BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Karakterisasi Simplisia dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana L.) Terhadap Bakteri Salmonella Typhi, Escherichia Coli dan Shigella Dysenteriae

TINJAUAN PUSTAKA

  2.1 Uraian Tumbuhan

  Manggis dengan nama latin Garnicia mangostana ini berasal dari asia tenggara. Pohon manggis hanya bisa tumbuh di hutan dan dataran tinggi tertentu yang beriklim tropis seperti di Indonesia, Malaysia, Vietnam, Myanmar, Filipina dan Thailand (Liska, 2011).

  Manggis juga dikenal sebagai tanaman budidaya dan merupakan salah satu tanaman buah tropika yang pertumbuhannya paling lambat, tetapi umurnya juga paling panjang. Membutuhkan 10-15 tahun untuk mulai berbuah dan tingginya mencapai 10-20 meter (Liska, 2011).

  2.2 Sistematika Tumbuhan

  Berdasarkan hasil identifikasi MEDA (2013), sistematika Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Clusiales Famili : Clusiaceae Genus : Garcinia

  2.3 Nama Daerah

  Manggis memiliki nama yang berbeda di beberapa daerah di Indonesia, antara lain: manggoita, mangi (Gayo), manggu (Sunda), manggus (Lampung), manggista (Batak), Kirasa (Makasar) dan Mangustang (Halmahera) (Warisno dan Kres, 2012).

  2.4 Morfologi Tumbuhan

  Tumbuhan manggis berasal dari biji yang umumnya membutuhkan waktu 10-15 tahun untuk mulai berbuah. Tinggi batang mencapai 10-25 meter serta tajuk yang rindang berbentuk piramida. Diameter batang 25-35 cm dan kulit batang biasanya berwarna coklat gelap atau hampir hitam, kasar dan cenderung mengelupas. Getah manggis berwarna kuning dan terdapat pada semua jaringan utama tanaman (Liska, 2011).

  Sistem akar pada manggis mudah patah, lambat tumbuh, dan mudah terganggu karena tidak dijumpai akar rambut pada akar utama maupun akar lateral. Letak daun berhadapan, merupakan daun sederhana dengan tangkai daun pendek yang berhubungan dengan tunas, panjang tangkai daun 1,5-2 cm dengan helaian daun berbentuk bulat telur, bulat panjang atau elips dengan panjang 15-25 cm, lebar 7-13 cm, mengkilap, tebal dan kaku, ujung daun meruncing dan licin. Bunganya bersifat uniseksual. Bunga betina terdapat pada tebal berwarna merah kekuningan (Liska, 2011).

  Buah manggis dihasilkan secara partenogenesis (tanpa penyerbukan), berbentuk bulat atau agak pipih dengan diameter 3,5-8 cm. Berat buah bervariasi, yakni sekitar 75-150 gram, tergantung pada umur pohon dan daerah geografisnya. Tebal kulit buah berkisar antara 0,8-1 cm, berwarna keunguan dan biasanya mengandung cairan kuning yang rasanya pahit. Buah manggis mengandung 2-3 biji. Segmen-segmen umumnya berukuran tidak sama dan biasanya 1-2 segmen besar mengandung biji. Biji-biji besar berbentuk pipih berwarna ungu gelap atau cokelat dengan panjang 2-2,5 cm, lebar 1,5-2,0 cm dan tebalnya antara 0,7-1,2 cm tertutup oleh serat lunak yang menyebar sampai ke dalam daging buah. Berat biji bervariasi antara 0,1-2,2 gram (Liska, 2011).

2.5 Khasiat Tumbuhan

  Tidak hanya nikmat disantap sebagai buah segar, manggis juga memiliki khasiat. Hampir semua bagian tanaman buah ini menyimpan khasiat.

  Secara tradisional manggis digunakan sebagai obat sariawan, wasir, dan luka karena kemampuan sebagai antiinflamasi atau antiperadangan (Holistic Health Solution, 2011).

  Kulit buah manggis memliki manfaat yang banyak, yaitu dapat mengobati penyakit disentri, diare, dan sariawan. Untuk mengobati disentri dan diare kulit buah manggis di rebus dengan empat gelas air. Untuk mengobati sariawan langkah yang dilakukan sama seperti prosedur pembuatan ramuan digunakan untuk berkumur-kumur (Holistic Health Solution, 2011).

  2.6 Ekstrak

  Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung, ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk. Ekstraksi adalah suatu proses yang dilakukan untuk memperoleh kandungan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan maupan hewan. Cairan penyari dapat berupa air, etanol dan campuran air etanol (Ditjen POM, 1979).

  2.7 Metode-Metode Ekstraksi

  Ekstraksi dengan menggunakan pelarut terdiri dari 2 cara, yaitu: 1. Cara dingin

  Ekstraksi menggunakan pelarut dengan cara dingin terdiri dari: a. Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengadukan pada temperatur ruangan (Depkes

  RI, 2000).

  b.

  Perkolasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang berulang- ulang sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan (Depkes RI, 2000).

2. Cara panas

  Ekstraksi menggunakan pelarut dengan cara panas terdiri dari: selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000).

  b.

  Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang berulang-ulang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000).

  c. Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada

  o

  temperatur yang lebih tinggi dari temperatur 40-50 C (Depkes RI, 2000).

  d. Infudasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur

  o

  terukur 96-98

  C) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Depkes RI, 2000).

  e. Dekoktasi adalah infus pada waktu yang lebih lama (30 menit) dan temperatur sampai titik didih air (Depkes RI, 2000).

2.8 Sterilisasi

  Sterilisasi merupakan proses penghilangan semua jenis organisme hidup, yang terdapat pada/di dalam suatu benda. Cara-cara sterilisasi yaitu: a.

  Sterilisasi dengan bahan kimia, contoh: senyawa fenol dan turunannya.

  Desinfektan ini digunakan misalnya untuk membersihkan area tempat bekerja (Pratiwi, 2008). Sterilisasi kering digunakan untuk alat-alat gelas misalnya cawan petri, tabung reaksi. Waktu sterilisasi selama ±2 jam, berdaya penetrasi rendah. Ada dua metode sterilisasi panas kering yaitu dengan insinerasi, yaitu pembakaran dengan api bunsen dan oven dengan temperatur

  o sekitar 160-170 C (Pratiwi, 2008).

  c.

  Sterilisasi basah, biasanya menggunakan uap panas bertekanan dalam autoklaf. Media biakan, larutan dan kapas dapat disterilkan dengan cara ini. Autoklaf merupakan suatu alat pemanas bertekanan tinggi, dengan meningkatnya suhu air maka tekanan udara akan bertambah dalam autoklaf yang tertutup rapat. Sejalan dengan meningkatnya tekanan di atas tekanan udara normal, titik didih air meningkat. Biasanya

  o

  pemanasan autoklaf berada pada suhu 121 C selama 15 menit (Pratiwi, 2008).

  d.

  Filtrasi bakteri, digunakan untuk mensterilkan bahan-bahan yang terurai atau tidak tahan panas. Metode ini didasarkan pada proses mekanik yaitu menyaring semua bakteri dari bahan dengan melewatkan larutan tersebut melalui lubang saringan yang sangat kecil (Pratiwi, 2008).

2.9 Bakteri

  Nama bakteri berasal dari kata “bakterion” (bahasa Yunani) yang berarti tongkat atau batang. Sekarang namanya dipakai untuk menyebutkan sekelompok mikroorganisme yang bersel satu, berkembangbiak dengan dengan menggunakan mikroskop (Dwidjoseputro, 1987). Pertumbuhan dan perkembangan bakteri di pengaruhi oleh: a.

  Temperatur Proses pertumbuhan bakteri tergantung pada reaksi kimiawi dan laju reaksi kimia yang dipengaruhi oleh temperatur. Berdasarkan ini maka bakteri dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1.

  Bakteri psikofil yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur

  o o

  maksimal 20

  C, temperatur optimum adalah 0-15 C.

2. Bakteri mesofil yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur

  o o

  maksimal 45

  C, temperatur optimum adalah 20-40 C 3. Bakteri termofil yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur

  o o

  maksimal 100

  C, temperatur optimum 55-65 C Temperatur optimum biasanya merupakan refleksi dari lingkungan normal organisme tersebut. Oleh karena itu bakteri-bakteri yang pathogen bagi

  o manusia biasanya tumbuh dengan baik pada 37 C (Pratiwi, 2008).

  b. pH pH optimum bagi kebanyakan bakteri terletak antara 6,5 dan 7,5. Namun ada beberapa mikroorganisme yang dapat tumbuh pada keadaan yang sangat asam atau alkali (Pratiwi, 2008).

  c.

  Tekanan osmosis Osmosis merupakan perpindahan air melewati membran semipermeabel karena ketidakseimbangan material terlarut dalam media. Medium yang baik larutan hipotonik air akan masuk ke dalam sel sehingga menyebabkan sel membengkak, sedangkan dalam larutan hipertonik air akan keluar dari sel sehingga membran plasma mengerut dan lepas dari dinding sel (plasmolisis) (Pratiwi, 2008).

  d.

  Oksigen Menurut Pratiwi (2008), berdasarkan kebutuhan oksigen di kenal mikroorganisme menjadi 5 golongan yaitu:

  1. Bakteri aerobik yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya.

  2. Bakteri anaerobik yaitu bakteri yang dapat tumbuh tanpa oksigen.

  3. Bakteri anaerobik fakultatif yaitu bakteri yang dapat tumbuh dengan oksigen ataupun tanpa oksigen.

  4. Bakteri mikroaerob yaitu bakteri yang dapat tumbuh baik dengan adanya sedikit oksigen.

  e.

  Nutrisi Nutrisi merupakan substansi yang diperlukan untuk biosintesis dan pembentukan energi. Berdasarkan kebutuhannya, nutrisi dibedakan menjadi dua yaitu makroelemen (elemen yang diperlukan dalam jumlah banyak) dan mikroelemen (elemen nutrisi yang diperlukan dalam jumlah sedikit) (Pratiwi, 2008).

  Berdasarkan bentuk morfologinya, maka bakteri dapat di bagi atas tiga golongan yaitu (Dwidjoseputro, 1987): A.

  Golongan basil Golongan basil berbentuk serupa tongkat pendek, silindris. Basil dapat bergandengan dua-dua, atau terlepas satu sama lain, yang bergandeng- gandengan panjang disebut streptobasil, yang dua-dua disebut diplobasil.

  B.

  Bentuk kokus Golongan kokus merupakan bakteri yang bentuknya serupa bola-bola kecil. Golongan ini tidak sebanyak golongan basil. Kokus ada yang bergandeng-gandengan panjang, disebut streptokokus, ada yang bergandengan dua, disebut diplokokus, ada yang mengelompok berempat, disebut tetrakokus, kokus yang mengelompok serupa kubus disebut sarsina.

  C.

  Golongan spiral Golongan spiral merupakan bakteri yang menyerupai lilitan. Bakteri ini tidak banyak terdapat, karena itu merupakan golongan yang paling kecil, jika dibandingkan dengan golongan kokus maupun golongan basil.

  Berdasarkan reaksi bakteri terhadap pewarnaan gram, maka bakteri dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu: Bakteri gram positif, yaitu bakteri yang dapat mengikat zat warna utama (kristal violet) sehingga tampak berwarna ungu tua.

  b.

  Bakteri gram negatif, yaitu bakteri yang kehilangan warna utama (kristal violet) ketika dicuci dengan alkohol dan menyerap zat warna kedua sewaktu pemberian safranin tampak berwarna merah (Lay, 1992).

2.10.1 Bakteri Escherichia coli

  Menurut Dwidjoseputro (1987), sistematika bakteri Escherichia coli adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Protophyta Sub divisi : Schizomycetes Ordo : Eubacteriales Familia : Enterobacteriaceae Genus : Escherichia Species : Escherichia coli

  Escherichia coli disebut juga Bacterium coli, merupakan bakteri gram

  negatif, aerob atau anaerob fakultatif, panjang 1-4 µm, lebar 0,4-1,7 µm,

  o

  berbentuk batang, tidak bergerak. Bakteri ini tumbuh baik pada suhu 37 C

  o

  tetapi dapat tumbuh pada suhu 8-40

  C, membentuk koloni yang bundar, cembung, halus dan dengan tepi rata. Escherichia coli biasanya terdapat dalam saluran cerna sebagai flora normal. Bakteri ini dapat menjadi patogen bila berada diluar usus atau dilokasi lain dimana flora normal jarang terdapat (Dwidjoseputro, 1987). Menurut Dwidjoseputro (1987), sistematika bakteri Salmonella typhi adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Schizophyta Sub divisi : Schizomycetes Bangsa : Eubacteriales Suku : Enterobacteriaceae Marga : Salmonella Species : Salmonella typhi

  Salmonella typhi merupakan bakteri gram negatif, bersifat motil

  (bergerak), bakteri anaerob fakultatif. Berbentuk batang pendek berderet seperti rantai. Salmonella typhi tidak dapat menfermentasi glukosa dan lactosa ,tidak menghasilkan asam dan gas dari glukosa. Salmonella typhi dapat tumbuh baik pada media Mc. Conkey dimana akan membentuk koloni yang tidak

  o

  berwarna. Bakteri ini tumbuh secara optimal pada suhu sekitar 35-37 C.

  Salmonella typhi biasanya ditemukan pada jaringan limfe saluran pencernaan

  kemudian masuk ke dalam nodus limfe dan aliran darah. Salmonella typhi dapat menyebabkan penyakit demam tifoid (Dwidjoseputro, 1987).

2.10.3 Bakteri Shigella dysentrieae

  Menurut Dwidjoseputro (1987), sistematika bakteri Shigella dysentrieae adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae

  Sub divisi : Schizomycetes Bangsa : Eubacteriales Suku : Enterobacteriaceae Marga : Shigella Species : Shigella dysentrieae

  Shigella dysentrieae merupakan bakteri gram negatif, tidak bergerak,

  bakteri anaerob fakultatif, berbentuk batang ramping, tidak berkapsul. Koloni bulat transparan dengan pinggir-pinggir utuh mencapai diameter kira-kira 2 mm. Kuman ini sering ditemukan pada pembenihan diferensial karena ketidakmampuan meragikan laktosa. Bakteri Shigella dysentrieae menghasilkan racun yang dapat menyerang permukaan usus besar, menyebabkan pembengkakan, luka pada dinding usus, dan diare berdarah (Dwidjoseputro, 1987).

2.11 Fase Pertumbuhan Bakteri

  Fase pertumbuhan bakteri meliputi fase lamban, fase logaritma, fase statis dan fase penurunan atau kematian (Soenarto, 1988).

a. Fase Lamban (lag phase)

  Fase ini merupakan fase penyesuaian bakteri terhadap suatu lingkungan baru. Ciri–ciri fase ini yaitu tidak ada pertambahan populasi, sel mengalami perubahan dalam komposisi dan bertambah ukurannya (Soenarto, 1988).

  Fase ini terjadi setelah sel bakteri menyesuaikan diri terhadap lingkungan baru. Ciri-ciri fase ini yaitu sel membelah dengan laju yang konstan, jumlah sel bakteri baru meningkat secara eksponensial, massa menjadi dua kali lipat dengan laju yang sama dan keadaan pertumbuhan seimbang (Soenarto, 1988).

  c. Fase Statis (stationary phase)

  Dalam fase ini kecepatan tumbuh sama dengan kecepatan mati. Ciri-ciri fase ini beberapa sel mati sedangkan yang lain tumbuh dan membelah sehingga jumlah sel yang hidup menjadi tetap (Soenarto, 1988).

  d. Fase Penurunan (period of decline) atau Fase Kematian

  Ciri-ciri fase ini yaitu sel yang mati lebih cepat daripada terbentuknya sel-sel baru karena jumlah nutrisi berkurang, terjadi akumulasi zat toksin dan laju kematian mengalami percepatan menjadi eksponensial (Soenarto, 1988). Fase Stasioner

  Fase Eksponensial

  Fase Kematian Fase fase Lag

  Waktu

  5

  10 Grafik pertubuhan bakteri

2.12 Media Pertumbuhan Bakteri

  Pembiakan bakteri dalam laboratorium memerlukan media yang berisi zat hara serta lingkungan pertumbuhan yang sesuai bagi bakteri. Zat hara diperlukan untuk pertumbuhan, sintesis sel, keperluan energi dalam sumber energi, zat hara sebagai sumber karbon, nitrogen, sulfur, fosfat, oksigen dan hidrogen. Dalam bahan dasar media dapat pula ditambahkan faktor pertumbuhan berupa asam amino dan vitamin (Lay, 1992).

  I. Bedasarkan asalnya, media dibagi atas (Lay, 1992): 1.

  Media sintetik, yaitu media yang kandungan dan isi bahan yang ditambahkan diketahui secara terperinci. Contoh: glukosa, kalium fosfat dan magnesium fosfat.

  2. Media non-sintetik yaitu media yang kandungan dan isinya tidak diketahui secara terperinci dan menggunakan bahan yang terdapat di alam. Contohnya: pepton, ekstrak daging, ekstrak ragi, kaldu daging.

  II. Berdasarkan kegunaannya, dapat dibedakan menjadi (Dwidjoseputro, 1987): 1)

  Media selektif, yaitu digunakan untuk menyeleksi pertumbuhan mikroba yang diperlukan dari campuran mikroba-mikroba lain yang terdapat dalam bahan yang akan diperiksa. Dengan penambahan zat-zat tertentu mikroba yang dikehendaki dapat dipisahkan dengan mudah.

  Media ini sangat berguna untuk identifikasi, contohnya: SS-agar yang digunakan untuk mengisolasi bakteri jenis Salmonella dan Shigella.

  2) Media diferensial, yaitu pada media ini sering ditambahkan zat warna untuk mencegah pertumbuhan bakteri tertentu. Namun tidak mengganggu pertumbuhan yang lain Karen amedium ini memiliki organism tertentu. Penambahan garam empedu pada medium ini dapat

  (Soenarto, 1988). 3)

  Media diperkaya, dibuat dari media dasar dengan penambahan bahan- bahan lain untuk mempersubur pertumbuhan mikroba tertentu yang pada media dasar tidak dapat tumbuh dengan baik. Maka dari itu dibutuhkan beberapa penambahan nutrisi pengaya kedalam media dasar yang dapat menyokong pertumbuhan mikroba, misalnya dengan menambahkan darah, serum atau ekstrak hati.

  III. Berdasarkan konsistensinya, dibagi atas (Dwidjoseputro, 1987): 1)

  Media padat/ solid, pada zaman dahulu orang lazim menggunakan kentang yang dipotong-potong serupa silinder untuk medium. Suatu penemuan yang baik sekali ialah medium dari kaldu yang dicampur dengan sedikit agar-agar. Kemudian disterilkan, dan kemudian dibiarkan mendingin maka akan diperoleh medium padat.

2) Media semi solid, yaitu penambahan zat pemadat hanya ±50%.

  Umumnya diperlukan untuk pertumbuhan mikroba yang banyak memerlukan kandungan air dan hidup anaerob fakultatif, atau untuk pemeriksaan pergerakkan bakteri. 3)

  Media cair, yaitu biasa dipakai ialah kaldu yang disiapkan sebagai berikut 1 liter air ditambahkan 3 g kaldu daging sapid an 5 g pepton.

  Medium tersebut ditentukan pH 6,8-7

   Metode Isolasi Biakan Bakteri

  Menurut Soenarto (1988), Metode isolasi biakan bakteri adalah sebagai berikut: a)

  Cara gores Ose yang telah steril dicelupkan ke dalam suspensi mikroorganisme yang diencerkan, lalu dibuat serangkaian goresan sejajar yang tidak saling menutupi di atas permukaan agar yang telah padat.

  b) Cara sebar Suspensi mikroorganisme yang telah diencerkan diinokulasikan secara merata dengan menggunakan hockey stick pada permukaan media padat c) Cara tuang

  Pengenceran inokulum yang berturut-turut diletakkan pada cawan petri steril dan dicampurkan dengan medium agar cair, lalu dibiarkan memadat. Koloni yang berkembang akan tertanam di dalam media tersebut.

2.14 Uji Aktivitas Antimikroba

  Penentuan kepekaan bakteri patogen terhadap antimikroba dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti metode dilusi, difusi dan turbidimetri (Pratiwi, 2008).

1. Metode dilusi

  Metode ini menggunakan antimikroba dengan kadar yang menurun secara bertahap, baik dengan media cair atau padat. Kemudian media dengan kadar yang menghambat atau mematikan. Uji kepekaan secara dilusi memakan waktu dan penggunaannya dibatasi pada keadaan tertentu. Uji kepekaan cara dilusi cair menggunakan tabung reaksi, tidak praktis dan jarang dipakai. Namun kini ada cara yang lebih sederhana yaitu dengan menggunakan mikrodilution plate. Keuntungan uji mikrodilusi cair adalah uji ini memberikan hasil kuatitatifyang menunjukan jumlah antimikroba yang dibutuhkan untuk mematikan bakteri (Mudihardi, 2001).

  2. Metode difusi

  Metode yang paling sering digunakan dan biasanya menggunakan cakram. Ada beberapa jenis cakram yaitu cakram kertas, cakram silinder dan

  punch hole . Cakram tersebut yang berisi sejumlah tertentu obat ditempatkan

  pada permukaan medium padat yang sebelumnya telah diinokulasi bakteri uji pada permukaannya. Setelah diinkubasi, diameter zona hambatan sekitar cakram dipergunakan untuk mengukur kekuatan hambatan obat terhadap mikroorganisme yang uji (Mudihardi, 2001).

  3. Metode Turbidimetri

  Pada cara ini digunakan media cair, pertama dilakukan penuangan media kedalam tabung reaksi, lalu ditambahkan suspensi bakteri, kemudian dilakukan pemipetan larutan uji, dilakukan inkubasi. Selanjutnya dilakukan pengukuran kekeruhan, kekeruhan yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri diukur dengan menggunakan instrumen yang cocok, misalnya nephelometer setelah itu dilakukan penghitungan potensi antimikroba (Depkes RI, 1995).

Dokumen yang terkait

Karakterisasi Simplisia dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana L.) Terhadap Bakteri Salmonella Typhi, Escherichia Coli dan Shigella Dysenteriae

3 46 92

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Ceplukan (Physalis minima L.) Terhadap Bakteri Shigella dysenteriae, Escherichia coli Dan Salmonella typhimurium

21 148 72

Karakterisasi Simplisia Dan Uji Aktivitas Antibakteri Dari Ekstrak Kulit Buah Tanaman Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth) Terhadap Bakteri Escherichia coli, Shigella dysenteriae dan Salmonella typhimurium

9 55 82

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Dan Fraksi - Fraksi Kulit Buah Markisa Ungu (Passiflora Edulis Sims) Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Dan Escherichia Coli

8 73 85

Efek Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana L.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Shigella dysentriae dan Escherichia coli

1 9 71

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas AntioksidanN Ekstrak Etanol Daun Cincau Perdu

0 1 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Karakterisasi Simplisia, Skrining Fitokimia serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol dari Beberapa Jenis Kulit Jeruk

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Skrining Fitokimia dan Karakterisasi Simplisia serta Uji Efek Antidiare Ekstrak Etanol Majakani Terhadap Tikus

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Karakterisasi Simplisia Dan Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Buah Paprika (Capsicum annum L. cv.group grossum)

0 0 18

Karakterisasi Simplisia dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana L.) Terhadap Bakteri Salmonella Typhi, Escherichia Coli dan Shigella Dysenteriae

0 0 25