SUKA BERSAMA TETAPI SULIT BEKERJA SAMA

Seminar Nasional Kewirausahaan
& Inovasi Bisnis VI
Universitas Tarumanagara, Jakarta

SUKA BERSAMA TETAPI SULIT BEKERJA SAMA
(STUDI KASUS MOTIVASI DAN PENGEMBANGAN USAHA PADA
WIRAUSAHA PERANTAU MINANGKABAU DI YOGYAKARTA)
Ilham Setiawan, Trias Setiawati
Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta
Email: ilhamfernando93@gmail.com
Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta
Email: triassetiawati@gmail.com

ABSTRAK:
Penelitian ini berjudul “Suka Bersama tetapi Sulit Bekerjasama” Studi Kasus Motivasi dan
Pengembangan Usaha pada Wirausaha Perantau Minangkabau di Yogyakarta. Tujuan penelitian ini adalah
memberikan gambaran latar belakang, gambaran motivasi, gambaran proses pengembangan usaha,
gambaran keberhasilan usaha, gambaran hambatan dan tantangan yang dihadapi, dan gambaran peran
Ikatan Keluarga Besar Minangkabau Yogyakarta (IKBMY) terhadap Orang Minang dan Ranah Minang.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Metode pengumpulan data
adalah wawancara dan dokumentsi. Narasumber dalam penelitian ini adalah Gusremon, Alfen Subrata

dan Riko Afrianto merupakan perantau Minang yang terjun ke dunia wirausaha. Untuk mengetahui
keabsahan data digunakan uji kredibilitas dan uji transferability. Metode pengujian data menggunakan
triangulasi sedangkan metode analisis data menggunakan reduksi data, penyajian data, dan conclusion
drawing/verification.
Penelitian ini menemukan bahwa latar belakang kehidupan para wirausaha berbeda-beda, alasan perantau
Minang untuk meninggalkan kampung halamannya adalah faktor ekonomi dan ingin menuntut ilmu.
Terdapat dua macam motivasi yang mendorong perantau Minang untuk terjun ke dunia wirausaha, yakni
karena alasan finansial dan pengaruh lingkungan. Selain itu, terdapat motivasi pendukung seperti ingin
melakukan sesuatu tanpa ada intervensi dari orang lain, melihat peluang usaha, tidak suka diatur orang
lain, ingin jauh dari akhlakul madhmumah, serta menyalurkan jiwa sosial. Pengembangan usaha yang
dilakukan adalah dari segi produksi, jaringan kerjasama, pemasaran dan pelayanan. Keberhasilan usaha
yang diraih oleh perantau Minang yang berwirausaha yakni investasi dan asset, pengalaman berpindah
segmen dan pengalaman jatuh bangunnya usaha. Masalah yang muncul yakni persaingan dengan
kompetitor, pemahaman akan teknologi dan kesulitan dalam pengelolaan manajemen. Adapun
tantangannya berupa fluktuasi untung dan rugi, percepatan proses produksi dan juga berkaitan dengan
hutang. Peran IKBMY bagi perantau Minang yang berwirausaha hanya sebatas menjalin tali silaturahmi,
sharing dan berbagi informasi. Sedangkan peran IKBMY untuk ranah Minang seperti mempertahankan
kearifan dan kebudayaan Minangkabau di rantau serta ikut berkontribusi dalam memberikan bantuan jika
terjadi bencana.
Kata kunci: Perantau Minangkabau, Wirausaha, Motivasi, Pengembangan usaha, Keberhasilan Usaha.


ABSTRACT:
This research title was“Love Being Together but Do not Love to do Cooperation” (A Case study on
Motivation and Business Development of Minang’s Entrepreneur in Yogyakarta). The research aims were
to give the entrepreneur’s background description, the motivation description, the business development
description, the overview of success business achevement, the problems and challenges pictures that
faced and the Minang People Association’s role description towards Minang people and Minang
hometown. This research was qualitative with case study approach. The collection data used interview
and documentation. Key informants were Gusremon, Alfren Subrata, and Riko Afrianto who are Minang
peoples that plunge into the entrepreneur’s world. The data validity test used credibility and
transferability test. Data testing method used triangulation. Data analysis used data reduction, serving
data, and conclusion drawing/verification.

1

Seminar Nasional Kewirausahaan
& Inovasi Bisnis VI
Universitas Tarumanagara, Jakarta

This research found that the entrepreneur’s background were variative. The reason why Minang people

leave their hometown were caused by economic factors and want to study in Yogyakarta. The two
motivation types that dominate and push were financial reasons and environmental influences. The
additional motivation were want to do something without others intervention, looking for business
opportunities, do not want to be ruled by others, want to avoid bad behavior and also delivering social
life. Their business development were production, teamwork relationship, marketing and service. The
successful business achievement were not only infestations and asset but also changing segment
experience and business failure. The problem emerged were competition problems with competitor,
technological skill and difficulties in business management. The challenges were profit and loss
fluctuation, process production time and its related to debt. Role of IKBMY for Minang peoples were
communicate one another, sharing and giving information. The IKBMY role for Minang land was to keep
the Minang culture and wisdom in outside home town, and they can contribute for giving help.
Keywords: Minang people, entrepreneurship, motivation, business development, business success

PENDAHULUAN
Manusia dalam kelangsungan hidupnya memerlukan berbagai aktifitas yang harus
dilakukan, salah satunya adalah bekerja dan berwirausaha salah satu pilihan dalam
bekerja. Menurut Hisrich-Peters (dalam Suryana dan Bayu, 2010), kewirausahaan
diartikan sebagai proses menciptakan sesuatu yang lain dengan menggunakan waktu
dan kegiatan disertai modal dan resiko serta menerima balas jasa dan kepuasan serta
kebebasan pribadi.

Indonesia memiliki beranekaragam suku bangsa dengan berbagai adat dan
budayanya yang unik. Menurut Melalatoa (dalam Dewi dan Erwansyah, 2007) jumlah
suku bangsa Indonesia mencapai kurang lebih 500 etnis. Dari sekian banyak suku, suku
Minangkabau adalah salah satunya yang dikenal khas menganut sistem kekeluargaan
matrilineal. Kekhasan lainya yang dimiliki oleh masyarakat Minangkabau adalah tradisi
merantau. Navis (dalam Septian,nd) mengatakan bahwa setiap orang, terutama anak
muda akan senantiasa didorong dan ditarik agar pergi merantau oleh kaum kerabatnya
dengan berbagai cara. Falsafah matrilineal Minangkabau mendorong anak muda agar
kuat mencari harta kekayaan guna memperkukuh atau meningkatkan martabat kaum
kekerabat agar setaraf dengan orang lain. Pada tahun 2015 jumlah penduduk
Minangkabau di Daerah Istimewa Yogyakarta mencapai 10.000 orang atau sekitar 350
kepala keluarga (Widiyanto, 2015).
Jumlah pengusaha yang ada di Indonesia bisa dikatakan kurang dari teori ekonomi
yang disepakati di seluruh dunia. McClelland mengemukakan bahwa suatu negara bisa
menjadi makmur bila ada entrepreneur sedikitnya dua persen dari jumlah penduduk.
Menurut Menteri Koperasi dan UKM Puspayoga (dalam Sasongko, 2015) jumlah
pengusaha di Indonesia hanya sekitar 1,65 persen dari jumlah penduduk saat ini, jika
jumlah pengusaha bisa bertambah maka akan turut mendongkrak ekonomi negara,
bertambahnya lapangan pekerjaan, dan akhirnya meningkatkan kualitas kesejahteraan
masyarakat.

Motivasi atau dorongan dari diri sendiri maupun orang lain dapat mempengaruhi
keputusan seseorang untuk berwirausaha. Ini dibuktikan dalam penelitian mengenai
Motivasi Berwirausaha Pada Etnis Tionghoa yang ditulis oleh Yulianti (2010). Dari
hasil penelitiannya didapatkan data bahwa faktor-faktor yang menjadi penyebab
timbulnya motivasi berwirausaha yaitu karena faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal seperti kebutuhan fisiologis, contohnya kebutuhan sandang, pangan dan
2

Seminar Nasional Kewirausahaan
& Inovasi Bisnis VI
Universitas Tarumanagara, Jakarta

papan. Faktor eksternal juga yang manjadi penyebab timbulnya motivasi berwirausaha
contohnya seperti dorongan dari orang lain. Untuk mengembangkan usaha perlu
dilakukan pengembangan keterampilan yang dimiliki. Hal ini dibuktikan dalam
penelitian yang dilakukan oleh Ratnawati (2011) dengan judul Peran Pemberdayaan
Perempuan Miskin Pedesaan Melalui Pengembangan Kewirausahaan. Ada dua faktor
yang mempengaruhi keberhasilan usaha, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Hal
ini dibuktikan dalam penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2013) dengan judul
Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Wirausaha.

Ikatan Keluarga Besar Minangkabau Yogyakarta (IKBMY) merupakan salah satu
ikatan kekeluargaan yang berada di Yogyakarta. Sekretariat IKBMY berada di Jalan
Pramuka no. 27 Candran, Sidoarum, Godean KM 6 Yogyakarta. Kedudukan IKBMY
adalah sebagai organisasi sosial yang bersifat kekeluargaan, berasaskan Islam dan
Pancasila dan UUD 1945. Schermerhorn (dalam Tilaar, 2007) mengatakan bahwa suatu
kelompok etnis adalah suatu masyarakat kolektif yang mempunyai atau digambarkan
memiliki kesatuan nenek moyang, mempunyai pengalaman sejarah yang sama di masa
lalu, serta mempunyai fokus budaya di dalam satu atau beberapa elemen-elemen
simbolik yang menyatakan akan keanggotaannya, seperti pola-pola keluarga, ciri-ciri
fisik, aliansi agama dan kepercayaan, bentuk-bentuk dialek atau bahasa, afiliasi
kesukuan, nasionalitas, atau kombinasi dari sifat-sifat tersebut yang pada dasarnya
terdapat ikatan antar anggotanya sebagai suatu kelompok
Banyak orang minang dan perantau minang yang berkecimpung didalam dunia
wirausaha, dengan memiliki karakteristik yaitu motivasi yang positif dan tinggi dalam
berwirausaha. Tujuan penelitian ini adalah 1) untuk memberikan gambaran latar
belakang dari narasumber, 2) untuk memberikan gambaran motivasi perantau Minang di
Yogyakarta dalam berwirausaha, 3) untuk memberikan gambaran proses pengembangan
usaha perantau Minang di Yogyakarta, 4) untuk memberikan gambaran keberhasilan
usaha yang telah dicapai, 5) untuk memberikan gambaran hambatan dan tantangan yang
dihadapi oleh perantau Minang yang berwirausaha di Yogyakarta, 6) untuk memberikan

gambaran peran IKBMY terhadap Orang Minang dan Ranah Minang.
TINJAUAN LITERATUR
Penelitian Terdahulu
Faktor internal dan eksternal dapat mempengaruhi keputusan seseorang untuk
berwirausaha. Ini dibuktikan dalam penelitian mengenai Motivasi Berwirausaha pada
Etnis Tionghoa yang ditulis oleh Yulianti (2010). Faktor internal seperti kebutuhan
Fisiologis, yang dimana subjek dengan berwirausaha dapat mencukupi kebutuhan
sandang, pangan dan papan untuk diri subjek. Faktor eksternal juga yang manjadi
penyebab timbulnya motivasi berwirausaha pada wirausaha etnis Tionghoa seperti
dorongan dari orang lain, dengan berwirausaha subjek mendapatkan dorongan dari
orang tua subjek dan orang-orang yang berada disekitar subjek. Persamaan dengan
penelitian yang penulis lakukan adalah memiliki variabel yang sama yaitu motivasi dan
menggunakan teori yang sama yaitu teori hierarki kebutuhan. Perbedaannya terletak
pada lokasi penelitian dan narasumber penelitian.
Penelitian selanjutnya, dilakukan oleh Setiawati dan Paramitha (2010) dengan
judul Motivasi Ibu Rumah Tangga dalam Berwirausaha (Studi Kasus Wirausaha
3

Seminar Nasional Kewirausahaan
& Inovasi Bisnis VI

Universitas Tarumanagara, Jakarta

Handicraft di Yogyakarta). Hasil dari penelitian tersebut adalah motivasi awal yang
muncul pada diri seorang ibu rumah tangga untuk menjadi seorang pengusaha
perempuan adalah keuangan keluarga. Motivasi lainnya adalah adanya latar belakang
keluarga yang bergerak di bidang yang sama, adanya kegemaran pribadi dalam bidang
kerajinan dan kondisi pasar yang mendukung kegiatan usaha. Penelitian di atas
memiliki topik yang sama dengan penelitian yang dilakukan, yaitu motivasi
berwirausaha dan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi
kasus, perbedaannya terletak pada narasumber penelitian.
Berbagai faktor mendorong sesorang untuk berwirausaha. Faktor religiuspun
dapat mendorong orang untuk berwirausaha. Ini dibuktikan dalam penelitian yang
berjudul Entrepreneurial Motivation in Pondok Pesantren yang ditulis oleh Siswanto,
Armanu, Setiawan, dan Nimran (2013) memberikan hasil penelitian berikut ini,
motivasi wirausaha para santri di Pondok Pesantren Sidogiri, Jawa Timur terdiri dari
lingkungan eksternal dan lingkungan internal. Motivasi dari lingkungan eksternal
adalah keprihatinan para santri akan riba untuk mengembangkan suatu bisnis dan
wirausaha. Motivasi lingkungan internal adalah ingin menyediakan apa yang
dibutuhkan para santri dan masyarakat, ingin mengkonsumsi dari sumber yang halal dan
keinginan untuk membangun sistem pendidikan berbasis karakter. Penelitian ini

memiliki persamaan dengan penelitian yang penulis lakukan yakni topik mengenai
motivasi berwirausaha meski narasumber yang digunakan bukan lagi santri.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Ratnawati (2011) dengan judul Peran
Pemberdayaan Perempuan Miskin Pedesaan Melalui Pengembangan Kewirausahaan.
Hasil dari penelitian ini yaitu untuk mengembangkan usaha perlu dilakukan
pengembangan keterampilan yang dimiliki. Persamaannya dengan penelitian ini terletak
pada variabel atau topik yang sama yaitu kewirausahaan dan pengembangan usaha.
Perbedaannya terletak pada narasumber yang diteliti dan lokasi penelitian.
Karakterisitik wirausaha atau pengusaha sukses sangat sulit dipahami termasuk
pengusaha etnis Bugis di Sulawesi Selatan. Penelitian berjudul Faktor Determinan
Keberhasilan Pedagang Etnis Bugis Dalam Mengembangkan Bisnis yang ditulis oleh
Munizu (2010) Hasil dari penelitian tersebut adalah Faktor determinan keberhasilan
pengusaha etnis Bugis dalam memulai dan mempertahankan bisnisnya terdiri atas lima
topik/tema utama yakni: (1) keluarga dan pengaruhnya, (2) otonomi, (3) keterlibatan
secara aktif dalam menjalankan bisnis dan memiliki tujuan, (4) ketahanan, ketekunan,
dan optimisme, dan (5) pengorbanan pribadi. Persamaannya terletak pada variabel atau
topik yang hampir mendekati yaitu faktor determinan atau motivasi dan kewirausahaan.
Dan perbedaannya dengan yang akan peneliti teliti terletak pada narasumber yang akan
diteliti dan lokasi penelitiannya.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Handayani (2013) dengan judul FaktorFaktor Penentu Keberhasilan Wirausaha. Hasil dari Penelitian ini adalah terdapat dua

faktor yang menentukan keberhasilan wirausaha yaitu faktor internal dan eksternal.
Faktor internal terdiri dari motivasi yang timbul dari dalam diri pelaku usaha,
pengalaman dan pendidikan yang dimiliki wirausaha serta kepribadian wirausaha
tersebut. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari dua faktor yaitu faktor lingkungan
keluarga dan faktor lingkungan kerja. Sedangkan faktor yang menentukan keberhasilan
wirausaha tersebut dipengaruhi oleh dua kriteria yaitu aspek dan karakteristik
wirausaha. Aspek dan karakteristik wirausaha tersebut juga mempengaruhi individu
4

Seminar Nasional Kewirausahaan
& Inovasi Bisnis VI
Universitas Tarumanagara, Jakarta

dalam pemilihan jenis usahanya. Adapun profil seorang wirausaha yang sukses
dipengaruhi oleh pemilihan jenis usaha yang individu tersebut. Persamaannya dengan
penelitian ini terletak pada salah satu variabel atau topik yang sama yaitu kberhasilan
wirausaha. Perbedaannya terletak pada narasumber yang diteliti dan lokasi penelitian.
Secara umum, penelitian terdahulu dengan penelitian ini memiliki persamaan
variabel yang digunakan namun terdapat dalam berbagai bidang dan berbagai
narasumber. Berdasarkan penelitian terdahulu, posisi penelitian ini adalah untuk

memberi gambaran mengetahui latar belakang dan alasan perantau Minang
meninggalkan kampung halamannya, motivasi perantau etnis Minang dalam
berwirausaha, pengembangan usaha oleh perantau Minang, keberhasilan usaha yang
dicapai dan bagaimana peran IKBMY bagi perantau Minang yang berwirausaha dan
peran IKBMY terhadap ranah Minang. Penelitian ini berorientasi pada proses yang
dihadapi oleh masing-masing narasumber karena penelitian ini bersifat kualitatif.
Landasan Teori
Manajemen Sumber Daya Manusia. Manajemen Sumber Daya Manusia adalah proses
perencanaan, pengorganisasian, pemimpinan, dan pengendalian upaya anggota
organisasi serta proses penggunaan sumber daya organisasi untuk tercapainya tujuan
organisasi yang telah ditetapkan (Stoner dan Freeman, 2003). Menurut Flippo (dalam
Handoko, 2012) manajemen personalia adalah perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, dan pengawasan kegiatan-kegiatan pengadaan, pengembangan, pemberian
kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan pelepasan sumber daya manusia agar
tercapai berbagai tujuan individu, organisasi dan masyarakat. Menurut Dessler (2006)
Manajemen Sumber Daya Manusia adalah adalah proses memperoleh, melatih, menilai
dan memberikan kompensasi kepada karyawan, memerhatikan hubungan kerja mereka,
kesehatan, keamanan, dan masalah keadilan.
Peran Hard Approach dan Soft Approach. Menurut (Alwi, 2001) dalam
pengembangan MSDM dibagi menjadi dua pendekatan, yaitu pendekatan hard
approach dan soft approach. Dalam proses pembentukan sumber daya manusia yang
unggul melalui pendekatan keras (hard approach), ada tiga faktor yang secara
signifikan saling terkait dan crucial sifatnya terutama dalam tahap attaracting (menarik)
dan developing (berkembang) yaitu sistem rekrutmen dan seleksi, sistem pelatihan dan
pengembangan. Sedangkan soft approach memandang komitmen karyawan merupakan
kunci penentu kinerja kompetitif. Karyawan yang bekerja dalam kultur komitmen yang
tinggi dipersiapkan untuk bekerja dalam jangka panjang. Komitmen tumbuh dan iklim
kepercayaan (Alwi, 2008).
Motivasi. Menurut Brian (2000) motivasi dapat berasal dari luar maupun dalam diri
seorang individu yang ditunjukan dengan sikap, menetapkan arah, bentuk maupun
intensitasnya. Motivasi merupakan pemberian dorongan atau rangsangan, atau
singkatnya, berkenaan dengan membangkitkan sesuatu. Bangun (2012) mengatakan
bahwa motivasi berasal dari kata motif (motive) yang berarti dorongan. Dapat diartikan
bahwa motivasi merupakan suatu kondisi yang mendorong atau menjadi sebab
seseorang melakukan suatu perbuatan atau kegiatan yang berlangsung secara sadar.
Mathis dan Jackson (dalam Bangun 2012) mengemukakan bahwa motivasi merupakan
hasrat di dalam seseorang menyebabkan orang tersebut melakukan suatu tindakan.
5

Seminar Nasional Kewirausahaan
& Inovasi Bisnis VI
Universitas Tarumanagara, Jakarta

Seseorang melakukan tindakan tersebut untuk mencapai suatu tujuan. Sehingga
motivasi merupakan penggerak yang mengarahkan pada tujuan tertentu. Definisi lain,
motivasi merupakan proses psikologis yang mendasar dan merupakan salah satu unsur
yang dapat menjelaskan perilaku seseorang. Motivasi merupakan salah satu faktor
penentu dalam pencapaian tujuan. Motivasi berhubungan dengan dorongan atau
kekuatan yang berada dalam diri manusia dan tidak terlihat dari luar (Suryana dan
Bayu, 2010). Motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi
individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan (Rivai dan Sagala,
2009). Dorongan motivasi terdiri dari dua komponen, yaitu : arah perilaku (kerja untuk
mencapai tujuan) dan kekuatan perilaku (seberapa kuat usaha individu dalam bekerja).
Teori Motivasi. Menurut Kadarisman (2012) motivasi dibedakan menjadi dua macam
yaitu teori isi (content theory) dan teori proses (process theories). Teori-teori yang
dikenal diantaranya adalah teori kebutuhan Maslow (dalam Kadarisman, 2012). Teori
ini menjelaskan bahwa setiap manusia mempunyai kebutuhan (need) yang munculnya
sangat bergantung pada kepentingannya secara individu. Berdasarkan hal tersebut, ia
membagi kebutuhan manusia dalam lima tingkatan sehingga sering disebut dengan ‘the
five hierarchy need’. Kelima kebutuhan tersebut ialah, kebutuhan fisiologis
(physiological need), kebutuhan rasa aman (safety need), kebutuhan sosial (social need),
kebutuhan harga diri (esteem need), dan kebutuhan aktualisasi diri (need of self
actualization). Teori ERG menurut Aldefer (dalam Rivai dan Sagala, 2009)
menyebutkan terdapat tiga kategori kebutuhan individu, yaitu eksistensi (exsistence),
keterhubungan (relatedness), dan pertumbuhan (growth). Teori Motivasi Berprestasi
Clelland (dalam Suryana dan Bayu, 2010) terdapat tiga kebutuhan manusia, yakni:
kebutuhan akan persahabatan (Need for Affiliation), kebutuhan akan kekuasaan (Need
for Power), kebutuhan akan prestasi (Need for Achivement). Expectancy Theory
dikemukakan oleh Vroom (dalam Rivai dan Sagala, 2009) menyatakan bahwa tindakan
seseorang cenderung untuk dilakukan karena harapan hasil yang akan didapatkan.
Kewirausahaan. Istilah kewirausahaan merupakan padanan kata dari entrepreneurship
dalam Bahasa Inggris. Kata entrepreneurship sendiri awalnya dari Bahasa Prancis
yaitu,’entreprende’ yang berarti petualang, pencipta, dan pengelola usaha. Istilah ini
pertama kali diperkenalkan oleh Rihard Cantillon pada tahun 1755 (Suryana dan Bayu,
2010). Banyak pengertian tentang kewirausahaan. Coulter (dalam Suryana dan Bayu,
2010) mengemukakan bahwa kewirausahaan sering dikaitkan dengan proses,
pembentukan atau pertumbuhan suatu bisnis baru yang berorientasi pada perolehan
keuntungan, penciptaan nilai, dan pembentukan produk atau jasa baru yang unik dan
inovatif. Menurut Hisrich-Peters (dalam Suryana dan Bayu, 2010), kewirausahaan
diartikan sebagai proses menciptakan sesuatu yang lain dengan menggunakan waktu
dan kegiatan disertai modal dan resiko serta menerima balas jasa dan kepuasan serta
kebebasan pribadi. Drucher (dalam Yulianti, 2010) menyatakan bahwa, berwirausaha
adalah semangat, sikap, perilaku, kemampuan seseorang dalam menangani usaha yang
mengarah pada upaya, mencari, menciptakan, menerapkan, cara kerja, teknologi dan
produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang
lebih baik dan memperoleh keuntungan yang lebih besar.

6

Seminar Nasional Kewirausahaan
& Inovasi Bisnis VI
Universitas Tarumanagara, Jakarta

Pengembangan Wirausaha. Menurut Suryana dan Bayu (2010), berikut ini adalah
berbagai bentuk jenis jaringan usaha dalam pengembangan usaha : 1) Jaringan produksi;
2) Jaringan pemasaran; 3) Jaringan pelayanan; 4) Jaringan kerjasama 5) Jaringan antar
kelompok usaha, swasta, dan BUMN; 6) Memecahkan tantangan dengan jaringan
usaha. Cara pengembangan usaha lain dikemukakan oleh Rianse (2011) di mana ini
dikembangkan dari teori strategi dalam pengembangan usaha yang akan dirintis, antara
lain: 1) Memulai usaha; 2) Mencari peluang bisnis; 3) Modal berwirausaha 4) Strategi
komunikasi bisnis; 5) Strategi memilih lokasi; 6) Strategi pemasaran Strategi keuangan;
7) Strategi bersaing.
Keberhasilan Wirausaha. Menurut Primiana (2009) mengemukakan bahwa
keberhasilan usaha adalah permodalan sudah terpenuhi, penyaluran yang produktif dan
tercapainya tujuan organisasi. Sedangkan menurut Noor (2007) mengemukakan bahwa
Keberhasilan usaha pada hakikatnya adalah keberhasilan dari bisnis mencapai tujuanya,
suatu bisnis dikatan berhasil bila mendapatkan laba, karena laba adalah tujuan dari
seseorang melakukan bisnis.
Faktor Penentu Keberhasilan Usaha. Menurut Tambunan (2002) faktor-faktor yang
mampengaruhi keberhasilan usaha dapat diketahui dari dua faktor yaitu faktor internal
dan faktor eksternal. Faktor internal yang diantaranya yaitu; kualitas SDM, penguasaan
organisasi, struktur organisasi, sistem manajemen, partisipasi, kultur/budaya bisnis,
kekuatan modal, jaringan bisnis dengan pihak luar, dan tingkat entrepreneurship. Faktor
eksternal dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor pemerintah dan non pemerintah. Faktor
pemerintah diantaranya, kebijakan ekonomi, birokrat, politik, dan tingkat demokrasi.
Faktor non pemerintah yaitu; sistem perekonomian, sosio-kultur budaya masyarakat,
sistem perburuhan dan konsidisi perburuhan, kondisi infrastrukur, tingkat pendidikan
masyarakat, dan lingkungan global.
Menurut Hutagalung dkk (2010) banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan
usaha para pengusaha baik yang bersal dari internal maupun eksternal. Faktor internal
lebih banyak berasal dari pengusaha itu sendiri diantaranya adalah: latar belakang
pendidikan, usia, pengalaman, efikasi diri, motivasi dan masalah internal lainnya.
Faktor eksternal dihadapkan kepada permasalahan di luar organisasi diantaranya:
lingkungan, peluang, persaingan, sistem informasi global, dan masalah eksternal
lainnya. Menurut Suryana (2009) mengemukakan tiga faktor penyebab keberhasilan
seorang wirausaha, antara lain: 1) Kemampuan dan kemauan; 2) Tekad yang kuat dan
kerja keras; 3) Kesempatan dan peluang.
Menurut Astamoen (2005) terdapat beberapa persyaratan untuk mencapai
keberhasilan wirausaha, diantaranya: 1) Mandiri tetapi bisa bekerja sama dengan orang
lain dan mampu berinteraksi dengan prinsip; 2) Mempunyai cita-cita, impian, visi,
harapan, ambisi tapi bukan ambisius, obsesi, tantangan dianggap sebagai titik awal
untuk mencapai tujuan dalam meraih kesuksesan; 3) Selain bermanfaat bagi diri sendiri
dan keluarganya, tetapi juga bermanfaat bagi orang lain dan lingkungan; 4) Berusaha
semaksimal mungkin untuk menghilangkan sifat negatif ketika memandang dan
memperlakukan orang lain; 5) Selalu berpandangan dan bersikap positif terhadap orang
lain; 6) Berpikir sebagai wirausaha yang sukses, karena wirausaha yang sukses harus
berpikir seperti seorang wirausaha yang sukses dan bukan berpikir selayaknya orang
yang gagal; 7) Merubah kebiasaan, sifat, dan pola pikir sebagai pribadi yang unggul.
7

Seminar Nasional Kewirausahaan
& Inovasi Bisnis VI
Universitas Tarumanagara, Jakarta

Kegagalan Usaha. Astamoen (2005) membagi faktor kegagalan menjadi faktor internal
dan eksternal. Faktor internal disebabkan oleh: 1) Kurang pandai dalam beberapa hal
tertentu, karena kurang belajar dan berlatih; 2) Kurang pengalaman; 3) Kurang baik
mengatur waktu; 4) Kurang berani mengambil resiko; 5) Kurang pandai meyakionkan
orang; 6) Kurang cepat bertindak; 7) Kurang mampu melihat dan memanfaatkan
peluang; 8) Tidak mepati janji; 9) Tidak jujur cepat merasa puas. Faktor eksternal: 1)
SDM yang tidak memadai, kialitas dan kuantitasnya; 2) Komitmen pihak lain yang
tidak terbukti; 3) Kenaikan harga barang yang tidak terduga; 4) Perubahan ekonomi
global; 5) Kebijakan pemerintah; 6) Krisis ekonomi, politik,hukum; 7) Perkembangan
iptek.
Minangkabau dan Merantau. Menurut Daya dkk (2003) nama Minangkabau konon
berasal dari peristiwa “adu kerbau” dengan orang-orang dari Kerajaan Majapahit yang
akhirnya dimenangkan oleh orang “Minangkabau”. Cerita lainnya tentang nama
“Minangkabau” berasal dari kata-kata “Minanga Kabawa” atau “Minanga Tamwan”
yang artinya pertemuan dua sungai besar yaitu Sungai Kampar di Riau dan Sungai
Batanghari di Jambi atau Sungai Kampar Kiri dan Sungai Kampar Kanan di daerah
Riau. Yang lain mengatakan Minangkabau berasal dari kata Pinang Khabu yang artinya
“tanah asal”. Dikaitkan dengan tanah asal raja-raja yang sempat bertahta di berbagai
daerah rantau Minangkabau seperti: Jambi, Palembang dan Riau. Menurut Melalatoa
(dalam Dewi dan Erwansyah, 2007) dari sekian banyak suku, suku Minangkabau adalah
salah satunya, yang dikenal khas menganut sistem kekeluargaan matrilineal, matrilineal
berasal dari dua kata yaitu mater yang dalam bahasa latin berarti “ibu” dan linea yang
dalam bahasa latin berarti “garis” berarti Matrilineal adalah garis keturunan yang di
tarik dari pihak ibu. Kekhasan lainya yang dimiliki oleh masyarakat Minangkabau
adalah tradisi merantau.
Menurut Rajab (dalam Fatimah, 2012) terdapat delapan ciri sistem matrilineal
Minangkabau yaitu: 1) keturunan dihitung menurut garis ibu; 2) suku terbentuk menurut
garis ibu; 3) tiap orang harus kawin di luar sukunya; 4) pembalasan dendam merupakan
kewajiban bagi seluruh suku; 5) kekuasaan di dalam suku , menurut teori terletak di
tangan “ibu” tetapi jarang sekali dipergunakannya, sedangkan; 6) yang sebenarnya
berkuasa adalah saudara laki-laki ibu; 7) perkawinan bersifat matrilokal, yaitu suami
mengunjungi rumah istrinya; 8) hak-hak dan pusaka diwariskan oleh mamak kepada
kemenakannya, dari saudara laki-laki ibu kepad anak dari saudara perempuan.
Menurut Poerwadarminta (dalam Navis, 1984), rantau ialah dataran rendah atau
aliran sungai. Bila merujuk ke akar bahasa Sansekerta sebagai bahasa intelektual, kata
rantau berarti tempat tinggal, dapat juga berarti tempat menimba, sehingga dapat
diambil kesimpulan dari berbagai definisi di atas pergi merantau adalah sama dengan
menimba kekayaan untuk dibawa pulang ke kampung halamannya. Menurut Daya dkk,
(2003) Salah satu ungkapan kiasan yang menjadi pendorong kultural bagi putra
Minangkabau untuk meninggalkan ranah atau kampung halaman mereka yang berbunyi:
Karatau madang di hulu, Babuah babungo balun, Marantau Bujang dahulu, Di
kampuang baguno balun.
Menurut Asnan (2003) ada dua pengertian Merantau yang dapat dipahami di
Minangkabau. Pertama, Merantau dipahami sebagai pergi meninggalkan kampung
halaman untuk berbagai keperluan serta dilatarbelakangi oleh berbagai faktor. Kedua,
8

Seminar Nasional Kewirausahaan
& Inovasi Bisnis VI
Universitas Tarumanagara, Jakarta

Merantau sebagai perubahan pemikiran atau transformasi pemikiran dari satu kondisi ke
kondisi yang lain. Menurut Naim (2013), Merantau adalah segela jenis perpindahan
tempat tinggal, dekat atau jauh, dengan kemauan sendiri atau tidak, untuk sementara
atau selamanya, dengan atau tujuan yang pasti, dengan atau tanpa maksud atau untuk
kembali pulang, melembaga secara sosial dan kultural atau tidak.
Menurut Pelly dalam (Riyansyah, 2011) para perantau Minangkabau sangat
dipengaruhi oleh adanya suatu “misi budaya” untuk memperkuat identitas kultural.
Sedangkan menurut Naim (2013) mengatakan faktor penyebab orang merantau di
Minangkabau ada sepuluh yaitu faktor fisik seperti ekologi dan lokasi, faktor ekonomi
dan demokrasi, faktor pendidikan, daya tarik kota, keresahan politik, faktor sosial, arus
baru, faktor sosial bagi migrasi di antara masyarakat-masyarakat yang lain, faktor
agregatif bagi migrasi, dan tipologi migrasi. Menurut Sjarifoedin (2014) ada empat
faktor yang mendorong orang untuk merantau yaitu faktor budaya, faktor ekonomi,
faktor perang dan mendalami ilmu.
Menurut Navis (dalam Nusyirwan, 2011) orang Minangkabau pantang mengeluh,
menangis atau mengadukan kesulitannya kepada orang lain. Dalam hal merantau untuk
mencari nafkah, orang Minangkabau cenderung memilih profesi perdagangan dan dunia
usaha. Menurut Naim (dalam Nusyirwan, 2011) tidak semua perantau bergerak dalam
bidang perdagangan dan dunia usaha karena ada yang berprofesi sebagai cerdik pandai,
pegawai negeri, tokoh masyarakat, organisasi dan alim ulama. Menurut Sairin dan
Graves (dalam Nusyirwan, 2011) mengatakan bahwa dengan merantau, orang-orang
Minangkabau telah menggeser pola pencarian nafkahnya dari pertanian menjadi
perdagangan.
Perkumpulan Etnis. Menurut Subagijo (1999) Perkumpulan kedaerahan adalah
perkumpulan yang anggotanya berasal dari daerah yang sama. Sedangkan perkumpulan
etnis adalah perkumpulan yang anggotanya berdasarkan pada etnis yang sama sehingga
warna kultural pada perkumpulan ini begitu kental. Schermerhorn (dalam Tilaar, 2007)
melengkapinya dengan mengatakan bahwa suatu kelompok etnis adalah suatu
masyarakat kolektif yang mempunyai atau digambarkan memiliki kesatuan nenek
moyang, mempunyai pengalaman sejarah yang sama di masa lalu, serta mempunyai
fokus budaya di dalam satu atau beberapa elemen-elemen simbolik yang menyatakan
akan keanggotaannya, seperti pola-pola keluarga, ciri-ciri fisik, aliansi agama dan
kepercayaan, bentuk-bentuk dialek atau bahasa, afiliasi kesukuan, nasionalitas, atau
kombinasi dari sifat-sifat tersebut yang pada dasarnya terdapat ikatan antar anggotanya
sebagai suatu kelompok.
METODE PENELITIAN
Pendekatan Penelitian. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode studi
kasus. Dengan penelitian kualitatif maka data yang didapat akan lebih mendalam dan
bermakna sehingga tujuan dapat dicapai dengan baik. Menurut Sugiyono (2012),
metode penelitian kualitatif disebut sebagai metode penelitian naturalistik karena
penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting). Pendekatan
kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa katakata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Kemudian
pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi,
9

Seminar Nasional Kewirausahaan
& Inovasi Bisnis VI
Universitas Tarumanagara, Jakarta

dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel
atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan.
(Moleong, 2005).
Dalam Penelitian ini strategi peneltian yang digunakan adalah studi kasus.
Penelitian studi kasus meneliti obyek pada kondisi yang terkait dengan kontekstualnya.
Menurut Yin (2009) penelitian studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok apabila
fokus penelitiannya terletak pada fenomena masa kini di dalam kehidupan nyata.
Dengan kata lain, penelitian studi kasus meneliti kehidupan nyata, yang dipandang
sebagai kasus. Pengujian secara rinci terhadap subjek atau suatu tempat penyimpanan
dokumen bahkan peristiwa. Studi Kasus juga akan melibatkan peneliti dalam
penyelidikan yang menyeluruh terhadap perilaku seorang individu menurut Sevilla dkk
(dalam Bungin, 2007).
Narasumber Penelitian. Setelah melalui beberapa proses petimbangan, kriteria yang
akan dipilih menjadi narasumber dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1)
Perantau asal Minangkabau 2) Tergabung dalam IKBMY 3) Hidup diperantauan selama
lima tahun 4) Omzet Rp 50.000.000 per bulan. Berdasarkan kriteria tersebut, penulis
memilih Narasumber dalam penelitian ini yaitu Gusremon, Alfen Subrata dan Riko
Afrianto.
Gusremon narasumber pertama dalam penelitian ini. Perantau Minang asal
Solok Selatan, Sumatra Barat. Sudah berdomisili di Yogyakarta dari tahun 1999.
Pendidikan terakhir Strata I Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Jenis
usaha yang dijalani dibidang konveksi dan grosir yang menjual berbagai macam model
pakaian muslim. Memiliki tujuh cabang toko di wilayah Yogyakarta dengan omzet
sebesar 500 juta rupiah per bulan.
Alfen Subrata merupakan narasumber kedua dalam penelitian ini. Lahir di
Pesisir Selatan pada tanggal 12 Desember 1981. Pendidikan terakhir Sekolah Menengah
Atas (SMA). Merantau dari Ranah Minang sejaktahun 2003. Memiliki beberapa kios di
Pasar Beringharjo salah satunya adalah Aneka Cantik Aksesoris dan Kerajinan yang
menjual berbagai macam aksesoris seperti kalung, gelang, souvenir, jepit rambut,
gantungan kunci baik itu grosir maupun eceran. Omzet dalam sebulan berkisar 200-250
juta rupiah. Telah berwirausaha secara mandiri dari tahun 2008.
Riko Afrianto adalah narasumber ketiga dari penelitian ini. Lahir di Padang pada
tanggal 16 Januari 1982, pendidikan terakhir S1 Keuangan Islam di UIN Sunan
Kalijaga, Yogyakarta. Usaha yang dijalani yaitu menjual berbagai macam jilbab dan
pakaian muslim. Telah berwirausaha kurang lebih 9 tahun. Omzet yang dihasilkan per
bulannya sekitar 60 juta rupiah
Untuk memperkuat data yang disampaikan oleh narasumber, maka dibutuhkan
narasumber pendukung. Narasumber pendukung dari Gusremon yaitu Syahrial, Yon
Hendri dan Yurman Idrus yang merupakan teman seperantauan dari Gusremon.
Kemudian narasumber pendukung dari Alfen Subrata yaitu Elda Oktavera yang
merupakan istrinya dan dua orang karyawannya yaitu Diah dan Gilang. Narasumber
pendukung dari Riko Afrianto yaitu Edward bot merupakan teman baik semasa kuliah,
Adri Syahrial merupakan senior Riko dan aktif bersama di salah satu UKM kampus,
kemudian Reza Aldino yang merupakan junior Riko pada saat kuliah, ketiga
narasumber pendukung dari Riko ini aktif dalam organisasi yang sama.
10

Seminar Nasional Kewirausahaan
& Inovasi Bisnis VI
Universitas Tarumanagara, Jakarta

Lokasi Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada anggota Ikatan Keluarga Besar
Minangkabau Yogyakarta (IKBMY). Dilaksanakan di wilayah provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta yaitu di Godean untuk narasumber pertama yaitu Gusremon, di
Pasar Beringharjo untuk narasumber kedua yaitu Alfen Subrata dan di daerah Ngasem
untuk narasumber ketiga yaitu Riko Afrianto.
Instrumen Penelitian. Dalam penelitian kulitatif, yang menjadi instrument atau alat
penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrument juga
harus ‘divalidasi’ seberapa jauh peneliti kualitatif siap untuk melakukan penelitian yang
selanjutnya terjun ke lapangan. (Sugiyono, 2012). Selanjutnya Nasution (dalam
Sugiyono, 2012) mengatakan bahwa dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain
daripada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya ialah
segala sesuatunya belum membentuk yang pasti karena belum dapat ditentukan secara
pasti dan jelas sebelumnya. Adapun masalah yang akan diteliti adalah latar belakang,
motivasi perantau Minang yang mendorong mereka untuk terjun ke dunia wirausaha,
pengembangan usaha, keberhasilan usaha atau prestasi bisnis, Masalah dan tantangan
dalam berwirausaha serta peran IKBMY bagi perantau Minang yang berwirausaha dan
bagi Ranah Minang.
Latar Belakang dan Alasan Merantau. Latar belakang dan alasan merantau adalah
untuk mengetahui bagaimana kehidupan narasumber sebelum merantau dan apa alasan
yang mendorong narasumber untuk merantau. Permasalahan yang diteliti: Latar
belakang keluarga; tujuan dan alasan merantau; alasan memilih Yogyakarta sebagai
tempat merantau; lama waktu merantau; kondisi awal waktu merantau; kehidupan
sebagai perantau yang berwirausaha; Persaingan dengan perantau dari etnis lainnya
dalam wirausaha; kendala bersosialisasi atau berkomunikasi
Motivasi Berwirausaha. Berbagai macam alasan digunakan untuk terjun ke dunia
wirausaha. Beberapa diantaranya justru sangat fundamental seperti alasan finansial dan
karena pengaruh lingkungan. Permasalahan yang akan diteliti: Motivasi awal menjadi
seorang pengusaha; hal yang menarik menjadi seorang pengusaha; hal yang ingin
dicapai dengan menjadi seorang pengusaha; peranan pribadi dalam pengambilan
keputusan untuk menjadi seorang pengusaha; peranan faktor ekonomi dalam
pengambilan keputusan untuk menjadi seorang pengusaha; peranan keluarga dalam
pengambilan keputusan untuk menjadi seorang pengusaha; peranan lingkungan dalam
pengambilan keputusan untuk menjadi seorang pengusaha; pandangan dan cara
mengimplementasikan kebutuhan akan prestasi yang ada dalam berwirausaha;
pandangan dan cara mengimplementasikan kebutuhan akan kekuasaan yang ada dalam
berwirausaha; pandangan dan cara mengimplementasikan kebutuhan akan berafiliasi
yang ada dalam berwirausaha.
Pengembangan Usaha. Pengembangan usaha perlu dilakukan oleh seorang wirausaha
agar usahanya dapat bertahan dan memenangkan persaingan pasar. Permasalahan yang
akan diteliti: Proses mengembangkan usaha dari awal berdiri sampai sekarang; hal yang
menarik dari proses pengembangan usaha; tujuan dari pengembangan usaha;
pengembangan usaha dari segi proses produksi. Pengembangan usaha dari segi
pemasaran; pengembangan usaha dari segi finansial; pengembangan usaha dari segi
pelayanan; Pengembangan usaha dari segi jaringan kerjasama.
Keberhasilan Usaha. Adapun beberapa masalah yang diteliti tentang prestasi yang
dicapai oleh perantau Minang yang berwirausaha adalah sebagai berikut: Pencapaian
11

Seminar Nasional Kewirausahaan
& Inovasi Bisnis VI
Universitas Tarumanagara, Jakarta

bisnis sekarang; cara atau strategi untuk mencapainya; pencapaian di luar bisnis atau
non bisnis; target jangka pendek; target jangka panjang.
Masalah dan Tantangan Berwirausaha. Sering muncul masalah dan tantangan yang
terjadi saat berwirausaha. Maka dari itu dibutuhkan berbagai solusi agar masalah
tersebut dapat diatasi. Permasalahan yang diteliti: Masalah yang muncul dalam
berwirausaha; masalah yang muncul dari lingkungan sekitar; Masalah psikologis yang
dihadapi; cara mengatur waktu berwirausaha; Pandangan tentang rasa khawatir atau
lemah mental dalam berwirausaha; pandangan tentang rasa malu atau gengsi dalam
berwirausaha; pandangan tentang rasa mudah menyerah dalam berwirausaha;
pandangan tentang cara menghadapi tantangan dalam berwirausaha.
Etnis Minang dan IKBMY. Suku Minang menonjol dalam bidang pendidikan dan
perdagangan. Lebih dari separuh jumlah keseluruhan anggota suku ini berada dalam
perantauan. Diperantauan, untuk mencari saudara, teman, relasi, dukungan dan tempat
untuk melepas rasa rindu terhadap kampung halaman dengan penggunaan bahasa daerah
secara bebas dapat dirasakan dengan ikut bergabung ke dalam suatu ikatan
kekeluargaan. Permasalahan yang akan diteliti: Asal daerah atau kampung halaman;
tradisi atau adat yang diketahui oleh perantau Minang; Budaya dan tradisi yang masih
melekat di diri perantau Minang; makna “Menjadi Orang” dalam Minangkabau;
Identitas resmi IKBMY; peran IKBMY untuk perantau; peran IKBMY untuk ranah
Minang; kegiatan rutin IKBMY.
Metode Pengumpulan Data. Metode pengumpulan data untuk penelitian ini adalah
wawancara dan dokumentasi. Wawancara menurut Esterberg dalam Sugiyono (2012),
wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya
jawab sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Wawancara
digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi
pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti tetapi juga apabila
peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden lebih mendalam. Peneliti
menggunakan jenis wawancara terstruktur yang mengacu pada situasi ketika seorang
peneliti melontarkan sederet pertanyaan temporal pada tiap-tiap narasumber
berdasarkan kategori-kategori tertentu/terbatas. Selama proses ini, narasumber akan
mendapatkan sederet pertanyaan yang sama dan menjawab secara berurutan (Denzin
dan Lincoln). Kemudian dokumentasi. Selain melalui wawancara, informasi juga bisa
diperoleh lewat fakta yang tersimpan dalam bentuk surat, catatan harian, arsip foto,
hasil rapat, cenderamata, jurnal kegiatan dan sebagainya. Data berupa dokumen seperti
ini bisa dipakai untuk menggali infomasi yang terjadi di masa silam. Peneliti perlu
memiliki kepekaan teoretik untuk memaknai semua dokumen tersebut sehingga tidak
sekadar barang yang tidak bermakna. (Rahardjo, 2011). Dalam penelitian ini,
wawancara dilakukan adalah wawancara semi terstruktur. Alat-alat wawancara yaitu
buku catatan, digital voice recorder dan kamera.
Keabsahan Data. Uji Kredibilitas dalam penelitian ini menggunakan triangulasi.
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari
berbagi sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu (Sugiyono, 202).
Transferability merupakan validitas eksternal dalam penelitian kualitatif. Vadilitas
eksternal menunjukkan derajat ketepatan. Agar orang lain dapat memahami hasil
penelitian kualitatif maka peneliti dalam membuat laporannya harus memberikan uraian
12

Seminar Nasional Kewirausahaan
& Inovasi Bisnis VI
Universitas Tarumanagara, Jakarta

yang rinci, jelas, sistematis dan dapat dipercaya. Dengan demikian, pembaca menjadi
jelas atas hasil penelitian tersebut sehingga dapat memutuskan dapat atau tidaknya
diaplikasikan di tempat lain (Sugiyono, 2012). Setelah data direduksi maka data akan
ditampilkan. Data tersebut dapat dimasukkan ke dalam hasil penelitian untuk
memperkuat data sehingga data menjadi rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya
sehingga pembaca menjadi jelas.
HASIL PENELITIAN
Latar Belakang Kehidupan dan Alasan Meranatau. Latar belakang kehidupan
perantau Minang berbeda-beda, dilihat dari latar belakang keluarga, pekerjaan orang tua
dan tingkat pendidikan. Berbagai alasan yang melatarbelakangi perantau Minang untuk
meninggalkan kampung halaman seperti faktor finansial atau faktor ekonomi, daya tarik
kota dan ada yang disebabkan karena ingin menuntut ilmu, seperti pernyataan berikut:
“Dulu itu tuntutan ekonomi, karena kelas 4 SD ayah uda sudah meninggal dunia.
Sejak itu kan tinggal hanya dengan orang tua perempuan otomatis cita-cita agak
sulit mencapainya, contoh pendidikan. Saat itulah, apapun nama kerja yang
menghasilkan uda jalani, pernah jadi kernet angkot setelah SMA, jadi sopir
angkot juga. Pada saat itu untuk memiliki mobil angkot sendiri cukup sulit ya,
kompetisi didalamnya sangat ketat dan banyak. Karena kakak sudah di Jogja
disuruh pergi ke Jogja, ternyata uda punya daya tarik untuk berdagang. Disitu
mulai untuk berdagang, serius, ternyata berdagang enak. Tenaga tidak terlalu
diforsir.” (Alfen, 30/01/16 08.45)
Dan ada yang memiliki alasan untuk menuntut ilmu, seperti pernyataan yang
disampaikan oleh salah satu narasumber:
“Kuliah, sekolah, pendidikan. Tapi gak sebatas sekolah, alam takambang jadi
guru. Jalan-jalan ke Malioboro, bertemu sama orang Minang ternyata ada
komunitas. Bisa bergaul. Silaturahmi dapat menumbuhkan etos kerja untuk
mencari tambahan uang sehingga timbul jiwa-jiwa bisnis tadi. Karena bergaul
dengan orang-orang minang yang berwirausaha di sekitaran malioboro dulu. Dulu
itu tiada hari tanpa Malioboro.” (Remon, 02/03/16 20.30)
Alasan yang melatarbelakangi perantau Minang untuk meninggalkan kampung
seperti faktor finansial atau faktor ekonomi, daya tarik kota dan ada yang disebabkan
karena ingin menuntut ilmu sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Naim (2013).
Menurut Naim faktor penyebab orang merantau di Minangkabau ada sepuluh yaitu
faktor fisik seperti ekologi dan lokasi, faktor ekonomi dan demokrasi, faktor
pendidikan, daya tarik kota, keresahan politik, faktor sosial, arus baru, faktor sosial bagi
migrasi di antara masyarakat-masyarakat yang lain, faktor agregatif bagi migrasi, dan
tipologi migrasi.
Motivasi Berwirausaha. Terdapat dua motivasi yang mendominasi perantau Minang
dalam berwirausaha seperti alasan finansial dan faktor lingkungan sekitar seperti
pengaruh dari teman dan orang terdekat. Terdapat pula motivasi pendukung seperti
ingin melakukan sesuatu tanpa ada intervensi dari orang lain, melihat peluang usaha,
tidak suka diatur orang lain, ingin jauh dari akhlakul mazmumah, serta menyalurkan
jiwa sosial. Seperti pernyataan dari salah satu narasumber berikut ini:
“Itu karena lingkungan ya. Karena bergaul dengan orang-orang minang yang
13

Seminar Nasional Kewirausahaan
& Inovasi Bisnis VI
Universitas Tarumanagara, Jakarta

berwirausaha di sekitaran malioboro dulu. Kemudian seiring berjalannya waktu
berubah jadi hobby, terus ada keingintahuan dan kemauan. Harus yakin dan
percaya diri.” (Remon, 02/03/16 20.30)
Dan juga ada yang memiliki motivasi internal menyatakan motivasinya dalam
berwirausaha disebabkan oleh alasan finansial seperti pernyataan berikut:
“Ooh merdeka, maksudnya merdeka baik dari segi finansial, segi sikap nah kan
gitu.” (Riko, 04/02016 12.30)
Dilihat dari Teori Motivasi, wirausahawan dalam memulai usahanya dipengaruhi
oleh Teori Kepuasan dan Teori Proses. Dalam Teori Kepuasan yang mempengaruhi
adalah Teori Hierarki Kebutuhan Maslow (dalam Kadarisman, 2012) dimana alasan
finansial termasuk dalam pemenuhan kebutuhan fisiologis dan juga masuk ke dalam
teori ERG yaitu Eksistensi (Existence) dari Alderfer (dalam Rivai dan Sagala, 2009).
Faktor lingkungan bisa dimasukkan ke dalam teori ERG keterhubungan (Relatedness).
Jika dalam teori Clelland (dalam Suryana dan Bayu, 2010) alasan ingin melakukan
sesuatu tanpa ada intervensi dari orang lain bisa difokuskan ke dalam kebutuhan akan
kekuasaan dan alasan peluang usaha bisa difokuskan ke dalam kebutuhan akan prestasi.
Sedangkan dari Teori Proses yang mempengaruhi adalah Expectancy Theory dari
Vroom (dalam Rivai dan Sagala, 2009) dimana alasan ingin melakukan sesuatu tanpa
ada intervensi orang lain, menyalurkan jiwa sosial, menjauhi akhlakul Mazmummah
dapat difokuskan ke dalam effort performance relationship dan performance reward
relationship.
Pengembangan Usaha. Terdapat perbedaan hasil antara pengembangan usaha yang
dilakukan oleh perantau Minang yang berwirausaha. Salah satunya adalah dari segi
pemasaran yang memanfaatkan media sosial.
“Ya ada, dengan pemasaran melalui sosial media dan sunmor kan cukup efektif ya.
Uda kan juga punya online shop.” (Riko, 04/02/16 12.30)
Dalam suatu usaha, jaringan dan relasi bisnis merupakan sebuah kunci yang bisa
membuka pintu komunikasi dengan orang lain. Apabila cocok dengan mitra bisnis,
maka akan terjadi suatu aktifitas bisnis yang dilakukan oleh dua orang atau lebih.
Namun apabila tidak cocok, maka tidak akan terjadi suatu aktifitas bisnis
“Dari sisi pemasaran relasinya banyak itu. Dipercaya sama orang, dia kan
distributor. Sampai ke Sumatra dan Kalimantan dengan kepercayaan itu tadi.”
(Syahrial, 03/03/16 16.30)
Dan ada juga yang mengembangkan usaha dari segi kerjasama, seperti pernyataan
berikut:
“Menambah jenis barang, tidak hanya itu-itu saja. Dan juga menambah jumlah
order barang ke pengrajin.” (Alfen 14/01/16 13.00)
Perantau Minang melakukan pengembangan usaha dari segi produksi, jaringan
kerjasama, pemasaran dana pelayanan. Proses produksi yang dikembangkan adalah
dengan menambah kuantitas dan meningkatkan kualitas produk. Dari segi jaringan
kerjasama yaitu, memvariasikan bentuk produk, dan memperluas jangkauan pasar.
Dalam segi pemasaran yang dikembangkan oleh narasumber ini adalah dengan
menggunakan media sosial sebagi sarana promosi bahkan menjual produk-produk yang
mereka tawarkan. Dan dari segi pelayanan memberikan pelayanan terbaik dan ramah
serta menuruti permintaan pelanggan. Hal ini hampir sama dengan yang dikemukan
14

Seminar Nasional Kewirausahaan
& Inovasi Bisnis VI
Universitas Tarumanagara, Jakarta

oleh Suryana dan Bayu (2010) dalam pengembangan usaha yaitu jaringan produksi,
jaringan pemasaran, jaringan pelayanan, jaringan kerjasama dan strategi komunikasi
bisnis yang dikemukakan Rianse (2011).
Keberhasilan Usaha. Keberhasilan yang telah diraih oleh perantau Minang yang
berwirausaha adalah berupa investasi dan asset dan juga pengalaman, pengalaman
berpindah segmen serta pengalaman jatuh bangunnya usaha yang dijalani.
“Ya punya aset pribadi, tempat usaha milik sendiri, anak-anak safety dengan
pendidikan dan