1.4. Manfaat Penelitian - Gambaran Kandidiasis Oral Pada Pasien HIV/AIDS di RSUP H. Adam Malik Medan

1.4. Manfaat Penelitian

  1) Menambah pengetahuan dalam melaksanakan penelitian khususnya tentang gambaran kandidiasis oral pada pada pasien HIV/AIDS di RSUP H. Adam Malik Medan. 2) Sebagai informasi bagi rumah sakit dan fakultas kedokteran universitas sumatera utara tentang jenis jamur yang sering dijumpai dan karakteristik pasien dengan kandidiasis oral

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendahuluan

  

Human immunodeficiency virus (HIV) terus merupakan tantangan besar dan masalah kesehatan

  di seluruh dunia. Dua jenis HIV telah diidentifikasi. HIV-1 adalah penyebab utamainfeksi HIV di seluruh dunia. HIV-2 merupakan penyebab umum dari infeksi HIV di AfrikaBarat dan semakin diidentifikasi di daerah lain. HIV-2 kurang virulen dibandingkan HIV-1(Hirosi, 2008). Manifestasi kutaneus, yang mungkin merupakan tanda awal imunosupresi virus terkait,sering terjadi pada pasien yang terinfeksi HIV. Oral candidiasis (OC), adalah istilah kolektif yang diberikan kepada sekelompok gangguan mukosa oral yang disebabkan oleh patogen fugalmilik genus Candida. Asosiasi OC dengan human immunodeficiency Virus (HIV) telah dikenalsejak munculnya pandemik sindrom defisiensi imun yang diakuisisi (AIDS). OC adalah salahsatu manifestasi awal penyakit HIV pada individu berisiko tinggi yang tidak menjalanikemoterapi dan juga prediktor kuat risiko penyakit berikutnya yang terkait AIDS ataukematian. Dengan kemajuan dalam terapi HIV, seperti terapi anti-retroviral aktif (ART), prevalensi dan fitur klinis OC telah berubah pada orang yang terinfeksi HIV, terutama di negara-negara industri. Adanya OC pada pasien HIV-positif yang terkontrol mungkin indikatif ketidakpatuhan pasien atau kemungkinan kegagalan terapi antiviral (Hirosi, 2008).

2.2. HIV/AIDS

2.2.1. Definisi HIV/AIDS Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang termasuk dalam famili lentivirus.

  Dua jenis HIV yang secara genetiknya berbeda tetapi sama dari antigennya berhubungan yaitu HIV-1 dan HIV-2 diisolasi dari penderita AIDS. HIV-1 lebih banyak dijumpai pada penderita AIDS di Amerika Serikat, Eropah, dan Afrika Tengah, manakala HIV-2 lebih banyak dijumpai di Afrika Barat (Kumar et al., 2007). HIV-1 lebih mudah ditransmisi berbanding HIV-2. Periode antara infeksi pertama kali dengan timbul gejala penyakit dalah lebih lama dan penyakitnya lebih ringan pada infeksi HIV-2 (WHO, 2008).

  Infeksi HIV berdasarkan gejala klinis terdiri dari 3 fase yaitu serokonversi akut, infeksi asimptomatik dan AIDS. Semasa serokonversi akut, akan berhasil sekumpulan proviral akibat dari infeksi. Kumpulan ini terdiri dari sel yang terinfeksi terutama makrofag, bersedia untuk melepaskan virus. Virus ini akan menambahkan lagi bilangan sel yang terinfeksi juga menghasilkan infeksi aktif yang baru. Kumpulan proviral ini dapat diukur melalui DNA

  

polymerase chain reaction (PCR). Pada waktu ini, viral load sangat tinggi, dan CD4+ turun

  dengan sangat mendadak. Tetapi dengan respon sel T CD8 dan antibodi anti HIV, viral load akan menurun dan CD4+ akan meningkat semula walaupun sedikit lebih rendah berbanding sebelum infeksi. Antara simptom yang muncul selama fasa ini ialah demam, hidung berair, limfadenopati, dan ruam yang muncul pada sebahagian mereka yang terinfeksi HIV. Fasa seratokonversi ini berlaku selama beberapa minggu hingga beberapa bulan. Semasa fasa asimtomatik infeksi HIV, penderita tidak menunjukkan simptom atau tanda selama beberapa tahun hingga beberapa dekad. Replikasi virus tetap berterusan dan respon imun sangat efektif semasa fasa ini. Belum adanya bukti yang dapat menunjukkan terapi pada masa awal fasa ini efektif walaupun keterlambatan pengobatan akan menghasilkan respon yang kur ang efektif. AIDS merupakan fase terakhir yang menunjukkan sistem imun sudah sangat menurun di mana infeksi opportunistik akan mula terinfeksi. Pada salah satu penelitian di Amerika Serikat, jumlah sel T CD4+ apabila kurang dari 200/µL, akan didiagnosa AIDS, walaupun terdapat infeksi opportunistik yang menginfeksi ketika CD4+ di atas 200/µL dan sesetengah orang masih sehat walaupun CD4+ sudah di bawah 200/µL (WHO, 2008). Menurut Centers For Disease Control and Prevention (CDC), HIV ditransmisi melalui kontak seksual dengan orang yang terinfeksi, memakai jarum bekas (terutama untuk injeksi obat) dengan orang yang terinfeksi, melalui transfusi darah dengan darah yang terinfeksi atau faktor pembekuan darah walaupun kasus ini sangat jarang pada negara yang memeriksa darah untuk antibodi HIV. Wanita yang terinfeksi dengan HIV juga boleh menginfeksi bayi mereka sebelum atau semasa kelahiran dan juga semasa penyusuan selepas dilahirkan. Dalam bidang kesehatan, petugas paramedik akan terinfeksi dengan HIV jika tertusuk dengan jarum yang mengandung darah yang terinfeksi dengan HIV atau melalui luka pada petugas dan juga pada membran mukosa mereka (mata ataupun dalam hidung) (CDC, 2007). Walaupun HIV dapat ditularkan melalui ahli keluarga dengan penggunaan alat di dalam rumah, ini adalah yang sangat jarang berlaku. Hal Ini terjadi bisa akibat daripada kontak kulit atau membran mukosa dengan darah yang terinfeksi (CDC, 2007). HIV boleh terdapat hampir pada semua cairan badan seperti air mata, urin dan saliva (walaupun konsentrasi HIV yang rendah, berlaku sangat jarang). Transmisi dapat terjadi melalui batuk, bersin, ataupun digigit nyamuk belum ada lagi kasus yang dilaporkan (WHO, 2008).

2.2.2. Epidemiologi

  Menurut data dari World Health Organization (WHO) dan Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS), sebanyak 33.2 juta orang yang hidup dengan HIV yang terdiri daripada 30.8 juta orang dewasa, 15.4 juta orang wanita dan 2.1 juta orang anak – anak di bawah usia 15 tahun. Lebih kurang 6800 infeksi HIV baru dalam sehari dalam tahun 2007 yang terdiri dari 5800 dewasa di mana hampir 50% adalah wanita, dan 40% terdiri dari golongan muda yang berumur antara 15–24 tahun. Jumlah penderita lebih kurang 1200 orang anak–anak berumur di bawah 15 tahun dan lebih 96% dari negara golongan pendapatan rendah dan sederhana (WHO dan UNAIDS, 2007).

  Pada anak–anak yang didiagnosa AIDS ketika berumur kurang dari 13 tahun, 90% dari mereka mendapat infeksi melalui ibu mereka yang terinfeksi HIV ke fetus atau anak yang baru lahir (Kumar et al., 2007). Di Indonesia, jumlah kasus kumulatif menurut faktor resiko yang terbanyak adalah transmisi melalui heteroseksual ke heteroseksual yaitu sebanyak 9166 kasus dan menurut golongan umur pula menunjukkan umur di antara 20 hingga 29 tahun yang terbanyak yaitu 9142 kasusdari data sehingga 2009 (Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009). AIDS merupakan penyakit yang sangat berbahaya kerana mempunyai Case Fatality Rate 100% dalam 5 tahun, dimana pengertiannya dalam waktu 5 tahun setelah sesorang ditegakkan diagnosa AIDS, maka dia akan meninggal dunia (Rasmaliah, 2001).

2.2.3. Mekanisme infeksi HIV/AIDS

  Infeksi HIV menyerang dua komponen utama dalam badan manusia yaitu sistem imun dan sistem saraf pusat. Apabila masuk ke dalam tubuh, HIV akan mengikat pada beberapa jenis sel darah putih terutama limfosit T helper. Limfosit T helper akan diaktifkan dan mengkordinasi sel lain dalam sistem imun. Terdapat reseptor CD4 pada permukaan limfosit yang membolehkan HIV untuk mengikat pada reseptor itu. HIV menyimpan informasi genetiknya sebagai asam ribonukleat (RNA). Apabila telah berada di dalam limfosit CD4+, sejenis enzim yang dipanggil reverse transcriptase digunakan oleh virus tersebut untuk membuat salinan RNA nya ke dalam bentuk asam deoksiribonukleat (DNA). HIV mudah bermutasi pada waktu ini karena reverse

  transcriptase mudah melakukan kesalahan semasa perubahan dari RNA ke DNA.

  DNA virus tadi memasuki nukleus dan dengan bantuan integrase, DNA virus berintegrasi dengan sel DNA. Genetik limfosit akan mereplikasi virus HIV tersebut yang akhirnya akan memusnahkan limfosit. Setiap sel yang terinfeksi akan menghasilkan beribu virus baru dan dalam beberapa hari, di dalam darah dan cairan genital akan mengandungi banyak virus dan CD4+ limfosit akan menurun. Oleh karena jumlah virus yang banyak, orang yang baru terinfeksi dengan virus HIV juga dapat menyebarkannya pada orang lain (Kumar et al, 2007).

  Di antara tanda dan simptom yang ditonjolkan semasa infeksi primer HIV-1 hilang sendiri walaupun sebagian simptom seperti lemah badan akan menetap sehingga beberapa bulan. Simptomnya secara general dan dimulai pada waktu yang singkat, seperti demam, yang disertai atau tidak dengan keringat malam danlimfadenopati yang biasanya muncul pada minggu kedua terutama di aksila, osipital dan nodus servikal. Eritema klasik, nonpruritus, dan ruam makulopopular biasanya simetri, berukuran 5 hingga 10 mm yang biasanya terdapat pada muka dan ekstrimitas. Selain itu terdapat juga ulserasi pada orofaring, nyeri akibat pergerakan mata, kandidiasis, dan fotofobia. Penyakit yang berlanjutan lebih lama dari 14 hari mempunyai prognosis yang jelek (Schuitemaker and Miedema, 2000).

2.3. Kandidiasis Oral

  2.3.1. Epidemiologi kandidiasis oral

  Kandidiasis oral atau dikenal juga dengan thrush adalah infeksi oportunistik umum pada rongga mulut yang disebabkan oleh pertumbuhan yang berlebihan dari spesies Kandida. Penyakit ini kerap terjadi pada pasien HIV/AIDS yang jumlah CD4+ dibawah 200sel/mm³ (Akpan, 2008; Gabler et al, 2008).

  Kira-kira 40% dari populasi mempunyai spesies Kandida di dalam mulut dalam jumlah kecil sebagai bagian yang normal dari mikroflora oral, dengan berbagai hal mikroflora oral normal ini bisa menjadi pathogen pada keadaan: imunokompromise, obat-obatan (antibiotik, kortikosteroid),

  

chemotherapy , diabetes mellitus, produksi saliva yang menurun, dan protese (Lewis, 1998;

Suhonen, 1999).

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka prevalensi untuk kandidiasis oral pada pasien HIV/AIDS di India sekitar 43,2%, di Rumah sakit Eduardo de Menezes di Brazil sekitar 50%, di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta sekitar 80,8%, Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung sekitar 27%, RSUP H Adam Malik Medan jumlah kasus kandidiasis oral dari tahun 2008 sampai tahun 2009 terdapat 28,7% (Gabler IG, et al. 2008; Sudjana P, 2009;

  VCTPusyansus RSUP. HAM Medan, 2012).

  2.3.2. Pembagian kandidiasis oral berdasarkan bentuk lesi klinis

2.3.2.1. Kandidiasis pseudomembran akut

  Disebut juga Oral thrush, kandidiasis pseudomembran akut. Tampak plak / pseudomembran, putih seperti sari susu, mengenai mukosa bukal, lidah dan permukaan oral lainnya. Pseudomembran tersebut terdiri atas kumpulan hifa dan sel ragi, sel radang, bakteri, sel epitel, debris makanan dan jaringan nekrotik. Bila plak diangkat tampak dasar mukosa eritematosa atau mungkin berdarah dan terasa nyeri sekali (Ross, 1989; Suhonen, 1999; Jacob, 2001; Unandar et al,2004).

  2.3.2.2. Kandidiasis atrofi akut

  Disebut juga midline glossitis, kandidiasis antibiotik, glossodynia, antibiotic tongue, kandidiasis eritematosa akut mungkin merupakan kelanjutan kandidiasis pseudomembran akut akibat menumpuknya pseudomembran. Daerah yang terkena tampak khas sebagai lesi eritematosa, simetris, tepi berbatas tidak teratur pada permukaan dorsal tengah lidah, sering hilangnya papilla lidah dengan pembentukan pseudomembran minimal dan ada rasa nyeri. Sering berhubungan dengan pemberian antibiotik spektrum luas, kortikosteroid sistemik, inhalasi maupun topikal (Lewis Michael, 1998; Unandar et al, 2004; Rossie, 2005).

  2.3.2.3. Kandidiasis atrofi kronis

  Disebut juga denture stomatitis. Bentuk tersering pada pemakai protese (1 diantara 4 pemakai) dan 60% diatas usia 65 tahun, wanita lebih sering terkena. Gambaran khas berupa eritema kronis dan edema disebagian palatum di bawah prostesis maksilaris. Ada tiga stadium yang berawal dari lesi bintik-bintik (pinpoint) yang hiperemia, terbatas pada asal duktus kelenjar mukosa palatum. Kemudian dapat meluas sampai hiperemia generalisata dan peradangan seluruh area yang menggunakan protese. Bila tidak diobati pada tahap selanjutnya terjadi hiperplasia papilar granularis (Akpan, 2008; Gayford, 1993; Rossie, 2005). Pada kandidiasis atrofi kronis sering disertai kheilitis angularis, tidak menunjukkan gejala atau hanya gejala ringan. Candida albicans lebih sering ditemukan pada permukaan gigi palsu daripada di permukaan mukosa. Bila ada gejala umumnya pada penderita dengan peradangan granular atau generalisata, keluhan dapat berupa rasa terbakar, pruritus dan nyeri ringan sampai berat (Unandar et al, 2004; Jacob, 2001; Rossie, 2005).

  2.3.2.4. Kandidiasis hiperplastik kronis

  Disebut juga leukoplakia kandida. Gejala bervariasi dan bercak putih, yang hampir tidak teraba sampai plak kasar yang melekat erat pada lidah, palatum atau mukosa bukal. Keluhan umumnya rasa kasar atau pedih di daerah yang terkena. Tidak seperti kandidiasis pseudomembran, plak disini tidak dapat dikerok. Harus dibedakan dengan leukoplakia oral oleh sebab lain yang sering dihubungkan dengan rokok dan keganasan. Terbanyak pada pria, umumnya diatas 30 tahun dan perokok (Gayford, 1993; Midgley, 1999; Unandar et al, 2004).

  2.3.2.5. Glositis rhomboid median

  Merupakan bentuk lanjutan atau varian kandidiasis hiperplastik kronis. Pada bagian tengah permukaan dorsal lidah terjadi atrofi papilla (Akpan, 2008; Midgley, 1999; Unandar et al, 2004).

  2.3.2.6. Kheilosis kandida

  Sinonim perleche, angular cheilitis, angular stomatitis. Khas ditandai eritema, fisura, maserasi dan pedih pada sudut mulut. Biasanya pada mereka yang mempunyai kebiasaan menjilat bibir atau pada pasien usia lanjut dengan kulit yang kendur pada komisura mulut. Juga karena hilangnya dimensi vertical pada 1/3 bawah muka karena hilangnya susunan gigi atau pemasangan gigi palsu yang jelek dan oklusi yang salah. Biasanya dihubungkan dengan kandidiasis atrofi kronis karena pemakaian protese (Akpan, 2008; Midgley, 1999; Ross, 1989; Suhonen,1999; Unandar et al, 2004).

  2.3.2.7. Black Hairy tongue

  Ditandai dengan hipertrofi papilla lidah (khas), mungkin invasi sekunder Candida albicans dari papilla filiformis hipertrofi pada sisi dorsum lidah (Unandar et al, 2004; Rippon, 1988; Rossie, 2005).

2.3.3. Beberapa spesies ragi genus Candida penyebab kandidiasis oral

  1. Candida albicans

  2. Candida tropicalis

  3. Candida glabrata

  4. Candida krusei

  5. Candida guilliermondii

  6. Candida parapsilosis

  7. Candida dubliniensis

  8. Candida stellatoidea 9. Candida lusitaniae.

  Dari sembilan spesies Candida diatas 80% penyebab tersering untuk kandidiasis oral adalah:

  

Candida albicans, Candida glabrata, dan Candida tropicalis, dari hasil isolasi (Akpan, 2008;

Suhonen, 1999; Dismukus et al, 2003).

2.3.4. Patogenesis

  Secara alamiah Candida ditemukan di permukaan tubuh manusia (mukokutan), bila terjadi suatu perubahan pada inang, jamur penyebab atau keduanya maka terjadi infeksi. Beberapa faktor virulensi Candida albicans antara lain: kemampuan adhesi, kemampuan mengubah diri secara cepat dari ragi kehifa, memproduksi enzim hidrolitik (proteinase asam dan fosfolipase) perubahan fenotip dan ketidakstabilan kromosom, variasi antigenik, mimikri, dan produksi toksin.

  Faktor inang yang menyebabkan infeksi baik lokal maupun invasive oleh Candida. Pemakaian antibiotika menyebabkan proporsi jamur meningkat, kapasitas imun inang menurun akibat lekopenia dan pemberian kortikosteroid, pada AIDS fungsi sel T yang terganggu karena intervensi virus HIV melalui kulit dan mukosa yang dimungkinkan karena peran lektin yang spesifik pada sel dendrite, DC-SIGN sehingga mampu berikatan dengan virus HIV meskipun tidak mampu mengantarkan masuk kedalam sel, tetapi memudahkan transport HIV oleh dendrite ke organ limfoid dan menambah jumlah limfosit T yang terinfeksi. Munculnya lesi pada mukosa akibat intervensi HIV yang diperantarai peran lektin dan DC-SIGN yang mengakibatkan infeksi jamur pada mukosa mulut dan mukosa lain ditubuh, mengawali munculnya infeksi sekunder pada mulut penderita. Hifa Candida albicans memiliki kemampuan untuk menempel erat pada epitel manusia dengan perantara protein dinding hifa, hal ini dimungkinkan karena protein ini memiliki susunan asam amino mirip dengan substrat transaminase keratinosit mamalia sehingga diikat dan menempel pada sel epithelial. Selain itu pada jamur ini terdapat mannoprotein yang mirip integrin vertebrata sehingga jamur ini mampu menempel ke matriks ekstraseluler seperti fibronektin kolagen, dan laminin. Selain itu hifa juga mengeluarkan proteinase dan fosfolipase yang mencerna sel epitel inang sehingga invasi lebih mudah terjadi (Kenneth et al, 2008; Nasronudin, 2007; Sudjana, 2008).

2.3.5. Diagnosis Kandidiasis Oral

  2.3.5.1. Gambaran Klinis

  Pada rongga mulut (oral) tampak infeksi yaitu sariawan, terutama terjadi pada selaput mukosa pipi dan tampak sebagai bercak-bercak putih yang sebahagian besar terdiri atas pseudomeselium dan epitel yang terkelupas dan hanya terdapat erosi minimal pada selaput (Jawetz, 2005; Jagdish, 2002).

2.3.5.2. Pemeriksaan Laboratorium

  Dengan bahan terdiri atas apusan / swab permukaan lesi. Pemeriksaan dilakukan dengan cara :

  1. Pemeriksaan langsung / mikroskopis Usapan mukokutan diperiksa dengan sediaan apus yang diwarnai dengan Gram, untuk mencari pseudohifa dan sel-sel bertunas (Arayu et al, 2008; Winn et al, 2006 ; Jawetz, 2005).

  2. Pemeriksaan Biakan Bahan yang akan diperiksa ditanam dalam Sabaroud’ s Dextrosa Agar (SDA) pada suhu 37

  ⁰c dalam Inkubator selama 24 – 48 jam. Koloni tumbuh berupa Yeast Like Form (Jawetz, 2005).

  3. Serologi Ekstrak karbohidrat Candida kelompok A memberikan reaksi presipitin yang positif dengan serum pada 50% orang normal dan pada 70% orang dengan kandidiasis mukokutan ( Jagdish C, 2002).

  4. Tes Kulit (Skin Test)

  Tes Candida pada orang dewasa normal hampir selalu positif. Tes tersebut digunakan sebagai indikator kompetensi imunitas seluler ( Jagdish C, 2002).

2.3.6. Pengobatan Kandidiasis Oral

  2.3.6.1. Umum

  • Mengurangi dan mengobati faktor predisposisi, bila karena pemakaian protese perlu melepas protese setiap hari, terutama pada malam hari saat tidur dan mencuci dengan antiseptik seperti khlorheksidin.
  • Selama pengobatan tidak dianjurkan merokok, karena akan menghambat reaksi adekuat terhadap pengobatan ( Unandar et al, 2004 ).

  2.3.6.2. Topikal

  1. Nistatin suspensi oral:

  • Dosis: 4-6 ml (400.000-

  600.000μ), 4 x / hari sesudah makan

  • Harus ditahan di mulut beberapa menit sebelum ditelan
  • Dosis untuk bayi 2 ml ( 200.000μ), 4 x / hari
  • Perlu 10 – 14 hari untuk kasus akut atau beberapa bulan untuk yang kronis (Blignaut, 2007; Unandar et al, 2004).

  2. Amfoterisin B: Bekerja melalui pengikatan pada sterol dalam membran sel jamur dan mengubah permeabilitas membran sel, tidak diserap pada saluran pencernaan sehingga dianjurkan pemberian secara topikal. Sediaan :