Analisis Industri Tekstil dan Tekstil dan

Analisis Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) di
Indonesia Tahun 2008
Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia yang sempat dikhawatirkan mengalami
kehancuran ternyata justru membaik. Hal ini sangat didukung terutama dari peningkatan nilai
ekspor yang dicapai. Dalam beberapa tahun terakhir kinerja ekspor terus mencatatkan
pertumbuhan. Jika pada 2005 penjualan industri ini masih USD8,6 miliar, tahun berikutnya naik
menjadi USD9,4 miliar. Pada 2007 nilai ekspor meningkat lagi menjadi USD10,2 miliar.
Namun berbeda dengan pencapaian ekspor yang semakin gemilang, pangsa produk industri TPT
lokal di pasar domestik kian tergerus oleh produk impor ilegal. Pada tahun 2007, produk lokal
diperhitungkan hanya menguasai 22 persen dari pasar domestik, turun drastis dari 45 persen pada
tahun 2006. Padahal, pemasok garmen lokal mayoritas berskala kecil dan menengah (Kompas,
2008).
Data BI dan BPS yang diolah Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) juga menunjukkan adanya
peningkatan konsumsi produk garmen di pasar domestik hingga 20 persen dari 1,013 juta ton
pada tahun 2006 menjadi 1,220 juta ton pada tahun 2007. Sayangnya, peningkatan volume
konsumsi itu justru sebagian besar dimanfaatkan oleh produk impor.
Hal inilah yang sedang terjadi pada industri TPT di Indonesia. Disatu sisi cukup membahagiakan
dari sisi ekspor, namun cukup ironis, di pasar domestik sendiri. Industri TPT lokal kalah bersaing
dan terancam mati. Padahal industri ini telah memberikan lapangan pekerjaan yang luas bagi
banyak masyarakat Indonesia. Dari latar belakang inilah penulis merasa tertarik untuk
melakukan analisis terhadap industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia pada tahun

2008 ini.
Gambaran Umum Keadaan Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) di Indonesia Saat
Ini
Keberadaan industri TPT di Indonesia berada di ambang kehancuran karena banyak
permasalahan yang meliputinya. Ketidakmampuan dalam merestrukturisasi mesin produksi,
kalah bersaing dengan produk Cina, India, Taiwan, dan Vietnam, biaya produksi yang melonjak
tajam, permasalahan upah buruh, serta masih kurang terlalu dianggapnya sektor ini oleh
kalangan perbankan menjadikan sektor ini sempat dijuluki sunset industry.
Nyatanya, industri ini masih sanggup bertahan. Dibanding periode 2 tahun sebelumnya,
pencapaian 2007 relatif lebih baik. Amerika Serikat masih menjadi pangsa terbesar yang
menyerap hampir 41 persen dari total ekspor. Urutan berikutnya Uni Eropa dengan 16 persen,
lalu Jepang dan Uni Emirat Arab, masing-masing 7 dan 4 persen. Tahun 2005 penjualan industri
ini masih USD8,6 miliar, tahun 2006 naik menjadi USD9,4 miliar, dan 2007 nilai ekspor
meningkat menjadi USD10,2 miliar.

Data Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menunjukkan, 92,6 persen dari total produksi garmen
Indonesia diekspor. Industri TPT, termasuk garmen/pakaian, merupakan penyumbang devisa
non-migas terbesar, yakni 10,31 miliar dollar AS atau 2,4 persen dari produk domestik bruto.
Industri TPT juga merupakan industri yang paling banyak menyerap tenaga kerja di sektor manufaktur. Sekitar 1,8 juta pekerja diserap oleh industri TPT.
Namun kenyataan lain menunjukkan bahwa negara-negara saat ini lebih mementingkan untuk

melindungi pangsa pasar garmen dalam negerinya. Sehingga seperti kecolongan, pasar tekstil
domestik Indonesia mulai digerogoti oleh produk tekstil dan turunannya dari negara lain. Produk
luar itu umumnya berasal dari Cina, India, dan Taiwan. Mereka menyasar kelas menengah
bawah.
Pangsa pasar tekstil domestik mengalami penurunan drastis dari tahun 2006 sekitar 40 persen
hanya 22 persen di tahun 2007. produk lokal di pasar domestik turun 42,9 persen padahal
pertumbuhan konsumsi garmen di pasar domestik naik 20 persen menjadi 1,22 juta ton. Dari
nilai itu produsen lokal hanya menyumbang 270 ribu ton. 88 ribu ton berasal dari impor legal,
sedangkan 862 ribu ton (atau 70 persen) dari impor illegal. Jika produk impor legal harus
membayar bea masuk impor (15 persen), pajak penjualan impor (10 persen) dan pajak
penghasilan (2,5 persen), maka produk impor illegal tidak memenuhi kewajiban itu sehingga
menjadikan harga produk ini jauh lebih murah daripada produk lokal ataupun produk impor
legal. Impor ilegal menyebabkan tergerusnya pangsa pasar dan matinya pelaku industri garmen
kecil dan menengah yang hanya berorientasi ke pasar dalam negeri. Sebaliknya, industri TPT
berskala besar masih bisa bertahan dan tumbuh dengan orientasi ekspor.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah melakukan pengetatan pengawasan di pelabuhan-pelabuhan utama, seperti Tanjung Priok, Jakarta, dan Batam untuk mengatasi penyelundupan impor
produk industri tekstil dan produk tekstil (TPT) ilegal. Namun, titik masuk penyelundupan yang
tidak terawasi masih amat banyak. Untuk itu dirasa perlu melakukan safeguard (tindakan
pengamanan perdagangan), tindakan hukum terhadap penyelundup secara tegas, dan mengurangi
impor garmen ilegal dengan intensifikasi pajak di kalangan pedagang pakaian jadi melalui

ketentuan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) bagi para pedagang, sehingga masalah impor
produk TPT ini bisa diatasi.
Awal tahun 2008 ini, Amerika Serikat yang merupakan sumber impor kapas terbesar Indonesia
melakukan desakan karena mengganggap Indonesia melakukan non automatic import licensing
(pembatasan impor). Aturan impor TPT di Indonesia yang diberlakukan selama ini hanya dapat
dilakukan oleh Importir Produsen (IP) untuk melindungi produsen garmen lokal dari serbuan
produk luar. Karena dalam negeri sendiri, Indonesia belum siap mengatasi penyeludupan.
Bebasnya impor ditakutkan akan semakin memukul industri di dalam negeri.
Pemerintah dan kalangan industri TPT lokal sepakat memperlonggar aturan impor secara
bertahap, atas dua tahapan. Tahap I, produk TPT yang tidak terlalu mengganggu industri dalam
negeri dikeluarkan dari kewajiban menggunakan IP. Tahap kedua, pembebasan impor bagi
produk yang rata-rata impornya besar namun ada pengaruh terhadap produk hilir atau garmennya
(bahan baku produk garmen lokal). Tentu saja, pemerintah harus tetap memberlakukan
kewajiban verifikasi impor TPT agar tidak terjadi penyelewengan sesuai dengan aturan IP

(Importir Produsen), NPIK (Nomor Pengenal Importir Khusus), dan API (Angka Pengenal
Importir). Jika produk impor dibiarkan terlalu bebas masuk bisa jadi menyebabkan illegal
transshipment. Seiring penerapan tahap satu dan dua, industri TPT lokal harus diperkuat agar
mampu bersaing di pasar dalam negeri sendiri.
Analisis Ilmu Ekonomi Industri terhadap Keadaan Industri Tekstil dan Produk Tekstil

(TPT) di Indonesia Saat Ini
Kondisi industri TPT nasional cukup ironis. Disatu sisi nilai ekspor dari industri ini mampu
menyumbang pendapatan devisa non-migas terbesar, yakni USD10,31 miliar atau 2,4 persen dari
produk domestik bruto. Industri TPT juga merupakan industri yang paling banyak menyerap
tenaga kerja di sektor manufaktur. Sekitar 1,8 juta pekerja diserap oleh industri ini. Namun disisi
lain industri ini justru harus terpukul dalam pasar domestiknya. Melalui kajian Ekonomi Industri,
maka didapatkan analisis keadaan industri TPT di Indonesia sebagai berikut.
1. Persaingan Produk Lokal dengan Produk Impor
Produk impor telah memasuki pasar domestik dengan varian produk garmen yang cukup luas,
mulai busana umum, hingga busana khusus sekalipun seperti busana muslim. Juga tas, sepatu,
sandal, ikat pinggang dan sejenisnya. Juga perlengkapan seperti kaos kaki dan pakaian dalam,
bahkan ini mendekati 90% barang impor. Kualitas produk impor juga memadai, dissuaikan
dengan harganya. Namun kuantitasnya cenderung terbatas. Hal ini justru menjadi peluang dari
aspek marketing bahwa pelanggan bisa tampil beda (Rosihan, 2007).
Terlepas dari produk impor itu masuk melalui jalur legal ataupun ilegal, dalam perdagangan
produk impor tidak dikenal istilah hutang karena semua transaksi harus dilakukan secara tunai
(cash). Mengingat daya beli yang rendah sistem pembayaran cash ini akan cukup memberatkan.
Namun kenyataannya tidak demikian, karena produk impor selama ini memiliki kualitas yang
memadai, kuantitas yang terbatas, dengan mode yang yang mengikuti perkembangan, selain itu
juga memiliki harga yang dipatok cukup rendah sehingga akan lebih mudah terjangkau.

Satu hal yang pasti bahwa produk impor sangat rentan dengan kenaikan harga migas karena akan
meningkatkan nilai biaya transportasi dan bea masuk. Hal ini sangat berkemungkinan membuat
produk impor, terutama yang melalui jalur legal menjadi lebih mahal.
2. Turunnya Pangsa Pasar Produk Lokal dan Melonjaknya Impor Ilegal dalam Pasar
Domestik
Seperti yang diketahui, setiap produk impor yang masuk secara legal dikenakan bea masuk dan
pajak dengan perincian bea masuk impor sebesar 15%, pajak penjualan impor sebesar 10% dan
pajak penghasilan sebesar 2,5%. Nilai pajak ini dapat disyaratkan pada tiap pengusaha ataupun
pedagang produk impor melalui kepemilikan nomor pokok wajib pajak (NPWP). Namun
kenyataanya, masih sangat banyak penyalur produk industri TPT impor yang tidak memiliki
NPWP. Sehingga sulit untuk mengidentifikasi nilai bea masuk dan pajak yang seharusnya
diterima oleh pemerintah.

Produk-produk impor yang lolos dari bea masuk dan pajak bisa dikategorikan sebagai produk
impor ilegal. Selain tidak bisa dikendalikan kuantitas impornya, produk impor ilegal akan
menjadi jauh lebih murah daripada produk impor yang legal bahkan produk lokal sekalipun. Hal
ini juga menjadi penyumbang keunggulan riil pada produk impor ilegal. Berikut adalah data
pangsa pasar tekstil domestik di tahun 2006 dan 2007.
Tabel 1: Pangsa Pasar Tekstil Domestik
(dalam satuan ribuan ton)


Tahun
No

Produsen
2006

1.

Lokal
406,4

2.

3.

2007

40%


270

22,13%

88

7,21%

862

70,66%

1220

100%

Impor (legal)

Impor (Ilegal)


Total

609,6

1016

60%

100%

Sumber: Diolah dari data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI)
Terlepas dari berapa nilai impor yang melalui jalur ilegal, dari data pangsa pasar tekstil domestik,
dapat diketahui bahwa nilai impor ilegal semakin meningkat dengan nilai yang sangat tinggi
mencapai 70,66% di tahun 2007. Tentunya hal ini sangat merugikan bagi negara dan juga bagi
produsen industri TPT lokal.
3. Pelaku Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Lokal adalah Produsen Kecil dan
Menengah
Penurunan pangsa pasar produk lokal di pasar domestik selain dikarenakan keunggulan yang
dimiliki produk impor (legal dan ilegal) juga dimungkinkan karena pelaku industri TPT dalam
negeri yang merupakan produsen kelas kecil dan menengah. Produsen kelas kecil dan menengah

tentu saja masih kurang bisa bertahan untuk terus-terusan bersaing, terutama bersaing dalam hal
harga dan bentuk persaingan tidak sehat lainnya.

Selama ini perusahaan garmen berskala besar dapat tetap bertahan dan tumbuh dengan orientasi
ekspor. Sedangkan pelaku industri garmen kecil dan menengah hanya berorientasi ke pangsa
pasar dalam negeri saja. Masalah yang timbul dari produsen industri TPT dalam negeri adalah
dari ketidakmampuannya dalam merestrukturisasi mesin produksi, biaya produksi yang melonjak
tajam akibat kenaikan bahan bakar, permasalahan upah buruh yang tidak lagi layak karena
menesuaikan kondisi perekonomian, dan masih kurangnya dukungan permodalan pada sektor ini.
Tentunya permasalahan bertambah akibat dari kalah saing antara produk lokal dengan produk
impor. Sederet permasalahan itu membuat produk lokal kurang berdaya dibanding produk impor
yang memang masuk ke pasar domestik Indonesia dengan tujuan utama adalah meraih pasar
menengah kebawah.
4. Tingkat Persaingan yang Mengarah pada Persaingan Tidak Sehat
Hadirnya desakan dari barang-barang impor yang dapat menguasai pangsa pasar dengan sangat
cepat semakin memperbanyak jumlah produsen lokal yang menutup usahanya. Semakin
sedikitnya jumlah produsen juga membuat semakin membanjirnya produk impor yang itu-itu
saja, sehingga terjadi homogenitas jenis barang yang semakin seragam.
Semakin hari, hal ini semakin memicu persaingan yang makin kurang sehat. Persaingan makin
dikendalikan oleh persaingan harga, bukan lagi keunikan produk. Bahkan untuk produk branded

yang didistribusikan langsung, sudah tidak ada lagi istilah persaingan antar peritel. Peritel yang
sukses menjual produk branded dengan harga bandrol adalah peritel yang mampu menyediakan
stok yang memadai, dan ini kaitannya dengan kekuatan modal (Rosihan, 2007). Padahal disisi
lain kebanyakan masyarakat sebagai konsumen di industri TPT ini cenderung berminat pada
produk-produk yang sebatas mengikuti mode yang sedang in, atau yang kadang disebut dengan
mode pasaran. Ini jugalah yang mempersubur selera terhadap produk impor.
5. Pragmatise Pelaku Pasar
Jika berbicara permintaan konsumen, tentunya akan sangat berkaitan dengan pelaku pasar dalam
hal ini adalah peritel. Karena, melalui peritel produk dipertemukan dengan konsumen. Kalangan
peritel bawah cenderung pragmatis dalam menyikapi perkembangan industri TPT nasional.
Peritel bawah tidak sampai memikirkan berbagai kendala dalam industri TPT, yang terjadi adalah
hanya mengetahui jenis produk yang ada dan dibutuhkan oleh pasar, seberapa bisa dijual, apa
yang sedang menjadi tren saat ini, rentang harganya, dan yang paling penting adalah berapa
kapasitas yang bisa dijual.
Peritel medapatkan penghasilannya dari perputaran barang dan selisih harga. Sehingga, secara
langsung peritel tidak memiliki kepentingan terhadap industri TPT di hulu. Karenanya, peritel
juga sudah tidak mungkin diharapkan mempunyai keberpihakan kepada industri TPT nasional.
Ini adalah pola hubungan industri hulu dan hilir yang memang sudah berubah sejak pasca krisis
moneter 1997 (Rosihan, 2007). Pasca krisis moneter, peritel bawah sudah diharuskan mengikuti
aturan baru mata rantai perdagangan yaitu pemberlakuan transaksi pembayaran tunai (cash)

secara keras.

Dalam posisi ini, peritel cenderung tidak lagi mempunyai komitmen dagang yang berantai.
Peritel makin pragmatis dalam memilih produsen/supplier. Peritel hanya masih berpihak ke
pelanggan. Mana yang kira-kira dicari pelanggan dan butuhkan, itulah yang dicari peritel, dan
peritel bebas akan mencari produk dimana saja. Sudah tidak peduli lagi itu produk lokal atau
impor, legal atau ilegal, yang penting akan laku dipasaran.
Pemecahan Permasalahan Keadaan Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) di Indonesia
Dari hasil analisis didapatkan beberapa permasalahan yang terjadi pada Industri TPT di
Indonesia. Permasalahan utamanya adalah produsen lokal yang merupakan produsen industri
TPT kecil dan menengah harus bersaing dengan produk impor yang memiliki beberapa
keunggulan. Masalah yang juga cukup penting adalah semakin meningkatnya produk impor
ilegal secara ekstrim yang dapat mematikan pangsa pasar produk lokal di pasar domestik.
Terkait hal ini, dapat diperoleh pemecahan permasalahannya sebagai berikut.
1. Perbaikan pada Produksi Industri TPT Lokal
Subjek permasalahan dalam hal ini adalah produsen industri TPT lokal menghadapi persaingan
dengan produk-produk impor (baik yang legal maupun ilegal). Tentunya, untuk mengatasi
masalah ini perlu dilakukan perbaikan terlebih dahulu pada industri TPT lokal sendiri.
Selama ini, produsen sektor industri TPT lokal menghadapi beberapa kendala yang menurunkan
daya saing mereka dalam pasar tekstil domestik. Kendala-kendala yang dihadapi adalah dalam
merestrukturisasi mesin produksi, peningkatan biaya produksi akibat kenaikan bahan bakar,
kelayakan pada upah buruh, dan masih kurangnya dukungan permodalan dari perbankan pada
sektor ini. Oleh karenanya, hal-hal yang perlu ditempuh industri TPT lokal adalah sebagai
berikut.
a. Peningkatan efisiensi
Secara sederhana, pengertian efisiensi adalah menghasilkan suatu nilai output yang maksimum
dengan menggunakan sejumlah input tertentu. Baik secara kuantitas fisik maupun niai ekonomis
(harga) (Jaya, 2001). Seperti yang terdapat dalam konsep efisiensi, ada dua cara yang bisa
ditempuh untuk mewujudkan produksi yang efisien, yaitu.
1. Efisiensi internal, yaitu melalui pengelolaan yang baik dalam perusahaan. Penerapan
manajemen yang baik dalam memacu kinerja, produktivitas kerja, restrukturisasi mesin
produksi, serta penghematan biaya produksi terutama bahan bakar adalah hal yang
penting agar tingkat produksi yang lebih efisien tercapai. Namun pelaksanaan efisiensi
internal haruslah stabil dan berkelanjutan. Tidak mengendur ketika tekanan berkurang
ataupun ketika perusahaan mulai mendapatkan hasil yang diinginan. Hal ini penting agar
perusahaan tidak justru terkena inefisiensi-X, yang merupakan kondisi biaya produksi
yang terjadi lebih besar dari biaya minimum yang seharusnya masih mungkin dapat
dicapai perusahaan.

2. Alokasi Efisien, yaitu dengan menentukan kondisi ekuilibrium secara umum. Sehingga
dapat dicapai keuntungan maksimal tanpa membuat harga melonjak naik, karena telah
dilakukan efisiensi dalam produksi. Dari sini, pemberian upah pegawai akan bisa lebih
terbantu. Tentunya dengan adanya didukungkan dari manajemen ketenagakerjaan yang
baik pula.
b. Sistem distribusi yang lebih baik
Tidak dapat dipungkiri, salah satu permasalahan yang juga terjadi adalah pragmatisme pelaku
pasar domestik terhadap industri TPT lokal. Salah satunya yang menyebabkannya adalah
menyangkut sistem transaksi yang bersifat cash ketat, sehingga menyulitkan para peritel yang
notabene memiliki daya beli yang rendah.
Seperti yang diketahui, sistem cash ketat terjadi setelah merebaknya krisis ekonomi di tahun
1997. Sistem ini bisa jadi dilakukan oleh produsen industri TPT lokal sebagai langkah untuk
menghindari ketidakpastian, bahkan kerugian. Namun, pada akhirnya justru berdampak negatif.
Untuk itu perlu dilakukan penguatan dari sisi pendistribusian disertai dengan peringanan sistem
pembayaran. Sehingga dalam jangka panjang akan terjadi hubungan yang erat antara industri
(hulu) dan penyalur (hilir). Sinergi inilah yang memungkinkan bagi industri TPT lokal untuk
tetap bertahan di dalam pasar domestik.
c. Sistem pendekatan pada konsumen dengan lebih baik
Seperti yang telah diuraikan bahwa konsumen pada industri TPT cenderung memilih untuk
mengikuti tren dan mode yang sedang in. Oleh karenanya update mode produk juga menjadi
pertimbangan penting dalam hal ini. Hal yang bisa ditempuh oleh produsen industri TPT lokal
adalah melalui pendekatan produksi yang berdasarkan pada selera konsumen ataupun
diversivikasi produk untuk memperoleh pangsa pasar yang lebih luas. Selain itu, pendekatan dan
jalinan yang baik pada media akan sangat membantu. Karena, pasar semacam ini sangat
dipengaruhi oleh pencitraan produk pada media.
Pragmatisme tidak lagi membuat peritel peduli asal produk yang dihasilkan, lokal, impor, legal,
ataupun ilegal. Kalau pelanggan tahu suatu produk dari media (misal TV), maka tidak heran
peritel pun berburu produk-produk tersebut. Ini menjadikan produsen pun harus mulai akrab
dengan media. (Rosihan, 2007)
2. Penanggulangan Produk Impor Ilegal
Tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran produk impor ilegal sangat merugikan negara dan
industri TPT lokal. Selain karena tidak memberikan kewajiban pajak pada negara, impor ilegal
juga mematikan pasaran produk industri TPT lokal.
Produk impor ilegal memiliki kualitas yang cukup memadai dan harganya jauh lebih murah
daripada produk impor legal ataupun produk lokal. Tentunya, kehadiran produk ini sangat ampuh
dalam mematikan industri TPT lokal. Apalagi dari data BPS dan BI diketahui bahwa

penguasaannya terhadap pangsa pasar melonjak drastis hingga 70% di tahun 2007. Maka dari itu,
perlu dilakukan langkah-langkah penanggulangan produk impor ilegal dengan cara-cara berikut.
a. Pengetatan pengawasan impor
Produk-produk industri TPT impor ilegal masuk melalui pelabuhan-pelabuhan tanpa terjaring
oleh bea masuk. Sedangkan di Indonesia sendiri ada ratusan pelabuhan, dan banyak diantaranya
bukan merupakan pelabuhan resmi. Tentunya, hal ini perlu menjadi pertimbangan khusus bagi
pemerintah agar masalah impor ilegal bisa ditekan. Dengan pengawasan yang lebih ketat pada
impor dan penerimaan produk ke dalam negeri, tentunya impor ilegal akan lebih dapat dikurangi.
b. Pelaksanaan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi semua pelaku usaha
Banyak pelaku usaha terutama para pelaku pasar yang tidak memiliki NPWP. Padahal setiap
pemilik NPWP wajib melaporkan aliran arus kasnya sehingga dapat diketahui mengenai
keberadaan penyaluran produk, termasuk produk ilegal. Secara otomatis, pemilik NPWP
berkewajiban menunaikan pajak atas barang-barang impor. Dari sini, maka harga jual produk
impor dapat dikendalikan dan tidak sampai mematikan pasaran produk TPT lokal. Keberadaan
produk impor ilegal pun dapat ditekan seminim mungkin, meskipun cukup sulit untuk 100%
menghilangkannya.
c. Pengenaan sanksi tegas terhadap pelaku penyelundupan
Impor ilegal merupakan tidakan kejahatan yang berada dalam kategori penyelundupan. Tentunya
perlu dilakukan tindakan hukum bagi pelakunya. Tindakan hukum yang tegas beserta pengenaan
sanksi tentunya akan cukup membantu dalam penanganan masalah impor ilegal ini. Sehingga,
diharapkan dalam jangka kedepan baik negara ataupun pelaku industri TPT lokal tidak akan
terus-menerus dirugikan dengan keberadaan impor ilegal.
3. Peranan Pemerintah dalam Melindungi Industri TPT Lokal
Pemerintah memiliki peranan yang sangat penting dalam melindungi keberadaan industri TPT
lokal. Melalui beberapa aturan dan kebijakan yang merupakan otoritas pemerintah, maka industri
TPT lokal dapat dilindungi dan dapat lebih terjamin keberadaannya. Beberapa hal yang dapat
ditempuh oleh pemerintah dalam melindungi industri TPT lokal adalah sebagai berikut.
a. Penguatan industri TPT lokal.
Penguatan industri TPT lokal bukan hanya ditangani oleh perusahaan terkait, namun juga perlu
dukungan dari pemerintah. Bentuk dukungan pemerintah dapat berupa.
1. Pemberian tax holiday. Tax holiday adalah bentuk pembebasan pajak yang diberikan
pemerintah terhadap industri-industri (dalam hal ini TPT) lokal, hingga dirasa mampu
untuk berdiri sendiri. Biasanya tax-holiday ini diberlakukan hingga perusahaan mencapai
angka BEP (break event point)nya.

2. Penetapan bea masuk yang sesuai bagi produk impor industri TPT sehingga tidak
mengganggu industri TPT lokal.
3. Pemberian bantuan modal bagi industri TPT lokal dalam pengembangan usahanya dirasa
perlu mengingat industri ini seringkali sulit dalam mendapatkan permodalan dari
perbankan.
4. Penetapan regulasi dan ketentuan lain yang memudahkan bagi industri TPT lokal akan
sangat membantu dalam menguatkan industri TPT lokal.
b. Perbaikan sistem impor
Seperti yang telah disepakati oleh pemerintah dan kalangan industri TPT lokal, impor terhadap
produk TPT yang tidak terlalu mengganggu industri dalam negeri dikeluarkan dari kewajiban
menggunakan IP (Importir Produsen). Selain itu juga dapat dilakukan pembebasan impor bagi
produk yang rata-rata impornya besar namun ada pengaruh terhadap produk hilir atau garmennya
(bahan baku produk garmen lokal).
Dalam hal ini, pemerintah harus tetap memberlakukan kewajiban verifikasi impor TPT agar tidak
terjadi penyelewengan sesuai dengan aturan IP (Importir Produsen), NPIK (Nomor Pengenal
Importir Khusus), dan API (Angka Pengenal Importir). Hal ini juga sekaligus menjadi langkah
dalam menaggulangi impor-impor ilegal.
\http://notestalk.wordpress.com/2009/10/20/analisis-industri-tekstil-dan-produk-tekstil-tpt-diindonesia-tahun-2008/

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65