MAKALAH HUKUM TATA RUANG Diajukan untuk

MAKALAH HUKUM TATA RUANG
RUMAH SUSUN SEBAGAI ALTERNATIF DARI
KETERBATASAN/KELANGKAAN TANAH DI KOTA

Oleh:
Yuendris/110200060
Leonardo Nugraha Citra/110200406

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Akhir Semester pada Mata Kuliah
Hukum Tata Ruang

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014

KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini
dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas mengenai
rumah susun sebagai alternative dari keterbatasan/kelangkaan tanah di kota.


Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari
berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama
mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini. Khusunya kepada dosen pembimbing saya bu Zaidar, S.H, M.Hum

Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah
ini. Oleh karena itu saya mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik
yang dapat membangun saya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan
untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian

Medan,28 Mei 2014
Yuendris

Leonardo Nugraha Citra

110200060


110200406

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL

1

KATA PENGANTAR

2

DAFTAR ISI

3

BAB I PENDAHULUAN
A.

LATAR BELAKANG MASALAH


4

BAB II PEMBAHASAN
A.

PENGERTIAN HAKIM

6

B.

KEWAJIBAN / TUGAS HAKIM

6

C. TANGGUNG JAWAB HAKIM

6


D.

7

KODE ETIK HAKIM

BAB III PENUTUP
KESIMPULAN

11

DAFTAR PUSTAKA

12

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Akhir-akhir ini banyak permasalahan rumah susun yang mencuat dipermukaan,
hal tersebut dikarenakan tingginya investasi rumah susun yang tidak dibarengi dengan

pengetahuan hukum yang terkait dengan rumah susun di kalangan masyarakat luas,

sebenarnya pengaturan mengenai rumah susun mempunyai perbedaan yang cukup
mendasar dengan pembangunan rumah hunian dengan tanah diatas hak milik
perorangan (privat).

Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar setiap manusia. Dengan
semakin bertambahnya penduduk, sedangkan lahan yang tersedia sangat terbatas,
maka pembangunan rumah dibuat bertingkat atau yang kita kenal dengan rumah
susun. Pembangunan rumah susun merupakan salah satu alternatif pemecahan
masalah kebutuhan perumahan dan pemukiman terutama di daerah perkotaan yang
jumlah penduduknya terus meningkat, karena pembangunan rumah susun dapat
mengurangi penggunaan tanah, membuat ruang-ruang terbuka kota yang lebih lega
dan dapat digunakan sebagai suatu cara untuk peremajaan kota bagi daerah yang
kumuh.

Indonesia yang mempunyai beberapa kota metropolitan salah satu diatantanya
Medan sarat dengan berbagai macam permasalahan di dalamnya. Mulai dari masalah
pedagang kaki lima sampai dengan masalah korupsi, kolusi dan nepotisme. Salah satu
hal yang cukup menarik untuk diamati adalah masalah pengadaan perumahan

masyarakat golongan menengah bawah. Mengapa dikatakan menarik? Hal tersebut
dikarenakan permasalahan yang satu ini merupakan masalah yang cukup rumit dan
belum dapat teratasi secara tuntas. Masalah pengadaan rumah bagi golongan
menengah bawah menyangkut berbagai aspek yang saling mengkait satu sama lain.
Aspek-aspek tersebut menyangkut masalah pengadaan lahan, perangkat aturan, dan
juga manusia pengguna bangunan, yang kesemuanya harus dikaji secara terpadu agar
dapat menghasilkan solusi yang paling tepat baik bagi pemerintah maupun bagi
masyarakat yang membutuhkan perumahan.

Tidak seperti di negara-negara maju, di Indonesia pemecahan masalah-masalah
yang timbul dalam penyediaan perumahan bagi penduduk masih dilakukan dengan

melihat permasalahannya secara parsial, sehingga bila satu masalah dianggap selesai
akan segera muncul masalah-masalah baru yang sebelumnya tidak terpikirkan atau
bahkan dengan sengaja tidak dipikirkan. Pola-pola pemecahan seperti ini menyangkut
hampir semua aspek penyediaan sarana umum kota. Sebagai contoh, kita dapat
melihat bagaimana sarana jalan seringkali dibongkar pasang akibat adanya kebutuhan
pemasangan jaringan telepon, listrik dan air, yang menunjukkan tidak adanya
koordinasi yang baik antara ketiga instansi yang bersangkutan.


Dalam hal penyediaan perumahan bagi masyarakat golongan menengah
bawah,faktor manusia menjadi sangat penting karena sebagai makhluk hidup yang
mempunya pikiran dan perasaan, ia tidak terlepas dari berbagai permasalahan yang
selalu menyertainya seperti masalah sosial, ekonomi dan budaya, serta faktor
psikologinya. Tanpa memperhatikan faktor manusianya, mustahil dapat diciptakan
wadah-tempat manusia berkegiatan – yang dapat memenuhi semua kebutuhan yang
bersifat fisik (fungsional) maupun yang bersifat psikologis (aktualisasi diri, kesehatan
jiwa, dsb).

BAB 2 PEMBAHASAN
A. Regulasi Rumah Susun Di Indonesia
Di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria (UUPA) tidak disebutkan secara khusus mengenai rumah susun, karena
dalam Pasal 16 UUPA berbunyi sebagai berikut:

1.
2.
3.
4.
5.
6.

7.
8.

hak milik;
hak guna usaha;
hak guna bangunan;
hak pakai;
hak sewa;
hak membuka tanah;
hak memungut hasil hutan;
hak-hak lain yang tidak termasuk hak-hak tersebut di atas yang akan
ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara
sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53.

Hak-hak atas tanah tersebut didasarkan pada pasal 4 ayat (1) UUPA yang berbunyi
“atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal
2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah,
yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun
bersama sama dengan orang lain serta badan-badan hukum”
Saat ini Indonesia telah memiliki peraturan perundang-undangan yang mengatur

mengenai rumah susun, yaitu Undang-Undang Nomor 16 tahun 1985 tentang Rumah
Susun. Definisi rumah susun menurut Pasal 1 angka 1 adalah “bangunan gedung
bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagianbagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal
dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan
secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian
bersama, benda bersama, dan tanah bersama”.
Menurut Undang-Undang Rumah Susun, rumah susun hanya dapat dibangun di
atas tanah hak milik, hak guna bangunan, hak pakai atas tanah Negara atau hak
pengelolaan sesuai dengan peraturan peundang-undangan yang berlaku. Untuk rumah
susun yang dibangun di atas tanah yang dikuasai dengan hak pengelolaan, wajib
menyelesaikan status hak guna bangunannya terlebih dahulu sebelum menjual satuan
rumah susun yang bersangkutan[1].
Satuan rumah susun dapat dimiliki baik oleh perseorangan maupun badan hukum
yang memenuhi persyaratan sebagai pemegang hak atas tanah, dan untuk mencapai
tertib administrasi pertanahan serta memberikan kepastian dan perlindungan hukum
kepada pemilik hak atas satuan rumah susun, maka sesuai dengan Pasal 9 ayat (1)
sebagai tanda bukti hak milik atas satuan rumah susun diterbitkan sertipikat hak milik.
Hak milik atas satuan rumah susun dapat beralih dengan cara pewarisan atau
dengan cara pemindahan hak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, yang
mana pemindahan hak tersebut dilakukan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah

(PPAT)
dan
didaftarkan
pada
Kantor
Agraria/Badan
Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya yang bersangkutan[2]. Peralihan hak dengan pewarisan adalah

peralihan hak yang terjadi karena hukum dengan meninggalnya pewaris, sedangkan
pemindahan hak tersebut dapat dengan jual beli, tukar menukar dan hibah.
Berdasarkan Pasal 12 Undang-Undang Rumah Susun, rumah susun berikut tanah
tempat bangunan itu berdiri serta benda lainnya yang merupakan satu kesatuan
dengan tanah tersebut dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak
tanggungan atau fidusia. Dapat dibebani hak tanggungan apabila rumah susun
tersebut dibangun di atas tanah hak milik atau hak guna bangunan, dan dibebani
fidusia apabila dibangun di atas tanah hak pakai atas tanah Negara. Hal ini
dimaksudkan supaya dapat dimungkinkan adanya pemilikan satuan rumah susun
dengan cara jual beli yang pembayarannya dilakukan secara bertahap atau angsuran.
B. Asas dan Arah Pembangunan Rumah Susun

Perumahan merupakan salah satu unsur penting dalam strategi pengembangan
wilayah yang menyangkut aspek-aspek yang luas di bidang kependudukan, dan
berkaitan erat dengan pembangunan ekonomi dan kehidupan sosial dalam rangka
pemantapan Ketahanan Nasional. Dari hal-hal tersebut di atas, jelaslah bahwa
perumahan merupakan masalah nasional yang dampaknya sangat dirasakan di seluruh
wilayah tanah air, terutama di daerah pekotaan yang berkembang pesat.
Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar setiap manusia. Dengan
semakin bertambahnya penduduk, sedangkan lahan yang tersedia sangat terbatas,
maka pembangunan rumah dibuat bertingkat atau yang kita kenal dengan rumah
susun. Pembangunan rumah susun merupakan salah satu alternatif pemecahan
masalah kebutuhan perumahan dan pemukiman terutama di daerah perkotaan yang
jumlah penduduknya terus meningkat, karena pembangunan rumah susun dapat
mengurangi penggunaan tanah, membuat ruang-ruang terbuka kota yang lebih lega
dan dapat digunakan sebagai suatu cara untuk peremajaan kota bagi daerah yang
kumuh.
Pembangunan rumah susun berlandaskan pada asas kesejahteraan umum keadilan
dan pemerataan, serta keserasian dan keseimbangan dalam perikehidupan. Asas
kesejahteraaan umum dipergunakan sebagai landasan pembangunan rumah susun
dengan maksud untuk mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin bagi seluruh rakyat
Indonesia secara adil dan merata berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 melalui pemenuhan kebutuhan akan
perumahan sebagai kebutuhan dasar bagi setiap warga negara Indonesia dan
keluarganya.
Asas keadilan dan pemerataan memberikan landasan agar pembangunan rumah
susun dapat dinikmati secara merata, dan tiap-tiap warga negara dapat menikmati
hasil-hasil pembangunan perumahan yang layak. Asas keserasian dan keseimbangan
dalam perikehidupan mewajibkan adanya keserasian dan keseimbangan antara

kepentingan-kepentingan dalam pemanfaatan rumah susun, untuk mencegah
timbulnya kesenjangan-kesenjangan sosial.
Arah kebijaksanaan pembangunan rumah susun di Indonesia sebagaimana
tercantum dalam Undang-Undang Nomor 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun berisi
3 (tiga) unsur pokok, yakni:
1. Konsep tata ruang dan pembangunan perkotaan, dengan mendayagunakan
tanah secara optimal dan mewujudkan pemukiman dengan kepadatan
penduduk;
2. Konsep pembangunan hukum, dengan menciptakan hak kebendaan baru yaitu
satuan rumah susun yang dapat dimiliki secara perseorangan dengan
pemilikan bersama atas benda, bagian dan tanah dan menciptakan badan
hukum baru yaitu Perhimpunan Penghuni, yang dengan anggaran dasar dan
anggaran rumah tangganya dapat bertindak ke luar dan ke dalam atas nama
pemilik satuan rumah susun, berwenang mewujudkan ketertiban dan
ketenteraman dalam kehidupan rumah susun;
3. Konsep pembangunan ekonomi dan kegiatan usaha, dengan dimungkinkannya
kredit konstruksi dengan pembebanan hipotik atau fidusia atas tanah beserta
gedung yang masih dibangun.
Dari uraian tersebut di atas, maka kebijaksanaan umum pembangunan perumahan
diarahkan untuk :
1. memenuhi kebutuhan perumahan yang layak dalam lingkungan yang sehat,
secara adil dan merata, serta mampu mencerminkan kehidupan masyarakat
yang berkepribadian Indonesia.
2. mewujudkan pemukiman yang serasi dan seimbang, sesuai dengan pola tata
ruang kota dan tata daerah serta tata guna tanah yang berdaya guna dan
berhasil guna.


Di dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 16 tahun 1985 tentang
Rumah Susun ditegaskan bahwa pembangunan rumah susun ditujukan
terutama untuk tempat hunian, khususnya bagi golongan masyarakat yang
berpenghasilan rendah. Namun demikian pembangunan rumah susun harus
dapat mewujudkan pemukiman yang lengkap dan fungsional, sehingga
diperlukan adanya bangunan bertingkat lainnya untuk keperluan bukan hunian
yang terutama berguna bagi pengembangan kehidupan masyarakat ekonomi
lemah.

Pembangunan rumah susun memerlukan persyaratan-persyaratan teknis dan
administratif yang lebih ketat. Untuk menjamin keselamatan bangunan, keamanan,
dan ketenteraman serta ketertiban penghunian, dan keserasian dengan lingkungan

sekitarnya, maka satuan rumah susun baru dapat dihuni setelah mendapat izin
kelayakan untuk dihuni dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penghuni satuan rumah susun (Sarusun)
tidak dapat menghindarkan diri atau melepaskan kebutuhannya untuk menggunakan
bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama, karena secara keseluruhan
merupakan kebutuhan fungsional yang saling melengkapi.
C. RUMAH SUSUN SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PEMECAHAN

Permasalahan pengadaan perumahan bagi golongan menengah bawah berawal
dari
masalah keterbatasan dalam penyediaan lahan, yang berkaitan erat dengan jumlah
penduduk yang semakin padat. Dengan semakin banyaknya pendatang yang
bermukim di Jakarta untuk mencoba mengadu nasib, mencari kehidupan yang lebih
baik, maka
kebutuhan akan perumahan bagi merekapun semakin meningkat. Para pendatang ini
umumnya bekerja di sektor-sektor informal, sehingga penghasilan yang mereka
dapatkan
tidak

menentu

dan

jumlahnya

relatif

kecil,

hanya

sekedar

untuk

dapat

mempertahankan
hidup. Dengan tingkat penghasilan yang demikian kecil maka kemampuan mereka
untuk
dapat memiliki tempat tinggal yang layak sangat sulit untuk diwujudkan. Akibatnya
mereka
membangun rumah-rumahnya di tempat-tempat yang tidak seharusnya diperuntukkan
bagi
permukiman, seperti di pinggir-pinggir rel kereta api, di bantaran sungai dan di tempat

lainnya di tengah kota.

Masalah keterbatasan penyediaan lahan di perkotaan merupakan masalah yang
dialami
oleh semua kota-kota besar di dunia termasuk Jakarta yang luasnya hanya 650 km2
dengan
jumlah penduduk lebih dari 8 juta orang. Sebab itu, menurut pemerintah penyediaan
perumahan bagi masyarakat tidak lagi dapat dibuat ke arah horisontal, tetapi ke arah
vertikal, yaitu berupa apartemen dan kondominium bagi masyarakat menengah atas
dan
rumah susun bagi masyarakat menengah bawah, yang pada tahun-tahun belakangan
ini,
sampai sebelum krisis moneter dating melanda – sedang gencar dibangun.

Bagi masyarakat menengah atas, tinggal di apartemen atau kondominium bukan
merupakan
masalah besar dan mewah, karena golongan masyarakat ini sudah terbiasa tinggal di
luar
negeri dan di hotel-hotel, sehingga mereka lebih bisa beradaptasi dengan lingkungan
yangzz