Gambaran Psikologis dan Kognitif pada Pasien Gangguan Sistem Saraf di RSUP H. Adam Malik Medan

(1)

F

UNI

SKRIPSI

Oleh

Ayu Febrina Panjaitan

111101047

FAKULTAS KEPERAWATAN

NIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015


(2)

F

UNI

SKRIPSI

Oleh

Ayu Febrina Panjaitan

111101047

FAKULTAS KEPERAWATAN

NIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015


(3)

(4)

(5)

anugerah-Nya saya dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “Gambaran Psikologis dan Kognitif pada Pasien Gangguan Sistem Saraf di RSUP H. Adam

Malik Medan” sebagai salah satu syarat memperoleh kelulusan sarjana keperawatan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Pengerjaan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak.Oleh karena itu, dengan selesainya pengerjaan skripsi ini, dengan penuh rasa hormat saya mengucapkan terimakasih kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M.kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Erniyati, SKp, MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Evi Karota Bukit, SKp, MNS selaku Pembantu Dekan II Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

4. Ikhsanuddin Ahmad Harahap, SKp, MNS selaku Pembantu Dekan III Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

5. Dosen pembimbing saya, Rosina Tarigan, SKp, M.Kep, Sp.KMB, WOC(ET)N yang telah dengan sabar, tulus dan ikhlas meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan, motivasi, arahan dan saran-saran yang sangat berharga dalam penulisan skripsi ini.


(6)

Malik Medan yang telah memberikan izin penelitian dan membantu dalam proses penelitian skripsi ini.

7. Ibu Cholina T Siregar, S.Kep,Ns, M.Kep, Sp.KMB selaku dosen penguji I dan Ibu Diah Arrum, S.kep,Ns,M.Kep selaku dosen penguji II yang telah memberikan saran-saran dan arahan yang sangat berharga dalam penulisan skripsi ini.

8. Dosen pembimbing akademik saya, Ismayadi, S.Kep,Ns, M.Kes yang selalu memberi dukungan selama proses perkuliahan.

9. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Fakultas Keperawatan Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan kepada saya.

10. Kedua orangtua saya yang tercinta, Ayahanda P.Panjaitan dan Ibunda M.Simanjuntak yang sangat menyayangi saya dan tiada henti-hentinya mendoakan, memberi semangat dan memberi dukungan kepada saya terlebih selama mengerjakan skripsi ini, dan juga kepada abang-abang saya yang tersayang Fernando Panjaitan, J Ismael Panjaitan¸ Johannes Panjaitan, serta kepada keluarga besar saya yang selalu membantu, memberi dukungan dan motivasi kepada saya terlebih selama mengerjakan skripsi ini.

11. Responden penelitian yang telah bersedia untuk membantu saya dalam pengambilan data.


(7)

dan memberi semangat kepada saya.

13. Kepada sahabat-sahabat saya juga grup “Chibong-chibong” (Elisabeth, Jernita, Annisa, Desi, Widya, Gustiana , Rahma, Miranda) yang selalu mendukung saya.

14. Teman-teman seperjuanganku Patrycia Kembaren, Isodorus, Putri Sari Angelia dan seluruh teman-teman F.Kep 2011yang selalu membantu dan memberi dukungan kepada saya.

15. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu namun sangat membantu dalam penelitian ini.

Saya menyadari bahwaskripsi ini masih memiliki banyak kekurangan.Oleh karenaitu, dengan segala kerendahan hati saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan skripsi ini sehingga dapat lebih disempurnakan.

Medan, Agustus 2014 Peneliti


(8)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PRAKATA ... iv

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR SKEMA. . ... x

DAFTAR TABEL... ... xi

ABSTRAK... ... xii

ABSTRACT ...... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1. Latar Belakang ... 1

2. Pertanyaan Penelitian ... 5

3. Tujuan Penelitian... 5

4. Manfaat Penelitian... 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA... 7

1. Sistem Saraf ... 7

2. Tinjauan Psikologis ... 13

3. Depresi ... 14

4. Kecemasan ... 15

5. Konsep Kognitif ... 20

BAB 3. KERANGKA PENELITIAN ... 25

1. Kerangka Penelitian ... 25

2. Definisi Operasional... 26

BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN ... 28

1. Desain penelitian ... 28

2. Populasi, Sampel dan Tekniksampling... 28

2.1. Populasi ... 28

2.2. Sampel... 28


(9)

8. Analisa data ... 35

BAB 5. HASIL dan PEMBAHASAN ... 37

1. Hasil Penelitian ... 37

1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 38

1.2. Karakteristik Responden ... 38

1.3. Gambaran Psikologis berdasarkan Tingkat Kecemasan pada Pasien Gangguan Sistem Saraf di RSUP H.Adam Malik Medan ... 38

1.4. Gambaran Psikologis berdasarkan Tingkat Depresi pada Pasien Gangguan Sistem Saraf di RSUP H.Adam Malik Medan ... 39

1.5. Gambaran kognitif pada Pasien Gangguan Sistem Saraf di RSUP H.Adam Malik Medan... 40

2. Pembahasan... 40

2.1. Psikologis Berdasarkan Tingkat Kecemasan pada Pasien Gangguan Sistem saraf di RSUP H.Adam Malik Medan ... 40

2.2. Psikologis Berdasarkan Tingkat Depresi pada Pasien Gangguan Sistem Saraf di RSUP H.Adam Malik Medan ... 43

2.3. Kognitif pada Pasien Gangguan Sistem Saraf di RSUP H.Adam Malik Medan ... 46

3. Keterbatasan Penelitian... 48

BAB 3. PENUTUP... 49

4. Kesimpulan ... 49

5. Saran ... 49


(10)

3. Instrumen Penelitian ... 57

4. Taksasi Dana Penelitian ... 62

5. Daftar Riwayat Hidup ... 63

6. Master Tabel Uji Reliabilitas ... 64

7. Master Tabel Kuesioner Penelitian ... 65

8. Distribusi Frekuensi ... 68

9. Lembar Bukti Bimbingan ... 83

10. Surat Persetujuan Komisi Etik ... 85

11. Surat Uji Reliabilitas... 86

12. Surat Pengumpulan Data... 87

13. Surat Selesai Penelitian ... 88


(11)

(12)

H.Adam Malik Medan... 26 Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Dan Persentase Karakteristik

Pasien Gangguan Sistem Saraf Di RSUP

H.Adam Malik Medan... 38 Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Dan Persentase Psikologis

Berdasarkan Tingkat Kecemasan Pada Pasien

Gangguan Sistem Saraf Di RSUP H.Adam Malik Medan... 39 Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Dan Persentase Psikologis

Berdasarkan Tingkat Kecemasan Pada Pasien

Gangguan Sistem Saraf Di RSUP H.Adam Malik Medan... 39 Tabel 5.4. Distribusi Frwkuensi Dan Persentase Kognitif

Pada Pasien Gangguan Sistem Saraf Di RSUP


(13)

Tahun : 2015

ABSTRAK

Gangguan sistem saraf merupakan gangguan pada struktural, biokomia, sum-sum tulang belakang atau saraf lainnya yang mengakibatkan berbagai gejala.Efek yang ditimbulkan bisa berkaitandengan psikologis dan kognitif pasien.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan psikologis dan kognitif pada pasien gangguan sistem saraf di RSUP H.Adam Malik Medan, yaitu indikator psikologis terdiri dari kecemasan dan depresi. Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif dengan teknik sampling yaitu purposive sampling, jumlah sampel sebanyak 30orang. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner dan lembar observasi dan penyajian data dalam bentuk tabel distribusi dan frekuensi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSUP H.Adam Malik Medan pada pasien gangguan sistem saraf dengan tingkat kecemasan ringan (40%), dengan tingkat depresi ringan (56,7%), dan dengan gambaran kognitif normal (53,3%). Diharapkan kepada perawat dapat memberikan informasi dalam dalam perawatan, pelayanan, bimbingan dan konseling mengenai kecemasan, depresi dan kognitfyang dirasakan para pasien dengan gangguan sistem saraf.


(14)

Department : S1 (Undergraduate) Nursing, USU Academic Year : 2015

ABSTRACT

Nervous system disorder is the disorder in structural, biochemical, and backbone marrow or the other nerves which can cause various symptoms. Its effect is related to psychological and cognitive patients. The objective of the research was to describe the psychology and cognition in patients with nervous system disorder at RSUPO Haji Adam Malik, Medan, with psychological indicators such as apprehensiveness and depression. The research used descriptive design. The samples were 30 respondents, taken by using purposive sampling technique. The data were gathered by using questionnaires and observation sheets in the form of distribution and frequency tables. The result of the analysis showed that 40% of the respondents underwent mild apprehensiveness, 56.7% of the respondents underwent mild depression, and 53.5% of the respondents had normal cognitive description. It is recommended that nurses be able to give information in treatment, guidance, and counseling about apprehensiveness, depression, and cognition felt by nervous system disorder patients.


(15)

Tahun : 2015

ABSTRAK

Gangguan sistem saraf merupakan gangguan pada struktural, biokomia, sum-sum tulang belakang atau saraf lainnya yang mengakibatkan berbagai gejala.Efek yang ditimbulkan bisa berkaitandengan psikologis dan kognitif pasien.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan psikologis dan kognitif pada pasien gangguan sistem saraf di RSUP H.Adam Malik Medan, yaitu indikator psikologis terdiri dari kecemasan dan depresi. Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif dengan teknik sampling yaitu purposive sampling, jumlah sampel sebanyak 30orang. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner dan lembar observasi dan penyajian data dalam bentuk tabel distribusi dan frekuensi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSUP H.Adam Malik Medan pada pasien gangguan sistem saraf dengan tingkat kecemasan ringan (40%), dengan tingkat depresi ringan (56,7%), dan dengan gambaran kognitif normal (53,3%). Diharapkan kepada perawat dapat memberikan informasi dalam dalam perawatan, pelayanan, bimbingan dan konseling mengenai kecemasan, depresi dan kognitfyang dirasakan para pasien dengan gangguan sistem saraf.


(16)

Department : S1 (Undergraduate) Nursing, USU Academic Year : 2015

ABSTRACT

Nervous system disorder is the disorder in structural, biochemical, and backbone marrow or the other nerves which can cause various symptoms. Its effect is related to psychological and cognitive patients. The objective of the research was to describe the psychology and cognition in patients with nervous system disorder at RSUPO Haji Adam Malik, Medan, with psychological indicators such as apprehensiveness and depression. The research used descriptive design. The samples were 30 respondents, taken by using purposive sampling technique. The data were gathered by using questionnaires and observation sheets in the form of distribution and frequency tables. The result of the analysis showed that 40% of the respondents underwent mild apprehensiveness, 56.7% of the respondents underwent mild depression, and 53.5% of the respondents had normal cognitive description. It is recommended that nurses be able to give information in treatment, guidance, and counseling about apprehensiveness, depression, and cognition felt by nervous system disorder patients.


(17)

1. Latar Belakang

Sistem saraf merupakan salah satu sistem yang berfungsi untuk memantau dan merespon perubahan yang terjadi di dalam atau luar tubuh atau lingkungan. Sistem saraf juga bertanggung jawab sebagai sietem persepsi, perilaku dan daya ingat, serta merangsang pergerakan tubuh (Farley Aet al, 2014). Sistem saraf juga merupakan jaringan komunikasi utama didalam tubuh manusia. Seperti pada vertebrata lainnya, fungsi normal sistem saraf sangat bergantung pada terpeliharanya integritas struktural, serta jumlah proses metabolik kompleks. Oleh karena itu, proses yang mengganggu struktur atau metabolisme normal atau keduanya, dapat menimbulkan penyakit neurologik (Robbinset al, 2007).

Gangguan pada sistem saraf sering dianggap lebih rumit atau misterius dibandingkan dengan sistem organ lain. Hal ini disebabkan karena sinyal ke dan dari berbagai bagian tubuh dikendalikan oleh daerah yang sangat spesifik didalam sistem saraf sehingga menyebabkan sistem saraf rawan terhadap lesi fokal yang pada sistem organ lain mungkin tidak menimbulkan disfungsi yang bermakna (Robbinset al, 2007).

World Health Organization (WHO) dan World Federation of Neurology (WFN) yang berkolaborasi dengan International Survey of Country Resources for Neurological Disorders, (2006)yang melibatkan 109 negara dan mencakup lebih dari 90% dari populasi dunia menunjukkan bahwa gangguan neurologis


(18)

sekitar 6,22% pada tahun 2005 dan diperkirakan meningkat menjadi 6, 39 % 2015 dan 6,77 % tahun 2030. Penyakit- penyakit gangguan saraf yang muncul adalah stroke, epilepsi, alzheimer, parkinson, multiple sklerosis, migrain, poliomelitis, meningitis, ensepalitis. Stroke adalah penyakit gangguan saraf yang paling tinggi yaitu 3,46%.

Indonesia tercatat sebagai negara dengan jumlah penderita gangguan sistem saraf terbesar di Asia (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011). Jumlah penderita gangguan sistem saraf di Indonesia dengan pravalensi masing – masing adalah stroke mencapai 500.000 penduduk setiap tahunnya dan sekitar 2,5% orang meninggal, kemudian di ikuti dengan cedera kepala 2,18%, demensia 7,58% ,epilepsi 0,5 – 4% , Parkinson 0,6% - 3,5 %, multiple sklerosis 5%, dan migrain sekitar 11 % (Riskesdas, 2013).

Data yang didapatkan dari Rumah Sakit Adam Malik Medan pada tahun 2013, yaitu pasien stroke hemoragik 262 orang, stroke iskemik 353 orang, pasien trauma kepala 66 orang, Parkinson 3 orang, migrain 174 orang, dan semakin bertambah setiap tahunnya.

Stroke dan penyakit gangguan fungsi neurologis lainnya akan mengakibatkan berbagai macam gangguan dalam fungsi tubuh seperti gangguan fungsi kognitif, gangguan sirkulasi, gangguan kekuatan otot, gangguan fungsi perifer, gangguan fisiologis yang akan berpengaruh pada sistem sensorik dan motorik penderita sehingga dari gangguan sistem saraf tersebut penderita akan mengalami imobilisasi yaitu ketidakmampuan untuk bergerak secara aktif akibat


(19)

berbagai penyakit atau impairment (gangguan pada alat atau organ tubuh) yang bersifat fisik atau mental (Kumalasari, 2010).

Fungsi kognitif adalah kemampuan dan memberikan rasional, termasuk proses belajar, mengingat menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan. Gangguan fungsi kognitif merupakan gangguan fungsi luhur otak berupa orientasi, perhatian, kosentrasi, daya ingat dan bahasa serta fungsi intelektual yang diperlihatkan dengan adanya gangguan dalam berhitung, bahasa, daya ingat semantik (kata-kata) dan pemecahan masalah.Gangguan fungsi kognitif erat kaitannya dengan fungsi otak karena kemampuan untuk berpikir akan dipengaruhi oleh otak(Asmadi, 2008).

Gangguan fungsi kognitif juga menjadi salah satu parameter kualitas hidup masyarakat Indonesia. Apabila tidak ditangani dengan baik, gangguan pada fungsi kognitif dapat mengakibatkan gangguan psikososial, sehingga dapat dikatakan kualitas hidup penderitanya akan menurun. Salah satu contoh yang paling sederhana adalah akan terjadinya kepikunan setelah mengalami stroke, yang tentu saja sangat mengganggu aktifitas sehari-hari (Kemenkes, 2010).

Penelitian Neuropsikologi yang dilakukan selama 2 tahun terakhir pada pasien Multiple Sclerosis menyebabkan gangguan kognitif antara 30-70 %. Bagian kognitif yang sering terganggu adalah perhatian, ingatan dan pengolahan informasi (Wallin et al, 2014). Salah satu penelitian yang dilakukan pada pasien stroke di Irina F Neuro BLU RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado hasil pemeriksaan fungsi kognitif didapatkan 32,4 % normal, sedangkan yang mengalami gangguan fungsi kognitif 67,5 % ( Hasra, Munayang dan Kandau, 2013).


(20)

Penyakit-penyakit fisik mempunyai efek psikologi. Pola respon ini dapat sehat atau tidak sehat. Kecemasan dan Depresi merupakan respon yang lazim dan jelas ( Ingram, 1993). Kecemasan terjadi ketika seseorang terdiagnosa suatu penyakit. Banyak pasien yang kewalahan karena perubahan pada kehidupan mereka (Taylor, 1995). Depresi merupakan juga gejala yang muncul pada pasien-pasien penyakit kronik. Faktor terjadinya depresi ini disebabkan oleh stress psikologis karena ketidakmampuan pasien dalam melakukan sesuatu yang biasanya dikerjakan sebelum terkena penyakit, seperti stroke (Idris, 2007). Depresi tidak hanya tentang stress tapi juga memberi dampak pada fase pemulihan dan rehabilitasi ( Primeav, 1988 dalam Taylor 1995).

Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Jiwa Indonesia menyatakan bahwa insiden depresi pasca stroke berkisar 11-68% pada 3-6 bulan pasca stroke dan tetap tinggi sampai 1-3 tahun kemudian. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Andri dan Marti (2008 dalam Sarigumilan, 2013) kejadian depresi terjadi sebanyak 50% pasien pasca stroke. Sedangkan penelitian yang dilakukan Hendrik (2013), dari 60 sampel pasien dengan penyakit parkinson didapatkan hasil 37 % mengalami depresi.

Hasil penelitian diatas pada bagian psikologis terdepat perbedaan antara kejadian depresi pada pasien stroke dan pada pasien penyakit parkinson. Sama halnya dengan gangguan kognitif didapatkan hasil yang berbeda antara penyakit sarafMultiple Sclerosisdan penyakit stroke. Sejauh ini belum ada penelitian yang menunjukkan gambaran umumgangguan sistem saraf ditinjau dari psikologis yang meliputi kecemasan dan tingkat depresi dan kognitifnya. Untuk itu peneliti


(21)

tertarik ingin meneliti bagaimana gambaran psikologis dan kognitif pada pasien gangguan sistem saraf di RSUP H.Adam Medan.

2. Pertanyaan Penelitian

Bagaimanakah gambaran psikologis dan kognitif pada pasien dengan gangguan Sistem Saraf di RSUP H.Adam Malik Medan ?

3. Tujuan Penelitian

3.1. Tujuan Umum:

Untuk mengetahui gambaran psikologis dan kognitif pada Pasien Gangguan Sistem Saraf di RSUP. H. Adam Malik Medan.

3.2. Tujuan Khusus:

3.2.1.Untuk mengetahui bagaimana gambaran psikologis berdasarkan tingkatkecemasan pada Pasien Gangguan Sistem Saraf di RSUP. H. Adam Malik Medan.

3.2.2.Untuk mengetahui bagaimana psikologis berdasarkan tingkatat depresi pada Pasien Gangguan Sistem Saraf di RSUP. H. Adam Malik Medan.

3.2.3.Untuk mengetahui bagaimana gambaran kognitif pada setiap jenis penyakit gangguan Sistem Saraf di RSUP. H. Adam Malik Medan.

4. Manfaat Penelitian

4.1. Pendidikan Keperawatan

Diharapkan bagi institusi pendidikan khususnya mata ajaran keperawatan Medikal Bedah mampu memberikan informasi kepada mahasiswa/mahasiswi keperawatan tentang gambaran psikologis dan kognitif pada pasien dengan gangguan sistem saraf.


(22)

4.2. Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi perawat dalam hal memberi pelayanan kesehatan kepada pasien atau keluarga tentang psikologis dan kognitif pada pasien dengan gangguan sistem saraf.

4.3. Peneliti Selanjutnya

Sebagai bahan bagi peneliti selanjutnya jika ingin meneliti hal yang berkaitan psikologis dan kognitif pada pasien gangguan sistem saraf.


(23)

1.1. Pengertian

Sistem saraf merupakan salah satu sistem yang berfungsi untuk memantau dan merespon perubahan yang terjadi di dalam atau luar tubuh atau lingkungan. Sistem saraf juga bertanggung jawab sebagai sietem persepsi, perilaku dan daya ingat, serta merangsang pergerakan tubuh (Farley Aet al, 2014).

1.2.Fungsi saraf

Fungsi sistem saraf secara umum adalah : 1. Menerima atau menangkap rangsangan

2. Mengontrol gerakan-gerakan otot-otot kerangka 3. Otak sebagai pusat indera

4. Otak besar sebagai pusat daya rohaniah yang tinggi

5. Otak sebagai pengontrol fungsi pernapasan dan peredaran darah 1.3.Gangguan Fungsi Saraf

a. Stroke

Stroke adalah sebagai suatu sindrom klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara fokal atau global yang dapat menimbulkan kematian atau kelainan yang menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular.Berdasarkan patologi-anatomi stroke terbagi dalam stroke perdarahan dan stroke iskemik. Stroke iskemik terjadi ketika suplai darah ke


(24)

otak terhentisecara tiba-tiba karena adanya penyumbatan pembuluh darah ke otak. Stroke iskemik karena trombosis lebih sering terjadi dibandingkan stroke iskemik karena emboli. Stroke dapat terjadi baik di pembuluhdarah besar maupun di pembuluh darah kecil. Stroke perdarahan terjadi karena ruptur pembuluh darah serebral. Perdarahan intra serebral biasanya disebabkan oleh pecahnya berry aneurysm karena hipertensi. Sedangkan perdarahan sub arachnoid adalah masuknya darah ke rongga arachnoid. Dua penyebab utama perdarahan sub arachnoid adalah ruptur aneurisma dan malformasi pembuluh darah arteri dan vena ( Mulyatsih, 2003).

b. Cedera Kepala

Cedera kepala merupakan salah satu masalah kesehatan yang dapat menyebabkan gangguan fisik dan mental yang kompleks.Gangguan yang ditimbulkan dapat bersifat sementara maupun menetap, seperti defisit kognitif, psikis, intelektual, serta gangguan fungsi fisiologis lainnya. Hal ini disebabkan oleh karena trauma kepala dapat mengenai berbagai komponen kepala mulai dari bagian terluar hingga terdalam, termasuk tengkorak dan otak (Tarwoto, 2013).

c. Epilepsi

Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karakteristik kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersifat reversibel. Bangkitan kejang ini disebabkan karena danya fokus-fokus iriatif pada neuron sehingga letupan muatan listrik spontan yang berlebihan dari


(25)

sebgaian atau seluruh daerah yang berada dalam otak ( Smeltzer dan Bare, 2002).

d. Tumor otak

Tumor otak merupakan sebuah lesi yang terletak pada intrakranial yang menempati ruang didalam tengkorak. Tumor-tumor selalu bertumbuh sebagai sebuah massa yang berbentuk bola tetapi juga dapat tumbuh menyebar masuk kedalam jaringan. Neoplasma terjadi akibat dari kompresi dari infiltrasi jaringan. Akibat perubahan fisik bervariasi, yang menyebabkan beberapa kejadian patofisiologis seperti peningkatan tekanan intrakranial, edema serebral, aktivitas kejang, tanda-tanda neurologis vokal, hidrosefalus, dan gangguan fungsi hipofisis ( Tarwotoet al, 2007).

e. Multiple Sclerosis

Multiple Sclerosis merupakan salah satu gangguan neurologis yang paling sering ditemukan paa usia muda. Kasus ini sedikit lebih banyak menyerang wanita dibandingkan dengan pria. Usia rata-rata penderita penyakit ini adalah 30 tahun, dengan batas antara 18-40 tahun.

Sklerosis ditandai dengan adanya bercak kerusakan mielin yang tersebar, diikuti dengan gliosis dari substansia alba sistem persarafan bercak-bercak. bercak-bercak berwarna kuning-kuningan dan keras yang ditemukan pada otopsi dipakai sebagai sumber nama penyakit ini. Sejumlah virus diduga sebagai agen penyebab multipel sklerosis. oleh beberapa peneliti, virus campak (rubella) diduga sebagai virus penyebab penyakit ini. Pada penderita multipel sklerosis ternyata serum dan cairan seresbrospinal mengandung


(26)

berbagai antibodi campak serta ada bukti yang menyatakan bahwa zat anti tersebut dihasilkan dalam otak. penyelidikan lain mengajukan kwmungkinan adanya faktor-faktor genetik sehingga ada orang-orang yang lebih rentan terhadap serangan berbagai virusyang bereaksi lambat pada sistem saraf pusat. virus lambat ini mempunyai masa inkubasi yang lama dan mungkin hanya berkembang dalam kaitannya dengan status imun yang abnormal atau terganggu (Batticaca, 2008).

f. Parkinson

Penyakit Parkinson merupakan suatu gangguan neurologis progresif yang mengenai pusat otak yang bertanggung jawab untuk mengontrol dan mengatur gerakan. karakteristik yang muncul berupa bradikinesia (perlambatan gerakan), tremor, dan kekakuan otot (Smeltzer dan Bare, 2002).Sebagian besar penyebab kasus ini dianggap tidak diketahui atau idiopatik. Parkinsonisme idiopatik adalah penyakit Parkinson atau paralisis agitans yang merupakan suatu penyakit progresif lambat yang menyerang usia pertengahan atau lanjut, dengan awitan (onset) khas pada usia lima puluhan dan enam puluhan. Manifestasi utama penyakit parkinson adalah gangguan gerakan, kaku otot, tremor menyeluruh, kelemahan otot, dan hilangnya refleks postural. Gejala awal yang dialami klien adalahkaku ekstremitas dan kaku pada semua gerakan. Klien mengalami kesulitan dalam memulai, mempertahankan, dan membentuk aktivitas motorik dan lambat dalam menghasilkan aktivitas normal.


(27)

g. Penyakit Alzheimer

Penyakit Alzheimer adalah penyakit degenerasi neuron kolinergik yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun ke atas. Penyakit alzheimer ditandai oleh hilangya ingatan dan fungsi kognitif secara progresif.sampai sekrang belum satupun penyebab penyakit ini diketahui, tetapi ada tiga teori utaman mengenai penyebabnya adalah Virus lambat, Proses autoimun , dan keracunan aluminium ( Tarwotoet al, 2007).

h. Migrain

Migren adalah nyeri kepala berulang dengan adanya interval bebas gejala dan sedikitnya memiliki 3 dari gejala berikut: nyeri perut, mual atau muntah, nyeri kepala berdenyut, unilateral, adanya aura (visual, sensori, motorik), gejala berkurang dengan tidur, dan adanya riwayat keluarga yang sama.1 Lama serangan pada anak adalah 2 sampai 4 jam, sedang pada dewasa 4 sampai 72 jam .

i. Herniasi Nukleus Pulposus

Herniasi Nukleus Pulpolus (HNP) terjadi kebanyakan oleh karena adanya suatu trauma derajat sedang yang berulang mengenai diskus invertebralis sehingga menimbulkan sobeknya anulus fibrosus. HNP adalah keadaan nukleus pulposus keluar menonjol untuk menekan ke arah kanalis spinalis melalui anulus fibrosis yang sobek. HNP merupakan suatu nyeri yang disebabkan oleh proses patologis di kolumna vetebralis pada diskus invertebralis/diskogenik. Manifestasi klinis utama yang muncul adalah rasa


(28)

nyeri di punggung bawah disertai otot-otot sekitar lesi dan nyeri tekan. HNP terbagi atas HNP sentral dan HNP lateral. HNP sentral akan menimbulkan paraparesis flasid, parestesia, retensi urine. sedangkan HNP lateral bermanifestasi pada rasa nyeri dan nyeri tekan yang terletak pada punggung bawah, ditengah-tengah area bokong dan betis, belakang tumit, dan telapak kaki (Tarwotoet al, 2007)..

j. Miastenia Gravis

Miastenia gravis adalah kelemahan otot yang parah , akibat menurunnya jumlah dan efektivitas reseptor acethylcoline pada persambungan antar neuron. Tand dan gejalanya bervariasi dari masing-masing individu. Gejala yang mungkin timbul adalah gangguan pada mata, otot wajah, otot palatal, otot leher, otot-otot pernapasan ( Tarwotoet al, 2007).

k. Aniorisma Intrakranial

Aniorisma Intrakranial adalah dilatasi dinding arteri cerebral yang berkembang sebagai hasil dari kelemahan dinding arteri. Aniorisma mungkin terjadi karena aterosklerosis, yang mengakibatkan kerusakan dinding pembuluh darah dengan dilanjutkan kelemahan pada pembuluh darah, kerusakan kongenital, penyakit vaskular, trauma kepala atau pertambahan usia (Karrenet al2010).

l. Low Back Pain

Low back pain (LBP) adalah nyeri di daerah punggung antara sudut bawah kosta (tulang rusuk) sampai lumbosakral (sekitar tulang ekor). Nyeri juga bisa menjalar ke daerah lain seperti punggung bagian atas dan pangkal paha. LBP


(29)

atau nyeri punggung bawah merupakan salah satu gangguan muskuloskeletal yang disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang baik.

2. Tinjauan Psikologis

2.1. Pengertian Psikologi

Psikologi berasal bahasa Yunani “pshyce” yang artinya jiwa dan “logos”

yang artinya ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologi (menurut arti kata psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya (Sunaryo, 2014).

Psikologi kesehatan adalah istilah yang diberikan untuk disiplin akademik yang berusaha memahami peran dari proses-proses biologis didalam pengalaman sehat dan sakit, penyebab sehat dan sakit, dan konsekuensi sehat dan sakit. Psikologi kesehatan berupaya memahami relasi antara berbagai mekanisme psikologis dan biopsikologis didalam sehat, sakit, dan perilaku sehat (Albery dan Munafu, 2007 dalam Hardianti, 2013).

2.2. Respon Psikologis terhadap Penyakit Fisik

Semua Penyakit fisik mempunyai efek psikologi (Ingram, 1993). Penyakit-penyakit yang mempengaruhi pada kehidupan pasien. Penyakit akut dan Penyakit-penyakit kronis juga mengalami perubahan pada fisik, sosial dan psikologis. Pasien merasakan bahwa mereka tidak mampu mengatasi masalah sehingga memiliki perasaan seperti kecemasan dan depresi (Taylor, 1995). Kecemasan dan depresi ini merupakan respon yang lazim dan jelas. Respon ini dapat bervariasi sesuai dengan jenis penyakit yang dialami, kepribadian, dan latar belakang sosial dari pasien tersebut.


(30)

3. Depresi

3.1.Pengertian

Salah satu penyebab dari depresi pasa pasien dengan penyakit neurologis adalah kombinasi dari fisik dan psikologis yang beraspek kepada emosi kecemasan hingga akhirnya depresi( Schup dan Chaple 2010, Taylor, 2006 dalam Darussalam 2011 ).

Depresi adalah suatu gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan sedih dan berduka secara berlebihan dan berkepanjangan. Kesedihan dan kelambanan dapat menonjol atau dapat terjadi agitasi seperti menarik diri, tidak mau bicara, malas mandi dan makan (Sunaryo, 2014). Depresi adalah perasaan sedih, pesimis, dan merasa sendirian yang merupakan bagian dari depresi mayor dan gangguan masalah mood lainnya (Kaplan & Sadock, 1996). 3.2. Gejala Klinis

Gejala klinis depresi ialah keadaan emosi yang tertekan sebagian besar dalam satu hari, hampir setiap hari yang ditandai oleh laporan subjektif. Menurut Keltner (dkk, 1999 dalam Maulida, 2012) beberapa gejala yang mungkin terjadi pada seseorang yang mengalami depresi yaitu :

- Kehilangan minat atau rasa nikmat terhadap semua, atau hampir semua kegiatan sebagian besar watu dalam satu hari, hampir setiap hari. - Kehilangan berat badan yang signifikan saat tidak melakukan diet atau

bertambah berat badan ssecara signifikan. - Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari


(31)

- Perasaan kelelahan atau kehilangan kekuatan hampir setiap hari

- Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan atau tidak wajar hampir setiap hari.

- Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi - Berulang kali muncul pikiran untuk kematian atau untuk bunuh diri. 3.3.InstrumenZung Self-rating Depression Scale(ZSDS)

Zung Self-rating Depression Scaleadalah alat pengukuran yang dikembangkan oleh William WK Zung pada tahun 1960. Inu wicaksono telah mengadaptasi instrumen ini dan telah menguji validitas dan reliabilitasnya. ZSDS terdiri dari 20 iteem, masing-masing dengan skor 1-4. Dari jumlah skor yang diperoleh dapat dikategorikan dengan skor total kurang 50 berarti tidak depresi, 50-59 mengalami depresi ringan, 60-69 mengalami depresi sedang dan 70 atau lebih mnegalami depresi berat.

4. Kecemasan

4.1. Pengertian

Setelah seseorang terdiagnosa oleh suatu penyakit makan ada respon yang muncul, yaitu kecemasan. Banyak pasien yang kewalahan karena perubahan pada kehidupan mereka seperti penyakit-penyakit yang mengancam kehidupan sehingga menimbulkan perubahan emosi (Taylor, 1995).

Kecemasan (ansietas) merupakan istilah yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari, yakni menggambarkan keadaan kekhawatiran, kegelisahan yang tidak menentu, atau reaksi ketakutan dan tidak tentram yang terkadang disertai berbagai keluhan fisik (Ermawati, dkk, 2009).


(32)

Kecemasan adalah respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup. Ansietas merupakan pengalaman emosi dan subjektif tanpa ada objek yang spesifik sehingga orang merasakan suatu perasaan was-was seolah-olah ada sesuatu yang buruk akan terjadi dan pada umumnya disertai gejala-gejala otonomik yang berlangsung beberapa waktu (Stuart dan Laraia, 1998).

4.2. Tingkatan Kecemasan

Pieter(dll, 2011), meyebutkan beberapa tingkatan kecemasan yaitu : a. Kecemasan Ringan

Respons-respons fisiologis orang yang mengalami ansietas ringan adalah sesekali mengalami nafas pendek, naiknya tekanan darah dan nadi, muka berkerut, bibir bergetar, dan mengalami gejala pada lambung. Respons kognitif yaitu lapang peresepsi melebar, dapat menerima rangsangan yang kompleks, konsentrasi pada masalah dan dapat menjelaskan masalah secara efektif. Respon perilaku dan emosi adalah tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan, suara kadang-kadang meninggi.

b. Kecemasan Sedang

Respons-respons fisiologis dari orang yang mengalami ansietas sedang adalh sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah meninggi, mulut kering, anoreksia, diare, monstipasi, dan gelisah. Respons kognitif orang yang mengalami ansietas sedang adalah lapang persepsi yang menyempit, rangsangan luar sulit diterima, berfokus


(33)

terhadap apa yang menjadi perhatian. Respons perilaku dan emosi adalah gerakan-gerakan tersentak, mereams tangan, sulit tidur, dan perasaan tidak aman.

c. Kecemasan Berat

Respons-respons fisiologis adalah nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, banyak berkeringat, rasa sakit kepala, penglihatan kabur, dan mengalami ketegangan. Respons kognitif orang yang mengalami ansietas berat adalah lapangan persepsi yang sangat sempiy dan tidak mampu menyelesaikan masalah. Respons perilaku dan emosinya addalah terlihat dari perasaan tidak aman, verbalisasi yang cepat, danblocking.

d. Panik (Berat Sekali)

Pada tingkatan panik lapangan persepsi seseorang sudah sangat sempit dan sudah mengalami gangguan sehingga tidak bisa mengendalikan diri lagi dan sulit melakukan apapun walaupun dia sudah diberikan pengarahan. Respons-respons fisiologis panik adalah napas pendek, rasa tercekit, sakit dada, pucat, hipotensi, dan koordinasi motorik yang rendah. Adapun respons perilaku dan emosinya terlihat agitasi, mengamuk, dan marah-marah, ketakutan, berteriak-teriak,blocking, kehilangan kontrol dan memiliki persepsi yang kacau.


(34)

4.3. InstrumenHamilton Rating Scale-Anxiety(HRS-A)

Kecemasan dapat diuukur menggunakan alat ukur yang disebut Hamilton Rating Scale-Anxiety (HRS-A). Skala HRS-A merupakan pengukuran kecemasan yang didasarkan pada munculnya tanda dan gejala pada individu yang mengalami kecemasan. Menurut skala tersebut terdapat 14 symptoms yang nampak pada individu yang mengalami kecemasan. Setiap item diberi tingkatan skor antara 0 sampai dengan 4. Seluruh nilai total dapat dikategorikan, bila kurang 14 tidak ada kecemasan, 14-20 kategori kecemasan ringan, 21-27 kategori kecemasan sedang, 28-41 kategori kecemasan berat, 42-56 kategori kecemasan berat sekali.Skala HRS-A telah dibuktikan memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi.

Skala HRS-A menurut Nursalam (2003) penilaian kecemasan terdiri dari 14 item, meliputi :

a. Perasaan cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tersinggung.

b. Ketegangan, merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah terganggu dan lesu.

c. Ketakutan seperti takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila tinggal sendiri, dan takut pada binatang besar.

d. Gangguan tidur, sukar memulai tidur, terbangun dimalam hari, tidur tidak pulas dan mimpi buruk.

e. Gangguan kecerdasan, seprti penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit konsentrasi


(35)

f. Perasaan depresi seperti hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hobby, sedih, perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari. g. Gejala somatic nyeri pada otot-otot dan kaku, gertkana gigi, suara

tidak stabil, dan kedutan otot

h. Gejala sensorik misanlnya seperti ditusuj-tusuk, penglihatan kabur, muka merah dan pucat seperti merasa lemah.

i. Gejala kardiovaskuler seperti takikardi, nyeri di dada, perasaan tercekik, sering menarik napas panjang dan merasa napas pendek j. Gejala gastrointetinal seperti sulit menelan, obstipasi, berat badan

menurun, mual dan muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah makan, perasaan panas diperut.

k. Gejala pernapasan seperti rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering menarik napas panjang dan merasa napas pendek.

l. Gejala urogenital seperti sering kencing, tidak dapat menahan kencing, aminorea, reksi lemah atau impotensi.

m. Gejala vegetatif seperti mulut kering, mudah berkeringat, muka merah, bulu roma berdiri, pusing atau sakit kepala.

n. Perilaku sewaktu wawancara seperti gelisah, jari-jari gemetar, mengkerutkan dahi atau kening, muka tegang , tonus otot meningkat dan napas pendek dan cepat.


(36)

5. Konsep Kognitif

5.1.Pengertian

Kognitif adalah kemampuan berpikir dan memberikan rasional,termasuk proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan (Ahmad, 2012) .Fungsi kognitif dimaksudkan untuk menunjukkan kemampuan seseorang dalam belajar, menerima, dan mengelola informasi dari lingkungan sekitarnya. Kerusakan otak merupakan faktor yang mempengaruhi fungsi kognitif, sehingga memunculkan manifestasi gangguan fungsi kognitif. Kerusakan hemisfer kiri dan kanan memberikan wujud gejala yang berbeda karena telah terjadi proses lateralisasi dari fungsi-fungsi tertentu ke salah satu hemisfer (dominasi serebral). Kerusakan hemisfer kiri akan menimbulkan gangguan kemampuan berbahasa, membaca, menulis, menghitung, memori verbal dan gerakan motorik terampil. Kerusakan hemisfer kanan akan menimbulkan gangguan fungsi visuospasial (persepsi), visuomotor, pengabaian (neglect), memori visual, dan koordinasi motorik (Harsono, 2007).

5.2. Aspek Kognitif

Menurut Kemenkes (2010), aspek kognitif meliputi:

a. Orientasi merupakan kemampuan untuk mengaitkan keadaan sekitar dengan pengalaman lampau. Orientasi terhadap waktu dan tempat dapat dianggap sebagai ukuran memori jangka pendek, yaitu kemampuan pasien memantau perubahan sekitar yang kontinue. Bila orientasi pasien terganggu, hal ini dapat merupakan pentunjuk bahwa memori jangka pendeknya mungkin terganggu.


(37)

b. Registrasi menggunakan perhatian untuk menduplikasi informasi, dan bagian dari kemampuan mengingat dengan mengulang kembali apa yang telah disebutkan.

c. Atensi merupakan kemampuan untuk memfokuskan (memusatkan) perhatian pada masalah yang dihadapi. Konsentrasi merupakan hal yang penting dalam belajar. Hal ini memberikan kemampuan untuk memproses hal penting yang dipilih dan mengabaikan yang lainnya. Visuospasial merupakan fungsi kognitif yang kompleks mengenai kemampuan tata ruang, termasuk menggambar 2 maupun 3 dimensi. Pada gangguan visuospasial penderita mudah tersesat di lingkungannya.

d. Memori menghubungkan masa lalu dengan masa kini. Memori membuat kita mampu menginterpretasi dan bereaksi terhadap persepsi yang baru dengan mengacu kepada pengalaman lampau. Evaluasi yang akurat dan tepat dari fungsi memori merupakan salah satu bidang yang paling penting dalam evaluasi fungsi kognitif. Mereka mungkin lupa tanggal, lupa rincian pekerjaan atau gagal mengingat janji di luar kegiatan rutin.

e. Bahasa merupakan fungsi kognitif dasar bagi komunikasi pada manusia. Bila terdapat gangguan pada bahasa, penilaian faktor kognitif yang lain agak sulit untuk diperiksa. Kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa merupakan hal yang sangat penting. Bila terdapat gangguan, hal ini akan mengakibatkan hambatan yang berarti bagi seseorang.


(38)

5.3. Penurunan Fungsi Kognitif Pada Pasien Saraf

Secara umum apabila terjadi gangguan pada otak, maka seseorang akan mengalami gejala yang berbeda, sesuai dengan yang terganggu yaitu (Stuart and Sundeen, 1995):

a. Gangguan pada lobus frontalis, akan ditemukan gejala-gejala kemampuan memecahkan masalah berkurang, hilang rasa sosial dan moral, impilsif, regresi.

b. Gangguan pada lobus temporalis akan ditemukan gejala amnesia dan demensia.

c. Gangguan pada lobus parietalis dan oksipitalis akan ditemukan gejala yang hampir sama, tapi secara umum akan terjadi disorientasi.

d. Gangguan pada sistim limbik akan menimbulkan gejala yang bervariasi seperti gangguan daya ingat, memori, dan disorientasi.

5.4.Prinsip Dasar Stimulasi/Rehabilitasi Kognitif

Menurut Kemenkes (2010), prinsip dasar stimulasi/rehabilitasi kognitif adalah menilai gangguan yang berkaitan dengan fungsi dan struktur otak tertentu dengan cara menganalisis proses kognitif. Adapun prinsip dasar stimulasi/rehabilitasi kognitif adalah sebaggai berikut:

a. Stimulasi/rehabilitasi kognitif berkaitan erat dengan proses belajar dengan penekanan pada penguatan fungsi-fungsi yang hilang, kemampuan diri, dan kontrol diri.


(39)

b. Stimulasi/rehabilitasi kognitif dilaksanakan dengan melakukan diagnostik medis dan diagnostik neuropsikologis, untuk melihat gangguan yang terjadi dan penyebabnya meliputi perspektif fisik, kognitif, emosi, dan sosial.

c. Sesi stimulasi/rehabilitasi kognitif selalu terstruktur dan terencana dengan membangun aktivitas dengan referensi dari kedua pengukuran (pengukuran gangguan kognitif dan gangguan aktivitas sosial/sehari-hari) dengan data yang ada dan merespon kebutuhan evaluasi objektif untuk menilai efektivitas terapi.

d. Rehabilitasi kognitif bersifat fleksibel dan memberikan pemahaman penderita untuk lebih memahami kondisi saat ini sehingga dapat beradaptasi dengan memunculkan kemampuan-kemampuan baru yang adaptif serta memodifikasi/merubah pemikiran, perasaan dan emosi negatif.

e. Pendekatan stimulai/rehabilitasi sosial dilakukan dengan dukungan dari terapis, klien, dan anggota keluarga yang menyembuhkan. Pendekatan dilakukan dengan melalui partisipasi aktif dan berorientai pada tujuan yang terfokus untuk mengatasi problem pasien agar dapat membangun kepercayaan diri.

5.5. Instrumen pengukuran kognitifMini Mental Status Examination(MMSE) Mini Mental Status Examination merupakana pemeriksaan status mental singkat dan mudah diaplikasikan yang telah dibuktikan sebagai instrumen yang dapat dipercaya serta valid untuk mendeteksi dan mengikut perkembangan gangguan kognitif yang berkaitan dengan penyakit neurodegeneratif. MMSE


(40)

menjadi suatu metode pemeriksaan status mental yang digunakan paling bnayak didunia(Zulsita,2010).

Mini Mental Status Examination (MMSE) merupakan skala terstruktur yang terdiri dari 30 poin yang dikelompokkan menjadi 7 kategori. Skor MMSE diberikan berdasarkan jumlah item yang sempurna; skor yang makin rendah mengindikasikan gangguan kognitif semakin parah. Skor 23-30 merupakan fungsi kognitif normal, 17-23 indikkasi mungkin terdapat gangguan kognitif (probable gangguan kognitif), 0-16 indikasi mengalami gangguan kognitif (definite gangguan kognitif).


(41)

1. Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi Gambaran psikologis dan kognitif pada pasien gangguan sistem saraf di RSUP H.Adam Malik Medan.

Skema 3.1. Kerangka Penelitian Gambaran Psikologis dan Kognitif pada Pasien Gangguan Sistem Saraf di RSUP HAM Medan

Gangguan sistem saraf

Kecemasan

Kognitif

Depresi

-Tidak mengalami kecemasan - ringan -sedang - berat - berat sekali

-Tidak mengalami depresi

- ringan -sedang - berat

- kognitif normal - kemungkinan gangguan kognitif - ada gangguan kognitif Psikologis


(42)

2. Defenisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Depresi

Kecemasan

Kognitif

Gangguan mood yang terjadi pada pasien dengan penyakit saraf

Perasaan atau ketidakstabilan

psikologis yang ditandai dengan gejala fisiologis, psikologis yang terjadi pada saat individu mengalami tekanan perasaan, frustasi, khawatir dan ketakutan oleh pasien yang mengalami gangguan sistem saraf

Penilaian intelektual yang terkait dengan fungsi otak yang meliputi penilaian orientasi, registrasi, perhatian dan

kalkulasi, mengingat, serta bahasa pada pasien yang

mengalami gangguan

Kuesioner Zung Self-rating Depression Scale (ZSDS) Kuesioner Hamilton Rating Scale-Anxiety( HRS-A) Mini Mental Status Examinatio n(MMSE) Tingkat depresi dengan kategori : <50= tidak depresi 50-59= depresi ringan 60-69= depresi sedang >69= depresi berat Tingkat kecemasan dengan kategori : <14 = tidak ada kecemasan 14-20 = kecemasan ringan 21-27= kecemasan sedang 28-41= kecemasan berat 42-56= kecemasan berat sekali Kognitif dengan kategori : 24 -30: fungsi kognitif normal

Ordinal

Ordinal


(43)

sistem saraf 17-23 : Mungkin terdapat gangguan fungsi kognitif (probable gangguankogn itif)

0-16 : Fungsi kognitif terganggu (definite gangguan kognitif)


(44)

1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain deskriptif yang bertujuan untuk melihat gambaran psikologis dan kognitif pada pasien dengan gangguan sistem saraf di RSUP H. Adam Malik Medan.

2. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling 2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek atau objek yang diteliti (Notoatmodjo, 2012). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien yang mengalami gangguan sistem saraf di RSUP H. Adam Malik Medan. Data yang didapatkan pada bulan Mei hingga Juni adalah 32 orang.

2.2 Sampel

Sampel merupakan sebagian dari populasi yang diteliti (Notoatmodjo, 2012). Pada penelitianinipenelitimenentukan jumlah sample dengan rumus

d = Tingkat signifikansi (d=0,05)

n= N

1 + N (d)2

Keterangan:

n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi d = Tingkat signifikansi


(45)

Berdasarkan rumus diatas didapatkan jumlah sampel yaitu : n = N

1 +N( ) n = 32

1 +32(0,05 ) n = N

1 + 0,08 n = 30

Jumlah sampel yang didapatkan adalah 30 orang. Kriteria inklusi sampel pada penelitian ini adalah:

1. Pasien yang mengalami gangguan sistem saraf di RSUP H. Adam Malik Medan 2. Pasien yang dapat berkomunikasi,membaca dan menulis

3. Bersedia menjadi responden 4. Pasien dengan kesadaran penuh 2.3.Teknik Sampling

Teknik Sampling merupakan teknik pengambilan sampel untukdigunakand alam penelitian (Sugiyono, 2011).Pengambilan sampel diambil dengan cara non probability sampling melalui purposive sampling, yaitu teknikpengambilan sampel yang tidak memberikan peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Notoatmodjo,2012).

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rindu A4 RSUP H. Adam Malik Medan. Alasan peneliti melakukan penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan adalah RSUP H.


(46)

Adam Malik Medan merupakan rumah sakit pendidikan sekaligus rumah sakit rujukan dimana banyak pasien yang mengalami gangguan sistem saraf . Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada tanggal April 2015 sampai Mei 2015. 4. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat izin untuk meneliti dari Fakultas Keperawatan USU dan RSUP H. Adam Malik Medan dan mendapat persetujuan Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan USU (Ethical Clearance). Setelah mendapatkan persetujuan, peneliti mulai melakukan penelitian pada responden yang memenuhi kriteria dengan terlebih dahulu memperkenalkan diri, memberi penjelasan secara lengkap tentang tujuan dan manfaat kegiatan penelitian serta memberikan lembar persetujuan kepada responden untuk meminta persetujuan responden berpartisipasi dalam penelitian sesuai dengan kode etik yang berlaku tanpa ada unsur paksaan (informed consent). Apabila responden bersedia untuk diteliti maka responden dipersilahkan menandatangani lembar persetujuan yang telah dibuat dan mengisi lembar kuesioner penelitian yang telah disiapkan oleh peneliti. Jika responden tidak bersedia atau menolak untuk berpartisipasi maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati hak responden. Dalam menjaga kerahasiaan informasi responden, peneliti tidak mencantumkan nama responden pada instrumen penelitian, cukup dengan mencantumkan inisial responden. Kerahasiaan responden terjamin (confidentiality) dimana peneliti meyakinkan responden bahwa partisipasinya dalam penelitian atau informasi yang telah diberikan dijamin kerahasiaannya dan


(47)

tidak akan dipergunakan dalam hal-hal yang bisa merugikan responden dalam bentuk apapun.

5. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan instrumen dalam bentuk kuesioner dan lembar observasi, yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang diketahui (Arikunto, 2010). Kuesioner terdiri dari tiga bagian yaitu kuesioner data demografi dan kuesioner depresi untuk psikologis dan kognitif.

Kuesioner data demografi Berisi 4 item yang meliputi inisial, jenis kelamin, umur, jenis penyakit. Responden diminta untuk mengisi jawaban sesuai pertanyaan.

Kuesioner Psikologis mengguanakan penilaian tingkat depresi dan kecemasan. Penilaian tingkat depresi menggunakan instrumen Zung Self-rating Depression Scale(ZSDS) yang terdiri dari 20 item, masing-masing dengan skor 1 sampai 4. Dari 20 item tersebut 10 pernyataan bersifat positif dan 10 pernyataan bersifat negatif. Dari jumlah skor yang diperoleh dapat dikategorikan dengan skor total kurang 50 berarti tidak depresi, 50-59 mengalami depresi ringan, 60-69 mengalami depresi sedang dan 70 atau lebih mengalami depresi berat.

Penilaian untuk tingkat kecemasan menggunakan instrumenHRS-A yang terdiri dari 14 pertanyaan. Setiap pertanyaan mendapatkan nilai 0 untuk jawaban yang tidak ada gejala, nilai 1 untuk jawaban gejala ringan, nilai 2 untuk jawaban gejala sedang, nilai 3 untuk jawaban gejala berat dan nilai 4 untuk gejala berat sekali. Seluruh nilai total dapat dikategorikan, bila kurang 14 tidak ada


(48)

kecemasan, 14-20 kategori kecemasan ringan, 21-27 kategori kecemasan sedang, 28-41 kategori kecemasan berat, 42-56 kategori kecemasan berat sekali.

Untuk penilaian Kognitif menggunakan Folstein Mini Mental State Examination (MMSE).MMSE diperkenalkan olehFolstein, et al (1975) untuk menilai kognitif pasien dewasa.Instrumen inim engandung 11 item dalam 2 bagian.Bagian pertama berupa respon verbal untuk menilai orientasi, memori dan perhatian.Bagian kedua untuk menilai kemampuan memberi nama pada objek,

Kemampuan mengulang pembicaraan dan mengikuti perintah tertulis, membuat kalimatt ertulis dan meniru gambar poligon. Penilaian MMSE membutuhkanwaktusekitar 10 menit.Nilai MMSE beradapadarentang 0-30.DenganSkor 24-30 merupakan fungsi kognitif normal, 17-23 indikkasi mungkin terdapat gangguan kognitif (probable gangguankognitif), 0-16 indikasi mengalami gangguan kognitif (definite gangguankognitif).

Instrumen pengumpulan data MMSE (Mini Mental State Examination) terdiri dari:

a. Orientasi

1) Pasien diminta menyebutkan hari, tanggal, bulan, tahun, dan musim sekarang dengan skor masing-masing jawaban jika benar 1 dan salah 0, jumlah skor 5. 2) Pasien diminta menyebutkan negara, provinsi, kota, RS, dan bagian RS


(49)

b. Registrasi

Pemeriksa menyebutkan 3 nama benda dengan antara 1 detik waktu menyebutkan nama benda tersebut diantaranya garputala, reflek hummer, tongue spatel. Setelah selesai menyuruh penderita menyebutkan, memberi skor 1 untuk tiap benda yang benar dan 0 untuk jawaban benda yang salah, jumlah skor 3.

c. Perhatian dan Kalkulasi

Pasien diberi hitungan kurangg 7, 100-7 pendapatannya dikurangi lagi dengan 7, demikian seterusnya sampai 5 jawaban. Jadi 100-7=93-7=86-7=79-7=72-7=65.

Atau pasien disuruh mengeja kata “WAHYU” secara terbalik (UYHAW). Skor 1

untuk setiap jawaban yang benar, dan 0 untuk yang salah, jumlah skor 5.

d. Mengingat Kembali

Menanyakan kembali nama benda yang telah disebutkan pada pertanyaan nomor 3. Beri skor 1 bagi jawaban yang benar, salah dengan skor 0. Jumlah skor 3.

e. Bahasa

1) Menunjukkan buku dan pulpen. Menyuruh pasien menyebutkan nama benda yang ditunjuk. Beri skor 1 untuk jawaban yang benar dan skor 0 untuk jawaban yang salah. Jumlah skor 2.

2) Menyuruh pasien mengulang kalimat berikut “Tanpa kalau, dan atau tetapi”. Beri skor 1 untuk pernyataan kalimat yang benar dan skor 0 untuk kalimat yang salah. Jumlah skor 1.


(50)

“Ambil kertas dengan tangan kananmu”

“Lipat dua kertas”

“Dan letakkan kertas itu dilantai”

Beri skor 1 untuk setiap tindakan pasien yang benar dan skor 0 untuk setiap tindakan yang salah. Jumlah skor 3.

4) Pemeriksa menulis kalimat suruhan dan meminta pasien melakukannya

“Angkatlahtangankirianda”

5) Meminta pasien menulis satu kalimat pilihan sendiri (Kalimat harus mengandung subyek dan obyek serta mempunyai makna, sallah eja tidak diperhitungkan bila memberi skor). Skor 1 untuk tulisan yang sesuai, dan skor 0 bila tidak sesuai.

6) Meminta pasien mengkopi, gambar di bawah ini

Beri skor 1 bila semua sisi digambar dan potongan antara segi lima tersebut membentuk segi empat, skor 0 bila tidak sesuai. Jumlah skor 1.

6. Validitas dan Reliabilitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih memiliki


(51)

validitas yang tinggi. Sebaliknya, instrumen yang kurang valid berarti meliliki validitas yang rendah ( Arikunto, 2010).

Reliabel artinya, dapat dipercaya, jadi dapat diandalkan. Reliabilitas menunjukkna bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik (Arikunto,2010).

Kuesioner psikologis dengan penilaian depresi menggunakan instrumen Self-rating Depression Scale(ZSDS) yang terdiridari 20 pernyataan . Untuk kuesioner kecemasan menggunakan berdasarkan Hamilton Rate Scale-Anxiety yang terdiri atas 14 pertanyaan. Untuk kedua instrumentersebuttelah dilakukan uji reliabilitas di Rumah Sakit Umum H.Adam Malik Medan.

Untuk kuesioner kognitif yang menggunakan instrumen Mini Mental Status Examination(MMSE) memiliki validitas dan reliabilitas dengan rentang 0,89 – 0,98. Didepartemen Neurologi Rumah sakit X iangnya, Central South University diperoleh nilai Alpha Cronbach 0,90 ( Tang et al, 2005 dalam Ardi, 2011).

7. Pengumpulan Data

Langkah-langkah pengumpulan data dengan pendekatan formalkepada Direktur, Selanjutnya meminta izin kepada kepala ruangan rawat inap di lingkungan. Setelah diberikan izin oleh kepala ruangan kemudian dilakukan pemilihan sampel yang memenuhi kriteria inklusi, sampel yang bersediamenjadi responden kemudian dilakukan pendekatan informasi dengan membina hubungan saling percaya dengan memperkenalkan diri, kemudian menjelaskan maksud dan


(52)

tujuan penelitian. Yang terakhir adalah memberikan lembar persetujuan dan jika subyek bersedia untuk diteliti maka harus menandatangani lemba rpersetujuan. 8. Analisa Data

Setelah semua data terkumpul, maka dilakukan analisa data melalui beberapa tahap, yaitu editing untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan serta memastikan bahwa semua pertanyaan telah diisi oleh responden. Setelah itu, melakukan coding untuk memberikan kode terhadap data sehingga memudahkan peneliti melakukan pengolahan dan analisa data. Selanjutnya melakukan pengolahan data dengan tehnik komputerisasi, yaitu dengan melakukan entri data dan analisa data statistik deskriptif. Analisis data yang digunakan untuk instrument penelitian adalah analisis univariat yang bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan setiap variabel penelitian. Umumnya analisis ini hanya menganalisis distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel. Hasil dari analisa data penelitian yang dilakukan oleh peneliti disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase (Arikunto, 2010).


(53)

Padabab ini akan diuraikan data hasil penelitian serta pembahasan mengenai gambaran psikologis dan kognitif pada pasien gangguan sistem saraf di RSUP H. Adam Malik Medan.

1. Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini didapat dari pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti mulai 24 Mei 2015 sampai denga 25 Juni 2015 di RSUP H. Adam Malik Medan. Responden dalam penelitian ini adalah pasien gangguan sistem saraf dengan jumlah responden sebanyak 30 orang.Penyajian hasil analisa data dalam penelitian ini meliputi data demografi dan data instrumen.

1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RSUP H. Adam Malik Medan yang terletak di Jl. Bunga Lau No. 17, Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara dengan luas tanah ± 10 Ha. RSUP H. Adam Malik Medan merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 339/Menkes/SK/VIII/1990 dan juga sebagai rumah sakit pendidikan sesuai dengan SK Menkes No. 502/Menkes/SK/IX/1991 yang memiliki visimenjadi pusatrujukan pelayanan kesehatan pendidikan dan penelitian yang mandir Zi dan unggul di Sumatera tahun 2015.


(54)

1.2 Karakteristik Responden

Deskripsi karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin, usia, jenis penyakit. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas responden berjenis kelamin perempuan yaitu sejumlah 19 orang (63,3%) dan mayoritas responden berusiaberusia 41-60 tahun yaitu sejumlah 22 orang (73,3%) danjenis gangguan saraf yang paling banyak adalah penyakit stroke 17 orang (56,6%).

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Pasien Gangguan Sistem Saraf di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2015

Data Demografi Frekuensi (f) Persentase (%) Jenis Kelamin

Laki-laki 11 36,7

Perempuan 19 63,3

Usia

18-40 tahun(dewasa dini) 2 6,7

41-60 tahun(dewasa madya) 22 73,3

>60 tahun(dewasa lanjut ) 6 20,0

Diagnosa Medis

Stroke 17 56,6

SOL 7 23,3

SDH 1 3,3

Low Back Pain 1 3,3

Miestania Gravis 1 3,3

Aneurisma Intrakranial 1 3,3

Paraparese tipe UMN 1 3,3

Metastase Otak 1 3,3

Total 30 100

1.3. Gambaran Psikologis Berdasarkan Tingkat Kecemasan pada Pasien Gangguan Sistem Saraf di RSUP H. Adam Malik Medan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran tingkat kecemasan pada pasien yang mengalami gangguan sistem saraf adalah tidak ada kecemasan yaitu


(55)

10 orang (33,3%), kecemasan ringan yaitu sejumlah 12 orang ( 40%), kecemasan sedang yaitu 6 orang (20%), kecemasan berat yaitu 2 orang (6,7%), dan tidak ada pasien yang mengalami kecemasan berat.

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Psikologis Berdasarkan Tingkat Kecemasan pada Pasien Gangguan Sistem Saraf di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2015

Kategori Frekuensi (f) Persentasi (%)

Tidak mengalami kecemasan 10 33,3

Ringan 12 40,0

Sedang 6 20,0

Berat 2 6,7

Berat Sekali -

-Total 30 100,0

1.4. Gambaran Psikologis Berdasarkan Tingkat Depresi pada Pasien Gangguan Sistem Saraf di RSUP H. Adam Malik Medan

Hasil penelitian menunjukkan bahwagambaran tingkat depresi pada pasien yang mengalami gangguan sistem saraf adalah tidak mengalami depresi yaitu 9 orang ( 30,0%), depresi ringan yaitu 17 orang (56,7%), depresi sedang yaitu 3 orang (10,0%), dan depresi berat yaitu 1 orang (3,3%)

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi dan Persentase Psikologis Berdasarkan Tingkat Depresi pada Pasien Gangguan Sistem Saraf di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2015

Kategori Frekuensi (f) Persentasi (%)

Tidak mengalami depresi 9 30,0

Ringan 17 56,7

Sedang 3 10,0

Berat 1 3,3


(56)

1.5. Gambaran Kognitif pada Pasien Gangguan Sistem Saraf di RSUP H. Adam Malik Medan

Hasil penelitian menunjukkan bahwag ambaran kognitif pasien yang mengalami gangguan sistem saraf adalah Normal yaitu 16 orang (53,3%), kemungkinan mengalami gangguan kognitif yaitu 3 orang (10,0%), dan ada gangguan kognitif yaitu 11 orang (36,7%).

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi dan Persentase Kognitif pada Pasien Gangguan Sistem Saraf di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2015

Kategori Frekuensi (f) Persentasi (%)

Kognitif Normal 16 53,3

Kemungkinan ada Gangguan 3 10,0

Ada Gangguan 11 36,7

Total 30 100,0

2. Pembahasan

2.1. Psikologis Berdasarkan Tingkat Kecemasan pada Pasien Gangguan Sistem Saraf di RSUP H. Adam Malik Medan

Secara teorotis kecemasan merupakan respon psikologis seseorang pada situasi tertentu, dalam hal ini situasi pasien dengan penyakit fisik. Hasilpenelitian yang didapat oleh peneliti menunjukkan bahwa gambaran tingkat kecemasan yang dialami pasien pada pasien gangguan sistem saraf di RSUP H.Adam Malik Medan adalah ringan (40%),

Respons-respons fisiologis orang yang mengalami ansietas ringan adalah sesekali mengalami nafas pendek, naiknya tekanan darah dan nadi, muka berkerut (tegang), bibirbergetar (Pieter, dkk 2011). Hal ini didukung dengan pernyataan


(57)

kuesioner nomor 14, bahwa ada 15 responden (50%) mengalami gejala ringan seperti nafas pendek,muka tegang. Gejala lain juga yang muncul ketika seseorang mengalami kecemasan adalah pasien mengalami kegelisahan, kekhawatiran, (Ermawati,dkk., 2009). Pada penelitian ini ditemukan bahwa 43,3% pasien merasakan kekhawatiran yang didukung oleh pernyataan nomor 1, dan 30 % responden mengalami kegelisahan didukung oleh pernyataan nomor 2. Pada penelitian ini didapatkan gejala yang paling tinggi dirasakan oleh pasien adalah kekhawatiran. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Lyketsos (2007), tentang gambaran kecemasan pada penyakit stroke yang menyatakan bahwa yang menyatakan pasien-pasien dengan penyakit stroke atau gangguan neurologis lainnya akan mengalami gejala emosional seperti pasienmenunjukkankhawatir, gelisah, kelelahan, konsentrasi yang buruk, dangangguantidurtanpakesedihan. Gejala dari kecemasan tersebut bisa sangat melemahkan pasien tersebut. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelirian yang dilakukan Srivastava (dkk, 2012) yang menyatakan bahwa pasien SOL tidak hanya mengalami gejala-gejala neurologis tetapi juga mengalami gejal-gejala neurologis yaitu cemas dan depresi.

Davis (1999), menyatakan bahwa gangguan kecemasancukup seringterjadi pada pasien yang memiliki gangguan neurologis.Bahkan, beberapa studi menunjukkan bahwa gangguan kecemasan terjadi lebihsering dari padagangguan mood pada pasien dengan kondisi neurologis. Hal ini sejalan dengan pernyataan Davies (et al,2011) bahwa gangguan kecemasan adalah gejala psikologis yang sering terjadi pada pasien dengan penyakit neurologis. Kondisi neurologis yang terganggu terdapat beberapa kesamaan antara gejala fisik dan gejala kecemasan


(58)

itu sendiri, seperti tremor.Gambaran kecemasan pada pasien gangguan sistem saraf di RSUP H.Adam Malik medan termasuk dam kategori ringan kemungkinan dapat dipengaruhi beberapa faktor meliputi hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden adalah perempuan (63,3%). Hal ini juga didukung olehpendapat Gunarso (1995) yang mengatakan lebih cenderung mengalami kecemasan dibandingkan laki-laki. Hal ini dikarenakan perempuan dirasa lebih sensitif terhadap permasalahan dan cenderung mengungkapkan perasaanya sehingga mekanisme koping perempuan kurang baik dibanding laki-laki. hal ini didukung juga oleh penelitian yang dilakukan oleh Furwanti (2014) bahwa perempuan akan merasa lebih cemas akan ketidakmampuannya dibandingkan dengan laki-laki yang cenderung lebih aktif, eksploratif sedangkan perempuan lebih sensitif. Usia pasien dalam penelitian ini adalah kelompok umur (41-60) sebanyak 73,3%. Hal ini sejalan dengan pendapat Stuart and Sudden( dalam Afrina,2013) yang menyatakan bahwa usia tua lebih rentan mengalami kecemasan dibandingkan usia muda. Hal ini berkaitan dengan status kesehatan seseorang, dimana dengan menurunnya status kesehatan seseorang maka akan mengalami tingkat kecemasan yang lebih besar.

Kondisi fisik pasien yang mengalami gangguan kesehatan khususnya neurologis dapat berbentuk seperti kelemahan, gangguan menelan, dan kelemahan lainnya. pasien cenderung hanya memikirkan ancaman serta efeknegatif yang ditimbulkan penyakitnya. Hal ini memberikan dampak negatif terhadap psikologinya sehinngga menimbulkan kecemasan. Faktor lain yang mempengaruhi berupa menurunnya kesempatan pasien untuk melakukan aktifitas


(59)

sehari-hari dan hilangnya kemandirian yang diakibatkan oleh pikiran negative dan rasa pesimis. adanya ancaman terhadap konsep diri dan harga diri juga yang akan menyebabkan kecemasan ini terjadi.

Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa tingkat kecemasan pasien dalam kategori ringan. Untuk menurunkan tingkat kecemasan tersebut pasien memerlukan dukungan keluarga, perawat dalam mengendalikan kebutuhan emosi pasien.

2.2. Psikologis Berdasarkan Tingkat Depresi pada Pasien Gangguan Sistem Saraf di RSUP H. Adam Malik Medan

Hasil penelitian yang didapatoleh peneliti menunjukkan bahwa gambaran tingkat depresi yang dialami pasien pada pasien gangguan sistem saraf di RSUP H.Adam Malik Medan adalahringan (56,7%)

Keltner (1999) gejala seseorang mengalami depresi adalah kehilangan minat atau rasa nikmat terhadap semua, atau hampir semua kegiatan sebagian besar dalam satu hari. Hal ini didukung oleh pernyataan kuesioner 20, responden sebanyak 46,7% kurang menikmati dengan kegiatan yang dikerjakannya. Ciri-ciri yang lain adalah kehilangan berat badan, hal ini seiring dengan pernyataan kuesioner nomor 7 bahwa 43,3,% responden mengalami perubahan berat badan namun tidak signifikan. Dan ciri lainnya juga pasien mengalami gangguan tidur. Hal ini sejalan dengan pendapat Basionny (2009) menjelaskan bahwa tanda-tanda pasien neurologis mengalami depresi adalah mengalami gangguan tidur, kelemahan , gangguan konsentrasi. Pada penelitian ini tanda dan gejala yang paling banyak dirasakan oleh pasien berdasarkan mean adalah adanya perasan


(60)

jantung berdenyut, perasaan ingin menangis dan penurunan harapan akan masa depan.

Salah satu diagnosa medis yang muncul pada penyakit neurologis pada penelitian ini adalah stroke. Penelitian yang dilakukan oleh Martutik dan Wigatiningsih (2010) juga menunjukkan bahwa tingkat depresi yang dialami pasien stroke adalah depresi ringan(45,6%). Pada penelitian ini juga pasien kedua terbanyak adalah pasien dengan penyakit SOL, dari hasil penelitian yang dilakukan Srivastava (dkk, 2012) menyatakan bahwa pasien SOLtidak hanya mengalami gejala-gejala neurologis tetapi juga mengalami gejal-gejala neurologis yaitu cemas dan depresi. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ponnudurai (dkk, 2010) yang menyatakan bahwa pasien dengan penyakit SOLakan mengalami gejala psikiatrik, dimana 25 dari 58 pasien mengalami gangguan mental yaitu depresi ringan.

Lyketsos (2007) mengatakan terjadinya peningkatan penyakit-penyakit neurologis seperti stroke, parkinson, alzheimer. Penyakit neurologis yang terkait dengan sistem saraf telah jelas bahwa akan ada gejala psikologis dari setiap penyakit neurologis. Gejala psikologis yang muncul mulai dari depresi hingga mania. Hal ini sejalan dengan pendapat Yasgur (2005), yang menyatakan bahwa penyakit-penyakit saraf memiliki resiko lebih tinggi depresi. Prevalensi tingkatan depresi untuk setiap jenis penyakitnya bervariasi.

Benedetti dan koleganya(2006), menyatakan bahwa adanya gangguan pada penyakit saraf ditemukan adanya depresi. Tingkatan depresi pada gangguan neurologis ini tergantung dari pasien tersebut. Kepekaan dari setiap pasien


(61)

berbeda tergantung dari gangguan neurologis yang dialami pasien. Hal ini sejalan dengan pendapat Chen dan Caller dalam (2014)yang menyebutkan bahwa depresi adalah salah satu gejala emosional yang muncul pada pasien neurologis. Insiden depresi tertinggi adalah pada pasien Multiple Sclerosis dan Alzheimer dan terendah pada pasien epilepsy.

Pada pasien dengan gangguan fisik khususnya yang berhubungan keotak akan mengalami gejala-gejala psikologis. Pasien dengan gangguan neurologis akan mengangalami lesi otak yang mempengaruhi sistem limbik (hipotalamus, amigdala dan cingulate gyrus) atau yang berhubungan ganglia basal yang menyebabkan pasien tersebut mengalami perubahan emosional( Butler, 2005).

Hasil penelitian ini yang menyebutkan bahwa pasien neurologis mengalami depresi sejalan dengan penelitian Yasgur (2013) yang mengatakan bahwa pasien-pasien gangguan neurologis mengalami depresi. Dibuktikan dengan ditemukannya pasien dengan penyakit Multiple Sclerosis mengalami depresi(34,7%), diikuti dengan penyakit Parkinson (33,4%), Alzheimer (31,5), dan epilepsy (22,4%).

Gambaran tingkat depresi pada pasien gangguan sistem saraf di RSUP H.Adam Malik Medan termasuk dalam tingkat ringan. Hal ini kemungkinan juga dapat dipengaruhi beberapa faktor yang ditemukan bahwa mayoritas responden adalah perempuan.Hal ini agak berbeda dengan keadaaan pada umumnya, kaum perempuan lebih berat aktivitas-sehari-hari dibanding laki-laki.Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yasgur(2013) bahwa prevalensi terjaadinya depresi lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki-laki setelah pasien tersebut menerima diagnosa penyakit neurologis. Faktor lainnya juga


(62)

dikarenakan umur dari responden masuk kedalam kategori kelompok usia (41-60) sebanyak (73,3%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sri Indari (2007, dalam Martutik,2010) bahwa golongan usia yang masih produktif lebih banyak terkena depresi, hal ini dimungkinkan karena usia yang lebih tua lebih bersifat pasrah terhadap keadaan dirinya.Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Yasgur (2013) bahwa pasien neurologis dengan usia dibawah 60 lebih sering mengalami depresi.

Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa tingkat depresi pasien paling banyak dalam kategori ringan namun masih ada pasien yang mengalami depresi berat. Hal ini perlu perhatian khusus dari keluarga dan perawat untuk mengurangi gejala-gejala depresi berat tersebut.

2.3. Kognitif pada Pasien Gangguan Sistem Saraf di RSUP H. Adam Malik Medan

Hasil penelitian yang didapatolehpenelitimenunjukkanbahwa gambaran kognitif yang dialami pasien pada pasien gangguan sistem saraf di RSUP HAM Medan adalah normal, (53,3%). Hasil ini tidak sejalan dengan teori yang menjelaskan bahwa gangguan kognitif yang disebabkan gangguan neurologis akibat adanya kerusakan pada otak, kelainan neurologis yang dapat menyebabkan gangguan kognitif dipengaruhi oleh tiga dimensi yaitu tergantung kepada tingkat keparahan, penyebaran lesi, patofisiologi yang mendasari kerusakan otak ( Kemenkes, 2010). Proses kognitif erat berhubungan dengan lokasi kelainan bagian otak. Kognitifadalahkemampuanberpikirdanmemberikanrasional,termasuk proses mengingat, menilai, orientasi, persepsidanmemperhatikan(Ahmad, 2012).


(63)

Kemenkes (2010), aspekkognitifmeliputi orientasi, registrasi, atensi, memori, danbahasa.Padapenelitian ini dengan aspek bahasa merupakan aspek yang paling tinggi. Ditemukan bahwa pasien gangguan sistem saraf berdasarkan skor observasi item 9 yaitu pasien mampu membaca dan melakukan perintah

“angkatlah tangan kiri anda”. Kemenkes (2010) menjelaskan bahwaBahasa merupakan fungsi kognitif dasar bagikomunikasi pada manusia. Bila terdapa tgangguan pada bahasa, penilaian faktor kognitif yang lain agaksulituntuk diperiksa. Kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa merupakan hal yang sangat penting. Bila terdapat gangguan, hal ini akan mengakibatkan hambatan yang berarti bagi seseorang.

Pada penelitian ini juga ditemukan bahwa pasien yang mengalami gangguan normal sebanyak 11 orang (36,7%). Dan aspek yang paling terganggu sesuai dengan frekuensi terbanyak yang diobservasi peneliti adalah aspek pada bagian item observasi nomor 11 dimana pasien diminta meniru gambar poligon.

Penelitian ini didapatkan gambaran kognitif normal dengan mayoritas responden berusia berusia 41-60 tahun yaitusejumlah 22 orang (73,3%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dayamaes (2013) yang menunjukkan bahwa usia lanjut (>60 tahun) berhubungan dengan penurunan kognitif. Kategori usia yang paling memiliki risiko mengalami gangguan kognitif adalah kategori usia Very Old ( >90 tahun),Old( 75-90) diikuti dengan Elderly (60-74 tahun). Hal ini sejalan juga dengan penelitian yang dilakukan Scanlan (2007 dalam Dayamaes 2013) yang menyatakan bahawa usia berhubungan dengan penurunan fungsi kognitif.


(64)

Hasil yang diperoleh berdasarkan ganggusan sistem saraf, stroke merupakan gangguan sistem saraf paling banyak dalam kategori normal. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kandou (2013), tentang gangguan kognitif pada pasien stroke ditemukan bahwa lebih dari setengah jumlah responden mengalami gangguan kognitif ringan hingga berat.Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti mayoritas pasien merupakan pasien yang baru pertama kali terkena penyakit tersebut dan responden pada penelitian ini merupakan pasien sadar sesuai dengan kriteria inklusi.

3.Keterbatasan Penelitian

Pada penelitian ini dalm penilaian kognitif menggunakan instrumen observasi yang lebih baik digunakan dengan kriteria pasien yang mengalami gangguan sistem saraf berulang agar mendapatkan hasil; yang lebih baik, sedangkan pada penelitian ini pasien yang pertama kali terdiagnosa termasuk dari responden yang akan diteliti.


(65)

1. Kesimpulan

Pasien gangguan sistem saraf di RSUP H.Adam Malik mengalami gangguan psikologis berdasarkan tingkat kecemasan adalah ringan yang ditandai dengan pasien mengalami kekhawatiran dan kegelisahandan berdasarkan tingkat depresi pada penelitian ini didapatkan hasil berada pada tingkat ringan. Ditandai dengan pasien mayoritas mengalami penurunan berat badan namun tidak signifikan dan pasien kurang menikmati apa yang dikerjakannya dan status kognitif pada pada penelitian ini adalah normal. Aspek yang paling tinggi adalah aspek bahasa yaitu

pasien mampu membaca dan melakukan perintah “angkatlah tangan kiri anda”

2. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas maka penulis memberikan saran sebagai berikut:

1) Bagi Perawat

Diharapkan bagi perawat meningkatkan pemberian informasi dalam berbagai program yang tepat dalam perawatan, pelayanan, bimbingan dan konseling mengenai kecemasan, depresi agar dapat menurunkan gangguan psikologis yang dialami pasien tersebut danmemberikan terapi atau latihan terkait dengan kognitif untuk meningkatkan status kognitif pada pasien dengan gangguan sistem saraf.


(66)

2) Bagi Penelitian Selanjutnya

Penelitian ini hanya menggambarkan psikologis dan kognitif pada pasien gangguan sistem saraf di RSUP H. Adam Malik Medan.Oleh karena itu, untuk penelitian selanjutnya diharapkan untuk meneliti hubungan antara psikologis dengan kognitif pada pasien gangguan sistem saraf.

3) Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan

Melalui institusi pendidikan, mahasiswa mempersiapkan diri menjadi perawat yang mampu melakukan asuhan keperawatan kepada pasien. Khususnya pada pasien yang mengalami gangguan sistenm saraf terkait dengan psikologis dan kognitif pasien tersebut. Oleh karena itu penelitian ini dapt digunakan sebagai sumber pengetahuan.


(67)

Umum Zainul Abidin Banda Aceh tahun 2013.Diunduh tanggal 07 juli 2015 darietd.unsyiah.ac.id/index.php?p=show_detail&id=2151.

Anwar, I.(2012).Dasar-dasar Statistika.Bandung: Alfabeta

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.Jakarta:RinekaCipta.

Arikunto, S. (2006). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah Edisi 2. Jakarta: Salemba medika

Asmadi.(2008).Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta:EGC

Bassiony,M,M.(2009). Depression and neurological disorders. Neuroscience;14(13):220-9.

Batticaca,Fransisca. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien Gangguan SistemPersarafan. Jakarta: Salemba Medika

Benedetti.,Bernasconni.,Pontiggia.(2006). Depression and Neurological Disorders.Current Opinion in Psychiatry,19(1):14-8.

Butler,C., Jemn, A,Z,J. (2005). Neurological syndromes which can be mistaken for psychiatric conditions.J Neurology Nursing psychiatry;76(suppl 1):i31-i38.

Chen,J,J., Caller,T,A.(2014). Comorbid depression in neurological disorders: a review of current treatments for depression in patients with post-stroke depression, parkinson disease, alzheimer disease, multiple sclerosis. epilepsy and migraine.

Craven,R,F., Hirnle,C,J. (2009). Fundamentals Of Nursing Sixth Edition.United States of America: Wolters Kluwer.

Davies,R,D., Gabbert,S,L.,Riggs,P,D.(2001). Anxiety disorders in neurologic illness.Current Treatment Options in Neurology,3.333-346.

Davis,S.(1999). Anxiety and neurological disorders. Seminars in Clinical Neurophsyciatry,98-102

Dayamaes, R.(2013). Gambaran Fungsi Kognitif Klien Usia Lanjut Di Posbindu Rosella Legoso Wilayah Kerja Ciputat Timur Tangerang Selatan.

Diunduh tanggal 15 Juli 2014 dari

repository.uinjkt.ac.id/dspace/.../rizhsky%20dayamaes.%20-%20fkik.pdf


(68)

Depkes RI. (2011). Profil kesehatan Indonesia 2000. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

Farley A et al. (2014).Nervous system: part 1 vol 28 no 31. Diunduh 19 November 2014.

Fletcher, K. (2005).Immobility: Geriatric Self-Learning Module.Medsurg Nursing—February 2005—Vol. 14/No. 1

Furwanti,E.(2014). Gambaran Tingkat Kecemasan pasien di Instalasi gawat darurat (IGD) RSUD Panembahan Senopati Bantul. Universitas Muhamadyah Yogyakarta.

Gunarso,S,D.,Gunarso,Y,D.(1995). Psikologi Perawatan.Jakarta:BPK Gunung Mulia

Hendrik,L,N. (2013).Thesis Depresi Berkorelasi dengan Rendahnya Kualitas Hidup Penyakit Parkinson.Denpasar: Universitas Udayana.

Idris, N., (2007). Depresi pada penderita stroke. Tanggal aksestanggal 24 November 20014 dari: http://hpstroke.wordpress.com/tag/psikologi-pasca-stroke.

Ingram,I,M et al.(1993).Catatan Kuliah Psikiatri. Jakarta:EGC

Kandou,L,F,J., Munayang,H., Hasra, I,W. (2013).Prevalensi Gangguan Fungsi Kognitif dan Depresi padaPasien Stroke di Irina F BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Universitas Sam Ratulangi Manado.

Karota, Bukit, E. (2003). Sleep Quality and Factor Interfering with Sleep AmongHospitalized Elderly in Medical Units Medan, Master of Nursing Science Thesis in Medical and Surgical NursingPrice of Songkla University.

Karren, T.; Jenni, A, O,: P.; Edward, M. (2010). Psychosocial Effects of Harboring an Untreated Unruptured Intracranial Aneurysm.Diunduh tanggal 15 November 2014.

Kemenkes.(2010). Pedoman rehabilitasi Kognitif. Diunduh tanggal 12 November2014.

Keltner., Schwecke., Bostrom.(1999). Psychiatric Nursing. Philippines: Mosb Inc Kozier, B,Erb,G., Berman, A., Synder, S.J.(2010). Buku Ajar Fundamental

Keperawatan;Konsep, Proses, & Praktik. Jakarta: Egc Lewis, D,W.Pediatric Migraine Neurology. Pediatric in Rev. 2007


(69)

Lyketsos,C,G.,Kozaver,N.,Rabins,R,V.2007. Psychiatric Manifestations of Neurologic Disease: Where are headed?.Dialogues Clin Neuroscience,9,111-124

Montalcini,R,L., Saraceno, B. (2006). Neurological Disorders Public Health Challenges.WHO: 1-232

Mulyatsih, E., (2003).Stroke; Petunjuk Praktik Bagi Pengasuh Dan Keluarga Pasien Pasca Stroke. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Murtutik, L., Wigatiningsih,H.(2010). Hubungan Aktivitas Dasar Sehari-hari dengan Tingkat Depresi pada Pasien Stroke di Ruang Anggrek I RSUD DR Moewardi Surakarta.Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia

Vol.1,No.1.

Notoatmodjo,S. (2012).Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Nursalam. (2011). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan.Jakarta: Penerbit salemba Medika.

Ponnudurai, R., Victoria, C,C., Srinivasan, B.,Rani A, Vikraman, S, T.,Raman, K.

(2010). A case of “space occupying lesion–acute haemorrhage in left

tempero parietalregion” presenting as depressive disorder :. Sri Ramachandra Journal of MedicineVol. 3, Edisi 1 . Diunduh tanggal 05

Agustus 2015 dari

http://www.sriramachandra.edu.in/university/pdf/research/journals/jan_jun_ 2010/jan_jun_2010_book_8.pdf

Potter, Perry. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Proses Dan Praktik. Ed. 4. Jakarta: EGC

Potter,Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik, Ed,4. Jakarta : EGC

Rafknowledge. (2004). Insomnia dan Gangguan Tidur Lainnya. Jakarta: Alex Media Komputindo.

Robbins, dkk. (2007).Buku Ajar Patologi.Edisi 7, Vol 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Sarigumilan,R. (2013). Hubungan Komponen Konsep Diri dengan KejadianDepresi pada Pasien Pasca Stroke di Poliklinik Saraf RSUP dr.m. Djamil Padang. Diunduh tanggal 20 07 Juli 2015 dari http://repository.unand.ac.id/18821/


(70)

Smeltzer, C,S.,Bare,G,B. (2002).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta: EGC.

Srivastava, S., Bhatia, M,S., Jhanjee, A., Gaur, A. (2010). Space occupying lesion presenting withpsychiatric manifestations.Delhi Psychiatry JurnalVol.15 No.2. Diunduh tanggal 03 Agustus 2015 dari http://medind.nic.in/daa/t12/i2/daat12i2p432.pdf

Sternberg,R,J. (2008).Psikologi Kognitif. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Administrasi Dilengkapi Dengan Metode R &D.Bandung: Penerbit Alfabeta.

Sunaryo.(2013).Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta:EGC

Syaifuddin,H.(2011).Anatomi Fisiologi:Kurikulum berbasais Kompetensi untuk Keperawatan dan Kebidanan.Edisi 4.Jakarta:EGC

Tarwoto. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan Edisi 2.Jakarta : Sagung Seto

Tarwoto., Wartonah., Suryati,E.S. (2007). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Sagung Seto.

Tayor,S.E.(1995).Health Psychology, Third Edition. Los Angeles: University of California

Wallin, et al. (2014). Cognitive dysfunction in multiple sclerosis: assessment, imaging, and risk factors.Report Information from ProQuest19 November 2014 01:11

World Health Organitation. (2001).Fact Sheet: Mental and Neurological Disorders.

Yasgur,A.S.(2013). Depression in neurogical disorders.The Lancet Neurology,815.


(71)

(72)

Lampiran 2 SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

(INFORMED CONCENT)

Nama : Ayu Febrina Panjaitan

NIM : 111101047

Semester : 8 (Delapan)

JudulPenelitian : Gambaran Psikologis dan Kognitif Pasien Gangguan Sistem Saraf di RSUP H.Adam Malik

Saya adalah mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang sedang melakukan penelitian. Penelitian yang saya lakukan merupakan salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran psiko-kognitif di RSUP HAM Medan. Penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan dan kemajuan ilmu keperawatan khususnya riset keperawatan.

Untuk keperluan tersebut, saya mengharapkan partisipasi Bapak/Ibu/ Saudara/ Saudari untuk menjadi responden dalam penelitian saya dan bersedia, dengan jujur tanpa dipengaruhi oleh orang lain. Data dan identitas Bapak/Ibu/Saudara/Saudari akan dirahasiakan dengan memberi kode dan menjadi tanggungjawab peneliti sepenuhnya. Partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/Saudari dalam penelitian ini bersifat sukarela.Oleh karena itu, ada kebebasan menerima menjadi responden penelitian atau menolak tanpa adanya sanksi apapun. Jika bersedia, silahkan menandatangani lembar persetujuan ini sebagai bukti kesukarelaan Bapak/Ibu/Saudara/Saudari. Atas kesediaan dan kerjasamanya, saya ucapkan terimakasih.

Medan, Mei 2015

Peneliti Responden


(1)

83


(2)

84


(3)

85


(4)

86


(5)

87


(6)

88