PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN tahu KERUPUK

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kesejahteraan rakyat. Oleh
karena itu, hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh rakyat sebagai
wujud peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil dan merata.
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan
masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola
kemitraan antara daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan
kerja baru dan merangsang perkembangan pertumbuhan ekonomi dalam wilayah
tersebut. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama
untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah.
Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan
masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan
daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta partisipasi masyarakatnya dan
dengan menggunakan sumber daya-sumber daya yang ada harus mampu menaksir
potensi sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan membangun
perekonomian daerah (Arsyad, 1999).
Ekonomi wilayah merupakan suatu sub disiplin ilmu yang membahas dan
menganalisis suatu wilayah secara keseluruhan atau melihat berbagai wilayah
dengan potensinya yang beragam beserta cara mengatur suatu kebijakan yang

dapat mempercapat pertumbuhan ekonomi seluruh wilayah (Eko Budi Santoso,
2013). Salah satu kebijakan yang diharapkan mampu meningkatkan ekonomi
seluruh wilayah di Indonesia adalah otonomi daerah yang memberikan peluang
secara mandiri bagi tiap wilayah untuk mengembangkan perekonomiannya
berdasarkan potensi yang ada di wilayah tersebut.
Akan tetapi adanya era otonomi daerah yang dipersiapkan menjadi
katalisator peningkatan ekonomi wilayah di Indonesia, justru menimbulkan
masalah baru yaitu diparitas pertumbuhan ekonomi antar wilayah akibat tidak
mampunya pemerintah daerah untuk mengelola sumber daya asli daerah. Untuk
itu perlu adanya suatu kebijakan Pengembangan Ekonomi Lokal berbasis potensi
ekonomi daerah. Potensi ekonomi daerah adalah kemampuan ekonomi yang ada di

1

daerah yang mungkin dan layak dikembangkan sehingga akan terus berkembang
menjadi sumber penghidupan rakyat setempat bahkan dapat mendorong
perekonomian daerah secara keseluruhan untuk berkembang dengan sendirinya
dan berkesinambungan (Suparmoko, 2002).
Pembangunan perekonomian suatu daerah saat ini masih belum mampu
meningkatkan


kesejahteraan masyarakat

secara

signifikan.

Hal

tersebut

disebabkan karena pola pengembangan ekonomi daerah / lokal yang sedang dan
telah dilaksanakan oleh daerah terkesan kurang sistematik. Faktor-faktor tersebut
menjadi penyebab dari kurang berkembangnya potensi ekonomi daerah dan
berakibat

rendahnya

daya


saing ekonomi daerah. Rendahnya daya saing

ekonomi daerah tersebut pada akhirnya menyebabkan arus masuknya investasi
menjadi kurang signifikan . Untuk itulah, agar pengembangan ekonomi daerah
dapat berhasil dan berdaya guna, maka perlu diupayakan pengembangan potensi
ekonomi daerah melalui pengembangan produk unggulan daerah (PUD) .
Kabupaten Pemalang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa
Tengah yang terletak di pantai utara Pulau Jawa. Secara astronomis Kabupaten
Pemalang terletak antara 1090 17′ 30″ – 1090 40′ 30″ BT dan 80 52′ 30″ – 70 20′
11″ LS. Kabupaten Pemalang memiliki posisi yang strategis, baik dari sisi
perdagangan maupun pemerintahan. Dan menyimpan potensi sumber daya alam
dengan panorama keindahan alam yang memikat serta sumber daya manusia yang
sangat besar menjadikan Kabupaten Pemalang sebagai sebuah potensi laksana
permata yang terpendam yang siap untuk digali. Sektor pertanian dengan lahan
sawah seluas 38.617 hektar dan lahan kering 23.813 hektar masih menjadi tulang
punggung perekonomian di Kabupaten ini, komoditas yang menonjol untuk
tanaman pangan adalah Padi, Ketela Pohon dan Jagung, Sayur-sayuran, Bawang
Merah, Cabai Merah dan Ketimun. Sedangkan produksi buah-buahan adalah
Nanas Madu, Pisang dan Mangga.
Nanas madu daerah Kabupaten Pemalang merupakan salah satu buah khas

daerah tersebut. Kondisi Lahan yang berada di lereng gunung Slamet
mempengaruhi kualitas dan kuantitas buah nanas yang dihasilkan. Karena kondisi
tersebut buah nanas madu ini memiliki kadar air yang tidak terlalu banyak dengan
tingkat kemanisan yang jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan nanas lainnya,

2

akan tetapi kondisi tersebut mempengaruhi ukuran nanas ini. Jika dibandingkan
dengan nanas lain, nanas madu ini jauh lebih kecil. Secara umum ukuran nanas
madu khas Pemalang ini, dari pangkal buah hingga pangkal mahkota sekitar 10
cm dengan berat berkisar 500 sampai 600 gram. Berdasarkan pengujian tingkat
kemanisan nanas ini sekitar 17.80 Briks, lebih tinggi dari tingkat kemanisan nanas
biasa yang hanya memiliki tingkat kemanisan sekitar 8 - 11 Briks. Yang istimewa
dari nanas madu khas daerah Kabupaten Pemalang adalah tidak meninggalkan
rasa gatal di mulut meski buah baru di panen dan tanpa di cuci dengan air garam.
Nilai ekonomis Nanas Madu yang telah diolah menjadi beberapa
produk seperti Kerupuk Nanas jauh lebih tinggi dibandingkan Nanas Madu yang
langsung dijual mentahnya. Sebagai contoh, Nanas madu yang dijual dipasaran
harganya hanya Rp3.000 per biji, Sedangkan untuk produk olahanya keuntungan
yang didapatkan bisa 3 kali lipat dari pada dijual secara langsung .

Usaha pengolahan Nanas madu ini sangat potensial dikembangkan untuk
meningkatkan

kesejahteraan

ekonomi

masyarakat

Kabupaten

Pemalang.

Kegiatan produksinya menggunakan potensi SDA dan SDM setempat, produk
memiliki value added yang tinggi, memiliki prospek pasar domestik dan ekspor
yang sangat bagus dan dapat memicu pertumbuhan ekonomi di berbagai sektor
terkait, khususnya di Kabupaten Pemalang. Sayangnya, usaha ini masih dalam
skala kecil karena proses produksinya yang relatif rumit dan lama, dan
manajemen pemasaranya yang masih sangat sederhana.
Melihat potensi dan permasalahan di atas, maka perlu dilakukan analisis

SWOT usaha olahan nanas madu di Kabupaten pemalang untuk menemukan
strategi yang tepat bagi pengembangan usaha tersebut guna meningkatkan
kesejahteraan ekonomi lokal, khususnya bagi masyarakat Pemalang .
1.2 Rumusan Masalah
1. Sektor usaha apa saja yang menjadi sektor basis di Kabupaten Pemalang ?
2. Bagaimana gambaran umum dan potensi Kabupaten Pemalang?
3. Bagaimana Analisis SWOT usaha pengolahan kerupuk nanas madu di
Kabupaten Pemalang ?

3

4. Bagaimana perencanaan strategi yang tepat untuk mengembangkan usaha
pengolahan kerupuk nanas madu pemalang dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Kabupaten Pemalang ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui sektor usaha yang menjadi sektor basis di Kabupaten
Pemalang
2. Untuk mengetahui gambaran umum dan potensi nanas madu di
Kabupaten Pemalang
3. Untuk mengetahui analisis SWOT usaha pengolahan kerupuk nanas madu

di Kabupaten Pemalang
4. Untuk mengetahui perencanaan strategi yang tepat untuk mengembangkan
usaha pengolahan kerupuk nanas madu pemalang dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Kabupaten Pemalang
1.4 Manfaat Penulisan
1. Manfaat Bagi Penulis
Dapat melatih dan meningkatkan kemampuan penulis dalam membuat
karya tulis serta memperluas wawasan keilmuan khususnya dalam
peningkatan kesejahteraan ekonomi lokal masyarakat desa.
2. Manfaat Bagi Pembaca
Dapat menambah wawasan keilmuan dan sebagai referensi dalam
meningkatkan kesejahteraan ekonomi lokal masyarakat desa.
3. Manfaat Bagi Pemerintah
Sebagai referensi dalam menentukan dan melakukan berbagai
kebijakan ekonomi, khususnya

untuk meningkatkan kesejahteraan

ekonomi masyarakat melalui pengembangan UKM yang sesuai dengan
potensi lokal .


BAB II
TELAAH PUSTAKA

4

2.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah
Pertumbuhan ekonomi wilayah merupakan pertambahan pendapatan
masyarakat secara keseluruhan di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai
tambah yang menjadi komoditas di wilayah tersebut. Namun agar dapat melihat
pertambahan dari satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya, harus dinyatakan
dalam nilai rid, artinya dinyatakan dalam harga konstan. Pendapatan wilayah
menggambarkan balas jasa bagi faktor faktor produksi yang beroperasi di daerah
tersebut (tanah, modal, tenaga kerja, dan teknologi), yang berarti secara kasar
dapat menggambarkan kemakmuran daerah tersebut.
Kemakmuran suatu wilayah selain ditentukan oleh besarnya nilai tambah
yang tercipta di wilayah tersebut juga oleh seberapa besar terjadi transfer
payment, yaitu bagian pendapatan yang mengalir ke luar wilayah. Menurut
Sadono Sukirno (2002:10) pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan
dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan

dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat.
2.2 Teori Basis Ekonomi
Teori basis ekspor murni dikembangkan pertmana kali oleh Tiebot. Teori
ini membagi kegiatan produksi/ jenis pekerjaan yang terdapat di dala satu
wilayah atas sektor basis dan sektor non basis. Kegiatan basis adalah
kegiatan

yang bersifat eksogenous berfungsi mendorong tumbuhnya jenis

pekerjaan lainnya. Sedangkan kegiatan non basis adalah kegiatan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah itu sendiri. Oleh karena itu,
pertumbuhannya tergantung kepada kondisi umum perekonomian wilayah
tersebut. Artimya, sektor ini bersifat endogenous (tidak bebas tumbuh).
Pertumbuhannya tergantung kepada kondisi perekonomian wilayah secara
keseluruhan (Tarigan, 2004 : 53)
Analisis

basis

ekonomi


adalah

berkenan

dengan

identifikasi

pendapatan basis (Richardson, 1977 : 14). Bertambah banyaknya kegiatan basis
dalam suatu wilayah akan menambah arus pendapatan ke dalam wilayah yang
bersangkutan, yang selanjutnya menambah permintaan terhadap barang dan
jasa di dalam wilayah tersebut, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan
volume kegiatan non basis. Sebaliknya berkurangnya aktivitas basis akan
mengakibatkan berkurangnya pendapatan yang mengalir ke dalam suatu

5

wilayah, sehingga akan menyebabkan turunya permintaan produk dari aktivitas
non basis.

Untuk mengukur basis ekonomi suatu daerah, teknik yang lazim
digunakan adalah dengan menggunakan Location Quention. Dasar pemikiran
teknik ini adalah teori economic base yang intinya adalah karena

basis

menghasilkan barang untuk pasar didalam dan diluar daerah yang bersangkutan,
maka penjualan ke daerah akan menghasilkan pendapatan bagi daerah tersebut.
Terjadinya arus pendapatan dari luar daerah akan menyebabkan terjadinya
kenaikan konsumsi dan investasi di daerah tersebut yang pada gilirannya akan
menaikkan pendapatan dan kesempatan

kerja

baru.

Oleh

karena

itu,

industri basislah yang patut dikembangkan di suatu daerah (Arsyad, 1999).
Location Quotient (kuosien lokasi) adalah suatu perbandingan tentang
besarnya peranan suatu sektor/ industri di suatu daerah terhadap besarnya
peranan sektor/ industri tersebut secara nasional. Ada banyak variable yang bisa
diperbandingkan, tetapi yang umum adalah nilai tambah (tingkat pendapatan)
dan jumlah lapangan kerja, berikut ini digunakan adalah nilai tambah (tingkat
pendapatan). (Tarigan 2005 : 30-42) dengan rumus sebagai berikut :
LQ = vi/vt : Vi/Vt
Keterangan :
vi = pendapatan sektor tertentu padasuatu daerah.
vt = total pendapatan daerah tersebut.
Vi = pendapatan sektor tertentu secara regional atau nasional
Vt = total pendapatan regional atau nasional.
2.3 Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah suatu instrument strategi perencanaan dengan
menggunakan kerangka kerja kekuatan (Strenght) dan kelemahan (Weakness)
internal, serta kesempatan (Opportunitiy) dan ancaman (Threat) eksternal (Start
dan Ingie dalam New Weave (2002:170) dan Schuler (1986) Empowerment
and the Law).
Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan strength
dan opportunities, namun secara bersamaan dapat meminimalkan weaknesses

6

dan threats. Hasil dari analisis SWOT digunakan untuk merancang empat
strategi, yaitu: (1) Strategi S-O, strategi yang menggunakan strength untuk
memanfaatkan opportunity, (2) Strategi W-O, strategi yang menanggulangi
weakness dengan memanfaatkan opportunity, (3) Strategi S-T, strategi yang
menggunakan strength untuk mengatasi threat, dan (4) Strategi W-T, strategi
yang memperkecil weakness dan menghindari threat (Rangkuti, 2001 dalam
Mangiwa).
2.4 Teori Pertumbuhan Jalur Cepat Yang Disinergikan
Teori Pertumbuhan Jalur Cepat diperkenalkan oleh Samuelson. Setiap
Negara/wilayah perlu melihat sektor/komoditi apa yang memiliki potensi besar
dan dapat dikembangkan dengan cepat, baik karena potensi alam maupun karena
sektor itu memiliki competitive advantage untuk dikembangkan. Artinya dengan
kebutuhan modal yang sama sektor tersebut dapat memberikan nilai tambah yang
lebih besar, dapat berproduksi dalam waktu singkat dan volume sumbangan
untukperekonomian juga cukup besar. Agar pasarannya terjamin, produk tersebut
harus dapat menembus dan mampu bersaing pada pasar luar negri. Perkembangan
sektor tersebut akan mendorong sektor lain turut berkembang sehingga
perekonomian secara keseluruhan akan tumbuh. Mensinergikan sektor — sektor
adalah membuat sektor — sektor saling terkait dan saling mendukung. Dengan
demikian, pertumbuhan sector yang satu mendorong pertumbuhan sector yang
lain, begitu juga sebaliknya, shingga perekonomian akan tumbuh cepat..
Permasalahan klasik selama ini lemahnya regulasi dan kebijakan
berkelanjutan dalam pengelolaan produk unggulan. Belum maksimalnya programprogram yang menindak lanjuti produk unggulan. Masih terkesan kurang
sungguh-sungguh, tidak pernah tuntas, sehingga terputusnya mata rantai proses
produksi yang mengakibatkan kehilangan pasar. Menimbulkan iklim ketidak
pastian bagi masyarakat. Sehingga, Pemerintah Kabupaten Solok Selatan memiliki
beberapa seknario dalam meningkatkan pendapatan daerah dengan berbasis daya
saing produk lokal, yaitu ;
a. secara aktif memperkenalkan produk kita.
b. Lirik pasar sasaran dengan memperhitungan kapasitas dan daya saing
c.

kompetitif
Amankan jalur distribusi produk ke konsumen, menjaga tidak
terputusnya dimand – supply

7

d.

Produktifitas atau aktifitas produksi, meliputi ketersediaan bahan

e.

baku, sumber daya manusia
Teknologi tepat guna, serta mempertimbangkan kendali mutu yang
keta

8

BAB III
METODOLOGI PENULISAN
3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel adalah subyek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian
suatu penelitian (Arikunto 1998). Variabel dalam penelitian ini meliputi :
A. Laju pertumbuhan ekonomi.
Laju pertumbuhan ekonomi adalah laju pertumbuhan ekonomi
daerah berarti besar kecilnya persentase peningkatan produksi barang
dan jasa masyarakat menurut sektor produksi suatu daerah bisa
juga dapat diartikan kenaikan PDRB tanpa memandang apakah
kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari pertumbuhan
penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi berlaku atau
tidak. Laju pertumbuhan ekonomi diukur dengan indikator
perkembangan PDRB berdasarkan harga konstan dari tahun ke tahun yang
dinyatakan dalam persen per tahun. Analisis ini digunakan untuk
mengetahui pembangunan daerah dilihat dari besarnya pertumbuhan
PDRB setiap tahunnya.
B. Pertumbuhan sektor ekonomi
Pertumbuhan sektor ekonomi adalah pertumbuhan nilai
barang dan jasa dari setiap sektor ekonomi yang dihitung dari
angka PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 dan dinyatakan
dalam persentase.
C. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
PDRB dalam penelitian ini dilihat menurut pendekatan
produksi yaitu merupakan jumlah nilai produk barang dan jasa akhir
yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi (di suatu region) pada
suatu jangka waktu tertentu (setahun).
3.2 Metode Pengumpulan Data

Keberhasilan dalam pengumpulan data merupakan syarat bagi
keberhasilan suatu

penelitian.

Sedangkan

keberhasilan

dalam

pengumpulan data tergantung pada metode yang digunakan. Berkaitan

9

dengan

hal

tersebut

mendapatkan

data-data

maka
yang

pengumpulan
obyektif

data diperlukan guna

dan lengkap

sesuai

dengan

permasalahan yang diambil.
Metode pengumpulan data merupakan suatu cara untuk memperoleh
kenyataan yang mengungkapkan data-data yang diperlukan dalam suatu
penelitian. Dalam pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini
digunakan

metode dokumentasi, yaitu suatu cara memperoleh data atau

informasi tentang hal-hal yang ada kaitannya dengan penelitian dengan
jalan melihat kembali

laporan tertulis yang lalu baik berupa angka

maupun keterangan (Arikunto 1998). Untuk kepentingan penelitian ini
digunakan data sekunder melalui metode dokumentasi berupa data
PDRB Kabupaten Pemalang dan PDRB Propinsi Jawa Tengah tahun 20012013 (data terbaru) atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan
yang bersumber dari dokumentasi BPS.
3.3 Teknik Pengolahan Data
Proses

Input

Output

Gambar 3.3 Skema Teknik Pengolahan Data
Input : Data yang dikumpulkan meliputi data sekunder yang berasal dari
jurnal penelitian dan hasil survei baik cetak maupun elektronik (internet),
literatur buku maupun dari situs-situskoran online.
Proses : Menganalisis data yang terkumpul yang berkaitan dengan permasalahan
yang diangkat dalam karyatulis.
Output : penyajian data berupa makalah karya tulis.
3.4 Teknik Analisis Data
Analisis data yang dilakukan menggunakan metode kuantitatif deskriptif.
Hal ini dilakukan karena kami ingin berusaha mengerti dan memahami secara
komprehensif mengenai sektor di Kabupaten Pemalang yang termasuk sektor
basis non basis dengan analisis LQ, sedangkan untuk menganalisis sektor basis
potensial yang dapat dikembangkan di Kabupaten Pemalang khususnya berbasis

10

Industri Pengolahan dan melakukan analisis SWOT untuk menentukan
rekomendasi kebijakan yang sesuai.Langkah-langkah yang penulis tempuh
didasarkan atas cara berpikir runtut untuk memperoleh jawaban atas
permasalahan yang menjadi titik pangkal dalam penulisan ini.

11

BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Sektor Basis dan Non Basis di Kabupaten Pemalang
Dalam merencanakan pembangunan ekonomi di suatu wilayah termasuk
Kabupaten Pemalang , perlu mengetahui sektor ataupun komoditi apa yang
memiliki potensi besar dan dapat dikembangkan dengan cepat, baik karena
potensi alam maupun karena sektor itu memiliki competitive advantage untuk
dikembangkan. Perkembangan sektor basis tersebut akan mendorong sektor
lain turut berkembang sehingga perekonomian secara keseluruhan akan tumbuh.
Untuk menganalisisnya kami menggunakan Location Quention. Adapun hasil
perhitungannnya kami sajikan dalam tabel.
Tabel 4.1a Tabel LQ Kabupaten Pemalang Tahun 2001-2013
SEKTOR USAHA

2001

2002

2003

2004

1. PERTANIAN

0,72

0,75

0,71

0,73

2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN

0,99

0,96

0,95

0,92

3. INDUSTRI PENGOLAHAN

1,32

1,33

1,41

1,42

4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH

0,98

0,97

0,88

0,89

5. BANGUNAN

1,69

1,81

1,95

1,97

6. PERDAG., HOTEL & RESTORAN

0,89

0,86

0,84

0,79

7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI
8. KEU. PERSEWAAN, & JASA
PERUSAHAAN

1,31

1,32

1,29

1,28

0,93

0,92

0,90

0,89

9. JASA-JASA

1,13

1,00

1,04

1,04

SEKTOR USAHA

2005

2006

2007

2008

1. PERTANIAN

0,74

0,75

0,75

0,76

2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN

0,94

0,99

0,98

0,99

3. INDUSTRI PENGOLAHAN

1,41

1,39

1,39

1,38

4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH
5. BANGUNAN

0,92

0,91

0,89

0,88

12

2,02

2,02

2,05

2,11

6. PERDAG., HOTEL & RESTORAN

0,78

0,77

0,77

0,76

7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI
8. KEU. PERSEWAAN, & JASA
PERUSAHAAN

1,29

1,34

1,40

1,45

0,89

0,90

0,90

0,93

9. JASA-JASA

1,04

1,04

1,02

1,01

LAPANGAN USAHA

2009

2010

2011

2012

2013

1. PERTANIAN

0,75

0,74

0,73

0,71

0,68

2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN

0,99

0,99

0,96

0,96

0,96

3. INDUSTRI PENGOLAHAN

1,42

1,44

1,44

1,44

1,44

4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH

0,85

0,84

0,81

0,81

0,82

5. BANGUNAN

2,13

2,16

2,16

2,15

2,17

6. PERDAG., HOTEL & RESTORAN

0,76

0,76

0,76

0,78

0,79

7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI
8. KEU. PERSEWAAN, & JASA
PERUSAHAAN

1,47

1,48

1,52

1,54

1,56

0,95

0,94

0,95

0,97

1,02

9. JASA-JASA

1,34

1,30

1,27

1,26

1,27

Sumber: BPS Kabupaten Pemalang, 2015 (diolah).
Dari tabel diatas, bisa kita klasifikasikan mana yang termasuk sektor
basis atau sektor non basis di Kabupaten Pemalang. Sebagaimana telah
dijelaskan pada Bab 2.2, sektor basis merupakan sektor yang mampu
mencukupi kebutuhan domestik di kabupatennya (LQ=1) atau bahkan mampu
mengekspor hasilnya ke luar kabupatennya (LQ>1). Adapun sektor non-basis
merupakan sektor yang belum mampu memenuhi kebutuhan domestik di
kabupaten tersebut (LQ