BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persalinan (Partus) - Analisis Faktor Determinan yang Memengaruhi Ibu dalam Memilih Penolong Persalinan di Puskesmas XIII Kota Kampar I Kabupaten Kampar Tahun 2013

TINJAUAN PUSTAKA

  2.1 Persalinan (Partus)

  Persalinan adalah proses membukaan dan menipisnya serviks, dan janin turun ke dalam jalan lahir. Persalinan adalah serangkaian kejadian pada ibu hamil yang berakhir dengan pengeluaran bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh si ibu (Prawirohardjo, 2009). Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18-24 jam tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Mochtar, 2007).

  2.2 Fisiologi Persalinan

  Persalinan normal berlangsung dalam 4 kala yaitu pada kala I servik membuka sampai terjadi pembukaan 10 cm yang dinamakan kala pembukaan, kala 2 disebut kala pengeluaran, karena berkat kekuatan his dan tenaga mengedan ibu serta dorongan janin didorong keluar sampai lahir. Kala 3 disebut kala uri dimana plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan. Kala 4 mulai dari plasenta lahir sampai 2 jam post partum (Prawirohardjo, 2009).

  Pada kehamilan yang sehat, plasenta memberikan nutrisi dan melindungi janin yang sedang tumbuh. Persalinan dari segi fisik dapat digambarkan sebagai proses persalinan bukan sekadar peristiwa fisik murni. Apa yang terjadi selama persalinan dapat mepengaruhi hubungan antara ibu dan bayi, serta persalinan di masa yang akan datang (Prawirohardjo, 2007).

  Persalinan normal terjadi antara usia gestasi 37 dan 42 minggu, tetapi tidak seperti mamalia lain, manusia tidak mempunyai periode gestasi yang sangat tepat.

  Gestasi manusia dikatakan sekitar 280 hari, ditambah atau berkurang 10 hari. WHO (1997) mendefinisikan persalinan normal sebagai persalinan berisiko rendah, dengan awitan spontan dan presenttasi fetus verteks, dan dengan hasil akhir ibu dan bayinya berada dalam kondisi yang baik setelah melahirkan. Semua definisi persalinan tampaknya murni fisiologis dan tidak mencakup kesejahteraan psikologis orang tua (Suhari, 2003).

  Persalinan adalah proses alami yang akan berlangsung dengan sendirinya, tetapi persalinan pada manusia setiap saat terancam penyulit yang membahayakan ibu maupun janinnya sehingga memerlukan pengawasan, pertolongan, dan pelayanan dengan fasilitas yang memadai. Persalinan pada manusia dibagi menjadi empat tahap penting dan kemungkinan penyulit dapat terjadi pada setiap tahap tersebut. Persalinan dapat terjadi karena adanya kekuatan yang mendorong janin.

  Persalinan dibagi dalam 4 kala yaitu : 1. Kala satu adalah saat ketika serviks mengalami dilatasi yang lebih cepat. Saat ini dimulai ketika serviks berdilatasi 3-4 cm dan, jika terdapat kontraksi penuh (10 cm).

  2. Kala dua adalah saat keluarnya janin. Dimulai saat serviks sudah berdilatasi penuh dan ibu merasakan dorongan untuk mengejan untuk mengeluarkan bayinya. Kala ini berakhir saat bayi lahir.

  3. Kala tiga adalah pemisahan dan keluarnya plasenta dan membran, pada kala tiga ini, juga dilakukan pengendalian perdarahan. Kala ini berlangsung dari lahirnya bayi samppai plasenta dan membran dikeluarkan.

4. Kala IV, dimulai saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama setelah persalinan.

2.3 Pertolongan Persalinan

  Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan (setelah 37 minggu) atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau jalan lain, dengan bantuan atu tanpa bantuan (kekuatan sendiri) (Manuaba, 2004). Pertolongan persalinan merupakan salah satu bagian dari pelayanan antenatal

  care. Persalinan bersih dan aman dan meningkatan pelayanan obstetric esensial dan

  darurat yang merupakan pelayanan kesehatan primer. Persalinan yang aman memastikan bahwa semua penolong Persalinan mempunyai ketrampilan dan alat untuk memberikan pertolongan yang aman dan bersih (Syafrudin, 2009).

  Beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan pertolongan persalinan oleh ibu hamil, antara lain:

  Yang dimaksud dengan tenaga penolong persalinan adalah orang-orang yang biasamemeriksa wanita hamil atau memberikan pertolongan selama persalinan dan nifas. Tenagayang dapat memberikan pertolongan selama persalinan dapat dibedakan menjadi dua yaitutenaga kesehatan (mereka yang mendapatkan pendidikan formal seperti dokter spesialis,dokter umum, bidan dan perawat bidan) dan bukan tenaga kesehatan, yaitu dukun bayi yangterlatih dan tidak terlatih (Prawirihardjo, 2009).

2.4.1 Tenaga Kesehatan

  Komplikasi dan kematian ibu serta neonatal sering terjadi pada masa sekitar masa persalinan. Oleh sebab itu intervensi ditekankan pada kegiatan pertolongan persalinan yang aman yaitu oleh tenaga kesehatan (Depkes RI, 2001). Persalinan oleh tenaga kesehatan dianggap memenuhi persyaratan sterilitas, selain itu bila mendadak terjadi resiko tinggi atau mengalami keadaan gawat darurat maka penanganan atau pertolongan pertama serta rujukan dapat segera dilakukan. Dalam menolong persalinan, teknik pertolongan persalinan dan prinsip sterilisasi alat kesehatan diterapkan oleh tenaga kesehatan sehingga diharapkan persalinan aman dapat diperoleh. Keterbatasan dari penolong persalinan ini adalah pelayanan hanya terbatas pada pelayanan medis, tanpa terjangkau oleh faktor budaya sehingga rasa aman secara psikologis kurang terpenuhi. Kadang-kadang pelayanan tidak terjangkau dari segi keberadaan dan jarak. Umumnya imbalan jasa berupa uang sehingga menyulitkan masyarakat miskin (Manuaba, 2006). kesehatan seperti dokter, bidan dan perawat dalam pertolongan persalinan. Dengan memilih tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan, ibu akan mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan prinsip bebas kuman dan prosedur standar pelayanan. Jika ditemui adanya komplikasi dalam persalinan, ibu akan mendapatkan pertolongan yang tepat (Supartini, 2004).

2.5 Bukan Tenaga Kesehatan (Dukun Beranak)

  Tenaga yang sejak dahulu kala sampai sekarang memegang peranan penting dalam pelayanan persalinan adalah dukun bayi (dukun beranak, dukun bersalin).

  Dalam lingkungannya, dukun bayi merupakan tenaga terpercaya (Hemiati, 2007). Dukun bayi adalah seorang anggota masyarakat, pada umumnya seorang wanita yang dapat kepercayaan serta memiliki keterampilan menolong persalinan secara tradisional, dan memperoleh keterampilan tersebut dengan secara turun temurun belajar secara praktis atau cara lain yang menjurus kearah peningkatan keterampilan tersebut serta melalui petugas kesehatan (Wikjhosastro, 2007). Anggapan dan kepercayaan masyarakat terhadap keterampilan dukun beranak berkaitan pula dengan sistim nilai budaya masyarakat sehingga dukun bayi pada umumnya diperlakukan sebagai tokoh masyarakat potensi sumber daya manusia. Pengetahuan tentang fisiologi dan patologi dalam kehamilan, persalinan serta nifas sangat terbatas, sehingga bila timbul komplikasi ia tidak mampu mengatasinya, bahkan tidak mampu untuk menyadari arti dan akibatnya (Prawirohardjo,2009). kemampuantenaga non profesional atau dukun bayi masih kurang, khususnya yang berkaitan dengan tanda-tanda bahaya, resiko kehamilan dan persalinan serta rujukannya. Menurut Suprapto, dkk (2003), kurangnya pengetahuan dukun bayi dalam mengenal komplikasi yang mungkin timbul dalam persalinan dan penanganan komplikasi yang tidak tepat akan meningkatkan resiko kematian pada ibu bersalin. Sedangkan dari hasil penelitian Zalbawi (2006) dikatakan bahwa alasan ibu memilih dukun bayi dalam persalinan karena pelayanan yang diberikan lebih sesuai dengan sistem sosial budaya yang ada, mereka sudah dikenal lama karena berasal dari daerah sekitarnya dan pembayaran biaya persalinan dapat diberikan dalam bentuk barang (Zalbawi, 2006).

2.6 Pengertian Bidan

  Bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan program Pendidikan Bidan yang diakui oleh negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk menjalankan praktik kebidanan di negeri itu. Dia harus mampu memberikan supervisi, asuhan dan memberikan nasehat yang dibutuhkan kepada wanita selama masa hamil, persalinan dan masa pasca persalinan ( post partum period ), memimpin persalinan atas tanggung jawabnya sendiri serta asuhan pada bayi baru lahir (Soepardan, 2008).

  Seseorang yang telah menyelesaikan program Pendidikan Bidan yang diakui oleh negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk menjalankan praktik memberikan nasehat yang dibutuhkan kepada wanita selama masa hamil, persalinan dan masa pasca persalinan ( post partum period ), memimpin persalinan atas tanggung jawabnya sendiri serta asuhan pada bayi baru lahir dan anak. Dengan memperhatikan aspek sosial budaya dan kondisi masyarakat Indonesia, maka Ikatan Bidan Indonesia (IBI) menetapkan bahwa bidan Indonesia adalah: seorang perempuan yang lulus dari pendidikan Bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan (Soepardan, 2008).

  Penerapan ilmu kebidanan dalam memberikan pelayanan atau asuhan kebidanan kepada klien dengan pendekatan manajemen kebidanan. Profesi kebidanan secara nasional diakui dalam Undang – Undang maupun peraturan pemerintah Indonesia yang merupakan salah satu tenaga pelayanan kesehatan professional dan secara internasional diakui oleh International Confederation of Midwives (ICM),

  FIGO dan WHO (Soepardan, 2008).

2.7 Dukun Bayi

  Menurut Depkes RI (2005) jenis tenaga yang melakukan pertolongan persalinan pada masyarakat ada dua yaitu :

1. Tenaga professional : dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan dan perawat.

  Dukun bayi adalah orang yang dianggap terampil dan dipercaya oleh masyarakat untuk menolong persalinan dan perawatan ibu, anak sesuai kebutuhan masyarakat (Depkes RI, 2005). Dukun bayi terdiri dari : (a). Dukun terlatih adalah dukun yang telah mendapatkan latihan oleh tenaga kesehatan yang dinyatakan lulus. (b). Dukun tidak terlatih adalah dukun bayi yang belum pernah dilatih oleh tenaga kesehatan atau dukun bayi yang sedang dilatih dan belum dinyatakan lulus. Peranan dukun beranak sulit ditiadakan karena masih mendapat kepercayaan masyarakat dan tenaga terlatih yang masih belum mencukupi. Dukun beranak masih dapat dimanfaatkan untuk ikut serta memberikan pertolongan persalinan (Manuaba, 2001).

  Batas kewenangan dukun dalam melakukan pertolongan persalinan menurut Depkes RI (2005) adalah sebagai berikut : (1). Mempersiapkan pertolongan persalinan meliputi mempersiapkan tempat, kebutuhan ibu dan kebutuhan bayi, mempersiapkan alat-alat persalinan sederhana secara bersih, mencuci tangan sebatas siku dengan sempurna (10 menit) (2). Memimpin persalinan normal dengan teknik- teknik sederhana yang meliputi membimbing ibu mengejan, menahan perineum, merawat tali pusat, memeriksa kelengkapan placenta. (1). Dukun tidak melakukan tindakan yang dilarang seperti memijat perut serta mendorong rahim, menarik plasenta, memasukkan tangan ke dalam liang senggama. (2). Melakukan perawatan pada bayi baru lahir yang meliputi perawatan mata, mulut dan hidung bayi baru lahir, perawatan tali pusat dan memandikan bayi. dengan Dukun (2009) adalah sebagai berikut : (a) Mengantar calon ibu bersalin ke Bidan (b) Mengingatkan keluarga menyiapkan alat transportasi untuk pergi ke bidan atau memanggil bidan (c) Mempersiapkan sarana prasarana persalinan aman seperti : (1). Air bersih (2). Kain bersih (d) Mendampingi ibu pada saat persalinan (e) Membantu Bidan pada saat proses persalinan (f) Melakukan ritual keagamaan atau tradisional yang sehat yang sesuai tradisi setempat (g) Membantu bidan dalam perawatan bayi baru lahir (h) Membantu ibu dalam inisiasi menyusui dini kurang dari 1 jam (i) Memotivasi rujukan jika diperlukan, Membantu bidan membersihkan ibu, tempat dan alat setelah persalinan.

  Dukun bayi adalah seorang anggota masyarakat, pada umumnya seorang wanita yang mendapat kepercayaan serta memiliki ketrampilan menolong persalinan secara tradisional, dan memperoleh ketrampilan tersebut dengan : secara turun temurun, belajar secara praktis, atau cara lain yang menjurus ke arah peningkatan ketrampilan tersebut serta melalui petugas kesehatan (Depkes RI, 2005). Di Indonesia persalinan dukun sebesar 75% sampai 80% terutama di daerah pedesaan. Pertolongan persalinan oleh dukun menimbulkan berbagai masalah dan penyebab utama tingginya angka kematian dan kesakitan ibu dan perinatal. Dapat dipahami bahwa dukun tidak dapat mengetahui tanda-tanda bahaya perjalanan persalinan (Manuaba,2001). Depkes RI memperkirakan bahwa pertolongan persalinan oleh dukun masih dominan di Indonesia sekitar 80%. Hasil penelitian Suprapto (1993) menyebutkan bahwa bantuan tugas – tugas rumah bila diperlukan.

  Menurut Depkes RI (2005) ada beberapa hambatan dalam penempatan bidan di desa antara lain : 1). Usia bidan relatif muda dan berasal dari luar desa (2).

  Kesulitan penyesuain dengan faktor budaya masyarakat (3). Bidan bukan Pegawai Negeri, tidak mempunyai penghasilan tetap (4). Kemampuan desa untuk membangun polindes masih terbatas (5). Perkawinan bidan desa ke luar desa membuat bidan desa pindah dan meninggalkan desa asal. (6). Karena usia relatif muda bidan kurang mendapat kepercayaan untuk melakukan pertolongan persalinan. Keuntungan yang diperoleh oleh bidan desa yaitu : (1). Adanya tenaga kesehatan dan diharapkan memberikan pelayanan kesehatan secara optimal kepada masyarakat (2). Adanya pengawas terhadap antenatal kehamilan berisiko sehingga mengurangi angka kesakitan dan kematian perinatal (3). Adanya pengawasan terhadap antenatal kehamilan berisiko sehingga mengurangi angka kesakitan dan kematian perinatal (4). Adanya sumber informasi kesehatan yang diperlukan masyarakat (5). Adanya pemataan kesehatan oleh bidan dalam memudahkan pemantauan kesehatan di desa (6) Merupakan mata rantai Sistem Kesehatan Nasional di pedesaan.

  Persalinan

  1. Pendidikan

  Tingkat pendidikan mempunyai hubungan yang eksponensial (bertingkat) dengan tingkat kesehatan, semakin tinggi pendidikan maka individu lebih mudah menerima konsep tentang kesehatan. Hal ini sesuai dengan penelitian Permata (2002) bahwa mereka yang berpendidikan tinggi yaitu SLTA ke atas cenderung mmamfaatkan tenaga profesional seperti bidan sebagai penolong persalinan. Karena dalam pengambilan keputusan faktor pendidikan dan pengetahuan sangat mempengaruhi ibu hamil terhadap peilihan penolong persalinan.

  2. Status Ekonomi

  Aspek sosial ekonomi adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan kondisi sosial dan perekonomian keluarga. Beberapa indikator sosial ekonomi antara lain pekerjaan, pendapatan keluarga, jumlah tanggungan dalam keluarga, dukungan keluarga, dan masyarakat. Faktor sosial ekonomi cenderung berpengaruh terhadap keputusan seseorang untuk memilih pelayanan kesehatan dalam hal ini keputusan memilih pertolongan persalinan, faktor tersebut antara lain rendahnya pendapatan keluarga, di mana masyarakat yang tidak mempunyai uang yang cukup untuk mendapatkan pelayanan yang aman dan berkualitas.

  Menurut Symonds A (2006) kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan menyebabkan perempuan tidak tahu hak-hak reproduksinya serta tidak mempunyai posisi tawar dalam pengambilan keputusan.

  3. Pengetahuan (Knowledge)

  Menurut Notoatmodjo (2005) pengetahuan adalah merupakan segala upaya yang diketahui manusia tentang objek tertentu. Pengetahuan merupakan hasil belajar dan mengetahui sesuatu. Hal ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui indera pengetahuan, penglihatan dan tindakan manusia yang didasari pengetahuan. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan bersifat lebih langgeng diterima dari pada tanpa ilmu pengetahuan. Pengetahuan dapat diperoleh melalui pengalaman orang lain atau melihat lansung melalui sarana komunikasi lain seperti televisi, radio, majalah dan surat kabar.

  4. Sikap (Attitude)

  Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari adalah merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 2003). Menurut Natoatmodjo (2003) yang mengutip pendapat Allport (1954), bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yaitu: 1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.

  2. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.

  3. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave). dengan sesuatu objek. Sikap biasanya memberikan penilaian (menerima atau menolak) terhadap objek yang dihadapi.

  Sikap merupakan suatu keadaan internal (internal state) yang mempengaruhi pilihan tindakan individu terhadap beberapa objek, pribadi dan peristiwa. Keadaan internal tersebut berupa keyakinan yang diperoleh dari proses akomodasi dan asimilasi pengetahuan yang mereka dapatkan (Gagne, 1974).

5. Aksesibilitas/ Keterjangkauan

  Depkes RI dan UNFP (2002) menyatakan akses yang rendah ke fasilitas kesehatan reproduksi yang meliputi jarak yang jauh, biaya yang tidak terjangkau, tidak tahu adanya atau kemampuan fasilitas (akses informasi) dan tradisi yang menghambat pemanfaatan fasilitas (akses informasi) dan tradisi yang menghambat pemanfaatan fasilitas (akses budaya).

  Angka kematian ibu dan juga bayi berkait dengan indikator, yaitu : terbatasnya akses masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan yang berkualitas, terutama bagi penduduk miskin di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan (DTPK). Penyediaan fasilitas pelayanan obstetrik neonatal emergensi komprehensif (PONEK), pelayanan obstetrik neonatal emergensi dasar (PONED), posyandu dan unit transfusi darah belum merata dan belum seluruhnya terjangkau oleh seluruh penduduk. Sistem rujukan dari rumah ke puskesmas dan ke rumah sakit juga belum berjalan dengan optimal. Ditambah lagi, dengan kendala geografis, hambatan transportasi, dan faktor budaya. Terbatasnya ketersediaan tenaga kesehatan DTPK sering kali tidak memperoleh pelatihan yang memadai.

  Upaya yang dilakukan untuk menurunkan AKI ini dengan memperkuat fungsi bidan desa, termasuk kemitraan dengan tenaga kesehatan swasta dan dukun bayi serta memperkuat layanan kesehatan berbasis masyarakat antara lain melalui posyandu dan poskesdes, memperkuat sistem rujukan, untuk mengatasi masalah tiga terlambat dan menyelamatkan nyawa ibu ketika terjadi komplikasi melalui perawatan yang memadai tepat pada waktunya. Meningkatkan ketersediaan tenaga kesehatan, baik jumlah, kualitas dan persebarannya (dokter umum, spesialis, bidan, tenaga paramedis) (Bappenas, 2010).

  Ada tiga fase terlambat yang berkaitan erat dengan angka kematian ibu hamil dan bersalin, yaitu: (1) terlambat untuk mengambil keputusan mencari pertolongan ke pelayanan kesehatan terdekat atau merujuk dari pelayanan kesehatan ke pelayanan kesehatan lainnya; (2) terlambat untuk sampai atau tiba di pelayanan kesehatan; (3) terlambat menerima asuhan atau sampai di pelayanan kesehatan.

  Jarak dapat menjadi faktor yang mempengaruhi seorang perempuan dalam memilih penolong selama masa kehamilan, persalinan dan nifas. Perempuan yang memilih dukun beralasan pertama karena dukun tinggal dekat dengan rumah mereka. Jadi walaupun di kampung yang sama ada bidan, mereka tetap memilih dukun sebagai penolong. Sebaliknya, perempuan yang memilih bidan juga beralasan karena mereka sudah familiar dengan bidan tersebut karena sejak hamil mereka sudah memeriksakan kehamilannya ke bidan (Juariah, 2009).

  Dukungan keluarga dapat menjadi faktor yang dapat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta menentukan program pengobatan yang akan mereka terima. Keluarga juga memberi dukungan dan membuat keputusan mengenai perawatan anggota keluarga yang sakit. Derajat dimana seseorang terisolasi dari pendampingan orang lain, isolasi sosial, secara negatif berhubungan dengan kepatuhan.

  Menurut McKinley dalam Graeff (1996) individu sangat kuat dipengaruhi oleh reaksi-reaksi negatif dan positif dari orang-orang dalam kerangka kerja sosial, keluarga dekat, tetangga, dan tokoh masyarakat.

  Menurut Friedman dan Sarwono dalam Purba (2008), ikatan suami istri yang kuat sangat membantu ketika keluarga menghadapi masalah, karena suami/istri sangat membutuhkan dukungan dari pasangannya. Hal itu disebabkan orang yang paling bertanggung jawab terhadap keluarganya adalah pasangan itu sendiri.

  Dukungan tersebut akan tercipta apabila hubungan iterpersonal keduanya baik. Di dalam masyarakat Indonesia khususnya yang tinggal di pedesaan, suamilah yang berperan sebagai penentu dalam pengambilan keputusan dalam keluarga, sedangkan istri hanya memberikan sumbang saran.

  Dalam kondisi demikian besarnya peran orangtua mengikuti besarnya peran isteri/ibu bersalin. Hal ini kemungkinan berkaitan dengan keadaan sosial ekonomi keluarga, di mana suami isteri di perdesaan umumnya tinggal bersama orangtua isteri sehingga pihak isteri lebih banyak yang mengambil keputusan, sebaliknya keluarga suami cukup menonjol dalam mengambil keputusan, termasuk dalam menentukan penolong persalinan (Musadad, dkk., 1999).

  Suami dam keluarga memiliki peranan penting dalam memilih penolong selama kehamilan, persalinan dan nifas. Hal ini terutama terjadi pada perempuan yang relatife muda usianya sehingga kemampuan mengambil keputusan secara mandiri masih rendah. Mereka berpendapat bahwa pilihan orang yang lebih tua adalah yang terbaik karena orang tua lebih berpengalaman daripada mereka. Selain itu, kalau mereka mengikuti saran orang tua, jika terjadi sesuatu yang buruk, maka seluruh keluarga dan terutama orang tua akan ikut bertanggung jawab. Oleh karena itu ketika orang tua menyarankan memilih dukun, mereka akan memilih dukun ataupun sebaliknya. Hal ini agak berbeda dengan perempuan yang lebih dewasa usianya.

2.9 Landasan Teori

  Perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh mahluk hidup, baik yang diamati secara langsung atau tidak langsung perilaku manusia dapat dilihat dari 3 aspek yaitu: aspek fisik, psikis dan sosial yang secara terinci merupakan refleksi dari berbagai gejolak kejiwaan seperti pengetahuan, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya, yang ditentukan dan dipengaruhi oleh faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik dan sosial budaya masyarakat. Bahkan kegiatan internal seperti berpikir, berpersepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia. manusia dari tingkat kesehatan, kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu : a.

  Faktor perilaku (behavioral causes) b.

  Faktor diluar perilaku (non behavioral causes) Selanjutnya faktor perilaku di pengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu faktor- faktor predisposisi (predisposing factors), faktor-faktor pemungkin (enabling

  factors) , dan faktor-faktor penguat (reinforcing factors), yaitu :

a. Faktor-faktor Predisposisi (Predisposing Factor)

  Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Untuk berprilaku sehat, misalnya : pemeriksaan kesehatan pertumbuhan dan perkembangan bayi diperlukan pengetahuan dan kesadaran ibu.

  Selain itu kepercayaan, tradisi dan sistem nilai masyarakat juga dapat mendorong atau menghambat ibu untuk periksa pertumbuhan dan perkembangan bayi. Misalnya pada waktu imunisasi, tidak semua orang tua memperkenankan anaknya diimunisasi karena takut anaknya akan menjadi demam atau menjadi sakit.

  Faktor-faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering disebut faktor pemudah.

  Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya : air bersih, tempat pembuangan sampah, jamban, ketersediaan bahan pangan yang bergizi dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktik swasta dan sebagainya.

  Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung, misalnya perilaku pemeriksaan kehamilan, ibu hamil yang mau periksa hamil tidak hanya karena tahu dan sadar manfaat periksa hamil saja, melainkan ibu tersebut dengan mudah harus dapat memperoleh fasilitas atau tempat periksa hamil.

  Fasilitas ini biasanya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung, atau faktor pemungkin.

c. Faktor-faktor Penguat (Reinforcing Factor)

  Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan.

  Termasuk juga undang -undang, peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat biasanya bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan membutuhkan peranan perilaku.

  • Pengetahuan -
  • Nilai -
  • Sumber-sumber yang
  • Dukungan Keluarga -
  • Dukungan Tokoh Masyarakat Perilaku Kesehatan Faktor Enabling :

Gambar 2.1 Landasan Teori Lawrence Green (1980)

  Faktor Predisposing :

  Sikap

  Kepercayaan V i b l D fi

  Faktor Reinforcing :

  Dukungan Tenaga Kesehatan

  Tersedia

  

Variabel Independen Variabel Dependen

Faktor Predisposing :

  Pengetahuan

  • Sikap -
  • Ek i

  Pendidikan

  S

  Faktor Enabling :

  Pemilihan Penolong Keterjangkauan

  Persalinan

  Faktor Reinforcing :

  • Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

  Dukungan Keluarga

  Berdasarkan kerangka konsep tersebut di atas, maka dapat diketahui variabel independen dalam penelitian ini adalah pendidikan, status ekonomi, keterjangkauan, pengetahuan ibu, sikap ibu, dan dukungan keluarga. Sedangkan variabel dependen yaitu pemilihan penolong persalinan.

Dokumen yang terkait

Analisis Faktor Determinan yang Memengaruhi Ibu dalam Memilih Penolong Persalinan di Puskesmas XIII Kota Kampar I Kabupaten Kampar Tahun 2013

6 87 91

Determinan Pemanfaatan Penolong Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Kluet Selatan Kabupaten Aceh Selatan Propinsi Aceh

1 56 155

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ibu Hamil Trimester III yang Mengalami Anemia dalam Memilih Penolong Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Hamparan Perak Tahun 2013

1 56 149

Analisis Faktor yang Memengaruhi Ibu dalam Memilih Persalinan di Rumah oleh Bidan di Wilayah Kerja Puskesmas Labuhan Ruku Kabupaten Batubara Tahun 2013

4 56 125

Determinan Pemilihan Penolong Persalinan di Kecamatan Bandar Pulau Kabupaten Asahan Tahun 2012

0 52 137

Determinan Ibu Memilih Dukun Bayi Sebagai Penolong Persalinan Di Wilayah Kerja PUSKESMAS Bangko Pusako Kabupaten ROKAN Hilir Riau Tahun 2009

1 40 104

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Konsumen - Faktor-faktor yang Memengaruhi Minat Beli Produk Susu oleh Ibu yang Mempunyai Balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar Tahun 2013

0 0 39

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyembuhan Luka Perineum 2.1.1 Perineum - Faktor yang Memengaruhi Penyembuhan Luka Perineum Pada Ibu Pasca Persalinan Normal di Wilayah Kerja Puskesmas Jeumpa, Gandapura, dan Kuta Blang Kabupaten Bireuen

0 0 28

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persalinan 2.1.1 Pengertian Persalinan - Pengaruh Hypnobirthing terhadap Lama Persalinan pada Ibu Bersalin di Klinik Bersalin Eka Sri Wahyuni Kecamatan Medan Denai Tahun 2014

0 0 49

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku - Analisis Faktor yang Memengaruhi Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana di Desa Celawan Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 26