KAJIAN PROSES STUDI GEOMORFOLOGI MELALUI

KAJIAN PROSES STUDI GEOMORFOLOGI MELALUI ASPEK
MORFOMETRI DAN MORFOGRAFI PADA WILAYAH KALI CODE , DAERAH
ISTIMEWA YOGYAKARTA
Trie Kurnia Hapsari
Jurusan Pendidikan Geografi FIS UNY
triekurniahapsari@gmail.com
Abstrak
Salah satu dari proses eksogen adalah kerja aliran sungai, atau dikenal pula
dengan istilah proses kerja fluvial. Pada dasarnya, dalam proses kerja fluvial terdapat
tiga rangkaian proses yang saling berkesinambungan satu sama lain. Proses kerja
tersebut meliputi erosi, transportasi, dan deposisi. Ketiga proses ini masing-masinig
memiliki tempat kerja sendiri-sendiri. Erosi umumnya terjadi pada daerah hulu,
transportasi terjadi pada daerah tengah sungai, sementara deposisi biasanya terjadi
pada daerah hilir. Pada penelitian kali ini, akan membahas mengenai studi proses
geomorfologi di Kali Code yang ada pada wilayah sepanjang daerah Karangjati sampai
Blunyah. Penelitian ini juga menggunakan metode eksploratif-survei dengan pendekatan
keruangan, kelingkungan, kewilayahan. Pada penelitian ini juga dilakukan pengambilan
sample berupa sedimen pasir dan batuan juga pengambilan sample berupa material
yang tertransport melalui Kali Code tersebut. Analisis yang digunakan dalam penelitian
ini juga menggunakan kombinasi antara analisis kuantitatif dan analisis kualitatif.
Cakupan analisisnya berupa analisis laboraturium untuk mengetahui jenis sample,

analisis statistik berupa penghitungan debit air, dan analisis deskriptif berupa penjelasan
dan pembahasan mengenai hasil penelitian. Dalam tulisan ini akan dideskripsikan lebih
lanjut mengenai pengamatan proses kerja fluvial yang terjadi di sepanjang Kali Code
pada wilayah sepanjang Karangjati sampai Blunyah. Kali Code pada wilayah
Karangjati sampai Blunyah ini memiliki ciri tingkat perkembangan dewasa. Hal ini
ditandai dengan masih terlihat proses transportasi sedimen sera kenampakan hasil erosi
dan deposisi pada lembah sungai yang sama.
Kata kunci: aliran sungai, Kali Code.deposisi
PENDAHULUAN
Air yang jatuh dari angkasa sebagai hujan, semula merupakan aliran permukaan
yang bebas untuk kemudian memusat pada suatu saluran sebagai aliran sungai (stream).
Saluran itu sendiriterkikis olehaliran air membentuk lembah. Aliran air pada lembah

1

dapat bersifat abadi atau terputus-putus tergantung pada sumber airnya. (Pramono dan
Ashari, 2014:43)
Secara keseluruhan proses eksogen memiliki sifat three phases of single activity.
Kerja aliran yang memusat terdiri atas tiga kegiatan yaitu erosi, transportasi,dn
sedimnetasi. Ketiga kegiatan tersebut saling berkesinambungan satu sama lainnya. Sungai

pada umumnya melakukan kegiatan erosi dalam berbagai cara tergantung dari sifat
material dan benda yang dinagkutnya. Aliran air itu sendiri mampu menyeret material
pada dasar saluran sehingga mampu mengikis bahan alluvial yang tidak begitu memadat
misalnya pasir,lumpur, dan lempung.
Menurut Pramono dan Ashari (2014:44) muatan suatu aliran sungai diangkut
dalam tiga cara yaitu: 1) unsur-unsur yang telah diuraikan diangkut secara tidak terlihat
mata dalam bentuk ion-ion kimia, 2) lempung dan lumpur diangkut dalam bentuk
suspense atau melayang karena adanya pusaran air yang bergelora atau turbulen, 3) pasir,
kerikil dan fragmen-fragmen yang lebih besar dipindahkan sebagai muatan dasar yang
rapat pada dasar saluran dengan cara bergulir atau meluncur, dan kadang-kadang
meloncat rendah.
Proses-proses hidrologi yang telah dibahas, langsung atau tidak langsung akan
mempunyai kaitan dengan terjadinya proses erosi, transport sedimen, deposisi sedimen di
daerah hilir, dan mempengaruhi karakteristik fisik, biologi dan kimia yang secara
keseluruhan mewakili status kualitas perairan. Secara umum, menurut Chay (2014:338)
terjadinya erosi ditentukan oleh faktor-faktor iklim (terutama intensitas hujan), topografi,
karakteristik tanah, vegetasi penutup tanah, dan tataguna lahan.
Indonesia yang merupakan negara dengan iklim tropis basah proses eksogen yang
paling dominannya merupakan proses fluvial. Proses kerja fluvial ini pada akhirnya akan
menghasilkan berbagai kenampakan khususnya yang berkaitan dengan transportasi dan

deposisi. Proses eksogen ini memiliki karakteristik yang unik karena bekerjanya proses
ini tidak terlepas dari interaksi antara komponen atmosfer, hidrosfer, dan litosfer.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode eksploratif-survei, dimana dalam objek
penelitian ini telah ditemukan beberapa petunjuk yang mengindikasikan adanya
permasalahan dan mungkin bisa dikembangkan kedepannya. Pendekatan yang digunakan
adalah pendekatan keruangan, kelingkungan, dan kewilayahan. Populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh hasil sedimen berupa material-material yang terangkut (tertransport) di
sepanjang Kali Code pada wilayah sepanjang Karangjati sampai Blunyah. Pengambilan

2

sample sedimen ini dilakukan pada bagian pinggir Kali Code dikarenakan pada saat
melakukan pengambilan sample sedimen, arus aliran sungainya sangat deras dan tidak
memungkinkan jika pengambilan sample sedimen dilakukan pada daerah tengah sungai.
Data yang diambil dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder.
Data primer berupa hasil pengamatan di sepanjang Kali Code dari wilayah Karangjati
sampai Blunyah dan hasil analisis laboraturium meliputi ukuran partikel dari sampel
sedimen yang diambil di lapangan. Sedangkan data sekundernya berupa tabel tentang
hubungan antara kecepatan air (water velocity) dengan ukuran butir sedimen yang

didapatkan.
Tabel 1.1 Tabel Mengenai Jenis Data dan Teknik Pengumpulan
Jenis Data
Teknik Pengumpulan Data
Penghitungan Morfometri Kali Observasi dan Pengukuran

Sumber Data/Instrumen Penelitian
Botol air mineral yang telah diisi

Code

oleh sedimen berupa pasir dan batu

Pengamatan Morfografi pada

Pengamatan dan Observasi

Kali Code
Konsentrasi muatan sedimen


Observasi
dilakukan

yang dicampur oleh air dan tali.
Pramono dan Ashari (2014) dan

Chay, Asdak (2014)
(kemudian Botol air mineral untuk mengambil
pengamatan

di

sampel sedimen.

Laboraturium)
Penghitungan Debit Air Kali Observasi dan pengukuran

Bahan Ajar Mata Kuliah Hidrologi

Code


Sungai dan Danau (2009)

Analisis yang digunakan meliputi analisis laboraturium, analisis statistik, dan analisis
deskriptif analitik. Analisis deskriptif digunakan dalam pembahasan untuk menjelaskan
faktor apa saja yang mempengaruhi kerja transport aliran Kali Code serta bentukan lahan
hasil dari proses kerja Transport aliran air tersebut yang juga dibarengi oleh kegiatan
erosi dan sedimentasi. Pembahasan dilakukan dengan mengacu pada studi pustaka yang
relevan.
DAERAH PENELITIAN

Sungai Code merupakan salah satu sungai yang terdapat dalam Daerah
Aliran Sungai (DAS) Opak. Sungai ini berhulu dari wilayah Gunungapi Merapi,
kemudian bergabung dengan Sungai Opak sebagai sungai utama di sekitar
escarpment Pegunungan Baturagung. Sungai ini memiliki kedudukan penting
karena melalui wilayah Kota Yogyakarta yang memiliki kepadatan penduduk
tinggi. Aktivitas Sungai Code sepanjang waktu banyak berpengaruh terhadap

3


kehidupan masyarakat sehingga perlu adanya kajian mengenai karakteristik
geomorfologi sungai ini khususnya mengenai proses yang masih berlangsung.
Secara administratif, wilayah pengamatan ini berada pada wilayah sepanjang
Karangjati sampai Blunyah.
Kali Code ini memiliki sumber yang salah satunya adalah mata air di kaki
Gunung Merapi. Sungai ini terletak di pusat kota Yogyakarta sehingga jika dilihat
dari penampang atas maka akan terlihat Sungai Code membelah kota Yogyakarta.

Gambar 1.1

Gambar
Kenampakan
Kali Code dari atas udara yang membelah Kota Yogyakarta

Jenis tanah pada Kali Code berdasarkan penelitian ini adalah berupa tanah
lempung yang berasal dari angkutan sedimen dari Gunungapi Merapi. Sehingga
pada musim hujan seperti pada saat pengamatan ini berlangsung, aliran sungai
yang ada pada Kali Code ini tidak jernih.

4


Gambar 1.2 Gambar Kali Code Pada saat dilakukan pengamatan
HASIL PENELITIAN
Untuk mengetahui apa saja bentukan lahan yang dihasilkan pada Kali Code ini,
terlebih dahulu yang harus diketahui adalah bagaimana sebenarnya proses pembentukan
Kali Code dilihat dari aspek morfometrinya sehingga pada bagian akhir nanti akan
ditemukan alasan mengapa bentukan lahan tersebut dapat terbentuk disepanjang Kali
Code yang ada pada wilayah sekitar Karangjati sampai Blunyah tersebut dan apa
kaitannya dengan pengukuran debit air yang telah diukur pada penelitian ini. Aspek
morfometri merupakan aspek-aspek kuantitatif dari suatu daerah, seperti kemiringan
lereng, ketinggian, beda tinggi, kekerasan medan, bentukan lembah, tingkat pengikisan,
dan pola aliran. Aspek morfometri yang digunakan pada penelitian kali ini adalah berupa
data untuk mencari besaran debit air pada daerah sekitar Kali Code yang ada pada
wilayah Karangjati sampai Blunyah.
Pengukuran debit sungai ini dilakukan di dua tempat yang berbeda, yaitu pada
daerah lengkung bagian dalam. Pada bagian gosong lengkung dalam yang berada pada
tempat yang berkelok dan gosong lengkung dalam yang berada pada daerah yang lurus.
Tabel 1.2 Hasil pengukuran debit air pada aliran Kali Code pada Gosong Lengkung
Dalam yang berada pada kelokan
KEDALAMAN SUNGAI

(d)
1,5 m

KEDALAMAN TANGKAI
(h)
20 cm

LEBAR SUNGAI
10 m

5

Pengukuran dilakukan pada pukul 15.02 WIB, dan pengukuran dilakukan pada saat hujan
deras. Pengukuran dilakukan dibagian tepi sungai mengingat bahwa pada saat waktu
pengukuran aliran air di Kali Code sangat besar dan deras. Hasil pengukuran kecepatan
pelampung dilakukan sebanyak lima kali pengukuran. Pengukuran pelampung diukur
sepanjang 10 meter.
Tabel 1.3 Hasil Pengukuran Debit Air menggunakan Pelampung pada Gosong Lengkung
Dalam yang berada pada kelokan
NO


PANJANG LOKASI
PENGUKURAN

DURASI
PENGUKURAN

Pengukuran Pertama
Pengukuran Kedua
Pengukuran Ketiga
Pengukuran Keempat
Pengukuran Kelima

10 meter
10 meter
10 meter
10 meter
10 meter

16.51”

16.51”
18”
15.70”
17.64”

RERATA
KECEPATAN
ALIRAN (V)
0,6
0,6
0,5
0,625
0,5

Pada dasarnya, metode pengukuran debit dapat dilakukan menggunakan dua
kelompok yaitu pengukuran secara tidak langsung dan pengukuran langsung. Pada
penelitian kali ini yang akan digunakan adalah menggunakan metode pengukuran secara
tidak langsung. Metode pengukuran tidak langsung dapat menggunakan tiga cara, yaitu
area velocity method, slope area method dan dilution method. Metode yang akan
digunakan adalah area velocity method.
Pada prinsipnya, area velocity method adalah cara untuk mengetahui debit suatu
aliran yang dilakukan dengan pengukuran kecepatan aliran dan penampang basah sungai.
Dalam cara ini, metode yang digunakan adalah pengukuran dengan pelampung. Pada
prinsipnya pengukuran dengan metode ini adalah kecepatan aliran diukur dengan
menggunakan pelampung, luas penampang basah (A) ditetapkan berdasarkan pengukuran
lebar permukaan air dan kedalaman air.persamaan debit yang diperoleh adalah:

Q=AxkxV

Keterangan:
Q

= debit aliran (m3/s)

V

= kecepatan pelampung (m/s)

A

= luas penampang basah

k

= koefisien pelampung

nilai k tergantung dari jenis pelampung yang dugunakan, nilai tersebut dapat dihitung
dengan menggunakan rumus (Y.B. Francis) sebagai berikut:

k = 1 – 0,116 (
6

Keterangan:
α

= kedalaman tangkai (h) per kedalaman air (d), yaitu kedalaman bagian
pelampung yang tenggelam dibagi kedalaman air.

Berdasarkan rumus tersebut, dapat dilihat hasil perhitungan debit air yang ada
pada Gosong Lengkung Dalam yang berada di kelokan tersebut pada pembahasan di
bawah ini:


A = 1,5 x 10
= 15 meter



k =α =

=

= 0,13

k = 1 – 0,116 (
k = 1 – 0,116 (
k = 1 – 0,116 (0,9)
k = 0,8


V =

V =

V =
V = 0,565


Pengukuran Debit Aliran
Q =AxkxV
= 15 x 0,8 x 0,565
= 6,8 m3/s

7

Gambar 1.3 Gambar Gosong Lengkung Dalam yang berada pada daerah
kelokan.

Gambar 1.4 Pengukuran Debit Aliran Sungai menggunakan metode pengukuran
menggunakan pelampung.
Sementara itu, pengukuran kedua dilakukan pada gosong lengkung dalam pada
bagian daerah yang lurus. Pengamatan kedua ini dilakukan pada aliran sungai yang lurus.
Pengamatan dilakukan pada pukul 15.35 WIB. Pengukuran masih dilakukan pada saat
hujan deras. Berikut ini merupakan hasil pengamatan yang didapatkan pada Gosong
Lengkung Dalam kedua ini.

8

Tabel 1.4 Hasil pengukuran debit air pada aliran Kali Code pada Gosong Lengkung
Dalam yang berada pada kelokan
KEDALAMAN SUNGAI

KEDALAMAN TANGKAI

(d)
1,5 m

(h)
20 cm

LEBAR SUNGAI
8m

Dari tabel tersebut, dapat diketahui bahwa lebar sungai yang ada pada bagian
gosong lengkung dalam pada bagian ini memiliki lebar yang lebih kecil dibandingkan
dengan bagian gosong lengkung dalam yang ada di bagian yang dekat kelokan tadi.
Pengukuran pada daerah ini juga dilakukan pada bagian tepi sungai karena pada saat
pengukuran masih terjadi hujan deras. Hasil pengukuran pelampung dilakukan sebanyak
empat kali pengukuran. Pengukuran kecepatan pelampung diukur sepanjang 20 meter.
Tabel dibawah ini merupakan tabel mengenai hasil pengukuran debit air yang diukur
menggunakan pelampung.
Tabel 1.5 Hasil Pengukuran Debit Air menggunakan Pelampung pada Gosong Lengkung
Dalam yang berada pada kelokan
NO

PANJANG LOKASI

DURASI

RERATA

PENGUKURAN

PENGUKURAN

KECEPATAN

Pengukuran

20 meter

28.71”

ALIRAN (V)
0,7

Pertama
Pengukuran Kedua
Pengukuran Ketiga
Pengukuran

20 meter
20 meter
20 meter

26.23”
27.45”
26.70”

0,7
0,7
0,7

Keempat
Berdasarkan rumus yang telah dibahas sebelumnya, maka dapat dilihat hasil
perhitungan debit air yang ada pada Gosong Lengkung Dalam yang berada di daerah
lurus pada pembahasan di bawah ini:


A = 1,5 x 8
= 12 meter



k =α =

=

= 0,13

k = 1 – 0,116 (

9

k = 1 – 0,116 (
k = 1 – 0,116 (0,9)
k = 0,8


V =

V =

V =
V = 0,7


Pengukuran Debit Aliran
Q =AxkxV
= 12 x 0,8 x 0,565
= 6,72 m3/s

Gambar 1.5 Gambar Gosong Lengkung Dalam yang berada pada daerah lurus
Dari pengukuran debit aliran di kedua tempat tersebut, dapat disimpulkan bahwa
terjadi perbedaan hasil yang tidak terlalu jauh antara pengukuran yang ada di gosong
lengkung dalam yang berada di kelokan dengan gosong lengkung dalam yang ada di
bagian yang lurus. Pada dasarnya, sungai yang lurus akan menghasilkan debit puncak
yang lebih cepat dan lebih tinggi dibandingkan dengan sungai yang bermeander. Namun
kenyataanya, dari pengukuran yang dilakukan dilapangan tersebut dan telah dimasukkan
kedalam rumus, diketahui bahwa debit air yang ada di gosong lengkung dalam di bagian

10

yang berkelok lebih besar debit airnya dibandingkan yang ada di gosong lengkung dalam
bagian yang lurus. Hal ini berhubungan dengan luas penampang basahnya yang terdiri
dari lebar sungai dan kedalaman sungainya.
Dari pengamatan dan observasi di lapangan, dapat disimpulkan pula bahwa pada
daerah Kali Code ini aktivitas air sangat berpengaruh dan sangat berkaitan dengan aliran
yang terjadi di sungai tersebut. Telah dibahas sebelumnya bahwa pada Kali Code ini
terdapat proses three phases of single activity berupa erosi, transportasi, dan sedimentasi.
Namun melalui pengamatan yang telah dilakukan di lapangan diketahui bahwa proses
transportasi yang menyebabkan erosi lebih mendominasi pada Kali Code ini. Hal ini
dibuktikan dengan sudah banyaknya endapan-endapan material yang muncul di sepanjang
Kali Code ini. Proses kerja transportasi ini mengangkut endapan yang berasal dari hulu
yang berasal dari Gunung Merapi menuju daerah hilir disepanjang Kali Code tersebut.
Ketika hal tersebut terjadi, maka dapat disimpulkan bahwa Kali Code yang ada di
sepanjang wilayah Karangjati sampai Blunyah ini termasuk sungai dengan stadium
dewasa. Pada zona transportasi ini laju erosi telah dapat diimbangi oleh proses deposisi.
Wilayah ini dicirikan oleh pengangkutan material sedimen dari zona erosi menuju zona
deposisi. Kali Code pada wilayah antara Karangjati sampai Blunyah ini memiliki ciri
tingkat perkembangan dewasa ditandai oleh adanya proses transportasi sedimen serta
kenampakan hasil erosi dan deposisi berupa gosong sungai dan gosong lengkung dalam
di sepanjang aliran sungai.

Gambar 1.6 Gambar Gosong Sungai yang terdapat di tengah-tengah aliran Kali Code

11

Gambar 1.7 Gambar Gosong Lengkung Dalam yang terdapat di bagian pinggir Kali Code
Gosong sungai ini terbentuk oleh pengendapan material di dalam alur sungai dan
berlangsung pada saat bersamaan dengan erosi ke arah samping pada sisi yang
berlawanan. Bentuk dan ukuran gosong sungai ini dipengaruhi oleh besarnya alur sungai
serta berkembang pada bagian lengkung dalam (inner band) alur sungai.
Selain penemuan berupa gosong sungai maupun gosong lengkung dalam,
disekitar Kali Code tersebut juga ditemukan berupa endapan pasir yang diketahui dari
warga sekitar bahwa gundukan pasir tersebut adalah pasir yang berasal dari Gunungapi
Merapi yang terendapkan di sekitar Kali Code tersebut.

Gambar 1.8 Gambar berupa endapan sisa yang berasal dari Gunungapi Merapi yang ada
di sekitar Kali Code
Selain pengamatan dan observasi lapangan, pada penelitian kali ini juga
dilakukan penelitian mengenai konsentrasi muatan sedimen yang ada di aliran Sungai

12

Code ini. Metode ini dilakukan dengan cara pengambilan sampel sedimen pada bagian
gosong lengkung dalam yang ada di Kali Code tersebut.

Gambar 1.9 Pengambilan endapan material sedimen pada Kali Code

Endapan yang telah diendapkan tadi kemudian di bawa ke laboraturium untuk
dilakukan penyaringan guna mengetahui ukuran partikel yang ada pada daerah tersebut,
untuk selanjutnya agar mengetahui hubungannya dengan kecepatan aliran air yang ada di
Kali Code tersebut untuk menentukan kecepatan erosi nya.

13

Gambar 1.10 Alat Penyaring Pasir yang digunakan untuk menyaring material sedimen.

Gambar 1.11 Proses Penyaringan Material Endapan Sedimen Sungai
Dari hasil penyaringan sampel sedimen tersebut, diketahui bahwa dari proses
penyaringan yang telah dilakukan, agar bisa diketahui kecepatan erosi nya menurut teori
dari Morisawa, maka data sampel sedimen yang dilihat adalah data sedimen yang paling
banyak sedimennya. Hasil dari penyaringan tersebut akan dijelaskan lebih lanjut di tabel
dibawah ini.

Tabel 1.6 Hasil akhir penyaringan material sedimen Kali Code
Ukuran Butir

Ukuran (inchi)

Ukuran (cm)

Ukuran (mm)

Tekstur

10

0,1

0,254

2.54

Sangat Kasar

20

0,05

0,127

1.27

Kasar

40

0,025

0,0635

0.635

Agak Kasar

60

0,016

0,04064

0,4064

Sedang

80

0,0125

0,03175

0,3175

Agak Halus

100

0,01

0,0254

0,254

Halus

>100

< 0,01

< 0,0254