Cinta Itu Cinta Itu Cinta Itu

Cinta Itu...

STUDIA Edisi 330/Tahun ke-8 (26 Februari 2007)

Sobat muda muslim, jumpa lagi ama STUDIA ye. Edisi pekan ini, masih tentang cinta. Moga aja nggak
bosen, dan nggak pernah bosen. Gimana pun juga, tema cinta tuh emang everlasting alias kagak ada
matinye. Nah, di edisi ini, sengaja dan terpaksa STUDIA bahas soal cinta lagi. Tapi, semoga aja ini agak
lain. Sebenarnya tema cinta yang akan ditulis di buletin ini udah banyak berseliweran di dunia maya, tapi
STUDIA akan berusaha memodifikasinya, mempermaknya, dan men-syarah-nya dengan sudut pandang
Islam yang lebih dalem, dan tentu dengan gaya STUDIA dong ya. Makasih buat yang udah nulis pertama
kali artikel ini di internet. Penulis asli tulisan ini jadi nggak ketahuan karena tulisan tersebut udah berbiak di
banyak situs dengan sumber “unknown”.
Oya, ada beberapa penjelasan tentang cinta. Kamu kayaknya nggak ada salahnya kalo tahu soal ini. Oke,
biar nggak makan banyak tempat dan ngebusa mulu di prolognya, kita jembrengin dan pretelin satu per satu
tentang karakter cinta ini. Siap ya. Go!
Cinta=perasaan sekaligus akal sehat
Bro, benar banget. Cinta emang soal rasa. Meski demikian, bukan berarti akal sehat ditaro di dengkul
dong. Oya, karena cinta tuh sangat luas, maka penampakkannya juga ngikuti naluri yang dimiliki manusia.
Misalnya aja nih, orang bisa cinta mati sama benda, juga bisa cinta sama Allah Swt, RasulNya, ortunya,
kaum muslimin secara umum, dan juga sama lawan jenis. Cinta emang luas, Bro.
Betul banget, kita jatuh cinta dengan hati. Tapi agar tidak menimbulkan kekacauan di kemudian hari, kita

diharapkan untuk juga menggunakan akal sehat. Bohong besar deh kalau kita bisa jatuh cinta dengan
begitu saja tanpa bisa mengelak. Yang sesungguhnya terjadi, proses jatuh cinta dipengaruhi tradisi,
kebiasaan, standar, gagasan, dan ideal kelompok dari mana kita berasal.
Nol besar pula kalau kita merasa boleh berbuat apa saja saat jatuh cinta, dan tidak bisa dimintai
pertanggungan jawab bila perbuatan-perbuatan impulsif alias memperturutkan kata hati itu berakibat buruk
suatu ketika nanti. Kehilangan perspektif bukanlah pertanda kita jatuh cinta, melainkan sinyal kebodohan.
Waduh sadis banget bahasane.
Jadi nih, akal sehat tetap kudu kita jadikan pertimbangan juga biar nggak nyelenong ngikutin perasaan aja.
Bisa bahaya besar, tuh!
Cinta membutuhkan proses
Setuju banget deh. Cinta emang butuh proses. Butuh waktu agar bisa tumbuh perasaan satu sama lain.
Ini khususnya cinta dengan lawan jenis ya. Eh, kalo pun ada orang yang love at first sight, tentunya bukan
cinta namanya, tapi ketertarikan. Karena ketertarikan orang bisa dengan begitu mudah muncul manakala
ada obyek yang memang menurutnya menyenangkan. Tapi cinta nggak begitu ternyata. “Cinta itu
tumbuh, berkembang dan merupakan emosi yang kompleks,” kata Bowman, salah seorang pakar
psikologi.
Sobat, untuk tumbuh dan berkembang, cinta membutuhkan waktu. Jadi emang nggak mungkin kita
mencintai seseorang yang tidak ketahuan asal-usulnya dengan begitu aja. Cinta nggak pernah menyerang
tiba-tiba, nggak juga jatuh dari langit. Cinta datang kalo udah saling kenal dan memahami pribadi masingmasing meski nggak terlalu detil. Jadi, minimal emang kenal dulu: siapa sih si dia itu?
Itu sebabnya, cinta insya Allah bisa aja tumbuh kalo kita terus ketemu dan saling komunikasi. Teman dekat

yang saling mencintai, itu hanya bisa dicapai setelah kedua partner itu lama hidup bersama. Sehingga tahu
kebiasaannya masing-masing, tahu makanan favoritnya, warna kesukannya, sampe tahu jadwal tidurnya,
tahu tempat nongkrongnya, dan segala hal yang berkaitan dengannya.
Begitu pun kalo kita mencintai Islam, akan semakin lengket dan bahkan bangga dengan Islam ketika kita
udah lama ‘berkenalan’ (baca: belajar) dengan Islam. Nggak mungkin tumbuh cinta kepada Islam
kalo kitanya aja nggak berusaha mengenal lebih dalam tentang Islam dengan cara mempelajarinya. Setuju
nggak?

So, kalo ada orang bisa jatuh cinta pada saat ketemuan pertama kali, sebenarnya bukan sedang jatuh cinta
tuh, tapi sedang tertarik satu sama lain dengan ketertarikan yang amat sangat luar biasa. Hal ini perlu
ditindaklanjuti, yakni dengan berusaha untuk mengenal lebih dekat dan lebih dekat lagi. But, kudu tahu
rambu-rambu juga dong kalo urusannya dengan lawan jenis yang bukan mahram. Sebab, nggak bisa bebas
sesuka kita tuh. Boleh kenalan lebih dalam, kalo niatnya emang untuk menikah degannya. Ssstt... kalo
untuk pacaran? Hah? Hari gini masih pacaran? Nggak lha yauw!
Cinta itu konstruktif
Well, kita kayaknya kudu setuju nih kalo cinta itu emang konstruktrif. Eh, jangan-jangan ada teman kita (atau
kita sendiri?) yang mendadak jadi kreatif, ngedadak jadi suka pake wangi-wangian biar nggak BB, ngedadak
juga jadi senang baca novel cinta. Padahal, sebelum tertarik dengan salah seorang dari lawan jenis, mandi
sekali sehari aja udah untung banget. Wah, kok males mandi sih, Bro?
Boys and gals, seseorang yang mencintai bisa berbuat sebaik-baiknya demi kepentingan sendiri sekaligus

demi (kebanggaan) pasangan. Dia bakalan berani berambisi, bermimpi konstruktif, dan merencanakan
masa depan. Wuih, keren banget deh.
Eit, tapi tunggu dulu. Sebab, ada juga orang ketika jatuh cinta ternyata malah amburadul. Kok bisa sih?
Hmm... orang model gini, bukannya berpikir dan bertindak konstruktif, tapi dia malah kehilangan ambisi,
nafsu makan, dan minat terhadap masalah sehari-hari. Doi cuma memikirkan kesengsaraan pribadi.
Impiannya pun tak mungkin tercapai. Bahkan impian itu bisa menjadi pengganti kenyataan. Parah banget,
Bro!
Kalo ada orang yang jatuh cinta tapi malah bikin lemah dan loyo kayak gini, berarti dia belum mampu
memaknai cinta. Jangan-jangan lebih banyak ngelamunnya karena terjerat mimpi-mimpi indah kalo sampe
mencintai lawan jenis yang dia idamkan itu. Padahal, yang namanya cinta nggak begitu kok. Cinta itu
konstruktif. Bisa membangun segala daya cipta dan kreativitas kita. Suer!
Cinta tak melenyapkan semua masalah
Konon kabarnya, penganut faham romantik percaya banget bahwa cinta bisa mengatasi masalah. Seakanakan cinta itu obat bagi segala penyakit. Kemiskinan dan banyak problem lain diyakini bisa diatasi dengan
berbekal cinta belaka. Faktanya, cinta nggaklah seajaib itu. Cinta hanya bisa membuat sepasang kekasih
(suami-istri) berani menghadapi masalah. Permasalahan seberat apapun mungkin didekati dengan jernih
agar bisa dicarikan jalan keluar. Orang yang tengah mabuk kepayang berarti nggak benar-benar mencintacenderung membutakan mata saat tercegat masalah. Alih-alih bertindak dengan akal sehat, dia
mengenyampingkan problem. Betul nggak?
Maka, kalo misalnya kita mo nikah, selain cinta tentu kudu ada persiapan ilmu, mental, dan juga jaminan
untuk nafkahnya, lho. Kalo modalnya cinta doang, harus dipertanyakan tuh, sebab menikah bukan cuma
modal cinta. Suer. Kalo nggak punya beras, apa cukup dengan cinta? Nggak kan? Cinta tuh hanya akan

memotivasi kita untuk mencari jalan keluar supaya bisa dapetin beras. Misalnya, bisa dengan nyari
pinjeman uang, atau ngutang dulu ke warung sebelah, bahkan banyak juga orang yang kemudian dapetin
beras spanyol alias separo nyolong (hehehe.. kalo yang terakhir ini sih jangan kamu lakuin deh)
Cinta cenderung konstan
Ya, cinta itu bergerak konstan, sobat. Maka kita patut curiga bila grafik perasaan kita pada sesuatu atau
kekasih (suami-istri or calon suami dan calon istri) yang kita cintai tuh turun-naik sangat tajam. Kalau saat
jauh kita merasa kekasih lebih hebat dibanding saat bersama, itu pertanda kita mengidealisasikannya,
bukan melihatnya secara realistis.
Lantas saat kembali bersama, kita memandang kekasih dengan lebih kritis dan hilanglah segala bayangan
hebat itu. Sebaliknya berhati-hatilah bila kita merasa kekasih hebat saat kita berdekatan dengannya dan
tidak lagi merasakan hal yang sama saat dia jauh. Hal sedemikian menandakan kita terkecoh oleh daya
tarik fisik. Cinta terhitung sehat bila saat dekat dan jauh dari pasangan (baca: suami-istri), kita menyukainya
dalam kadar sebanding.
Nah, begitupun kalo kita mencintai Allah Swt, RasulNya, dan juga Islam. Cinta kita bisa dibilang hebat kalo
sinyalnya terus-menerus kuat. Nggak ada blank spot-nya. Di mana pun selalu ada sinyal kecintaan kita
kepada Allah Swt., RasulNya, dan juga Islam. Cirinya apa? Contoh cinta kepada Allah Swt. Pas kita lagi
seneng, tetap inget sama Allah Swt. Lagi sedih juga selalu inget sama Allah Swt. Kalo sebaliknya? Berarti

cinta kita nggak konstan. Kalo nggak konstan berarti ada yang error. Jadinya bisa kena sindir Allah
Ta’ala deh dalam firmanNya:

“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka jika ia
memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia
ke belakang (menjadi kafir). Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang
nyata.” (QS al-Hajj [22]: 11)
So, cinta tuh seharusnya memang konstan. Kalo turun-naik grafiknya perlu dipertanyakan. Yuk, kita
muhasabah diri. Oke?
Cinta tak bertumpu pada daya tarik fisik
Dalam hubungan cinta dengan lawan jenis, daya tarik fisik bisa jadi penting. Tapi bahaya bila kita menyukai
lawan jenis hanya sebatas fisik dan membencinya untuk banyak faktor lainnya. Saat jatuh cinta, kita
menikmati dan memberi makna penting bagi setiap kontak fisik. Kontak fisik, ketahuilah sobat, itu hanya
terasa menyenangkan bila kita dan pasangan (baca: suami-istri) saling menyukai pribadi masing-masing.
Maka bukan cinta namanya, melainkan nafsu, bila kita menganggap kontak fisik hanya memberi sensasi
menyenangkan tanpa makna apa-apa. Dalam cinta, afeksi alias perasaan terwujud belakangan saat
hubungan kian dalam antara sepasang suami-istri. Sedang nafsu menuntut pemuasan fisik sedari
permulaan. Waspadalah buat yang masih senang pacaran. Sebab kontak fisik sering terjadi, sementara hal
itu dinilai sebagai maksiat karena belum terikat tali pernikahan. Betul?
Cinta merhatiin kelanjutan hubungan
Orang yang benar-benar mencinta memperhatikan perkembangan hubungan dengan kekasihnya (baca:
suami-istri atau calon suami dan calon istri). Dia bakal menghindari segala hal yang mungkin aja ngerusak
hubungan. Sebisa mungkin dia melakukan tindakan yang bisa memperkuat, mempertahankan, dan

memajukan hubungan.
But, orang yang sedang tergila-gila mungkin saja berusaha keras menyenangkan kekasih. Namun usaha itu
semata-mata dilakukan agar kekasih menerimanya, sehingga tercapailah kepuasan yang diincar. Orang
yang mencinta akan menyenangkan pasangan (yakni suami atau istri dan juga calon suami or calon istri)
untuk memperkuat hubungan. Sip deh!
Cinta berani melakukan hal menyakitkan
Selain berusaha menyenangkan kekasih (suami-istri atau calon suami dan calon istri), orang yang sungguhsungguh mencinta memiliki perhatian, keprihatinan, pengertian, dan keberanian untuk melakukan hal yang
tidak disukai kekasih demi kebaikan. Seperti seorang ibu yang berkata “tidak” saat anaknya minta
es krim, padahal sedang flu.
Begitu juga ketika kita berani menegur sahabat kita saat dia melakukan maksiat, meski risikonya harus
mendapat bencinya--dan itu menyakitkan, itulah cinta.
Semoga pengenalan beberapa hal tentang cinta ini bisa menjadi inspirasi kita untuk lebih bersih dalam
mencintai, yakni taat aturan Allah Swt. Berbahagialah karena kita memiliki cinta.[solihin:
sholihin@gmx.net

Dokumen yang terkait

PROSES PENCARIAN JATI DIRI SEORANG REMAJA (Analisis Semiotik pada Film Realita, Cinta dan Rock n Roll karya Upi)

3 48 2

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

Analisis Butir Soal Ujian Akhir Semester Ganjil Tema 4 (Sehat Itu Penting) Buku Tematik 2013 Kelas V SDN Sumbersari 1 Malang.

0 34 25

UNSUR KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DALAM FILM INDONESIA (Analisis Isi Pada Film “7 Hati 7 Cinta 7 Wanita” Karya Robby Ertanto)

1 72 50

Daya Tarik Isi Pesan Acara Program Rase Cinta Indonesia di Radio Rase 102,3 FM Bandung (Studi Deskriptif Tentang Daya Tarik Isi Pesan Acara Program Rase Cinta Indonesia Di Radio Rase 102,3 FM Bandung Dalam Meningkatkan Minat Dengar Khususnya di Kalangan K

0 57 205

Representasi Makna Wanita Korban Kekerasan Seksual Suami Dalam Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita (Analisis Semiotika Roland Barthes Mengenai Representasi Makna Wanita Korban Kekerasan Seksual Suami Dalam Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita)

2 12 1

Pengaruh Citra Merek Dan Iklan Menggunakan Selebriti Endorser Afgan Dan Cinta Laura Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Pada Motor Honda Beat Di PT. Sinar Rejeki Lembang

3 87 173

Semiotika Visual Logo IM3 Versi MU24H Itu IM3

0 46 69

Perancangan Poster Acara Majelis Ta'aruf Bersama Ustadz Cinta Di PT. Salamadani Pustaka Semesta

0 10 1

Belajar Bahasa Indonesia Itu Menyenangkan Kelas 4 Ismail Kusmayadi Nandang R Pamungkas A Supena 2009

0 26 116