Prediksi Waktu Panen Tebu Menggunakan Gabungan Metode Backpropagation dan Algoritma Genetika

  

Vol. 1, No. 11, November 2017, hlm. 1443-1450 http://j-ptiik.ub.ac.id

Prediksi Waktu Panen Tebu Menggunakan Gabungan Metode

Backpropagation dan Algoritma Genetika

1 2 3 Dwi Ari Suryaningrum , Dian Eka Ratnawati , Budi Darma Setiawan

  Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya 1 2 3 Email: dwiari.suryaningrum@gmail.com, dian_ilkom@ub.ac.id, s.budidarma@ub.ac.id

  

Abstrak

  Sebelum tebu digiling oleh pabrik, dilakukan analisis kemasakan tebu terlebih dulu. Tebu yang baik untuk digiling adalah tebu yang sudah dikatakan matang yang dapat dilihat dari beberapa faktor

  • – seperti luas kebun, umur, diameter batang, rata ruas per batang dan rata panjang per batang. Faktor faktor tersebut digunakan sebagai atribut dalam penelitian yang dilakukan. Untuk mempermudah proses tersebut maka dilakukan penelitian mengenai prediksi waktu panen tebu. Dengan banyaknya data yang digunakan dan proses yang dilakukan berulang kali, maka akan sulit diolah secara manual dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Selain itu tidak menutup kemungkinan terjadi kesalahan. Penelitian ini menggunakan gabungan algoritma genetika dan backpropagation dalam proses prediksi waktu panen. Algoritma genetika digunakan untuk mengoptimalkan hasil prediksi dengan pemilihan bobot dan bias yang merupakan solusi terbaik. Sedangkan metode backpropagation digunakan untuk menghitung nilai Mean Square Error (MSE) yang digunakan dalam perhitungan fitness dan juga pada proses prediksi data uji. Pada penelitian ini akan dilakukan lima macam pengujian yaitu banyaknya generasi, ukuran populasi, pengujian kombinasi nilai crossover rate dan mutation rate, pengujian

  

learning rate dan pengujian nilai Average Forecasting Error Rate (AFER). Hasil yang didapat dari

  penelitian ini adalah prediksi waktu panen dan AFER. Hasil pengujian terbaik yaitu dengan hasil AFER sebesar 0,0205%.

  Kata kunci: prediksi, algoritma genetika, backpropagation, MSE, AFER

Abstract

Before sugar cane was milled by the factory, the first process is analysis of sugar cane maturity.

The best sugar cane condition to be ground is mature cane that can be seen from several factors such

as garden area, age, stem diameter, the average segment per stem and the average length per stem.

These factors are used as attributes in the research conducted. To simplify the process, then we proposed

this research on the prediction of sugar cane harvest time. With so much data being used and repeated

processes, it will be difficult to process manually and takes a long time. In addition, the manual process

does not close the possibility of an increasing error. This research uses a combination of genetic

algorithm and backpropagation in the process of predicting the harvest time. Genetic algorithms are

the best solution used to optimize prediction results by weight selection and bias. Backpropagation

method is used to calculate Mean Square Error (MSE) value, which will be used in calculation of fitness

value and also on prediction of data test. In this research will be done five kinds of testing, as follows

generation test, population size test, test combination of crossover rate and mutation rate, testing of

learning rate and testing of Average Forecasting Error Rate (AFER). The result of this research are

predictions of harvest time, the value of fitness and AFER. The best result is result of AFER value is

0,0205%.

  Keywords: prediction, genetic algorithm, backpropagation, MSE, AFER

  tebu yang sudah dikatakan matang dimana dapat 1.

   PENDAHULUAN dilihat dari beberapa faktor seperti luas kebun, umur, diameter batang, rata – rata ruas per

  Sebelum tebu digiling oleh pabrik, batang dan rata .

  • – rata panjang per batang

  dilakukan analisis kemasakan tebu terlebih Faktor

  • – faktor tersebut digunakan sebagai dahulu. Tebu yang baik untuk digiling adalah

  Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya

1443 atribut dalam penelitian yang dilakukan. Analisis kemasakan tebu dilakukan beberapa kali untuk menentukan bahwa tebu tersebut sudah matang atau belum.

  Untuk mempermudah proses analisis maka dilakukan cara prediksi waktu panen tebu dari data tebu. Data yang digunakan sangat banyak, karena data dalam 1 perode biasanya terdapat ± 10 ronde dari banyak wilayah. Dan jika data yang dikelola atau dianalisis berjumlah cukup banyak, maka akan sulit diolah secara manual dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Selain itu, jika proses dilakukan secara manual, tidak menutup kemungkinan peluang terjadi kesalahan akan semakin besar. Alasan lainnya yaitu masalah jumlah pengambilan contoh tebu yang akan dianalisis dimana dalam 1 ronde petani harus mengirim minimal 3 kali. Hal ini juga akan berdampak kepada petani yang jumlah tebunya akan berkurang untuk dianalisis. Karena hal di atas, maka dilakukan penelitian tentang prediksi waktu panen tebu dengan bantuan komputer. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk memprediksikan waktu tebu yang siap untuk dipanen dan mengurangi jumlah tebu yang diperlukan untuk proses analisis.

  Penelitian ini menggunakan penggabungan dua metode yaitu algoritma genetika dan

  backpropagation . Dimana proses awal yaitu

  untuk proses inisalisasi bobot dan bias awal menggunakan algoritma genetika. Sedangkan untuk proses selanjutnya yaitu untuk proses prediksi digunakan metode backpropagation. Metode backpropagation juga digunakan untuk menghitung nilai MSE yang akan digunakan dalam perhitungan nilai fitness. Alasan penggunaan dua metode tersebut yaitu untuk mengoptimasi nilai bobot awal dan bias awal dengan memilih nilai fitness terkecil untuk proses prediksi waktu panen tebu. Algoritma genetika sangat cocok digunakan untuk permasalahan optimasi. Sedangkan untuk metode backpropagation merupakan salah satu model jaringan syaraf tiruan yang digunakan pada penyelesaian suatu masalah berkaitan dengan prediksi, identifikasi dan sebagainya.

  Salah satu tipe dari algoritma evolusi adalah algoritma genetika. Algoritma genetika merupakan algoritma pencarian heuristik yang berdasarkan atas mekanisme evolusi biologis (Kusumadewi & Purnomo, 2005). Algoritma genetika pertama kali dirintis oleh John Holland dari Universitas Michigan pada tahun 1960. Algorima genetika banyak digunakan dalam permasalahan optimasi (Haupt & Haupt, 2004). Pada algoritma genetika, tenik pencarian dilakukan dari sejumlah solusi yang mungkin didapatkan dengan istilah populasi. Kromosom adalah individu yang terdapat dalam satu populasi. Kromosom ini merupakan suatu solusi. Pada saat inisialisasi awal populasi dilakukan dengan cara random (acak), sedangkan untu populasi berikutnya merupakan hasil evolusi dari kromosom-kromosom yang sudah melalui iterasi yang disebut dengan generasi. Kromosom akan melalui tahap evaluasi pada setiap generasi. Proses evaluasi ini menggunakan alat ukur yang disebut dengan fungsi fitness. Nilai fitness akan menunjukkan kualitas kromosom dalam populasi tersebut.

  Generasi yang terbentuk berikutnya disebut sebagai anak (offspring) yang terbentuk dari gabungan 2 kromosom sebelumnya yang dianggap sebagai induk (parent) dengan menggunakan operator crossover (Kusumadewi & Purnomo, 2005). Operator crossover dilakukan dengan cara melakukan pertukaran gen dari dua induk yang terpilih secara acak. Selain operator crossover, terdapat juga operator mutasi. Operator mutasi merupakan operator yang menukar nilai gen kromosom dengan nilai

  invers -nya. Misalkan nilai 0 menjadi 1 atau

  sebaliknya (Zamani et al., 2012). Pada pembentukan populasi generasi yang baru didapatkan dengan cara menyeleksi nilai fitness. Dalam siklus perkembangan algoritma genetika untuk mencari solusi (kromosom) terbaik terdapat beberapa proses sebagai berikut: a.

  Representasi kromosom

  Chromosome merupakan kode atau representasi dari suatu solusi permasalahan. Chromosome dibentuk dari beberapa gen yang mewakili variabel keputusan yang digunakan.

  Panjang chromosome didapatkan dari banyaknya bobot dan bias awal yang akan digunakan. Dalam penelitian banyaknya bobot dan bias awal pada neuron antara hidden layer dan output layer yang digunakan berjumlah 4 dan banyaknya bobot dan bias awal pada

2. METODOLOGI 2.1. Algoritma Genetika

  neuron antara input layer dan hidden layer

  yang digunakan berjumlah 18, sehingga total

  chromosome yaitu sebanyak 22 gen.

  Representasi chromosome yang digunakan yaitu representasi dalam bentuk bilang real dengan interval [0,1].

  • – masing individu akan dibandingkan nilai fitness-nya. Individu yang memiliki nilai fitness terbesar, maka akan lolos pada generasi berikutnya.
  • – nilainya dipilih secara acak dengan range 0-1. Setiap individu akan dilakukan tahap reproduksi yang terdiri dari crossover dan mutasi untuk mendapatkan nilai fitness.

  • Crossover (Extended Intermediate
    • (
    • (

  • Mutasi (Random Mutation)

  1

  (4) Dengan nilai MSE yang didapatkan dari proses perhitungan menggunakan

  backpropagation .

  e.

  Seleksi Metode seleksi yang digunakan pada penelitian adalah metode binary tournament

  selection . Metode binary tournament selection

  adalah metode seleksi yang digunakan dalam sistem. Metode ini bekerja dengan cara mengambil 2 individu secara acak dari populasi dan offspring. Masing

  2.2. Metode Backpropagation

  Jaringan yang berasal dari kumpulan pemrosesan kecil yang dimodelkan berdasarkan jaringan saraf manusia disebut jaringan saraf tiruan (JST). JST dapat digunakan untuk memodelkan hubungan yang kompleks antara

  input

  dan output untuk menemukan pola-pola pada data yang digunakan. Jaringan saraf tiruan memiliki kemampuan dalam hal emulasi, analisis, prediksi dan asosiasi. Salah satu yang sering digunakan dalam jaringan saraf tiruan adalah backpropagation. Terdapat dua proses dalam metode backpropagation yaitu

  feedforward dan proses backward. Berikut

  merupakan langkah-langkah algoritma

  backpropagation secara rinci (Zamani et al.,

  2012): 1.

  Inisialisasi bobot awal, bias awal dan konstanta laju pelatihan (

  α) 2.

  Tahap 1 merupakan umpan maju (feedforward). Dimana tiap unit masukan menerima sinyal dan meneruskannya ke unit tersembunyi diatasnya.

  3. Mengalikan masing-masing unit di lapisan tersembunyi dengan bobotnya dan dijumlahkan serta ditambahkan dengan biasnya seperti pada Persamaan (5) berikut :

  _ = + ∑ =1

  (5) Dimana z_net j adalah keluaran di unit tersembunyi. V j0 adalah bobot bias input

  layer ke hidden layer. X i adalah nilai input. V ji adalah bobot input layer ke hidden layer . Kemudian dilakukan fungsi

  aktivasi pada hasil tersebut dengan Persamaan (6).

  = ( _ ) =

  1 1+ − _

  (6) 4. Mengalikan masing-masing unit output dengan bobot dan dijumlahkan serta ditambahkan dengan biasnya seperti pada Persamaan (7) dan (8).

  _ = + ∑ =1

  (7)

  = ( _ ) = 1 1+ − _

  =

  Evaluasi Proses evaluasi ini bertujuan untuk menghitung nilai fitness dari masing-masing individu dalam populasi yaitu induk (parent) dan offspring (child). Dimana nilai fitness yang didapatkan akan digunakan pada proses seleksi. Nilai fitness dapat dihitung dengan Persamaan (4) sebagai berikut :

  d.

  2 =

  b.

  Inisialisasi Inisialisasi populasi awal ditentukan oleh banyaknya ukuran populasi atau popsize yang menunjukkan individu. Suatu nilai dibangkitkan untuk dijadikan panjang

  chromosome . Chromosome berisi gen yang

  nilai

  c.

  Reproduksi

  Crossover )

  Untuk mendapatkan nilai offspring (child) menggunakan Persamaan (1) dan (2).

  1 =

  1

  2 −

  1 )

  (1)

  2

  (3) Nilai konstanta r dipilih secara acak misalkan dengan range [-0,1, 0,1].

  1 −

  2 )

  (2)

  P 1 merupakan induk pertama dan P 2

  merupakan induk kedua yang terpilih secara acak. Nilai α adalah konstanta yang dipilih secara acak pada interval [-0,25, 1,25].

  Metode random mutation adalah metode mutasi yang dilakukan dengan cara memilih satu induk secara acak dan melakukan penambahan atau pengurangan terhadap nilai gen yang terpilih dengan bilangan random yang kecil. Dalam penelitian ini metode mutasi yang digunakan adalah random

  mutation . Misalkan domain variabel x i adalah

  [min i , max i ] dan offspring yang dihasilkan adalah C = [

  x’ 1

  , …., x’ n ], maka nilai gen

  offspring bisa didapatkan dengan Persamaan

  (3) sebagai berikut (Mahmudy, 2013) :

  ′ = + ( − )

  (8)

5. Tahap 2 merupakan umpan mundur

  δ j ). δ j digunakan untuk

  (19) 2.3.

   Metode Error AFER

  Sebuah sistem dapat ditentukan sudah sesuai atau belum dengan hasil kenyataanya dari tingkat akurasi yang didapat. Penelitian ini menggunakan metode error Average

  Forecasting Error Rate

  (AFER). AFER digunakan untuk mengetahui nilai kesalahan yang terjadi pada sistem peramalan (Jilani et al., 2017). Untuk mendapatkan nilai AFER dapat dilihat pada Persamaan (20) berikut (Lee et al., 2006):

  = (

  1 ∑ (| −

  | / ) =1

  )×100%

  (20) AFER merupakan nilai yang menyatakan persentase selisih antara data prediksi dengan data aktual atau kenyataan. Tingkat keakuratan dapat dikatakan baik jika nilai error yang dihasilkan semakin kecil (Rahmadiani, 2012). Terdapat aturan untuk menentukan sebuah sistem peramalan dapat dikatakan baik atau buruk. Aturan tersebut yaitu jika nilai error AFER mendekati 0%, maka sistem peramalan tersebut dapat dikatakan baik. Namun dalam kenyataannya jarang sekali kasus prediksi yang nilai error AFER benar

  menghitung besar koreksi bobot dan bias (∆W ji dan ∆W jo ) antara lapisan input dan lapisan tersembunyi. Perhitungan kesalahan lapisan tersembunyi dapat dilakukan dengan Persamaan (12) dan (13) sebagai berikut :

  (11) 6. Pada setiap unit lapisan tersembunyi dilakukan perhitungan kesalahan lapisan tersembunyi (

  = ∑ 2

  ∆ =

  (10)

  ∆ =

  (11) sebagai berikut :

  V kj dan V k0 dengan Persamaan (10) dan

  (9) Menghitung koreksi bobot yang kemudian akan digunakan untuk memperbaiki nilai

  = ( − )( )(1 − )

  lapisan dibawahnya dan digunakan untuk menghitung besarnya koreksi bobot dan bias (∆V jk dan ∆V ko ) antara lapisan tersembunyi dengan lapisan output dengan Persamaan (9) sebagai berikut :

  δ k ) dihitung. δ k dikirim ke

  (backward propagation ). Dimana masing-masing unit output menerima pola target t k sesuai dengan pola masukan saat pelatihan dan kemudian informasi error lapisan output (

  adalah fungsi aktivasi untuk unit keluaran.

  layer . W ki adalah bobot hidden layer ke output layer. Y k

  Dimana y_net k adalah unit keluaran. W k0 adalah bobot bias hidden layer ke output

  • – benar 0% (Stevenson, 2009).

  (17) 8. Menghitung nilai error untuk digunakan pada perhitungan MSE dengan Persamaan

  (13) Kemudian untuk menghitung ∆W ji dan

  flowchart siklus sistem gabungan metode backpropagation dan algoritma genetika.

  pada algoritma genetika untuk mendapatkan nilai fitness. Berikut merupakan gambar

  backpropagation digunakan saat proses evaluasi

  akhir berupa chromosome atau individu dengan nilai fitness tertinggi yang merupakan solusi terbaik. Pada penelitian ini algoritma

  crossover , melakukan mutase dan menyeleksi chromosome sehingga menghasilkan solusi

  Algoritma genetika memiliki beberapa tahap. Tahap pertama adalah melakukan Inisialisasi parameter berupa inputan yang meliputi pengkodean gen dan chromosome. Setelah menginputkan parameter, proses yang harus dilakukan adalah membangkitkan populasi awal, menghitung nilai fitness, melakukan

  2.4. Gabungan Algoritma Genetika dan Backpropagation

  _ = ∑ =1

  (12)

  = _ (1 − )

  ∆W jo menggunakan Persamaan (14) dan (15) sebagai berikut :

  (18).

  ∆ =

  (14)

  ∆ =

  (15) 7. Tahap 3 merupakan peng-updatean bobot dan bias. Perubahan nilai bobot dan bias menggunakan Persamaan (16) dan (17) sebagai berikut :

  ( ) = ( ) + ∆

  ( ) = ( ) + ∆

  pada proses prediksi. Nilai MSE akan digunakan untuk menghitung nilai fitness pada proses algoritma genetika. Berikut Persamaan (19) untuk mendapatkan nilai MSE :

  Error ) untuk mengetahui tingkat akurasi

  Menghitung nilai MSE (Mean Square

  (18) 9. Uji kondisi berhenti 10.

  = −

  (16)

  • – rata fitness sebesar 9,26162. Sedangkan nilai rata
  • – rata tertinggi terdapat pada generasi sebanyak 20 dengan nilai >– rata fitness sebesar 11,47432. Parameter banyaknya generasi mempengatuhi rata
  • – rata nilai fitness. Semakin besar nilai generasi, maka
  • – rata nilai fitness akan semakin kecil. Hal ini disebabkan oleh pembangkitan nilai awal pada setiap individu secara acak. Selain itu, dapat juga disebabkan oleh penggunaan binary tournament selection dalam proses seleksi.

  3.2. Uji Coba Ukuran Populasi

  • – rata nilai fitness yang didapat dan akan dipilih kombinasi dengan hasil paling optimal. Selain itu pengujian juga dilakukan pada prediksi terhadap data uji dengan penilaian nilai error AFER.

  adalah 0.1. Hasil pengujian dapat dilihat pada grafik Gambar 3.

  Gambar 1. Flowchart GA-BP 3.

   PENGUJIAN

  Proses pengujian meliputi pengujian banyaknya generasi, ukuran populasi (popsize), pengujian kombinasi nilai crossover rate dan mutation rate untuk proses algoritma genetika. Sedangkan untuk algoritma backpropagation pengujian dilakukan terhadap nilai learning rate (

  α). Proses pengujian ini dilakukan sebanyak 5 kali untuk setiap variasi nilai yang digunakan.

  Kemudian dihitung rata

  learning rate adalah 0.1, cr adalah 0.2 dan mr

  Uji coba pertama yang dilakukan yaitu terhadap ukuran populasi. Pada proses pengujian ini dilakukan input beberapa ukuran populasi. Ukuran populasi yang digunakan yaitu 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45 dan 50. Nilai parameter yang digunakan yaitu generasi sebanyak 20,

  Gambar 2. Grafik Pengujian Generasi

  Berdasarkan Gambar 2 dapat diketahui bahwa garis grafik yang ditampilkan mengalami kondisi naik dan turun. Titik terendah terdapat pada generasi sebanyak 400 dengan nilai rata

3.1. Uji Coba Generasi

  rate adalah 0.1, popsize (ukuran populasi) adalah

  Uji coba pertama yang dilakukan yaitu terhadap ukuran populasi. Pada proses pengujian ini dilakukan input beberapa ukuran populasi. Ukuran populasi yang digunakan yaitu 20, 50, 100, 150, 200, 250, 300, 350, 400, 450 dan 500. Nilai parameter yang digunakan yaitu learning

  Gambar 3. Grafik Pengujian Ukuran Populasi

  Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui bahwa garis grafik yang ditampilkan tidak mengalami banyak perubahan setelah ukuran populasi sebesar 20. Perubahan nilai fitness yang cukup besar hanya terjadi pada ukuran popsize 5, 10, 15 dan 20. Titik terendah terdapat pada nilai ukuran populasi 15 dengan nilai rata

  20, cr adalah 0.2 dan mr adalah 0.1. Hasil pengujian dapat dilihat pada grafik Gambar 2.

  • – rata
  • – rata tertinggi terdapat pada ukuran populasi 10 dengan nilai rata – rata fitness sebesar 11,85884.

  • – rata fitness 12.6211. Sedangkan nilai rata
  • – rata terendah terdapat pada nilai learning rate sebesar 0,1 dengan rata – rata fitness sebesar 11,39826.
  • – 0,5 selalu mengalami kenaikan. Akan tetapi setelah itu mengalami penurunan secara terus menerus hingga nilai learning rate sebesar 0,9. Hal ini disebabkan nilai learning rate digunakan untuk menghitung koreksi bobot dan bias pada hidden
  • – rata

  • – rata tertinggi terdapat pada kombinasi 0,1 untuk cr dan 0,9 untuk mr dengan nilai rata
  • – rata fitness sebesar 11,8865. Dari hasil rata
    • – pengujian sebelumnya yang menghasilkan nilai fitness terbaik.
    • – rata nilai fitness yang didapatkan dengan nilai cr yang lebih besar dari nilai mr rata
    • – rata menghasilkan solusi yang kurang baik dibandingkan dengan nilai cr yang lebih kecil dari nilai mr. Semakin besar perbedaan nilai cr dengan mr dengan nilai

      learning rate adalah 0.1, popsize adalah 20, cr

      Parameter yang digunakan pada pengujian AFER kedua yaitu generasi sebanyak 20,

      adalah 0.2 dan mr adalah 0.1. Dengan parameter yang dipilih dari pengujian sebelumnya maka didapatkan nilai AFER sebesar 2,4382%. Kemudian pengujian berikutnya dilakukan dengan pemilihan nilai parameter secara acak.

      learning rate adalah 0.5, popsize adalah 20, cr

      Parameter yang digunakan pada pengujian AFER pertama yaitu generasi sebanyak 50,

      Uji coba keempat yang dilakukan yaitu menghitung nilai AFER pada setiap data uji. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat akurasi setiap hasil prediksi terhadap target sesungguhnya. Pengujian dilakukan dengan dua parameter berbeda. Parameter pertama didapatkan dari pengujian

      3.5. Uji Coba AFER

      layer dan output layer pada proses backpropagation .

      Untuk nilai learning rate 0,1

      Gambar 5. Grafik Pengujian Learning Rate Berdasarkan Gambar 5 dapat diketahui bahwa grafik mengalami titik tertinggi berada pada nilai learning rate sebesar 0,5. Titik terendah terdapat pada nilai learning rate sebesar 0,1 dengan nilai rata

      Uji coba ketiga yang dilakukan yaitu terhadap variasi nilai learning rate. Pada proses pengujian ini dilakukan input beberapa nilai dengan range 0-0,9. Nilai parameter yang digunakan yaitu generasi sebanyak 20, popsize adalah 20, cr adalah 0.2 dan mr adalah 0.1. Hasil pengujian dapat dilihat pada grafik gambar 5.

      yang lebih baik. Namun tidak menutup kemungkinan jika nilai cr yang digunakan lebih kecil dari nilai mr dapat menghasilkan solusi yang lebih baik.

      3.4. Uji Coba Learning Rate

      cr yang lebih besar dapat menghasilkan solusi

      fitness 9,66708. Sedangkan nilai rata

      cr dan 0,6 untuk mr dengan nilai rata

      Berdasarkan Gambar 4 dapat diketahui bahwa grafik mengalami kondisi naik turun. Titik terendah terdapat pada kombinasi 0,4 untuk

      Gambar 4. Grafik Pengujian Kombinasi Cr dan Mr

      sampai 0.1 dan mr antara 0.1 sampai 0.9. Hasil pengujian dapat dilihat pada grafik gambar 4.

      rate adalah 0.1, popsize adalah 20, cr antara 0.9

      Uji coba kedua yang dilakukan yaitu terhadap kombinasi nilai cr dan mr. Pada proses pengujian ini dilakukan input beberapa kombinasi cr dan mr. Kombinasi cr dan mr yang diujikan bernilai 1. Nilai parameter yang digunakan yaitu generasi sebanyak 20, learning

      3.3. Uji Coba Kombinasi Cr dan Mr

      Hal ini disebabkan oleh pembangkitan nilai awal pada setiap individu secara acak. Selain itu, dapat juga disebabkan oleh penggunaan binary tournament selection dalam proses seleksi. Dimana metode seleksi ini memang dapat mengakibatkan konvergensi dini.

      fitness sebesar 9,43468. Sedangkan nilai rata

      adalah 0.2 dan mr adalah 0.1. Dengan parameter yang dipilih secara acak, maka didapatkan nilai AFER sebesar 0,0205%. Nilai AFER yang didapatkan dengan pengujian kedua menghasilkan nilai yang lebih baik dibandingkan pengujian pertama yaitu 0,0205%, maka digunakan sebagai hasil pengujian terbaik. Karena nilai yang didapatkan mendekati 0%. Dimana sistem yang dibuat dapat dikatakan baik sesuai dengan penjelasan yang ada pada Sub bab 2.3 bahwa sebuah sistem prediksi atau peramalan yang baik adalah yang memiliki nilai AFER mendekati 0%. Dengan nilai bobot dan bias yang digunakan dari proses gabungan algoritma genetika dan

      backpropagation , maka didapatkan nilai - nilai

      ”. Journal of AI and Data Mining. Volume 4, No. 1. 49-54

      Vakili Masoud, dkk. (2015). “Using Artificial Neural Networks for Prediction of Global Solar Radiation in Tehran Considering Particulate Matter Air Pollution”.

      Surabaya. Volume 1. 403-407 Singh Shaminder, Gill Jasmeen. (2014). “Temporal Weather Prediction using Back Propagation based Genetic Algorithm Technique”. I.J. Intelligent Systems and Applications. Volume 12. 55-61

      (2013). “Prediksi data arus lalu lintas jangka pendek menggunakan optimasi neural network berbasis gentic algorithm”. Jurnal Teknologi Informasi. Volume 9, No. 2. 54-61 Rahmadiani Ani, Anggraeni Wiwik. (2012). “Implementasi Fuzzy Neural Network untuk Memperkirakan Jumlah Kunjungan Pasien Poli Bedah di Rumah Sakit Onkologi Surabaya”. Jurnal Teknik Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

      Mahmudy, Wayan Firdaus. (2013). “Algoritma Evolusi”. Program Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer. Universitas Brawijaya. Malang Rabiha Sucianna Ghadati, Santoso Stefanus.

      Problems Based on Two-Factors High- Order Fuzzy Time Series”. IEEE Transactions On Fuzzy Systems. Volume 14, No. 3. 468-477

      Lee Li- Wei, dkk. (2006). “Handling Forecasting

      Teknik Heuristik”. Yogyakarta : Graha Ilmu

      “Penyelesaian Masalah Optimasi dengan Teknik-

      Kusmadewi S, Purnomo H. (2005).

      Series Data”. International Conference on Science in Information Technology. 158-163

      Haviluddin, Alfred Rayner. (2015). “A Genetic- Based Backpropagation Neural Network for Forecasting in Time-

      Gao Pengyu, dkk. (2016). “Fluvial facies reservoir productivity prediction method based on principal component analysis and artificial neural network”. Advancing Research Evolving Science. No. 2. 49-53

      (2016). “Prediction air pollution in Tehran : Genetic algorithm and back propagation neural network

      yang belum didenormalisasi adalah y (output) sebesar 0,483 dan nilai target 0,5. Sehingga selisih antara target seharusnya dengan hasil prediksi sistem adalah 0,017.

      5. DAFTAR PUSTAKA Esfandani, Muhammad Asghari, Nematzadeh.

    4. KESIMPULAN

      Parameter terbaik yang dihasilkan dari beberapa proses pengujian. Hasil pengujian terbaik yaitu dengan hasil nilai AFER sebesar 0,0205%. Karena hasil AFER pada prediksi data uji yang digunakan mendekati 0%, maka sistem dapat dikatakan baik. Parameter terbaik yang terpilih yaitu generasi sebanyak 20, learing rate adalah 0.1, ukuran populasi adalah 20, cr adalah 0.2 dan mr adalah 0.1.

      b.

      Sedangkan untuk proses seleksi menggunakan binary tournament selection.

      extended intermediate crossover dan random mutation untuk proses reproduksi.

      yang dilakukan menggunakan model

      crossover rate dan mutation rate. Penelitian

      diimplementasikan dengan memasukkan beberapa parameter untuk proses optimasi yatu banyaknya generasi, popsize ,

      fitness yang didapatkan. Algoritma genetika

      Hal ini dapat dilihat dari nilai APER dan

      neuron antara input layer dan hidden layer.

      Dengan mengimplementasikan algoritma genetika dalam proses inisialisasi bobot dan bias awal dapat menghasilkan prediksi yang lebih optimal. Panjang kromosom yang digunakan sebanyak 22 gen. 4 gen pertama merupakan representasi dari bobot dan bias pada neuron antara hidden layer dan output layer . 18 gen sisanya merupakan representasi dari bobot dan bias pada

      Kesimpulan yang didapatkan dari hasil penelitian mengenai prediksi waktu panen tebu dengan gabungan algoritma backpropagation dan algoritma genetika adalah sebagai berikut: a.

      International Conference on Technologies and Materials for Renewable Energy, Environment and Sustainability. 1205- 1212

      Wiguna Anggri Sartika, dkk. (2014). “Analisis dan Peramalan Kepadatan Jalan Raya Kodya Malang dengan FTS Average Based”. Jurnal EECCIS. Volume 8. No. 2. 157-162 Zamani, Adam Mizza, dkk. (2012). “Implementasi Algoritma Genetika pada Struktue Backpropagation Neural Network untuk Klasifikasi Kanker Payudara”. Jurnal Teknik POMITS. Volume 1, No. 1. 1-6