Alasan Pluto Dikeluarkan Dari Tata Surya (1)

Alasan Pluto Dikeluarkan Dari Tata Surya
Pasti pada binggungkan mengapa Pluto dikeluarkan dari sistem tata surya kita?

Jawabannya karena planet Pluto ukurannya terlalu kecil sehingga tidak layak disebut sebagai
planet, selain itu orbit yang dimiliki oleh pluto tidak sesuai/berbahaya untuk planet lain (dapat
bertabrakan dengan planet lain), tetapi pluto juga tidak dapat memancarkan sinar sendiri jadi
pluto juga bukan bintang, maka dari itu pluto disebut benda langit.
Pluto telah mendapat nama baru sesuai dengan statusnya saat ini sebagai planet kerdil. Sejak
sepekan lalu Pusat Planet Minor (MPC), organisasi resmi yang bertanggung jawab untuk
pegumpulan data tentang asteroid dan komet di dalam sistem tata surya, ternyata telah
mendaftarkan bekas planet kesembilan itu sebagai asteroid ke-134340.
Masuknya Pluto dalam katalog asteroid itu menegaskan keputusan Uni Astronomi Dunia tiga
minggu lalu untuk menyingkirkan Pluto dari keluarga planet tata surya. Sejak itu Pluto hanya
disetarakan dengan obyek-obyek kecil tata surya dengan garis orbit yang sudah pasti.
Bulan-bulan Pluto, Charon, Nix dan Hydra dianggap sebagai bagian dari sistem yang sama dan
tidak didaftarkan dengan nomor yang berbeda. "Mereka hanya akan disebut 134340 I, II, dan
III," kata Brian Marsden, Direktur Emeritus MPC.
Mulai Kamis (24/8/2006) jangan pernah terpeleset mengucapkan Planet Pluto. Karena sejak hari
itu, Pluto sudah tidak lagi berhak menyandang predikat sebagai planet.
Sidang Umum Himpunan Astronomi Internasional (International Astronomical Union/IAU) Ke26 di Praha, Republik Ceko, yang berakhir 25 Agustus, menghasilkan keputusan bersejarah
dalam dunia astronomi dengan mengeluarkan Pluto dari daftar planet-planet di Tata Surya kita.

Mulai sekarang, anggota Tata Surya hanya terdiri dari delapan planet, yakni Merkurius, Venus,
Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus.
Keputusan mengeluarkan Pluto yang sudah menjadi anggota Keluarga Planet Tata Surya selama
76 tahun merupakan konsekuensi ditetapkannya definisi baru tentang planet. Resolusi 5A Sidang
Umum IAU Ke-26 berisi definisi baru itu.

Dalam resolusi tersebut dinyatakan, sebuah benda langit bisa disebut planet apabila memenuhi
tiga syarat, yakni mengorbit Matahari, berukuran cukup besar sehingga mampu mempertahankan
bentuk bulat, dan memiliki jalur orbit yang jelas dan "bersih" (tidak ada benda langit lain di orbit
tersebut).
Definisi tersebut adalah definisi universal pertama tentang planet sejak istilah planet dikenal di
kalangan astronom, bahkan sebelum era Nicolaus Copernicus yang tahun 1543 membuktikan
Bumi adalah salah satu planet yang berputar mengelilingi Matahari.
Dengan definisi baru tersebut, Pluto tidak berhak menyandang nama planet karena tidak
memenuhi syarat yang ketiga. Orbit Pluto memotong orbit planet Neptunus sehingga dalam
perjalanannya mengelilingi Matahari, Pluto kadang berada lebih dekat dengan Matahari
dibandingkan Neptunus.
Planet kerdil
Pluto kemudian masuk dalam keluarga baru yang disebut planet kerdil atau planet katai (dwarf
planets). Keluarga ini beranggotakan Pluto dan benda-benda langit lain di Tata Surya yang mirip

dengan Pluto, termasuk di dalamnya asteroid terbesar Ceres, satelit Pluto, Charon, dan beberapa
benda langit lain yang baru saja ditemukan.
Menurut Direktur Observatorium Bosscha di Lembang, Jawa Barat, Dr Taufiq Hidayat,
keputusan Sidang Umum IAU tersebut adalah puncak perdebatan ilmiah dalam astronomi yang
sudah berlangsung sejak awal 1990-an lalu. Perdebatan tersebut dipicu berbagai penemuan baru
yang menimbulkan keraguan apakah Pluto masih layak disebut planet atau tidak.
"Karakteristik Pluto memang berbeda dengan planet-planet lainnya. Bahkan komposisi kimianya
lebih menyerupai komet daripada planet," ungkap astronom yang mendalami bidang ilmu-ilmu
planet ini.
Selain itu, perkembangan teknologi teleskop juga membawa pada penemuan berbagai benda
langit yang masuk dalam kelompok Obyek Sabuk Kuiper (Kuiper Belt Object/KBO). Sabuk
Kuiper sendiri adalah sebutan untuk wilayah di luar orbit planet Neptunus hingga jarak 50
Satuan Astronomi (SA/1 Satuan Astronomi = jarak rata-rata Matahari-Bumi, yakni sekitar 149,6
juta kilometer) dari Matahari.

Hasil sidang Umum Himpunan Astronomi Internasional ke-26 di Praha, Ceko, 25 Agustus lalu,
mencabut status Pluto sebagai planet ke sembilan dalam tata surya kita. Dalam sidang tersebut
Pluto dinyatakan tidak masuk dalam kategori planet namun hanya sebagai benda angkasa biasa.
Definisi baru planet dalam sidang tersebut berubah, yaitu memiliki orbit yang mengelilingi
Matahari, memiliki massa yang cukup besar dengan diameter lebih dari 800 kilometer. Ciri

terakhir adalah memiliki orbit yang tidak memotong orbit planet lainnya. Sedangkan dalam
kenyataannya, Pluto sudah dikenal sebagai planet ke sembilan dalam sistem tata surya kita.
Namun, dalam pengamatannya, ternyata Pluto memiliki orbit yang sering kali menyimpang atau
bersinggungan dengan orbit planet lainnya. Berdasar definisi terbaru itulah, akhirnya Pluto
ditetapkan sebagai benda angkasa biasa dan planet kerdil.
Beberapa KBO sangat menarik perhatian karena berukuran hampir sama atau bahkan lebih besar
daripada Pluto (diameter 2.300 km) dan ada yang memiliki satelit atau "bulan". Beberapa obyek
tersebut, antara lain, Quaoar (diameter 1.000 km-1.300 km), Sedna (1.180 km- 1.800 km), dan
yang paling terkenal adalah obyek bernama 2003 UB313 yang ditemukan Michael Brown dari
California Institute of Technology (Caltech) pada 2003 lalu. Obyek yang dijuluki Xena tersebut
memiliki diameter 2.400 km, yang berarti lebih besar daripada Pluto. Xena sempat dihebohkan
sebagai planet ke-10 Tata Surya.
Tidak hanya kehilangan statusnya sebagai planet kesembilan di tata Surya, nama Pluto kini
tinggal kenangan. Sejak 7 September, Minor Planet Center (MPC), organisasi yang bertanggung
jawab mengumpulkan data mengenai asteroid dan komet di Tata Surya memberinya identitas
baru sebagai asteroid dengan nomor 134340. "Satelit-satelit yang mengelilingi Pluto, yakni
Charon, Nix, dan Hydra dianggap satu sistem sehingga tidak diberikan penomoran berbeda,"
kata direktur emeritius MPC, Brian Marsden. Namun, ketiganya akan disebut 134340 I, II, dan
III. Penamaan ini merupakan tindak lanjut keputusan Himpunan Astronomi Internasional (IAU)
yang mengeluarkan Pluto dari kategori planet yang ditetapkan dalam Sidang Umum IAU. Meski

belum didefiniskan secara formal. Pluto dikelompokkan ke dalam kategori planet kerdil bersama

asteroid terbesar Ceres, dan Xena yang dipopulerkan sebagai planet kesepuluh saat
penemuannya. Dengan masuknya Pluto sebagai asteroid, sejauh ini ada 136.563 objek asteroid
yang telah dicatat MPC. Sebanyak 2.224 objek baru dicatat selama seminggu terakhir dan Pluto
merupakan yang pertama. Xena yang saat penemuannya diberi identitas 2003 UB313 kini juga
dikategorikan asteroid dengan nomor 136199. Sedangkan, dua objek baru yang ditemukan di
daerah Kuiper Belt yakni 2003 EL61 dan 2003 FY9 disebut asteroid dengan nomor 136108 dan
136472. Meski demikian, MPC juga mengeluarkan pengumuman terpisah yang menyatakan
bahwa pemberian identitas nomor asteroid kepada Pluto dan objek-objek besar dekat orbit
Neptunus tidak menghalangi kemungkinan pengelompokan ganda. Misalnya, saat IAU
menentukan katalog spesifik astronomi mengenai planet kerdil, objek-objek tersebut mungkin
masuk dalam kelompok ini. mungkin masuk dalam kelompok ini.
Sejak saat itu, lanjut Taufiq, terjadi perbedaan pendapat di kalangan astronom. "Pilihannya
adalah memasukkan Ceres, Charon, dan 2003 UB313 ke dalam keluarga planet sehingga jumlah
planet menjadi 12, atau mengeluarkan Pluto. Akhirnya pilihan kedua yang disepakati," tutur
mantan Ketua Jurusan Astronomi Institut Teknologi Bandung ini.
Kesepakatan itu sendiri bukannya datang dengan mudah. Taufiq mengatakan, pengambilan
keputusan itu bahkan dicapai dengan cara pemungutan suara di antara para anggota IAU yang
hadir setelah didahului perdebatan yang sangat sengit. Empat astronom senior dari Indonesia

turut serta dalam Sidang Umum IAU tersebut, yakni Jorga Ibrahim, Iratius Radiman, Suryadi
Siregar, dan Ny Permana Permadi. Mereka belum bisa diwawancarai karena belum kembali di
Tanah Air sampai tulisan ini dibuat.
Kontroversi
Keputusan melepas status planet dari Pluto tentu saja sangat mengejutkan semua pihak. "Kata
'planet' dan gagasan tentang planet bisa menjadi sangat emosional karena itu adalah hal yang kita
pelajari sejak kita masih kanak-kanak," ungkap Richard Binzel, profesor ilmu-ilmu planet dari
Massachusetts Institute of Technology (MIT) yang menentang "pemecatan" Pluto, seperti dikutip
Associated Press.
Orang paling terpukul dengan keputusan ini adalah Patricia Tombaugh (93), janda Clyde
Tombaugh, ilmuwan yang menemukan Pluto pada 18 Februari 1930. "Ini sangat mengecewakan
dan sangat membingungkan. Saya tidak tahu bagaimana harus menghadapi ini, rasanya seperti
kehilangan pekerjaan," tuturnya kepada AP dari rumahnya di Las Cruces, New Mexico.
Beberapa pihak memprediksi debat mengenai status Pluto tidak akan berakhir di sini. Alan Stern,
ketua misi pesawat ruang angkasa NASA, New Horizon, yang diluncurkan ke Pluto, Januari lalu,
mengaku merasa "malu" terhadap keputusan itu. Meski demikian, misi senilai 700 juta dollar AS
dan baru akan tiba di Pluto pada 2015 itu tetap akan dilanjutkan. "Ini benar-benar sebuah definisi
yang ceroboh. It's bad science. Ini belum selesai," ujar Stern.
Wajar


Wajar saja pencopotan gelar planet dari Pluto memicu reaksi yang emosional. Pluto selama ini
memiliki tempat tersendiri di hati para astronom, baik yang profesional maupun amatir. Pluto
sering dianggap "Si Bungsu dari Tata Surya" karena jaraknya yang terjauh dari Matahari dan
ditemukan paling akhir dibandingkan delapan planet lainnya.
Orbit Pluto yang sangat lonjong dan tidak sejajar dengan bidang lintasan planet lainnya juga
membuat planet ini unik. Pluto juga sempat dianggap sebagai jawaban dari misteri Planet X,
sebuah planet hipotetis yang diduga ada di luar orbit Neptunus dan menyebabkan gangguan pada
orbit planet Uranus dan Neptunus. Meski ukuran Pluto kemudian terbukti terlalu kecil untuk
menjadi Planet X, dugaan tersebut menjadi bagian dari legenda Pluto.
Selain itu, keputusan pencabutan Pluto dari keluarga planet Tata Surya ini juga membawa
konsekuensi perubahan seluruh buku pelajaran, kamus astronomi, buku pintar, dan ensiklopedia
di dunia yang sudah terlanjur mencantumkan Pluto sebagai planet ke-9. Bayangkan kerepotan
yang akan terjadi.
Namun, Taufiq Hidayat mengatakan, inilah konsekuensi dari perkembangan ilmu pengetahuan.
Perubahan definisi planet dan keluarnya Pluto dari keluarga planet hanyalah sebuah pengingat
bagi kita semua bahwa ilmu pengetahuan yang kita pahami dan kita yakini kebenarannya
sekarang ini bukanlah sebuah kesimpulan final. Masih banyak kebenaran yang belum kita
temukan.
Sumber : http://kanansukses.blogspot.com/2012/02/alasan-pluto-dikeluarkan-daritata.html