VI Aksiologi: Nilai Kegunaan Ilmu: 19 Ilmu dan Moral, 20 Tanggung Jawab Sosial Ilmuwan, 21 Nuklir dan Pilihan Moral, 22 Revolusi Genetika

Filsafat Ilmu
Dr Suparman Ibrahim Abdullah, MSc
Jl Gelatik no 4 Tanah Sareal Bogor
Hp 0811166866
Situs: www.statistik-suparman.net
Email: suparman_i@yahoo.com
Silabus Bahan UTS di sarikan dari FI oleh Suriasumantri JS.
I
II
III
IV
VI
IX

Kearah Pemikiran Filsafat: 1 Ilmu dan Filsafat
Dasar Dasar Pengetahuan: 2 Penalaran, 3 Logika, 4 Sumber Pengetahuan, 5 Kriteria
Kebenaran
Ontologi: Hakekat apa yang Dikaji: 6 Metafisika, 7 Asumsi, 8 Peluang, 9 Beberapa Asumsi
dalam Ilmu, 10 Batas batas Penjelajahan dalam Ilmu
Epistemologi: Cara Mendapatkan I. Peng yang Benar: 11 Jarum Sejarah Pengetahuan, 12
Pengetahuan, 13 Metode Ilmiah, 14 Struktur Pengetahuan Ilmiah

Aksiologi: Nilai Kegunaan Ilmu: 19 Ilmu dan Moral, 20 Tanggung Jawab Sosial Ilmuwan,
21 Nuklir dan Pilihan Moral, 22 Revolusi Genetika
Penelitian dan Penulisan Ilmiah: 29 Struktur Penelitian dan Penulisan Ilmiah, 30 Teknik
Penulisan Ilmiah, 31 Teknik Notasi Ilmiah

Sumber: Suriasumantri, J.S., (1985). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Penerbit
Sinar Harapan.
Bab 1
Kearah Pemikiran Filsafat: 1 Ilmu dan Filsafat1
Menyeluruh
Mendasar
Spekulatif
Bidang Telaah Filsafat
siapakah manusia itu.
hidup dan eksistensi manusia.
penemuan ilimiah dalam sebuah riset.2
Pokok permasalahan yang dikaji 3
logika benar atau salah.

1


Menyeluruh, artinya bahwa mengenal ilmu tidak hanya dari segi pandang ilmu itu sendiri melainkan melihat
hakikat ilmu dalam konstelasi pengetahuan yang lainnya. Mendasar, artinya bahwa kebenaran ilmu tidak
langsung dipercayai namun harus dicari dan dikaji hingga menemukan kebenaran yang hakiki. Spekulatif,
artinya bahwa kebenaran sebuah pengetahuan didapat dari spekulasi-spekulasi hingga akhirnya menemukan
kebenaran yang hakiki.

2

Bidang telaah filsafat adalah menelaah segala masalah yang mungkin dapat dipikirkan manusia, meliputi :
Pertama filsafat mempersoalkan siapakah manusia itu. Kedua adalah pertanyaan yang berkisar tentang ada :
tentang hidup dan eksistensi manusia. Ketiga adalah tentang penemuan ilimiah dalam sebuah riset.

1

etika baik atau buruk.
estetika indah atau jelek
Cabang-cabang filsafat:
1.Epistemologi (Filsafat Pengetahuan)
3.Estetika (Filsafat Seni)

5.Politik (Filsafat Pemerintahan)
7.Filasafat Ilmu
9.Filsafat Hukum
11.Filsafat Matematika

2.Etika (Filsafat Moral)
4.Metafisika
6.Filsafat Agama
8.Filsafat Pendidikan
10.Filsafat Sejarah

Filsafat Ilmu
filsafat ilmu-ilmu alam dan
filsafat ilmu-ilmu sosial.
Untuk membedakan jenis pengetahuan yang satu dengan yang lainnya maka pertanyaan yang
diajukan adalah apa, bagaimana, serta untuk apa.
BAB 2
Dasar Dasar Pengetahuan: 2 Penalaran, 3 Logika, 4 Sumber Pengetahuan, 5 Kriteria Kebenaran
Penalaran4
Pengetahuan mampu dikembangkan manusia pada dua hal utama, yakni :

mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan yang melatarbelakanginya.
mampu mengembangkan pengetahuan dengan cepat dan mantap (penalaran)
Hakekat Penalaran5
Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa
pengetahuan. Ciri-ciri penalaran:
suatu pola berpikir dan proses berpikir logis.

3

Pokok permasalahan yang dikaji : Apa yang disebut benar dan apa yang disebut salah (logika). Mana yang
dianggap baik dan mana yang dianggap buruk (etika). Apa yang termasuk indah dan apa yang termasuk jelek
(estetika).

4

Pengetahuan mampu dikembangkan manusia disebabkan dua hal utama, yakni : Pertama manusia
mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi
informasi tersebut. Kedua manusia mampu mengembangkan pengetahuan dengan cepat dan mantap, adalah
kemampuan berpikir menurut suatu alur kerangka berpikir tertentu. Secara garis besar cara berpikir seperti ini
disebut penalaran.


5

Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan.
Sebagai suatu kegiatan yang berpikir maka penalaran mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : Adanya suatu pola
berpikir yang secara luas dapat disebut logika. Atau dapat juga disimpulkan bahwa kegiatan penalaran
merupakan suatu proses berpikir logis. Ciri kedua dari penalaran adalah sifat analitik dari proses berpikir.
Analisis pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu. Penalaran
pada dasarnya bersumber pada rasio atau fakta.

2

bersifat analitik dari proses berpikir.
Logika
Definisi “pengkajian untuk berpikir secara sahih (valid)”.
Logika Induktif,
Logika Deduktif,
Sumber Pengetahuan6
mendasarkan diri pada rasio
mendasarkan diri pada pengalaman.

Kriteria Kebenaran7
Kebenaran yag absolute perlu teori-teori kebenaran yang relevan.
Koherensi
Korespondensi
Pragmatis
Bab 3:
Ontologi: Hakekat apa yang Dikaji: 6 Metafisika, 7 Asumsi, 8 Peluang, 9 Beberapa Asumsi
dalam Ilmu, 10 Batas batas Penjelajahan dalam Ilmu
Ontologi menurut A.R. Lacey, ontologi berarti ‘” a central part of metaphisics” (bagian sentral
dari metafisika) sedangkan metafisika diartikan sebagai that which comes after physics, …
the study of nature in general (hal yang hadir setelah fisika, … studi umum mengenai
alam)8
Metafisika. Bidang telaah filsafat yang disebut metafisika ini merupakan tempat berpijak dari
setiap pemikiran filsafat termasuk pemikiran ilmiah. Diibaratkan pikiran adalah roket yang
meluncur ke bintang-bintang, menembus galaksi dan awan gemawan, metafisika adalah
landasan peluncurannya.

Supernaturalisme. Di alam terdapat wujud-wujud gaib (supernatural) dan wujud ini bersifat
lebih tinggi atau lebih berkuasa dibandingkan dengan alam yang nyata. Animisme
6


7

Pada dasarnya terdapat dua cara yang pokok bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan. Pertama
mendasarkan diri pada rasio, dengan metode deduktif dalam menyusun pengetahuannya. Premis yang dipakai
didapatkan dari ide yang menurut anggapannya jelas dan dapat diterima. Kedua mendasarkan diri pada
pengalaman. Kaum empiris berpendapat bahwa pengetahuan manusia itu bukan didapat lewat penalaran
rasional yang abstrak melainkan melalui pengalaman yang kongkret
Untuk mendapatkan sebuah kebenaran yag absolute maka perlu didukung oleh teori-teori kebenaran yang
relevan. Diantaranya adalah : Pertama, teori Koherensi yaitu suatu pernyataan dianggap benar bila
pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan- pernyataan yang dianggap benar
sebelumnya. Kedua, teori korespondensi, menyatakan bahwa suatu pernyataan dinilai benar jika pernyataan
itu berkorespondensi (berhubungan) dengan objek yang dituju. Ketiga, teori pragmatis, menyatakan bahwa
suatu kebenaran pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan itu bersifat fungsional dalam
kehidupan praktis, atau mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia.

8

Pembahasan ontologi terkait dengan pembahasan mengenai metafisika. Mengapa ontologi terkait dengan
metafisika? Ontologi membahas hakikat yang “ada”, metafisika menjawab pertanyaan apakah hakikat kenyataan

ini sebenar-benarnya? Pada suatu pembahasan, metafisika merupakan bagian dari ontologi, tetapi pada
pembahasan lain, ontologi merupakan salah satu dimensi saja dari metafisika. Karena itu, metafisika dan ontologi
merupakan dua hal yang saling terkait.

3

merupakan kepercayaan yang berdasarkan pemikiran supernaturalisme ini, dimana manusia
percaya bahwa terdapat roh yang sifatnya gaib terdapat dalam benda-benda.

Naturalisme. Paham ini menolak wujud-wujud yang bersifat supernatural. Materialisme
merupakan paham yang berdasarkan pada aliran naturalisme ini. Kaum materialisme
menyatakan bahwa gejala-gejala alam disebabkan oleh kekuatan yang terdapat dalam alam
itu sendiri, yang dapat dipelajari dan dengan demikian dapat kita ketahui.9
Monoistik10.
Tak ada beda pikiran dan zat
Energi bentuk lain dari zat
Proses berpikir sebagai aktivitas elektro kimia dari otak.
Dualistik.
Zat dan kesadaran (fikiran) adalah berbeda secara substantive11.
Cogito ergo sum, saya berpikir maka saya ada.

To be is to be perceived, ada adalah disebabkan oleh persepsi.
Kesimpulan. Dalam kajian metafisika, ilmu merupakan pengetahuan yang mencoba menafsirkan
alam ini sebagaimana adanya. Manusia tidak dapat melepaskan diri dari setiap
permasalahan yang dihadapinya. Makin dalam penjelajahan ilmiah dilakukan, makin
banyak pertanyaan yang muncul. Karena beragam tinjauan filsafat diberikan oleh setiap
ilmuwan, maka setiap ilmuwan memiliki filsafat individual yang berbeda-beda. Titik
pertemuan kaum ilmuwan dari semua itu adalah sifat pragmatis dari ilmu.
Peluang. Ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar pengambilan keputusan yang didasarkan
pada penafsiran kesim- pulan ilmiah yang bersifat relatif atau probabilistik.

9

10

11

Prinsip materialisme yang dikembangkan oleh Democritos (460-370 S.M.) adalah salah satu tokoh awal
paham materialisme. Ia mengembangkan paham materialisme dan mengemukakan bahwa unsur dasar dari
alam adalah atom. Hanya berdasar kebiasaan saja maka manis itu manis, panas itu panas, dan sebagainya.
Obyek dari penginderaan sering dianggap nyata, padahal tidak demikian, hanya atom dan kehampaan itulah

yang bersifat nyata. Jadi, panas, dingin, warna merupakan terminologi yang manusia berikan arti dari setiap
gejala yang ditangkap oleh pancaindra.
Aliran monoistik dengan tokohnya Christian Wolf (1679-1754), menyatakan bahwa tidak berbeda antara
pikiran dengan zat. Keduanya hanya berbeda dalam gejala yang disebabkan proses berlainan, namun memiliki
substansi yang sama. Sebagaimana energi dan zat, teori Einstein: menyatakan energi hanya bentuk lain dari zat.
Jadi proses berfikir dianggap sebagai aktivitas elektro kimia dari otak.
Tokoh dualistik penganut paham ini antara lain Rene Descartes, John Locke dan George Berkeley. Mereka
menyatakan bahwa apa yang ditangkap oleh pikiran manusia, termasuk penginderaan dari hasil pengalaman
manusia, adalah bersifat mental. Yang bersikap nyata hanyalah pikiran, karena dengan berpikir maka sesuatu itu
akan menjadi ada. Cogito ergo sum, saya berpikir maka saya ada. John Locke mengibaratkan pikiran manusia
pada awalnya merupakan sebuah lempeng yang licin dan rata dimana pengalaman inderawi akan melekat dalam
lempeng tersebut. Organ manusia lah yang menangkap dan menyimpan pengalaman inderawi. Berkeley terkenal
dengan ungkapannya to be is to be perceived. Ada adalah disebabkan oleh persepsi. Sesuatu akan muncul
karena manusia berpikir dan memunculkan suatu anggapan. Proses kreasi muncul karena persepsi ini dan
menghasilkan sesuatu yang berujud.

4

ASUMSI.
Jika suatu obyek ditelaah dengan semakin terfokus, maka semakin memerlukan asumsi yang

lebih banyak12. Penggunaan asumsi secara tepat berdasarkan tiga karakteristik.
Determinisme13
Pilihan bebas14
Probabilistik15
Penentuan Asumsi.
Dalam menentukan suatu asumsi dalam perspektif filsafat, permasalahan utamanya adalah
mempertanyakan pada diri sendiri (peneliti) apakah sebenarnya yang ingin dipelajari dari
ilmu. Terdapat kecenderungan, sekiranya menyangkut hukum kejadian yang berlaku bagi
seluruh manusia, maka harus bertitik tolak pada paham deterministik.
Sekiranya yang dipilih adalah hukum kejadian yang bersifat khas bagi tiap individu manusia
maka akan digunakan asumsi pilihan bebas.
Di antara kutub deterministik dan pilihan bebas, penafsiran probabilistik merupakan jalan
tengahnya.
12

13

14

15

Asumsi dapat dikatakan merupakan latar belakang intelektual suatu jalur pemikiran. Asumsi dapat diartikan
pula sebagai gagasan primitif, untuk menumpu gagasan lain yang akan muncul kemudian. Asumsi diperlukan
untuk menyuratkan segala hal yang tersirat. McMullin (2002) menyatakan hal yang mendasar yang harus ada
dalam ontologi suatu ilmu pengetahuan adalah menentukan asumsi pokok (the standard presumption)
keberadaan suatu obyek sebelum melakukan penelitian. Contoh asumsi yang baik adalah pada Pembukaan UUD
1945: “kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa..” “…penjajahan diatas bumi…tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan”. Dehgan asumsi-asumsi ini, semua pasal UUD 1945 menjadi bermakna.
Apakah suatu hipotesis merupakan asumsi? Ya, jika diperiksa ke belakang (backward) maka hipotesis
merupakan asumsi. Jika diperiksa ke depan (forward) maka hipotesis merupakan kesimpulan. Untuk memahami
hal ini dapat dibuat suatu pernyataan: “bawalah payung agar pakaianmu tidak basah waktu sampai ke sekolah”.
Asumsi yang digunakan adalah hujan akan jatuh di tengah perjalanan ke sekolah. Implikasinya, memakai payung
akan menghindarkan pakaian dari kebasahan karena hujan.
DETERMINISME. Karakteristik deterministik merujuk pada hukum alam yang bersifat universal. Tokoh:
William hamilton dan Thomas Hobbes, yang mneyimpulkan bahwa pengetahuan bersifat empirik yang
dicerminkan oleh zat dan gerak yang bersifat uiversal. Pada lapangan pengetahuan ilmu eksak, sifat deterministik
lebih banyak dikenal dan asumsinya banyak digunakan dibanding ilmu sosial. Sebagai misal, satu hari sama
dengan 12 jam. Satu jam adalah sama dengan 60 menit. Sejak jaman dahulu sampai saat ini, dan mungkin juga
masa nanti, pernyataan ini tetap berlaku.
PILIHAN BEBAS. Manusia memiliki kebebasan dalam menentukan pilihannya, tidak terikat pada hukum
alam yang tidak memberikan alternatif. Karakteristik ini banyak ditemukan pada bidang ilmu sosial. Sebagai misal,
tidak ada tolak ukur yang tepat dalam melambangkan arti kebahagiaan. Masyarakat materialistik menunjukkan
semakin banyak harta semakin bahagia, tetapi di belahan dunia lain, kebahagiaan suatu suku primitif bisa jadi
diartikan jika mampu melestarikan budaya animismenya. Sebagai mana pula masyarakat brahmana di India
mengartikan bahagia jika mampu membendung hasrat keduniawiannya. Tidak ada ukuran yang pasti dalam
pilihan bebas, semua tergantung ruang dan waktu.
PROBABILITAS. Pada sifat probabilstik, kecenderungan keumuman dikenal memang ada namun sifatnya
berupa peluang. Sesuatu akan berlaku deterministik dengan peluang tertentu. Probabilistik menunjukkan sesuatu
memiliki kesempatan untuk memiliki sifat deterministik dengan menolerir sifat pilihan bebas. Pada ilmu
pengetahuan modern, karakteristik probabilitas ini lebih banyak dipergunakan. Dalam ilmu kedokteran misalnya,
kebenaran suatu hubungan variabel diukur dengan metode statistik dengan derajat kesalahan ukur sebesar 5%.
Pernyataan ini berarti suatu variabel dicoba diukur kondisi deterministiknya hanya sebesar 95%, sisanya adalah
kesalahan yang bisa ditoleransi. Jika kebenaran statistiknya kurang dari 95% berarti hubungan variabel tesebut
tidak mencapai sifat-sifat deterministik

5

Batasan Penjelajahan Ilmu.
Ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia dan berhenti pada batas pengalaman
manusia. Maka penting dibahas tentang batasan16 ilmu, ruang17 penjelajahan ilmu, dan
cabang cabang utama18 ilmu.
Cabang ilmu berkembang dari dua cabang utama ilmu alam (the natural science) dan Ilmu sosial
(social science).

Bab 4
Epistemologi: Cara Mendapatkan I. Pengetahuan yang Benar: 11 Jarum Sejarah Pengetahuan, 12
Pengetahuan, 13 Metode Ilmiah, 14 Struktur Pengetahuan Ilmiah
Epistomologi. Cara mendapatkan ilmu pengetahuan yang benar.
Konsep dasar pengetahuan tempo dulu, berdasarkan kriteria kesamaan, bukan perbedaan.
Dengan berkembangnya abad penalaran, mulailah terdapat perbedaan yang jelas antara berbagai
pengetahuan.
Pengetahuan pada hakekatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek
tertentu, termasuk di dalamnya adalah ilmu.
Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia, disamping berbagai
pengetahuan lainnya seperti seni dan agama.
Metode memperoleh pengetahuan: Empirisme, Rasionalisme, Metode Eksperimen, dn Metode
Ilmiah.
Empirisme
Ilmu mempelajari alam, sebagaimana adanya dan terbatas pada lingkup pengalaman kita.
Pengetahuan dikumpulkan oleh ilmu, dengan tujuan untuk menjawab permasalahan kehidupan
yang sehari-hari dihadapi manusia.
Usaha untuk menjelaskan gejala alam, sudah mulai dilakukan oleh manusia sejak dulu kala.
Dengan mempelajari alam, mereka mengembangkan pengetahuan yang mempunyai kegunaan
praktis, seperti pembuatan tanggul, pembasmian hama, bercocok tanam dll, sehingga
berkembanglah pengetahuan yang berakar pada pengalaman yang didukung oleh metode
trial and error.
Pelopor : filsuf Inggris David Hume (1711-1776).
Rasionalisme.
Secara kritis mempermasalahkan dasar-dasar pikiran yang bersifat mitos.
Menurut Popper : Pada tahap ini penting sekali dalam sejarah berpikir manusia yang
menyebabkan ditinggalkannya tradisi yang bersifat dogmantis yang hanya memperkenan
kan hidupnya satu doktrin, yang diganti dengan doktrin yang bersifat majemuk (pluralistik)
yang masing-masing mencoba menemukan kebenaran secara analisis dan kritis.
Pada dasarnya rasionalisme memang bersifat majemuk dengan berbagai kerangka pemikiran
yang dibangun secara deduktif disekitar obyek pemikiran tertentu.
16

17

18

Batasan Ilmu terletak pada fungsi ilmu itu sendiri dalam kehidupan manusia sebagai alat bantu pemecahan
masalah sehari-hari (praktis). Ilmu membatasi lingkup penjelajahnnya pada batas pengalaman manusia juga
metode yang dipergunakan dalam menyususn ilmu yang telah teruji kebenarannya secara empiris.
Ruang penjelajahan Ilmu . Ruang penjelajahan ilmu terbagi menjadi berbagai disiplin keilmuan. Disiplin ilmu
makin lama makin sempit sesuai dengan perkembangan kuantitatif kedisiplinan keilmuan. Setiap ilmuwan harus
tahu batasan-batasan keilmuannya masing-masing. Ini menunjukkan profesionalisme dan kematangan keilmuan .
Cabang-cabang utama Ilmu. Ilmu berkembang dengan pesat dengan cabang- cabangnya \

6

Apakah manusia dimungkinkan untuk mendapatkan pengetahuan ? Sampai tahap mana
pengetahuan yang mungkin untuk ditangkap manusia
Metode Eksperimen
Ilmu mencoba menafsirkan gejala alam dengan mencoba mencari penjelasan tentang berbagai
kejadian.
Dalam usaha menemukan penjelasan tersebut, terutama penjelasan yang bersifat bendasar maka
ilmu tidak bisa melepaskan diri dari penafsiran yang bersifat rasional dan metafisis.
Lalu bagaimana caranya agar kita dapat mengembangkan ilmu yang mempunyai kerangka
penjelasan yang masuk akal dan sekaligus mencerminkan kenyataan yang sebenarnya?
Metode eksperimen merupakan jembatan antara penjelasan teoritis yang hidup di alam raional
dengan pembuktian yang dilakukan secara empiris

.

Metode Eksperimen diperkenalkan di dunia Barat oleh filsuf : Roger Bacon (1214 -1294),
dimantapkan sebagai paradigma ilmiah oleh Francis Bacon (1561–1626).
Francis Bacon berhasil meyakinkan masyarakat ilmuwan untuk menerima Metode eksperimen
sebagai kegiatan ilmiah.
Namun disimpulkan, bahwa secara konseptual metode eksperimen dikembangkan oleh sarjana
muslim dan secara sosiologi dimasyarakatkan oleh Francis Bacon.
Metode Ilmiah
Merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu.
Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah.
Metode, menurut Senn, merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu, yang
mempunyai langkah-langkah yang sistematik.
Metodologi merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan dalam metode
tersebut.
Metodologi secara filsafati termasuk dalam apa yang dinamakan epistomologi.
Metode ilmiah mencoba menggabungkan cara berpikir deduktif dan cara berpikir induktif, dalam
membangun tubuh pengetahuan.
Berpikir deduktif memberikan sifat yang rasional kepada pengetahuan ilmiah dan bersifat
konsisten dengan pengetahuan yang telah dikumpulkan
sebelumnya.
Berpikir secara induktif yang berdasarkan kriteria kebenaran korespondensi diperlukan sebab
berpikir secara deduktif bersifat pluralisme.
Teori korespondensi menyebutkan bahwa suatu pernyataan dapat dianggap benar sekiranya
materi yang terkandung dalam pernyataan itu bersesuaian (berkorespondensi) dengan
obyek faktual yang dituju oleh pernyataan itu.
Proses kegiatan ilmiah
Menurut Ritchie Calder, dimulai ketika manusia mengamati sesuatu. Tentu hal ini membawa kita
kepada pertanyaan : “Mengapa manusia mengamati Sesuatu?”
Kita mulai mengamati sesuatu obyek, kalau kita mempunyai perhatian khusus terhadp obyek
tersebut.
Perhatian tersebut oleh John Dewey sebagai suatu masalah atau kesukaran yang dirasakan bila
kita menemukan sesuatu dalam pengalaman kita yang menimbulkan pertanyaan.
Karena adanya masalah tersebut, maka proses berpikir dimulai, dan karena masalah tersebut
berasal dari dunia empiris, maka proses berpikir diarahkan kepada pengamatan obyek yang
bersangkutan, yang bereksistensi dalam dunia empiris pula.
Berdasarkan sikap manusia menghadapi masalah, Van Peursen membagi perkembangan
7

kebudayaan menjadi 3 tahap :
Tahap Mistis : Sikap manusia yang merasakan dirinya terkepung oleh kekuatan – kekuatan ghaib
di sekitarnya.
Tahap Ontologis : Sikap manusia yang tidak lagi merasakan dirinya terkepung oleh kekuatan –
kekuatan ghaib dan bersikap mengambil jarak dari obyek di sekitarnya serta memulai
melakukan penelaah terhadap obyek-obyek tersebut.
Tahap fungsional : Sikap manusia yang bukan saja merasakan terbebas dari kepungan kekuatan
ghaib dan mempunyai pengetahuan berdasarkan penelaah terhadap obyek-obyek di sekitar
kehidupannya, namun namun lebih dari itu, dia memfungsionalkan pengetahuan tersebut
bagi kepentingan dirinya.
Kerangka berpikir ilmiah
Perumusan masalah : merupakan pertanyaan mengenai obyek empiris yang jelas batas-batasnya
serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang terkait di dalamnya.
Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis : Argumentasi yang menjelaskan
hubungan yang mungkin terdapat, antara berbagai faktor yang saling mengkait dan
membentuk konstelasi permasalahan.
Perumusan hepotesis : Jawaban sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan, yang
materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir yang dikembangkan.
Tahapan Budaya
Berdasarkan sikap manusia menghadapi masalah, dilandasi perkembangan tahapan budaya
berikut (Van Peursen):
Tahap Mistis : Sikap manusia yang merasakan dirinya terkepung oleh kekuatan – kekuatan ghaib
di sekitarnya.
Tahap Ontologis : Sikap manusia yang tidak lagi merasakan dirinya terkepung oleh kekuatan –
kekuatan ghaib dan bersikap mengambil jarak dari obyek di sekitarnya serta memulai
melakukan penelaah terhadap obyek-obyek tersebut.
Tahap fungsional : Sikap manusia yang bukan saja merasakan terbebas dari kepungan kekuatan
ghaib dan mempunyai pengetahuan berdasarkan penelaah terhadap obyek-obyek di sekitar
kehidupannya, namun namun lebih dari itu, dia memfungsionalkan pengetahuan tersebut
bagi kepentingan dirinya.
Langkah Kerangka Berpikir Ilmiah
Perumusan masalah : merupakan pertanyaan mengenai obyek empiris yang jelas batas-batasnya
serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang terkait di dalamnya.
Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis : Argumentasi yang menjelaskan
hubungan yang mungkin terdapat, antara berbagai faktor yang saling mengkait dan
membentuk konstelasi permasalahan.
Perumusan hepotesis : Jawaban sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan, yang
materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir yang dikembangkan.
Pengujian hipotesis : Pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan,
untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukunh hipotesis itu atau
tidak.
Penarikan kesimpulan :
Penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima.
Hipotesis yang diterima dianggap menjadi pengetahuan ilmiah.
BAB 6
8

Aksiologi: Nilai Kegunaan Ilmu19: 19 Ilmu dan Moral, 20 Tanggung Jawab Sosial
Ilmuwan, 21 Nuklir dan Pilihan Moral, 22 Revolusi Genetika
AKSIOLOGI : Nilai kegunaan ilmu.
Penalaran otak manusia itu LUAR BIASA demikian kesimpulan ilmuan kerbau dalam
makalahnya, namun mereka itu curang dan serakah
Apakah makin tinggi ilmu manusia, makin bermoral ?
Ilmu bisa berarti proses
memperoleh pengetahuan, atau pengetahuan terorganisasi yang diperoleh lewat proses
tersebut. Moral berasal dari bahasa latin mores yang merupakan bentuk jamak dari
perkataan mos yang berarti adat kebiasaan20.
Dalam dunia nyata apakah ilmu selalu merupakan berkah, terbebas dari kutuk yang
membawa malapetaka dan kesengsaraan21?
Akhirnya, tanpa landasan moral maka ilmuwan mudah sekali tergelincir dalam melakukan
prostitusi intelektual22.

Tanggung Jawab Sosial Keilmuan. Ilmu pengetahuan merupakan rangkaian penemuan yang
mengarah pada penemuan selanjutnya, dalam aspek inilah ilmu pengetahuan terbebas dari
nilai-nilai yang mengikat. Dalam aspek “penggunaan ilmu pengetahuan”, maka ilmuwan
memiliki sikap moral untuk tidak menyembunyikan dan memiliki sikap moral untuk
memihak kepada kemanusiaan23.
19

20

Moral adalah (1) prinsip hidup yang berkenaan dengan benar atau salah, baik atau buruk (2) kemampuan untuk
memahami perbedaan benar atau salah (3) ajaran atau gambaran tentang tingkah laku yang baik. Moral dibagi
menjadi 2 yaitu : baik dan buruk. Baik: segala tingkah laku yang dikenal pasti oleh etika sebagai baik. Buruk: tingkah
laku yang dikenal pasti oleh etika sebagai buruk.
21

Perkembangan Ilmu sering melupakan faktor manusia, dimana bukan lagi teknologi yang berkembang seiring
dengan perkembangan dan kebutuhan manusia, namun justru sebaliknya : manusialah akhirnya yang harus
menyesuaikan diri dengan teknologi.
22

Ilmu bukan lagi sarana yang membantu manusia mencapai tujuan hidupnya, namun bahkan kemungkinan
mengubah hakikat kemanusiaan itu sendiri. Contoh : Ketika Copernicus (1473-1543) mengajukan teorinya tentang
kesemestaan alam dan menemukan bahwa “bumi yang berputar mengelilingi matahari” dan bukan sebaliknya seperti
yang dikatakan oleh ajaran agama, maka timbullah interaksi antara ilmu dan moral. Secara filsafat dapat dikatakan
bahwa dalam tahap pengembangan konsep terdapat masalah moral yang ditinjau dari ontologis keilmuan,
sedangkan dalam penerapan konsep terdapat masalah moral yang ditinjau dari segi aksiologi keilmuan. Masalah
Moral tak bisa dilepaskan dengan tekad manusia untuk menemukan kebenaran. Sejarah kemanusiaan dihiasi
dengan semangat para martir dalam mempertahankan apa yang mereka anggap benar, seperti: Sokrates dan John
Huss

23

Produk keilmuan harus sampai dan dimanfaatkan oleh masyarakat

Memberikan persfektif yang obyektif : untung-ruginya, baik-buruknya, sehingga penyelesaian yg obyektif dapat

9

Pesan dari Einstein : Tidak cukup bagi kita hanya memahami ilmu agar hasil pekerjaan kita
membawa berkah bagi manusia. Perhatian kepada manusia itu sendiri dan nasibnya harus
selalu merupakan minat utama dari semua ikhtisar teknis. Jangan kau lupakan hal ini
ditengah tumpukan diagram dan persamaan.
Kesimpulannya :
Menolak terhadap dijadikannya manusia sebagai obyek pendidikan genetika, secara moral kita
lakukan evaluasi etis terhadap suatu obyek yang tercakup dalam obyek formal (ontologis)
ilmu.
Menghadapi tenaga nuklir : moral memberikan penilaian aksiologis
Menghadapi revolusi genetika : belum terlambat menerapkan pilihan ontologis “ jangan petik
buah terlarang itu”. Jangan ! Berharap menciptakan Superman namun yang bangun
Frankenstein.
Revolusi Genetika
(ontologis versus aksiologis)
Revolusi genetika = manusia sebagai obyek penelaahan.
Tujuan : bukan dalam upaya menciptakan teknologi yang memberikan kemudahan bagi manusia
tetapi untuk mengubah manusia itu sendiri
Asumsi bahwa penemuan dalam riset genetika akan dipergunakan dengan itikad baik untuk
007Akeluhuran manusia, maka tidak ada garansi sekiranya penemuan ini jatuh ket pihak
yang tidak bertanggung jawab dan mempergunakannya untuk kepentingan sendiri yang
bersifat destruktif.
Bab 9
Penelitian dan Penulisan Ilmiah: 29 Struktur Penelitian dan Penulisan Ilmiah, 30 Teknik
Penulisan Ilmiah, 31 Teknik Notasi Ilmiah
Struktur. Secara garis besar,Struktur penulisan ilmiah secara logis dan kronologis adalah sebagai
berikut :
A. Pengajuan masalah
B. Penyusunan kerangka teoretis.
C. Metodologi penelitian.
D. Hasil penelitian.
E. Ringkasan dan kesimpulan
Teknik Penulisan Ilmiah. Keseluruhan langkah dalam kegiatan keilmuan terpadu secara utuh
dalam suatu logika ilmiah
dimungkinkan Ilmuwan berpikir secara teratur dan cermat sehingga dapat menjelaskan kepada mereka yang
berpikir keliru, dimana letak kekeliruannya, apa yang membikin mereka keliru, dan harga apa yang mereka harus
bayar atas kekeliruan tersebut.
Bertanggung jawab atas berdirinya pilar penyangga keilmuan : ilmu dan teknologi
Sikap sosial ilmuan : konsisten dengan penelaahan keilmuan yang dilakukan.
Dibidang etika : ilmuan bukan lagi memberikan informasi tetapi memberi contoh berperilaku yang baik.
Jika ilmuwan menciptakan penemuan baru yang menurut dia berbahaya bagi kemanusiaan, apakah yang harus dia
lakukan? Apakah menyembunyikan penemuaannya tersebut (tidak dipublikasikan)? Ataukah bersifat netral dan
menyerahkan kepada moral kemanusiaan untuk menentukan penggunaannya?

10

A. Pengajuan Masalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Latar belakang masalah
Identifikasi masalah
Pembatasan masalah
Perumusan masalah
Tujuan penelitian
Kegunaan penelitian

B. Penyusunan Kerangka Teoretis dan Pengajuan Hipotesis
Pengkajian mengenai teori-teori ilmiah yang akan dipergunakan dalam analisis.
Pembahasan mengenai penelitian-penelitian lain yang relevan.
Penyusunan kerangka berfikir dalam pengajuan hipotesis.
Perumusan Hipotesis.
C. Metodologi Penelitian
Tujuan penelitian secara lengkap dan operasional dalam bentuk pernyataan yang
mengidentifikasikan variabel-variabel dan karakteristik hubungan yang akan diteliti.
Tempat dan waktu penelitian.
Metode penelitian yang ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian dan tingkat generalisasi yang
diharapkan.
Tehnik pengambilan contoh yang relevan dengan tujuan penelitian.
Tehnik pengumpulan data.
Tehnik analisis data.
D. Hasil Penelitian
Menyatakan variabel-variabel yang diteliti.
Menyatakan tehnik analisis data.
Mendeskripsikan hasil analisis data.
Memberikan kesimpulan terhadap kesimpulan analisis data.
Menyimpulkan pengujian hipotesis apakah ditolak atau diterima.
E. Ringkasan dan Kesimpulan
Deskripsi singkat mengenai masalah, kerangka teoretis, hipotesis, metodologi dan penemuan
penelitian.
Kesimpulan penelitian yang merupakan sintesis berdasarkankeseluruhan aspek tersebut di atas.
Pembahasan kesimpulan penelitian dengan melakukan perbandingan terhadap penelitian dan
pengetahuan ilmiah yang relevan
Mengkaji implikasi penelitian.
Mengajukan saran.
Abstrak
Merupakan ringkasan seluruh kegiatan penelitian. Merupakan sebuah esei yang utuh dan tidak
dibatasi oleh sub judul. Hanya ada satu judul dalam abstrak yakni judul penelitian.
11

Daftar Pustaka
Merupakan sumber referensi bagi seluruh kegiatan penelitian.
Merupakan inventarisasi dari seluruh publikasi ilmiah maupun non ilmiah yang dipergunakan
sebagai dasar bagi pengkajian yang dilakukan.
Riwayat Hidup
Merupakan deskripsi dari latar belakang pendidikan dan pekerjaan yang mempunyai hubungan
dengan penulisan ilmiah yang disampaikan.
Usulan Penelitian
Mengandung seluruh langkah- angkah penelitian, tanpa hasil penelitian.
Hanya mencakup langkah pengajuan masalah, penyusunan kerangka teoretis, dan pengajuan
hipotesis serta metodologi penelitian.
Lain-lain
Meliputi halaman judul, halaman pengesahan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel dan daftar
gambar
Notasi Ilmiah. Notasi ilmah

12

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24