ANALISIS DISPARITAS PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KEPEMILIKAN SENJATA API SECARA ILEGAL (Studi Perkara Nomor: 121Pid.B2011PN.Mgl dan 237Pid.B2014PN.Mgl) (Jurnal Skripsi)

  

ANALISIS DISPARITAS PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA

KEPEMILIKAN SENJATA API SECARA ILEGAL

(Studi Perkara Nomor: 121/Pid.B/2011/PN.Mgl dan 237/Pid.B/2014/PN.Mgl)

(Jurnal Skripsi)

  

Oleh

LISCA JUITA

NPM. 1342011092

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

  

2017

  

ABSTRAK

ANALISIS DISPARITAS PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA

KEPEMILIKAN SENJATA API SECARA ILEGAL

(Studi Perkara Nomor: 121/Pid.B/2011/PN.Mgl dan 237/Pid.B/2014/PN.Mgl)

Oleh

  

Lisca Juita. Mahasiswa Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas

Lampung. Email: liscajuita@gmail.com. Maroni, Eko Raharjo. Bagian Hukum

Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung Jalan Soemantri Brojonegoro Nomor

1 Bandar Lampung 35145.

  Hakim sebagai penegak hukum dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku kepemilikan senjata api secara ilegal secara ideal tidak membuat disparitas dengan memberikan pidana yang berbeda terhadap tindak pidana yang sama. Hal ini dapat menimbulkan kesan negatif masyarakat terhadap penegakan hukum. Permasalahan penelitian ini adalah: (1) Mengapa terjadi disparitas terhadap kedua pelaku kepemilikan senjata api secara ilegal dalam Perkara Nomor: 121/Pid.B/2011/PN.Mgl dan 237/Pid.B/2014/ PN.Mgl.? (2) Apakah disparitas pidana terhadap kedua pelaku kepemilikan senjata api secara ilegal dalam Perkara Nomor: 121/Pid.B/2011/PN.Mgl dan 237/Pid.B/2014/ PN.Mgl. sesuai dengan rasa keadilan? Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan empiris. Narasumber terdiri dari Jaksa pada Kejaksaan Negeri Menggala, Hakim Pengadilan Negeri Menggala dan Akademisi Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan, data dianalisis secara kualitatif untuk selanjutnya diperoleh simpulan. Hasil penelitian menunjukkan: (1) Alasan terjadinya disparitas terhadap kedua pelaku kepemilikan senjata api secara ilegal adalah adanya perbedaan pertimbangan hakim terhadap kedua pelaku, yaitu dalam perkara nomor: 121/Pid.B/2011/PN.Mgl hakim tidak mempertimbangkan aspek tujuan pemidanaan terhadap terdakwa sehingga pidana yang dijatuhkan lebih bersifat pembalasan, yaitu penjara selama selama 4 tahun dan 3 bulan penjara, sedangkan dalam perkara nomor: 237/Pid.B/2014/PN.Mgl, hakim mempertimbangkan tujuan pemidanaan terhadap terdakwa sehingga pidana yang dijatuhkan hanya 10 bulan penjara. (2) Disparitas pidana terhadap kedua pelaku kepemilikan senjata api secara ilegal dalam Perkara Nomor: 121/Pid.B/2011/PN.Mgl dan 237/Pid.B/2014/ PN.Mgl. belum sesuai dengan rasa keadilan, karena terdapat perbedaan pidana yang harus dijalani oleh kedua terdakwa yang melakukan tindak pidana yang sama yaitu sengaja tanpa hak memperoleh, menguasai dan mempunyai dalam miliknya senjata api.

  Kata Kunci: Disparitas Pidana, Kepemilikan Senjata Api, Ilegal

  

ABSTRACT

ANALYSIS OF DISPARITY PUNISHMENT AGAINTS CRIME

OF ILLEGAL FIREARMS OWNERSHIP

(Study Case Number: 121/Pid.B/2011/PN.Mgl and 237/Pid.B/2014/PN.Mgl)

By

LISCA JUITA

  

Judge as in dropping criminal law enforcement against perpetrators of illegal possession

of firearms should ideally not create disparities by providing different criminal offenses

against the same. This may create a negative impression of the law enforcement

community. The problems of this study are: (1) Why the disparity of the two perpetrators

of the illegal possession of firearms in Case Number: 121/Pid.B/2011/PN.Mgl and

237/Pid.B/2014/PN.Mgl.? (2) Is the criminal disparity against the perpetrators of the

illegal possession of firearms in Case Number: 121/Pid.B/2011/PN.Mgl and

237/Pid.B/2014/PN.Mgl. according to the sense of justice? This study uses normative and

empirical approach. Resource consists of Attorney in the State Attorney Menggala,

District Court Judges and Academics Menggala Criminal Law Section Faculty of Law

Unila. Data was collected by literature study and field study, data were analyzed

qualitatively for subsequent research concluded. The results showed: (1) The reason for

the disparity of the two perpetrators of the illegal possession of firearms was the

difference in consideration of the judge against these two actors, namely in case number:

121/Pid.B/2011/PN.Mgl judges did not consider this aspect of the objective of sentencing

so that the sentence imposed defendant is retaliatory, namely prison for 4 years and 3

months in prison, while in case number: 237/Pid.B/2014/PN.Mgl, judges consider the

purpose of punishment against the accused so that the sentence imposed is only 10 months

jail. (2) The disparity in criminal against both the perpetrators of illegal possession of

firearms in Case Number: 121/Pid.B/2011/PN.Mgl and 237/Pid.B/2014/PN.Mgl. not in

accordance with the sense of justice, because there are differences in the criminal that

must be endured by the two defendants committed the crime of the same that is

intentionally without the right to obtain, control and having in his arms. Keywords: Disparities punisment, Firearms Ownership, Illegal

I. Pendahuluan

  Manusia dituntut untuk dapat mengendalikan perilakunya sebagai konsekuensi hidup bermasyarakat, tanpa pengendalian dan kesadaran untuk membatasi perilaku yang berpotensi merugikan kepentingan orang lain dan kepentingan umum. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara maka peranan hukum menjadi sangat penting untuk mengatur hubungan masyarakat sebagai warga negara, baik hubungan antara sesama manusia, hubungan manusia dengan kebendaan, manusia dengan alam sekitar dan menusia dengan negara.

  terlepas dari berbagai hubungan timbal balik dan kepentingan yang saling terkait antara yang satu dengan yang lainya yang dapat di tinjau dari berbagai segi, misalya segi agama, etika, sosial budaya, politik, dan termasuk pula segi hukum.

  Dalam hal ini Satjipto Rahardjo menyatakan bahwa eksistensi hukum dalam hal ini memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, karena hukum bukan hanya menjadi parameter untuk keadilan, keteraturan, ketentraman dan ketertiban, tetapi juga untuk menjamin adanya kepastian hukum. Pada tataran selanjutnya, hukum semakin diarahkan sebagai sarana kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.

  2 1 Andi Hamzah. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana . Ghalia Indonesia Jakarta.

  2001. hlm. 14. 2 Satjipto Rahardjo. Bunga Rampai Permasalahan Dalam Sistem Peradilan Pidana.

  Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian

  Terjadinya tindak pidana merupakan hal yang meresahkan masyarakat, terlebih tindak kejahatan tersebut dilakukan dengan menggunakan senjata api. Beredarnya senjata api di kalangan masyarakat sipil secara illegal akan menimbulkan pertanyaan sebagian masyarakat mengenai aturan kepemilikan senjata api bagi masyarakat pelaksanaannya selama ini.

  Menurut Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1976 tentang Peningkatan Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api, pengertian senjata api adalah salah satu alat untuk melaksanakan tugas pokok Angkatan Bersenjata dibidang pertahanan dan keamanan, sedangkan bagi instansi pemerintah di luar Angkatan Bersenjata, senjata api merupakan alat khusus yang penggunannya diatur melalui ketentuan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1976, yang menginstruksikan Menteri/ Pimpinan lembaga pemerintahan dan non pemerintahan membantu Menteri Pertahanan dan Keamanan agar dapat mencapai sasaran tugasnya.

1 Kehidupan bermasyarakat tidak dapat

  Penyalahgunaan senjata api merupakan perbuatan melanggar hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Angka (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Ordonansi Peraturan Hukum Sementara Istimewa. Selain itu Kepala Kepolisian Republik Indonesia melalui Surat Keputusan Nomor: 82/II/2004 tentang Buku Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendaliaan Senjata Api Non Organik TNI/POLRI, menjelaskan bahwa apabila terjadi penyalahgunaan senjata api maka sistem peradilan terhadap oknum penyalahgunaan senjata api tersebut akan dilaksanakan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Issu hukum penelitian ini adalah peredaran senjata api ilegal di masyarakat yang berpotensi digunakan untuk berbagai tindakan kriminal atau kejahatan. Kepemilikan senjata api secara illegal oleh masyarakat merupakan perbuatan melanggar hukum dan bagi yang memilikinya dikenai sanksi. Dasar hukumnya adalah Undang- Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dan Perpu Nomor 20 Tahun 1960 dan Surat Keputusan Kepala Polri Nomor 82 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian Senjata Non-Organik. Hukuman terhadap kepemilikan senjata api ilegal cukup berat. Dalam Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 disebutkan ancaman hukuman maksimalnya adalah pidana mati, pidana seumur hidup dan 20 tahun penjara. Penegakan hukum terhadap tindak pidana merupakan upaya untuk menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum di era modernisasi dan globalisasi ini dapat terlaksana, apabila berbagai dimensi kehidupan hukum selalu menjaga keselarasan, keseimbangan dan keserasian antara moralitas sipil yang didasarkan nilai aktual di dalam masyarakat beradab.

  menjatuhkan pidana terhadap pelaku kepemilikan senjata api illegal idealnya 3 Mardjono Reksodiputro, Sistem Peradilan

  Pidana Indonesia (Melihat Kejahatan dan Penegakan Hukum dalam Batas-Batas Toleransi ), Pusat Keadilan dan Pengabdian

  tidak membuat disparitas dengan memberikan pidana yang berbeda terhadap tindak pidana yang sama. Hal ini dapat menimbulkan kesan negatif masyarakat terhadap penegakan hukum. Majelis Hakim dalam Perkara Nomor: 121/Pid.B/2011/PN.Mgl, menjatuhkan pidana terhadap Heri Wuryanto bin Misdi dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 3 bulan penjara karena melakukan perbuatan dengan sengaja tanpa hak memperoleh, menguasai dan mempunyai dalam miliknya senjata api. Sementara itu dalam perkara Nomor: 237/Pid.B/2014/PN.Mgl, pelaku tindak pidana kepemilikan senjata api secara ilegal dijatuhi pidana selama 10 bulan, karena terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana yang sama.

  Melihat kedua putusan hakim terhadap kepemilikan senjata api yang berbeda ini maka terdapat perbedaan yang mencolok, sehingga menimbulkan disparitas. Pengertian disparitas adalah penerapan pidana (disparity of

  sentencing ) yang tidak sama (same offence ) atau terhadap tindak pidana

  yang sifat berbahayanya dapat diperbandingkan tanpa dasar pemberian yang jelas.

  4 Berdasarkan uraian latar belakang di

3 Hakim sebagai penegak hukum dalam

  atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

  a. Mengapa terjadi disparitas terhadap kedua pelaku kepemilikan senjata api secara ilegal dalam Perkara Nomor: 4 Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggung

  jawaban Dalam Hukum Pidana, Bina Aksara,

  121/Pid.B/2011/PN.Mgl dan yang tanpa hak memasukkan ke 237/Pid.B/2014/PN.Mgl.? Indonesia, membuat, menerima,

  b. Apakah disparitas pidana terhadap mencoba memperoleh, menyerahkan kedua pelaku kepemilikan senjata api atau mencoba menyerahkan, secara ilegal dalam Perkara Nomor: menguasai, membawa, mempunyai 121/Pid.B/2011/PN.Mgl dan persediaan padanya atau mempunyai 237/Pid.B/2014/ PN.Mgl. sesuai dalam miliknya, menyimpan, dengan rasa keadilan? mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan

  Penelitian ini menggunakan pendekatan dari Indonesia sesuatu senjata api, yuridis normatif dan yuridis empiris. amunisi atau sesuatu bahan peledak” Pengumpulan data dilakukan dengan sebagaimana diatur dan diancam studi pustaka dan studi lapangan. pidana dalam Pasal 1 ayat (1 )UU Analisis data dilakukan secara kualitatif. Darurat No. 12 Tahun 1951 Jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dalam surat dakwaan Tunggal. (2) Menjatuhkan pidana terhadap

II. Pembahasan

  Terdakwa Heri Wuryanto Bin Misdi

  

A. Alasan Terjadinya Disparitas dengan pidana penjara 5 (Lima)

terhadap Pelaku Kepemilikan Tahun penjara dikurangi selama Senjata Api Secara Ilegal dalam Terdakwa berada dalam tahanan

  dengan perintah Terdakwa tetap

  Perkara Nomor: 121/Pid.B/2011/PN.Mgl dan ditahan. 237/Pid.B/2014/PN.Mgl. (3) Menyatakan barang bukti berupa 1

  (satu) pucuk senjata api rakitan laras

  

1. Dasar Pertimbangan Hakim dalam pendek warna coklat, silinder enam

Perkara Nomor: 121/Pid.B/2011/ lubang warna silver bergagang kayu PN.Mgl warna coklat beserta 2 (dua) butir

  amunisi merk Pin Cal 5,56 warna kuning dan 1 buah sarung senjata api Tuntutan pidana dari Jaksa Penuntut warna hitam, dirampas untuk Umum No. Reg : PDM- dimusnahkan 115/MGL/03/2011 yang telah dibacakan dan diserahkan di Persidangan pada Majelis hakim menimbang bahwa atas tanggal

  26 April 2011 yang pada tuntutan Jaksa Penuntut Umum tersebut, pokoknya menuntut agar Pengadilan Terdakwa mengajukan pembelaan Negeri Menggala menjatuhkan putusan (pledoi) di persidangan yang pada sebagai berikut : pokoknya mohon agar dijatuhi hukuman (1) Menyatakan Terdakwa Heri yang seringan-ringannya dengan alasan

  Wuryanto Bin Misdi terbukti secara bahwa Terdakwa menyesali sah dan menyakinkan bersalah perbuatannya dan berjanji tidak akan melakukan tindak Pidana mengulangi lagi perbuatannya serta “Melakukan, yang menyuruh Terdakwa mempunyai tanggung jawab melakukan dan yang turut serta keluarga. Atas permohonan Terdakwa menyatakan bertetap pada tuntutannya semula sedangkan Terdakwa tetap dengan permohonannya. Majelis hakim menimbang walaupun telah terbukti adanya fakta-fakta hukum sebagaimana telah diuraikan di atas, namun untuk dapatnya Terdakwa dinyatakan bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan tersebut, maka haruslah dibuktikan kalau Terdakwa telah melakukan perbuatan yang memenuhi unsur-unsur dari pasal- pasal tindak pidana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum.

  a. Unsur Barang Siapa Menimbang bahwa yang dimaksudkan dengan Unsur Barang siapa adalah adanya subyek hukum yang dalam hal ini orang sebagai pelaku tindak pidana, dan atas tindak pidana yang dilakukannya orang tersebut secara jasmani maupun rohaninya mampu untuk bertanggung jawab. Menimbang bahwa dalam persidangan perkara ini Jaksa Penuntut Umum telah mengajukan Mat Yani Bin Basri selaku Terdakwa mengingat peranannya dalam suatu peristiwa tindak pidana, dimana berdasarkan keterangan para saksi maupun keterangan Terdakwa sendiri ternyata selama dalam pemeriksaan perkara ini, Terdakwa yang sehari-hari memiliki pekerjaan sebagai tani, memiliki kemampuan untuk mengikuti jalannya persidangan dengan baik, dan tidak pula ditemukan adanya perilaku jasmani maupun rohani dalam diri para terdakwa yang berdasarkan alasanalasan pembenar dan pemaaf dalam Hukum Pidana, dapat melepaskannya dari kemampuan untuk bertanggung-jawab.

  Dengan kata lain Terdakwa merupakan untuk bertanggung-jawab atas perbuatannya baik secara jasmani maupun rohani.

  Berdasarkan atas uraian pertimbangan penerapan unsur Barang siapa atas perbuatan Terdakwa, maka Majelis Hakim berkeyakinan Unsur “Barang siapa” ini telah terbukti secara sah dan menyakinkan menurut hukum.

  b. Unsur dengan sengaja tanpa hak menguasai, membawa, mempunyai persediaan atau mempunyai dalam miliknya senjata api

  Majelis hakim menimbang bahwa sesuai dengan maksud diundangkannya Undang-Undang No.12/Drt/1951 bahwa untuk legalnya senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak yang berada dalam penguasaan seseorang harus ada ijin dari pihak yang berwenang. Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan yang dihubungkan dengan keterangan para saksi, keterangan terdakwa serta barang bukti yang diajukan, diketahui bahwa terdakwa tidak memiliki izin dari pihak yang berwenang dengan membawa, memiliki dan menyimpan 1 (satu) pucuk senjata api rakitan jenis pistol warna silver dan 2 (dua) butir amunisi warna kuning tersebut. Menimbang bahwa dengan demikian berdasarkan atas uraian pertimbangan penerapan unsur Barang siapa atas perbuatan Terdakwa, maka Majelis Hakim berkeyakinan Unsur “dengan sengaja tanpa hak menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya senjata api ” ini telah terbukti secara sah dan menyakinkan menurut hukum. Menimbang bahwa sebelum Majelis Hakim menjatuhkan pidana, maka terlebih dahulu perlu dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

  a. Hal-hal yang memberatkan adalah perbuatan Terdakwa meresahkan masyarakat dan perbuatan Terdakwa menimbulkan kerugian terhadap masyarakat luas

  b. Hal-hal yang meringankan adalah terdakwa bersikap sopan dalam persidangan, menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi serta belum pernah dihukum

  Majelis hakim mendasarkan putusan pada ketentuan Pasal 1 ayat (1) UU Darurat No. 12 Tahun 1951 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, mengadili: a. Menyatakan terdakwa mat yani bin basri telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana kejahatan “Dengan sengaja tanpa hak menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya senjata api” b. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 (empat) Tahun dan 3 (tiga) bulan.

  c. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalankan oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari lamanya pidana yang dijatuhkan.

  d. Memerintahkan agar terdakwa tetap ditahan e. Memerintahkan barang bukti berupa 1 (satu) buah magazen warna hitam dirampas untuk dimusnahkan. Berdasarkan uraian di atas maka dalam Perkara Nomor: menjatuhkan pidana penjara penjara selama 4 (empat) tahun dan 3 (tiga) bulan terhadap pelaku kepemilikan senjata api secara illegal. Menurut penulis pidana yang dijatuhkan hakim dalam perkara ini cukup tinggi dan hakim cenderung tidak mempertimbangkan aspek tujuan pemidanaan, tetapi lebih mengedepankan pidana yang bersifat pembalasan terhadap pelaku.

  Hal ini sesuai dengan teori tujuan pemidanaan,khususnya teori absolut atau pembalasan. Menurut teori ini pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana. Pidana merupakan suatu pembalasan yang mutlak dari suatu perbuatan tindak pidana tanpa tawar menawar. Pidana tidak pernah dilaksanakan semata-mata sebagai sarana untuk mempromosikan tujuan atau kebaikan masyarakat. tetapi dalam semua hal harus dikenakan karena orang yang bersangkutan telah melakukan kejahatan. Bahwa walaupun seluruh anggota masyarakat sepakat untuk menghancurkan dirinya sendiri (membubarkan masyarakat), pembunuhan terakhir yang masih dipidana di dalam penjara harus dipidana sebelum resolusi atau keputusan pembubaran masyarakat itu dilaksanakan. Hal ini harus dilaksanakan karena setiap orang harus menerima ganjaran dari perbuatanya dan perasaan balas dendam tidak bole tetap ada pada anggota masyarakat, karena apabila tidak demikian mereka sernua dapat dipandang sebagai orang yang ikut ambil bagian dalam pembunuhan itu yang merupakan pelanggaran terhadap keadilan umum

5 Sesuai dengan teori tersebut maka hakim

  dalam menjatuhkan pidana berorientasi pada upaya untuk membalas kesalahan pelaku tindak pidana dengan menjatuhkan pidana yang berat. Teori absolut atau pembalasan ini menjadikan pidana merupakan tuntutan mutlak, bukan hanya sesuatu yang perlu dijatuhkan tetapi mutlak menjadi suatu keharusan kerana hakekat dan pidana adalah pembalasan.

  Tuntutan Pidana oleh Penuntut Umum tertanggal

  03 September 2014 No.Reg.Perk:PDM-83/MGL/07/2014, yang pada akhirnya menuntut supaya Majelis Hakim yang mengadili perkara ini memutuskan: a. Menyatakan terdakwa Sumardi Als

  Mansyur Bin Busroh Manaf terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ”tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba, memperoleh, menyerahkan, atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai, persediaan padanya, atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, munisi atau sesuatu bahan peledak, tanpa izin yang berwajib dan tidak ada 5 hubungannya dengan pekerjaan sehari-hari” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Darurat No.12 Tahun 1951 dalam surat Dakwaan Tunggal;

  b. Menjatuhkan pidana Terhadap terdakwa Sumardi Als Mansyur Bin Busroh Manaf dengan pidana penjara selama 1 (satu) Tahun dan 6 (enam) Bulan Penjara dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan; c. Menyatakan barang bukti berupa 1

  (satu) pucuk senjata api rakitan Revolver laras pendek warna hitam dan bergagang kayu warna cokelat dan 1 (satu) butir Amunisi/ Peluru caliber 9 (sembilan) Mm; dirampas Untuk Dimusnahkan;

2. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Perkara Nomor: 237/Pid.B/2014/ PN.Mgl

  Jaksa Penuntut Umum menyusun dakwaannya secara tunggal, untuk itu Majelis Hakim akan langsung membuktikan dakwaan Jaksa Penuntut Umum tersebut apakah sesuai dengan perbuatan terdakwa serta fakta-fakta hukum dipersidangan. Menimbang bahwa untuk itu Majelis Hakim akan membuktikan dakwaan tunggal Jaksa Penuntut Umum yang unsurunsurnya sebagai berikut: a. Unsur “Barang siapa” Menimbang bahwa yang dimaksud dengan unsur “Barang siapa

  adalah

  subjek hukum yaitu orang atau badan hukum selaku pemegang hak dan kewajiban dan dapat dipertanggungjawabkan segala perbuatannya. Menimbang bahwa berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan yaitu dari keterangan saksi yang membenarkan keterangan saksi tersebut, bahwa terdakwa Sumardi Als Mansyur Bin Busroh Manaf adalah orang yang dimaksudkan dalam Surat Dakwaan Penuntut Umum dengan segala identitasnya, sehingga tidak terjadi error in persona dan ternyata dalam persidangan sehat jasmani dan rohani sehingga dapat dipertanggungjawabkan perbuatannya; Unsur Barang siapa dalam hal ini hanya untuk mencocokkan identitas terdakwa apakah sama dengan orang yang dimaksudkan dalam surat dakwaan Penuntut Umum agar tidak terjadi error in persona, jadi belum mengenai perbuatan yang dilakukan atau tidak dilakukannya karena hal tersebut akan dipertimbangkan dalam unsur berikutnya. Menimbang bahwa telah dijelaskan dalam pertimbangan bahwa identitas terdakwa adalah sama dengan yang dimaksudkan dalam identitas surat dakwaan Penuntut Umum sehingga dalam hal ini tidak terjadi error in

  persona . Berdasarkan pertimbangan-

  pertimbangan tersebut di atas, Majelis Hakim berpendapat bahwa unsur “Barang siapa“ telah terbukti;

  b. Unsur tanpa hak memiliki senjata api Berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan yaitu dari keterangan saksi maupun keterangan terdakwa sendiri yang membenarkan keterangan saksi tersebut, diketahui bahwa terdakwa Sumardi Als Mansyur Bin Busroh Manaf dalam kepemilikan 1 (satu) pucuk senpi genggam jenis revolver dan 1 (satu) butir peluru kaliber 9 mm tersebut, tidak memiliki izin atau Dokumen Resmi dari pihak berwenang dan tidak sesuai

  Menimbang bahwa terhadap unsur tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba, memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai, persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyebunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan,dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak telah terbukti; Menimbang bahwa oleh karena seluruh unsur-unsur dari Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Darurat No.12 Tahun 1951 dalam dakwaan tunggal Penuntut Umum telah terbukti, maka terdakwa harus dinyatakan telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana “tanpa hak membawa, menguasai senjata api beserta amunisinya tanpa izin”; Menimbang bahwa sepanjang pemeriksaan dipersidangan tidak ditemukan hal-hal yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana terhadap diri terdakwa, baik alasan-alasan pemaaf atau pembenar pidana sesuai dengan Pasal 44 sampai dengan pasal 51 KUHPidana, sehingga terdakwa harus dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dalam dakwaan kedua dan harus dijatuhi pidana; Majelis hakim menimbang bahwa sebelum dijatuhi pidana, perlu dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan yang meringankan pada diri terdakwa;

  (1) Hal-hal yang memberatkan adalah Perbuatan terdakwa meresahkan dan dapat membahayakan masyarakat;

  (2) Hal-hal yang meringankan adalah Terdakwa berlaku sopan dipersidangan, mengakui perbuatannya dan menyesali perbuatannya, merupakan tulang punggung bagi keluarganya dan belum pernah dihukum.

  Majelis hakim mendasarkan putusan pada ketentuan Pasal 1 Ayat (1) Undang- Undang Darurat No.12 Tahun 1951, serta Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, dan ketentuan hukum lainnya yang bersangkutan, mengadili:

  a. Menyatakan terdakwa Sumardi Als Mansyur Bin Busroh Manaf terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “melakukan perbuatan dengan sengaja tanpa hak memperoleh, menguasai dan mempunyai dalam miliknya senjata api”; b. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 10 (sepuluh) Bulan;

  c. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalankan terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan; d. Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan; e. Menetapkan barang bukti berupa 1

  (satu) pucuk senjata api rakitan Revolver laras pendek warna hitam dan bergagang kayu warna cokelat dan 1 (satu) butir Amunisi/ Peluru caliber 9 (sembilan) Mm; Dirampas Untuk Dimusnahkan;

  Berdasarkan uraian di atas maka diketahui bahwa dalam Perkara Nomor: 237/Pid.B/2014/PN.Mgl, Sumardi Als Mansyur Bin Busroh Manaf sebagai pelaku tindak pidana kepemilikan senjata api secara ilegal dijatuhi pidana selama 10 bulan. Pidana tersebut relatif lebih rendah dibandingkan dengan pidana yang dijatuhkan dalam dalam Perkara Nomor: 121/Pid.B/2011/PN.Mgl, terhadap Heri Wuryanto Bin Misdi dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 3 bulan penjara Menurut pendapat penulis, putusan hakim dalam Perkara Nomor: 237/Pid.B/2014/PN.Mgl menggunakan teori relatif atau tujuan,yaitu tujuan pidana bukanlah sekedar rnelaksanakan pembalasan dari suatu perbuatan jahat, tetapi juga rnernpunyai tujuan lain yang bermanfaat, dalam arti bahwa pidana dijatuhkan bukan karena orang telah berbuat jahat, melainkan pidana dijatuhkan agar orang tidak melakukan kejahatan. Memidana harus ada tujuan lebih lanjut daripada hanya menjatuhk:an pidana saja. Jadi dasar pembenaran pidana munurut teori relatif atau tujuan ini adalah terletak pada tujuannya. Tujuan pidana untuk mencegah kejahatan ini dapat dibedakan antara prevensi khusus (special

  prevention) dengan prevensi umum (general prevention), prevensi khusus

  dimaksudkan pengaruh pidana terhadap pidana hingga pencegahan kejahatan ini ingin dicapai oleh pidana dengan mempengaruhi tingkah laku terpidana untuk tidak melakukan tindak pidana. Teori ini seperti telah dikenal dengan

  rehabilitation theory . Sedangkan pidana terhadap masyarakat, artinya pencegaaan kejahatan itu ingin dicapai oleh pidana dengan mempengaruhi tingkah laku masyarakat untuk tidak melakukan tindak pidana. Ada tiga bentuk pengaruh dalam pengertian prevensi umum, yaitu pengaruh pencegahan, pengaruh untuk memperkuat larangan-larangan moral dan pengaruh mendorong suatu kebiasaan perbuatan patuh pada hukum.

  6 Sesuai dengan teori tersebut hakim

  menimbang bahwa tujuan pemidanaan tidaklah hanya untuk memberikan tujuan pembalasan dari negara terhadap warga negaranya, namun untuk dampak jera kepada terdakwa agar terdakwa tidak mengulangi melakukan tindak pidana kembali, serta memberikan pembinaan ketrampilan sebagai bekal untuk setelah keluar dari tahanan, serta pembinaan rohani agar menginsyafi perbuatannya sehingga pada saat terdakwa kembali ke tengah-tengah masyarakat dapat berkumpul kembali dan melakukan perbuatan yang berguna bagi masyarakat. Putusan hakim tersebut merealisasikan tujuan akhir dari sistem peradilan pidana, yaitu rehabilisasi dan resosialisasi pelanggar hukum, bahkan sampai pada penanggulangan kejahatan. Faktor penerimaan masyarakat terhadap mantan narapidana, tentunya tidak sekedar menerima menjadi anggota keluarga ataupun lingkungannya, tetapi harus menghilangkan prasangka buruk adanya kemungkinan melakukan kejahatan kembali dengan cara menerima mantan narapidana bekerja di berbagai aspek kehidupan 6 Berdasarkan perbandingan kedua putusan tersebut maka diketahui bahwa

  Majelis Hakim dalam Perkara Nomor: 121/Pid.B/2011/PN.Mgl, menjatuhkan pidana terhadap Heri Wuryanto Bin Misdi dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 3 bulan penjara karena melakukan melakukan perbuatan dengan sengaja tanpa hak memperoleh, menguasai dan mempunyai dalam miliknya senjata api. Sementara itu dalam perkara Nomor: 237/Pid.B/2014/PN.Mgl, Sumardi Als Mansyur Bin Busroh Manaf sebagai pelaku tindak pidana kepemilikan senjata api secara ilegal dijatuhi pidana selama 10 bulan, karena terbukti secara sah dan meyakinka melakukan tindak pidana yang sama. Hal ini menunjukkan adanya disparitas pidana pada kedua putusan hakim tersebut.

  B. Disparitas Pidana Terhadap Kedua Pelaku Kepemilikan Senjata Api Secara Ilegal dalam Perkara Nomor: 121/Pid.B/2011/PN.Mgl dan 237/Pid.B/2014/ PN.Mgl. berdasarkankan Rasa Keadilan

  Disparitas Pidana Terhadap Pelaku Kepemilikan Senjata Api Secara Ilegal dalam Perkara Nomor: 121/Pid.B/2011/PN.Mgl dan 237/Pid.B/2014/ PN.Mgl. belum belum memenuhi rasa keadilan, karena hakim memjatuhkan pidana yang berbeda kepada dua pelaku tindak pidana kepemilikan senjata api ilegal.

  Pandangan negatif masyarakat terhadap hakim dapat dihindari dengan memutus perkara secara adil dan teliti, sehingga tidak menimbulkan kesenjangan hakim hendaknya lahir, tumbuh dan berkembang adanya sikap/sifat kepuasan moral jika keputusan yang dibuatnya dapat menjadi tolak ukur untuk kasus yang sama, sebagai bahan referensi bagi kalangan teoritis dan praktisi hukum serta kepuasan nurani jika sampai dikuatkan dan tidak dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung jika perkara tersebut sampai ke tingkat banding atau kasasi. Hakim dalam membuat putusan harus memperhatikan segala aspek di dalamnya, yaitu mulai dari perlunya kehati-hatian serta dihindari sedikit mungkin ketidakcermatan, baik bersifat formal maupun materiil sampai dengan adanya kecakapan teknik dalam membuatnya.

  menganailisis bahwa disparitas pidana terhadap kedua pelaku kepemilikan senjata api secara ilegal dalam Perkara Nomor: 121/Pid.B/2011/PN.Mgl dan 237/Pid.B/2014/ PN.Mgl. belum sesuai dengan rasa keadilan, karena terdapat perbedaan pidana yang harus dijalani oleh kedua terdakwa yang melakukan tindak pidana yang sama yaitu sengaja tanpa hak memperoleh, menguasai dan mempunyai dalam miliknya senjata api. Keadilan menurut Barda Nawawi Arief adalah perlakuan yang adil, tidak berat sebelah, tidak memihak dan berpihak kepada yang benar. Keadilan menurut kajian filsafat adalah apabila dipenuhi dua prinsip, yaitu: pertama tidak merugikan seseorang dan kedua, perlakuan kepada tiap-tiap manusia apa yang menjadi haknya. Jika kedua prinsip 7 ini dapat dipenuhi barulah itu dikatakan adil.

  8 Hakim sebagai penegak hukum dalam

  menjatuhkan pidana terhadap pelaku kepemilikan senjata api secara ilegal secara ideal tidak membuat disparitas dengan memberikan pidana yang berbeda terhadap tindak pidana yang sama. Hal ini dapat menimbulkan kesan negatif masyarakat terhadap penegakan hukum. Masyarakat dalam hal ini akan menilai bahwa hakim telah menjatuhkan putusan yang tidak adil terhadap kedua pelaku yang sama-sama melakukan tindak pidana kepemilikan senjata api secara illegal. Hakim sebagai pelaksana dari kekuasaan kehakiman mempunyai kewenangan melalui putusannya yang didasarkan pada keyakinan, integritas moral yang baik serta mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat. Hal ini sesuai dengan fungsi hukum sebagai instrument untuk melindungi rakyat dari bahaya dan tindakan yang dapat merugikan dan menderitakan hidupnya dari orang lain, masyarakat maupun penguasa. Selain itu berfungsi pula untuk memberikan keadilan serta menjadi sarana untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Perlindungan hukum juga dapat menimbulkan pertanyaan yang kemudian meragukan keberadaan hukum. Hukum harus memberikan perlindungan terhadap semua pihak sesuai dengan status hukumnya karena setiap orang memiliki kedudukan yang sama dihadapan hukum.

7 Berdasarkan uraian di atas maka penulis

  8

IV. Penutup

  A. Simpulan

  1. Alasan terjadinya disparitas terhadap kedua pelaku kepemilikan senjata api secara ilegal adalah adanya perbedaan pertimbangan hakim terhadap kedua pelaku, yaitu dalam perkara nomor: 121/Pid.B/2011/PN.Mgl hakim tidak mempertimbangkan aspek tujuan pemidanaan terhadap terdakwa sehingga pidana yang dijatuhkan lebih bersifat pembalasan, yaitu penjara selama selama 4 tahun dan 3 bulan penjara, sedangkan dalam perkara nomor: 237/Pid.B/2014/PN.Mgl, hakim mempertimbangkan tujuan pemidanaan terhadap terdakwa sehingga pidana yang dijatuhkan hanya 10 bulan penjara.

  2. Disparitas pidana terhadap kedua pelaku kepemilikan senjata api secara ilegal dalam Perkara Nomor: 121/Pid.B/2011/PN.Mgl dan 237/Pid.B/2014/ PN.Mgl. belum sesuai dengan rasa keadilan, karena terdapat perbedaan pidana yang harus dijalani oleh kedua terdakwa yang melakukan tindak pidana yang sama yaitu sengaja tanpa hak memperoleh, menguasai dan mempunyai dalam miliknya senjata api.

  B. Saran

  1. Majelis hakim yang menangani tindak pidana di masa yang akan datang diharapkan untuk mempertimbangkan rasa keadilan dalam menjatuhkan putusan, sebab tindak pidana berdampak pada kerugian yang diakibatkan oleh perbuatan pelaku. Selain itu untuk memberikan efek jera kepada pelaku dan sebagai upaya untuk mengantisipasi agar tidak terjadi tindak pidana serupa di masa yang akan datang.

  2. Terkait hakim adanya disparitas pidana hendaknya hal tersebut dihindari di masa yang akan datang karena berpotensi menjadi yurisprudensi di masa-masa yang akan datang, namun demikian Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman mengatur bahwa putusan hakim bersifat independen dan harus bebas dari intervensi dari pihak manapun, dalam kondisi yang demikian semua putusan hakim harus memenuhi rasa keadilan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

  Atmasasmita, Romli. 1996. Sistem Peradilan Pidana . Binacipta.

  Bandung. Hamzah, Andi. 2001. Asas-Asas Hukum Pidana . Rineka Cipta. Jakarta.

  Hendardi, 2006. Aparat Kepolisian dan Penggunaan Senjata Api .

  Majelis Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI). Jakarta

  Lamintang, P.A.F. 1996. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia , PT.

  Citra Adityta Bakti, Bandung. Marpaung, Leden. 1992. Proses Penanganan Perkara Pidana .

  • , 2000. Tindak Pidana Terhadap
  • ,2002. Bunga Rampai Kebijakan

  Penelitian Hukum . Universitas IndonesiaPress. Jakarta.

  Surat Keputusan Kepala Polri Nomor 82 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian Senjata Non- Organik.

  Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1976 tentang Peningkatan Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api

  Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

  4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia.

  Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor

  Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

  Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Ordonansi Peraturan Hukum Sementara Istimewa

  Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api

  Undang Hukum Pidana (KUHP)

  Tahun 1958 tentang Pemberlakukan Kitab Undang-

  Jo. Undang-Undang Nomor 73

  Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946

  Soekanto, Soerjono. 1983. Pengantar

  Nyawa dan Tubuh . Sinar Grafika. Jakarta.

  Sistem Penegakan Hukum Pidana Menghadapi Kejahatan Perdagangan Orang. Penerbit Pusataka Magister, Semarang.

  Alumni.Bandung. Siswanto, Heni. 2013. Rekonstruksi

  Asas-Asas Pertanggung Jawaban Pidana .

  Setiadi, Edi. 1997. Permasalahan dan

  Pertanggungjawaban Pidana, Rineka Cipta, Jakarta.

  Prodjohamidjojo, Martiman, 1997.

  Hukum Pidana . PT Citra Aditya Bakti. Bandung.

  Bakti. Bandung.

  Rampai Kebijakan Hukum Pidana . PT Citra . Aditya

  Nawawi Arief, Barda. 2001. Bunga

  Kehakiman, Bina Ilmu, Surabaya.

  Moeljatno, 1993. Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta. Mulyadi, Lilik. 2007. Kekuasaan

  Perkara Nomor: 121/Pid.B/2011/PN.Mgl dan 237/Pid.B/2014/PN.Mgl.