalau ajakan itu dilaporkan
maka dia akan memperoleh imbalan untuk loyalitasnya. Kalau ajakan itu
asli dia memiliki prospek yang belum pasti akan memperoleh
keuntungan setelah kudeta berhasil, ketimbang keuntungan yang pasti
kalau dia melaporkannya. Karena itu hal yang wajar bagi dia adalah
melaporkan ajakan kudeta itu.
Hampir semua perwira TNI-AD menerima ajakan tersebut, maksudnya
ajakan untuk melakukan kudeta terhadap Presiden Soekarno dibawa pimpinan
Mayjend. Soeharto dan Jenderal A.H. Nasution, tidak sedikit perwira TNI-AD
6
Edward Luttwak dalam bukunya "Kudeta: Teori dan Praktek Penggulingan Kekuasaan", 1999. Diterjemahkan oleh Hartono
Hadikusumo.Yogyakarta:Yayasan Bentang Budaya. Hal. 93-94.
tersebut menerima keuntungan dari Mayjend. Soeharto atas loyalitas mereka.7
Terjawab sudah mengapa setelah Presiden Soekarno jatuh dari jabatan sebagai
presiden dan digantikan oleh Jenderal Soeharto maka dimulailah dominasi TNIAD dalam segala aspek kehidupan bangsa Indonesia (Dwifungsi ABRI).
Karena sebelumnya telah terjadinya sebuah bentuk kerjasama timbalbalik antar para perwira militer TNI-AD sebagai buah dari dalam
menjatuhkan pemerintahan Presiden Soekarno seperti di ungkap oleh TIM
Peneliti LIPI dan Edward Luttwak sebelumnya.
7 Baca:Tabel 1.4 Pembagian Kekuasaan oleh TNI-AD dan KAMI. Hal. 120.