IKLIM BERENGARUH BAGI KEHIDUPAN docx

PROFIL FENOMENA
CUACA DAN IKLIM DI
INDONESIA
http://phenomenaalam.blogspot.com/2011/02/profilfenomena-cuaca-dan-iklim.html

Wilayah
Indonesia
berada
pada
posisi
strategis, terletak di daerah tropis, diantara
Benua
Asia
dan
Australia,
diantara
Samudera Pasifik dan Samudera Hindia,
serta dilalui garis katulistiwa, terdiri dari
pulau dan kepulauan yang membujur dari
barat ke timur, terdapat banyak selat dan
teluk, menyebabkan wilayah Indonesia rentan

terhadap perubahan iklim/cuaca.
Keberadaan wilayah Indonesia sebagaimana
tersebut, kondisi iklimnya akan dipengaruhi oleh
fenomena global seperti El Nino, La Nina,
Dipole Mode, dan Madden Julian Oscillation
(MJO), disamping pengaruh fenomena regional,
seperti
sirkulasi
monsun
Asia-Australia,
Daerah Pertemuan Angin Antar Tropis atau
Inter Tropical Convergence Zone (ITCZ) yang

merupakan daerah pertumbuhan awan, serta
kondisi suhu permukaan laut di sekitar wilayah
Indonesia.
Sementara kondisi topografi wilayah Indonesia
yang bergunung, berlembah, serta banyak pantai,
merupakan fenomena lokal yang menambah
beragamnya kondisi iklim di wilayah Indonesia,

baik menurut ruang (wilayah) maupun waktu.
Berdasarkan hasil analisis data periode 30 tahun
(1971-2000).
Secara klimatologis wilayah Indonesia terdapat
293 pola iklim, dimana 220 pola merupakan
Zona Musim (ZOM) yaitu mempunyai perbedaan
yang jelas antara periode musim hujan dan
periode
musim
kemarau
(pola
Monsun),
sedangkan 73 pola lainnya adalah Non Zona
Musim (Non ZOM). Daerah Non ZOM pada
umumnya memiliki ciri mempunyai 2 kali puncak
hujan dalam setahun (pola Ekuatorial), sepanjang
tahun curah hujannya tinggi atau rendah, dan
waktu terjadinya musim hujan dan musim
kemarau kebalikan dengan daerah ZOM (pola
Lokal).

Setiap
Fenomena
Meteorologi
dilihat
berdasarkan skala meteorologinya,sehingga skala
meteorologi dibagi dalam 4 skala katagori yaitu:
a)
Skala Mikro (Contoh proses didalam awan,
termasuk proses pembentukan awan)
b)
Skala Meso (Tornado atau Angin Putting
Beliung,Angin Darat/Laut)
c)
Skala Synoptik (Siklon Tropis, ITCZ)
d)
Skala Global ( MJO, Dipole Mode,El Nino/La
Nina)

A. Fenomena Global yang Mempengaruhi
Iklim / Musim di Indonesia

1. El Nino dan La Nina
El Nino merupakan fenomena global dari
sistem interaksi lautan atmosfer yang ditandai
memanasnya suhu muka laut di Ekuator Pasifik
Tengah (Nino 3,4) atau anomali suhu muka laut
di daerah tersebut positif (lebih panas dari rataratanya). Sementara, sejauhmana pengaruhnya El
Nino di Indonesia, sangat tergantung dengan
kondisi perairan wilayah Indonesia. Fenomena El
Nino yang berpengaruh di wilayah Indonesia
dengan diikuti berkurangnya curah hujan
secara drastis, baru akan terjadi bila kondisi suhu
perairan Indonesia cukup dingin. Namun bila
kondisi suhu perairan Indonesia cukup hangat
tidak berpengaruh terhadap kurangnya curah
hujan secara signifikan di Indonesia. Disamping
itu, mengingat luasnya wilayah Indonesia, tidak
seluruh wilayah Indonesia dipengaruhi oleh
fenomena El Nino.
Sedangkan La Nina merupakan kebalikan
dari El Nino ditandai dengan anomali suhu muka

laut negatif (lebih dingin dari rataratanya) di
Ekuator Pasifik Tengah (Nino 3,4). Fenomena La
Nina secara umum menyebabkan curah hujan di
Indonesia meningkat bila dibarengi dengan
menghangatnya suhu muka laut di perairan
Indonesia. Demikian halnya El Nino, dampak La
Nina tidak berpengaruh ke seluruh wilayah
Indonesia .
2. Dipole Mode

Dipole Mode merupakan fenomena interaksi
laut–atmosfer di Samudera Hindia yang dihitung
berdasarkan perbedaan nilai (selisih) antara
anomali suhu muka laut perairan pantai timur
Afrika dengan perairan di sebelah barat Sumatera.
Perbedaan nilai anomali suhu muka laut dimaksud
disebut sebagai Dipole Mode Indeks (DMI). Untuk
DMI positif, umumnya berdampak kurangnya
curah hujan di Indonesia bagian barat, sedangkan
nilai DMI negatif, berdampak meningkatnya

curah hujan di Indonesia bagian barat.
3. Madden Julian Oscillation
Madden Julian Oscillation adalah fluktuasi
musiman atau gelombang atmosfer yang terjadi di
kawasan tropik, MJO berkaitan dengan variabel
cuaca penting di permukaan maupun lautan pada
lapisan atas dan bawah. Seperti variabel arah dan
kecepatan angin, perawanan, curah hujan, suhu
muka laut, penguapan di permukaan laut, Madden
Julian Oscillation (MJO) mengindikasikan osilasi
aktivitas pertumbuhan awan-awan sepanjang jalur
dimulai dari atas perairan Afrika Timur hingga
perairan Pasisfik bagian barat (utara Papua).
Periode osilasinya relatif pendek, sekitar 30-60
hari (intra seasonal). Dengan demikian analisis
MJO terhadap penyusunan Prakiraan Musim
Kemarau 2010, lebih digunakan sebagai bahan
pertimbangan khususnya untuk memprakirakan
Awal Musim Kemarau 2010.
Cakupan MJO:

1.
Nothern Tropics (2.5N-17.5N);
2.
Near Equatorial (7.5S-7.5N);
3.
Southern Tropics (17.5S-2.5S);

4.

Wide Tropics (15.S-15.N)
MJO mempunyai cakupan skala ruang yang
luas, MJO berkaitan dengan OLR, jika OLR (-) maka
daerah yang dilintasi banyak awan hujan, jika (+)
cenderung kurang banyak pertumbuhan awan
hujannya.
B. Fenomena Regional yang Mempengaruhi
Iklim / Musim di Indonesia

1. Sirkulasi Monsun Asia – Australia
Monsun

adalah
sirkulasi
angin
yang
berhembus secara periodik pada suatu periode
(minimal 3 bulan) dan pada periode yang lain
polanya akan berlawanan. Sirkulasi angin di
Indonesia ditentukan oleh pola perbedaan tekanan
udara di Australia dan Asia. Pola tekanan udara ini
mengikuti pola peredaran matahari dalam setahun
yang mengakibatkan sirkulasi angin di Indonesia
umumnya adalah pola monsun, yaitu sirkulasi
angin yang mengalami perubahan arah setiap
setengah tahun sekali. Pola angin baratan terjadi
karena adanya tekanan tinggi di Asia yang
berkaitan dengan berlangsungnya musim hujan di
Indonesia. Pola angin timuran/tenggara terjadi
karena adanya tekanan tinggi di Australia yang
berkaitan
dengan

berlangsungnya
musim
kemarau di Indonesia.
BMG Berdasarkan distribusi data rata-rata curah
hujan bulanan, umumnya wilayah Indonesia dibagi
menjadi 3 (tiga) pola hujan, yaitu :
1. Pola hujan monsun, yang wilayahnya memiliki
perbedaan yang jelas antara periode musim hujan

dan
periode
musim
kemarau
kemudian
dikelompokan dalam Zona Musim (ZOM), tipe
curah hujan yang bersifat unimodial (satu puncak
musim
hujan,DJF
musim
hujan,JJA

musim
kemarau).
2. Pola hujan equatorial, yang wilayahnya memiliki
distribusi hujan bulanan bimodial dengan dua
puncak musim hujan maksimum dan hampir
sepanjang tahun masuk dalam kreteria musim
hujan. Pola ekuatorial dicirikan oleh tipe curah
hujan dengan bentuk bimodial (dua puncak hujan)
yang biasanya terjadi sekitar bulan Maret dan
Oktober atau pada saat terjadi ekinoks.
3. Pola hujan lokal, yang wilayahnya memiliki
distribusi hujan bulanan kebalikan dengan pola
monsun. Pola lokal dicirikan oleh bentuk pola
hujan unimodial (satu puncak hujan), tetapi
bentuknya berlawanan dengan tipe hujan
monsun.
Pada kondisi normal, daerah yang bertipe hujan
monsun akan mendapatkan jumlah curah hujan
yang berlebih pada saat monsun barat (DJF)
dibanding saat monsun timur (JJA).P Pengaruh

monsun di daerah yang memiliki pola curah hujan
ekuator kurang tegas akibat pengaruh insolasi
pada saat terjadi ekinoks, demikian juga pada
daerah yang memiliki pola curah hujan lokal yang
lebih dipengaruhi oleh efek orografi .

PENGGOLONGAN IKLIM MENURUT SCHMIDT
FERGUSON
A. Kriteria Bulan Basah Dan Bulan Kering
a. Bulan basah jika jumlah curah hujan dalam 1
bulan > 100mm.
b. Bulan kering jika jumlah curah hujan dalam 1
bulan < 60mm.
c. Bulan lembab jika jumlah curah hujan dalam 1
bulan antara 60 - 100mm.
B.
Data
Data yang diambil minimal 10 tahun, kemudian
tentukan banyaknya bulan basah dan bulan kering
pertahun lalu rata-ratakan selama 10 tahun
tersebut.
Tentukan nilai Q, dengan rumus :
C.

Pembagian Zone
TYPE HUJAN
Type A ( Sangat
basah )
Type B ( Basah )

KRITERIA
0 < Q <
0,143
0,143 < Q

Type C ( Agak
basah )
Type
D
( Sedang )
Type E ( Agak
Kering )
Type F ( Kering )
Type G ( Sangat
kering )
Type H ( Luar
biasa kering )

< 0,333
0,333 < Q
< 0,600
0,600 < Q
< 1,000
1,000 < Q
< 1,670
1,670 < Q
< 3,000
3,000 < Q
< 7,000
Q > 7,000

PENGGOLONGAN IKLIM MENURUT OLDEMAN
A. Kriteria Bulan Basah Dan Bulan Kering
a. Bulan basah jika jumlah curah hujan dalam 1
bulan > 200mm.
b. Bulan kering jika jumlah curah hujan dalam 1
bulan < 100mm.
B.
Data
Data yang diambil minimal 10 tahun, kemudian
tentukan banyaknya bulan basah dan bulan kering
pertahun lalu rata-ratakan selama 10 tahun
tersebut.
C. Pembagian Zone
a. Zone A, jika bulan basah > 9 kali berturut –
turut.
b. Zone B, jika bulan basah antara 7 sampai 9 kali
berturut – turut.
c. Zone C, jika bulan basah antara 5 sampai 6 kali
berturut – turut.
d. Zone D, jika bulan basah antara 3 sampai 4 kali
berturut – turut.

e. Zone E, jika bulan basah antara 3 kali berturut –
turut.
KLASIFIKASI IKLIM MENURUT MOHR
Mohr mengemukakan batasan - batasan untuk
menunjukkan adanya kekuatan periode terhadap
tanah dari gambaran curah hujan.
Tiga derajat kebasahan menurut Mohr:
a. Bulan Basah
Merupakan suatu bulan yang curah hujannya lebih
besar dari 100 mm (RR > 100 mm). Curah hujan
lebih besar dari penguapan.
b. Bulan Kering
Merupakan suatu bulan yang curah hujannya lebih
kecil dari 60 mm
(RR < 60 mm). Curah hujan lebih kecil dari
penguapan.
c. Bulan Lembab
Merupakan suatu bulan yang curah hujannya lebih
besar dari 60 mm akan
tetapi lebih kecil dari 100 mm (60 mm < RR < 100
mm). Curah hujan
sama dengan penguapan.
Untuk mencari serta mengetahui bulan basah dan
bulan kering, Mohr menggunakan rata - rata curah
hujan masing - masing bulan selama beberapa
tahun. Pembagian iklim menurut Mohr didasarkan
pada banyaknya bulan basah dan bulan kering
suatu tempat, walaupun dalam kenyataanya sifat
fisis tanah sendiri sangat berpengaruh.
Mohr mengemukakan lima golongan iklim yaitu:
Golongan I : Daerah Basah

Tidak ada satupun bulan kering.
Golongan II : Daerah Agak Basah
Periode kering lemah dan terdapat satu bulan
kering.
Golongan III : Daerah Agak Kering
Bulan kering agak banyak (mencapai 3 – 4 bulan).
Golongan IV : Daerah Kering
Bulan kering lebih banyak (mencapai 6 bulan).
Golongan V : Daerah Sangat Kering
Daerah ini mempunyai kekeringan yang kuat dan
lama.
Golongan Jumlah Bulan Basah Jumlah Bulan Kering

2. Daerah Pertemuan Angin Antar Tropis
(Inter Tropical Convergence Zone / ITCZ)
ITCZ merupakan daerah tekanan rendah yang
memanjang dari barat ke timur dengan posisi
selalu berubah mengikuti pergerakan posisi
matahari ke arah utara dan selatan khatulistiwa,
biasanya berada antara 10 derajat LU dan LS
dekat equator. ITCZ merupakan area dengan
tekanan rendah dimana gaya Corioli dan Gradien
tekanan lapisan bawah lemah. Wilayah Indonesia
yang berada di sekitar khatulistiwa, maka pada
daerah daerah yang dilewati ITCZ pada umumnya

berpotensi terjadinya pertumbuhan awan-awan
hujan.
3. Suhu Permukaan Laut di Wilayah Perairan
Indonesia (SST)
Kondisi suhu permukaan laut di wilayah
perairan Indonesia dapat digunakan sebagai salah
satu indikator banyak-sedikitnya kandungan uap
air di atmosfer, dan erat kaitannya dengan proses
pembentukan awan di atas wilayah Indonesia. Jika
suhu muka laut dingin berpotensi sedikitnya
kandungan uap air di atmosfer, sebaliknya
panasnya suhu permukaan laut berpotensi cukup
banyaknya uap air di atmosfer.
Pengertian Singkat Fenomena lain:
Downburst adalah Sentakan udara dingin ke
permukaan bumi dari kejadian TS atau SH.
Berkaitan dengan Mikroburst yaitu meliputi area
dengan diameter 24 Knot



Curah hujan dalam 1 hari >49 mm
Gusty adalah Fluktuasi kecepatan angin yang
terjadi berubah significant tiba-tiba dan sangat
cepat. Puncak angin sekurang2nya 16 KT dan
variasi antaranya 10 KT. Durasi biasanya 20 menit
Turbulensi adalah Gerakan udara yang tdak
teratur dan seketika yang dihasilkan dari sejumlah
eddy kecil yang menjalar di udara. Hal ini di
sebabkan fluktuasi aliran angin yang acak,
konvektif, zona front, variasi temperature, dan
tekanan.
Konveksi adalah proses pemanasan vertical yg
membawa uap air pada siang hari shhga dapat
membantu proses pembentukan awan tebal
menjulang tinggi, biasanya terjadi hujan tiba2
petir dan angin kencang.
TC adalah pusaran angin pada system tekanan
rendah yang mempunyai kecepatan angin lebih
dari 34kt atau lebih di lautan luas.
hasil foto hP HEEEEEE ....Perbedaan TC dan
putting beliung by pak zakir, semoga membantu:

Lapisan Vertikal Atmosfer

1.

Lapisan Troposfer
Gejala cuaca seperti awan, petir, topan, badai,
hujan terjadi pada lapisan ini. Pada lapisan ini
terdapat penurunan suhu karena lapisan troposfer
menyerap sedikit radiasi gelombang pendek
matahari,sementara
permukaan
tanah
memberikan panas pada lapisan troposfer yang
ada di atasnya baik melalui konduksi, konveksi,
adveksi, turbulensi, serta ada proses kondensasi
dan sublimasi yang dilepaskan oleh uap air
atmosfer. Konduksi adalah proses pemanasan
secara merambat atau bersinggungan. Konveksi
adalah proses pemanasan secara vertikal.
Adveksi adalah proses pemanasan secara
horizontal. Turbulensi adalah proses pemanasan
secara tidak beraturan. Kondensasi adalah proses
pendinginan yang mengubah wujud uap air
menjadi air. Sublimasi adalah proses perubahan
wujud es menjadi uap air.
Ciri - ciri lapisan troposfer :

Pertukaran panas banyak terjadi pada
troposfer bawah, sehingga suhu turun dengan
bertambahnya
ketinggian
pada
situasi
meteorologi, ilmu tentang cuaca. Nilainya berkisar
antara 0,5°C dan 1°C tiap 100 meter dengan ratarata 0,65°C tiap 100 meter. Di wilayah dataran
rendah setiap kenaikan 100 meter, suhu akan
mengalami penurunan 0,5° C. Udara troposfer
atas sangat dingin sehingga lebih berat
dibandingkan dengan udara di atas tropopause
yang menyebabkan udara troposfer tidak dapat
menembus tropopause. Ketinggian tropopause
lebih besar di ekuator daripada di daerah kutub.
Di ekuator, tropopause terletak pada ketinggian
18 km dengan suhu -80°C. Sedangkan di kutub
tropopause hanya mencapai ketinggian 6 km
dengan suhu -40°C. Tropopause adalah lapisan
udara yang terdapat di antara troposfer dengan
stratosfer.
2.

Lapisan Stratosfer
Lapisan
atmosfer
di
atas
tropopause
merupakan lapisan inversi, artinya suhu udara
bertambah
tinggi
seiring
dengan
naiknya
ketinggian. Disebut juga lapisan isothermis.
Kenaikan suhu ini disebabkan oleh lapisan
ozonosfer yang menyerap radiasi ultraviolet dari
matahari. Bagian atas stratosfer dibatasi oleh
permukaan diskontinuitas suhu yang disebut
stratopause. Stratopause terletak pada ketinggian
60 km dengan suhu 0°C.

3.

Lapisan Mesosfer

Lapisan mesosfer ditandai dengan penurunan
orde suhu 0,4°C setiap 100 meter, karena lapisan
ini mempunyai keseimbangan radiasi yang
negatif.
Bagian
atas
mesosfer
dibatasi
oleh mesopause yaitu lapisan di dalam atmosfer
yang mempunyai suhu paling rendah (-100°C).
Ketinggian sekitar 85 km.
4.
Lapisan Termosfer
Lapisan ini terletak pada ketinggian 85-300 km
yang ditandai dengan kenaikan suhu dari -100°C
sampai ratusan bahkan ribuan derajat.Bagian atas
lapisan atmosfer dibatasi olehtermopause yang
meluas dari ketinggian 300-1000 km. Suhu
termopause adalah konstan terhadap ketinggian,
tetapi berubah menurut waktu, yaitu berhubungan
dengan insolasi (incoming solar radiation). Suhu
pada malam hari berkisar antara 300°-1200°C dan
pada
siang
hari
700°-1700°C.
Densitas
termopause sangat kecil, kira-kira 10 kali densitas
atmosfer permukaan tanah.

Mengenal Iklim Indonesia
http://kadarsah.wordpress.com/2007/11/30/
mengenal-iklim-indonesia/
Posted by kadarsah pada November 30, 2007
Iklim adalah rata-rata cuaca dalam periode yang
panjang. Sedangkan cuaca merupakan keadaan
atmosfer pada suatu saat. Ilmu yang mempelajari
iklim adalah klimatologi. Meteorologi mempelajari
proses fisis dan gejala cuaca yang terjadi didalam
atmosfer
terutama
pada
lapisan
bawah
(troposfer).
Klimatologi berasala dari bahasa Yunani klima dan
logos. Klima berarti kemiringan bumi yang
terfokus pada pengertian lintang tempat. Logos
berarti ilmu.
Meteorologi berasal dari bahasa Yunani, meteoros
dan logos. Meteoros berarti benda yang ada
didalam udara.
Pembagian klimatologi berdasarkan cakupan
daerah kajian:
1. Makroklimatologi : ukuran global
2. Mesoklimatologi : ukuran 10-100 km
3. Mikroklimatologi : ukuran kurang dari 100 m
Sistem iklim terdiri komponen:
1. atmosfer atau udara
2. litosfer atau batuan
3. hidrosfer terdiri dari cair atau air
4. kriosfer tediri dari es,salju dan gletser.
5. biosfer terdiri tumbuhan dan mahluk hidup.

Di permukaan bumi banyak sekali macam iklim,
untuk menyederhanakan maka dilakukan upaya
pengelompokan iklim.
Pengelompokan iklim berdasarkan pendekatan:
1. metode genetik : penentu faktor iklim yaitu
pola sirkulasi udara, radiasi bersih dan fluks
kelembaban.
2. metode generik ( empirik).: unsur iklim yang
diamati atau efeknya terhadap gejala lain,
contohnya manusia atau tumbuhan.
Mayoritas pengelompokan iklim menggunakan
metode genetik sekitar 10 % sisanya berdasarkan
metode empirik.
Metode Genetik digunakan oleh:
1. H.Flohn (1950) berdasarkan : sabuk angin
global dan ciri curahan
2. Strahler (1969) berdasarkan: massa udara yang
dominan dan ciri curahan.
3. Budyko (1956) berdasarkan: neraca energi
( indeks radiasi kekeringan).
Metode empirik:
1. Koppen (1900) berdasarkan hubungan iklim
dengan tumbuhan dengan kriteria numerik
digunakan untuk menentukan jenis dan unsur
iklim.
2. Thornthwaite berdasarkan evapotranspirasi dan
curah hujan.
3. Miller berdasarkan suhu dan curah hujan.
4. Schmidt & Ferguson (1951) berdasarkan curah
hujan untuk menentukan jumlah bulan kering
dan bulan basah.
5. Oldeman (1975) berdasarkan curah hujan yang
difokuskan pada bidang pertanian

6. Mohr berdasarkan tingkat kelembaban dengan
menyertakan pengaruh curah hujan
7. Miller berdasarkan suhu dan curah hujan
Jenis Iklim Flohn (1950):
Jenis
Karakteristik
Curah
Iklim
Hujan
I
Katulistiw Basah
a Barat
II Tropis
Hujan musim panas
III Kering
Kering sepanjang tahun
subtropics
IV Hujan
Hujan musim dingin
musim
dingin
V Ekstra
Curahan sepanjang tahun
tropis
barat
VI Subpolar Curahan sepanjang tahun
tetapi terbatas
VI Sub
Curahan musim panas
a Benua
terbatas, curahan musim
Boreal
dingin kurang
VII Polar
Curahan
kurang
Tinggi
sekali,salju turun awal
musim dingin, curahan
musim panas
Jenis Iklim Strahler (1969)
Jenis Iklim Faktor penentu iklim
I Iklim lintang Massa udara katulistiwa
rendah
dan tropis
a Khatulistiwa
basah
b Pantai angin
pasat

c

Gurun
dan
stepa tropis
d Gurun pantai
barat
e Kering-basah
tropis
II Iklim lintang Massa udara polar dan
menengah
tropis
a Subtropis
lembab
b Pantai barat
laut
c Mediterania
d Gurun
dan
stepa lintang
menengah
e Benua
lembab
III Iklim lintang Massa udara polar dan
tinggi
artik
Subartik
benua
Subartik laut
tundra
IV Iklim daratan Ketinggian
sebagai
tinggi
penentu iklim
Jenis Iklim Budyko (1956)
Jenis
Nilai indeks kekeringan
Iklim
I Gurun
>3
II Separuh
2-3
gurun
III Stepa
1-2
IV Hutan
0.33-11

V Tundra

evapotranspirasi
tahunan.
B
Evapotranspirasi
potensial
tahunan rata-rata > curahan
tahunan rata-rata. Tidak ada
kelebihan air.
C
Suhu rata-rata bulan terdingin -3
s.d 18゜C . Bulan terpanas > 10 ゜
C.
D
Suhu rata-rata bulan terdingin <
10 ゜C, bulan terpanas >10 ゜C.
E
Suhu rata-rata bulan terpanas <
10 ゜C, untuk daerah tundra 0 s.d
10 ゜ C, untuk daerah salju abadi
< 10゜C.
Kriteria tambahan Iklim Koppen
Jenis Ciri-ciri iklim
Iklim
f
Tidak ada musim kering,basah
sepanjang tahun.
m
Monsoon,dengan musim kering
pendek,dan sisanya hujan lebat
sepanjang tahun.
w
Hujan musim panas
S
Kondisi kering pada musim panas
W
Kondisis kering pada musim dingin

Jenis
Iklim
a

Ciri-ciri iklim

Musim panas terik, suhu rata-rata
bulan terpanas > 22゜C
b
Musim panas yang panas, suhu
rata-rata bulan terpanas 10゜C
d
Musim dingin yang sangat dingin,
suhu rata-rata bulan terdingin <
-3゜C
h
Terik, suhu tahunan rata-rata > 18
゜C
k
Sejuk, suhu tahunan rata-rata <
18 ゜C
Jenis Iklim Thornthwaite (1933)
Pembagian daerah berdasarkan suhu
La Ciri- In —————————————
mb ciri
de Contoh klasifikasi iklim:
ang iklim ks BA`: iklim tropis lembab
T- BB` :iklim mesotermal lembap
E CA`:iklim tropis kurang lembap
A`
Tropis >1 DA`:iklim tropis agak kering
mesotermal
agak
28 DB`:iklim
B`
Mesot 64 kering
hhhhhhhh
ermal 12 Iklim Schmidt & Feguson
kriteria
bulan
7 Menggunakan
C`
Mikrot 32 sebagai berikut:
Bulanermal Curah
hujan
63
D`
16100 mm
BasahTaiga >
Lembap
60-100
31
E`
Tundr 200 mm
Kering
< 100 mm
Lambang
A
B
C
D
E
Lambang

A
B1
B2
C1
C2
C3
D1
D2
D3
D4

Jumlah Bulan Basah
Yang Berurutan
>9
7-9
5-6
3-4
9
7-9