BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Persalinan - Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ibu Memilih Persalinan Sectio Caesarea Tanpa Indikasi Medis di Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Medan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Persalinan

  Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasii konsepsi (janin + uri) yang dapat hidup di luar dari dalam rahim melalui jalan lahir atau dengan cara lain (Mochtar, 2002). Menurut Bobak (2005), persalinan adalah proses pergerakan keluar janin, plasenta, dan membran dari dalam rahim melalui jalan lahir.

  Menurut caranya persalinan dapat dikelompokkan atas dua cara yaitu partus biasa atau partus normal dan partus luar biasa (abnormal). Partus biasa atau partus normal disebut juga partus spontan yaitu proses lahirnya bayi berdasarkan letak belakang kepala dengan tenaga ibu sendiri tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam. Partus luar biasa (abnormal) yaitu persalinan pervaginam abnormal dengan bantuan alat atau melalui dinding perut dengan operasi Caesar.

  2.1.1 Tanda-Tanda Permulaan Persalinan Sebelum terjadi persalinan sebenarnya beberapa minggu sebelumnya wanita memasuki "bulannya" atau "minggunya" atau

  "harinya" yang disebut kala pendahuluan. Tanda-tanda tersebut seperti lightening atau settling atau dropping yaitu kepala turun memasuki pintu atas panggul terutama pada primigravida, perut kelihatan lebih melebar, fundus uteri turun, perasaan sering-sering atau susah kencing

  (polakisuria) karena kandung kemih tertekan oleh bagian terbawah janin, perasaan sakit di perut dan dipinggang oleh adanya kontraksi- kontraksi lemah dari uterus, serviks menjadi lembek, mulai mendatar, dan sekresinya bertambah bisa bercampur darah (bloody show) (Mochtar, 2002).

  2.1.2 Tahapan persalinan Proses persalinan terdiri dari empat kala. Pada kala I pembukaan serviks sampai menjadi pembukaan lengkap 10 cm. Kala II adalah kala pengeluaran janin karena uterus dengan kekuatan his ditambah kekuatan mengedan mendorong janin keluar hingga lahir. Kala III waktu untuk pelepasan dan pengeluaran uri. Kala IV mulai dari lahirnya uri selama 1-2 jam.

  1). Kala I (Kala pembukaan) In partu (partus mulai) ditandai dengan keluarnya lendir bercampur darah (bloody show), karena serviks mulai membuka

  (dilatasi) dan mendatar (effacement). Darah berasal dari pecahnya pembuluh darah kapiler sekitar kanalis servikalis karena pergeseran ketika serviks mendatar dan terbuka.

  Kala pembukaan dibagi atas dua fase, yaitu fase laten: dimana pembukaan serviks berlangsung lambat sampai pembukaan 3cm berlangsung dalam 7-8 jam dan fase aktif: berlangsung selama 6 jam dan dibagi atas subfase yaitu periode akselerasi yang berlangsung 2 jam, pembukaan menjadi 4cm, periode dilatasi maksimal (steady) selama 2 jam pembukaan berlangsung cepat menjadi 9cm, periode deselerasi berlangsung lambat, dalam waktu 2 jam pembukaan menjadi 10cm atau lengkap. 2). Kala II (Kala Pengeluaran Janin)

  Pada kala pengeluaran janin, his terkoordinasi, kuat, cepat dan lebih lama, kira-kira 2-3 menit sekali. Kepala janin telah masuk ruang panggul sehingga terjadilah tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Karena tekanan pada rektum, ibu seperti rasa mau buang air besar, dengan tanda anus terbuka. Pada waktu his kepala janin mulai terlihat, vulva membuka dan perineum meregang. Dengan his mengedan yang terpimpin, akan lahir kepala, diikuti oleh seluruh badan j anin. 3). Kala III Setelah bayi lahir, kontraksi rahim istirahat sebentar.

  Uterus teraba keras dengan fundus uteri setinggi pusar, dan berisi plasenta yang menjadi tebal dua kali sebelumnya. Beberapa saat kemudian, timbul his pelepasan dan pengeluaran uri. Dalam waktu 5-1 menit seluruh plasenta terlepas, terdorong ke dalam vagina dan akan lahir spontan atau denagn sedikit dorongan dari atas simfisis atau fundus uteri. Seluruh proses biasanya berlangsung 5-30 menit setelah bayi lahir. Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah kirakira 100-200 cc (Mochtar, 2002).

  4). Kala IV Kala empat adalah kala pengawasan selam satu jam setelah bayi dan uri lahir untuk mengamati keadaan ibu terutama terhadap bahaya perdarahan postpartum. Observasi yang harus dilakukan pada kala IV meliputi tingkat kesadaran penderita, pemeriksaan tanda - tanda vital ; tekanan darah, nadi, dan pernafasan, kontraksi uterus, terjadinya perdarahan, perdarahan dianggap masih normal jika jumlahnya tidak melebihi 400 sampai 500 cc (Sumarah, 2009).

  2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persalinan Pada setiap persalinan harus diperhatikan faktor - faktor yang mempengaruhinya. Tiga faktor utama yang menentukan prognosis persalinan adalah jalan lahir (passage), janin (passanger), kekuatan (power) dan faktor lain juga sangat berpengaruh terhadap proses persalinan yaitu faktor posisi dan psikologis.

  a.

  Jalan Lahir (Passage) Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yakni bagian tulang padat, dasar panggul, vagina, dan introitus (lubang luar vagina). Meskipun jaringan lunak, khususnya lapisan - lapisan otot dasar panggul ikut menunjang keluarnya bayi, tetapi panggul ibu jauh lebih berperan dalam proses persalinan. Janin harus berhasil menyesuaikan dirinya terhadap jalan lahir yang relatif kaku. Oleh karena itu ukuran dan bentuk panggul harus ditentukan sebelum persalinan dimulai.

  b.

  Janin (Passanger)

  Passanger atau janin bergerak sepanjang jalan lahir merupakan

  akibat interaksi beberapa faktor, yakni ukuran kepala janin, presentasi, letak, sikap, dan posisi janin. Karena plasenta juga harus melewati jalan lahir, maka ia dianggap juga sebagai bagian dari passanger yang menyertai janin. Namun plasenta jarang menghambat proses persalinan pada kehamilan normal.

  c.

  Kekuatan (Power) Kekuatan terdiri dari kemampuan ibu melakukan kontraksi involunter dan volunter secara bersamaan untuk mengeluarkan janin dan plasenta dari uterus. Kontraksi involunter disebut juga kekuatan primer, menandai dimulainya persalinan. Apabila serviks berdilatasi, usaha volunter dimulai untuk mendorong, yang disebut kekuatan sekunder, dimana kekuatan ini memperbesar kekuatan kontraksi involunter (Sumarah, 2009)

2.2 Persalinan Sectio Caesarea

  Istilah Caesar berasal dari bahasa Latin caedere yang artinya memotong atau menyayat. Tindakan yang dilakukan tersebut bertujuan untuk melahirkan bayi melalui tindakan pembedahan dengan membuka dinding perut dan dinding rahim (Kasdu, 2003).

  2.2.1 Istilah

  a) Sectio caesarea primer (efektif)

  Dari semula telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan secara

  

sectio caesarea, tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya

pada panggul sempit.

  b) Sectio caesarea sekunder

  Dalam hal ini kita bersikap mencoba menunggu kelahiran biasa (partus percobaan), bila tidak ada kemajuan persalinan atau partus percobaan gagal, baru dilakukan sectio caesarea.

  c) Sectio caesarea ulang

  Ibu pada kehamilan yang lalu mengalami sectio caesarea (previous caesarean section) dan pada kehamilan selanjutnya dilakukan

  sectio caesarea ulang

  d) Sectio caesarea histerektomi

  Adalah suatu operasi dimana setelah janin dilahirkan dengan sectio

  caesarea, langsung dilakukan histerektomi oleh karena suatu indikasi (Mochtar, 2002).

  Bedah Caesar bisa dibedakan antara yang direncanakan dan yang tidak direncanakan. Di sini yang dibicarakan adalah tindakan operasi Caesar yang dilakukan karena adanya alasan medis. Apabila persalinan dipaksakan untuk dilakukan secara alami, akan mengancam keselamatan ibu dan janin. Hal ini terjadi karena kesulitan kehamilan yang sudah terdeteksi sejak dini, misalnya karena keadaan panggul yang sempit atau ibu mengalami plasenta previa. Keadaan ini biasanya sudah terdeteksi dari pemeriksaan kehamilan akhir semester tiga. Inilah yang disebut dengan operasi Caesar yang direncanakan atau operasi Caesar primer.

  Sementara itu, bedah Caesar yang tidak direncanakan biasanya baru diputuskan pada saat atau ketika persalinan berlangsung. Bedah Caesar yang mendadak bisa terjadi jika dokter memperkirakan bayi akan lahir alami, tetapi dalam perkembangan terakhir terjadi sesuatu di luar dugaan. Misalnya, setelah sekian lama tidak terjadi kemajuan dalam proses persalinan. Contohnya, kepala bayi tidak dapat keluar sehingga menyebabkan ibu kehabisan tenaga, sementara bayi sudah kehabisan oksigen karena terlalu lama berada di jalan lahir (Kasdu, 2003).

  2.2.2 Indikasi Sectio Caesarea Persalinan merupakan upaya melahirkan janin yang ada di dalam rahim ibunya. Jadi, apabila persalinan harus dilakukan dengan operasi, menurut buku Obstetrics and Gynecology, ada empat alasan yaitu untuk keselamatan ibu dan janin ketika persalinan harus berlangsung, tidak terjadi kontraksi, distosia (persalinan macet) sehingga menghalangi persalinan alami, dan bayi dalam keadaan keadaan darurat sehingga harus segera dilahirkan, tetapi jalan lahir tidak mungkin dilalui janin.

  Jadi, indikasi dilakukannya sectio caesarea dapat dibagi berdasarkan faktor janin dan ibu yaitu: a.

  Faktor janin 1.

  Bayi terlalu besar Berat bayi lahir sekitar 4.000 gram atau lebih (giant baby), menyebabkan sulit keluar dari jalan lahir.

  Selain janin besar, janin dengan berat badan kurang (<2,5 kg), lahir prematur, dan dismatur (intrauterine growth retardation) atau pertumbuhan janin terhambat, juga mengkaji pertimbangan dilakukannya sectio caesarea.

2. Kelainan letak janin

  Ada dua kelainan letak janin dalam rahim, yaitu letak sungsang dan letak melintang. Keadaan janin sungsang apabila letak janin di dalam rahim memanjang dengan kepala berada di bagian atas rahim, sementara pantat berada di bagian bawah rongga rahim. Sedangkan pada letak lintang atau miring yang menyebabkan poros janin tidak sesuai dengan jalan lahir. Pada keadaan ini, letak kepal pada posisi yang satu dan bokong akan berada sedikit lebih tinggi daripada kepala janin, sementara bahu berada pada bagian atas panggul. Letak lintang biasanya ditemukan pada perut ibu yang menggantung atau karena adanya kelainan bentuk rahimnya.

  3. Ancaman gawat janin Seperti diketahui, sebelum lahir, janin mendapat oksigen dari ibunya melaui ari-ari dan tali pusat. Apabila terjadi gangguan pada ari-ari, serta gangguan pada tali pusat maka jatah oksigen yang disalurkan ke bayi pun menjadi berkurang. Akibatnya, janin akan tercekik karena kehabisan napas. Kondisi ini bias menyebabkan janin mengalami kerusakan otak, bahkan tidak jarang meninggal dalam rahim.

  4. Janin abnormal Janin sakit atau abnormal, misalnya gangguan Rh, kerusakan genetik, dan hidrosefalus.

  5. Faktor plasenta Ada beberapa kelainan plasenta yang menyebabkan keadaan gawat darurat pada ibu maupun janin seperti plasenta previa yaitu posisi plasenta terletak di bawah rahim dan menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir, plasenta lepas (solution placenta) yaitu plasenta yang lepas lebih cepat dari dinding rahim sebelum waktunya, plasenta accrete yaitu menempelnya plasenta di otot rahim, dan vasa previa yaitu keadaan pembuluh darah di selaput ketuban berada di mulut rahim (osteum uteri) jika pecah dapat menimbulkan perdarahn banyak yang membahayakan janin dan ibunya.

  6. Kelainan tali pusat Ada dua kelainan tali pusat yang biasa terjadi yaitu prolapsus tali pusat (tali pusat menumbung) dan terlilit tali pusat. Prolapsus tali pusat merupakan keadaan penyembulan sebagian atau seluruh tali pusat. Pada keadaan ini, tali pusat berada di depan atau di samping bagian terbawah janin atau tali pusat sudah berada di jalan lahir sebelum bayi. Sebenarnya, lilitan tali pusat ke tubuh janin tidak selalu berbahaya. Selama tali pusat tidak terjepit atu terpelintir maka aliran oksigen dan nutrisi dari plasenta ke tubuh janin tetap aman. Lilitan tali pusat ke tubuh janin baru berbahaya apabila kindisi tali pusat terjepit atau terpelintir yang menyebabkan aliran oksigen dan nutrisi ke tubuh janin tidak lancar.

  7. Bayi kembar Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara

  Caesar. Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara alami. b.

  Faktor ibu 1.

  Usia Ibu yang melahirkan untuk pertama kali pada usia sekitar 35 tahun, memiliki resiko melahirkan dengan operasi.

  Apalagi pada wanita dengan usia 40 tabun ke atas. Pada usia ini, biasanya seseorang memiliki penyakit yang beresiko, misalnya tekanan darah tinggi, penyakit jantung, kencing manis, dan preeklamsi.

  2. Tulang panggul Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai denagn ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami.

  3. Persalinan sebelumnya dengan operasi Caesar Sebenarnya, persalinan melalui bedah Caesar tidak mempengaruhi persalinan selanjutnya harus berlangsung secara operasi atau tidak. Apabila memang ada indikasi yang mengharuskan dilakukannya operasi. Umumnya operasi Caesar dilakukan lagi pada persalinan kedua apabila operasi sebelumnya menggunakn sayatan vertical (corporal).

  4. Faktor hambatan jalan lahir Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang kaku sehingga tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor, dan kelainan bawaan jalan lahir, tali pusat pendek, dan ibu sulit bernapas. Keadaan ini menyebabkan persalinan terhambat atau macet, yang biasa disebut distosia.

  5. Kelainan kontraksi rahim Jika kontraksi rahim lemah dan tidak terkoordinasi

  (inkoordinate buterine action) atau tidak elastisnya leher rahim sehingga tidak dapat m'elebar pada proses persalinan, maka kepala bayi tidak terdorong dan tidak dapat melewati jalan lahir dengan lancar.

  6. Ketuban pecah dini Robeknya kantung ketuban sebelum waktunya dapat menyebabkan bayi harus segera dilahirkan. Kondisi ini membuat air ketuban merembes ke luar sehingga tinggal sedikit atau habis. Air ketuban yang pecah sebelum waktunya akan membuka rahim sehingga memudahkan masuknya bakteri dari vagina. Dengan masuknya bakteri lewat vagina, infeksi akan terjadi pada ibu hamil dan janin di dalam kandungannya.

  7. Rasa takut kesakitan Umumnya seorang wanita yang melahirkan secara alami akan mengalami proses rasa sakit, yaitu berupa rasa mulas disertai rasa sakit pinggang dan pangkal paha yang semakin kuat dan "menggigit". Kondisi tersebut karena keadaan yang pernah atau baru akan terjadi dan sering menyebabkan seorang wanita yang akan melahirkan akan merasa takut, khawatir, dan cemas menjalaninya.

  Akibatnya, untuk menghilangkan itu semua mereka berpikir untuk melahirkan dengan sectio caesarea. Namun bisa pula hal ini dilakukan berdasarkan pertimbangan dokter. Hal ini bisa karena alasan secara psikologis tidak tahan melahirkan dengan rasa sakit. Kecemasan yang berlebihan juga akan menghambat proses persalinan alami yang berlangsung (Kasdu, 2003).

  2.2.3 Resiko Sectio Caesarea Di bawah ini adalah resiko-resiko yang mungkin dialami oleh wanita yang melahirkan dengan operasi yang dapat mengakibatkan cedera pada ibu maupun bayi.

1. Alergi

  Biasanya resiko ini terjadi pada pasien yang alergi terhadap obat tertentu. Penggunaan obat-obatan pada pasien sectio

  caesarea lebih banyak dibandingkan dengan cara melahirkan

  alami. Jenis obat-obatan ini beragam, mulai dari antibiotik obat untuk pembiusan, penghilang rasa sakit serta beberapa cairan infus. Oleh karena itu, biasanya sebelum operasi akan ditanyakan kepada pasien apakah mempunyai alergi tertentu.

  2. Perdarahan Perdarahan dapat mengakibatkan terbentuknya bekuan- bekuan darah pada pembuluh darah balik di kaki dan rongga panggul. Oleh karena itu, sebelum operasi, seorang wanita harus melakukan pemeriksaan darah lengkap. Salah satunya untuk mengetahui masalah pembekuan darahnya. Selain itu, perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria uteri ikut terbuka atau karena atonia uteri. Kehilangan darah yang cukup banyak dapat menyebabkan syok secara mendadak.

  Kalau perdarahan tidak dapat diatasi, kadang perlu tindakan histerektomi, terutama pada kasus atonia uteri yang berlanjut.

  3. Cedera pada organ lain Jika tidak dilakukan secara hati-hati, kemungkinan pembedahan dapat mengakibatkan terlukanya organ lain seperti rectumatau kandung kemih. Penyembuhan luka bekas bedah Caesar yang tidak sempurna dapat menyebabkan infeksi pada organ rahim atau kandung kemih. Selai itu, dapat juga berdampak pada organ lain dengan menimbulakn perlekatan pada organ-organ di dalam rongga perut untuk kehamilan resiko tinggi yang memerlukan pengangan khusus.

  4. Parut dalam rahim Seorang wanita yang telah mengalami pembedahan akan memiliki parut dalam rahim. Oleh karena itu, pada tiap kehamilan serta persalinan berikutnya ia memerlukan pengawasan yang cermat sehubungan dengan bahaya rupture uteri, meskipun jika operasi dilakukan secara sempurna resiko ini sangat kecil terjadi. Pada beberapa jenis kulit, sayatan bekas operasi juga dapat mengakibatkan terbentuknya jaringan parut berlebih pada kulit perut (keloid) yang dapat menggangu karena terasa nyeri dan gatal. Tidak itu saja, juga akan mengganggu keindahan daerah perut.

  5. Demam Kadang-kadang, demam setelah operasi tidak bisa dijelaskan penyebabnya. Namun, kondisi ini bisa terjadi karena infeksi.

  6. Mempengaruhi produksi ASI Efek pembiusan bisa mempengaruhi produksi ASI jika dilakukan pembiusan total (narkose). Akibatnya, kolostrum tidak bisa dinikmati bayi dan bayi tidak dapat segera menyusui begitu ia dilahirkan. Namun, apabila dilakukan dengan pembiusan regional tidak banyak mempengaruhi produksi ASI (Kasdu, 2003).

  2.2.4 Jenis-jenis Operasi Ada dua jenis sayatan operasi yaitu sayatan melintang dan vertical. Apapun jenis sayatannya, operasi Caesar berlangsung sekitar

  45-60 menit, tetapi proses malahirkan bayi sendiri hanya berlangsung 5-10 menit.

  1. Sayatan Melintang Dalam istilah kedokteran, sayatan dalam operasi Caesar ini disebut sayatan sesarea pfannenstiel. Orang awam lebih akrab mengenal sebagai sayatan atau irisan bikini atau horizontal. Sayatan pembedahan dilakukan di bagian bawah rahim (SBR). Sayatan melintang dimulai dari ujung atau pinggir selangkangnya (simphysisis) di atas batas rambut kemaluan sepanjang sekitar 10- 14 cm.

  Pada saat ini sayatan melintang sangat banyak dilakukan pada proses operasi Caesar. Pertimbangannya, dikemudian hari bekas luka operasi tidak tampak jelas. Pada buku Acuan Nasional

  Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal disebutkan bahwa

  persalinan dengan operasi lebih baik dilakukan dengan syatan melintang, keculai pada operasi darurat dengan anaestesi local atau pada parut abdomen bekas luka operasi sayatan vertikal.

  Umumnya, parut pada rahim kuat sehingga cukup kecil resiko menderita rupture uteri (robek rahim) di kemudian hari. Hal ini karena pada masa nifas, segmen bawah rahim tidak banyak mengalami kontraksi sehingga luka operasi dapat sembuh lebih sempurna.

  2. Sayatan vertikal Sayatan vertical disebut juga dengan operasi Caesar klasik atau sectio caesarea corporal. Sayatan dibuat vertical atau mediana, tegak lurus mulai dari tepat di bawah pusar sampai tulang kemaluan. Pembedahan dilakukan lapis demi lapis, mulai dari kulit perut. Pertimbangan dilakukan sayatan vertikal adalah apabila bayi harus cepat dilahirkan atau preterm (lahir dini), perlekatan rahim pada selaput perut di bekas operasi Caesar terdahulu, kembar siam, sampai rahim, tumor (miomi uteri) di segman bawah uterus, hipervaskularisasi (pembuluh darah meningkat) di segmen bawah uterus pada plasenta previa, kanker serviks, resiko bahaya pendarahan apabila dilakukan tindakan sayatan melintang berhubung letak plasenta, misalnya pada plasenta previa, janin letak lintang atau, kembar dengan letak abnormal, dan apabila akan melakukan histerektomi setelah janin dilahirkan.

  Sayatan ini memiliki beberapa resiko, dibanding dengan sayatan horizontal yaitu lebih beresiko terkena peritonitis (radang selaput perut), memiliki resiko empat kali lebih besar terkena rupture uteri pada kehamilan selanjutnya, otot-otot rahimnya lebih tebal dan lebih banyak pembuluh darahnya sehingga sayatan ini lebih banyak mengeluarkan darah akibatnya lebih banyak parut di daerah dinding atas rahim sehingga pasien tidak dianjurkan hamil lagi, dan jika menggunakan anestesi lokal, sayatan ini akan memerlukan waktu dan obat lebih banyak (Kasdu, 2003).

  2.2.5 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Ibu Memilih Persalinan Sectio

  Caesarea tanpa Indikasi Medis

  Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ibu memilih persalinan sectio

  

caesarea tanpa indikasi medis. Faktor dari masing-masing individu

berbeda- beda (Kasdu, 2003).

  1. Faktor sosial Manusia selau dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan ia juga dituntut untuk dapat beradaptasi dan bertingkah laku sesuai norma yang ada (Mubarak, 2009). Dalam penelitian yang dilakukan Varghes (2004) disebutkan bahwa pengaruh sosial memang sangat kompleks salah satunya adalah pengaruh orang lain atau sugesti teman. Menurut Deucth dan Gerard (1995) dalam Maramis 2006 hali ini disebabkan karena pengaruh informasional yaitu pengaruh agar informasi yang diperoleh dari orang lain diterima sebagai fakta, sehingga dengan pengaruh tersebut individu mempunyai dua sumber informasi mengenai kenyataan : pengalaman sensorik pribadi dan laporan serta perilaku orang-orang yang berada disekitarnya (Foster & Anderson, 1986). Operasi Caesar mulai memasyarakat sehingga persalinan dengan operasi cenderung meningkat tiap tahunnya (Kasdu, 2003).

  2. Faktor ekonomi Ekonomi adalah ilmu mengenai asas-asas produksi, distribusi, dan pemakaian barang-barang serta kekayaan seperti keuangan, perindustrian dan perdagangan (Depdiknas, 2005). Semakin tinggi tingkat ekonomi suatu masyarakat akan berpengaruh terhadap perilaku kesehatannya. Masyarakat yang memiliki tingkat ekonomi menengah ke atas cenderung memilih pelayanan kesehatan yang baik dan canggih (Maramis, 2006). Operasi Caesar merupakan hal yang tidak menakutkan lagi terutama bagi masyarakat golongan ekonomi menengah ke atas sehingga sebagian dari mereka memilih operasi Caesar pada proses persalinannya (Kasdu, 2003).

  3. Kepercayaan Menurut kamus besar bahasa Indonesia kepercayaan adalah anggapan atau keyakinan bahwa sesuatu yang dipercayai itu benar atau nyata. Harapan dan keyakinan akan kejujuran dan kebaikan (Depdiknas, 2005).

  Proses persalinan sectio caesarea dilakukan karena adanya kepercayaan yang berkembang di masyarakat yang mengaitkan waktu kelahiran dengan peruntungan nasib anak dengan harapan apabila anak dilahirkan pada tanggal dan jam sekian maka akan memperoleh rezeki dan kehidupan yang lebih baik (Kasdu, 2003).

  4. Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil "tahu" dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

  Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, indra pendengaran, indra penciuman, indra perasa, dan indra peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan (Notoatmodjo, 2003). Semakin tinggi pengetahuan ibu maka semakin luas pandangan ibu dalam memilih proses persalinan yang tepat. Meningkatnya kecenderungan wanita melahirkan dengan operasi berhubung dengan semakin meningkatnya perhatian mereka terhadap kehamilannya (Kasdu, 2003).

  5. Pekerjaan Menurut kamus besar Bahasa Indonesia kerja adalah sesuatu yang sengaja dilakukan untuk mendapatkan imbalan (Depdiknas, 2005).

  Kecenderungan memilih persalinan sectio caesarea karena para ibu banyak yang bekerja. Mereka sangat terikat dengan waktu dan sudah memiliki jadwal tertentu. Misalnya kapan mereka harus kembali bekerja (Kasdu, 2003).

  6. Kecemasan persalinan normal Cemas adalah respon emosional terhadap penilaian individu subjektif, yang dipengaruhi alam sadar dan tidak diketahui secara khusus penyebabnya (Dalami, 2009). Cemas pada individu dapat memberikan motivasi untuk mencapai sesuatu dan merupakan sumber penting dalam usaha memelihara keseimbangan hidup

  (Suliswati dalam Jenny, 2010). Menutut Abe Arkoff dalam buku Kesehatan Mental dalam Kehidupan, kecemasan adalah suatu keadaan menggoncang karena adanya ancaman terhadap kesehatan

  (Sundari, 2005).

  Pada saat sebelum persalinan ibu akan merasakan saat-saat kontrakasi. Kontraksi merupakan keadaan kejang otot rahim atau pengerutan otot rahim sehingga menjadi lebih pendek untuk merangsang pembukaan rahim yang lebih lebar untuk persiapan persalinan alami. Pada saat kontrakasi ibu akan merasakan sakit luar biasa. Saat ini lah yang sering menakutkan bagi sebagian ibu yang akan melahirkan. Karena kekhawatiran atau kecemasan mengalami rasa sakit persalinan normal maka ibu memilih persalinan

  sectio caesarea untuk mengeluarkan bayinya (Kasdu, 2003).

7. Kesepakatan suami istri

  Seperti halnya kehamilan, yang merupakan hasil "kerja sama" suami dan istri maka kerja sama ini juga sebaiknya terus berlangsung sampai janin dilahirkan. Kerjasama ini juga dibutuhkan dalam pemilihan proses persalinan nantinya. Dimana proses tersebut disepakati dan disetujui oleh suami dan istri (Kasdu, 2003).

2.3. Pengambilan Keputusan

  2.3.1 Keputusan Keputusan adalah suatu reaksi terhadap beberapa solusi alternatif yang dilakukan secara sadar dengan cara menganalisa kemungkinan - kemungkinan dari alternatif tersebut bersama konsekuensinya. Setiap keputusan akan membuat pilihan terakhir, dapat berupa tindakan atau opini. Itu semua bermula ketika kita perlu untuk melakukan sesuatu tetapi tidak tahu apa yang harus dilakukan. Untuk itu keputusan dapat dirasakan rasional atau irrasional dan dapat berdasarkan asumsi kuat atau asumsi lemah.

  Setiap keputusan bersifat kompleks, terdapat banyak faktor dan perasaan tercakup di dalamnya. Setiap keputusan yang diambil akan disusul oleh keputusan-keputusan lainnya yang berkaitan. Keputusan yang kita mabil beraneka ragam, tapi ada tanda-tanda umumnya, yaitu: keputusan merupakan hasil berpikir, hasil usaha intelektual, keputusan selalu melibatkan pilihandari berbagai alternative, keputusan selau melibatkan tindakan nyata, walaupun pelaksanaannya ditangguhkan atau dilupakan (Lestari, 2010).

2.3.2 Jenis-Jenis Pengambilan Keputusan 1.

  Pengambilan keputusan karena ketidaksanggupan Membiarkan kejadian berlalu tanpa berbuat apa-apa.

  2. Pengambilan keputusan intuitif, bersifat segera.

  Terasa sebagai keputusan yang paling tepat dan langsung diputuskan.

  3. Pengambilan keputusan yang terpaksa karena sudah kritis.

  Sesuatu yang harus segera dilaksanakan.

  4. Pengambilan keputusan yang reaktif Keputusan reaktif seringkali dilakukan dalam situasi marah atau tergesa-gesa.

  5. Pengambilan keputusan yang ditangguhkan Pengambilan keputusan yang dialihkan pada orang lain, dengan membiarkan orang lain yang bertanggung jawab.

  6. Pengambilan keputusan secara berhati-hati Penganbilan keputusan dengan memikirkan baik-baik dengan mempertimbangkan berbagai pihak. (Lestari, 2010).

  2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Menurut Saraswati dan Tarigan (2002) faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan adalah fisik, emosional, rasional, praktikal, interpersonal, struktural, dan personal.

  Fisik adalah pengambilan keputusan yang didasarkan pada rasa yang dialami tubuh, seperti rasa sakit, tidak nyaman atau bahkan kenikmatan. Ada kecenderungan menghindari tingkah laku yang menimbulkan rasa tidak senang dan sebaliknya memilih tingkah laku yang memberikan kesenangan. Emosional adalah pengambilan keputusan yang didasarkan pada perasaan atau sikap. Orang akan bereaksi pada suatu situasi secara subyektif. Rasional adalah pengambilan keputusan yang didasarkan pada pengetahuan. Orang- orang dapat infonnasi, memahami situasi dan berbagai konsekuensinya. Praktikal adalah pengambilan keputusan yang didasarkan pada keterampilan individual dan kemampuan melaksanakannya. Seseorang akan menilai potensial diri dan kepercayaan dirinya melalui kemampuan dalam bertindak. Interpersonal adalah pengambilan keputusan yang didasarkan pada pengaruh jaringan sosial yang ada. Hubungan antar satu orang dengan orang lainnya dapat mempengaruhi tindakan individual. Struktural adalah pengambilan keputusan yang didasarkan pada lingkup sosial, ekonomi dan politik. Lingkungan mungkin memberikan hasil yang mendukung atau mengkritik suatu tingkah laku tertentu. Personal sangat menentukan pengambilan keputusan. Faktor personal itu adalah kognisi, motif dan sikap (Lestari, 2010).