Jurnal Dearlina Sinaga.doc

ANALISIS KINERJA GURU PROFESIONAL UNTUK MENINGKATKAN
KUALITAS PENDIDIKAN DI KOTA PEMATANGSIANTAR
( Studi Kasus di SMA Negeri Pematangsiantar )
Dearlina Sinaga

Jurusan Pendidikan Ekonomi FKIP Universitas HKBP Nommensen
E-mail: dearlina_sinaga@yahoo.com2
ABSTRAK
Profession means that education is based on field work expertise. Professional as
an adjective means requires the knack to do it. Professional and effective teacher
is the key to the success of the learning process so that efforts to improve teacher
quality must be done continuously in accordance with Law No. 14 2005, and PP
No. 19 2005 on National Education Standards, also No. 10 2009 on certification
for teachers position. To carry out all duties in a professional manner, needs to
be seen from the performance of teachers .One of the main causes of the low
quality of education in Indonesia is low performance of teachers. This
phenomenon should be a boost for the city government Pematangsiantar to
participate in improving the quality of education, so to realize the City Siantar
into Education City. From the description of research questions can be
formulated as follows: (1) Is there a role of the professional teacher performance
in improving the quality of education in Pematangsiantar? (2) Do the efforts of

principals and education authorities to address indiscipline teachers? (3) Does
the Department of Education in an effort to improve the quality of teachers in
Pematangsiantar? The purpose of this research is as follows: (1) To analyze the
performance of professional teachers in improving the quality of education in
Pematangsiantar. (2) To know the efforts of principals and education authorities
in applying the rules that have been created for teachers. (3) Knowing the efforts
of the Department of Education to improve the quality teachers.Type of research
is a case study , aiming to find a professional to analyze the performance of
teachers in improving the quality of education in Pematangsiantar . Data analysis
was performed by organizing the data , translate it into units , synthesize,
organize into a pattern , choose which ones are important to be studied and make
conclusions that can be told to others.The data analysis technique used in this
study descriptive analysis. Descriptive analysis method using rules , descriptions
and explanations based on the data and information obtained from interviews and
questionnaires. From the respondents' answers in the discussion above it can be
concluded that the discipline of teachers are still low , because there are many
teachers who came late , no excuse at the time of leaving the class or do not
attend school , including lack of awareness to follow the flag ceremony. Based on
the data from each of the schools stated that students who enter State Universities
slightly increased. Based on the answers of respondents said that teachers are

still a few who use a variety of methods , so the less the main attraction for
students to interact so much faster to understand and comprehend. From the Vice
Principal description of each part of the school curriculum that both the
professional teacher is still much to be expected , because they daily do not show
the title of the job professionalism.
Kata Kunci: Teachers Performance, Quality of Education

hal 1

1. PENDAHULUAN
Para ahli pendidikan, secara terus
terang mengakui bahwa pokok persoalan
dunia pendidikan yang sering dibahas
adalah kualitas guru yang rendah.
Pernyataan tersebut memberikan gambaran
bahwa masalah pendidik atau guru memang
belum sepenuhnya mendapat perhatian
yang memadai oleh para praktisi
pendidikan, apalagi oleh pengambil
kebijakan pendidikan. Hak-hak tenaga

pendidik sebagai pribadi, pemangku profesi
keguruan, anggota masyarakat dan warga
Negara yang selama ini terabaikan, perlu
mendapat prioritas dalam era pasca
reformasi kini.
Profesi sebagai kata benda berarti
bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan
keahlian tertentu. Profesional sebagai kata
sifat berarti memerlukan kepandaian khusus
untuk melaksanakannya. Guru yang
profesional dan efektif merupakan kunci
keberhasilan proses belajar mengajar
sehingga upaya meningkatkan kualitas guru
harus tetap dilakukan terus menerus sesuai
dengan UU No 14 Thn 2005, dan PP No 19
thn 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, juga Permendiknas No 10 thn
2009 tentang Sertifikasi bagi guru dalam
jabatan.
Secara

lebih
terukur,
Muhlisin
(2012:12) mengemukakan bahwa :”kinerja
adalah tingkat keberhasilan seseorang atau
kelompok orang dalam melaksanakan tugas
dan tanggung jawabnya serta kemampuan
untuk mencapai tujuan dan standar yang
telah ditetapkan”. Kemudian menurut
Indrawati (2012:12), “kinerja adalah
penampilan hasil karya personil, baik
kuantitas maupun kualitas dalam suatu
organisasi dan merupakan penampilan
individu maupun
kelompok kerja
personi”l. Sementara Barnawi (2012:12)
lebih tegas menyebutkan bahwa “kinerja
mengacu kepada kadar pencapaian tugastugas yang membentuk sebuah pekerjaan
seseorang”. Kinerja merefleksikan seberapa
baik karyawan memenuhi persyaratan

sebuah pekerjaan. Dari ketiga pendapat di
atas dapat kita simpulkan bahwa Kinerja
adalah tingkat keberhasilan seseorang atau
kelompok orang dalam melaksanakan tugas

baik secara kuantitas maupun kualitas yang
membentuk suatu pekerjaan.
Kinerja guru tidak terwujud dengan
begitu saja, tetapi dipengaruhi oleh faktor
faktor tertentu. Baik faktor internal maupun
eksternal sama-sama membawa dampak
terhadap kinerja guru. Faktor internal
kinerja adalah faktor yang datang dari
dalam diri yang dapat memengaruhi
kinerjanya, contohnya ialah kemampuan,
keterampilan,
kepribadian,
persepsi,
pengalaman lapangan, motivasi menjadi
guru dan latar belakang keluarga.

Faktor internal tersebut pada dasarnya
dapat direkayasa melalui pre-service dan in
service training. Pada pre-service training,
cara yang dapat dilakukan ialah dengan
menyeleksi calon guru secara ketat,
penyelenggara proses pendidikan guru yang
berkualitas, dan penyaluran lulusan yang
sesuai dengan bidangnya. Sementara pada
in-service training, cara yang bisa dilakukan
ialah dengan menyelenggarakan diklat yang
berkualitas secara
berkelanjutan.Faktor
eksternal kinerja guru adalah faktor yang
datang dari luar guru yang dapat
memengaruhi kinerjanya, contohnya ialah
(1) gaji; (2) sarana dan prasarana; (3)
lingkungan kerja fisik; (4) kepemimpinan.

Bagan 2.1. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja guru

(Sumber: Barnawi, 2012:44,)
Rendahnya
kinerja
guru
dapat
menurunkan
mutu
pendidikan
dan
menghambat tercapainya visi di suatu
sekolah. Oleh kerena itu, kinerja guru harus
dikelola dengan baik dan dijaga agar tidak
mengalami penurunan. Menurut Barnawi
(2012:78),“Upaya untuk mengembangkan
dan meningkatkan kinerja pegawai pada
dasarnya merupakan suatu kebutuhan
organisasi
yang
tidak
pernah

berakhir.”.Agar standar kinerja yang baru
hal 2

dapat lebih menantang bagi guru, perlu
adanya strategi peningkatan kinerja yang
mampu mendorong peningkatan kinerja
yang optimal.Proses peningkatan kinerja
dapat dilihat pada diagram ini.

Bagan 2.2. Diagram meningkatkan kerja
(Sumber: Barnawi, 2012:79)
Diagram di atas menunjukan bahwa dalam
meningkatkan kinerja ada beberapa tahap
yang
harus
dilewati,
yaitu
(1);
Meningkatkan prestasi bawahan; (2)
Meningkatkan

kebiasaan
kerja;
(3)
Melakukan tindak lanjut yang efektif; (4)
Melakukan tindakan disiplin yang efektif;
(5) Memelihara prestasi yang meningkat.
Ada dua strategi penting yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan kinerja
guru, yaitu pelatihan dan motivasi kinerja.
Pelatihan digunakan untuk menangani
rendahnya kemampuan guru, sedangkan
motivasi
kinerja
digunakan
untuk
menangani rendahnya semangat dan gairah
kerja. Intensitas pengguna kedua strategi
tersebut tergantung dari kondisi guru itu
sendiri.
Dalam bahasa inggris, disciple

memiliki arti penganut, pengikut, atau
murid. Sementara dalam bahasa latin,
diciplina berarti latihan atau pendidikan,
pengembangan tabiat, dan kesopanan.
Dalam konteks keguruan, disiplin mengarah
pada kegiatan yang mendidik guru untuk
patuh terhadap aturan sekolah. Dalam
disiplin terdapat unsur-unsur yang meliputi
pendoman perilaku, peraturan yang
konsisten, hukuman, dan penghargaan.
Sinambela (2012:109) mengemukakan,
“hakikatnya disiplin adalah kepatuhan pada
aturan atau perintah yang ditetapkan oleh
organisasi. Menurut Aritonang (2012:110),
“disiplin
pada
hakikatnya
adalah
kemampuan untuk mengendalikan diri
dalam bentuk tidak melakukan sesuatu


tindakan
yang
tidak
sesuai
atau
bertentangan dengan sesuatu yang telah
ditetapkan”.
Muhlisin
(2012:110)
memberikan pengertian “disiplin sebagai
suatu keadaan tertib ketika orang–orang
bergabung dalam suatu organisasi tunduk
pada peraturan- peraturan yang telah ada
dengan rasa senang”.
Berbagai teori tersebut menjelaskan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan
diantara variabel kinerja dengan disiplin
kerja. Dalam hal ini jika di telaah lebih
lanjut variabel disiplin kerjalah yang
mempengaruhi kinerja pegawai. Artinya,
semakin tinggi disiplin kerja seseorang,
akan semakin tinggi juga kinerja orang
tersebut. Meskipun ada kemungkinan
terdapat hubungan timbal balik diantaranya
dimana paradigmanya bisa dibalik bahwa
kinerja dapat mempengaruhi disiplin kerja,
secara umum justru disiplin kerjalah yang
berkontribusi pada kinerja Sinambela
(2012:109).
Disiplin kerja guru sangat penting
untuk dikembangkan karena tidak hanya
bermanfaat bagi sekolah, tetapi juga bagi
guru itu sendiri. Barnawi (2012:116).”
mengemukakan bahwa kegunaan disiplin
dalam organisasi dapat diperlihatkan dalam
empat perspektif yaitu restribusi, korektif,
hak-hak individual dan utilitarian”. Dalam
perspektif retribusi, disiplin kerja berguna
untuk menghukum para pelanggar aturan
sekolah. Pendisiplinan dilakukan secara
proporsional dengan sasarannya. Dalam
perspektif korektif, disiplin kerja berguna
untuk mengoreksi tindakan guru yang tidak
tepat. Sanksi yang diberikan bukan sebagai
hukuman, melainkan untukmengoreksi
perilaku yang salah. Biasanya guru yang
melanggar aturan dipantau apakah guru
tersebut menunjukan sikap untuk mengubah
prilaku atau tidak. Dalam perspektif hak–
hak individu, disiplin kerja berguna untuk
melindungi hak-hak dasar guru. Dalam
perspektif utilitarian, disiplin kerja berguna
untuk
memastikan
bahwa
manfaat
penegakan disiplin melebihi konsekuensikonsekuensi negatif yang harus ditanggung
sekolah (Sinambela2012:243). Dengan
adanya disiplin kerja guru, kegiatan sekolah
dapat dilaksanakan dengan tertib dan
lancar. Selain itu, prestasi siswa juga dapat
hal 3

terwujud secara optimal. Tidak ada lagi
guru yang terlambat masuk dan tidak ada
lagi guru yang mengajar tanpa persiapan.
Semua bekerja sesuai dengan standar waktu
dan standar kualitas yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Hal ini yang menjadi alasan untuk
mengetahui apakah guru-guru tersebut
menerapkan cara-cara profesional mereka
dalam melaksanakan tugasnya, namun dari
observasi langsung di lapangan masih
banyak tidak sesuai dengan sertifikat
profesional yang mereka miliki. Seperti
contoh beberapa guru bidang studi
menggunakan cara atau metode yang
monoton dalam
menyajikan
materi
pembelajaran, sehingga membuat siswa
jenuh dan tidak tertarik pada materi yang
disajikan tersebut. Ada juga guru yang tidak
menguasai materi yang disajikan, sehingga
sering sekali siswa mengeluh dan guru
tersebut sering meninggalkan kelas sampai
waktu pelajarannya usai, Hal yang
terpenting dari itu adalah ketidakdisiplinan
guru-guru dalam menjalankan tugasnya,
sehingga hal ini harus benar-benar
mendapat perhatian pimpinan yang terkait
agar peraturan yang ada benar-benar dapat
dilaksanakan dengan baik, sehingga
dapatlah dikatakan guru itu benar sebagai
orang yang profesional.
Seseorang
dianggap
professional,
apabila mampu mengerjakan tugasnya
dengan selalu berpegang teguh pada etika
kerja, independen ( bebas dari tekanan
pihak luar ), cepat ( produktif ), tepat
( efektif ), efisien dan inovatif serta
didasarkan pada prinsip-prinsip pelayanan
prima yang didasarkan pada unsur-unsur
ilmu atau teori yang sistematis, kewenangan
profesional, pengakuan masyarakat dan
kode etik yang regulatif. Pengembangan
wawasan dapat dilakukan melalui forum
pertemuan profesi atau Musyawarah Guru
Mata Pelajaran ( MGMP ), pelatihan
ataupun upaya pengembangan dan belajar
secara mandiri. Tugas dan peran guru dari
hari ke hari semakin berat, seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Guru sebagai komponen utama
pendidikan dan dituntut untuk mampu
mengimbangi
bahkan
melampaui
perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi
yang
berkembang
dalam
masyarakat. Melalui sentuhan guru di
sekolah diharapkan menghasilkan peserta
didik yang memiliki kompetensi tinggi dan
siap menghadapi tantangan hidup.
Untuk menjalankan semua tugas secara
profesional, perlu dilihat dari kinerja guru.
Salah satu penyebab utama rendahnya mutu
pendidikan di Indonesia ialah rendahnya
kinerja guru. Rendahnya kinerja guru
dipengaruhi banyak faktor, baik internal
maupun
eksternal.
Disiplin
kerja
merupakan salah satu faktor internal yang
perlu dipertimbangkan dalam upaya
meningkatkan kinerja guru. Disiplin kerja
guru berhubungan erat dengan kepatuhan
dalam
menerapkan
peraturan
sekolah.Disiplin kerja guru yang terabaikan
akan menjadi budaya yang buruk sehingga
menurunkan
kinerja
guru
dalam
menyelenggarakan proses pendidikan.
Dari uraian tersebut dapat dirumuskan
pertanyaan penelitian sebagai berikut:(1)
Apakah ada peran kinerja guru profesional
dalam meningkatkan kualitas pendidikan di
Kota Pematangsiantar ? (2) Apakah upaya
kepala sekolah dan pihak dinas pendidikan
menyikapi ketidakdisplinan guru-guru ? (3)
Apakah upaya Dinas Pendidikan dalam
meningkatkan kualitas guru di Kota
Pematangsiantar?
Adapun tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut: (1) Untuk menganalisis
kinerja
guru
profesional
dalam
meningkatkan kualitas pendidikan di Kota
Pematangsiantar. (2) Mengetahui upaya
kepala sekolah dan pihak dinas pendidikan
dalam menerapkan peraturan yang telah di
buat bagi guru-guru. (3) Mengetahui upaya
Dinas Pendidikan dalam meningkatkan
Kualitas Guru.
1.
METODE
3.1. lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kota
Pematangsiantar dan yang menjadi unit
adalah semua
SMA
Negeri di
Pematangsiantar, di provinsi Sumatera
Utara.
3.2. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah semua guru SMA Negeri
yang ada di Pematangsiantar dengan jumlah
510 guru (yang sudah bersertifikasi maupun
yang belum).Sedangkan sampel adalah
hal 4

semua guru yang belum bersertifikasi
dengan jumlah sampel 92 orang. Penentuan
jumlah sampel dengan Rumus Slovin:
n = N / 1 + Nα2
Tabel 3.1. Populasi dan sampel
Penelitian

d.

Tidak pernah

Skor = 1

Tabel 3.2. Kisi-kisi Instrumen penelitian
Variabel
Kinerja 1.
Guru
Profesio 2.
nal
3.

Indikator

No Item

Kompetensi
Pedagogik
Kompetensi
Sosial
Kompetensi
Pribadi

1, 2, 4, 5, 6,
7, 9, 14, 24,
8, 10, 13, 15,
17, 27, 29
11, 12, 16, 18,
19,20,22, 23,
30
3, 21, 25, 26,
28

4. Kompetensi
Profesional
Kualitas 1. Mengikuti
Pendidi Olimpiade
kan
Sains
Tingkat
daerah,
Provinsi dan
Nasional.
2. Nilai
Ujian
Nasional
Meningkat
3. Masuk ke PTN
JUMLAH

Sumber: Diolah Peneliti
3.3 Variabel Penelitian
Adapun yang menjadi variabel penelitian
dalam penelitian ini adalah :
a. Variabel Bebas adalah Kinerja guru
professional
b. Variabel terikat adalah Kualitas
Pendidikan.
3.4. Jenis dan Desain Penelitian
1.Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah
studi kasus, bertujuan untuk mengetahui
menganalisis kinerja guru profesional
dalam meningkatkan kualitas pendidikan di
Kota Pematangsiantar.
1. Desain Penelitian
Adapun desain penelitian dengan analisis
deskriptif yang dikuantitatifkan.
3.5. Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang sebenarnya
mengenai topik penelitian ini, maka peneliti
menggunakan teknik pengumpulan data
yaitu:.
a.Dokumentasi
Untuk memperoleh data sekunder objek
penelitian
b.Angket
Angket yang digunakan dalam penelitian
ini adalah angket tertutup dengan model
skala likert. Angket yang diberikan kepada
responden adalah tentang cara belajar siswa
dan kompetensi guru dengan jumlah soal
sebanyak soal. Setiap soal diberi alternatif
jawaban dengan indeks nilai sebagai
berikut:
a. Selalu
Skor = 4
b. Kadang-kadang
Skor = 3
c. Jarang
Skor = 2

JLH
9
7
9

5

31,32

2

33,34

2

35

1
35

Teknik Analisis Data
Analisis

data

dilakukan

dengan

mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam
unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam
pola, memilih mana yang penting yang akan
dipelajari dan membuat kesimpulan yang dapat
diceritakan kepada orang lain.
Teknik analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini analisis deskritif. Metode analisis
deskriptif menggunakan peraturan, uraian dan
penjelasan berdasarkan data serta informasi yang
diperoleh dari hasil wawancara maupun kuisoner.
Tahapan

analisis

yang

dilakukan

dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut: a.Mereduksi
data yang berarti merangkum, memilih hal-hal
pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, di cari
tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu.
b.Setelah data di reduksi, maka langkah selanjutnya
adalah mendisplay data. Penyajian data bisa
dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, dan
hubungan antar kategori. c.Langkah selanjutnya
adalah menarik kesimpulan dan verifikasi

2.

PEMBAHASAN DAN HASIL
hal 5

4.1. Hasil Penelitian
Berikut ini, diberikan gambaran
tentang data yang diperoleh dari hasil
kuesioner. Dari Jawaban Responden
Mengenai persiapan bahan ajar sebelum
mengajar dapat diketahui bahwa sebelum
mengajar guru-guru yang sudah sertifikasi,
dalam melaksanakan tugasnya tidak selalu
mempersiapkan bahan ajar sesuai dengan
tujuan pembelajaran, hanya 30 % yang
selalu mempersiapkan bahan ajar, 54 %
yang sering, yang jarang 16 %, dan yang
tidak pernah 0 %.
Dari Jawaban Responden Mengenai
metode mengajar yang ditentukan sendiri
oleh guru sebelum mengajar.dapat dilihat
bahwa
jawaban
responden
yang
menyatakan metode sebelum mengajar
ditentukan sendiri oleh guru adalah sebagai
berikut: selalu 45 %, sering 53 %, jarang 2
% dan tidak pernah 0 %, dari ke tiga
persentase yang paling tinggi adalah
menyatakan sering menentukan metode
sendiri dalam persiapan sebelum mengajar.
Dari Jawaban Responden Mengenai
persiapan mengajar.dapat dilihat jawaban
responden yang menyatakan guru jarang
dapat mengajar dengan baik tanpa
persiapan. Sesuai dengan persentase
adalah : jarang 60 % , sering 23 %, selalu 1
% dan tidak pernah 16 %,`
Dari jawaban Responen mengenai
perangkat penilaian dapat dilihat jawaban
responden yang menyatakan guru yang
sertifikasi tidak semuanya menyiapkan
perangkat penilaian untuk kelas yang
menjadi tanggung jawabnya, hanya 26 %
yang
selalu
menyiapkan
perangkat
penilaian, yang sering 53 % dan yang
jarang 21 %. Hal ini menunjukan bahwa
sebagian guru menilai siswa pada saat akhir
semester saja, ini menunjukan nilai yang
dikelolah berkesan asal- asalan atau tidak
sesuai dengan hasil yang diperoleh.
Dari jawaban Responden mengenai
metode
yang
bervariasi
dalam
pembelajaran.dapat
dilihat
jawaban
responden yang menyatakan hanya 2 %
guru yang sertifikasi menggunakan metode
yang bervariasi dalam pembelajaran, 21 %
yang sering, 72 % yang jarang dan yang
tidak pernah menggunakan metode yang
bervariasi adalah 5 %. Metode yang

bervariasi merupakan cara agar dalam
proses pembelajaran membuat siswa
tertarik dan dapat mudah mengerti dan
memahami.
Dari jawaban Responden mengenai
evaluasi dan remedial dapat dilihat jawaban
responden yang menyatakan bahwa guru
yang sertifikasi yang selalu memberikan
kesempatan kepada siswa untuk remedial
setiap mengadakan evaluasi hanya 4 %,
yang sering 32 %, yang jarang 50 %, dan
yang tidak pernah mengadakan remedial
bagi siswa setiap evaluasi adalah 7 %. Dari
tabel juga dapat kita lihat, masih ada guru
yang tidak pernah mengadakan remedial,
karena ini berguna untuk melihat
kemampuan murid, sejauh mana siswa
menguasai materi yang disampaikan oleh
guru, sehinnga dapat mengukur juga
keberhasilan guru dalam penyampaian
materi pembelajaran.
Dari jawaban Responden mengenai
metode ceramah yang digunakan dalam
pembelajaran. dapat dilihat jawaban
responden yang menyatakan bahwa guru
yang sudah sertifikasi selalu menggunakan
metode ceramah sebagai satu-satunya
metode dalam pembelajaran yaitu 22 %,
yang menyatakan sering 56 % , yang
menyatakan jarang 22 %, dan yang
menyatakan tidak pernah 0 %.
Dari jawaban Responden mengenai
ide-ide baru yang diberikan guru kepada
Kepala Sekolah dapat dilihat jawaban
responden yang menyatakan bahwa guru
yang sertifikasi sering memberikan ide-ide
baru
kepada Kepala Sekolah untuk
kemajuan Sekolah, Hal ini ditunjukan pada
tabel yang menyatakan selalu 0 %, sering
46 %, Jarang 52 % dan Tidak Pernah 2 %.
Dari jawaban Responden mengenai
pemberian nilai kepada siswa.dapat dilihat
jawaban Responden yang menyatakan
bahwa guru yang sertifikasi memberikan
nilai kepada siswa sesuai dengan keinginan
hatinya tanpa mengolah nilai sebelumnya.
Dalam hal
ini di tunjukan yang
menyatakan selalu 6 %, Sering 45 %,
Jarang 46 %, Tidak Pernah 3 %. Hal di atas
yang dapat kita baca bahwa pemberian nilai
seperti itu merugikan bagi siswa yang tidak
sesuai dengan kemampuannya, hal ini dapat
terjadi karena guru tersebut tidak mau
hal 6

merepotkan dirinya, sehingga dalam
pemberian nilai tidak di analisa dulu sesuai
dengan kemampuan siswa tersebut.
Dari jawaban Responden mengenai
keikutsertaan guru dalam kegiatan Sekolah
dapat dilihat jawaban Responden yang
menyatakan bahwa Kepala Sekolah Sering
melibatkan guru yang sertifikasi dalam
berbagai kegiatan di Sekolah, hal ini
ditunjukan dalam tabel Selalu 26 %, Sering
61 %, Jarang 12 %, dan Tidak Pernah 1 %.
Dari jawaban Responden mengenai
tugas yang dijalani dapat dilihat jawaban
Responden yang menyatakan bahwa guruguru yang sertifikasi jarang menjalankan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawabnya,
terlihat dari tabel yang menyatakan selalu 9
%, sering 29 %, Jarang 59 %, Tidak Pernah
3 %.
Dari jawaban Responden mengenai
sanksi yang diberikan dapat dilihat jawaban
Responden yang menyatakan bahwa guru
yang sertifikasi jarang melaksanakan sanksi
yang diberikan oleh Kepala Sekolah. Hal
ini terlihat dari tabel yang menunjukan
selalu 2%, sering 20 %, Jarang 68 %, dan
Tidak Pernah 10 %. Hal ini karena sanksi
yang diberikan tidak tegas oleh kepala
sekolah dan dinas pendidikan bagi guru
yang melanggar.
Dari jawaban Responden mengenai
kerjasama dengan bagian tata usaha. dapat
dilihat
jawaban
Responden
yang
menyatakan bahwa guru yang sertifikasi
lebih banyak menyatakan tidak pernah
membantu bagian tata usaha, hal ini
ditunjukan pada tabel yaitu selalu
membantu ada 4 %, sering 1 %, jarang 33
% dan yang tidak pernah 62 %, hal ini
disebabkan
karena
sebagian
guru
menganggap bahwa tugas tersebut menjadi
tanggung jawab tata usaha, tetapi sebagian
guru mau membantu pabila bagian tata usah
dalam
keadaan
sibuk
dan
tidak
mengganggu jam kerja guru, misalnya
penerimaan siswa baru.
Dari jawaban Responden mengenai
pemanfaatkan lingkungan sekolah . dapat
dilihat
jawaban
Responden
yang
menyatakan bahwa guru yang sertifikasi
jarang memanfaatkan lingkungan sekolah
untuk dijadikan sebagai media dan alat
peraga, hal ini ditunjukan pada tabel yaitu

yang menjawab selalu 9 %, sering 29 %,
Jarang 59 % dan
Tidak pernah 3 %.
Dalam hal ini masih ada guru yang tidak
memanfaatkan lingkungan sekolah, padahal
ini bisa dijadikan alat peraga atau contoh
agar siswa mudah mengerti, seperti contoh
dalam pembelajaran biologi tentang
tumbuhan dikotil dan monokotil, sekitar
lingkungan dapat kita manfaatkan sebagai
contoh ( tumbuhan yang berada di sekitar
sekolah ).
Dari jawaban Responden mengenai
kerjasama guru.dapat dilihat dari jawaban
Responden yang menyatakan guru yang
sertifikasi selalu bekerja sama dengan guru
yang non sertifikasi, hal ini dapat dilihat
pada tabel yang menyatakan selalu 35 %,
sering 29 %, jarang 27 % dan yang tidak
pernah 9 %. Dari tabel di atas kerjasama
antara guru yang sudah sertifikasi dan yang
belum di masing- masing sekolah berjalan
dengan baik, disini guru yang sudah
sertifikasi tidak membedakan dalam
menjalin kerjasama dengan guru yang
belum sertifikasi.
Dari jawaban Responden mengenai
komitmen guru, dapat dilihat dari jawaban
Responden yang menyatakan guru yang
sertifikasi jarang mempunyai komitmen
untuk menjadi guru profesional, yang
menyatakan selalu 0 %, Sering 24 %,
Jarang 73 %, Tidak Pernah 3 %.
Dari jawaban Responden mengenai ide
yang diberikan dalam rapat., dapat dilihat
dari jawaban yang menyatakan bahwa ideide yang guru sertifikasi ungkapkan dalam
rapat tidak membuat guru tersinggung, ini
ditunjukan dalam tabel yaitu selalu 0 %,
Sering 1 %, jarang 38 % dan Tidak Pernah
61 %. Berarti dalam hal ini di sekolah
masing- masing tercipta suatu hubungan
yang harmonis antara guru, terbukti dalam
rapat masing – masing guru dalam
menyampaikan idenya tidak membuat guru
tersinggung.
Dari jawaban Responden mengenai
disiplin Upacara Bendera, dapat dilihat
jawaban Responden yang menyatakan
bahwa guru yang sertifikasi mengikuti
upacara bendera sebagian setelah mendapat
teguran dari Kepala Sekolah, hal ini
ditunjukan pada tabel yang menyatakan
Selalu 1 %, sering 43 %, Jarang 51 %, dan
hal 7

yang Tidak Pernah 5 %. Hal ini
menunjukan kurangnya kesadaran guru
dalam mengikuti upacara ,padahal ini
merupakan kewajiban. Dari masing –
masing sekolah hanya 1 % yang selalu
mengikuti upacara bendera setiap hari senin
dan hari – hari besar.
Dari jawaban Responden mengenai
kehadiran di kelas, dapat dilihat dari
jawaban Responden yang menyatakan
bahwa guru yang sertifikasi selalu
meninggalkan kelas tanpa permisi apabila
ada urusan pesta atau keluarga, hal ini
ditunjukan pada tabel yang menyatakan
selalu 50 %, Sering 39 %, Jarang 7 %,
Tidak Pernah 0 %.
Dari jawaban Responden mengenai
motivasi bagi guru yang non sertifikasi,
dapat dilihat dari jawaban Responden yang
menyatakan bahwa guru yang sertifikasi
jarang bekerja dengan baik, sehingga tidak
bisa dijadikan motivasi bagi guru yang non
sertifikasi. Pada tabel ditunjukan yang
menyatakan selalu 3 %, Sering 27 %,
Jarang 70 % dan Tidak Pernah 0 %. Dari
jawaban responden tersebut menyatakan
bahwa tidak ada bedanya guru yang
sertifikasi dengan guru yang belum
sertifikasi, padahal ini yang diharapkan
pemerintah untuk guru yang sudah
sertifikasi akan menunjukan kinerja yang
lebih baik dari waktu sebelum sertifikasi.
Apabila guru yang sertifikasi menunjukan
kinerja yang lebih dibandingkan guru yang
non sertifikasi, maka dapat menjadi
motivasi bagi guru yang belum sertifikasi.
Dari, jawaban Responden mengenai
kemampuan mencari
informasi. dapat
dilihat
jawaban
Responden
yang
menyatakan bahwa guru yang sertifikasi
jarang mencari informasi dari internet dan
membaca buku untuk menambah dan
menguasai materi yang disajikannya. Hal
ini dapat dilihat pada tabel yang
menunjukan selalu 4 %, Sering 41 %,
Jarang 54 % dan yang tidak pernah 1 %.
Dalam hal ini disebabkan oleh faktor usia
guru yang kurang menguasai teknologi
sekarang ini seperti computer sehingga
untuk
mencari
berbagai
informasi
mengalami kesulitan.
Dari jawaban Responden mengenai
kerja tambahan dari Kepala sekolah., dapat

dilihat
jawaban
Responden
yang
menyatakan bahwa sebagian guru yang
melakukan kerja tambahan dari kepala
sekolah , Hal ini ditunjukan pada tabel yang
menyatakan selalu 8 %, Sering 3 %, Jarang
43 % dan yang Tidak Pernah 46 %. Dalam
hal ini kerja tambahan yang dimaksud
adalah segala kegiatan yang membutuhkan
peran serta guru, contohnya penerimaan
siswa baru, bimbingan olimpiade dan
sebagainya.
Dari jawaban Responden mengenai
kebiasaan meninggalkan
kelas., dapat
dilihat
jawaban
Responden
yang
menyatakan
bahwa
guru
sering
memanfaatkan waktunya duduk dikantin
bercerita
dengan
teman
dengan
meninggalkan tugas catatan pada siswa, hal
ini ditunjukan pada tabel yang menyatakan
selalu 2 %, Sering 49 %, Jarang 36 % dan
Tidak Pernah 13%. Kebiasaan jelek seperti
ini kurang disadari oleh guru, sehingga hal
ini merugikan para siswa. Hal seperti ini
perlu pengawasan dari kepala sekolah dan
pembantu
kepala
sekolah
untuk
memberikan arahan kepada guru- guru yang
meninggalkan kelas untuk duduk di kantin
dengan terlebih dulu meninggalkan catatan.
Dari jawaban Responden mengenai
interaksi siswa di dalam kelas, dapat dilihat
jawaban Responden yang menyatakan
bahwa guru yang sertifikasi jarang
membuat
siswa
beristeraksi
saat
pembelajaran, hanya 2 % yang menyatakan
selalu, 32 % sering, 75 % Jarang dan yang
tidak pernah 0 %. Dalam proses
pembelajaran di dalam kelas sangat perlu
sekali keterlibatan murid atau interaksi dari
murid, sehingga pembelajaran hidup serta
memicu siswa untuk saling mengeluarkan
pendapatnya dan memudahkan untuk
mengerti.
Dari jawaban Responden mengenai
perangkat pembelajaran, dapat dilihat
jawaban Responden yang menyatakan
bahwa guru yang sertifikasi sering
melakukan pembelajaran sesuai dengan
perangkat pembelajaran yang di susun, hal
ini ditunjukan pada tabel yang menyatakan
selalu 13 %, Sering 68 %, Jarang 19 % dan
yang Tidak Pernah 0 %.
Dari jawaban Responden mengenai
penyajian materi
dalam pembelajaran,
hal 8

dapat dilihat jawaban Responden yang
menyatakan bahwa guru yang sertifikasi
sering menggunakan berbagai media
( elektronik dan cetak ) dalam pembelajaran
untuk memudahkan siswa mengerti. Hal ini
dilihat dari tabel yang menyatakan Selalu 5
%, Sering 53 %, Jarang 41 %, Tidak Pernah
1 %. Hal ini menunjukan setengah dari
jumlah guru sudah mulai menggunakan
berbagai media dalam menyajikan materi
pembelajaran,
sehingga
dapat
mempermudah siswa untuk mengerti,
sebagian lagi belum menunjukan hal yang
seharusnya dilakukan.
Dari jawaban Responden mengenai
kegiatan sosial di Sekolah, dapat dilihat
jawaban Responden yang menyatakan
bahwa guru yang sertifikasi jarang
menghindar kalau ada kegiatan sosial di
Sekolah, Hal ini di tunjukan pada tabel
yang menyatakan selalu 3 %, Sering 10 %,
Jarang 59 % dan yang Tidak Pernah 28 %.
Dari jawaban responden menunjukan
terdapat hubungan yang baik antara guru di
sekolah, kekeluargaan yang harus lebih
ditingkatakan karena hal ini sangat penting,
untuk membina kerjasama yang baik.
Dari jawaban Responden mengenai
bidang studi yang diajarkan., dapat dilihat
dari jawaban Responden yang menyatakan
bahwa guru yang sertifikasi jarang
mengajar dengan baik yang bukan
jurusannya, hal ini dapat dilihat pada tabel
yang menyatakan selalu 0 %, Sering 5 %,
Jarang 62 %, Tidak Pernah 33 %. Dalam
hal ini dapat kita lihat dari persentase yang
ditampilkan, guru yang bukan jurusannya
tidak dapat mengajar dengan baik, sesuai
dengan
program
pemerintah
untuk
meningkatkan kinerja guru, dilakukan
program sertifikasi untuk menjadikan guru
menjadi profesional dalam bidangnya,
sehingga apa yang diajarkan harus sesuai
dengan bidang ilmu yang dikuasainya.
.Dari jawaban Responden mengenai
kerjasama guru yang sertifikasi dan yang
non sertifikasi.i, dapat dilihat dari jawaban
Responden yang menyatakan guru yang
sertifikasi selalu kerjasama dengan guru
yang non sertifikasi meskipun lain jurusan,
hal ini terlihat dari tabel yang menyatakan
Selalu 47 %, Sering 35 %, Jarang 17 %, dan
Yang Tidak Pernah 1 %.

Dari jawaban Responden mengenai tata
cara ketidakhadiran guru,dapat dilihat
jawaban Responden yang menyatakan
bahwa guru yang sertifikasi jarang permisi
atau mengirim surat kepada Kepala Sekolah
apabila berhalangan hadir, hal ini di
tunjukan pada tabel yang menyatakan selalu
19 %, Sering 27 %, Jarang 54 % dan Tidak
Pernah 0 %. Dalam hal ini guru yang tidak
hadir hanya permisi dengan teman atau
melalui sms, sehingga kurang etis, dalam
hal ini perlu mendapat perhatian yang serius
agar guru dapat mematuhi peraturan dalam
hal permisi apabila berhalangan hadir.
Dari jawaban Responden mengenai
pembimbing olimpiade i, dapat dilihat
jawaban Responden yang menyatakan
bahwa guru yang sertifikasi sering menjadi
guru pembimbing olimpiade, karena
dianggap lebih bermutu, hal ini ditunjukan
pada tabel yang menyatakan selalu 13 %,
sering 63 %, Jarang 11 %, dan Tidak
Pernah 13 %.
Dari jawaban Responden mengenai
Sekolah sebagai perwakilan olimpiade.,
dapat dilihat jawaban Responden yang
menyatakan bahwa Sekolah yang menjadi
perwakilan olimpiade tingkat daerah yang
menyatakan Selalu 0 %, Sering 11 %,
Jarang 27 % dan yang Tidak Pernah 62 %.
Dalam hal ini, dari 6 sekolah negeri yang
ada hanya beberapa sekolah yang menjadi
perwakilan tingkat daerah. Sesuai dengan
persentase yang ditampilkan menunjukan
perlunya kerja keras guru dalam
meningkatkan mutu sekolahnya, kerjasama
dengan kepala sekolah dan dinas
pendidikan itu sangat penting, sehingga
untuk tahun berikutnya dapat bersaing
dengan sekolah swasta sebagai duta sekolah
untuk mengikuti olimpiade tingkat yang
lebih tinggi.
Dari jawaban Responden mengenai
pelatihan bagi guru-guru dapat dilihat dari
jawaban Responden yang menyatakan tidak
pernah mendapat pelatihan dari Dinas
Pendidikan, hal ini ditunjukan pada tabel
yang menyatakan Selalu 1 %, Sering 5 %,
Jarang 9 % dan Tidak Pernah 85 %.
Pelatihan bagi guru- guru sangat penting
untuk diadakan, sehingga dapat menambah
kualitas guru dalam meningkatkan kualitas
pendidikan di kota Pematangsiantar.
hal 9

Dari jawaban Responden mengenai
nilai UN., dapat dilihat dari jawaban
Responden yang menyatakan bahwa guru
yang sertifikasi jarang berusaha untuk
meningkatkan kinerjanya, dalam hal ini
ditunjukan pada tabel yang menyatakan
Selalu 12 %, Sering 34 %, Jarang 54 %, dan
yang tidak pernah 0 %. Dalam hal ini,
upaya guru untuk lebih meningkatkan
kinerjanya kurang mendapat perhatian dari
dinas pendidikan dan pengawasan langsung
dari kepala sekolah. Seperti contoh
mengadakan seminar, pelatihan dan
pendisiplinan di sekolah masing – masing
oleh kepala sekolah, sehingga kinerja guru
dapat meningkat dan dapat meningkatkan
nilai UN.
Dari jawaban Responden mengenai
Siswa yang masuk ke PTN. , dapat dilihat
dari jawaban Responden yang menyatakan
bahwa Siswa yang masuk ke PTN
meningkat sedikit karena motivasi guru
yang sertifikasi, hal ini ditunjukan pada
tabel Selalu 10 %, Sering 30 %, Jarang 47
% dan yang 13 %. Siswa yang masuk PTN
sedikit mengalami peningkatan, namun hal
ini sudah menunjukan usaha oleh guru yang
sertifikasi dalam memotivasi siswa,
sehingga kerja guru semangkin berat untuk
lebih meningkatkan persentase siswa yang
masuk ke PTN. Hal ini menjadi daya tarik
tersendiri bagi orang tua siswa untuk
memasukan anaknya ke SMA Negeri yang
ada di Pematangsiantar.
4.2. Pembahasan
Dari
hasil
angket
jawaban
Responden untuk menjawab rumusan
masalah
yang
pertama
tersebut
menggambarkan bahwa ada peran guru
Profesional
dalam
meningkatkan
pendidikan di Kota Pematangsiantar, tertera
dari jawaban Responden yang dilihat dari
persentasenya yang paling tinggi adalah
menyatakan jarang, hal ini berarti peran
guru profesional atau guru yang sudah
sertifikasi hanya sebagian saja yang
kinerjanya memenuhi kriteria baik, padahal
peran guru profesional sangat berpengaruh
dalam meningkatkan mutu pendidikan,
karena dari segi kesejahteraannya sudah
mendapatkan perhatian dari pemerintah,
yang di harapkan dari penelitian ini adalah
harus ada perbedaannya dari guru yang non

sertifikasi sehingga dapat dijadikan
motivasi, bukan sebaliknya.
Dari hasil jawaban Responden juga
dapat menjawab pertanyaan rumusan
masalah yang kedua mengenai apakah
upaya Kepala Sekolah dan pihak Dinas
Pendidikan
dalam
menyingkapi
ketidakdisiplinan guru-guru?, dari hasil
kuesioner jawaban responden menyatakan
tidak adanya upaya kepala Sekolah dan
Dinas Pendidikan karena masih banyak
guru yang kurang disiplin dalam
menjalankan tugasnya, seperti contoh
meninggalkan kelas tanpa permisi, tidak
adanya pemberitahuan apabila berhalangan
hadir, bercerita di kantin dengan
meninggalkan kelas dan sebagainya, karena
sanksi dari pelanggaran tidak ada, maka hal
ini terus berlanjut, sehingga perlu
diterapkan peraturan dengan baik agar
disiplin kerja terus meningkat.
Dari pertanyaan rumusan yang
ketiga yaitu Apakah upaya dinas
Pendidikan dalam meningkatkan kualitas
pendidikan di Kota Pematangsiantar? Maka
dapat dijawab dari hasil jawaban
Responden yang menyatakan tidak adanya
upaya
Dinas
Pendidikan
dalam
meningkatkan kualitas Pendidikan di Kota
Pematangsiantar, dalam hal ini tidak adanya
pelatihan bagi guru- guru, tidak adanya
seminar-seminar yang menunjang kinerja
guru, Kurangnya upaya peningkatan sarana
dan prasarana yang mendukung, sehingga
kualitas
pendidikan
di
Kota
Pematangsiantar khususnya untuk SMA
Negeri masih jauh dari yang diharapkan.
Berdasarkan persentase jawaban
Responden menyatakan persentase tertinggi
adalah menyatakan jarang dengan jumlah
41 %, yang menyatakan sering 33 %,
menyatakan tidak pernah 14 % dan
menyatakan selalu 12 %, hal ini
menunjukan bahwa kinerja guru profesional
untuk meningkatkan kualitas pendidikan di
Kota Pematangsiantar masih jarang yang
mempunyai kinerja yang baik dalam
meningkatkan mutu pendidikan di Kota
Pematangsiantar.
Hasil Tabulasi data dan perhitungan
skor secara statistik yang disajikan pada
lampiran diperoleh total skor pada setiap

hal 10

opsi pernyataan sebagaimana tertera di
bawah ini :
Tabel 4.1. Hasil Perhitungan Frekuensi dan Skor
Jawaban
92
Responden
terhadap 35 Pernyataan.
No Skala Pengertian
Total
Total
Bobot
Frekuensi Skor
1
4
Selalu
380
1.520
2
3
Sering
1.047
3.141
3
2
Jarang
1.334
2.668
4
1
Tidak Pernah
459
459
Jumlah
3.220
7.788

Sumber : Hasil Pengolahan,2013
Dari nilai Skala Likert diketahui :
a. Nilai Terendah (TR) = 1x35 x 92 = 3.220
b. Nilai Tertinggi (TT) = 4x35x92 = 12.880
c. Maka Rentang Skor = (12.880 – 3.220) /
4 = 2.415
d. Penentuan kelas dilakukan sebagai
berikut:
Tabel 4.2. Penentuan Kelas Interval berdasarkan
Rentang Skor

Kelas Interval
Sebutan
3.220 – 6.442 Buruk Sekali
6.443 – 9.663
Buruk
9.664 – 12.884
Baik
12.885 – 16.105 Baik Sekali
e. Total Skor yang diperoleh berdasarkan
Tabulasi Skor atas jawaban
Responden tentang Kinerja Guru
Profesional dan Kualitas Pendidikan
di Kota Pematangsiantar adalah sebesar
7.788, sehingga dapat diambil
kesimpulan bahwa Skor 6.443 – 9.663
berada pada kelas Interval kedua
yang berarti kinerja guru dan kualitas
pendidikan di Kota Pematangsiantar
masih Buruk.
3.
KESIMPULAN DAN SARAN
a) Kesimpulan
Guru- guru tidak pernah mendapat
pelatihan dari Dinas Pendidikan padahal ini
merupakan suatu cara yang baik untuk
meningkatkan kualitas guru, karena guru
merupakan kunci dari maju mundurnya
pendidikan.
1. Dari hasil jawaban responden dalam
pembahasan di atas dapat disimpulkan
bahwa disiplin guru – guru masih rendah,
karena masih banyak guru yang datang
terlambat, tidak permisi pada saat
meninggalkan kelas atau tidak hadir ke
sekolah, termasuk masih kurangnya

kesadaran untuk mengikuti upacara
bendera.
2. Berdasarkan hasil data dari sekolah masingmasing menyatakan bahwa Siswa yang
masuk ke Perguruan Tinggi Negeri
mengalami sedikit peningkatan.
3. Berdasarkan hasil jawaban responden yang
menyatakan guru masih sedikit yang
menggunakan metode yang bervariasi,
sehingga kurang menjadi daya tarik kepada
siswa untuk berinteraksi sehingga lebih
cepat mengerti dan memahami.
4. Dari hasil keterangan Wakil Kepala
Sekolah bagian kurikulum setiap sekolah
menyatakan kinerja guru profesional masih
jauh yang diharapkan, kerena setiap harinya
melakukan pekerjaan belum menunjukan
predikat keprofesionalannya.
b) Saran
1. Agar kualitas pendidikan di Kota
Pematangsiantar meningkat perlu adanya
pelatihan bagi guru-guru sehingga mutu dan
kualitas guru meningkat. Dalam hal ini cara
untuk meningkatkan kualitas guru yaitu
dengan mengadakan pelatihan, seminarseminar yang mendukung dan peningkatan
sarana dan prasarana.
2. Dari hasil jawaban Responden yang
menyatakan tingkat disiplin guru- guru
masih rendah, hal ini perlu mendapat
perhatian yang serius dari Kepala Sekolah
dan Dinas Pendidikan, terutama dalam
pengawasan yang optimal dan sanksi atas
pelanggaran. Dalam hal untuk menciptakan
kinerja yang baik dan kualitas pendidikan
perlu peningkatan disiplin, karena disiplin
merupakan kunci keberhasilan.
3. Agar siswa yang masuk Keperguruan
Tinggi Negeri semakin meningkat, perlu
mendapatkan motivasi dari guru- guru dan
dari kakak kelas yang telah masuk
keperguruan tinggi tersebut.
4. Berdasarkan jawaban Responden diatas
yang menyatakan bahwa guru jarang
menggunakan metode bervariasi, maka
perlunya diadakan
sosialisasi atau
pelatihan mengenai metode - metode
tersebut sehingga membuat guru terlatih
dan dapat diterapkan dalam pembelajaran,
hal ini juga tidak terlepas dari sarana
prasarana
yang
harus
diperhatikan
pemerintah yang terkait.

hal 11

5. Perlunya adanya kerjasama antara Kepala
Sekolah dan Wakilnya dalam memonitoring
dan memotivasi Guru - guru , sehingga
mempermudah dalam penerapan disiplin
yang sangat penting menunjang kualitas
sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Ali Mudlofir, 2012, Pendidik Profesional,
konsep, strategi, dan aplikasinya
dalam meningkatkan mutu pendidik di
Indonesia,
Jakarta:
Raja
GrafindoPersada.
Aritkunto, 1998, Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka
Cipta.
Aritonang, Keke T,”Kompensasi Kerja,
Disiplin Kerja Guru dan Kinerja Guru
SMP
Kristen
BPK
Penabur
Jakarta.”Dalam Jurnal Pendidikan
Penabur No.04/Th.IV/Juli 2005.
Ary et al, 1998, Introduction to Research in
Education, 3rd Edition, New
York :Hoit, Renehart, and Wiston.
Babbie, Earl, 1983, The Practiceof social
Research, Belmont : Wadsworth
Publishing Company.
Barnawi & Mhd. Arifin, 2012. Instrumen
Pembinaan, Peningkatan ,& Penilaian
Kinerja Guru Profesional, Yogyakarta:
AR-Ruzz Media.
Danim, Sudarwan, 2010, Profesionalisasi
dan Etika Profesi Guru, Bandung:
Alfabeta
Fathurroman Pupuh, 2012, Guru
frofesional, Bandung: Refika Aditama.
Hamalik, Umar, 1991, Pendidikan Guru
Konsep dan Strategi : Bandung,
Mandar Maju.
Hermawan, S,R, 1979, Etika Keguruan:
Suatu Pendekatan Terhadap Kode Etik
Guru Indonesia, Jakarta: PT. Margi
Wahyu.
Iskandar, (2009), Metodologi Penelitian
Kualitatif, Aplikasi untuk Penelitian
Pendidikan, Hukum, Ekonomi dan
Manajemen, Sosial, Humaniora,
Politik, Agama dan Filsafat. Jakarta:
GP. Press.
Istamar Syamsuri, 2011, Makalah
Peningkatan Kompetensi Guru Untuk
Meningkatkan Minat Pada Bidang
MIPA, Bogor: IPB Bogor

Indrawati,Yuliani “Faktor-faktor yang
mempengaruhi Kinerja Guru
Matematika dalam Pelaksanaan
Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK) pada SMA Kota Palembang
“Dalam Jurnal Manajemen & Bisnis
Sriwijaya.Vol 4, No. 7 Juni 2006.
Kunandar, 2011, Guru Profesional.
Implementasi Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan, dan Sukses
dalam Sertifikasi Guru, Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Kay A. Norlander-Case..,etal (2009), guru
profesional: Penyiapan dan
Pembimbingan Praktis Pemikir,
Jakarta: PT Indeks.
Mulyasa, E, 2007, Manajemen Berbasis
Sekolah, Bandung: Remaja osdakarya.
Muhlisin, 2008, Profeionalisme Kinerja
Guru Menyongsong Masa
Depan.”Dalam http //
muhlis.file.wordpress.com /2008 /05 /
profesionalisme-kinerja-guru-masadepan. Doc. diakses pada 4 pebruari
2013.
Nasution, S, 1994, Metode Research
( Penelitian Ilmiah ), Jakarta : Bumi
Aksara.
Peraturan Pemerintah No 19 thn 2005,
Tentang Standar Nasional
Pendidikan.
Purwanto, Ngalim, 2002, Ilmu Pendidikan
Teoritis dan Praktis. Bandung : Rosda
Karya.
Renstra Depdiknas 2005-2009 Tentang
Tujuan Pembangunan Pendidikan
Nasional
Sinambela, Lijan Poltak, 2012, Kinerja
Pegawai: Teori Pengukuran dan
Implikasi, Yogyakarta: Graha Ilmu.
Soetjipto dan Raflis Kosasi, 2009, Profesi
Keguruan, Jakarta : Rineka Cipta.
Surakhman, Winarno, 1998, Pengantar
Penelitian Ilmiah Dasar, Metode dan
Teknik, Bandung: Tarsito
Sugiono,
2008,
Metode
Penelitian
Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif dan R&D Jakarta: Alfabeta.
Surya, Muhammad, 1999, Membangun
Manusia
Unggul
Perlu
Profesionalisme dan Kesejahteraan
Guru,“Majalah Gema Widyakarya,
PGRI DKI Jakarta,No.9 / Th.IV / 1999.
hal 12

Umaedi, 1999, Manajemen Berbasis
Sekolah, Jakarta: Depdiknas
Usman, Uzer, 2005, Menjadi Guru
Profesional, , Bandung, Remaja Rosda
Karya

Yuniarsih,Tjutju,2009,
Manajemen
Sumber Daya Manusia : Teori, Aplikasi,
dan
Isu Penelitian, Bandung : Alfabeta.

hal 13