Rencana Terpadu dan Program Investasi In

KATA PENGANTAR

Kata Pengantar | Hal | 2

Daftar Gambar

Gambar 2. 1. Kedudukan Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur ke- PU-an Jangka Menengah (RPI2-JM bidang ke-PU-an) ....................................................................... 7

Kata Pengantar | Hal | 5

BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Pelaksanaan keterpaduan pembangunan infrastruktur di Indonesia dewasa ini masih mengalami berbagai permasalahan. Permasalahan-permasalahan tersebut antara lain belum fokusnya sasaran kewilayahan yang akan didorong pembangunan infrastrukturnya, belum sinergisnya program pembangunan infrastruktur antar kementerian/lembaga terkait dan pemerintah daerah, serta belum efektifnya sistem penganggaran pembangunan infrastruktur.

Untuk mengatasi berbagai masalah tersebut, maka telah disusun Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) untuk Kawasan Batam-Bintan-Karimun. Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) Kawasan Batam-Bintan-Karimun ini dapat digunakan sebagai acuan bagi semua stakeholders yang terkait dalam pembangunan infrastruktur di Kawasan Batam-Bintan-Karimun, baik kementerian/lembaga terkait infrastruktur, pemerintah daerah, maupun masyarakat. Penyusunan Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) ini pada dasarnya merupakan amanat dari PP No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan penataan Ruang Pasal 96 ayat (3) mengenai penyusunan sinkronisasi program sektoral dan kewilayahan di pusat maupun di daerah secara terpadu.

Terkait telah tersusunnya Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) Kawasan Batam-Bintan-Karimun tersebut, maka pelu penyepakatan RPI2JM ini dari semua stakeholder terkait. Direktorat Penataan Ruang Wilayah Nasional, Kementerian Pekerjaan Umum, mengusulkan inisiatif untuk melakukan kegiatan Penyempurnaan dan Penyepakatan Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2- JM) Kawasan Batam-Bintan-Karimun.

1.2 Maksud

Maksud dari kegiatan Penyepakatan Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) Kawasan Batam-Bintan-Karimun adalah untuk memperoleh konsensus bersama (dokumen kesepakatan formal) semua pemangku kepentingan dalam program pembangunan infrastruktur.

1.3 Tujuan

Tujuan dari kegiatan Penyepakatan RPI2-JM Kawasan Batam-Bintan-Karimun dan Kawasan Danau Toba ini adalah terwujudnya kesepakatan bersama dan inisiasi pelaksanaan RPI2-JM yang

Bab 1 | Hal | 1 Bab 1 | Hal | 1

1.4 Sasaran

Tersedianya dokumen RPI2JM Kawasan Batam-Bintan-Karimun yang telah disepakati secara formal dari semua pemangku kepentingan terkait pembangunan infrastruktur.

1.5 Keluaran

Dokumen Rencana Terpadu Pengembangan Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Kawasan Batam-Bintan-Karimun yang disepakati oleh pemerintah provinsi Kepulauan Riau, Pemerintah Kota Batam, Pemerintah Kota Tanjungpinang, Pemerintah Kabupaten Bintan, Pemerintah Kabupaten Karimun, Badan Pengusahaan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Bintan, Tanjungpinang dan Karimun.

Bab 1 | Hal | 2

BAB 2 KEBIJAKAN UMUM PENDAHULUAN

BAB 2 Kebijakan Umum

2.1. Pengertian

1. Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah bidang

Pekerjaan Umum, yang selanjutnya disebut RPI2-JM bidang ke-PU-an, adalah rencana dan program pembangunan infrastruktur ke-PU-an tahunan dalam periode 3 (tiga) hingga 5 (lima) tahun, yang mensinkronkan kegiatan pembangunan infrastruktur ke-PU-an, baik yang dilaksanakan dan dibiayai pemerintah, pemerintah daerah, maupun oleh masyarakat/dunia usaha.

2. Rencana Terpadu adalah upaya mengintegrasikan arahan spasial pengembangan wilayah dengan program prioritas pembangunan infrastruktur ke-PU-an.

3. Sinkronisasi Program adalah upaya menyerasikan program pembangunan infrastruktur ke-PU-an sesuai tahapan/skala prioritas pengembangan wilayah, melalui berbagai forum koordinasi, dari aspek fungsi, lokasi, waktu, dan anggaran.

4. Program dan Kegiatan Pembangunan Infrastruktur Tahunan adalah rencana program dan kegiatan yang akan dilaksanakan dalam jangka waktu satu tahun yang merupakan bagian dari RPI2-JM bidang ke-PU-an.

5. Infrastruktur bidang ke-PU-an adalah jenis prasarana dan sarana ke-binamarga-an, prasarana dan sarana sumberdaya air, prasarana dan sarana ke-ciptakarya-an, serta penataan ruang.

6. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.

7. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirearkis memiliki hubungan fungsional.

8. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.

9. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

10. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.

Bab 2 | Hal | 1

11. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tataruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program besertapembiayaannya.

12. Pelaksanaan Pemanfaatan Ruang merupakan pelaksanaan pembangunan sektoral dan pengembangan wilayah, baik yang dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah maupunoleh masyarakat, yangharus mengacu pada rencana tata ruang.

13. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.

14. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya.

15. Kawasan Strategis Nasional, yang selanjutnya disebut KSN, adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.

16. Kawasan Strategis Provinsi, yang selanjutnya disebut KSP, adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup Provinsi terhadap pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan sosial masyarakat, budaya, dan/atau lingkungan.

17. Kawasan Strategis Kabupaten/Kota,yang selanjutnya disebut KSK/K,adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup Kabupaten/Kota terhadap pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan sosial masyarakat, budaya, dan/atau lingkungan.

18. Rencana Pembangunan Jangka Panjang, yang selanjutnya disebut RPJP, adalah dokumen perencanaan untuk periode 20 (dua puluh) tahun.

19. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, yang selanjutnya disebut RPJM Nasional, adalah penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Nasional, yang memuat strategi pembangunan Nasional, kebijakan umum, program Kementerian/Lembaga dan lintas Kementerian/ Lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh

Bab 2 | Hal | 2 Bab 2 | Hal | 2

20. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, yang selanjutnya disebut

RPJM Daerah, adalah penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional, memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), lintas SKPD, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.

2.2. Acuan Normatif

Pedoman ini disusun dengan memperhatikan antara lain:

1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara;

2. Ketentuan UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang atau peraturan perundang-undangan tentang APBN/APBD;

3. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara;

4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;

5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air;

6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;

7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;

8. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan;

9. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025;

10. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal;

11. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;

12. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengololaan Sampah;

13. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol;

14. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum;

Bab 2 | Hal | 3

15. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahin 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum;

16. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum;

17. Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2005 tentang Komite Kebijakan percepatan Penyediaan Infrastruktur;

18. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata cara penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara Pada BUMN dan PT;

19. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah;

20. Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur;

21. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah;

22. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan;

23. Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Perpres No

36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;

24. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu;

25. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2007 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia Untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Pembiayaan Infrastruktur;

26. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah;

27. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;

28. Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan penanaman Modal di Daerah;

29. Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas PP No 1 Tahun 2007 tentang fasilitasi pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu;

Bab 2 | Hal | 4

30. Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas PP No 66 Tahun 2007 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Pembiayaan Infrastruktur;

31. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan;

32. Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2009 tentang Pemberian Jaminan dan Subsidi Bunga oleh Pemerintah Pusat Dalam Rangka Percepatan Penyediaan Air Minum;

33. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2009 tentang Penyertan Modal Negara republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Penjaminan Investasi Infrastruktur;

34. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014;

35. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 67 Tahun 2005 tentang kerjasama Pemerintah Dengan Badan usaha dalam Penyediaan Infrastruktur;

36. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang;

37. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal;

38. Peraturan Presiden Nomor 78 tahun 2010 tentang Penjaminan Infrastruktur Dalam proyek Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan Usaha Yang Dilaksanakan Melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur;

39. Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2011 tentang Perubahan Atas Perpres No 42 Tahun 2005 tentang Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur; dan

40. Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025.

41. Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas PP No 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah;

42. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas PP No 1 tahun 2007 tentang Fasilitasi Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di daerah-daerah Tertentu;

Bab 2 | Hal | 5

43. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2011 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke Dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Penjaminnan Infrastruktur Indonesia;

44. Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres No 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur;

2.3. Kedudukan dan Fungsi

RPI2-JM bidang ke-PU-an berkedudukan sebagai dokumen yang mengintegrasikan kebijakan spasial dan kebijakan infrastruktur bidang ke-PU-an, dan berfungsi sebagai Rencana Pembangunan Infrastruktur (Infrastructure Development Plan) pada masing- masing tingkatan wilayah Pulau/Kepulauan dan KSN, wilayah provinsi dan KSP, serta wilayah kabupaten/kota, dan KSK/K.

Kebijakan spasial dalam RPI2-JM bidang ke-PU-an mengacu pada:

a. RTRW Nasional beserta rencana rincinya (yaitu: RTR Pulau/Kepulauan dan/atau RTR Kawasan Strategis Nasional);

b. RTRW Propinsi beserta rencana rincinya (yaitu: RTR Kawasan Strategis Provinsi); dan

c. RTRW Kabupaten/Kota beserta rencana rincinya (yaitu: RTR Kawasan Strategis Kabupaten/Kota atau RDTR Kabupaten/Kota).

Kebijakan infrastruktur bidang ke-PU-an dalam RPI2-JM ini mengacu pada RPJP Nasional, RPJM Nasional, Rencana Strategis Kementerian/ Lembaga (Renstra K/L), RPJP Provinsi, RPJM Provinsi, dan Renstra SKPD Provinsi, RPJP Kabupaten/kota, RPJM Kabupaten/Kota, dan Renstra SKPD Kabupaten/Kota

Dalam pelaksanaannya, RPI2-JM bidang ke-PU-an sebagai rencana investasi jangka menengah lima tahunan untuk wilayah Pulau/Kepulauan dan KSN merupakan dokumen yang ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum sebagai acuan bagi Pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur ke-PU-an pada masing- masing wilayah atau kawasan tersebut. RPI2-JM bidang ke-PU-an sebagai rencana investasi jangka menengah lima tahunan untuk masing-masing wilayah provinsi, wilayah kabupaten/kota, KSP, dan KSK/K, merupakan dokumen yang ditetapkan oleh Gubernur sebagai acuan bagi daerah dalam pelaksanaan Musrenbang. Dengan demikian RPI2-JM bidang ke-PU-an dapat berupa:

a. RPI2-JM bidang ke-PU-an Wilayah Pulau/Kepulauan;

Bab 2 | Hal | 6 Bab 2 | Hal | 6

c. RPI2-JM bidang ke-PU-an provinsi;

d. RPI2-JM bidang ke-PU-an Kawasan Strategis Provinsi;

e. RPI2-JM bidang ke-PU-an kabupaten/kota; dan

f. RPI2-JM bidang ke-PU-an Kawasan Strategis Kabupaten/Kota.

RPI2-JM bidang ke-PU-an merupakan salah satu dasar dalam penyusunan anggaran atau rencana kerja tahunan (RKP) dan Rencana Kerja (Renja), baik di tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota. Secara skematis, kedudukan RPI2-JM bidang ke-PU-an dalam sistem perencanaan spasial dan sistem perencanaan pembangunan dapat dilihat pada Gambar 2.1.

DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN

E DIPDA

-JM

G DAS I2 K N

P A R ID

DIPDA

DAS K

Gambar 2. 1. Kedudukan Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur ke- PU-an

Jangka Menengah (RPI2-JM bidang ke-PU-an)

2.4. Prinsip-prinsip yang Mendasari

Prinsip-prinsip yang mendasari dalam penyusunan RPI2-JM bidang ke-PU-an meliputi:

a. Kewilayahan;

Bab 2 | Hal | 7

Prinsip kewilayahan merupakan pendekatan yang tidak sektoral tetapi objeknya adalah entitas wilayah/kawasan strategis yang akan didorong dan mendorong terciptanya stuktur ruang yang efektif dan efisien.

b. Keterpaduan; Prinsip keterpaduan merupakan integrasi dalam perencanaan dan sinkronisasi

dalam pemrograman pembangunan yang saling terkait untuk mengisi kekurangan dan kebutuhan masing-masing.

c. Keberlanjutan; Prinsip keberlanjutan merupakan pendekatan dalam pemrograman investasi

infrastruktur ke-PU-an jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang dengan memperhatikan aspek-aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup.

d. Koordinasi; Prinsip koordinasi merupakan pendekatan dalam penyelenggaraan

pembangunan infrastruktur ke-PU-an yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan, baik Pemerintah, pemerintah daerah, maupun masyarakat/dunia usaha, sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.

e. Optimalisasi sumberdaya; Prinsip optimalisasi sumberdaya merupakan pendekatan dalam pemanfaatan

sumberdaya yang sesuai dengan kewenangan dan kapasitas pendanaan untuk tujuan pengembangan kawasan/wilayah melalui pembangunan infrastruktur ke- PU-an.

Bab 2 | Hal | 8

BAB 3 PEDOMAN UMUM PENYUSUNAN PRIORITAS ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR RPIIJM

BAB 3 Pedoman Umum Penyusunan Prioritas Alternatif Sumber Pembiayaan Infrastruktur RPIIJM

JENIS INFRASTRUKTUR, ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN, DAN KRITERIA/PERSYARATAN BERDASARKAN SEKTOR/

KETENTUAN DALAM PERATURAN

NO. SUBSEKTOR

URUTAN PRIORITAS

JENIS

INFRASTRUK-TUR

ALTERNATIF SUMBER

KRITERIA/PERSYARATAN

INFRASTRUKTUR PEMBIAYAAN

I. PEKERJAAN UMUM

1. Bina Marga

1) Jalan Tol dan

1. BADAN USAHA SWASTA

 Layak secara Ekonomi:

Jembatan Tol.

Manfaat sosial ekonomi > Biaya  Layak secara Finansial:

1) Net Present Value (NPV) positif

2) IRR > Suku Bunga Acuan BI  Insentif Pemerintah yang diperlukan

1) Insentif Fiskal:  Keringanan PPN dan PPh

2) Insentif Non Fiskal:

 Keringanan biaya perizinan pengadaan tanah

2. KERJASAMA PEMERINTAH

 Badan Usaha Swasta tidak tertarik dengan pola

DAN SWASTA (KPS)

pembiayaan murni korporasi  Layak secara Ekonomi:

Manfaat sosial ekonomi > Biaya  Insentif Pemerintah yang diperlukan

1) Insentif Fiskal:

Bab 3 | Hal | 1

JENIS INFRASTRUKTUR, ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN, DAN KRITERIA/PERSYARATAN BERDASARKAN SEKTOR/

KETENTUAN DALAM PERATURAN

NO. SUBSEKTOR

URUTAN PRIORITAS

JENIS

INFRASTRUK-TUR

ALTERNATIF SUMBER

KRITERIA/PERSYARATAN

INFRASTRUKTUR PEMBIAYAAN

 Keringanan PPN dan PPh

2) Insentif Non Fiskal:

 Keringanan biaya perizinan pengadaan tanah  Sebagian atau seluruh biaya pengadaan

tanah dibebankan kepada Pemerintah agar proyek layak secara finansial (Pasal 10 Permen PU 13/2010).

3. BUMN

 Badan Usaha Swasta tidak tertarik baik dengan pola pembiayaan murni korporasi maupun dengan pola KPS

 Layak secara Ekonomi:

Manfaat sosial ekonomi > Biaya  Insentif Pemerintah yang diperlukan

1) Insentif Fiskal:  Keringanan PPN dan PPh

2) Insentif Non Fiskal:

 Keringanan biaya perizinan pengadaan tanah  Sebagian atau seluruh biaya pengadaan

tanah dibebankan kepada Pemerintah agar proyek layak secara finansial

 Memperoleh prioritas penyertaan modal dari Pemerintah agar kinerja ekuitas (modal

sendiri) BUMN tersebut membaik.

2) Jalan dan

APBN

Badan Usaha Swasta ataupun BUMN tidak tertarik

Bab 3 | Hal | 2

JENIS INFRASTRUKTUR, ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN, DAN KRITERIA/PERSYARATAN BERDASARKAN SEKTOR/

KETENTUAN DALAM PERATURAN

NO. SUBSEKTOR

URUTAN PRIORITAS

JENIS

INFRASTRUK-TUR

ALTERNATIF SUMBER

KRITERIA/PERSYARATAN

INFRASTRUKTUR PEMBIAYAAN

Jembatan Bukan

dengan baik pola pembiayaan murni korporasi maupun

Tol.

pola KPS.

 Badan Usaha Swasta tidak tertarik dengan pola (SDA)

2. Sumber Daya Air

Bangunan air dan

1. KERJASAMA PEMERINTAH

Saluran pembawa

DAN SWASTA (KPS)

pembiayaan murni korporasi

air baku.

 Layak secara Ekonomi:

Manfaat sosial ekonomi > Biaya  Insentif Pemerintah yang diperlukan

1) Insentif Fiskal:  Keringanan PPN dan PPh

2) Insentif Non Fiskal:

 Keringanan biaya perizinan pengadaan tanah  Sebagian atau seluruh biaya pengadaan

tanah dibebankan kepada Pemerintah agar proyek layak secara finansial (Pasal 10 Permen PU 13/2010).

2. BUMN

 Badan Usaha Swasta tidak tertarik baik dengan pola pembiayaan murni korporasi maupun dengan pola

KPS  Layak secara Ekonomi:

Manfaat sosial ekonomi > Biaya  Insentif Pemerintah yang diperlukan

1) Insentif Fiskal:  Keringanan PPN dan PPh

Bab 3 | Hal | 3

JENIS INFRASTRUKTUR, ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN, DAN KRITERIA/PERSYARATAN BERDASARKAN SEKTOR/

KETENTUAN DALAM PERATURAN

NO. SUBSEKTOR

URUTAN PRIORITAS

JENIS

INFRASTRUK-TUR

ALTERNATIF SUMBER

KRITERIA/PERSYARATAN

INFRASTRUKTUR PEMBIAYAAN

2) Insentif Non Fiskal:

 Keringanan biaya perizinan pengadaan tanah  Sebagian atau seluruh biaya pengadaan

tanah dibebankan kepada Pemerintah agar proyek layak secara finansial

 Memperoleh prioritas penyertaan modal dari Pemerintah agar kinerja ekuitas (modal

sendiri) BUMN tersebut membaik.

3. APBN

Badan Usaha Swasta ataupun BUMN tidak tertarik dengan baik pola pembiayaan murni korporasi maupun pola KPS.

 Badan Usaha Swasta tidak tertarik dengan pola Minum.

3. a. Cipta Karya _ Air Bangunan

1. KERJASAMA PEMERINTAH

pengambilan air

DAN SWASTA (KPS)

pembiayaan murni korporasi

baku, Jaringan

 Layak secara Ekonomi:

transmisi air minum,

Manfaat sosial ekonomi > Biaya

Jaringan distribusi

 Insentif Pemerintah yang diperlukan

air minum, dan

1) Insentif Fiskal:

Instalasi

 Keringanan PPN dan PPh

pengolahan air

2) Insentif Non Fiskal:

minum.

 Keringanan biaya perizinan pengadaan tanah  Sebagian atau seluruh biaya pengadaan

tanah dibebankan kepada Pemerintah agar proyek layak secara finansial (Pasal 10

Bab 3 | Hal | 4

JENIS INFRASTRUKTUR, ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN, DAN KRITERIA/PERSYARATAN BERDASARKAN SEKTOR/

KETENTUAN DALAM PERATURAN

NO. SUBSEKTOR

URUTAN PRIORITAS

JENIS

INFRASTRUK-TUR

ALTERNATIF SUMBER

KRITERIA/PERSYARATAN

INFRASTRUKTUR PEMBIAYAAN

Permen PU 13/2010).

2. BUMN

 Badan Usaha Swasta tidak tertarik baik dengan pola pembiayaan murni korporasi maupun dengan pola KPS

 Layak secara Ekonomi:

Manfaat sosial ekonomi > Biaya  Insentif Pemerintah yang diperlukan

1) Insentif Fiskal:  Keringanan PPN dan PPh

2) Insentif Non Fiskal:

 Keringanan biaya perizinan pengadaan tanah  Sebagian atau seluruh biaya pengadaan

tanah dibebankan kepada Pemerintah agar proyek layak secara finansial

 Memperoleh prioritas penyertaan modal dari Pemerintah agar kinerja ekuitas (modal

sendiri) BUMN tersebut membaik.

3. APBN

Badan Usaha Swasta ataupun BUMN tidak tertarik dengan baik pola pembiayaan murni korporasi maupun pola KPS.

 Badan Usaha Swasta tidak tertarik dengan pola Limbah

b. Cipta Karya _ Air Instalasi pengolah

1. KERJASAMA PEMERINTAH

air limbah, Jaringan

DAN SWASTA (KPS)

pembiayaan murni korporasi

pengumpul air

 Layak secara Ekonomi:

Bab 3 | Hal | 5

JENIS INFRASTRUKTUR, ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN, DAN KRITERIA/PERSYARATAN BERDASARKAN SEKTOR/

KETENTUAN DALAM PERATURAN

NO. SUBSEKTOR

URUTAN PRIORITAS

JENIS

INFRASTRUK-TUR

ALTERNATIF SUMBER

KRITERIA/PERSYARATAN

INFRASTRUKTUR PEMBIAYAAN

limbah, dan

Manfaat sosial ekonomi > Biaya

Jaringan utama air

 Insentif Pemerintah yang diperlukan

limbah.

1) Insentif Fiskal:

 Keringanan PPN dan PPh

2) Insentif Non Fiskal:

 Keringanan biaya perizinan pengadaan tanah  Sebagian atau seluruh biaya pengadaan

tanah dibebankan kepada Pemerintah agar proyek layak secara finansial (Pasal 10 Permen PU 13/2010).

2. BUMN

 Badan Usaha Swasta tidak tertarik baik dengan pola pembiayaan murni korporasi maupun dengan pola

KPS  Layak secara Ekonomi:

Manfaat sosial ekonomi > Biaya  Insentif Pemerintah yang diperlukan

1) Insentif Fiskal:  Keringanan PPN dan PPh

2) Insentif Non Fiskal:

 Keringanan biaya perizinan pengadaan tanah  Sebagian atau seluruh biaya pengadaan

tanah dibebankan kepada Pemerintah agar proyek layak secara finansial

 Memperoleh prioritas penyertaan modal dari

Bab 3 | Hal | 6

JENIS INFRASTRUKTUR, ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN, DAN KRITERIA/PERSYARATAN BERDASARKAN SEKTOR/

KETENTUAN DALAM PERATURAN

NO. SUBSEKTOR

URUTAN PRIORITAS

JENIS

INFRASTRUK-TUR

ALTERNATIF SUMBER

KRITERIA/PERSYARATAN

INFRASTRUKTUR PEMBIAYAAN

Pemerintah agar kinerja ekuitas (modal sendiri) BUMN tersebut membaik.

3. APBN

Badan Usaha Swasta ataupun BUMN tidak tertarik dengan baik pola pembiayaan murni korporasi maupun pola KPS.

 Badan Usaha Swasta tidak tertarik dengan pola Persampahan

c. Cipta Karya _

Sarana dan

1. KERJASAMA PEMERINTAH

Prasarana

DAN SWASTA (KPS)

pembiayaan murni korporasi

persampahan

 Layak secara Ekonomi:

(Pengangkut dan

Manfaat sosial ekonomi > Biaya

Tempat

 Insentif Pemerintah yang diperlukan

Penampungan/

1) Insentif Fiskal:

Pemrosesan).

 Keringanan PPN dan PPh

2) Insentif Non Fiskal:

 Keringanan biaya perizinan pengadaan tanah  Sebagian atau seluruh biaya pengadaan

tanah dibebankan kepada Pemerintah agar proyek layak secara finansial (Pasal 10 Permen PU 13/2010).

2. BUMN

 Badan Usaha Swasta tidak tertarik baik dengan pola pembiayaan murni korporasi maupun dengan pola KPS

 Layak secara Ekonomi:

Manfaat sosial ekonomi > Biaya  Insentif Pemerintah yang diperlukan

Bab 3 | Hal | 7

JENIS INFRASTRUKTUR, ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN, DAN KRITERIA/PERSYARATAN BERDASARKAN SEKTOR/

KETENTUAN DALAM PERATURAN

NO. SUBSEKTOR

URUTAN PRIORITAS

JENIS

INFRASTRUK-TUR

ALTERNATIF SUMBER

KRITERIA/PERSYARATAN

INFRASTRUKTUR PEMBIAYAAN

1) Insentif Fiskal:  Keringanan PPN dan PPh

2) Insentif Non Fiskal:

 Keringanan biaya perizinan pengadaan tanah  Sebagian atau seluruh biaya pengadaan

tanah dibebankan kepada Pemerintah agar proyek layak secara finansial

 Memperoleh prioritas penyertaan modal dari Pemerintah agar kinerja ekuitas (modal

sendiri) BUMN tersebut membaik.

3. APBN

Badan Usaha Swasta ataupun BUMN tidak tertarik dengan baik pola pembiayaan murni korporasi maupun pola KPS.

Badan Usaha Swasta ataupun BUMN tidak tertarik Drainase

c. Cipta Karya _

APBN

dengan baik pola pembiayaan murni korporasi maupun pola KPS.

II. PERHUBUNGAN/ TRANSPORTASI

1. Kebandarudaraan Pelayanan jasa

1. BADAN USAHA SWASTA

 Layak secara Ekonomi:

kebandarudaraan.

Manfaat sosial ekonomi > Biaya  Layak secara Finansial:

1) Net Present Value (NPV) positif

2) IRR > Suku Bunga Acuan BI  Insentif Pemerintah yang diperlukan

Bab 3 | Hal | 8

JENIS INFRASTRUKTUR, ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN, DAN KRITERIA/PERSYARATAN BERDASARKAN SEKTOR/

KETENTUAN DALAM PERATURAN

NO. SUBSEKTOR

URUTAN PRIORITAS

JENIS

INFRASTRUK-TUR

ALTERNATIF SUMBER

KRITERIA/PERSYARATAN

INFRASTRUKTUR PEMBIAYAAN

1) Insentif Fiskal:  Keringanan PPN dan PPh

2) Insentif Non Fiskal:

 Keringanan biaya perizinan pengadaan tanah

2. KERJASAMA PEMERINTAH

 Badan Usaha Swasta tidak tertarik dengan pola

DAN SWASTA (KPS)

pembiayaan murni korporasi  Layak secara Ekonomi:

Manfaat sosial ekonomi > Biaya  Insentif Pemerintah yang diperlukan

1) Insentif Fiskal:  Keringanan PPN dan PPh

2) Insentif Non Fiskal:

 Keringanan biaya perizinan pengadaan tanah  Sebagian atau seluruh biaya pengadaan

tanah dibebankan kepada Pemerintah agar proyek layak secara finansial (Pasal 10 Permen PU 13/2010).

3. BUMN

 Badan Usaha Swasta tidak tertarik baik dengan pola pembiayaan murni korporasi maupun dengan pola KPS

 Layak secara Ekonomi:

Manfaat sosial ekonomi > Biaya  Insentif Pemerintah yang diperlukan

1) Insentif Fiskal:

Bab 3 | Hal | 9

JENIS INFRASTRUKTUR, ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN, DAN KRITERIA/PERSYARATAN BERDASARKAN SEKTOR/

KETENTUAN DALAM PERATURAN

NO. SUBSEKTOR

URUTAN PRIORITAS

JENIS

INFRASTRUK-TUR

ALTERNATIF SUMBER

KRITERIA/PERSYARATAN

INFRASTRUKTUR PEMBIAYAAN

 Keringanan PPN dan PPh

2) Insentif Non Fiskal:

 Keringanan biaya perizinan pengadaan tanah  Sebagian atau seluruh biaya pengadaan

tanah dibebankan kepada Pemerintah agar proyek layak secara finansial

 Memperoleh prioritas penyertaan modal dari Pemerintah agar kinerja ekuitas (modal sendiri) BUMN tersebut membaik.

2. Kepelabuhanan

Penyediaan

1. BADAN USAHA SWASTA

 Layak secara Ekonomi:

dan/atau pelayanan

Manfaat sosial ekonomi > Biaya

jasa

 Layak secara Finansial:

kepelabuhanan.

1) Net Present Value (NPV) positif

2) IRR > Suku Bunga Acuan BI  Insentif Pemerintah yang diperlukan

1) Insentif Fiskal:  Keringanan PPN dan PPh

2) Insentif Non Fiskal:

 Keringanan biaya perizinan pengadaan tanah

2. KERJASAMA PEMERINTAH

 Badan Usaha Swasta tidak tertarik dengan pola

DAN SWASTA (KPS)

pembiayaan murni korporasi  Layak secara Ekonomi:

Manfaat sosial ekonomi > Biaya

Bab 3 | Hal | 10

JENIS INFRASTRUKTUR, ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN, DAN KRITERIA/PERSYARATAN BERDASARKAN SEKTOR/

KETENTUAN DALAM PERATURAN

NO. SUBSEKTOR

URUTAN PRIORITAS

JENIS

INFRASTRUK-TUR

ALTERNATIF SUMBER

KRITERIA/PERSYARATAN

INFRASTRUKTUR PEMBIAYAAN

 Insentif Pemerintah yang diperlukan

1) Insentif Fiskal:  Keringanan PPN dan PPh

2) Insentif Non Fiskal:

 Keringanan biaya perizinan pengadaan tanah  Sebagian atau seluruh biaya pengadaan

tanah dibebankan kepada Pemerintah agar proyek layak secara finansial (Pasal 10 Permen PU 13/2010).

3. BUMN

 Badan Usaha Swasta tidak tertarik baik dengan pola pembiayaan murni korporasi maupun dengan pola KPS

 Layak secara Ekonomi:

Manfaat sosial ekonomi > Biaya  Insentif Pemerintah yang diperlukan

1) Insentif Fiskal:  Keringanan PPN dan PPh

2) Insentif Non Fiskal:

 Keringanan biaya perizinan pengadaan tanah  Sebagian atau seluruh biaya pengadaan

tanah dibebankan kepada Pemerintah agar proyek layak secara finansial

 Memperoleh prioritas penyertaan modal dari Pemerintah agar kinerja ekuitas (modal

Bab 3 | Hal | 11

JENIS INFRASTRUKTUR, ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN, DAN KRITERIA/PERSYARATAN BERDASARKAN SEKTOR/

KETENTUAN DALAM PERATURAN

NO. SUBSEKTOR

URUTAN PRIORITAS

JENIS

INFRASTRUK-TUR

ALTERNATIF SUMBER

KRITERIA/PERSYARATAN

INFRASTRUKTUR PEMBIAYAAN

sendiri) BUMN tersebut membaik.

3. Perkeretaapian

Sarana dan

1. KERJASAMA PEMERINTAH

 Badan Usaha Swasta tidak tertarik dengan pola

prasarana

DAN SWASTA (KPS)

pembiayaan murni korporasi

perkeretaapian.

 Layak secara Ekonomi:

Manfaat sosial ekonomi > Biaya  Insentif Pemerintah yang diperlukan

1) Insentif Fiskal:  Keringanan PPN dan PPh

2) Insentif Non Fiskal:

 Keringanan biaya perizinan pengadaan tanah  Sebagian atau seluruh biaya pengadaan

tanah dibebankan kepada Pemerintah agar proyek layak secara finansial (Pasal 10 Permen PU 13/2010).

2. BUMN

 Badan Usaha Swasta tidak tertarik baik dengan pola pembiayaan murni korporasi maupun dengan pola KPS

 Layak secara Ekonomi:

Manfaat sosial ekonomi > Biaya  Insentif Pemerintah yang diperlukan

1) Insentif Fiskal:  Keringanan PPN dan PPh

2) Insentif Non Fiskal:

Bab 3 | Hal | 12

JENIS INFRASTRUKTUR, ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN, DAN KRITERIA/PERSYARATAN BERDASARKAN SEKTOR/

KETENTUAN DALAM PERATURAN

NO. SUBSEKTOR

URUTAN PRIORITAS

JENIS

INFRASTRUK-TUR

ALTERNATIF SUMBER

KRITERIA/PERSYARATAN

INFRASTRUKTUR PEMBIAYAAN

 Keringanan biaya perizinan pengadaan tanah  Sebagian atau seluruh biaya pengadaan

tanah dibebankan kepada Pemerintah agar proyek layak secara finansial

 Memperoleh prioritas penyertaan modal dari Pemerintah agar kinerja ekuitas (modal

sendiri) BUMN tersebut membaik.

4. ASDP

3. APBN

Badan Usaha Swasta ataupun BUMN tidak tertarik dengan baik pola pembiayaan murni korporasi maupun pola KPS.

III. ESDM

1. Ketenagalistrikan

Pembangkit listrik,

1. KERJASAMA PEMERINTAH

 Badan Usaha Swasta tidak tertarik dengan pola

Pengembangan

DAN SWASTA (KPS)

pembiayaan murni korporasi

tenaga listrik yang

 Layak secara Ekonomi:

berasal dari panas

Manfaat sosial ekonomi > Biaya

bumi, dan

 Insentif Pemerintah yang diperlukan

Transmisi/Distribusi

1) Insentif Fiskal:

tenaga listrik.

 Keringanan PPN dan PPh

2) Insentif Non Fiskal:

 Keringanan biaya perizinan pengadaan tanah  Sebagian atau seluruh biaya pengadaan

tanah dibebankan kepada Pemerintah agar proyek layak secara finansial (Pasal 10

Bab 3 | Hal | 13

JENIS INFRASTRUKTUR, ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN, DAN KRITERIA/PERSYARATAN BERDASARKAN SEKTOR/

KETENTUAN DALAM PERATURAN

NO. SUBSEKTOR

URUTAN PRIORITAS

JENIS

INFRASTRUK-TUR

ALTERNATIF SUMBER

KRITERIA/PERSYARATAN

INFRASTRUKTUR PEMBIAYAAN

Permen PU 13/2010).

2. BUMN

 Badan Usaha Swasta tidak tertarik baik dengan pola pembiayaan murni korporasi maupun dengan pola KPS

 Layak secara Ekonomi:

Manfaat sosial ekonomi > Biaya  Insentif Pemerintah yang diperlukan

1) Insentif Fiskal:  Keringanan PPN dan PPh

2) Insentif Non Fiskal:

 Keringanan biaya perizinan pengadaan tanah  Sebagian atau seluruh biaya pengadaan

tanah dibebankan kepada Pemerintah agar proyek layak secara finansial

 Memperoleh prioritas penyertaan modal dari Pemerintah agar kinerja ekuitas (modal

sendiri) BUMN tersebut membaik.

2. Minyak dan Gas

Transmisi dan

1. BADAN USAHA SWASTA

 Layak secara Ekonomi:

Bumi

distribusi minyak

Manfaat sosial ekonomi > Biaya

dan gas bumi.

 Layak secara Finansial:

1) Net Present Value (NPV) positif

2) IRR > Suku Bunga Acuan BI  Insentif Pemerintah yang diperlukan

Bab 3 | Hal | 14

JENIS INFRASTRUKTUR, ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN, DAN KRITERIA/PERSYARATAN BERDASARKAN SEKTOR/

KETENTUAN DALAM PERATURAN

NO. SUBSEKTOR

URUTAN PRIORITAS

JENIS

INFRASTRUK-TUR

ALTERNATIF SUMBER

KRITERIA/PERSYARATAN

INFRASTRUKTUR PEMBIAYAAN

1) Insentif Fiskal:  Keringanan PPN dan PPh

2) Insentif Non Fiskal:

 Keringanan biaya perizinan pengadaan tanah

2. KERJASAMA PEMERINTAH

 Badan Usaha Swasta tidak tertarik dengan pola

DAN SWASTA (KPS)

pembiayaan murni korporasi  Layak secara Ekonomi:

Manfaat sosial ekonomi > Biaya  Insentif Pemerintah yang diperlukan

1) Insentif Fiskal:  Keringanan PPN dan PPh

2) Insentif Non Fiskal:

 Keringanan biaya perizinan pengadaan tanah  Sebagian atau seluruh biaya pengadaan

tanah dibebankan kepada Pemerintah agar proyek layak secara finansial (Pasal 10 Permen PU 13/2010).

3. BUMN

 Badan Usaha Swasta tidak tertarik baik dengan pola pembiayaan murni korporasi maupun dengan pola KPS

 Layak secara Ekonomi:

Manfaat sosial ekonomi > Biaya  Insentif Pemerintah yang diperlukan

1) Insentif Fiskal:

Bab 3 | Hal | 15

JENIS INFRASTRUKTUR, ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN, DAN KRITERIA/PERSYARATAN BERDASARKAN SEKTOR/

KETENTUAN DALAM PERATURAN

NO. SUBSEKTOR

URUTAN PRIORITAS

JENIS

INFRASTRUK-TUR

ALTERNATIF SUMBER

KRITERIA/PERSYARATAN

INFRASTRUKTUR PEMBIAYAAN

 Keringanan PPN dan PPh

2) Insentif Non Fiskal:

 Keringanan biaya perizinan pengadaan tanah  Sebagian atau seluruh biaya pengadaan

tanah dibebankan kepada Pemerintah agar proyek layak secara finansial

 Memperoleh prioritas penyertaan modal dari Pemerintah agar kinerja ekuitas (modal sendiri) BUMN tersebut membaik.

IV. KOMINFO

1. Telekomunikasi

Jaringan

1. BADAN USAHA SWASTA

 Layak secara Ekonomi:

Telekomunikasi.

Manfaat sosial ekonomi > Biaya  Layak secara Finansial:

1) Net Present Value (NPV) positif

2) IRR > Suku Bunga Acuan BI  Insentif Pemerintah yang diperlukan

1) Insentif Fiskal:  Keringanan PPN dan PPh

2) Insentif Non Fiskal:

 Keringanan biaya perizinan pengadaan tanah

2. KERJASAMA PEMERINTAH

 Badan Usaha Swasta tidak tertarik dengan pola

DAN SWASTA (KPS)

pembiayaan murni korporasi  Layak secara Ekonomi:

Bab 3 | Hal | 16

JENIS INFRASTRUKTUR, ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN, DAN KRITERIA/PERSYARATAN BERDASARKAN SEKTOR/

KETENTUAN DALAM PERATURAN

NO. SUBSEKTOR

URUTAN PRIORITAS

JENIS

INFRASTRUK-TUR

ALTERNATIF SUMBER

KRITERIA/PERSYARATAN

INFRASTRUKTUR PEMBIAYAAN

Manfaat sosial ekonomi > Biaya  Insentif Pemerintah yang diperlukan

1) Insentif Fiskal:  Keringanan PPN dan PPh

2) Insentif Non Fiskal:

 Keringanan biaya perizinan pengadaan tanah  Sebagian atau seluruh biaya pengadaan

tanah dibebankan kepada Pemerintah agar proyek layak secara finansial (Pasal 10 Permen PU 13/2010).

3. BUMN

 Badan Usaha Swasta tidak tertarik baik dengan pola pembiayaan murni korporasi maupun dengan pola

KPS  Layak secara Ekonomi:

Manfaat sosial ekonomi > Biaya  Insentif Pemerintah yang diperlukan

1) Insentif Fiskal:  Keringanan PPN dan PPh

2) Insentif Non Fiskal:

 Keringanan biaya perizinan pengadaan tanah  Sebagian atau seluruh biaya pengadaan

tanah dibebankan kepada Pemerintah agar proyek layak secara finansial

 Memperoleh prioritas penyertaan modal dari

Bab 3 | Hal | 17

JENIS INFRASTRUKTUR, ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN, DAN KRITERIA/PERSYARATAN BERDASARKAN SEKTOR/

KETENTUAN DALAM PERATURAN

NO. SUBSEKTOR

URUTAN PRIORITAS

JENIS

INFRASTRUK-TUR

ALTERNATIF SUMBER

KRITERIA/PERSYARATAN

INFRASTRUKTUR PEMBIAYAAN

Pemerintah agar kinerja ekuitas (modal sendiri) BUMN tersebut membaik.

Sumber: Olahan berdasarkan ketentuan dalam berbagai peraturan perundangan terkait infrastruktur Ke-PU-an, Perhubungan, Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Komunikasi dan Informasi.

Bab 3 | Hal | 18

BAB 4 RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH (RPIIJM) KAWASAN BATAM BINTAN KARIMUN

BAB 4 Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPIIJM) Kawasan Batam Bintan Karimun

4.1. KAWASAN BATAM

4.1.1. Sistem Jaringan Jalan, Kebandarudaraan, dan Kereta Api Matrik Program/Kegiatan Prioritas

SUMBER KODE PROGRAM INFRASTRUKTUR LOKASI VOLUME NILAI PEMBIAYAAN PROGRAM PRIORITAS 1

A. SISTEM JARINGAN JALAN

Preservasi dan Peningkatan Jalan Arteri Primer Batam Center - Sp.

Rp.

5.97 APBN Muka Kuning - Tembesi - Tanjung

A1 Franky - Sp. Kabil, Kec. Nongsa - Batam

1.99 Km

Miliar Berikat. Preservasi dan Peningkatan Jalan Arteri Primer Sp. Kabil, Kec. Nongsa -

A2 Sp.Jam - Sei Harapan - Terminal Batam

Miliar Sekupang, Kec. Sekupang di

Pelabuhan Batam. Preservasi dan Peningkatan Jalan

Rp. Arteri Primer Sp. Kabil, Kec. Nongsa -

Sp. Punggur - Bandar Udara Hang Miliar Nadim - Batu Besar – Nongsa.

Preservasi dan Peningkatan Jalan Rp. Arteri Primer Sp. Punggur -

Pelabuhan Telaga Punggur, Kec. Miliar Nongsa.

Rp. Preservasi dan Peningkatan Jalan

1, 48Km

4.44 APBN

A5 Arteri Primer Tembesi - Batu Aji - Batam

Tanjung Uncang. Miliar Preservasi dan Peningkatan Jalan

Rp. Arteri Primer Sp. Jam - Terminal Batu

Ampar, Kec. Batu Ampar di Miliar Pelabuhan Batam.

Rp. APBN A10 Kolektor Primer 1 Jalan Tanjung

Preservasi Dan Peningkatan Jalan Batam

5,53 Km

16.59 Berikat - Sp. Sembulang - Pelabuhan

Bab 4 | Hal | 1

SUMBER KODE PROGRAM INFRASTRUKTUR LOKASI VOLUME NILAI PEMBIAYAAN

Galang. Miliar

Preservasi Dan Peningkatan Jalan Batam

Rp. Kolektor Primer 1 Jalan Muka

Miliar Punggur, Kec. Nongsa.

Piayu-Telaga

Preservasi Dan Peningkatan Jalan Batam

Rp. Kolektor Primer 1 Jalan Simpang

11.37 APBN A12 Industri Taiwan Punggur-Kawasan

9.79 Km

Industri Kabil, Kec. Nongsa-Batu Miliar Besar.

Preservasi Dan Peningkatan Jalan Batam

Rp. 5.31

APBN A13 Kolektor Primer 1 Jalan Lingkar

1.77 Km

Miliar Nongsa.

Preservasi Dan Peningkatan Jalan Batam

Rp. APBN Kolektor Primer 1 Jalan Sp Tiga Baloi

4.72 Km

14.16 A14 Bunga

Miliar Simpang

Ampar, Kec. Batu Ampar.

Peningkatan Jalan Bebas Hambatan Batam

1.94 Km

Terminal Batu Ampar, Kec. Batu Swasta/KPS/B A28 Ampar di Pelabuhan Batam-Sp. Kabil, UMN Kec. Nongsa-Bandar Udara Hang

Nadim.

Peningkatan Jalan Bebas Hambatan Tanjung

8.10 Km

Simpang tiga Bundaran Kabil, Kec. pinang -

Swasta/KPS/B

A29 Nongsa-Pulau Tanjung Sauh-Pulau Batam

UMN Bintan.

Pengembangan dan Peningkatan Batam

Swasta/KPS/B A30 Lajur, jalur, atau jalan khusus UMN angkutan massal di Kota Batam

Pengembangan dan Peningkatan Batam

Swasta/KPS/B A31 Terminal tipe A Telaga Punggur UMN Kecamatan Nongsa

Pengembangan dan Peningkatan Batam

Swasta/KPS/B A32 Terminal Barang Batu Ampar di UMN Kecamatan Batu Ampar

Pengembangan dan Peningkatan Batam

Swasta/KPS/B A33 Terminal Barang Kabil di Kecamatan UMN Nongsa

Pengembangan dan Peningkatan Batam

Terminal tipe A Sri Tri Buana Swasta/KPS/B

A36

Simpang Lagoi di Kecamatan Teluk UMN Sebong

Bab 4 | Hal | 2

SUMBER KODE PROGRAM INFRASTRUKTUR LOKASI VOLUME NILAI PEMBIAYAAN

Pengembangan dan Peningkatan Bintan

Swasta/KPS/B A37 Terminal Barang Pelabuhan Bandar UMN Sri Udana di Kecamatan Bintan Utara

Pengembangan dan Peningkatan Bintan

Swasta/KPS/B A38 Terminal Barang Pelabuhan Tanjung UMN Uban di Kecamatan Bintan Utara

Pengembangan dan Peningkatan Bintan

Terminal Barang Pelabuhan Sei Swasta/KPS/B

A39

Kolak Kijang di Kecamatan Bintan UMN Timur

Pengembangan dan Peningkatan Bintan

Swasta/KPS/B A40 Terminal Barang Pelabuhan Tanjung UMN Berakit di Kecamatan Teluk Sebong

PROGRAM PRIORITAS 2

Pengembangan dan Peningkatan

Batam

Swasta/KPS/B A34 Terminal Barang Sekupang di UMN Kecamatan Sekupang

Pengembangan Peningkatan Lajur,

Bintan

Swasta/KPS/B A35 jalur, atau jalan khusus angkutan UMN massal Kabupaten Bintan

B. JARINGAN KERETA API

Pengembangan dan peningkatan

Batam

sistem jaringan perkeretapian perkotaan (LokasiBatam).

B1

KPS/BUMN (Trayek/Rute : Bandara HangNadim ‐ Pelabuhan Batu Ampar, Kec. Batu Ampar) Mempertahankan

dan

terus Batam

Swasta/KPS/B

E.4

Internasional Hang Nadim Batam UMN sebagai pusat penyebaran regional

Peningkatan kualitas dan kapasitas Batam

Swasta/KPS/B

E.1 bandara di Bandara Internasional UMN Hang Nadim di Batam,

Sumber: Hasil Sinkronisasi Aspek Fungsi, Lokasi dan Waktu, tahun 2013

Bab 4 | Hal | 3

Peta 4. 1 Indikasi Program Infrastruktur Jaringan Transportasi Jalan, Kereta Api dan Bandar Udara di Kawasan Batam

Bab 4 | Hal | 4

4.1.2. Tatanan Kepelabuhanan Matrik Program/Kegiatan Prioritas

SUMBER KODE PROGRAM INFRASTRUKTUR LOKASI VOLUME NILAI PEMBIAYAAN PROGRAM PRIORITAS 1

D. TATANAN KEPELABUHAN

Peningkatan Pelabuhan

penyeberangan lintas antar

D9 provinsi dan antar negara di Swasta/KPS/BUMN Pelabuhan Teluk Senimba, Kec. Sekupang Peningkatan Pelabuhan

Batam

penyeberangan lintas antar

Batam

D10

Swasta/KPS/BUMN provinsi dan antar negara di

Pelabuhan Nongsa. (Batam). Peningkatan Pelabuhan

Penyeberangan lintas antar

Batam

D11 Kabupaten/Kota Swasta/KPS/BUMN diPelabuhan Sekupang, Kec. Sekupang, Peningkatan Pelabuhan

Penyeberangan lintas antar

Batam

D12 Kabupaten/Kota di Swasta/KPS/BUMN Pelabuhan Telaga Punggur, Kec. Nongsa,Kec. Nongsa Peningkatan Lintas

penyeberangan antarnegara

Batam

D18 di Pelabuhan Batu Ampar, Swasta/KPS/BUMN Kec.Batu Ampar/Harbour Bay, Peningkatan Lintas

Batam

D19 penyeberangan antarnegara Swasta/KPS/BUMN Pelabuhan Batam Center, Peningkatan Lintas

penyeberangan antarnegara Batam D20

Swasta/KPS/BUMN Pelabuhan Sekupang,

Kec.Sekupang Peningkatan Lintas

penyeberangan antarnegara Batam D21

Swasta/KPS/BUMN Pelabuhan Teluk Senimba,

Kec.Sekupang Peningkatan Lintas

Batam

D22 penyeberangan antarnegara Swasta/KPS/BUMN Pelabuhan Nongsa menuju

Bab 4 | Hal | 5

SUMBER KODE PROGRAM INFRASTRUKTUR LOKASI VOLUME NILAI PEMBIAYAAN

kenegara lain. Peningkatan Lintas

penyeberangan antarnegara D23 Lintas penyeberangan

Swasta/KPS/BUMN antarprovinsi diPelabuhan Sekupang, Kec.Sekupang Peningkatan Lintas

Batam

Batam

penyeberangan antar negara Lintas

D24

Swasta/KPS/BUMN penyeberangan antar

Pelabuhan Sijantung menuju ke ProvinsiLain. Peningkatan Lintas

Batam

penyeberangan antar D25 Kabupaten/Kota di

Swasta/KPS/BUMN Pelabuhan Telaga Punggur, Kec. Nongsa, Peningkatan Lintas

Batam

penyeberangan antar

D26

Swasta/KPS/BUMN Kabupaten/Kota di

Pelabuhan Sagulung, Peningkatan Lintas

Batam

penyeberangan antar Kabupaten/Kota di

D27

Swasta/KPS/BUMN Pelabuhan Sembulang

menuju ke Kabupaten/Kota Lain.

Peningkatan pelabuhan

Batam

D47 umum Terminal Batu Ampar, Swasta/KPS/BUMN Kec.Batu Ampar, Peningkatan pelabuhan

Batam

D48 umum Terminal Kabil, Kec. Swasta/KPS/BUMN Nongsa, Peningkatan pelabuhan

Batam

D49

Swasta/KPS/BUMN umum Terminal Nongsa, dan

Peningkatan pelabuhan

Batam

D50 umum Terminal Sekupang, Swasta/KPS/BUMN Kec. Sekupang. Peningkatan Alur pelayaran

Batam

nasional yang

D59

Swasta/KPS/BUMN menghubungkan Terminal

Kabil, Kec. Nongsa, Peningkatan alur pelayaran

Batam

D60

Swasta/KPS/BUMN Terminal Nongsa dengan

Bab 4 | Hal | 6

SUMBER KODE PROGRAM INFRASTRUKTUR LOKASI VOLUME NILAI PEMBIAYAAN

pelabuhan nasional lainnya (Kota Batam). Peningkatan Alur pelayaran

Batam

internasional yang D61 menghubungkan Terminal

Swasta/KPS/BUMN Batu Ampar, Kec. Batu Ampar dan Peningkatan alur pelayaran

Batam

Terminal Sekupang, Kec. D62 Sekupang dengan

Swasta/KPS/BUMN alurpelayaran di Selat Malaka dan Selat Singapura.

PRIORITAS 2

Peningkatan Pelabuhan

Batam

penyeberangan lintas antar D6 provinsi dan antar negara di

Swasta/KPS/BUMN Pelabuhan Batu Ampar/Harbour Bay, Peningkatan Pelabuhan

Batam

penyeberangan lintas antar

D7

Swasta/KPS/BUMN provinsi dan antar negara di

Pelabuhan Batam Center, Peningkatan Pelabuhan

Batam

penyeberangan lintas antar D8 provinsi dan antar negara di

Swasta/KPS/BUMN Pelabuhan Sekupang, Kec. Sekupang Peningkatan Pelabuhan

Batam

Penyeberangan lintas antar

D13

Swasta/KPS/BUMN Kabupaten/Kota di

Pelabuhan Sagulung, Peningkatan Pelabuhan

Batam

Penyeberangan lintas antar

D14

Swasta/KPS/BUMN Kabupaten/Kota

diPelabuhan Sijantung Peningkatan Pelabuhan

Batam

Penyeberangan lintas antar

D15

Swasta/KPS/BUMN Kabupaten/Kota di

Pelabuhan Sembulang.

Sumber: Hasil Sinkronisasi Aspek Fungsi, Lokasi dan Waktu, tahun 2013

Bab 4 | Hal | 7

4.1.3. Sistem Jaringan Transmisi Listrik/ESDM, Jaringan Pipa Minyak dan Gas dan Jaringan Telekomunikasi

Matrik Program/Kegiatan Prioritas SUMBER

VOL NIL KODE

PROGRAM INFRASTRUKTUR

LOKASI

PEMBIAYA UME AI AN

PROGRAM PRIORITAS 1 F. SISTEM JARINGAN TRANSMISI LISTRIK/ESDM

Pengembangan dan

peningkatan

SUTT yang Batam

F.13

KPS/BUMN menghubungkan tiap-tiap GI di dalam Pulau Batam.

PROGRAM PRIORITAS 2

- F.2 Pengembangan dan peningkatan PLTU Tanjung Kasem,

Batam

KPS/BUMN

- F.3 Pengembangan dan peningkatan PLTU Sembulang,

Batam

KPS/BUMN

Pengembangan dan peningkatan PLTU Pulau Galang Batam

F.4

KPS/BUMN Baru,

F.5 Pengembangan dan peningkatan PLTG Panaran I,

Batam

- KPS/BUMN

- F.6 Pengembangan dan peningkatan PLTG Panaran II,

Batam

KPS/BUMN

- F.7 Pengembangan dan peningkatan PLTG New 1 Kabil,

Batam

KPS/BUMN

- F.8 Pengembangan dan peningkatan PLTG Janda Berias,

Batam

KPS/BUMN Pengembangan dan peningkatan PLTG New 2 Tanjung

Batam

F.9

KPS/BUMN Uncang, dan

G. SISTEM JARINGAN PIPA MINYAK DAN GAS PRIORITAS 2

Pengembangan dan Peningkatan Fasilitas penyimpanan Batam

- SWASTA/K G.2 berupa depo minyak bumi terdiri atas depo Pertamina

PS/BUMN Kabil, depo

- SWASTA/K Pengembangan dan Peningkatan Pertamina Batu Ampar

Batam

G.3

serta depo, dan refinery Janda Berias. PS/BUMN

Pengembangan dan Peningkatan jaringan pipa gas bumi Batam,

- SWASTA/K

terdiri atas : A. Jaringan pipa gas huluperpipaan bawa Bintan dan

PS/BUMN

laut yang terhubung menerus antara Natuna, Kawasan Karimun

G.4 BBK dan Pulau Sumatera. B. Jaringan pipa gas transmisi perpipaan bawah laut yang terhubung menerus antara Pulau Sumatera, Kawasan BBK, Kawasan Johor Bahru, dan Negara Singapura. Pengembangan dan Peningkatan Jaringan pipa gas

- SWASTA/K huluperpipaan bawah laut yang terhubung menerus

Batam

G.8

PS/BUMN antara Natuna, Kawasan BBK dan Pulau Sumatera

(Batam). Pengembangan dan Peningkatan Jaringan pipa gas

- SWASTA/K G.9 transmisiperpipaan bawah laut yang terhubung

Batam

PS/BUMN menerus antara pulau Sumatera, Kawasan BBK,

Bab 4 | Hal | 8

SUMBER VOL NIL KODE

PROGRAM INFRASTRUKTUR

LOKASI

PEMBIAYA UME AI AN

Kawasan Johor-Bahru-Malaysia dan Negara Singapura (Batam)

H. SISTEM JARINGAN TELEKOMUNIKASI PRIORITAS 1

Pengembangan dan Peningkatan STO Nongsa di

Batam

- SWASTA/K

H.3

Kecamatan Nongsa, PS/BUMN Pengembangan dan Peningkatan STO Kabil di

Batam

- SWASTA/K

H.4

Kecamatan Nongsa, PS/BUMN

Pengembangan dan Peningkatan STO Sagulung di Batam

- SWASTA/K

H.5

Kecamatan Sagulung, PS/BUMN Pengembangan dan Peningkatan STO Sekupang di

Batam

- SWASTA/K

H.6

Kecamatan Sekupang, PS/BUMN

- Pengembangan dan peningkatan sistem jaringan

Batam,

SWASTA/K

H.14

Bintan dan

Teresetrial dan Satelit di Kawasan BBK. PS/BUMN

Karimun PRIORITAS 2

Pengembangan dan Peningkatan STO Nagoya di

Batam

- SWASTA/K

H.1

Kecamatan Lubuk Baja, PS/BUMN Pengembangan dan Peningkatan STO Batam Center di

Batam

- SWASTA/K

H.2

Kecamatan Batam Kota, PS/BUMN Pengembangan dan Peningkatan STO Muka Kuning

Batam

- SWASTA/K

H.7

diKecamatan Sei Beduk di Kota Batam; PS/BUMN Pengembangan dan Peningkatan STO Kijang di

Bintan

- SWASTA/K

H.9

Kecamatan Gunung Kijang di Kabupaten Bintan; PS/BUMN

Sumber: Hasil Sinkronisasi Aspek Fungsi, Lokasi dan Waktu, tahun 2013

Bab 4 | Hal | 9

Peta 4. 2 Indikasi Program Infrastruktur Jaringan Listrik, Pipa Minyak, Gas dan Telekomunikasi

Bab 4 | Hal | 10

4.1.4. Keciptakaryaan Matrik Program/Kegiatan Prioritas

SUMBER KODE