FAKTOR-FAKTOR SOSIAL EKONOMI DAN POLITIK PENYEBAB MUNCULNYA KEKERASAN POLITIK DI JATIM: STUDI KASUS DI KABUPATEN BANGKALAN DAN PASURUAN Repository - UNAIR REPOSITORY

!(

DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN  KEBUDA YAAN 
DIREKTORAT  JENDERAL PENDlDIKAN TINGGI  
UNIVERSITAS AIRLANGGA  

.

'e e
Jet

FAKTOR­FAKTOR  SOSIAL  EKONOMI  DAN  POLITIK 
iENYEBAB  MUNCULNYA  KEKERASAN  POLITIK  DI  JATIM: 
STUDI  KASUS  DI  KABUPATEN  BANGKALAN  DAN  PASURUAN 

Ketua Peneliti  :  

Drs.  Sutrisno,  MS.  
Fakultas  ·lImu  Sosial  dan  IImu  Politik  
3006 '1369&';;1 'II


J

LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 
Dihiayai  Oleh  :  Dana Rutin  Unair  199711998  
SK.Rektor Nomor : 5935/J03IPL/1997
Nomor: 40  

DEPARTE!­1EN  PENDIDIKAN  DAN  KEBUDAYAAN 
DIREKTC?;T  JENDRAL  PENDIDIKAN  TINGGI 
~NIVERSTA
AIRLANGGA 

FAKTOR­FAKT  ?  SOSIAL  EKONOMI  DAN  POLITIK  
PENYEBAB  MUNCULNYA  KEKERASAN  POLITIK  DI  J~TIM:
 
STUDI  KASUS  DI  KABUPATEN  BANGKALAN  DAN  PASURUAN  

Peneliti:  
Drs.  Sutrisno,  MS  
Drs.  Muhammad  Asfar  

Drs.  Eko  Supeno  
Drs.  Kris  Nugroho  
Dra.  Yusuf  Irianto  
FAKULTAS  ILMU  SOSIAL  DAN  ILMU  POLITIK  
;3000

Ydl b 9U'3 1 Y/

t/ 

Lembaga  Ponelitian  Universitas  Airlangga 
Dibiayai 
DANA  RUTIN  Universitas  Airlangga 
SK.  Rektor  Nomor 
5935/J03/PL/1997 
Tanggal 
:  1  Oktober  1997 

~-


.. -~

­­­­­.-

..

DEPARTEMEN PENDIDIKAN  DAN  KEBUDAYAAN 

UNIVERSITAS AIRLANGGA

LEMBAGA PENELITIAN
1. 
2. 
3. 
... 

PUlIU Pe.banluun Repoul 
PusU. Obat T radilioul 
PUllitPenltlDbulllnBuku. 
Pull.t Llapunilln Bldup (599511') 


5.  Puilit Penle.ban,an Gill (5995710)  9.  Pusllt  Kependudukan dan 
6.  PuslltlStudl Wanlta 
(5995712) 
Pembanllunan  (5995119) 
1.  PuslitOiahral1l 
10.  PUllltlKesehatllnReprD' 
••  Puttlt Bloenerli 
dubl 

Kampus  C.  JI.  Mulyorejo Telp.  (031) 5995246. 5995248.  5995247  Fax.  (031) 5995246. Suraba)'a 60115 

I DENI'ITAS  DAN  PlHJESAHAN 

LAPORAN AKHIR  HASIL  PBNELITIAN 

­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­
­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­
Faktor­Faktor  Sosial,  Ekonolli  Dan  Politik 
1.  a.  Judul  Penelitian 

Penyebab  Munculnya  Kekerasan  Politik  Di 
Di  Jawa  Tillll.Jr  :  Studi  Kasus  Di  Kabupaten  Bang. 
kalan  Dan p~uran

(  )  Fundaaental,  (V)  Terapan,  (  )  Pengembangan 
(  )  Institusional 
(V)  II 
(  )  III 
(  )  IV 
(  )  I 

b.  Mac8II Penelitian 
C.  Katogori  peneHttan .  
2.  Kepala  Prbyek  Penl~tia
a.  Nama  Lengkap  Dengan  Ge 1ar  
b.  Jenis  Kelamin 
,c.  Pangkat/Golongan  dan  NIP 
i d.  Jabatan  Sekarang 
e.  Fakultas/Puslit/Jurusan  
f. Univ.'!Inst ./Akadelli  

g.  Bidang  Ilmu  Y~
Diteliti  

Drs.  Sutrisno,  MS. 
Laki­Laki  
Penata  Tk.l/llId/130  937  951  
Staf  Pengajar  
ISIP/Ilmu  Politik 
Universitas' Airiangga 
nmu  Politik 

3.!  Jumlah  Tim  Peneliti  

5  (1 ima)  orang 

4.  Lokasi  Penelitian  

Kahupatcn  Bangkalan,  dan  Pasuruan 

5.'  Kerjasama  dengan  Instansi  Lain  


, a.  Nama  Instansi  
b.  A 1  a  II a  t 

6.  Jangka  Waktu  Penelitian 

4  (empat)  bulan 

7.  Biaya Yang  Diperiukan 

Rp  J.OOO.OOO,OO  

••
I

I

8.  Seminar  Hasil  Pcnclitillll 
a.  Dilaksanakan  Tanggal  
b.  Hasil  Penilaian  


16  Apri I  1998 




I
I

I
I

)  Baik  Sekali 
V)  Sed a  n  g

I

(







Ba  i k

I

K u T  n n g

I

I

•I
I



Surabaya,  16  April  1998 

'ngetahui/  Mcngesah~
. n .  RektoT 
t ua  Lcmhaga  P$~l
..

.,# 

",' 

~-,/

~
.
Noor  Cholies  Zaini 
N.Jt¥>i30  355  372 

RINGKASAN  PENELITIAN  
Judul  penel{tian 

Faktor­Faktor  Psikologi  Sosial  dan  Po 

litik  Penyebab  Munculnya  Kekerasan  Po 
litik  di  Seputar  Pemilu  1997. 

Ketua  Peneliti  

Sutrisno 

Anggota  Peneliti  

Muhammad  Asfar 
Eko  Supeno 
Kris  Nugroho 
Yusuf  Irianto 

Fakultas  

llmu  Sosial  dan  llmu  Politik 

Sumber  8iaya  

DANA  RUTIN  Universitas  Airlangga 
SK.  Rektor  Nomor  :  5935/J03/PL/1997
Tanggal 
:  1   Oktober  1997 

Secara  garis  besar.  penelian  ini  mengajukan  tiga  masalah  utama  berikut: 
Pertama.  faktor­faktor  sosial.  ekonomi  dan  politik 
apakah  yang  menjadi  akar  persoalan  kekerasan  politik  di 
seputar  pemilu  19977 
Kedua,  8agaimanakah  bentuk­bentuk  kekerasan  politik 
yang  terjadi7 
Ketiga,  apakah  munculnya  kekerasan  politik  di  seputar 
pemilu  lebih  dapat  dijelaskan  oleh  variabel­variabel  yang 
berada  dalam  diri  pelaku  kekerasan  atau  variabel­variabel 
yang  berada  di  luar  para  pelaku  kekerasan? 
Keempat,  solusi  macam  apakah  yang  dapat  ditawarkan 
untuk  memeradam  munculnya  kekerasan  politik  di  mas~
mendatang? 
Oleh  karena  itu.  tujuan  penelitian  ini  dimaksudkan 
untuk  menelusuri  beberapa  akar  persoalan  munculnya  kekerasan  politik  di  seputar  pemilu.  baik  menjelang  dan  selama 
kampanye  maupun  pada  hari  H  dan  sesudah  pemilu  1997.  Di 
samping  itu,  juga  dimaksudkan  untuk  mencari  solusi  atau 
formula  pemecahan  sehingga  peristiwa­peristiwa  yang  sama 
tidak  terulang  di  waktu­waktu  mendatang.  Secara  rinci. 
tU.iuan  penelitian  ini  adalah  sebagai  berikut: 
Untuk  menjawab  permasalahan  di  atas,  tim  peneliti 
memilih  tiga  media  massa  dijadikan  sebagai  sumber  data. 
yakni  Harian  Kompas.  Jawa  Pos  dan  Bernas.  Pemilihan  tiga 
media 
massa  ini  didasarkan 
pertimbangan­pertimbangan 
berikut.  Data­data  dikumpulkan  melalui  studi 
pustaka 
terhadap  berita­berita  di  ketiga  media  massa. 
Data  yang  diperoleh  kemudian  diklasifikasi 
sesuai 
dengan  permasalahan  yang  diteliti,  yang  kemudiandinterpretasi  dan  dianalisis  sesuai  dengan  isi  berita  yang  ada. 

Dalam  analisis  data  yang  diperoleh.  sejauh  mungkin  didasarkan
pada teori-teori yang ada, sehingga lebih memberi
makna
teoritis
terhadap temuan
yang diperoleh.
Sejauh
memungkinkan.
data-data yang diperoleh ditampilkan dalam
bentuk
tabel
frekunsi~
agar para pembaca
lebih muda
memahinya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat dua
faktor
utama yang mendorong munculnya kekerasan politik. Pertama,
faktor
politik
atau struktural.
terutama sikap oknum
pejabat yang dinilai kurang adil. Kedua, faktor
psikologi
sosial
atau perasaan "egoismell terhadap OPP yang didukungnya.
Sementara itu.
bentuk-bentuk kekerasan
politik
yang
terjadi sebagian besar berupa pengrusakan atau
pembakaran
kantor pemerintah. Beberapa kantor pemerintah yang sering
menjadi
sasaran amuk massa adalah kantor desa,
kantor
kecamatan,
kantor pembantu bupati, bank-bank
pemerintah,
dan sebagainya. Bentuk kekerasan politik yang lain adalah
pengrusakan/pembakaran fasilitas umum.
pengrusakan/pembakaran rumah/toko, kendaran, pengrusakan/pembakaran perkelaian antara OPP. dan sebagainya.
Saran yang diajukan oleh tim peneliti
agar kekerasan
yang sama
tidak muncul di masa-masa mendatang adalah
dengan menerapkan sistem demokrasi secara sunguh-sunguh.
Hal
ini didasarkan pertimbangan karena dengan menerapkan
sistem demokrasi secara sungguh-sungguh maka konflikkonflik
kepentingan antar kelompok dapat diselesaikan
melalui lembaga-lembaga demokrasi yang ada dan memungkinkan masyarakat mengontrol kepada para pemegang
kekuasaan.
Di samping itu, aparat pemerintah. baik sipil maupun ABRl,
sebaiknya bersikap adil terhadap semua pendukung kontestan
yang ada.

KATA  PENGANTAR 

Pada 
Serbagai 

pemilu 

1997,  suhu  politik  meningkat 

kerusuhan 

dan  amuk  massa  terjadi 

cukup 

hampir 

tajam. 

di 

semua 

daerah  di  Indonesia.  Rakyat  Indonesia  yang  selama  ini  dikenal 
"pendiam" 

tiba­tiba  menjadi  beringas  dengan  sebab 

paknya sepele. Penelitian ini dimaksudkan untuk

yang 

tam-

menggambarkan

faktor-faktor yang menyebabkan munculnya kekerasan politik
seputar pemilu 1997 tersebut. Dengan mengetahui
penyebab.

di

faktor-faktor

diharapkan ditemukan solusi yang tepat sehingga

di

masa-masa mendatang tidak terjadi hal yang sarna.
Agaknya

bukan

basa-basi jika tim

peneliti

mengucapkan

terimaksih sedalam-dalamnya kepada Rektor Universitas Airlanggao
yang

khususnya Ketua Lembaga Penelitian Universitas

Airlangga

memberi kepercayaan kepada kami dengan diijinkannya

peneliti

untuk melaksanakan penelitian dari biaya DANA

Universitas

Airlangga. Tim peneliti juga

mengucapkan

tim
RUTIN

kepada

semua pihak yang ikut membantu terlaksananya penelitian ini.
Akhirnya.
pihak

tim peneliti mengharapkan saran dari

untuk perbaikan penelitian di masa-masa yang

berbagai
akan

da-

tang.

Pene 1 i ti

DAFTAR  lSI 

halm~n

RINGKASAN 
KATA  PENGANTAR 

i

iii

DAFTAR  lSI 

iv 

DAFTAR  TABEL 



PENDAHULUAN 

1

TINJAUAN  PUSTAKA 



METODE  PENELITIAN 

20

HASIL  DAN  PEMBAHASAN 

23

SIMPULAN  DAN  SARAN 

47

DAFTAR  PUSTAKA 

49

OAFTAR  TABEL 

halaman 

Tabel  1:  Kontras  Antara  Inherensi  dan  Kontingensi.... 

11  

Tabel  2:  Kontras  Antara  Agen  dan  Struktur 

15  

Tabel  3:  Faktor­faktor  Penyebab  Munculnya  Kekerasan  
Politik 
Tabel  4:  Bentuk­bentuk  Kekerasan  Politik 

33  
37  



.. -.'.]""

PENDAHULUAN 

___---I

A.  Latar  Belakang  Masalah 

8elakangan 
peristiwa 

ini,  terutama  dua  tahun  terakhir. 

kekerasan 

massa 

terjadi 

di 

berbagai 

berbagai 

secara  beruntun  dan  dalam  waktu  singkat.  8erbagai 
han 

massa 

mudah 

yang  muncul  belakangan  ini  tidak 

diidentifikasi 

munculnya 

peristiwa 

penyebabnya, 

karena 

tersebut  umumnya 

tempat 
kerusu-

lagi 

dengan 

latarbelakang 

bertumpang 

tindih 

antara  faktor  ekonomis,  sosial  dan  politis.  Para  pengamat, 
ulama 

dan, 

terutama,  pemerintah 

seakan 

kehabisan 

akal 

untuk  menjelaskan  mengapa  masyarakat  Indonesia  yang  selama 
ini 

dikenal 

begitu  "manis" 

tiba­tiba  menjadi 

beringas 

dengan  sebab­sebab  yang  tampaknya  sangat  sepele. 
Sejak 
lebih 

peristiwa  Sabtu  kelabu  di  Jakarta  ­­atau 

dikenal 

dengan  peristiwa  27  Juli 

1996­­

dari 

segi 
di 

Ko~ban

kuantitas.  intensitas  maupun 
sini  tidak  hanya 

dalam 

jumlah 

pengertian 

yang 

berbagai 

kerusuhan  massa  terjadi  dalam  skala  yang  luar  biasa, 

baik 

korban. 

hilangnya 

nyawa  manusia  ­­termasuk  yang  luka­luka­­ namun  juga  dalam 
pengertian  kerugian  material.  seperti  hancurnya 

bangunan, 

kendaraan  bermotor.  dan  semacamnya.  8eberapa  kasus  kekerasan 

massa 

yang 

berskala  besar  dapat 

1

diangkat 

di 

i

/

sini 

adalah  peristiwa  keberingasan  massa  yang  terjadi  di  Banyuwangi

(Jawa

(Jawa

Barat), Sanggauledo (Kalimantan Barat),

Timur). Tanah Abang

(Jakarta) ,

Tasikmalaya
dan

seba-

gainya.
Kerusuhan

massa

ini menjadi

berkembang

dan

melebar

terutama menjelang dan selama kampanye pemilu 1997. Menjalang pelaksanaan kampanye. di Pekalongan pecah amuk
yang

melibatkan

ribuan orang dan kerugian

rupiah.Peristiwa
pembakaran
Raja

Siti

ratusan
diawali

rencanaanya

dengan

MZ

pengajian akbar yang dihadiri Ketua OPP
Rukmana. Oiduga, kekerasan

untuk
Golkar

politik

akibat kekecewaan masyarakat setempat

pendukung

juta

digunakan

Rhoma lrama bersama KH Zainuddin

Hardijanti

muncul

oknum

panggung kesenian yang

Oangdut

melakukan

kekerasan politik ini

massa

itu

--khususnya

PPP-- karena bendera partainya diturunkan

aparat dan diganti dengan bendera . Golkar

oleh

( Kompas,

1997) •

Pada massa kampanye. kebrutalan mass a semakin menggila.
Pada

pertama kampanye misalnya, massa

putaran

Soeryadi dan pro-Megawati saling baku hantam di
Sebelumnya,

tawuran

massa

peringatan
brutal

di

Kediri, massa POI
dengan massa POI

pro-Soeryadi

peralatan

musik,

dan

terlibat
pada

pro-Megawati

naik ke panggung kemudian memecahkan

pro-

Surabaya.

pro-Megawati

HUT POI ke-24. Massa POI

menghancurkan

POI

saat
dengan

lampu-lampu,

merobohkan

(tenda). Para aktivis pro-Megawati ini diduga datang

terob
dari

Surabaya, Kediri, Blitar, Malang, Jombang dan Tulungagung •

-.

...::.

Peristiwa  bentrok  antar  pendukung  POI  ini  juga  terjadi 
Jakarta 

dan  beberapa  kota  lain  ketika  kampanye 

POI 

di 

ber-

langsung.
Oi

Pasuruan,

membakar
yang

massa PPP menyerang

kendaraan

polisi untuk

kantor

polsek

"membebaskan"

temannya

ditahan aparat keamanan. Peristiwa yang hampir

juga terjadi di Ujung Pandang. Ribuan massa PPP
kantor

pada

saat

kampanye. Oi

Pekalongan,

mengamuk dan melempari beberapa kantor dan
perorangan.
yang

Dan, peristiwa amuk massa

melibatkan

maSSa PPP terjadi

aliran

mass a

PPP

properti/milik

paling

di

sama

melempari

PLN karena dianggap sebagai biang padamnya

listrik

d~n

mengerikan

8anjarmasin

pada

putaran terakhir massa kampenye, yang menghanguskan

pulu-

han

bangunan pertokoan. kantor

pasar

dan

rumah

(Forum,

Oi

pemerintah/swasta,

penduduk serta menelan lebih

dari

134

nyawa

1997).

Yogyakarta. massa Golkar menyerang kantor

melukai

petugas jaga yang kebetulan sudah udzur

PPP

dan

umurnya.

Para satgas Golkar juga terlibat penyerangan dan pengrusakan

di UII

(Universitas Islam Indonesia) dan

lAIN

Sunan

Kalijaga. P?ristiwa terakhir ini sempat memaksa pihak
Tk I Golkar 01 Yogyakarta meminta maaf kepada dua
uan

pergur-

tinggi yang dijarahnya. 8erbagai kebrutalan dan

yerangan massa Golkar juga terjadi di Surabaya.

OPO

pen-

Pasuruan,

Pekalongan, Jakarta, dan beberapa tempat lainnya. Umumnya,
kebrutalan dan penyerangan ini disebabkan oleh kejengkelan
pendukung

Golkar

yang salam dua jarinya

tidak

mendapat

sambutan  dari  massa  (Batra,
Peristiwa­peristiwa 
pada 

1997).

kekerasan  massa 

juga 

hari  H  dan  setelah  pemilu.  Oi  Sam pang 

berlangsung 

(Jawa 

Timur) 

terjadi  pembakaran  beberapa  kantor  desa, 

sekolah­sekolah, 

dan 

menjadi 

panitia 

pelaksanaan  pemilu  di  daerah  masing­masing.  Massa 

menjadi 

perumahan 

beringas 
Duas 
ini 

guru  (SO)  yang  kebetulan 

karena  merasa  diperlakukan  tidak  adil  dan 

terhadap  hasil  perhitungan  suara 
bahkan 

aparat 
guru 

berbuntut  kaburnya  puluhan  guru 

keamanan 

untuk 

pemilu. 

(polisi)  terpaksa 

Peristiwa 

SO 

sehingga 

menggantikan 

semen tara  waktu.  Peristiwa 

tidak 

serupa, 

menjadi 
meskipun 

intensitas  dan  jumlah  kerugiannya  tidak  sama,  juga  terjadi 
di  Pamekasan,  Pasuruan,  Jember,  dan  terakhir  di 
(JiJWiJ

8angkalan 

Pas, 1997). 

Oalam 

menyikapi  berbagai  peristiwa 

kekerasan 

yang  terjadi,  pemerintah  selama  ini  seringkali 

politik 

melihatnya 

dari  kaca  mata  keterlibatan  pihak  ketiga  (aktor  intelektuall

sebagai faktor penyebabnya. Cara pan dang semacam

ini

memang tidak sepunuhnya salah, sebab, dalam banyak penelitian

menunjukkan

misalnya,
atau

bahwa

suatu

aksi

kolektif,

revolusi
aliansi

seringkali dilakukan melalui koalisi,

penggabungan

berdasarkan

(Scakpal ,1994). Akibatnya,

geografis

pertimbangan

pemerintah kurang

memperhati-

kan kondisi-kondisi struktural atau faktor-faktor
sikologis massa yang terlibat dalam aksi kerusuhan

sosiopterse-

but.
8erbagai

peristiwa kekerasan politik di

4

atas

mengan-

tarkan 

pada 

satu 

pertanvaan 

menarik. 

apakah 

berbagai 

kerusuhan  dan  kekerasan  massa  tersebut  merupakan 

perilaku 

(politik) 

massa 

tertentu, 

atau 

berbagai 

sebagai 

sarana 

hal  itu  hanyalah 

persoalan 

untuk 

mencapai 

tujuan 

sekedar  ekspresi 

struktural  yang  melekat 

pada 

dari 

sistem 

politik  kita?  Atau,  kedua  faktor  ini  sebenarnya  bergayutan 
secara 
macam 

resiprokal? 

Jika  memang 

benar 

apa  yang  dapat  ditawarkan  untuk 

demikian, 
meredam 

solusi 

munculnya 

peristiwa  yang  sama  di  masa­masa  mendatang? 

B.  Perumusan  Masalah

Dari  berbagai  latarbelakang  masalah  di  atas,  penelitian 
ini  mengajukan  empat  masalah  utama  berikut: 
Pertama, 
apakah 

faktor­faktor 

sosial, 

ekonomi 

dan 

yang  menjadi  akar  persoalan  kekerasan 

politik 

politik 

di 

seputar  pemilu  1997? 
Kedua. 

Bagaimanakah 

bentuk­bentuk 

kekerasan 

politik 

apak'ah  munculnya  kekerasan  politik  di 

seputar 

yang  terjadi? 
Ketiga, 

pemilu  lebih  dapat  dijelaskan  oleh  variabel­variabel 
berada  dalam  diri  pelaku  kekerasan  atau 

yang 

variabel­variabel 

yang  berada  di  luar  para  pelaku  kekerasan? 
Keempat, 
untuk 

solusi 

macam  apakah 

yang 

dapat 

memeradam  munculnya  kekerasan  politik  di 

mendatang? 

ditawarkan 
masa­masa 

c. 

Tujuan  Penelitian 


Secara 
suri 
di 

umum,  pene1itian  ini  dimaksudkan  untuk 

beberapa  akar  persoalan  muncu1nya  kekerasan 

seputar 

maupun 
i tu. 

menelu-

pemilu,  baik  menjelang 

pada 

dan 

selama 

hari  H  dan  sesudah  pemilu  1997. 

juga  dimaksudkan  untuk  mencari  solusi 

pemecahan 
teru1anq 

sehingga 

kampanye 

Oi 

samping 

atau 

formula 

peristiwa­peristiwa  yang 

di  waktu­waktu  mendatang.  Secara 

po 1 i  ti'k 

sama 

rinci. 

tidak 
tujuan 

pene1itian  ini  adalah  sebagai  berikut: 
Pertama.  untuk  mengetahui  faktor­faktor  sosia1,  ekonomi 
dan  politik  yang  menjadi  akar  persoa1an  kekerasan 

politik 

di  seputar  pemilu. 
Kedua. 

menggambarkan  bentuk­bentuk 

kekerasan 

politik 

yang  terjadi  di  seputar  pemilu  1997. 
Ketiga, 
nculnya 

menggambarkan  variabel­variabel 

penjelas 

kekerasan  po1itik  di  seputar  pemilu,  baik 

varia-

bel­variabel  yang  berada  dalam  diri  pelaku  kekerasan 
variabe1­variabel  yang  berada  di  luar  para  pelaku 

mu-

atau 

kekera-

san. 
Keempat, 

mencari  formula  atau  solusi  yang  tepat  untuk 

memeradam  munculnya  kekerasan  politik  di  masa­masa 

mend a-

tang. 

O.  Manfaat  Penelitian 

Hasil­hasil  penelitian  ini  diharapkan  dapat 

6  

memberikan 

sumbangan 

pemikiran.  khususnya  kepada 

pemerintah. 

dalam 

rangka  menyusun  dan  mengimplementasikan  berbagai  kebijakan 
po 1 i  ti k . 
Di  samping  itu,  temuan­temuan  penelitian 

dapat  dijadi-

kan pelajaran semua pihak agar tidak mudah terjebak
gerakan

yang

menjurus pada kekerasan

politik.

dalam

sehingga

peristiwa yang sarna tidak terjadi lagi di masa-masa depan.

TINJAUAN  PUSTAKA  

Konsep 
menunjuk 

kekerasan 

politik  di 

sini  dimaksudkan 

peristiwa­peristiwa  ­­meminjam 

untuk 

istilah  Tilly­-

kekerasan  sipil  yang  digerakkan  oleh  isu­isu  yang  bersifat 
politis, 

terutama 

mendapatkan 
1986). 

politik 

perjuangan 

kekuasaan  di  dalam  organisasi  politik 

Termasuk 

ditujukan 

yang  terkait  dengan 

kepada 

(OPP) 

di  sini  adalah 

kekerasan 

pemerintah  atau 

untuk 

(Rule.

politik 

yang 

organisasi­organisasi 

tertentu.  Sebagaimana 

yang 

ditulis  oleh 

Gurr,  bahwa  kekerasan  politik  (political violence) adalah: 

"all

collective

against

the

attacks

political

within
regime.

community

political



its

actors

--including

competing political groups as well as incumbents-- or

its

policies" (Sco/(pol. 1994).
Secara 

teoritis.  teori­teori  sosial.  baik  yang 

klasik 

maupun  modern,  pada  dasarnya  hendak  menjawab  apakah 
tindakan  ­­termasuk  di  dalamnya  aksi  kekerasan 

suatu 

kolektif­-

itu  ditentukan  oleh  individu  secara  otonom  atau  ditentukan 
oleh  struktur  yang  melingkupinya, 
pengertian 

baik 

nilai,  budaya.  ekonomi  maupun 

struktur  dalam 

yang  lebih  condong  pada  penjelasan  pertama  seperti 
aksionisme 

simbolis, 

semacamnya 

masuk 

etnometodologi, 

dalam 

kelompok 

Teori 

politik. 

inter-

fenomenologi 

teori­teori 

mikro;  semementara  teori  yang  lebih  condong  pada 

dan 

sosiologi 
penjela-

san  kedua  seperti  institusionalisme,  fungsionalisme 
tural.  strukturallsme  dan  semacamnya  masuk  dalam 
teori­teori  sosiologi  makro 
Oalam 

kaitannya 

perdebatan 

dengan 

struk 

kelompok 

1985;  Turner, 1978).
(Crab~

kekerasan 

politik 

yang  muncul  biasanya  berkaitan 

kolektif. 

dengan 

apakah 

kekerasan  politik  itu  dilihat  sebagai  sesuatu  yang 

bersi-

fat inherent/inherency atau contingent/contingency. Sesuatu disebut inherent apabila ia akan selalu terjadi sehingga

aktualitas

potensi itu hanya dapat

dihalangi,

namun

tidak dapat dihilangkan. Oalam kerangka inherensi. kekerasan

politik dianggap sebagai suatu fenomena yang

sebagai
dan

salah satu alternatif untuk menyalurkan

normal,
aspirasi

memperjuangkan tercapainya kepentingan politik.

karena

itu.

pendukung

pertanyaan

teori

yang biasa

kontingensi adalah

konflik atau kekerasan politik

diajukan
'why

oleh

not':

Oleh
para

mengapa

tidak muncul sesering yang

seharusnya. Kekerasan atau perilaku agresif lainnya secara
biologis

dianggap sebagai sesuatu yang inheren pada

manusia.

sebagaimana

juga terdapat

pada

diri

hewan/binatang

yang 1 ain (Lorenz, 1996).
Sebaliknya, sesuatu dianggap contingent apabila ia tergantung

pada

( unLlsua 1

tersedianva

condi tions)

kondisi-kondisi
Kontingensi
rutin

kontingensi

terjadi

tidak

secara

yang mengandung banyak

adalah

sehingga

yang

kondisi-kondisi

unsur

sesuatu yang tidak biasa

memerlukan penjalasan.

bukan berarti indeterminasi

acak.

lazim
yaitu

kebetulan.
atau

Maskipun

tidak
bagitu,

( indeterminacy) .

Sebab.  kondisi­kondisl  umum  seperti  kenalkan  atau  penurunan

misalnya,

memungkinkan

terjadinya

suatu

kekerasan

politik. Dengan begitu. kontingensi bukanlah sesuatu
bersifat
politik)

acak
yang

(random) atau suatu·
selalu

tidak

yang

peristiwa

(kekerasan

dapat

dikontrol

keberadaannya(Gurr, 1980).
Jika cara pandang inherensi dan kontingensl
kan,

dikontras-

maka akan tergambar sebagaimana yang terlihat

tabel 1 berikut:

dalam

Tabel  1  
Kontras  Antara  Inherensi  dan  Kontingensi  

Inhere:1si  

Kontingensi 

1.   Sifat  dasar  lanusia  dalal  kehidupan  poli 

1.   Sifat  dasar  lanusia  dalal  kehidupan  politit 

tlk  adalah  lelaksilalkan  pengaruh  dan  ke 
luasaan  dalal  proses  pelbuatan  dan  pelak 
sanaan  keputusan.  Berbagai  cara  ditelpuh 
untuk  lencapai  tujuan  ini,  terlasul  lela 
lui  kelerasan  politit. 

adalah  te  arah  'perdalaian",  resolusi  atau 
lenghindari  konflik  yang  lenggunakan  kekera 
san  politik.  Keterasan  politil  dianggap  se 
bagai  cara­cara  lOlpetisi  yang  tidal  nor 

2.   ~aren
keterasan  dianggap  norlal.  perso 
alan  teori  inherensi  adalah,  lengapa  te 
kerasan  politik  tidak  terjadi  sesering 
yang  selestlnya. 

2.   Persoalan  lendasar  teori  kontingensi  adalah 
lengapa  teterasan  polltit  terjadi  dan  bagai 
lana  aenjelaskan  freluensinya. 

3.   Pilihan  lenggunakan  kekerasan  atau  tidal 
dal  adalah  persoalan  taktik,  yang  leny 
angkut  perhitungan  untung  rugi.  Artinya. 
para  pelaku  kerusuhan  adalah  altar  rasio 
na 1. 

3.   Pllihan  penggunaan  kekerasan  politit  sang 

4.   Kekerasan  politit  dipilih  secara  intrin 
sil.  yaitu  berdasarkan  lotivasi.  talkula 
51,  dan  leinglnan  yang  ada  dalal  d1ri  a~
tor  atau  para  pelaku. 

4.   ~ekrasn

5.   Faltor­taltar  obyeltif,  seperti  perilba 
~ang
leuI~an
pelaksa  atau  kondisi­ton 
d1S1  yang  leludahlan  keberhasilan  penggu 
naan  lekerasan  lerupalan  faktor  penjelas 
utall  terjadinvi  ke~rasn
politit. 

5.   ~aren

rial. 

at  bersifat  "afeltif",  tidal  berdasarlan 
kalkulasi  untung  rugi.  Artinya.  para  pelatu 
kerusuhan  adalah  aktor  yang  lengalali  depri 
vast. 
politit  terjadi  secara  ekstrinsil, 
valni  bersulber  dari  sebab­sebab  yang  berada 
di  luar  para  pelatu,  dan  oleh  faltor­faltor 
kontekstual  atau  lontingen. 
kekerasan  politil  bersifat  afektif. 
tara  perilbangan  kekuatan  pelalsa  dan  tondi 
si­kondisi  yang  lelperludah  leberhasilan  pe 
nggunaan  kekerasan  lelpunyai  day a  jelas  sa 
I1gat  ledl. 



Berdasarkan 

tabel 

1  di  atas.  secara  sederhana 

dikatakan  bahwa  inherensi  melihat  kekerasan  politik 
gai 

suatu 

tindakan  yang  keberadaannya 

dapat 

dapat 
seba-

dijelaskan 

oleh  faktor­faktor  yang  ada  dalam  pelaku  kekerasan,  sementara 

kontingensi  menjelaskan  kekerasan  politik  dar{ 

tor­faktor 

yang  ada  di  luar  pelaku  kekerasan. 

1.1

fak-

8etapapun, 

dalam  kehidupan  nyata,  antara  lnherensi  dengan  kontingensi 
seringkali 
itu, 

bercampur 

dan  sulit  dipisahkan. 

Oleh 

bagi  Eckstein,  persoalannya  bukanlah  apakah 

karena 
sesuatu 

(kekerasan  po 1 i  ti k)  i  tu  inherensi  atau  kon tingensi,  tetap'i 
apakah 

suatu  subyek  itu  dianggap  pada  dasarnya 

inherensi 

atau  kontingensi.  Persoalannya  bukanlah  mana  yang  benar  di 
antara 
suatu 

keduanya,  namun  mana  yang  lebih  dapat 
peristiwa 

Inherensi 

dan 

(kekerasan  politik)  secara 

kontingensi  bukanlah 

menjelaskan 
lebih 

persoalan 

baik. 

kubu­kubu 

filosofis  yang  perlu  dipertentangkan  satu  sama  lain,  namun 
lebih  sebagai  persoalan  pilihan  strategi  penelitian  (World
Encyclopedia of  Peac~

1986). 

Cara  pandang  yang  menempatkan 

politik  sebagai 
ke~rasn

sesuatu  yang  bersifat  inherensi  atau  kontingensi  pada 
sarnya 

sejajar  dengan 

persoalan  utama 

dalam 

teoritis  di  kalangan  ilmuwan  sosial,  yakni 

perdebatan 

apakah 

suatu 

kekerasan  kolektif  itu  diletakkan  dalam  tataran  agen 
struktur. 
sebagai 

Dalam  tataran  agent  kekerasan  politik 

suatu 

tindakan  individu 

yang 

da-

atau 

dipahami 

dilakukan 

secara 

sadar  dan  sengaja  untuk  mereproduksi  dan  mentranformasikan 
realitas  sosial. 
yang 

relatif 

politik 

kekerasan 

dipahami  sebagai 

individu 

sebagai 

otonom  untuk  melakukan  tindakan, 

kolektif 

rasional 

Para  pelaku  dipahami 

produk 

dan 

dari 

seseorang.  Oleh  karena  itu,  penjelasan 
politik  kolektif  selalu  dilihat  dari 

aksi 

pilihan 
terhadap 
"faktor-

faktor  dalam"  para  pelaku  kekerasan  dan  mengabaikan  faktor 
dan  kendala  struktural  serta  proses­poses  sosial 

1.2  

lainnya. 

Beberapa  penjelasan  teoritis  yang  diturunkan  dari  kerangka 
analisis 

agen  ini  diantaranva  dilakukan  oleh  Rule 

menjelaskan 

perilaku/aksi  kolektif 

ketika 

1986)  dan 
(Rule~

oleh 

8erk  ketika  menggunakan  pendekatan  permainan  untuk 
laskan  kerusuhan  massa 
Sebaliknya, 
dipahami 

1978).
(6envi~

dalam  tataran  struktur,  kekerasan 

sebagai 

hasil 

dari 

proses 

politik 

hubungan­hubungan 

sosial  atau  struktur  di  mana  para  pelaku  tersebut 
Nilai 

berada. 

struktural" 

dan  norma  dipandang  sebagai  "imperatif 

yang  terinternalisasi  dalam  diri  individu,  sehingga 
berperilaku 
sistem.

Oleh

selaras  dengan  ­­atau 
karena itu.

fungsional 

penjelasan

orang 

terhadap-kekerasan

terhadap

politik kolektif selalu dilihat dari "faktor-faktor

luar"

para pelaku kekerasan dan mengabaikan faktor-faktor
motivasi. dan strategi. Tindakan agen
asan

artefak

lebih dari

1994). 8eberapa penjelasan
(Sztompka~

struktur

yang diturunkan dari kerangka analisis

teoritis
in i

(dalam bentuk keker-

politik kolektif) dianggap tidak

atau produk struktur

m~nat.

diantaranya dilakukan oleh Gurr

Skock-

1970).
(6ur~

1994) dan Davies (Macridis and Brown, 1968).
pol(Sck~

Secara
dasarnya

ontologis,

persoalan agen

mempertanyakan
Q

sejauhmana

dan

struktur

tindakan-tindakan

individu merupakan proses sosialisasi dan produk
yang hanya dapat dikontrol secara minimal; dan
tindakan-tindakan
sional
yang

tersebut merupakan produk

struktur
sejauhmana

pilihan

yang sengaja diambil oleh individu sebagai
otonom.

Secara epistemologist

1. '.,

pada

persoalan

ra-

subyek

agen

dan

struktur  pada  dasarnya  berkisar  pad a  upaya  untuk  menjelaskan suatu efek peristiwa politik tertentu: sebagai

konse-

kuensi tindakan dan niat aktor yang terl1bat; atau
dari

struktur dan hubungan-hubungan sosial di

produ~

mana
pa~

aktor tersebut berada (Panggabean).
Jika kedua kerangka anal isis di atas dikontraskan. maka
akan

terlihat

sebagaimana yang tergambar dalam

berikut:

o

L4

tabel

2

Tabel  2 
Kontras  Antara  Agen  dan  Struktur 



AGEN  

STRUKTUR 

1.   Individu  adalah  agen  yang  tindalannya  1.  "asyarakat  terdiri  dari  hubungan­hubungan  sosial 
secara  sadar  dan  sengaja  lereprodulsi 
atau  "struktur"  yang  lenjadi  tondisi  interaksi 
dan  lentransforlasi  realitas  sosial 
dan  hasil  tindakan  agen­agen 
2.   "Penjelasan  dari  dalal',  lengabailan 
dan  lenyepelekan  faktor  dan  kendala 
struktural  dan  proses­proses  sosial 
dan  politik 

2.  "Penjelasan  dari  Iuar',  lengabaitan  dan  lenyepele 
kan  fattor­faktor  lotivasi.  niat,  strategi,  dan 
atsi  agen  karena  dianggap  tidak  lebih  dari  arte 
fak  atau  produk  struktur 

3.   "~aslh

Weber",  ya1tu  perhatian  pada  3.  "Masalah  Durkheil·,  yaitu  perhatian  pada  lasyara 
individu  dan  atsi  lanusia  penentu 
lat  sebagai  5istel  yang  "berdikari",  sedangkan  in 
struttur  s05ial 
dividu  dianggap  sebagai  elanasi,  representasi,dan 
epifenolena  lasyarakat 

4.   Realitas  dipandang  "rapuh",  dapat  di  4.  Nilai  dan  norla  dipandang  sebagai"ilperatif  struk 
rundingkan  ("bargaining  for  reality·) 
tural"  yang  terinternalisasi  dalal  diri  individu, 
dan  terbentuk  sebagai  konstruksi  indi 
sehingga  orang  berperilaku  selaras  dengan,  atau 
vidu­individu  yang  subyektif 
fungsional  terhadap,  sistel 
5.   Hubungan  yang  .onocausal dan  sederha 
na  lengaitkan  agen  dengan  strultur: 
Agen  lelbentuk  struktur 

5.  Hubungan  yang  .onocausal dan  sederhana  lengaitkan 
Struttur  lelbatasi  dan  bah 
struktur  dengan  a~en:
kan  lenentukan  keagenan 

b. Penekanan  pada  praktik­praltik  litro  O. 

(.icro-practices\ dala.  interaksi  so 
sial  yang  ditandai  dengan  keunikan  dan 
kekayaan  interatsi  soslal  dan  politik 

Pen~a
pada  aksi  yang  selalu  "terta"al'  dalal 
struktur  yang  lebih  luas  (.acra-e.beddedness)

7.   Untuk  lenjelastan  suatu  peristiwa  dan  7.  Struktur  sosial  politik  dianggap  sebagai  alpa  dan 
fenolena  politik  dilulai  dari  ­­dan  di 
olega  penjeiasan  tindakan  aktor. 
athiri  dengan­­ individu. 
B.   Voluntarisle.  yakni  lelahali  peristiwa  B.  Oetereinisle  dan  teleologisle,  yakni  pandangan 
dan  tenolena  p~litk
dengan  lelpernat1 
vanQ  lenelpatkan  proses­oroses  sosial  dan  politik 
dinisbatkan  tepada  'historical end-state', seperti 
~an
niat  dan  Motivasi  attar. 
hubungan­hubungan  e~onli
dalal  larxisle. 
9.   Penekanan  pada  bagian­bagian  yang  lei 
bentuk  keseluruhan,  seperti  tindakan 
individu. 

Yang 

~.

Penekanan  pada  keseluruhan  yang  lelpengaruhi  bagi 
an­bag1an  yang  lenjadi  unsurnya. 

menjadi  persoalan.  tindakan  seseorang 

seringkali 

t~dak

dengan  mudah  dapat  diidentifikasi 

dalam 
ta~n

agen  atau 
dalam 

teo~is

istik  dan 

cend~ug

dalam 

penjelasan 

kevakuman 

be~sifat

volunta~­

yang 
teo~is

sebagai 

subyek 

seolah­olah  individu 
st~uk,

sosial. 

penjelas  umumnya 
fakto~

se~ingkal

menempatkan  individu 

yang  membentuk  dan  mengubah 
hidup 

ditempatkan 

Penjelasan­penjelasan 
st~uk.

agen 
ta~n

dan 

menempatkan 

te~lau

pemj e  1 asan-

Sebaliknya. 

sebagai 
st~uk

dan 
det~minsk

ung 

menempatkan  individu  hanya  sebagai  obyek 

tu~,

seolah­olah  individu 
sep~ti

cend~­

da~i
st~uk­

yang  tidak  mempun~obt

yai kehendak bebas.
~ealits

Di samping itu, dalam
keduanya
st~uk

lain.

Untuk itu,

akan

empi~k,

se~ingkal be~tumpang

ilmuwan
be~ap

dijadikan sebagai
ke~ang

melihat

pada

(~epoduksi)
p~oduk

samping

tindih satu

sama

halnya

yang

-sep~ti

dalam
pandang.

c:a~

da~i

saat yang sama

dianggap

mis8hask~

juga

ia

keagenan manusia.

sebagai kendala

tulisan

bagi

sebagai kondisi
masy~kt

namun

manusia.

agen dan

pemik~an

ini-- mencoba "memadukan" kedua
alnya.

ant~

keagenan
me~upakn

di
St~uk,

sekaligus juga

dipan-

dang sebagai peluang.
Ca~

pandang yang sama juga dapat diikuti

pik~an

80u~die

(BDurdie~

-te~uam

ant~

si)
agen

budaya-p~akti

habitus
dan
dan

field
st~uk).

1994).

(st~uk

Ia mel ihat bahwa
hasil

me~upakn

(ja~ing

sosial yang sudah
hubungan yang

jalan
da~i

p~akti

hubungan

te~inals­

melibatkan

posisi

Field mengkondisikan habitus,

semen-

16

tara  hab.ltLl5 membentuk  field sebagai  sesuatu  yang 

bermak 

na. 

80urdie 

Formula 

yang 

sederhana 

ditawarkan 

ada 1ah: (Bourdie" 1994). 

=  [ 



]  +

(h)  (c)

f

dimana: 
P  = praktik; 
h = habi tus
c  ­ capi tal
f =  field
Dalam 
upaya

ilmu 

politik  ­­dan  ilmu  sosial 

"memadukan"

secara

sistematis

kedua

cara

pandang

oleh Giddens. 8agi

pada 
telah

namun

melakukan

ia juga dapat menciptakan

tindakan secara otonom.

dilakukan
struktur

Giddens.

tidak hanya menimbulkan kendala (constraint)
manusia.

umumnya--

bagi tindakan
peluang

Ia menawarkan

untuk

kerangka

konseptual/teori yang diberi nama teori strukturasi. Teori
strukturasi

pada

dasarnya

mengandung

empat

(duality of

konsep. yaitu dualisme struktural

perangkat

structure),

dualisme subyek-obyek. dimensi ruang dan waktu. dan
haman ganda (double hermeneutic)

pema-

(Surbakti" 1992).

Dualisme struktur pada dasarnya memandang bahwa struktur

dan individu-aktor (agen)

berinteraksi

produksi dan reproduksi institusi serta
Artinya.

sosial.

agen

merupakan

hasil

dalam

proses

hubungan-hubungan

( outcome)

dari

struktur namun pad a saat yang bersamaan agen tersebut juga
menjadi
atau
--dan

mediasi bagi pembentukan struktur baru.

agen

tidak hanva sekedar menjadi

penanggung

selalu menyesuaikan dengan-- struktur.

memiliki

pengetahuan

mengenai realitas

_;
1. l

Individu

dan

namun

beban
juga

berdasarkan

itu  ia  bertindak  untuk  mengubah  realitas  sekelipe~ahmn

lingnva.
Perangkat

konsep kedua ada1ah

dua1isme

subyek-obyek.

Dualisme subyek-obyek ini pada dasarnya menyangkut
tasi

agen

dapat

atau individu-aktor

terhadap

dibedakan menjadi tiga. Pertama.

praktis.
mencari

yaitu
rasa

medium

aman.

untuk

tidak

para aktor yang secara
Mereka ini

hanya

orien-

struktur.
orientasi

rutin-

psikologis
berperan

mereproduksi struktur be1aka.

hanya
sebagai

sama

ada upaya untuk mempersoa1kan --apa1agi

yang

seka1i

mengubah--

struktur yang te1ah ada. Kedua. orientasi teoritik.

yaitu

para aktor yang memiliki kemampuan memelihara jarak dengan
struktur sehingga ia memiliki pemahaman yang jelas

terha-

dap struktur dan mampu merespon apa yang diciptakan struktur

kepadanya.
para

vakni

Ketiga. orientasi

aktor yang tidak hanya

strategik
mampu

juga berkepentingan terhadap apa

tetapi

pemantauan.

menjaga
yang

jarak

dilahirkan

struktur, sehingga mereka dapat menanggapi struktur. Hanya
pad a

kelompok kedua dan ketiga yang cenderung

melahirkan

dualisme subyek-obyek.
Perangkat konsep ketiga adalah dimensi ruang dan waktu.
Artinya.

setiap

institusi dan

hubungan-hubungan

sosial

berlangsung dalam konteks ruang dan waktu tertentu.

Inter-

aksi sosia1 tidak hanya ber1angsung di dalam --dan

diben-

tuk

oleh-- ruang dan waktu sebagai lingkungan

eksternal.

akan tetapi pada gilirannya ruang dan waktu tersebut
menjadi

internal

bagi

hubungan-hubungan

lH

sosial

juga
karena

te1ah  memberi  makna  sosia1  bagi  interaksi  tersebut. 
Perangkat 

konsep 

keempat 

pada 

dasarnya 

menyangkut 

ten tang  metode  untuk  mengungkapkan  interaksi  antara  struktur

dan agen dalam dimensi ruang dan waktu. yaitu

pemahaman ganda. Yakni, pemahaman ilmuan ten tang

metode
realitas

( the second order understanding) dan realitas yang dipahami oleh awam (the
positivis
huan.

memandang kalangan awam sebagai obyek

Kalangan

memahami

awam

ralitas

dipandang
sekelilingnya

memiliki

subyek

kemampuan

sekaligus

menggunakan pemahaman tersebut untuk bertindak.

aliran
pengeta-

teori ini menganggap awam sebagai obyek dan

sekaligus.
untuk

first order understanding). Jika

mampu

ME10UE  PLNELITIAN  

Seperti 

yang 

telah  disinggung 

di 

depan, 

kerusuhan 

sosial  yang  hendak  dijadikan  obyek  kajian  dalam  penelitian 
ini 

hanyalah  kerusuhan  yang  berkaitan  di  seputar 

yang 

oleh 

kebanyakan  pengamat  dan  pers 

pemilu. 

disebut 

sebagai 

kekerasan  politik.  Sementara  itu,  kasus­kasus  yang  dijadikan 

pijakan  analisis  hanya  didasarkan  pada 

berita­berita 

yang  dimuat  di  media  massa.  baik  media  massa  lokal 

maupun 

nasiona 1 • 
Tiga 

sumber 

data 

adalah  Harian  Kompas,  Jawa  Pos  dan  Bernas.  Pemilihan 

tiga 

media 

media 

massa 

berikut. 

massa  yang  dijadikan  sebagai 

ini 

didasarkan 

pertimbangan­pertimbangan 

Harian  Kompas  dipilih  sebagai  media 

mewakili  media  massa  yang  bersifat  nasiol~

massa 

dengan 

kian  berita­berita  yang  dimuat  diharapkan  memuat 
peristiwa 

kekerasan  politik  yang  terjadi  di 

yang 
demi-

berbagai 

seluruh  wi-

Iavah  Indonesia,  khususnya  kawasan  Indonesia  Barat.  Harian 
Jawa 

Pos  dipilih  sebagai  media  massa  yang  mewakili 

mass a 

yang 

bersifat  "Iokal"  yang 

berpusat 

di 

media 

Surabaya 

(Jawa  Timur).  sehingga  berita­berita  yang  dimuat 

diharap-

kan 

terutama 

yang 

memuat  berbagai  peristiwa  kekerasan  politik 
terjadi  di  wilayah  Jawa  Timur,  termasuk 

Indonesia 

di 

kawasan 

Timur.  Sedangkan  Harian  Bernas  dipilih  sebagai 

media  massa  "lokal"  yang  berpusat  di  Yogyakarta. 

sehingga 

diharapkan 
terutama 
Tengah. 

memuat 

peistiwa­peristiwa 

kekerasan 

yang  terjadi  di  wilayah  D1  Yogyakarta 
Dua 

media 

massa  "lokal" 

ini 

politik 

dan 

dipilih 

Jawa 

terutama 

didasarkan  pertimbangan  karena  selama  proses  pemilu 
(bai~

sebelum,  pada  hari  H  dan  sesudahnya)  di  daerah  Jawa 

Timur 

dan 

Jawa  Tentang  adalah  wilayah  yang 

peristiwa 

kekerasan 

wilayah­wilayah 

politik 

paling 

tingkat 

terjadinya 

tinggi, 

dibanding 

propinsi  lainnya.  Sementara  itu. 

penger-

tian lokal di sini lebih merujuk pada tempat kantor

pusat

media massa tersebut yang berada di daerah.
Data-data

dikumpulkan melalui studi
di ketiga media massa.

semua

terhadap

8erita-berita

yang

tidak dibatasi pada halaman tertentu, namun

pada

b~rita-e

diambil

pus taka

halaman

yang

memuat

tentang

peristiwa-peristiwa

kekerasan politik. Hanya saja, peristiwa kekerasan politik
yang dianalisis di sini adalah peristiwa kekerasan politik
yang

berkonsekuensi

pelaku

peristiwa,

politik cukup luas, baik
lama peristiwa terjadi

yang

ditimbulakan. Oleh karena itu,

oleh

seorang

pelaku, jika peristiwa

dari

maupun

segi
dampak

betapapun

dilakukan

tersebut

mempunyai

dampak cukup Iuas, maka tetap diproses sebagai data

pene-

Iitian.
Data
dengan

diklasifikasi

sesuai

permasalahan yang diteliti, yang kemudian

dinter-

yang

diperoleh

kemudian

pretasi dan dianalisis sesuai dengan isi berita yang
Oalam
sarkan

anal isis data yang diperoleh, sejauh mungkin
pada teori-teori yang ada, sehingga lebih

21

ada.
dida-

memberi

makna 

teoritis 

terhadap  temuan 

yang 

diperoleh. 

Sejauh 

memungkinkan. 

data­data  yang  diperoleh  ditampilkan 

bentuk 

frekuensi, 

tabel 

agar  para 

pembaca 

dalam 

lebih  muda 

memahinya. 
Sebetulnya,  sesuai  dengan  proposal  penelitian. 
tian

ini

direncakan turun seraca

langsung

ke

penelilapangan

dengan mewawancarai pihak-pihak yang pernah terlibat
ikut

serta

dalam kekerasan

dengan mengambil

palitik

sebagai

atau

respond~

lakasi di 8angkalan dan Pasuruan.

Namun t

karena tidak memperaleh ijin dari pihak keamanan maka
peneliti

mengarahkan penelitian pada studi pustaka.

tim
Oleh

karena judul yang paling tepat dari penelitian ini, sesuai
dengan

hasil

Faktor

Psikologi

penelitian yang diperoleh
Sosial dan Politik

adalah

Penyebab

Kekerasan Palitik di Seputar Pemilu 1997".

"FaktarMunc;ulnya

HASIL  DAN  PEMBAHASAN  

A.  Faktor­Faktor  Penyebab  Munculnya  Kekerasan  Politik 

Berdasarkan 

data 

yang  berhasil 

dikumpulkan, 

kekerasan 

politik  yang  terjadi  di  seputar  pemilu  1997  umumnya  disebabkan 
atau  dipicu  oleh  persoalan­persoalan  politik,  terutama  sebagai 
reaksi 

terhadap  sikap  oknum  aparat  yang  dinilai  kurang 

seperti  dalam 

kasus 

penurunan 

bendera 

OPP, 

ketidaksukaan 

terhadap  kebijakan  pimpinan  OPP  (POI  Soeryadi),  dan 
ya. 

sebagain-

Oari  36  kasus  kekerasan  politik  yang  terjadi,  lebih  55,56 

persen 
lni 

adil, 

di  antaranya  dipicu  oleh  persoalan­persoalan 

berati,  persoalan­persoalan  struktural  memberi 

politik. 
sumbangan 

yang  cukup  besar  terhadap  terjadinya  kekerasan  politik. 
Oari 

berbagai  kekerasan  politik  yang  terjadi 

terdapat  empat  kondisi  politik 

atau  struktural 

setidaknya 

yang 

menjadi  akar  persoalan  munculnya  kekerasan  politik 

diduga 

belakangan 

ini. 
Pertama, 

kekerasan 

politik 

tersebut  merupakan 

beberapa  kelompok  masyarakat,  khususnya  pendukung  OPP 
tu. 

yang 

menilai  para  pemegang  kekuasaan  kurang 

reaksi 
terten-

adil 

dalam 

memanage  berbagai  konflik  dan  sumber  kekuasaan  yang  ada.  Sikap 
dan 

cara­cara 

penanganan  pemerintah 

23 

terhadap 

konflik 

yang 

terjadi  di  tubuh  PDI  belakangan  ini  misalnya,  dinilai  sebagian 
kelompok 

kurang 

adil. 

8egitu  juga 

pemihakan 

oknum 

aparat 

birokrasi  terhadap  salah  satu  OPP,  dianggap  oleh  pendukung  OPP 
lain  sebagai  ketidakadilan.  8elum  lagi  adanya  aturan 
yang 

dianggap  memberatkan  OPP  tertentu,  termasuk 

puan

para pendukung OPP tertentu menyelenggarakan

kamp~nye

ketidakmam"kampanye"

semen tara pendukung OPP lain dengan leluasa melakukan "kampanye" selama lima tahun.
Dalam konteks semacam ini, kekerasan politik yang terjadi
harus

dipahami sebagai suatu tindakan yang

dilakukan

secara

terpaksa, akibat adanya tekanan-tekanan politik yang

dialami.

Kekerasan

lemahnya

politik

merupakan hasil dari

dialektika

moral di satu sisi dan kuatnya negara di sisi lain. Logika ini
sebenarnya

sejajar dengan proses terjadinya

revolusi

sosial

yang (kebanyakan) melibatkan kekerasan politik, yang terjadinya

sangat ditentukan oleh faktor-faktor yang berada

para

pelaku

karena

itu,

dan bukan atas kehendak bebas para
proses

ini harus

'non-voluntarist

Skocpol--

diletakkan

structural

di

Iuar

aktor.

Oleh

--dalam

istilah

perspective'

( Dunn,

1985) •

Kedua,

cara-cara

kekerasan

politik

di

atas

ditempuh

karena para pelaku menilai bahwa institusi-institusi demokrasi
yang

ada

berbagai
Akibatnya,
kekuasaan

tidak mampu mengartikulasikan
kepentingan

politik yang ada di

dan

mengagregasikan

dalam

masyarakat.

berbagai kelompok yang tidak mempunyai akses
menyalurkan

barbagai aspirasi

politiknya

pada

melalui

cara cara di luar lembaga-lembaga demokrasi yang ada. Strategi

24

perjuangan 

politik 

kemudian  di  lakukan  di 

jalan­jalan, 

dan 

tidak  jarang  dilakukan  dengan  cara­cara  kekerasan. 
Dalam 

kontek 

semacam  ini,  cara  kekerasan 

politik 

ditempuh  oleh  sekelompok  masyarakat  seharusnya  tidak 
kan

sebagai

pilihan

atas dasar

pertimbangan

yang 

diletak-

rasional

dan

tujuan-tujuan yang bersifat instrinsik, namun lebih disebabkan
oleh kondisi-kondisi politik yang ada. Cara semacam ini

sebe-

narnya bukan khas Indonesia. Di beberapa negara Afrika seperti
Zimbabwe, Benin, Zambia, Kenya, Malawi, dan sebagainya, berbagai

kelompok

mengisi

tidak

berbagai
(Journal

masyarakat

(civil

society)

adanya (berfungsinya) partai

"perlawanan"

terhadap regime yang

justru

berusaha

oposisi

melalui

sedang

berkuasa

of Democracy 11 1997).

Ketiga, akibat kekakuan lembaga-lembaga politik yang
sehingga

tidak

mampu menampung

dan

menyelesaikan

konflik kepentingan yang terjadi dalam masyarakat.
setiap
lain,

ada

berbagai
Akibatnya.

ada perbedaan dan konflik kepentingan dengan

kelompok

masyarakat

memendam

perasaan konflik tersebut. Ketika berbagai

perasaan

terutama kelompok yang berkuasa,

berbagai

konfliktual ini terakumulasi, dan ada kesempatan untuk

melam-

piaskan --misalnya pad a masa kampanye pemilu-- maka

kekerasan

politik

tidak bisa terelakkan. Jadi akar persoalan

kekerasan

politik

sebenarnya

politik

yang

terletak

pad a

p~litk

lembaga-lembaga

ada. Sebagaimana pernah disinggung

dalam studi-studi tentang konflik,
lembaga

kekakuan

Coser

bahwa semakin kaku lembaga-

yang ada maka semakin keras

yang terjadi( Coserll 1956).

oleh

tingkat

konflik

Keempat.  adanva  beberapa  tekanan 
5isi 

dan 

Dalam 

oleh 

di 
pemr~ntah

tidak  terpenuhinya  harapan­harapan 

banyak 

berdaya 

dar~

kasus, 

tidak  jarang 

di 

masyarakat 

dalam  menghadapi  berbagai  ketentuan 

5atu 

sisi 

lain. 

merasa 

tidak 

yang 

ditetapkan 

pemerintah.  Sebagian  masyarakat  merasa  hak­haknya 

telah 

dirampas  oleh  pihak­pihak  tertentu.  Ketika  sebagian  warga  yang 
mempunyai 

hak  pilih  tidak  memperoleh  kartu  suara  karena 

beberapa  oknum  panitia  pemilihan,  masyarakat  merasa  hak 

ulah 
pilih 

mereka  telah  dirampas  oleh  oknum  tersebut.  Keadaan  semacam  ini 
menyebabkan 
melalui 

rasa 

tindakan 

frustasi, 

yang 

pada 

kekerasan.  Kondisi 

akhirnya 

terakhir 

disalurkan 

ini 

terutama 

cukup  memadai  untuk  menjelaskan  munculnya  kasus­kasus 

kekera-

san 

pemilu. 

politik 

yang  terjadi  selama  dan  sesudah  hari 



Tentu  saja,  tidak  terpenuhinya  harapan­harapan  terhadap 
lehan 

suara  OPP  yang  didukungnya,  juga  mempengaruhi 

pero-

perasaan 

frustasi  tersebut. 
Dalam  bahasa  Ted  Gurr,  kondisi  semacam  ini  disebut 
gai 

deprivasi 

digunakan 

relatif  (relative

deprivation).

untuk  menggambarkan  adanya  kesenjangan 

lstilah 

ini 

antara 

apa 

yang 

seharusnya  (the ought) dengan  apa  yang 

isl. 

Secara  operasional.  konsep  ini  digunakan  untuk 

barkan 

senyatanya 

meraih 

persepsi  seseorang  terhadap  adanya  ketimpangan 

antara 
nilai-

kapabilitas  (value capabilities) yang  diperlukan 
harapan 

material 

tersebut.  Nilai  di  sini 

bisa 

berupa 

atau  kondisi  kehidupan  dimana  seseorang 

untuk 
benda-

mer~sa

cunyai  hak  untuk  memiliki  atau  menikmatinya  (Gurr, 1970).

26  

(the

menggam-

nilai­nilai  yang  diharapkan  (value expectation) dengan 
nilai 

seba-

mem-



Yang 

menjadi  persoalan  adalah.  jika  adanya 

kesenjangan 

antara  apa  yang  seharusnya  dengan  apa  yang  senyatanya 

merupa-

kan

mengapa

faktor

kondisi

penyebab

munculnya

kekerasan
politk~

kesenjangannya sama namun hanya sebagian

terlibat

dalam

disebabkan

orang

kekerasan tersebut? Menurut Davies,

adanya

tingkat toleransi yang tidak

yang

hal

sama

ini

antara

seseorang dengan orang lain terhadap kondisi kesenjangan

yang

ada.