FAKTOR-FAKTOR SOSIAL EKONOMI DAN POLITIK PENYEBAB MUNCULNYA KEKERASAN POLITIK DI JATIM: STUDI KASUS DI KABUPATEN BANGKALAN DAN PASURUAN Repository - UNAIR REPOSITORY
!(
DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDA YAAN
DIREKTORAT JENDERAL PENDlDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
.
'e e
Jet
FAKTORFAKTOR SOSIAL EKONOMI DAN POLITIK
iENYEBAB MUNCULNYA KEKERASAN POLITIK DI JATIM:
STUDI KASUS DI KABUPATEN BANGKALAN DAN PASURUAN
Ketua Peneliti :
Drs. Sutrisno, MS.
Fakultas ·lImu Sosial dan IImu Politik
3006 '1369&';;1 'II
J
LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Dihiayai Oleh : Dana Rutin Unair 199711998
SK.Rektor Nomor : 5935/J03IPL/1997
Nomor: 40
DEPARTE!1EN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DIREKTC?;T JENDRAL PENDIDIKAN TINGGI
~NIVERSTA
AIRLANGGA
FAKTORFAKT ? SOSIAL EKONOMI DAN POLITIK
PENYEBAB MUNCULNYA KEKERASAN POLITIK DI J~TIM:
STUDI KASUS DI KABUPATEN BANGKALAN DAN PASURUAN
Peneliti:
Drs. Sutrisno, MS
Drs. Muhammad Asfar
Drs. Eko Supeno
Drs. Kris Nugroho
Dra. Yusuf Irianto
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
;3000
Ydl b 9U'3 1 Y/
t/
Lembaga Ponelitian Universitas Airlangga
Dibiayai
DANA RUTIN Universitas Airlangga
SK. Rektor Nomor
5935/J03/PL/1997
Tanggal
: 1 Oktober 1997
~-
.. -~
.-
..
DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
LEMBAGA PENELITIAN
1.
2.
3.
...
PUlIU Pe.banluun Repoul
PusU. Obat T radilioul
PUllitPenltlDbulllnBuku.
Pull.t Llapunilln Bldup (599511')
5. Puilit Penle.ban,an Gill (5995710) 9. Pusllt Kependudukan dan
6. PuslltlStudl Wanlta
(5995712)
Pembanllunan (5995119)
1. PuslitOiahral1l
10. PUllltlKesehatllnReprD'
•• Puttlt Bloenerli
dubl
Kampus C. JI. Mulyorejo Telp. (031) 5995246. 5995248. 5995247 Fax. (031) 5995246. Suraba)'a 60115
I DENI'ITAS DAN PlHJESAHAN
LAPORAN AKHIR HASIL PBNELITIAN
FaktorFaktor Sosial, Ekonolli Dan Politik
1. a. Judul Penelitian
Penyebab Munculnya Kekerasan Politik Di
Di Jawa Tillll.Jr : Studi Kasus Di Kabupaten Bang.
kalan Dan p~uran
( ) Fundaaental, (V) Terapan, ( ) Pengembangan
( ) Institusional
(V) II
( ) III
( ) IV
( ) I
b. Mac8II Penelitian
C. Katogori peneHttan .
2. Kepala Prbyek Penl~tia
a. Nama Lengkap Dengan Ge 1ar
b. Jenis Kelamin
,c. Pangkat/Golongan dan NIP
i d. Jabatan Sekarang
e. Fakultas/Puslit/Jurusan
f. Univ.'!Inst ./Akadelli
g. Bidang Ilmu Y~
Diteliti
Drs. Sutrisno, MS.
LakiLaki
Penata Tk.l/llId/130 937 951
Staf Pengajar
ISIP/Ilmu Politik
Universitas' Airiangga
nmu Politik
3.! Jumlah Tim Peneliti
5 (1 ima) orang
4. Lokasi Penelitian
Kahupatcn Bangkalan, dan Pasuruan
5.' Kerjasama dengan Instansi Lain
, a. Nama Instansi
b. A 1 a II a t
6. Jangka Waktu Penelitian
4 (empat) bulan
7. Biaya Yang Diperiukan
Rp J.OOO.OOO,OO
••
I
•
I
8. Seminar Hasil Pcnclitillll
a. Dilaksanakan Tanggal
b. Hasil Penilaian
16 Apri I 1998
(
(
I
I
I
I
) Baik Sekali
V) Sed a n g
I
(
(
)
)
Ba i k
I
K u T n n g
I
I
•I
I
•
Surabaya, 16 April 1998
'ngetahui/ Mcngesah~
. n . RektoT
t ua Lcmhaga P$~l
..
.,#
",'
~-,/
~
.
Noor Cholies Zaini
N.Jt¥>i30 355 372
RINGKASAN PENELITIAN
Judul penel{tian
FaktorFaktor Psikologi Sosial dan Po
litik Penyebab Munculnya Kekerasan Po
litik di Seputar Pemilu 1997.
Ketua Peneliti
Sutrisno
Anggota Peneliti
Muhammad Asfar
Eko Supeno
Kris Nugroho
Yusuf Irianto
Fakultas
llmu Sosial dan llmu Politik
Sumber 8iaya
DANA RUTIN Universitas Airlangga
SK. Rektor Nomor : 5935/J03/PL/1997
Tanggal
: 1 Oktober 1997
Secara garis besar. penelian ini mengajukan tiga masalah utama berikut:
Pertama. faktorfaktor sosial. ekonomi dan politik
apakah yang menjadi akar persoalan kekerasan politik di
seputar pemilu 19977
Kedua, 8agaimanakah bentukbentuk kekerasan politik
yang terjadi7
Ketiga, apakah munculnya kekerasan politik di seputar
pemilu lebih dapat dijelaskan oleh variabelvariabel yang
berada dalam diri pelaku kekerasan atau variabelvariabel
yang berada di luar para pelaku kekerasan?
Keempat, solusi macam apakah yang dapat ditawarkan
untuk memeradam munculnya kekerasan politik di mas~
mendatang?
Oleh karena itu. tujuan penelitian ini dimaksudkan
untuk menelusuri beberapa akar persoalan munculnya kekerasan politik di seputar pemilu. baik menjelang dan selama
kampanye maupun pada hari H dan sesudah pemilu 1997. Di
samping itu, juga dimaksudkan untuk mencari solusi atau
formula pemecahan sehingga peristiwaperistiwa yang sama
tidak terulang di waktuwaktu mendatang. Secara rinci.
tU.iuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
Untuk menjawab permasalahan di atas, tim peneliti
memilih tiga media massa dijadikan sebagai sumber data.
yakni Harian Kompas. Jawa Pos dan Bernas. Pemilihan tiga
media
massa ini didasarkan
pertimbanganpertimbangan
berikut. Datadata dikumpulkan melalui studi
pustaka
terhadap beritaberita di ketiga media massa.
Data yang diperoleh kemudian diklasifikasi
sesuai
dengan permasalahan yang diteliti, yang kemudiandinterpretasi dan dianalisis sesuai dengan isi berita yang ada.
Dalam analisis data yang diperoleh. sejauh mungkin didasarkan
pada teori-teori yang ada, sehingga lebih memberi
makna
teoritis
terhadap temuan
yang diperoleh.
Sejauh
memungkinkan.
data-data yang diperoleh ditampilkan dalam
bentuk
tabel
frekunsi~
agar para pembaca
lebih muda
memahinya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat dua
faktor
utama yang mendorong munculnya kekerasan politik. Pertama,
faktor
politik
atau struktural.
terutama sikap oknum
pejabat yang dinilai kurang adil. Kedua, faktor
psikologi
sosial
atau perasaan "egoismell terhadap OPP yang didukungnya.
Sementara itu.
bentuk-bentuk kekerasan
politik
yang
terjadi sebagian besar berupa pengrusakan atau
pembakaran
kantor pemerintah. Beberapa kantor pemerintah yang sering
menjadi
sasaran amuk massa adalah kantor desa,
kantor
kecamatan,
kantor pembantu bupati, bank-bank
pemerintah,
dan sebagainya. Bentuk kekerasan politik yang lain adalah
pengrusakan/pembakaran fasilitas umum.
pengrusakan/pembakaran rumah/toko, kendaran, pengrusakan/pembakaran perkelaian antara OPP. dan sebagainya.
Saran yang diajukan oleh tim peneliti
agar kekerasan
yang sama
tidak muncul di masa-masa mendatang adalah
dengan menerapkan sistem demokrasi secara sunguh-sunguh.
Hal
ini didasarkan pertimbangan karena dengan menerapkan
sistem demokrasi secara sungguh-sungguh maka konflikkonflik
kepentingan antar kelompok dapat diselesaikan
melalui lembaga-lembaga demokrasi yang ada dan memungkinkan masyarakat mengontrol kepada para pemegang
kekuasaan.
Di samping itu, aparat pemerintah. baik sipil maupun ABRl,
sebaiknya bersikap adil terhadap semua pendukung kontestan
yang ada.
KATA PENGANTAR
Pada
Serbagai
pemilu
1997, suhu politik meningkat
kerusuhan
dan amuk massa terjadi
cukup
hampir
tajam.
di
semua
daerah di Indonesia. Rakyat Indonesia yang selama ini dikenal
"pendiam"
tibatiba menjadi beringas dengan sebab
paknya sepele. Penelitian ini dimaksudkan untuk
yang
tam-
menggambarkan
faktor-faktor yang menyebabkan munculnya kekerasan politik
seputar pemilu 1997 tersebut. Dengan mengetahui
penyebab.
di
faktor-faktor
diharapkan ditemukan solusi yang tepat sehingga
di
masa-masa mendatang tidak terjadi hal yang sarna.
Agaknya
bukan
basa-basi jika tim
peneliti
mengucapkan
terimaksih sedalam-dalamnya kepada Rektor Universitas Airlanggao
yang
khususnya Ketua Lembaga Penelitian Universitas
Airlangga
memberi kepercayaan kepada kami dengan diijinkannya
peneliti
untuk melaksanakan penelitian dari biaya DANA
Universitas
Airlangga. Tim peneliti juga
mengucapkan
tim
RUTIN
kepada
semua pihak yang ikut membantu terlaksananya penelitian ini.
Akhirnya.
pihak
tim peneliti mengharapkan saran dari
untuk perbaikan penelitian di masa-masa yang
berbagai
akan
da-
tang.
Pene 1 i ti
DAFTAR lSI
halm~n
RINGKASAN
KATA PENGANTAR
i
iii
DAFTAR lSI
iv
DAFTAR TABEL
v
PENDAHULUAN
1
TINJAUAN PUSTAKA
8
METODE PENELITIAN
20
HASIL DAN PEMBAHASAN
23
SIMPULAN DAN SARAN
47
DAFTAR PUSTAKA
49
OAFTAR TABEL
halaman
Tabel 1: Kontras Antara Inherensi dan Kontingensi....
11
Tabel 2: Kontras Antara Agen dan Struktur
15
Tabel 3: Faktorfaktor Penyebab Munculnya Kekerasan
Politik
Tabel 4: Bentukbentuk Kekerasan Politik
33
37
.
.. -.'.]""
PENDAHULUAN
___---I
A. Latar Belakang Masalah
8elakangan
peristiwa
ini, terutama dua tahun terakhir.
kekerasan
massa
terjadi
di
berbagai
berbagai
secara beruntun dan dalam waktu singkat. 8erbagai
han
massa
mudah
yang muncul belakangan ini tidak
diidentifikasi
munculnya
peristiwa
penyebabnya,
karena
tersebut umumnya
tempat
kerusu-
lagi
dengan
latarbelakang
bertumpang
tindih
antara faktor ekonomis, sosial dan politis. Para pengamat,
ulama
dan,
terutama, pemerintah
seakan
kehabisan
akal
untuk menjelaskan mengapa masyarakat Indonesia yang selama
ini
dikenal
begitu "manis"
tibatiba menjadi
beringas
dengan sebabsebab yang tampaknya sangat sepele.
Sejak
lebih
peristiwa Sabtu kelabu di Jakarta atau
dikenal
dengan peristiwa 27 Juli
1996
dari
segi
di
Ko~ban
kuantitas. intensitas maupun
sini tidak hanya
dalam
jumlah
pengertian
yang
berbagai
kerusuhan massa terjadi dalam skala yang luar biasa,
baik
korban.
hilangnya
nyawa manusia termasuk yang lukaluka namun juga dalam
pengertian kerugian material. seperti hancurnya
bangunan,
kendaraan bermotor. dan semacamnya. 8eberapa kasus kekerasan
massa
yang
berskala besar dapat
1
diangkat
di
i
/
sini
adalah peristiwa keberingasan massa yang terjadi di Banyuwangi
(Jawa
(Jawa
Barat), Sanggauledo (Kalimantan Barat),
Timur). Tanah Abang
(Jakarta) ,
Tasikmalaya
dan
seba-
gainya.
Kerusuhan
massa
ini menjadi
berkembang
dan
melebar
terutama menjelang dan selama kampanye pemilu 1997. Menjalang pelaksanaan kampanye. di Pekalongan pecah amuk
yang
melibatkan
ribuan orang dan kerugian
rupiah.Peristiwa
pembakaran
Raja
Siti
ratusan
diawali
rencanaanya
dengan
MZ
pengajian akbar yang dihadiri Ketua OPP
Rukmana. Oiduga, kekerasan
untuk
Golkar
politik
akibat kekecewaan masyarakat setempat
pendukung
juta
digunakan
Rhoma lrama bersama KH Zainuddin
Hardijanti
muncul
oknum
panggung kesenian yang
Oangdut
melakukan
kekerasan politik ini
massa
itu
--khususnya
PPP-- karena bendera partainya diturunkan
aparat dan diganti dengan bendera . Golkar
oleh
( Kompas,
1997) •
Pada massa kampanye. kebrutalan mass a semakin menggila.
Pada
pertama kampanye misalnya, massa
putaran
Soeryadi dan pro-Megawati saling baku hantam di
Sebelumnya,
tawuran
massa
peringatan
brutal
di
Kediri, massa POI
dengan massa POI
pro-Soeryadi
peralatan
musik,
dan
terlibat
pada
pro-Megawati
naik ke panggung kemudian memecahkan
pro-
Surabaya.
pro-Megawati
HUT POI ke-24. Massa POI
menghancurkan
POI
saat
dengan
lampu-lampu,
merobohkan
(tenda). Para aktivis pro-Megawati ini diduga datang
terob
dari
Surabaya, Kediri, Blitar, Malang, Jombang dan Tulungagung •
-.
...::.
Peristiwa bentrok antar pendukung POI ini juga terjadi
Jakarta
dan beberapa kota lain ketika kampanye
POI
di
ber-
langsung.
Oi
Pasuruan,
membakar
yang
massa PPP menyerang
kendaraan
polisi untuk
kantor
polsek
"membebaskan"
temannya
ditahan aparat keamanan. Peristiwa yang hampir
juga terjadi di Ujung Pandang. Ribuan massa PPP
kantor
pada
saat
kampanye. Oi
Pekalongan,
mengamuk dan melempari beberapa kantor dan
perorangan.
yang
Dan, peristiwa amuk massa
melibatkan
maSSa PPP terjadi
aliran
mass a
PPP
properti/milik
paling
di
sama
melempari
PLN karena dianggap sebagai biang padamnya
listrik
d~n
mengerikan
8anjarmasin
pada
putaran terakhir massa kampenye, yang menghanguskan
pulu-
han
bangunan pertokoan. kantor
pasar
dan
rumah
(Forum,
Oi
pemerintah/swasta,
penduduk serta menelan lebih
dari
134
nyawa
1997).
Yogyakarta. massa Golkar menyerang kantor
melukai
petugas jaga yang kebetulan sudah udzur
PPP
dan
umurnya.
Para satgas Golkar juga terlibat penyerangan dan pengrusakan
di UII
(Universitas Islam Indonesia) dan
lAIN
Sunan
Kalijaga. P?ristiwa terakhir ini sempat memaksa pihak
Tk I Golkar 01 Yogyakarta meminta maaf kepada dua
uan
pergur-
tinggi yang dijarahnya. 8erbagai kebrutalan dan
yerangan massa Golkar juga terjadi di Surabaya.
OPO
pen-
Pasuruan,
Pekalongan, Jakarta, dan beberapa tempat lainnya. Umumnya,
kebrutalan dan penyerangan ini disebabkan oleh kejengkelan
pendukung
Golkar
yang salam dua jarinya
tidak
mendapat
sambutan dari massa (Batra,
Peristiwaperistiwa
pada
1997).
kekerasan massa
juga
hari H dan setelah pemilu. Oi Sam pang
berlangsung
(Jawa
Timur)
terjadi pembakaran beberapa kantor desa,
sekolahsekolah,
dan
menjadi
panitia
pelaksanaan pemilu di daerah masingmasing. Massa
menjadi
perumahan
beringas
Duas
ini
guru (SO) yang kebetulan
karena merasa diperlakukan tidak adil dan
terhadap hasil perhitungan suara
bahkan
aparat
guru
berbuntut kaburnya puluhan guru
keamanan
untuk
pemilu.
(polisi) terpaksa
Peristiwa
SO
sehingga
menggantikan
semen tara waktu. Peristiwa
tidak
serupa,
menjadi
meskipun
intensitas dan jumlah kerugiannya tidak sama, juga terjadi
di Pamekasan, Pasuruan, Jember, dan terakhir di
(JiJWiJ
8angkalan
Pas, 1997).
Oalam
menyikapi berbagai peristiwa
kekerasan
yang terjadi, pemerintah selama ini seringkali
politik
melihatnya
dari kaca mata keterlibatan pihak ketiga (aktor intelektuall
sebagai faktor penyebabnya. Cara pan dang semacam
ini
memang tidak sepunuhnya salah, sebab, dalam banyak penelitian
menunjukkan
misalnya,
atau
bahwa
suatu
aksi
kolektif,
revolusi
aliansi
seringkali dilakukan melalui koalisi,
penggabungan
berdasarkan
(Scakpal ,1994). Akibatnya,
geografis
pertimbangan
pemerintah kurang
memperhati-
kan kondisi-kondisi struktural atau faktor-faktor
sikologis massa yang terlibat dalam aksi kerusuhan
sosiopterse-
but.
8erbagai
peristiwa kekerasan politik di
4
atas
mengan-
tarkan
pada
satu
pertanvaan
menarik.
apakah
berbagai
kerusuhan dan kekerasan massa tersebut merupakan
perilaku
(politik)
massa
tertentu,
atau
berbagai
sebagai
sarana
hal itu hanyalah
persoalan
untuk
mencapai
tujuan
sekedar ekspresi
struktural yang melekat
pada
dari
sistem
politik kita? Atau, kedua faktor ini sebenarnya bergayutan
secara
macam
resiprokal?
Jika memang
benar
apa yang dapat ditawarkan untuk
demikian,
meredam
solusi
munculnya
peristiwa yang sama di masamasa mendatang?
B. Perumusan Masalah
Dari berbagai latarbelakang masalah di atas, penelitian
ini mengajukan empat masalah utama berikut:
Pertama,
apakah
faktorfaktor
sosial,
ekonomi
dan
yang menjadi akar persoalan kekerasan
politik
politik
di
seputar pemilu 1997?
Kedua.
Bagaimanakah
bentukbentuk
kekerasan
politik
apak'ah munculnya kekerasan politik di
seputar
yang terjadi?
Ketiga,
pemilu lebih dapat dijelaskan oleh variabelvariabel
berada dalam diri pelaku kekerasan atau
yang
variabelvariabel
yang berada di luar para pelaku kekerasan?
Keempat,
untuk
solusi
macam apakah
yang
dapat
memeradam munculnya kekerasan politik di
mendatang?
ditawarkan
masamasa
c.
Tujuan Penelitian
o
Secara
suri
di
umum, pene1itian ini dimaksudkan untuk
beberapa akar persoalan muncu1nya kekerasan
seputar
maupun
i tu.
menelu-
pemilu, baik menjelang
pada
dan
selama
hari H dan sesudah pemilu 1997.
juga dimaksudkan untuk mencari solusi
pemecahan
teru1anq
sehingga
kampanye
Oi
samping
atau
formula
peristiwaperistiwa yang
di waktuwaktu mendatang. Secara
po 1 i ti'k
sama
rinci.
tidak
tujuan
pene1itian ini adalah sebagai berikut:
Pertama. untuk mengetahui faktorfaktor sosia1, ekonomi
dan politik yang menjadi akar persoa1an kekerasan
politik
di seputar pemilu.
Kedua.
menggambarkan bentukbentuk
kekerasan
politik
yang terjadi di seputar pemilu 1997.
Ketiga,
nculnya
menggambarkan variabelvariabel
penjelas
kekerasan po1itik di seputar pemilu, baik
varia-
belvariabel yang berada dalam diri pelaku kekerasan
variabe1variabel yang berada di luar para pelaku
mu-
atau
kekera-
san.
Keempat,
mencari formula atau solusi yang tepat untuk
memeradam munculnya kekerasan politik di masamasa
mend a-
tang.
O. Manfaat Penelitian
Hasilhasil penelitian ini diharapkan dapat
6
memberikan
sumbangan
pemikiran. khususnya kepada
pemerintah.
dalam
rangka menyusun dan mengimplementasikan berbagai kebijakan
po 1 i ti k .
Di samping itu, temuantemuan penelitian
dapat dijadi-
kan pelajaran semua pihak agar tidak mudah terjebak
gerakan
yang
menjurus pada kekerasan
politik.
dalam
sehingga
peristiwa yang sarna tidak terjadi lagi di masa-masa depan.
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep
menunjuk
kekerasan
politik di
sini dimaksudkan
peristiwaperistiwa meminjam
untuk
istilah Tilly-
kekerasan sipil yang digerakkan oleh isuisu yang bersifat
politis,
terutama
mendapatkan
1986).
politik
perjuangan
kekuasaan di dalam organisasi politik
Termasuk
ditujukan
yang terkait dengan
kepada
(OPP)
di sini adalah
kekerasan
pemerintah atau
untuk
(Rule.
politik
yang
organisasiorganisasi
tertentu. Sebagaimana
yang
ditulis oleh
Gurr, bahwa kekerasan politik (political violence) adalah:
"all
collective
against
the
attacks
political
within
regime.
community
political
a
its
actors
--including
competing political groups as well as incumbents-- or
its
policies" (Sco/(pol. 1994).
Secara
teoritis. teoriteori sosial. baik yang
klasik
maupun modern, pada dasarnya hendak menjawab apakah
tindakan termasuk di dalamnya aksi kekerasan
suatu
kolektif-
itu ditentukan oleh individu secara otonom atau ditentukan
oleh struktur yang melingkupinya,
pengertian
baik
nilai, budaya. ekonomi maupun
struktur dalam
yang lebih condong pada penjelasan pertama seperti
aksionisme
simbolis,
semacamnya
masuk
etnometodologi,
dalam
kelompok
Teori
politik.
inter-
fenomenologi
teoriteori
mikro; semementara teori yang lebih condong pada
dan
sosiologi
penjela-
san kedua seperti institusionalisme, fungsionalisme
tural. strukturallsme dan semacamnya masuk dalam
teoriteori sosiologi makro
Oalam
kaitannya
perdebatan
dengan
struk
kelompok
1985; Turner, 1978).
(Crab~
kekerasan
politik
yang muncul biasanya berkaitan
kolektif.
dengan
apakah
kekerasan politik itu dilihat sebagai sesuatu yang
bersi-
fat inherent/inherency atau contingent/contingency. Sesuatu disebut inherent apabila ia akan selalu terjadi sehingga
aktualitas
potensi itu hanya dapat
dihalangi,
namun
tidak dapat dihilangkan. Oalam kerangka inherensi. kekerasan
politik dianggap sebagai suatu fenomena yang
sebagai
dan
salah satu alternatif untuk menyalurkan
normal,
aspirasi
memperjuangkan tercapainya kepentingan politik.
karena
itu.
pendukung
pertanyaan
teori
yang biasa
kontingensi adalah
konflik atau kekerasan politik
diajukan
'why
oleh
not':
Oleh
para
mengapa
tidak muncul sesering yang
seharusnya. Kekerasan atau perilaku agresif lainnya secara
biologis
dianggap sebagai sesuatu yang inheren pada
manusia.
sebagaimana
juga terdapat
pada
diri
hewan/binatang
yang 1 ain (Lorenz, 1996).
Sebaliknya, sesuatu dianggap contingent apabila ia tergantung
pada
( unLlsua 1
tersedianva
condi tions)
kondisi-kondisi
Kontingensi
rutin
kontingensi
terjadi
tidak
secara
yang mengandung banyak
adalah
sehingga
yang
kondisi-kondisi
unsur
sesuatu yang tidak biasa
memerlukan penjalasan.
bukan berarti indeterminasi
acak.
lazim
yaitu
kebetulan.
atau
Maskipun
tidak
bagitu,
( indeterminacy) .
Sebab. kondisikondisl umum seperti kenalkan atau penurunan
misalnya,
memungkinkan
terjadinya
suatu
kekerasan
politik. Dengan begitu. kontingensi bukanlah sesuatu
bersifat
politik)
acak
yang
(random) atau suatu·
selalu
tidak
yang
peristiwa
(kekerasan
dapat
dikontrol
keberadaannya(Gurr, 1980).
Jika cara pandang inherensi dan kontingensl
kan,
dikontras-
maka akan tergambar sebagaimana yang terlihat
tabel 1 berikut:
dalam
Tabel 1
Kontras Antara Inherensi dan Kontingensi
Inhere:1si
Kontingensi
1. Sifat dasar lanusia dalal kehidupan poli
1. Sifat dasar lanusia dalal kehidupan politit
tlk adalah lelaksilalkan pengaruh dan ke
luasaan dalal proses pelbuatan dan pelak
sanaan keputusan. Berbagai cara ditelpuh
untuk lencapai tujuan ini, terlasul lela
lui kelerasan politit.
adalah te arah 'perdalaian", resolusi atau
lenghindari konflik yang lenggunakan kekera
san politik. Keterasan politil dianggap se
bagai caracara lOlpetisi yang tidal nor
2. ~aren
keterasan dianggap norlal. perso
alan teori inherensi adalah, lengapa te
kerasan politik tidak terjadi sesering
yang selestlnya.
2. Persoalan lendasar teori kontingensi adalah
lengapa teterasan polltit terjadi dan bagai
lana aenjelaskan freluensinya.
3. Pilihan lenggunakan kekerasan atau tidal
dal adalah persoalan taktik, yang leny
angkut perhitungan untung rugi. Artinya.
para pelaku kerusuhan adalah altar rasio
na 1.
3. Pllihan penggunaan kekerasan politit sang
4. Kekerasan politit dipilih secara intrin
sil. yaitu berdasarkan lotivasi. talkula
51, dan leinglnan yang ada dalal d1ri a~
tor atau para pelaku.
4. ~ekrasn
5. Faltortaltar obyeltif, seperti perilba
~ang
leuI~an
pelaksa atau kondisiton
d1S1 yang leludahlan keberhasilan penggu
naan lekerasan lerupalan faktor penjelas
utall terjadinvi ke~rasn
politit.
5. ~aren
rial.
at bersifat "afeltif", tidal berdasarlan
kalkulasi untung rugi. Artinya. para pelatu
kerusuhan adalah aktor yang lengalali depri
vast.
politit terjadi secara ekstrinsil,
valni bersulber dari sebabsebab yang berada
di luar para pelatu, dan oleh faltorfaltor
kontekstual atau lontingen.
kekerasan politil bersifat afektif.
tara perilbangan kekuatan pelalsa dan tondi
sikondisi yang lelperludah leberhasilan pe
nggunaan kekerasan lelpunyai day a jelas sa
I1gat ledl.
e
Berdasarkan
tabel
1 di atas. secara sederhana
dikatakan bahwa inherensi melihat kekerasan politik
gai
suatu
tindakan yang keberadaannya
dapat
dapat
seba-
dijelaskan
oleh faktorfaktor yang ada dalam pelaku kekerasan, sementara
kontingensi menjelaskan kekerasan politik dar{
torfaktor
yang ada di luar pelaku kekerasan.
1.1
fak-
8etapapun,
dalam kehidupan nyata, antara lnherensi dengan kontingensi
seringkali
itu,
bercampur
dan sulit dipisahkan.
Oleh
bagi Eckstein, persoalannya bukanlah apakah
karena
sesuatu
(kekerasan po 1 i ti k) i tu inherensi atau kon tingensi, tetap'i
apakah
suatu subyek itu dianggap pada dasarnya
inherensi
atau kontingensi. Persoalannya bukanlah mana yang benar di
antara
suatu
keduanya, namun mana yang lebih dapat
peristiwa
Inherensi
dan
(kekerasan politik) secara
kontingensi bukanlah
menjelaskan
lebih
persoalan
baik.
kubukubu
filosofis yang perlu dipertentangkan satu sama lain, namun
lebih sebagai persoalan pilihan strategi penelitian (World
Encyclopedia of Peac~
1986).
Cara pandang yang menempatkan
politik sebagai
ke~rasn
sesuatu yang bersifat inherensi atau kontingensi pada
sarnya
sejajar dengan
persoalan utama
dalam
teoritis di kalangan ilmuwan sosial, yakni
perdebatan
apakah
suatu
kekerasan kolektif itu diletakkan dalam tataran agen
struktur.
sebagai
Dalam tataran agent kekerasan politik
suatu
tindakan individu
yang
da-
atau
dipahami
dilakukan
secara
sadar dan sengaja untuk mereproduksi dan mentranformasikan
realitas sosial.
yang
relatif
politik
kekerasan
dipahami sebagai
individu
sebagai
otonom untuk melakukan tindakan,
kolektif
rasional
Para pelaku dipahami
produk
dan
dari
seseorang. Oleh karena itu, penjelasan
politik kolektif selalu dilihat dari
aksi
pilihan
terhadap
"faktor-
faktor dalam" para pelaku kekerasan dan mengabaikan faktor
dan kendala struktural serta prosesposes sosial
1.2
lainnya.
Beberapa penjelasan teoritis yang diturunkan dari kerangka
analisis
agen ini diantaranva dilakukan oleh Rule
menjelaskan
perilaku/aksi kolektif
ketika
1986) dan
(Rule~
oleh
8erk ketika menggunakan pendekatan permainan untuk
laskan kerusuhan massa
Sebaliknya,
dipahami
1978).
(6envi~
dalam tataran struktur, kekerasan
sebagai
hasil
dari
proses
politik
hubunganhubungan
sosial atau struktur di mana para pelaku tersebut
Nilai
berada.
struktural"
dan norma dipandang sebagai "imperatif
yang terinternalisasi dalam diri individu, sehingga
berperilaku
sistem.
Oleh
selaras dengan atau
karena itu.
fungsional
penjelasan
orang
terhadap-kekerasan
terhadap
politik kolektif selalu dilihat dari "faktor-faktor
luar"
para pelaku kekerasan dan mengabaikan faktor-faktor
motivasi. dan strategi. Tindakan agen
asan
artefak
lebih dari
1994). 8eberapa penjelasan
(Sztompka~
struktur
yang diturunkan dari kerangka analisis
teoritis
in i
(dalam bentuk keker-
politik kolektif) dianggap tidak
atau produk struktur
m~nat.
diantaranya dilakukan oleh Gurr
Skock-
1970).
(6ur~
1994) dan Davies (Macridis and Brown, 1968).
pol(Sck~
Secara
dasarnya
ontologis,
persoalan agen
mempertanyakan
Q
sejauhmana
dan
struktur
tindakan-tindakan
individu merupakan proses sosialisasi dan produk
yang hanya dapat dikontrol secara minimal; dan
tindakan-tindakan
sional
yang
tersebut merupakan produk
struktur
sejauhmana
pilihan
yang sengaja diambil oleh individu sebagai
otonom.
Secara epistemologist
1. '.,
pada
persoalan
ra-
subyek
agen
dan
struktur pada dasarnya berkisar pad a upaya untuk menjelaskan suatu efek peristiwa politik tertentu: sebagai
konse-
kuensi tindakan dan niat aktor yang terl1bat; atau
dari
struktur dan hubungan-hubungan sosial di
produ~
mana
pa~
aktor tersebut berada (Panggabean).
Jika kedua kerangka anal isis di atas dikontraskan. maka
akan
terlihat
sebagaimana yang tergambar dalam
berikut:
o
L4
tabel
2
Tabel 2
Kontras Antara Agen dan Struktur
o
AGEN
STRUKTUR
1. Individu adalah agen yang tindalannya 1. "asyarakat terdiri dari hubunganhubungan sosial
secara sadar dan sengaja lereprodulsi
atau "struktur" yang lenjadi tondisi interaksi
dan lentransforlasi realitas sosial
dan hasil tindakan agenagen
2. "Penjelasan dari dalal', lengabailan
dan lenyepelekan faktor dan kendala
struktural dan prosesproses sosial
dan politik
2. "Penjelasan dari Iuar', lengabaitan dan lenyepele
kan fattorfaktor lotivasi. niat, strategi, dan
atsi agen karena dianggap tidak lebih dari arte
fak atau produk struktur
3. "~aslh
Weber", ya1tu perhatian pada 3. "Masalah Durkheil·, yaitu perhatian pada lasyara
individu dan atsi lanusia penentu
lat sebagai 5istel yang "berdikari", sedangkan in
struttur s05ial
dividu dianggap sebagai elanasi, representasi,dan
epifenolena lasyarakat
4. Realitas dipandang "rapuh", dapat di 4. Nilai dan norla dipandang sebagai"ilperatif struk
rundingkan ("bargaining for reality·)
tural" yang terinternalisasi dalal diri individu,
dan terbentuk sebagai konstruksi indi
sehingga orang berperilaku selaras dengan, atau
viduindividu yang subyektif
fungsional terhadap, sistel
5. Hubungan yang .onocausal dan sederha
na lengaitkan agen dengan strultur:
Agen lelbentuk struktur
5. Hubungan yang .onocausal dan sederhana lengaitkan
Struttur lelbatasi dan bah
struktur dengan a~en:
kan lenentukan keagenan
b. Penekanan pada praktikpraltik litro O.
(.icro-practices\ dala. interaksi so
sial yang ditandai dengan keunikan dan
kekayaan interatsi soslal dan politik
Pen~a
pada aksi yang selalu "terta"al' dalal
struktur yang lebih luas (.acra-e.beddedness)
7. Untuk lenjelastan suatu peristiwa dan 7. Struktur sosial politik dianggap sebagai alpa dan
fenolena politik dilulai dari dan di
olega penjeiasan tindakan aktor.
athiri dengan individu.
B. Voluntarisle. yakni lelahali peristiwa B. Oetereinisle dan teleologisle, yakni pandangan
dan tenolena p~litk
dengan lelpernat1
vanQ lenelpatkan prosesoroses sosial dan politik
dinisbatkan tepada 'historical end-state', seperti
~an
niat dan Motivasi attar.
hubunganhubungan e~onli
dalal larxisle.
9. Penekanan pada bagianbagian yang lei
bentuk keseluruhan, seperti tindakan
individu.
Yang
~.
Penekanan pada keseluruhan yang lelpengaruhi bagi
anbag1an yang lenjadi unsurnya.
menjadi persoalan. tindakan seseorang
seringkali
t~dak
dengan mudah dapat diidentifikasi
dalam
ta~n
agen atau
dalam
teo~is
istik dan
cend~ug
dalam
penjelasan
kevakuman
be~sifat
volunta~
yang
teo~is
sebagai
subyek
seolaholah individu
st~uk,
sosial.
penjelas umumnya
fakto~
se~ingkal
menempatkan individu
yang membentuk dan mengubah
hidup
ditempatkan
Penjelasanpenjelasan
st~uk.
agen
ta~n
dan
menempatkan
te~lau
pemj e 1 asan-
Sebaliknya.
sebagai
st~uk
dan
det~minsk
ung
menempatkan individu hanya sebagai obyek
tu~,
seolaholah individu
sep~ti
cend~
da~i
st~uk
yang tidak mempun~obt
yai kehendak bebas.
~ealits
Di samping itu, dalam
keduanya
st~uk
lain.
Untuk itu,
akan
empi~k,
se~ingkal be~tumpang
ilmuwan
be~ap
dijadikan sebagai
ke~ang
melihat
pada
(~epoduksi)
p~oduk
samping
tindih satu
sama
halnya
yang
-sep~ti
dalam
pandang.
c:a~
da~i
saat yang sama
dianggap
mis8hask~
juga
ia
keagenan manusia.
sebagai kendala
tulisan
bagi
sebagai kondisi
masy~kt
namun
manusia.
agen dan
pemik~an
ini-- mencoba "memadukan" kedua
alnya.
ant~
keagenan
me~upakn
di
St~uk,
sekaligus juga
dipan-
dang sebagai peluang.
Ca~
pandang yang sama juga dapat diikuti
pik~an
80u~die
(BDurdie~
-te~uam
ant~
si)
agen
budaya-p~akti
habitus
dan
dan
field
st~uk).
1994).
(st~uk
Ia mel ihat bahwa
hasil
me~upakn
(ja~ing
sosial yang sudah
hubungan yang
jalan
da~i
p~akti
hubungan
te~inals
melibatkan
posisi
Field mengkondisikan habitus,
semen-
16
tara hab.ltLl5 membentuk field sebagai sesuatu yang
bermak
na.
80urdie
Formula
yang
sederhana
ditawarkan
ada 1ah: (Bourdie" 1994).
= [
p
] +
(h) (c)
f
dimana:
P = praktik;
h = habi tus
c capi tal
f = field
Dalam
upaya
ilmu
politik dan ilmu sosial
"memadukan"
secara
sistematis
kedua
cara
pandang
oleh Giddens. 8agi
pada
telah
namun
melakukan
ia juga dapat menciptakan
tindakan secara otonom.
dilakukan
struktur
Giddens.
tidak hanya menimbulkan kendala (constraint)
manusia.
umumnya--
bagi tindakan
peluang
Ia menawarkan
untuk
kerangka
konseptual/teori yang diberi nama teori strukturasi. Teori
strukturasi
pada
dasarnya
mengandung
empat
(duality of
konsep. yaitu dualisme struktural
perangkat
structure),
dualisme subyek-obyek. dimensi ruang dan waktu. dan
haman ganda (double hermeneutic)
pema-
(Surbakti" 1992).
Dualisme struktur pada dasarnya memandang bahwa struktur
dan individu-aktor (agen)
berinteraksi
produksi dan reproduksi institusi serta
Artinya.
sosial.
agen
merupakan
hasil
dalam
proses
hubungan-hubungan
( outcome)
dari
struktur namun pad a saat yang bersamaan agen tersebut juga
menjadi
atau
--dan
mediasi bagi pembentukan struktur baru.
agen
tidak hanva sekedar menjadi
penanggung
selalu menyesuaikan dengan-- struktur.
memiliki
pengetahuan
mengenai realitas
_;
1. l
Individu
dan
namun
beban
juga
berdasarkan
itu ia bertindak untuk mengubah realitas sekelipe~ahmn
lingnva.
Perangkat
konsep kedua ada1ah
dua1isme
subyek-obyek.
Dualisme subyek-obyek ini pada dasarnya menyangkut
tasi
agen
dapat
atau individu-aktor
terhadap
dibedakan menjadi tiga. Pertama.
praktis.
mencari
yaitu
rasa
medium
aman.
untuk
tidak
para aktor yang secara
Mereka ini
hanya
orien-
struktur.
orientasi
rutin-
psikologis
berperan
mereproduksi struktur be1aka.
hanya
sebagai
sama
ada upaya untuk mempersoa1kan --apa1agi
yang
seka1i
mengubah--
struktur yang te1ah ada. Kedua. orientasi teoritik.
yaitu
para aktor yang memiliki kemampuan memelihara jarak dengan
struktur sehingga ia memiliki pemahaman yang jelas
terha-
dap struktur dan mampu merespon apa yang diciptakan struktur
kepadanya.
para
vakni
Ketiga. orientasi
aktor yang tidak hanya
strategik
mampu
juga berkepentingan terhadap apa
tetapi
pemantauan.
menjaga
yang
jarak
dilahirkan
struktur, sehingga mereka dapat menanggapi struktur. Hanya
pad a
kelompok kedua dan ketiga yang cenderung
melahirkan
dualisme subyek-obyek.
Perangkat konsep ketiga adalah dimensi ruang dan waktu.
Artinya.
setiap
institusi dan
hubungan-hubungan
sosial
berlangsung dalam konteks ruang dan waktu tertentu.
Inter-
aksi sosia1 tidak hanya ber1angsung di dalam --dan
diben-
tuk
oleh-- ruang dan waktu sebagai lingkungan
eksternal.
akan tetapi pada gilirannya ruang dan waktu tersebut
menjadi
internal
bagi
hubungan-hubungan
lH
sosial
juga
karena
te1ah memberi makna sosia1 bagi interaksi tersebut.
Perangkat
konsep
keempat
pada
dasarnya
menyangkut
ten tang metode untuk mengungkapkan interaksi antara struktur
dan agen dalam dimensi ruang dan waktu. yaitu
pemahaman ganda. Yakni, pemahaman ilmuan ten tang
metode
realitas
( the second order understanding) dan realitas yang dipahami oleh awam (the
positivis
huan.
memandang kalangan awam sebagai obyek
Kalangan
memahami
awam
ralitas
dipandang
sekelilingnya
memiliki
subyek
kemampuan
sekaligus
menggunakan pemahaman tersebut untuk bertindak.
aliran
pengeta-
teori ini menganggap awam sebagai obyek dan
sekaligus.
untuk
first order understanding). Jika
mampu
ME10UE PLNELITIAN
Seperti
yang
telah disinggung
di
depan,
kerusuhan
sosial yang hendak dijadikan obyek kajian dalam penelitian
ini
hanyalah kerusuhan yang berkaitan di seputar
yang
oleh
kebanyakan pengamat dan pers
pemilu.
disebut
sebagai
kekerasan politik. Sementara itu, kasuskasus yang dijadikan
pijakan analisis hanya didasarkan pada
beritaberita
yang dimuat di media massa. baik media massa lokal
maupun
nasiona 1 •
Tiga
sumber
data
adalah Harian Kompas, Jawa Pos dan Bernas. Pemilihan
tiga
media
media
massa
berikut.
massa yang dijadikan sebagai
ini
didasarkan
pertimbanganpertimbangan
Harian Kompas dipilih sebagai media
mewakili media massa yang bersifat nasiol~
massa
dengan
kian beritaberita yang dimuat diharapkan memuat
peristiwa
kekerasan politik yang terjadi di
yang
demi-
berbagai
seluruh wi-
Iavah Indonesia, khususnya kawasan Indonesia Barat. Harian
Jawa
Pos dipilih sebagai media massa yang mewakili
mass a
yang
bersifat "Iokal" yang
berpusat
di
media
Surabaya
(Jawa Timur). sehingga beritaberita yang dimuat
diharap-
kan
terutama
yang
memuat berbagai peristiwa kekerasan politik
terjadi di wilayah Jawa Timur, termasuk
Indonesia
di
kawasan
Timur. Sedangkan Harian Bernas dipilih sebagai
media massa "lokal" yang berpusat di Yogyakarta.
sehingga
diharapkan
terutama
Tengah.
memuat
peistiwaperistiwa
kekerasan
yang terjadi di wilayah D1 Yogyakarta
Dua
media
massa "lokal"
ini
politik
dan
dipilih
Jawa
terutama
didasarkan pertimbangan karena selama proses pemilu
(bai~
sebelum, pada hari H dan sesudahnya) di daerah Jawa
Timur
dan
Jawa Tentang adalah wilayah yang
peristiwa
kekerasan
wilayahwilayah
politik
paling
tingkat
terjadinya
tinggi,
dibanding
propinsi lainnya. Sementara itu.
penger-
tian lokal di sini lebih merujuk pada tempat kantor
pusat
media massa tersebut yang berada di daerah.
Data-data
dikumpulkan melalui studi
di ketiga media massa.
semua
terhadap
8erita-berita
yang
tidak dibatasi pada halaman tertentu, namun
pada
b~rita-e
diambil
pus taka
halaman
yang
memuat
tentang
peristiwa-peristiwa
kekerasan politik. Hanya saja, peristiwa kekerasan politik
yang dianalisis di sini adalah peristiwa kekerasan politik
yang
berkonsekuensi
pelaku
peristiwa,
politik cukup luas, baik
lama peristiwa terjadi
yang
ditimbulakan. Oleh karena itu,
oleh
seorang
pelaku, jika peristiwa
dari
maupun
segi
dampak
betapapun
dilakukan
tersebut
mempunyai
dampak cukup Iuas, maka tetap diproses sebagai data
pene-
Iitian.
Data
dengan
diklasifikasi
sesuai
permasalahan yang diteliti, yang kemudian
dinter-
yang
diperoleh
kemudian
pretasi dan dianalisis sesuai dengan isi berita yang
Oalam
sarkan
anal isis data yang diperoleh, sejauh mungkin
pada teori-teori yang ada, sehingga lebih
21
ada.
dida-
memberi
makna
teoritis
terhadap temuan
yang
diperoleh.
Sejauh
memungkinkan.
datadata yang diperoleh ditampilkan
bentuk
frekuensi,
tabel
agar para
pembaca
dalam
lebih muda
memahinya.
Sebetulnya, sesuai dengan proposal penelitian.
tian
ini
direncakan turun seraca
langsung
ke
penelilapangan
dengan mewawancarai pihak-pihak yang pernah terlibat
ikut
serta
dalam kekerasan
dengan mengambil
palitik
sebagai
atau
respond~
lakasi di 8angkalan dan Pasuruan.
Namun t
karena tidak memperaleh ijin dari pihak keamanan maka
peneliti
mengarahkan penelitian pada studi pustaka.
tim
Oleh
karena judul yang paling tepat dari penelitian ini, sesuai
dengan
hasil
Faktor
Psikologi
penelitian yang diperoleh
Sosial dan Politik
adalah
Penyebab
Kekerasan Palitik di Seputar Pemilu 1997".
"FaktarMunc;ulnya
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. FaktorFaktor Penyebab Munculnya Kekerasan Politik
Berdasarkan
data
yang berhasil
dikumpulkan,
kekerasan
politik yang terjadi di seputar pemilu 1997 umumnya disebabkan
atau dipicu oleh persoalanpersoalan politik, terutama sebagai
reaksi
terhadap sikap oknum aparat yang dinilai kurang
seperti dalam
kasus
penurunan
bendera
OPP,
ketidaksukaan
terhadap kebijakan pimpinan OPP (POI Soeryadi), dan
ya.
sebagain-
Oari 36 kasus kekerasan politik yang terjadi, lebih 55,56
persen
lni
adil,
di antaranya dipicu oleh persoalanpersoalan
berati, persoalanpersoalan struktural memberi
politik.
sumbangan
yang cukup besar terhadap terjadinya kekerasan politik.
Oari
berbagai kekerasan politik yang terjadi
terdapat empat kondisi politik
atau struktural
setidaknya
yang
menjadi akar persoalan munculnya kekerasan politik
diduga
belakangan
ini.
Pertama,
kekerasan
politik
tersebut merupakan
beberapa kelompok masyarakat, khususnya pendukung OPP
tu.
yang
menilai para pemegang kekuasaan kurang
reaksi
terten-
adil
dalam
memanage berbagai konflik dan sumber kekuasaan yang ada. Sikap
dan
caracara
penanganan pemerintah
23
terhadap
konflik
yang
terjadi di tubuh PDI belakangan ini misalnya, dinilai sebagian
kelompok
kurang
adil.
8egitu juga
pemihakan
oknum
aparat
birokrasi terhadap salah satu OPP, dianggap oleh pendukung OPP
lain sebagai ketidakadilan. 8elum lagi adanya aturan
yang
dianggap memberatkan OPP tertentu, termasuk
puan
para pendukung OPP tertentu menyelenggarakan
kamp~nye
ketidakmam"kampanye"
semen tara pendukung OPP lain dengan leluasa melakukan "kampanye" selama lima tahun.
Dalam konteks semacam ini, kekerasan politik yang terjadi
harus
dipahami sebagai suatu tindakan yang
dilakukan
secara
terpaksa, akibat adanya tekanan-tekanan politik yang
dialami.
Kekerasan
lemahnya
politik
merupakan hasil dari
dialektika
moral di satu sisi dan kuatnya negara di sisi lain. Logika ini
sebenarnya
sejajar dengan proses terjadinya
revolusi
sosial
yang (kebanyakan) melibatkan kekerasan politik, yang terjadinya
sangat ditentukan oleh faktor-faktor yang berada
para
pelaku
karena
itu,
dan bukan atas kehendak bebas para
proses
ini harus
'non-voluntarist
Skocpol--
diletakkan
structural
di
Iuar
aktor.
Oleh
--dalam
istilah
perspective'
( Dunn,
1985) •
Kedua,
cara-cara
kekerasan
politik
di
atas
ditempuh
karena para pelaku menilai bahwa institusi-institusi demokrasi
yang
ada
berbagai
Akibatnya,
kekuasaan
tidak mampu mengartikulasikan
kepentingan
politik yang ada di
dan
mengagregasikan
dalam
masyarakat.
berbagai kelompok yang tidak mempunyai akses
menyalurkan
barbagai aspirasi
politiknya
pada
melalui
cara cara di luar lembaga-lembaga demokrasi yang ada. Strategi
24
perjuangan
politik
kemudian di lakukan di
jalanjalan,
dan
tidak jarang dilakukan dengan caracara kekerasan.
Dalam
kontek
semacam ini, cara kekerasan
politik
ditempuh oleh sekelompok masyarakat seharusnya tidak
kan
sebagai
pilihan
atas dasar
pertimbangan
yang
diletak-
rasional
dan
tujuan-tujuan yang bersifat instrinsik, namun lebih disebabkan
oleh kondisi-kondisi politik yang ada. Cara semacam ini
sebe-
narnya bukan khas Indonesia. Di beberapa negara Afrika seperti
Zimbabwe, Benin, Zambia, Kenya, Malawi, dan sebagainya, berbagai
kelompok
mengisi
tidak
berbagai
(Journal
masyarakat
(civil
society)
adanya (berfungsinya) partai
"perlawanan"
terhadap regime yang
justru
berusaha
oposisi
melalui
sedang
berkuasa
of Democracy 11 1997).
Ketiga, akibat kekakuan lembaga-lembaga politik yang
sehingga
tidak
mampu menampung
dan
menyelesaikan
konflik kepentingan yang terjadi dalam masyarakat.
setiap
lain,
ada
berbagai
Akibatnya.
ada perbedaan dan konflik kepentingan dengan
kelompok
masyarakat
memendam
perasaan konflik tersebut. Ketika berbagai
perasaan
terutama kelompok yang berkuasa,
berbagai
konfliktual ini terakumulasi, dan ada kesempatan untuk
melam-
piaskan --misalnya pad a masa kampanye pemilu-- maka
kekerasan
politik
tidak bisa terelakkan. Jadi akar persoalan
kekerasan
politik
sebenarnya
politik
yang
terletak
pad a
p~litk
lembaga-lembaga
ada. Sebagaimana pernah disinggung
dalam studi-studi tentang konflik,
lembaga
kekakuan
Coser
bahwa semakin kaku lembaga-
yang ada maka semakin keras
yang terjadi( Coserll 1956).
oleh
tingkat
konflik
Keempat. adanva beberapa tekanan
5isi
dan
Dalam
oleh
di
pemr~ntah
tidak terpenuhinya harapanharapan
banyak
berdaya
dar~
kasus,
tidak jarang
di
masyarakat
dalam menghadapi berbagai ketentuan
5atu
sisi
lain.
merasa
tidak
yang
ditetapkan
pemerintah. Sebagian masyarakat merasa hakhaknya
telah
dirampas oleh pihakpihak tertentu. Ketika sebagian warga yang
mempunyai
hak pilih tidak memperoleh kartu suara karena
beberapa oknum panitia pemilihan, masyarakat merasa hak
ulah
pilih
mereka telah dirampas oleh oknum tersebut. Keadaan semacam ini
menyebabkan
melalui
rasa
tindakan
frustasi,
yang
pada
kekerasan. Kondisi
akhirnya
terakhir
disalurkan
ini
terutama
cukup memadai untuk menjelaskan munculnya kasuskasus
kekera-
san
pemilu.
politik
yang terjadi selama dan sesudah hari
H
Tentu saja, tidak terpenuhinya harapanharapan terhadap
lehan
suara OPP yang didukungnya, juga mempengaruhi
pero-
perasaan
frustasi tersebut.
Dalam bahasa Ted Gurr, kondisi semacam ini disebut
gai
deprivasi
digunakan
relatif (relative
deprivation).
untuk menggambarkan adanya kesenjangan
lstilah
ini
antara
apa
yang
seharusnya (the ought) dengan apa yang
isl.
Secara operasional. konsep ini digunakan untuk
barkan
senyatanya
meraih
persepsi seseorang terhadap adanya ketimpangan
antara
nilai-
kapabilitas (value capabilities) yang diperlukan
harapan
material
tersebut. Nilai di sini
bisa
berupa
atau kondisi kehidupan dimana seseorang
untuk
benda-
mer~sa
cunyai hak untuk memiliki atau menikmatinya (Gurr, 1970).
26
(the
menggam-
nilainilai yang diharapkan (value expectation) dengan
nilai
seba-
mem-
c
Yang
menjadi persoalan adalah. jika adanya
kesenjangan
antara apa yang seharusnya dengan apa yang senyatanya
merupa-
kan
mengapa
faktor
kondisi
penyebab
munculnya
kekerasan
politk~
kesenjangannya sama namun hanya sebagian
terlibat
dalam
disebabkan
orang
kekerasan tersebut? Menurut Davies,
adanya
tingkat toleransi yang tidak
yang
hal
sama
ini
antara
seseorang dengan orang lain terhadap kondisi kesenjangan
yang
ada.
DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDA YAAN
DIREKTORAT JENDERAL PENDlDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
.
'e e
Jet
FAKTORFAKTOR SOSIAL EKONOMI DAN POLITIK
iENYEBAB MUNCULNYA KEKERASAN POLITIK DI JATIM:
STUDI KASUS DI KABUPATEN BANGKALAN DAN PASURUAN
Ketua Peneliti :
Drs. Sutrisno, MS.
Fakultas ·lImu Sosial dan IImu Politik
3006 '1369&';;1 'II
J
LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Dihiayai Oleh : Dana Rutin Unair 199711998
SK.Rektor Nomor : 5935/J03IPL/1997
Nomor: 40
DEPARTE!1EN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DIREKTC?;T JENDRAL PENDIDIKAN TINGGI
~NIVERSTA
AIRLANGGA
FAKTORFAKT ? SOSIAL EKONOMI DAN POLITIK
PENYEBAB MUNCULNYA KEKERASAN POLITIK DI J~TIM:
STUDI KASUS DI KABUPATEN BANGKALAN DAN PASURUAN
Peneliti:
Drs. Sutrisno, MS
Drs. Muhammad Asfar
Drs. Eko Supeno
Drs. Kris Nugroho
Dra. Yusuf Irianto
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
;3000
Ydl b 9U'3 1 Y/
t/
Lembaga Ponelitian Universitas Airlangga
Dibiayai
DANA RUTIN Universitas Airlangga
SK. Rektor Nomor
5935/J03/PL/1997
Tanggal
: 1 Oktober 1997
~-
.. -~
.-
..
DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
LEMBAGA PENELITIAN
1.
2.
3.
...
PUlIU Pe.banluun Repoul
PusU. Obat T radilioul
PUllitPenltlDbulllnBuku.
Pull.t Llapunilln Bldup (599511')
5. Puilit Penle.ban,an Gill (5995710) 9. Pusllt Kependudukan dan
6. PuslltlStudl Wanlta
(5995712)
Pembanllunan (5995119)
1. PuslitOiahral1l
10. PUllltlKesehatllnReprD'
•• Puttlt Bloenerli
dubl
Kampus C. JI. Mulyorejo Telp. (031) 5995246. 5995248. 5995247 Fax. (031) 5995246. Suraba)'a 60115
I DENI'ITAS DAN PlHJESAHAN
LAPORAN AKHIR HASIL PBNELITIAN
FaktorFaktor Sosial, Ekonolli Dan Politik
1. a. Judul Penelitian
Penyebab Munculnya Kekerasan Politik Di
Di Jawa Tillll.Jr : Studi Kasus Di Kabupaten Bang.
kalan Dan p~uran
( ) Fundaaental, (V) Terapan, ( ) Pengembangan
( ) Institusional
(V) II
( ) III
( ) IV
( ) I
b. Mac8II Penelitian
C. Katogori peneHttan .
2. Kepala Prbyek Penl~tia
a. Nama Lengkap Dengan Ge 1ar
b. Jenis Kelamin
,c. Pangkat/Golongan dan NIP
i d. Jabatan Sekarang
e. Fakultas/Puslit/Jurusan
f. Univ.'!Inst ./Akadelli
g. Bidang Ilmu Y~
Diteliti
Drs. Sutrisno, MS.
LakiLaki
Penata Tk.l/llId/130 937 951
Staf Pengajar
ISIP/Ilmu Politik
Universitas' Airiangga
nmu Politik
3.! Jumlah Tim Peneliti
5 (1 ima) orang
4. Lokasi Penelitian
Kahupatcn Bangkalan, dan Pasuruan
5.' Kerjasama dengan Instansi Lain
, a. Nama Instansi
b. A 1 a II a t
6. Jangka Waktu Penelitian
4 (empat) bulan
7. Biaya Yang Diperiukan
Rp J.OOO.OOO,OO
••
I
•
I
8. Seminar Hasil Pcnclitillll
a. Dilaksanakan Tanggal
b. Hasil Penilaian
16 Apri I 1998
(
(
I
I
I
I
) Baik Sekali
V) Sed a n g
I
(
(
)
)
Ba i k
I
K u T n n g
I
I
•I
I
•
Surabaya, 16 April 1998
'ngetahui/ Mcngesah~
. n . RektoT
t ua Lcmhaga P$~l
..
.,#
",'
~-,/
~
.
Noor Cholies Zaini
N.Jt¥>i30 355 372
RINGKASAN PENELITIAN
Judul penel{tian
FaktorFaktor Psikologi Sosial dan Po
litik Penyebab Munculnya Kekerasan Po
litik di Seputar Pemilu 1997.
Ketua Peneliti
Sutrisno
Anggota Peneliti
Muhammad Asfar
Eko Supeno
Kris Nugroho
Yusuf Irianto
Fakultas
llmu Sosial dan llmu Politik
Sumber 8iaya
DANA RUTIN Universitas Airlangga
SK. Rektor Nomor : 5935/J03/PL/1997
Tanggal
: 1 Oktober 1997
Secara garis besar. penelian ini mengajukan tiga masalah utama berikut:
Pertama. faktorfaktor sosial. ekonomi dan politik
apakah yang menjadi akar persoalan kekerasan politik di
seputar pemilu 19977
Kedua, 8agaimanakah bentukbentuk kekerasan politik
yang terjadi7
Ketiga, apakah munculnya kekerasan politik di seputar
pemilu lebih dapat dijelaskan oleh variabelvariabel yang
berada dalam diri pelaku kekerasan atau variabelvariabel
yang berada di luar para pelaku kekerasan?
Keempat, solusi macam apakah yang dapat ditawarkan
untuk memeradam munculnya kekerasan politik di mas~
mendatang?
Oleh karena itu. tujuan penelitian ini dimaksudkan
untuk menelusuri beberapa akar persoalan munculnya kekerasan politik di seputar pemilu. baik menjelang dan selama
kampanye maupun pada hari H dan sesudah pemilu 1997. Di
samping itu, juga dimaksudkan untuk mencari solusi atau
formula pemecahan sehingga peristiwaperistiwa yang sama
tidak terulang di waktuwaktu mendatang. Secara rinci.
tU.iuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
Untuk menjawab permasalahan di atas, tim peneliti
memilih tiga media massa dijadikan sebagai sumber data.
yakni Harian Kompas. Jawa Pos dan Bernas. Pemilihan tiga
media
massa ini didasarkan
pertimbanganpertimbangan
berikut. Datadata dikumpulkan melalui studi
pustaka
terhadap beritaberita di ketiga media massa.
Data yang diperoleh kemudian diklasifikasi
sesuai
dengan permasalahan yang diteliti, yang kemudiandinterpretasi dan dianalisis sesuai dengan isi berita yang ada.
Dalam analisis data yang diperoleh. sejauh mungkin didasarkan
pada teori-teori yang ada, sehingga lebih memberi
makna
teoritis
terhadap temuan
yang diperoleh.
Sejauh
memungkinkan.
data-data yang diperoleh ditampilkan dalam
bentuk
tabel
frekunsi~
agar para pembaca
lebih muda
memahinya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat dua
faktor
utama yang mendorong munculnya kekerasan politik. Pertama,
faktor
politik
atau struktural.
terutama sikap oknum
pejabat yang dinilai kurang adil. Kedua, faktor
psikologi
sosial
atau perasaan "egoismell terhadap OPP yang didukungnya.
Sementara itu.
bentuk-bentuk kekerasan
politik
yang
terjadi sebagian besar berupa pengrusakan atau
pembakaran
kantor pemerintah. Beberapa kantor pemerintah yang sering
menjadi
sasaran amuk massa adalah kantor desa,
kantor
kecamatan,
kantor pembantu bupati, bank-bank
pemerintah,
dan sebagainya. Bentuk kekerasan politik yang lain adalah
pengrusakan/pembakaran fasilitas umum.
pengrusakan/pembakaran rumah/toko, kendaran, pengrusakan/pembakaran perkelaian antara OPP. dan sebagainya.
Saran yang diajukan oleh tim peneliti
agar kekerasan
yang sama
tidak muncul di masa-masa mendatang adalah
dengan menerapkan sistem demokrasi secara sunguh-sunguh.
Hal
ini didasarkan pertimbangan karena dengan menerapkan
sistem demokrasi secara sungguh-sungguh maka konflikkonflik
kepentingan antar kelompok dapat diselesaikan
melalui lembaga-lembaga demokrasi yang ada dan memungkinkan masyarakat mengontrol kepada para pemegang
kekuasaan.
Di samping itu, aparat pemerintah. baik sipil maupun ABRl,
sebaiknya bersikap adil terhadap semua pendukung kontestan
yang ada.
KATA PENGANTAR
Pada
Serbagai
pemilu
1997, suhu politik meningkat
kerusuhan
dan amuk massa terjadi
cukup
hampir
tajam.
di
semua
daerah di Indonesia. Rakyat Indonesia yang selama ini dikenal
"pendiam"
tibatiba menjadi beringas dengan sebab
paknya sepele. Penelitian ini dimaksudkan untuk
yang
tam-
menggambarkan
faktor-faktor yang menyebabkan munculnya kekerasan politik
seputar pemilu 1997 tersebut. Dengan mengetahui
penyebab.
di
faktor-faktor
diharapkan ditemukan solusi yang tepat sehingga
di
masa-masa mendatang tidak terjadi hal yang sarna.
Agaknya
bukan
basa-basi jika tim
peneliti
mengucapkan
terimaksih sedalam-dalamnya kepada Rektor Universitas Airlanggao
yang
khususnya Ketua Lembaga Penelitian Universitas
Airlangga
memberi kepercayaan kepada kami dengan diijinkannya
peneliti
untuk melaksanakan penelitian dari biaya DANA
Universitas
Airlangga. Tim peneliti juga
mengucapkan
tim
RUTIN
kepada
semua pihak yang ikut membantu terlaksananya penelitian ini.
Akhirnya.
pihak
tim peneliti mengharapkan saran dari
untuk perbaikan penelitian di masa-masa yang
berbagai
akan
da-
tang.
Pene 1 i ti
DAFTAR lSI
halm~n
RINGKASAN
KATA PENGANTAR
i
iii
DAFTAR lSI
iv
DAFTAR TABEL
v
PENDAHULUAN
1
TINJAUAN PUSTAKA
8
METODE PENELITIAN
20
HASIL DAN PEMBAHASAN
23
SIMPULAN DAN SARAN
47
DAFTAR PUSTAKA
49
OAFTAR TABEL
halaman
Tabel 1: Kontras Antara Inherensi dan Kontingensi....
11
Tabel 2: Kontras Antara Agen dan Struktur
15
Tabel 3: Faktorfaktor Penyebab Munculnya Kekerasan
Politik
Tabel 4: Bentukbentuk Kekerasan Politik
33
37
.
.. -.'.]""
PENDAHULUAN
___---I
A. Latar Belakang Masalah
8elakangan
peristiwa
ini, terutama dua tahun terakhir.
kekerasan
massa
terjadi
di
berbagai
berbagai
secara beruntun dan dalam waktu singkat. 8erbagai
han
massa
mudah
yang muncul belakangan ini tidak
diidentifikasi
munculnya
peristiwa
penyebabnya,
karena
tersebut umumnya
tempat
kerusu-
lagi
dengan
latarbelakang
bertumpang
tindih
antara faktor ekonomis, sosial dan politis. Para pengamat,
ulama
dan,
terutama, pemerintah
seakan
kehabisan
akal
untuk menjelaskan mengapa masyarakat Indonesia yang selama
ini
dikenal
begitu "manis"
tibatiba menjadi
beringas
dengan sebabsebab yang tampaknya sangat sepele.
Sejak
lebih
peristiwa Sabtu kelabu di Jakarta atau
dikenal
dengan peristiwa 27 Juli
1996
dari
segi
di
Ko~ban
kuantitas. intensitas maupun
sini tidak hanya
dalam
jumlah
pengertian
yang
berbagai
kerusuhan massa terjadi dalam skala yang luar biasa,
baik
korban.
hilangnya
nyawa manusia termasuk yang lukaluka namun juga dalam
pengertian kerugian material. seperti hancurnya
bangunan,
kendaraan bermotor. dan semacamnya. 8eberapa kasus kekerasan
massa
yang
berskala besar dapat
1
diangkat
di
i
/
sini
adalah peristiwa keberingasan massa yang terjadi di Banyuwangi
(Jawa
(Jawa
Barat), Sanggauledo (Kalimantan Barat),
Timur). Tanah Abang
(Jakarta) ,
Tasikmalaya
dan
seba-
gainya.
Kerusuhan
massa
ini menjadi
berkembang
dan
melebar
terutama menjelang dan selama kampanye pemilu 1997. Menjalang pelaksanaan kampanye. di Pekalongan pecah amuk
yang
melibatkan
ribuan orang dan kerugian
rupiah.Peristiwa
pembakaran
Raja
Siti
ratusan
diawali
rencanaanya
dengan
MZ
pengajian akbar yang dihadiri Ketua OPP
Rukmana. Oiduga, kekerasan
untuk
Golkar
politik
akibat kekecewaan masyarakat setempat
pendukung
juta
digunakan
Rhoma lrama bersama KH Zainuddin
Hardijanti
muncul
oknum
panggung kesenian yang
Oangdut
melakukan
kekerasan politik ini
massa
itu
--khususnya
PPP-- karena bendera partainya diturunkan
aparat dan diganti dengan bendera . Golkar
oleh
( Kompas,
1997) •
Pada massa kampanye. kebrutalan mass a semakin menggila.
Pada
pertama kampanye misalnya, massa
putaran
Soeryadi dan pro-Megawati saling baku hantam di
Sebelumnya,
tawuran
massa
peringatan
brutal
di
Kediri, massa POI
dengan massa POI
pro-Soeryadi
peralatan
musik,
dan
terlibat
pada
pro-Megawati
naik ke panggung kemudian memecahkan
pro-
Surabaya.
pro-Megawati
HUT POI ke-24. Massa POI
menghancurkan
POI
saat
dengan
lampu-lampu,
merobohkan
(tenda). Para aktivis pro-Megawati ini diduga datang
terob
dari
Surabaya, Kediri, Blitar, Malang, Jombang dan Tulungagung •
-.
...::.
Peristiwa bentrok antar pendukung POI ini juga terjadi
Jakarta
dan beberapa kota lain ketika kampanye
POI
di
ber-
langsung.
Oi
Pasuruan,
membakar
yang
massa PPP menyerang
kendaraan
polisi untuk
kantor
polsek
"membebaskan"
temannya
ditahan aparat keamanan. Peristiwa yang hampir
juga terjadi di Ujung Pandang. Ribuan massa PPP
kantor
pada
saat
kampanye. Oi
Pekalongan,
mengamuk dan melempari beberapa kantor dan
perorangan.
yang
Dan, peristiwa amuk massa
melibatkan
maSSa PPP terjadi
aliran
mass a
PPP
properti/milik
paling
di
sama
melempari
PLN karena dianggap sebagai biang padamnya
listrik
d~n
mengerikan
8anjarmasin
pada
putaran terakhir massa kampenye, yang menghanguskan
pulu-
han
bangunan pertokoan. kantor
pasar
dan
rumah
(Forum,
Oi
pemerintah/swasta,
penduduk serta menelan lebih
dari
134
nyawa
1997).
Yogyakarta. massa Golkar menyerang kantor
melukai
petugas jaga yang kebetulan sudah udzur
PPP
dan
umurnya.
Para satgas Golkar juga terlibat penyerangan dan pengrusakan
di UII
(Universitas Islam Indonesia) dan
lAIN
Sunan
Kalijaga. P?ristiwa terakhir ini sempat memaksa pihak
Tk I Golkar 01 Yogyakarta meminta maaf kepada dua
uan
pergur-
tinggi yang dijarahnya. 8erbagai kebrutalan dan
yerangan massa Golkar juga terjadi di Surabaya.
OPO
pen-
Pasuruan,
Pekalongan, Jakarta, dan beberapa tempat lainnya. Umumnya,
kebrutalan dan penyerangan ini disebabkan oleh kejengkelan
pendukung
Golkar
yang salam dua jarinya
tidak
mendapat
sambutan dari massa (Batra,
Peristiwaperistiwa
pada
1997).
kekerasan massa
juga
hari H dan setelah pemilu. Oi Sam pang
berlangsung
(Jawa
Timur)
terjadi pembakaran beberapa kantor desa,
sekolahsekolah,
dan
menjadi
panitia
pelaksanaan pemilu di daerah masingmasing. Massa
menjadi
perumahan
beringas
Duas
ini
guru (SO) yang kebetulan
karena merasa diperlakukan tidak adil dan
terhadap hasil perhitungan suara
bahkan
aparat
guru
berbuntut kaburnya puluhan guru
keamanan
untuk
pemilu.
(polisi) terpaksa
Peristiwa
SO
sehingga
menggantikan
semen tara waktu. Peristiwa
tidak
serupa,
menjadi
meskipun
intensitas dan jumlah kerugiannya tidak sama, juga terjadi
di Pamekasan, Pasuruan, Jember, dan terakhir di
(JiJWiJ
8angkalan
Pas, 1997).
Oalam
menyikapi berbagai peristiwa
kekerasan
yang terjadi, pemerintah selama ini seringkali
politik
melihatnya
dari kaca mata keterlibatan pihak ketiga (aktor intelektuall
sebagai faktor penyebabnya. Cara pan dang semacam
ini
memang tidak sepunuhnya salah, sebab, dalam banyak penelitian
menunjukkan
misalnya,
atau
bahwa
suatu
aksi
kolektif,
revolusi
aliansi
seringkali dilakukan melalui koalisi,
penggabungan
berdasarkan
(Scakpal ,1994). Akibatnya,
geografis
pertimbangan
pemerintah kurang
memperhati-
kan kondisi-kondisi struktural atau faktor-faktor
sikologis massa yang terlibat dalam aksi kerusuhan
sosiopterse-
but.
8erbagai
peristiwa kekerasan politik di
4
atas
mengan-
tarkan
pada
satu
pertanvaan
menarik.
apakah
berbagai
kerusuhan dan kekerasan massa tersebut merupakan
perilaku
(politik)
massa
tertentu,
atau
berbagai
sebagai
sarana
hal itu hanyalah
persoalan
untuk
mencapai
tujuan
sekedar ekspresi
struktural yang melekat
pada
dari
sistem
politik kita? Atau, kedua faktor ini sebenarnya bergayutan
secara
macam
resiprokal?
Jika memang
benar
apa yang dapat ditawarkan untuk
demikian,
meredam
solusi
munculnya
peristiwa yang sama di masamasa mendatang?
B. Perumusan Masalah
Dari berbagai latarbelakang masalah di atas, penelitian
ini mengajukan empat masalah utama berikut:
Pertama,
apakah
faktorfaktor
sosial,
ekonomi
dan
yang menjadi akar persoalan kekerasan
politik
politik
di
seputar pemilu 1997?
Kedua.
Bagaimanakah
bentukbentuk
kekerasan
politik
apak'ah munculnya kekerasan politik di
seputar
yang terjadi?
Ketiga,
pemilu lebih dapat dijelaskan oleh variabelvariabel
berada dalam diri pelaku kekerasan atau
yang
variabelvariabel
yang berada di luar para pelaku kekerasan?
Keempat,
untuk
solusi
macam apakah
yang
dapat
memeradam munculnya kekerasan politik di
mendatang?
ditawarkan
masamasa
c.
Tujuan Penelitian
o
Secara
suri
di
umum, pene1itian ini dimaksudkan untuk
beberapa akar persoalan muncu1nya kekerasan
seputar
maupun
i tu.
menelu-
pemilu, baik menjelang
pada
dan
selama
hari H dan sesudah pemilu 1997.
juga dimaksudkan untuk mencari solusi
pemecahan
teru1anq
sehingga
kampanye
Oi
samping
atau
formula
peristiwaperistiwa yang
di waktuwaktu mendatang. Secara
po 1 i ti'k
sama
rinci.
tidak
tujuan
pene1itian ini adalah sebagai berikut:
Pertama. untuk mengetahui faktorfaktor sosia1, ekonomi
dan politik yang menjadi akar persoa1an kekerasan
politik
di seputar pemilu.
Kedua.
menggambarkan bentukbentuk
kekerasan
politik
yang terjadi di seputar pemilu 1997.
Ketiga,
nculnya
menggambarkan variabelvariabel
penjelas
kekerasan po1itik di seputar pemilu, baik
varia-
belvariabel yang berada dalam diri pelaku kekerasan
variabe1variabel yang berada di luar para pelaku
mu-
atau
kekera-
san.
Keempat,
mencari formula atau solusi yang tepat untuk
memeradam munculnya kekerasan politik di masamasa
mend a-
tang.
O. Manfaat Penelitian
Hasilhasil penelitian ini diharapkan dapat
6
memberikan
sumbangan
pemikiran. khususnya kepada
pemerintah.
dalam
rangka menyusun dan mengimplementasikan berbagai kebijakan
po 1 i ti k .
Di samping itu, temuantemuan penelitian
dapat dijadi-
kan pelajaran semua pihak agar tidak mudah terjebak
gerakan
yang
menjurus pada kekerasan
politik.
dalam
sehingga
peristiwa yang sarna tidak terjadi lagi di masa-masa depan.
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep
menunjuk
kekerasan
politik di
sini dimaksudkan
peristiwaperistiwa meminjam
untuk
istilah Tilly-
kekerasan sipil yang digerakkan oleh isuisu yang bersifat
politis,
terutama
mendapatkan
1986).
politik
perjuangan
kekuasaan di dalam organisasi politik
Termasuk
ditujukan
yang terkait dengan
kepada
(OPP)
di sini adalah
kekerasan
pemerintah atau
untuk
(Rule.
politik
yang
organisasiorganisasi
tertentu. Sebagaimana
yang
ditulis oleh
Gurr, bahwa kekerasan politik (political violence) adalah:
"all
collective
against
the
attacks
political
within
regime.
community
political
a
its
actors
--including
competing political groups as well as incumbents-- or
its
policies" (Sco/(pol. 1994).
Secara
teoritis. teoriteori sosial. baik yang
klasik
maupun modern, pada dasarnya hendak menjawab apakah
tindakan termasuk di dalamnya aksi kekerasan
suatu
kolektif-
itu ditentukan oleh individu secara otonom atau ditentukan
oleh struktur yang melingkupinya,
pengertian
baik
nilai, budaya. ekonomi maupun
struktur dalam
yang lebih condong pada penjelasan pertama seperti
aksionisme
simbolis,
semacamnya
masuk
etnometodologi,
dalam
kelompok
Teori
politik.
inter-
fenomenologi
teoriteori
mikro; semementara teori yang lebih condong pada
dan
sosiologi
penjela-
san kedua seperti institusionalisme, fungsionalisme
tural. strukturallsme dan semacamnya masuk dalam
teoriteori sosiologi makro
Oalam
kaitannya
perdebatan
dengan
struk
kelompok
1985; Turner, 1978).
(Crab~
kekerasan
politik
yang muncul biasanya berkaitan
kolektif.
dengan
apakah
kekerasan politik itu dilihat sebagai sesuatu yang
bersi-
fat inherent/inherency atau contingent/contingency. Sesuatu disebut inherent apabila ia akan selalu terjadi sehingga
aktualitas
potensi itu hanya dapat
dihalangi,
namun
tidak dapat dihilangkan. Oalam kerangka inherensi. kekerasan
politik dianggap sebagai suatu fenomena yang
sebagai
dan
salah satu alternatif untuk menyalurkan
normal,
aspirasi
memperjuangkan tercapainya kepentingan politik.
karena
itu.
pendukung
pertanyaan
teori
yang biasa
kontingensi adalah
konflik atau kekerasan politik
diajukan
'why
oleh
not':
Oleh
para
mengapa
tidak muncul sesering yang
seharusnya. Kekerasan atau perilaku agresif lainnya secara
biologis
dianggap sebagai sesuatu yang inheren pada
manusia.
sebagaimana
juga terdapat
pada
diri
hewan/binatang
yang 1 ain (Lorenz, 1996).
Sebaliknya, sesuatu dianggap contingent apabila ia tergantung
pada
( unLlsua 1
tersedianva
condi tions)
kondisi-kondisi
Kontingensi
rutin
kontingensi
terjadi
tidak
secara
yang mengandung banyak
adalah
sehingga
yang
kondisi-kondisi
unsur
sesuatu yang tidak biasa
memerlukan penjalasan.
bukan berarti indeterminasi
acak.
lazim
yaitu
kebetulan.
atau
Maskipun
tidak
bagitu,
( indeterminacy) .
Sebab. kondisikondisl umum seperti kenalkan atau penurunan
misalnya,
memungkinkan
terjadinya
suatu
kekerasan
politik. Dengan begitu. kontingensi bukanlah sesuatu
bersifat
politik)
acak
yang
(random) atau suatu·
selalu
tidak
yang
peristiwa
(kekerasan
dapat
dikontrol
keberadaannya(Gurr, 1980).
Jika cara pandang inherensi dan kontingensl
kan,
dikontras-
maka akan tergambar sebagaimana yang terlihat
tabel 1 berikut:
dalam
Tabel 1
Kontras Antara Inherensi dan Kontingensi
Inhere:1si
Kontingensi
1. Sifat dasar lanusia dalal kehidupan poli
1. Sifat dasar lanusia dalal kehidupan politit
tlk adalah lelaksilalkan pengaruh dan ke
luasaan dalal proses pelbuatan dan pelak
sanaan keputusan. Berbagai cara ditelpuh
untuk lencapai tujuan ini, terlasul lela
lui kelerasan politit.
adalah te arah 'perdalaian", resolusi atau
lenghindari konflik yang lenggunakan kekera
san politik. Keterasan politil dianggap se
bagai caracara lOlpetisi yang tidal nor
2. ~aren
keterasan dianggap norlal. perso
alan teori inherensi adalah, lengapa te
kerasan politik tidak terjadi sesering
yang selestlnya.
2. Persoalan lendasar teori kontingensi adalah
lengapa teterasan polltit terjadi dan bagai
lana aenjelaskan freluensinya.
3. Pilihan lenggunakan kekerasan atau tidal
dal adalah persoalan taktik, yang leny
angkut perhitungan untung rugi. Artinya.
para pelaku kerusuhan adalah altar rasio
na 1.
3. Pllihan penggunaan kekerasan politit sang
4. Kekerasan politit dipilih secara intrin
sil. yaitu berdasarkan lotivasi. talkula
51, dan leinglnan yang ada dalal d1ri a~
tor atau para pelaku.
4. ~ekrasn
5. Faltortaltar obyeltif, seperti perilba
~ang
leuI~an
pelaksa atau kondisiton
d1S1 yang leludahlan keberhasilan penggu
naan lekerasan lerupalan faktor penjelas
utall terjadinvi ke~rasn
politit.
5. ~aren
rial.
at bersifat "afeltif", tidal berdasarlan
kalkulasi untung rugi. Artinya. para pelatu
kerusuhan adalah aktor yang lengalali depri
vast.
politit terjadi secara ekstrinsil,
valni bersulber dari sebabsebab yang berada
di luar para pelatu, dan oleh faltorfaltor
kontekstual atau lontingen.
kekerasan politil bersifat afektif.
tara perilbangan kekuatan pelalsa dan tondi
sikondisi yang lelperludah leberhasilan pe
nggunaan kekerasan lelpunyai day a jelas sa
I1gat ledl.
e
Berdasarkan
tabel
1 di atas. secara sederhana
dikatakan bahwa inherensi melihat kekerasan politik
gai
suatu
tindakan yang keberadaannya
dapat
dapat
seba-
dijelaskan
oleh faktorfaktor yang ada dalam pelaku kekerasan, sementara
kontingensi menjelaskan kekerasan politik dar{
torfaktor
yang ada di luar pelaku kekerasan.
1.1
fak-
8etapapun,
dalam kehidupan nyata, antara lnherensi dengan kontingensi
seringkali
itu,
bercampur
dan sulit dipisahkan.
Oleh
bagi Eckstein, persoalannya bukanlah apakah
karena
sesuatu
(kekerasan po 1 i ti k) i tu inherensi atau kon tingensi, tetap'i
apakah
suatu subyek itu dianggap pada dasarnya
inherensi
atau kontingensi. Persoalannya bukanlah mana yang benar di
antara
suatu
keduanya, namun mana yang lebih dapat
peristiwa
Inherensi
dan
(kekerasan politik) secara
kontingensi bukanlah
menjelaskan
lebih
persoalan
baik.
kubukubu
filosofis yang perlu dipertentangkan satu sama lain, namun
lebih sebagai persoalan pilihan strategi penelitian (World
Encyclopedia of Peac~
1986).
Cara pandang yang menempatkan
politik sebagai
ke~rasn
sesuatu yang bersifat inherensi atau kontingensi pada
sarnya
sejajar dengan
persoalan utama
dalam
teoritis di kalangan ilmuwan sosial, yakni
perdebatan
apakah
suatu
kekerasan kolektif itu diletakkan dalam tataran agen
struktur.
sebagai
Dalam tataran agent kekerasan politik
suatu
tindakan individu
yang
da-
atau
dipahami
dilakukan
secara
sadar dan sengaja untuk mereproduksi dan mentranformasikan
realitas sosial.
yang
relatif
politik
kekerasan
dipahami sebagai
individu
sebagai
otonom untuk melakukan tindakan,
kolektif
rasional
Para pelaku dipahami
produk
dan
dari
seseorang. Oleh karena itu, penjelasan
politik kolektif selalu dilihat dari
aksi
pilihan
terhadap
"faktor-
faktor dalam" para pelaku kekerasan dan mengabaikan faktor
dan kendala struktural serta prosesposes sosial
1.2
lainnya.
Beberapa penjelasan teoritis yang diturunkan dari kerangka
analisis
agen ini diantaranva dilakukan oleh Rule
menjelaskan
perilaku/aksi kolektif
ketika
1986) dan
(Rule~
oleh
8erk ketika menggunakan pendekatan permainan untuk
laskan kerusuhan massa
Sebaliknya,
dipahami
1978).
(6envi~
dalam tataran struktur, kekerasan
sebagai
hasil
dari
proses
politik
hubunganhubungan
sosial atau struktur di mana para pelaku tersebut
Nilai
berada.
struktural"
dan norma dipandang sebagai "imperatif
yang terinternalisasi dalam diri individu, sehingga
berperilaku
sistem.
Oleh
selaras dengan atau
karena itu.
fungsional
penjelasan
orang
terhadap-kekerasan
terhadap
politik kolektif selalu dilihat dari "faktor-faktor
luar"
para pelaku kekerasan dan mengabaikan faktor-faktor
motivasi. dan strategi. Tindakan agen
asan
artefak
lebih dari
1994). 8eberapa penjelasan
(Sztompka~
struktur
yang diturunkan dari kerangka analisis
teoritis
in i
(dalam bentuk keker-
politik kolektif) dianggap tidak
atau produk struktur
m~nat.
diantaranya dilakukan oleh Gurr
Skock-
1970).
(6ur~
1994) dan Davies (Macridis and Brown, 1968).
pol(Sck~
Secara
dasarnya
ontologis,
persoalan agen
mempertanyakan
Q
sejauhmana
dan
struktur
tindakan-tindakan
individu merupakan proses sosialisasi dan produk
yang hanya dapat dikontrol secara minimal; dan
tindakan-tindakan
sional
yang
tersebut merupakan produk
struktur
sejauhmana
pilihan
yang sengaja diambil oleh individu sebagai
otonom.
Secara epistemologist
1. '.,
pada
persoalan
ra-
subyek
agen
dan
struktur pada dasarnya berkisar pad a upaya untuk menjelaskan suatu efek peristiwa politik tertentu: sebagai
konse-
kuensi tindakan dan niat aktor yang terl1bat; atau
dari
struktur dan hubungan-hubungan sosial di
produ~
mana
pa~
aktor tersebut berada (Panggabean).
Jika kedua kerangka anal isis di atas dikontraskan. maka
akan
terlihat
sebagaimana yang tergambar dalam
berikut:
o
L4
tabel
2
Tabel 2
Kontras Antara Agen dan Struktur
o
AGEN
STRUKTUR
1. Individu adalah agen yang tindalannya 1. "asyarakat terdiri dari hubunganhubungan sosial
secara sadar dan sengaja lereprodulsi
atau "struktur" yang lenjadi tondisi interaksi
dan lentransforlasi realitas sosial
dan hasil tindakan agenagen
2. "Penjelasan dari dalal', lengabailan
dan lenyepelekan faktor dan kendala
struktural dan prosesproses sosial
dan politik
2. "Penjelasan dari Iuar', lengabaitan dan lenyepele
kan fattorfaktor lotivasi. niat, strategi, dan
atsi agen karena dianggap tidak lebih dari arte
fak atau produk struktur
3. "~aslh
Weber", ya1tu perhatian pada 3. "Masalah Durkheil·, yaitu perhatian pada lasyara
individu dan atsi lanusia penentu
lat sebagai 5istel yang "berdikari", sedangkan in
struttur s05ial
dividu dianggap sebagai elanasi, representasi,dan
epifenolena lasyarakat
4. Realitas dipandang "rapuh", dapat di 4. Nilai dan norla dipandang sebagai"ilperatif struk
rundingkan ("bargaining for reality·)
tural" yang terinternalisasi dalal diri individu,
dan terbentuk sebagai konstruksi indi
sehingga orang berperilaku selaras dengan, atau
viduindividu yang subyektif
fungsional terhadap, sistel
5. Hubungan yang .onocausal dan sederha
na lengaitkan agen dengan strultur:
Agen lelbentuk struktur
5. Hubungan yang .onocausal dan sederhana lengaitkan
Struttur lelbatasi dan bah
struktur dengan a~en:
kan lenentukan keagenan
b. Penekanan pada praktikpraltik litro O.
(.icro-practices\ dala. interaksi so
sial yang ditandai dengan keunikan dan
kekayaan interatsi soslal dan politik
Pen~a
pada aksi yang selalu "terta"al' dalal
struktur yang lebih luas (.acra-e.beddedness)
7. Untuk lenjelastan suatu peristiwa dan 7. Struktur sosial politik dianggap sebagai alpa dan
fenolena politik dilulai dari dan di
olega penjeiasan tindakan aktor.
athiri dengan individu.
B. Voluntarisle. yakni lelahali peristiwa B. Oetereinisle dan teleologisle, yakni pandangan
dan tenolena p~litk
dengan lelpernat1
vanQ lenelpatkan prosesoroses sosial dan politik
dinisbatkan tepada 'historical end-state', seperti
~an
niat dan Motivasi attar.
hubunganhubungan e~onli
dalal larxisle.
9. Penekanan pada bagianbagian yang lei
bentuk keseluruhan, seperti tindakan
individu.
Yang
~.
Penekanan pada keseluruhan yang lelpengaruhi bagi
anbag1an yang lenjadi unsurnya.
menjadi persoalan. tindakan seseorang
seringkali
t~dak
dengan mudah dapat diidentifikasi
dalam
ta~n
agen atau
dalam
teo~is
istik dan
cend~ug
dalam
penjelasan
kevakuman
be~sifat
volunta~
yang
teo~is
sebagai
subyek
seolaholah individu
st~uk,
sosial.
penjelas umumnya
fakto~
se~ingkal
menempatkan individu
yang membentuk dan mengubah
hidup
ditempatkan
Penjelasanpenjelasan
st~uk.
agen
ta~n
dan
menempatkan
te~lau
pemj e 1 asan-
Sebaliknya.
sebagai
st~uk
dan
det~minsk
ung
menempatkan individu hanya sebagai obyek
tu~,
seolaholah individu
sep~ti
cend~
da~i
st~uk
yang tidak mempun~obt
yai kehendak bebas.
~ealits
Di samping itu, dalam
keduanya
st~uk
lain.
Untuk itu,
akan
empi~k,
se~ingkal be~tumpang
ilmuwan
be~ap
dijadikan sebagai
ke~ang
melihat
pada
(~epoduksi)
p~oduk
samping
tindih satu
sama
halnya
yang
-sep~ti
dalam
pandang.
c:a~
da~i
saat yang sama
dianggap
mis8hask~
juga
ia
keagenan manusia.
sebagai kendala
tulisan
bagi
sebagai kondisi
masy~kt
namun
manusia.
agen dan
pemik~an
ini-- mencoba "memadukan" kedua
alnya.
ant~
keagenan
me~upakn
di
St~uk,
sekaligus juga
dipan-
dang sebagai peluang.
Ca~
pandang yang sama juga dapat diikuti
pik~an
80u~die
(BDurdie~
-te~uam
ant~
si)
agen
budaya-p~akti
habitus
dan
dan
field
st~uk).
1994).
(st~uk
Ia mel ihat bahwa
hasil
me~upakn
(ja~ing
sosial yang sudah
hubungan yang
jalan
da~i
p~akti
hubungan
te~inals
melibatkan
posisi
Field mengkondisikan habitus,
semen-
16
tara hab.ltLl5 membentuk field sebagai sesuatu yang
bermak
na.
80urdie
Formula
yang
sederhana
ditawarkan
ada 1ah: (Bourdie" 1994).
= [
p
] +
(h) (c)
f
dimana:
P = praktik;
h = habi tus
c capi tal
f = field
Dalam
upaya
ilmu
politik dan ilmu sosial
"memadukan"
secara
sistematis
kedua
cara
pandang
oleh Giddens. 8agi
pada
telah
namun
melakukan
ia juga dapat menciptakan
tindakan secara otonom.
dilakukan
struktur
Giddens.
tidak hanya menimbulkan kendala (constraint)
manusia.
umumnya--
bagi tindakan
peluang
Ia menawarkan
untuk
kerangka
konseptual/teori yang diberi nama teori strukturasi. Teori
strukturasi
pada
dasarnya
mengandung
empat
(duality of
konsep. yaitu dualisme struktural
perangkat
structure),
dualisme subyek-obyek. dimensi ruang dan waktu. dan
haman ganda (double hermeneutic)
pema-
(Surbakti" 1992).
Dualisme struktur pada dasarnya memandang bahwa struktur
dan individu-aktor (agen)
berinteraksi
produksi dan reproduksi institusi serta
Artinya.
sosial.
agen
merupakan
hasil
dalam
proses
hubungan-hubungan
( outcome)
dari
struktur namun pad a saat yang bersamaan agen tersebut juga
menjadi
atau
--dan
mediasi bagi pembentukan struktur baru.
agen
tidak hanva sekedar menjadi
penanggung
selalu menyesuaikan dengan-- struktur.
memiliki
pengetahuan
mengenai realitas
_;
1. l
Individu
dan
namun
beban
juga
berdasarkan
itu ia bertindak untuk mengubah realitas sekelipe~ahmn
lingnva.
Perangkat
konsep kedua ada1ah
dua1isme
subyek-obyek.
Dualisme subyek-obyek ini pada dasarnya menyangkut
tasi
agen
dapat
atau individu-aktor
terhadap
dibedakan menjadi tiga. Pertama.
praktis.
mencari
yaitu
rasa
medium
aman.
untuk
tidak
para aktor yang secara
Mereka ini
hanya
orien-
struktur.
orientasi
rutin-
psikologis
berperan
mereproduksi struktur be1aka.
hanya
sebagai
sama
ada upaya untuk mempersoa1kan --apa1agi
yang
seka1i
mengubah--
struktur yang te1ah ada. Kedua. orientasi teoritik.
yaitu
para aktor yang memiliki kemampuan memelihara jarak dengan
struktur sehingga ia memiliki pemahaman yang jelas
terha-
dap struktur dan mampu merespon apa yang diciptakan struktur
kepadanya.
para
vakni
Ketiga. orientasi
aktor yang tidak hanya
strategik
mampu
juga berkepentingan terhadap apa
tetapi
pemantauan.
menjaga
yang
jarak
dilahirkan
struktur, sehingga mereka dapat menanggapi struktur. Hanya
pad a
kelompok kedua dan ketiga yang cenderung
melahirkan
dualisme subyek-obyek.
Perangkat konsep ketiga adalah dimensi ruang dan waktu.
Artinya.
setiap
institusi dan
hubungan-hubungan
sosial
berlangsung dalam konteks ruang dan waktu tertentu.
Inter-
aksi sosia1 tidak hanya ber1angsung di dalam --dan
diben-
tuk
oleh-- ruang dan waktu sebagai lingkungan
eksternal.
akan tetapi pada gilirannya ruang dan waktu tersebut
menjadi
internal
bagi
hubungan-hubungan
lH
sosial
juga
karena
te1ah memberi makna sosia1 bagi interaksi tersebut.
Perangkat
konsep
keempat
pada
dasarnya
menyangkut
ten tang metode untuk mengungkapkan interaksi antara struktur
dan agen dalam dimensi ruang dan waktu. yaitu
pemahaman ganda. Yakni, pemahaman ilmuan ten tang
metode
realitas
( the second order understanding) dan realitas yang dipahami oleh awam (the
positivis
huan.
memandang kalangan awam sebagai obyek
Kalangan
memahami
awam
ralitas
dipandang
sekelilingnya
memiliki
subyek
kemampuan
sekaligus
menggunakan pemahaman tersebut untuk bertindak.
aliran
pengeta-
teori ini menganggap awam sebagai obyek dan
sekaligus.
untuk
first order understanding). Jika
mampu
ME10UE PLNELITIAN
Seperti
yang
telah disinggung
di
depan,
kerusuhan
sosial yang hendak dijadikan obyek kajian dalam penelitian
ini
hanyalah kerusuhan yang berkaitan di seputar
yang
oleh
kebanyakan pengamat dan pers
pemilu.
disebut
sebagai
kekerasan politik. Sementara itu, kasuskasus yang dijadikan
pijakan analisis hanya didasarkan pada
beritaberita
yang dimuat di media massa. baik media massa lokal
maupun
nasiona 1 •
Tiga
sumber
data
adalah Harian Kompas, Jawa Pos dan Bernas. Pemilihan
tiga
media
media
massa
berikut.
massa yang dijadikan sebagai
ini
didasarkan
pertimbanganpertimbangan
Harian Kompas dipilih sebagai media
mewakili media massa yang bersifat nasiol~
massa
dengan
kian beritaberita yang dimuat diharapkan memuat
peristiwa
kekerasan politik yang terjadi di
yang
demi-
berbagai
seluruh wi-
Iavah Indonesia, khususnya kawasan Indonesia Barat. Harian
Jawa
Pos dipilih sebagai media massa yang mewakili
mass a
yang
bersifat "Iokal" yang
berpusat
di
media
Surabaya
(Jawa Timur). sehingga beritaberita yang dimuat
diharap-
kan
terutama
yang
memuat berbagai peristiwa kekerasan politik
terjadi di wilayah Jawa Timur, termasuk
Indonesia
di
kawasan
Timur. Sedangkan Harian Bernas dipilih sebagai
media massa "lokal" yang berpusat di Yogyakarta.
sehingga
diharapkan
terutama
Tengah.
memuat
peistiwaperistiwa
kekerasan
yang terjadi di wilayah D1 Yogyakarta
Dua
media
massa "lokal"
ini
politik
dan
dipilih
Jawa
terutama
didasarkan pertimbangan karena selama proses pemilu
(bai~
sebelum, pada hari H dan sesudahnya) di daerah Jawa
Timur
dan
Jawa Tentang adalah wilayah yang
peristiwa
kekerasan
wilayahwilayah
politik
paling
tingkat
terjadinya
tinggi,
dibanding
propinsi lainnya. Sementara itu.
penger-
tian lokal di sini lebih merujuk pada tempat kantor
pusat
media massa tersebut yang berada di daerah.
Data-data
dikumpulkan melalui studi
di ketiga media massa.
semua
terhadap
8erita-berita
yang
tidak dibatasi pada halaman tertentu, namun
pada
b~rita-e
diambil
pus taka
halaman
yang
memuat
tentang
peristiwa-peristiwa
kekerasan politik. Hanya saja, peristiwa kekerasan politik
yang dianalisis di sini adalah peristiwa kekerasan politik
yang
berkonsekuensi
pelaku
peristiwa,
politik cukup luas, baik
lama peristiwa terjadi
yang
ditimbulakan. Oleh karena itu,
oleh
seorang
pelaku, jika peristiwa
dari
maupun
segi
dampak
betapapun
dilakukan
tersebut
mempunyai
dampak cukup Iuas, maka tetap diproses sebagai data
pene-
Iitian.
Data
dengan
diklasifikasi
sesuai
permasalahan yang diteliti, yang kemudian
dinter-
yang
diperoleh
kemudian
pretasi dan dianalisis sesuai dengan isi berita yang
Oalam
sarkan
anal isis data yang diperoleh, sejauh mungkin
pada teori-teori yang ada, sehingga lebih
21
ada.
dida-
memberi
makna
teoritis
terhadap temuan
yang
diperoleh.
Sejauh
memungkinkan.
datadata yang diperoleh ditampilkan
bentuk
frekuensi,
tabel
agar para
pembaca
dalam
lebih muda
memahinya.
Sebetulnya, sesuai dengan proposal penelitian.
tian
ini
direncakan turun seraca
langsung
ke
penelilapangan
dengan mewawancarai pihak-pihak yang pernah terlibat
ikut
serta
dalam kekerasan
dengan mengambil
palitik
sebagai
atau
respond~
lakasi di 8angkalan dan Pasuruan.
Namun t
karena tidak memperaleh ijin dari pihak keamanan maka
peneliti
mengarahkan penelitian pada studi pustaka.
tim
Oleh
karena judul yang paling tepat dari penelitian ini, sesuai
dengan
hasil
Faktor
Psikologi
penelitian yang diperoleh
Sosial dan Politik
adalah
Penyebab
Kekerasan Palitik di Seputar Pemilu 1997".
"FaktarMunc;ulnya
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. FaktorFaktor Penyebab Munculnya Kekerasan Politik
Berdasarkan
data
yang berhasil
dikumpulkan,
kekerasan
politik yang terjadi di seputar pemilu 1997 umumnya disebabkan
atau dipicu oleh persoalanpersoalan politik, terutama sebagai
reaksi
terhadap sikap oknum aparat yang dinilai kurang
seperti dalam
kasus
penurunan
bendera
OPP,
ketidaksukaan
terhadap kebijakan pimpinan OPP (POI Soeryadi), dan
ya.
sebagain-
Oari 36 kasus kekerasan politik yang terjadi, lebih 55,56
persen
lni
adil,
di antaranya dipicu oleh persoalanpersoalan
berati, persoalanpersoalan struktural memberi
politik.
sumbangan
yang cukup besar terhadap terjadinya kekerasan politik.
Oari
berbagai kekerasan politik yang terjadi
terdapat empat kondisi politik
atau struktural
setidaknya
yang
menjadi akar persoalan munculnya kekerasan politik
diduga
belakangan
ini.
Pertama,
kekerasan
politik
tersebut merupakan
beberapa kelompok masyarakat, khususnya pendukung OPP
tu.
yang
menilai para pemegang kekuasaan kurang
reaksi
terten-
adil
dalam
memanage berbagai konflik dan sumber kekuasaan yang ada. Sikap
dan
caracara
penanganan pemerintah
23
terhadap
konflik
yang
terjadi di tubuh PDI belakangan ini misalnya, dinilai sebagian
kelompok
kurang
adil.
8egitu juga
pemihakan
oknum
aparat
birokrasi terhadap salah satu OPP, dianggap oleh pendukung OPP
lain sebagai ketidakadilan. 8elum lagi adanya aturan
yang
dianggap memberatkan OPP tertentu, termasuk
puan
para pendukung OPP tertentu menyelenggarakan
kamp~nye
ketidakmam"kampanye"
semen tara pendukung OPP lain dengan leluasa melakukan "kampanye" selama lima tahun.
Dalam konteks semacam ini, kekerasan politik yang terjadi
harus
dipahami sebagai suatu tindakan yang
dilakukan
secara
terpaksa, akibat adanya tekanan-tekanan politik yang
dialami.
Kekerasan
lemahnya
politik
merupakan hasil dari
dialektika
moral di satu sisi dan kuatnya negara di sisi lain. Logika ini
sebenarnya
sejajar dengan proses terjadinya
revolusi
sosial
yang (kebanyakan) melibatkan kekerasan politik, yang terjadinya
sangat ditentukan oleh faktor-faktor yang berada
para
pelaku
karena
itu,
dan bukan atas kehendak bebas para
proses
ini harus
'non-voluntarist
Skocpol--
diletakkan
structural
di
Iuar
aktor.
Oleh
--dalam
istilah
perspective'
( Dunn,
1985) •
Kedua,
cara-cara
kekerasan
politik
di
atas
ditempuh
karena para pelaku menilai bahwa institusi-institusi demokrasi
yang
ada
berbagai
Akibatnya,
kekuasaan
tidak mampu mengartikulasikan
kepentingan
politik yang ada di
dan
mengagregasikan
dalam
masyarakat.
berbagai kelompok yang tidak mempunyai akses
menyalurkan
barbagai aspirasi
politiknya
pada
melalui
cara cara di luar lembaga-lembaga demokrasi yang ada. Strategi
24
perjuangan
politik
kemudian di lakukan di
jalanjalan,
dan
tidak jarang dilakukan dengan caracara kekerasan.
Dalam
kontek
semacam ini, cara kekerasan
politik
ditempuh oleh sekelompok masyarakat seharusnya tidak
kan
sebagai
pilihan
atas dasar
pertimbangan
yang
diletak-
rasional
dan
tujuan-tujuan yang bersifat instrinsik, namun lebih disebabkan
oleh kondisi-kondisi politik yang ada. Cara semacam ini
sebe-
narnya bukan khas Indonesia. Di beberapa negara Afrika seperti
Zimbabwe, Benin, Zambia, Kenya, Malawi, dan sebagainya, berbagai
kelompok
mengisi
tidak
berbagai
(Journal
masyarakat
(civil
society)
adanya (berfungsinya) partai
"perlawanan"
terhadap regime yang
justru
berusaha
oposisi
melalui
sedang
berkuasa
of Democracy 11 1997).
Ketiga, akibat kekakuan lembaga-lembaga politik yang
sehingga
tidak
mampu menampung
dan
menyelesaikan
konflik kepentingan yang terjadi dalam masyarakat.
setiap
lain,
ada
berbagai
Akibatnya.
ada perbedaan dan konflik kepentingan dengan
kelompok
masyarakat
memendam
perasaan konflik tersebut. Ketika berbagai
perasaan
terutama kelompok yang berkuasa,
berbagai
konfliktual ini terakumulasi, dan ada kesempatan untuk
melam-
piaskan --misalnya pad a masa kampanye pemilu-- maka
kekerasan
politik
tidak bisa terelakkan. Jadi akar persoalan
kekerasan
politik
sebenarnya
politik
yang
terletak
pad a
p~litk
lembaga-lembaga
ada. Sebagaimana pernah disinggung
dalam studi-studi tentang konflik,
lembaga
kekakuan
Coser
bahwa semakin kaku lembaga-
yang ada maka semakin keras
yang terjadi( Coserll 1956).
oleh
tingkat
konflik
Keempat. adanva beberapa tekanan
5isi
dan
Dalam
oleh
di
pemr~ntah
tidak terpenuhinya harapanharapan
banyak
berdaya
dar~
kasus,
tidak jarang
di
masyarakat
dalam menghadapi berbagai ketentuan
5atu
sisi
lain.
merasa
tidak
yang
ditetapkan
pemerintah. Sebagian masyarakat merasa hakhaknya
telah
dirampas oleh pihakpihak tertentu. Ketika sebagian warga yang
mempunyai
hak pilih tidak memperoleh kartu suara karena
beberapa oknum panitia pemilihan, masyarakat merasa hak
ulah
pilih
mereka telah dirampas oleh oknum tersebut. Keadaan semacam ini
menyebabkan
melalui
rasa
tindakan
frustasi,
yang
pada
kekerasan. Kondisi
akhirnya
terakhir
disalurkan
ini
terutama
cukup memadai untuk menjelaskan munculnya kasuskasus
kekera-
san
pemilu.
politik
yang terjadi selama dan sesudah hari
H
Tentu saja, tidak terpenuhinya harapanharapan terhadap
lehan
suara OPP yang didukungnya, juga mempengaruhi
pero-
perasaan
frustasi tersebut.
Dalam bahasa Ted Gurr, kondisi semacam ini disebut
gai
deprivasi
digunakan
relatif (relative
deprivation).
untuk menggambarkan adanya kesenjangan
lstilah
ini
antara
apa
yang
seharusnya (the ought) dengan apa yang
isl.
Secara operasional. konsep ini digunakan untuk
barkan
senyatanya
meraih
persepsi seseorang terhadap adanya ketimpangan
antara
nilai-
kapabilitas (value capabilities) yang diperlukan
harapan
material
tersebut. Nilai di sini
bisa
berupa
atau kondisi kehidupan dimana seseorang
untuk
benda-
mer~sa
cunyai hak untuk memiliki atau menikmatinya (Gurr, 1970).
26
(the
menggam-
nilainilai yang diharapkan (value expectation) dengan
nilai
seba-
mem-
c
Yang
menjadi persoalan adalah. jika adanya
kesenjangan
antara apa yang seharusnya dengan apa yang senyatanya
merupa-
kan
mengapa
faktor
kondisi
penyebab
munculnya
kekerasan
politk~
kesenjangannya sama namun hanya sebagian
terlibat
dalam
disebabkan
orang
kekerasan tersebut? Menurut Davies,
adanya
tingkat toleransi yang tidak
yang
hal
sama
ini
antara
seseorang dengan orang lain terhadap kondisi kesenjangan
yang
ada.