Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Skeptisisme Profesional, Rotasi Auditor Dan Budaya Organisasi Auditee Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Auditor

PENGARUH SKEPTISISME PROFESIONAL, ROTASI AUDITOR DAN BUDAYA ORGANISASI AUDITEE TERHADAP PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS AUDITOR

Oleh Nama: Benedictus Adiatama NIM: 232013240

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomika Dan Bisnis Guna Memenuhi Sebagian dari Persyaratan-persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi

FAKULTAS : EKONOMIKA DAN BISNIS PROGRAM STUDI

: AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 201

PENGARUH SKEPTISISME PROFESIONAL, ROTASI AUDITOR DAN BUDAYA ORGANISASI AUDITEE TERHADAP PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS AUDITOR

Oleh Nama: Benedictus Adiatama NIM: 232013240

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomika Dan Bisnis Guna Memenuhi Sebagian dari Persyaratan-persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi

FAKULTAS : EKONOMIKA DAN BISNIS PROGRAM STUDI

: AKUNTANSI

Disetujui oleh : Dr. Suzy Noviyanti, SE., MM, Akt., CA., CPA Pembimbing

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERISTAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2018

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA Jl. Diponegoro 52-60 : (0298) 321212, 311881 Telex 322364 ukswsaia Salatiga 50711-Indonesia Fax. (0298)-321433

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI

Yang bertandatangan di bawah ini: Nama

: Benedictus Adiatama NIM

: 232013240 Program Studi : Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi, Judul

: Pengaruh Skeptisisme Profesional, Rotasi Auditor dan Budaya Organisasi Auditee terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Auditor Pembimbing : Dr. Suzy Noviyanti, SE., MM, Akt., CA., CPA

Tanggal diuji : …………..

adalah benar-benar hasil karya saya. Di dalam Tugas Akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang saya aku seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya.

Apabila kemudian terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan yang berlaku di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, termasuk pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh.

Salatiga , ……………….. Yang memberi pernyataan,

Benedictus Adiatama

PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT

PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES

MOTTO

“Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang” -Amsal 23:18- “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.” -Filipi 4:13-

“Tetapi kamu ini, kuatkanlah hatimu, jangan lemah semangatmu, karena ada upah bagi usahamu! ”

-2 Tawarikh 15:7-

“kalau anda tidak bisa menjadi orang yg pintar dan cerdas, jadilah orang yg rajin dan pekerja

keras. Sebab org yg pintar sering dikalahkan oleh mereka yg rajin dan org yg cerdas sering dikalahkan oleh mereka yg pekerja keras” - firman nofeki –

“Set your strong intention, work hard, and pray, slowly but surely, what you strive for will

come to be. This is God’s law.” - Ahmad Fuadi – “ SEKALI ANDA MENGERJAKAN SESUATU, JANGAN TAKUT GAGAL DAN

JANGAN TINGGALKAN ITU. ORANG-ORANG YANG BEKERJA DENGAN KETULUSAN HATI ADALAH MEREKA YANG PALING BAHAGIA.”

- Chanakya –

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan kasih dan sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Skeptisisme Profesional, Rotasi Auditor dan Budaya Organisasi Auditee terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Auditor ” guna memperoleh gelar sarjana ekonomi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh skeptisisme profesional, rotasi auditor dan budaya organisasi auditee terhadap pertimbangan tingkat materialitas auditor. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi dunia pendidikan ,kantor akuntan publik dan pemerintah ataupun publik mengenai apakah skeptisisme profesional, rotasi auditor dan budaya organisasi auditee dapat mempengaruhi pertimbangan tingkat materialitas auditor.

Penulis menyadari bahwa dalam penelitian masih banyak kekurangan dan keterbatasan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna menyempurnakan penelitian ini. Akhir kata, semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat sebaik-baiknya kepada semua pihak.

Salatiga, ..................2018

Benedictus Adiatama

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan YME atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini yang berjudul “Pengaruh Skeptisisme Profesional, Rotasi Auditor dan Budaya Organisasi Auditee terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Auditor” guna memperoleh gelar sarjana ekonomi.

Selesainya tugas akhir ini tidak terlepas dari doa, dukungan, bantuan bimbingan dan pendamping dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, dengan segala hormat dan kerendahan hati, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Kedua orang tua saya, papa Endro dan mama Ning, serta adik saya Lidwina yang selalu memberikan saya masukan, semangat, dukungan ataupun motivasi.

2. Keluarga besar yang ada di Salatiga, khususnya Eyang kakung dan Eyang ti, yang juga memberikan motivasi, dukungan selama perkuliahan.

3. Ibu Suzy Noviyanti selaku pembimbing saya yang telah memberikan ruang dan waktu untuk membimbing, mengarahkan dan mendukung proses penelitian ini.

4. Ibu Supatmi dan Bapak Paskah Ika Nugroho yang telah menjadi wali studi selama perkuliahan di FEB UKSW.

5. Ibu Roos Kities selaku Dekan FEB UKSW

6. Ibu Theresia Woro Damayanti selaku Kaprodi Akuntansi FEB UKSW

7. Teman – teman terdekat saya (Krisma Yoga, Djaja, Wawan, Reza, Dika, Boma, Rizki, Alfian, Ipal, Chrisno, Yogi, Vincent, eko) yang telah memberikan waktu untuk berbagi pengalaman, cerita, semangat, motivasi yang berkaitan dengan proses penyusunan skripsi.

8. Teman –teman satu bimbingan (Ardi, Gog, Anton, Gea, Gamal) yang telah berjuang bersama – sama dan saling memberi masukan satu sama lain untuk menyelesaikan penelitian ini.

9. Teman – teman dari HMPA Mitra Gahana dari angkatan 18, 19, 20, 21 dan 23 yang memberikan semangat, dukungan selama perkuliahan dari awal hingga tahap penyusunan skripsi ini .

10. Seluruh teman FEB angkatan 2013 baik itu kelompok makrab fakultas maupun jurusan yang mendukung saya dalam penyusunan skripsi.

11. Teman – teman dari KMK dan koor / paduan suara Salatiga yang mendukung dan memberi semangat dalam penyusunan skripsi

12. Teman – teman terdekat SMA Don Bosco 2 Pulomas terutama Paskibraka angkatan 15 yang telah memberikan semangat, motivasi dalam penyusunan skripsi

13. Dan seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam membantu penulis, saya ucapkan terimakasih sebesar-besarnya.

Semoga Tuhan senantiasa melimpahkan berkat kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penyusunan penelitian sebagai tugas akhir ini.

Salatiga, ..................2018

Benedictus Adiatama

ABSTRACT

This study is aims to obtain empirical evidence of the influence of skepticism profesional, audit rotation, and organizational culture of auditee on the consideration of the level of materiality on auditor. This study uses primary data obtained by distributing questionnaires. The sample of this research is auditor working in Public Accounting Firm (KAP) in Semarang, Yogyakrta, and Solo with convinience sampling technique. From 65 distributed questionnaires that can be processed as many as 54 questionnaires. Data analysis was done using multiple linear regression. Based on the result of examination of this research data, the independence variable, skepticism profesional, audit rotation, and organizational culture of auditee have a significant and positive influence on the materiality level of the financial statement (partially), and all the independent variables simultaneously affect the materiality level of the Auditor.

Keywords: skepticism profesional, audit rotation, organizational cultur of auditee, and Consideration of materiality level on auditor

SARIPATI

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris pengaruh skeptisisme profesional, rotasi auditor dan budaya organisasi auditee terhadap pertimbangan tingkat materialitas auditor. Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dengan penyebaran kuesioner. Sampel penelitian adalah auditor senior yang bekerja di Kantor Akuntan Publik (KAP) di wilayah Semarang, Yogyakarta dan Solo dengan teknik convinience sampling. Dari 65 kuesioner yang disebar yang dapat diolah sebanyak 54 kuesioner. Analisis data dilakukan menggunakan regresi linier berganda. Berdasarkan hasil pengujian data penelitian ini, variabel skeptisisme profesional, rotasi auditor, dan budaya organisasi auditee berpengaruh signifikan dan positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas auditor, dan semua variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas auditor.

Kata kunci : Skeptisisme profesional, Rotasi auditor, Budaya organisasi auditee, dan Pertimbangan tingkat materialitas

PENDAHULUAN

Perusahaan yang baik yaitu perusahaan yang menyediakan segala jenis informasi yang disajikan secara baik dan lengkap. Informasi tersebut dapat berupa laporan laporan seperti contohnya laporan keuangan. Pada laporan keuangan yang dibuat perusahaan harus lengkap, rinci, dan bebas dari salah saji. Untuk menjamin hal tersebut, perusahaan tidak hanya sekedar mengandalkan akuntan sebagai perancang laporan keuangan tetapi melibatkan juga peran dari auditor. Maka dari itu, peran auditor sangat diperlukan dalam berbagai aspek yang mempengaruhi kinerja perusahaan (Winadi dan Mertha 2017).

Terkadang, perusahaan dapat menyajikan laporan keuangan secara keliru baik disengaja maupun tidak disengaja. Kekeliruan salah saji dapat dikategorikan sebagai salah satu bentuk materialitas. Materialitas dapat diukur berdasarkan tingkatan. Tingkatan dalam materialitas biasanya ditentukan oleh auditor dan dinyatakan dalam laporan audit, material atau tidaknya informasi. Kedua hal tersebut mempengaruhi pendapat yang akan diberikan oleh auditor. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Winadi dan Mertha (2017) yang mengatakan bahwa sebaiknya laporan yang tidak material diabaikan dan dianggap tidak pernah ada, tetapi jika laporan tersebut melampaui tingkat materialitas maka harus dianggap ada karena laporan tersebut mempengaruhi pendapat yang dikeluarkan auditor.

Fokus utama auditor yaitu pada informasi material yang disampaikan oleh auditee dalam proses audit. Ketika informasi yang ditemukan oleh auditor berupa informasi yang tidak material atau tidak penting, maka biasanya auditor akan mengabaikan informasi tersebut dan bahkan mengganggap tidak pernah ada. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Murwanto (2008) mengatakan bahwa informasi yang ditemukan oleh auditor yaitu informasi yang berada sebagian pada laporan keuangan yang tentunya jika terdapat salah saji atau tidak disajikan maka akan mempengaruhi keputusan ekonomis.

Pandangan Auditor mengenai pertimbangan tingkat materialitas sudah menjadi kebijakan dalam profesi auditor tersebut dan dipengaruhi oleh persepsi auditor akan kebutuhan informasi yang terkandung dalam laporan keuangan. Untuk memenuhi kebutuhan akan informasi tersebut, Auditor dapat merencanakan pengumpulan bukti audit yang sesuai untuk digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi laporan keuangan dan memberikan pernyataan atau opini audit. Bukti yang dikumpulkan sesuai dengan tinggi atau rendahnya tingkat materialitas, semakin rendah tingkat materialitas yang ditetapkan Pandangan Auditor mengenai pertimbangan tingkat materialitas sudah menjadi kebijakan dalam profesi auditor tersebut dan dipengaruhi oleh persepsi auditor akan kebutuhan informasi yang terkandung dalam laporan keuangan. Untuk memenuhi kebutuhan akan informasi tersebut, Auditor dapat merencanakan pengumpulan bukti audit yang sesuai untuk digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi laporan keuangan dan memberikan pernyataan atau opini audit. Bukti yang dikumpulkan sesuai dengan tinggi atau rendahnya tingkat materialitas, semakin rendah tingkat materialitas yang ditetapkan

Pada sisi lainnya, tingkat materialitas juga secara tidak langsung dapat dititikberatkan pada aspek kondisi budaya organisasinya dan situasi auditee nya. Mengenai pembahasan budaya organisasi, pada penelitian yang dilakukan oleh Jusmatang (2016) yang mengatakan bahwa budaya organisasi klien mengambil peranan penting dalam menunjang proses audit. dikarenakan di dalam organisasi mengandung unsur-unsur seperti pola sikap, keyakinan. Budaya organisasi klien yang baik yaitu budaya yang tercermin dari terciptanya hubungan yang baik antara klien dengan auditor dan juga mendukung terlaksananya proses audit yang baik juga (Jusmatang 2016). Budaya yang baik juga ditunjang oleh sistem pengendalian yang diterapkan oleh auditee tersebut. Semakin tinggi sistem pengendalian organisasi tersebut maka risiko yang dihadapi semakin rendah, potensi salah saji kecil dan pertimbangan tingkat materialitas juga besar (Arens 2014).

Selain kondisi budaya organisasi klien, pada penelitian yang dilakukan oleh Singgih dan Bawono (2010) yang mengatakan bahwa auditor harus mengembangkan dan memenuhi serta menghasilkan produk audit yang sesuai dengan kepentingan pihak tertentu. Adapun dua kemungkinan terjadinya rotasi auditor yaitu ketika auditee tidak puas dengan kinerja auditor dan ketentuan yang mengatur dalam pergantian auditor. Menurut Singgih dan Bawono (2010) mengatakan bahwa rotasi auditor akan mengancam independensi auditor tersebut karena adanya keinginan dari auditee akan opini atau pendapat dalam laporan auditnya Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Menurut Divianto (2011) mengatakan bahwa selain opini audit dan independensi, rotasi auditor juga mengancam dari kualitas audit karena ketika terjadi pergantian auditor yang baru, maka pengetahuan auditor yang lama akan sia – sia. Dengan pergantian auditor yang baru juga akan memulai pengetahuannya dari awal.

Auditor harus dapat menemukan dan memperoleh keyakinan akan informasi laporan keuangan yang disajikan oleh auditee dari segala aspek baik dari kelengkapan penyajian, kemungkinan kesalahan penyajian material maupun non material yang disengaja maupun tidak disengaja yang ditimbulkan dari pembuatan laporan keuangan tersebut. Maka dari itu, Auditor memiliki kewajiban untuk memeriksa kembali dan bertanggungjawab atas materialitas yang ditimbulkan atas pemeriksaan laporan keuangan auditeenya (Jusup 2014).

Agar dapat menemukan kecurangan tersebut, auditor dapat menentukan sikap nya.Salah satunya yaitu sikap skeptisisme profesional yang dapat mempertimbangkan Agar dapat menemukan kecurangan tersebut, auditor dapat menentukan sikap nya.Salah satunya yaitu sikap skeptisisme profesional yang dapat mempertimbangkan

Secara garis besar, saat ini belum ada standar akuntansi ataupun standar auditing yang berisi pedoman tentang materialitas secara kuantitatif. Pada kenyataannya dalam menentukan tingkat materialitas antar auditor berbeda-beda sesuai dengan aspek situasionalnya, sehingga penentuan materialitas terkesan bersifat subjektif (Yunitasari dan Adiputra 2014). Maka dari itu, penelitian ini memiliki ketertarikan tersendiri kepada peneliti untuk meneliti sebuah pengaruh skeptisisme profesional, rotasi auditor dan budaya organisasi auditee terhadap pertimbangan tingkat materialitas auditor.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat diidentifikasi permasalahan dalam penelitian yang paling utama bahwa penentuan tingkat materialitas bergantung pada situasi dan kondisi dari sisi auditor maupun akuntan perusahaan. Dari sisi auditor, situasi yang memungkinkan seperti ada beberapa auditor yang tidak mematuhi standar audit dan kurangnya ketelitian sebagai pelaksanaan audit mempengaruhi tingkat materialitas (Singgih dan Bawono 2010). Pertimbangan tingkat materialitas yang berbeda – beda ketika terjadi pergantian auditor yang sulit menentukan salah saji yang dapat diterima karena masing – masing auditor memiliki pengetahuan tersendiri mengenai materialitas. Pengetahuan yang didapat dari auditor lama akan terhenti akibat dari pergantian auditor, maka berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitasnya juga (Divianto 2011). Serta sikap skeptis yang profesional auditor yang sesuai dengan kondisi dari kliennya tersebut dimana hal tersebut mempengaruhi auditor dalam memberikan pertimbangan tingkat materialitasnya (Widiarini dan Saputra 2017). Dari sisi akuntan, situasi yang memungkinkan seperti perekayasaan laporan keuangan oleh akuntan tentunya akan mempengaruhi tingkat materialitas (Singgih dan Bawono 2010). Kondisi dari budaya organisasi yang bergantung pada sistem pengendalian yang dimiliki oleh perusahaan yang Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat diidentifikasi permasalahan dalam penelitian yang paling utama bahwa penentuan tingkat materialitas bergantung pada situasi dan kondisi dari sisi auditor maupun akuntan perusahaan. Dari sisi auditor, situasi yang memungkinkan seperti ada beberapa auditor yang tidak mematuhi standar audit dan kurangnya ketelitian sebagai pelaksanaan audit mempengaruhi tingkat materialitas (Singgih dan Bawono 2010). Pertimbangan tingkat materialitas yang berbeda – beda ketika terjadi pergantian auditor yang sulit menentukan salah saji yang dapat diterima karena masing – masing auditor memiliki pengetahuan tersendiri mengenai materialitas. Pengetahuan yang didapat dari auditor lama akan terhenti akibat dari pergantian auditor, maka berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitasnya juga (Divianto 2011). Serta sikap skeptis yang profesional auditor yang sesuai dengan kondisi dari kliennya tersebut dimana hal tersebut mempengaruhi auditor dalam memberikan pertimbangan tingkat materialitasnya (Widiarini dan Saputra 2017). Dari sisi akuntan, situasi yang memungkinkan seperti perekayasaan laporan keuangan oleh akuntan tentunya akan mempengaruhi tingkat materialitas (Singgih dan Bawono 2010). Kondisi dari budaya organisasi yang bergantung pada sistem pengendalian yang dimiliki oleh perusahaan yang

Permasalahan dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam sebuah kasus RS Sumber Waras dimana kasus ini berawal dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan DKI Jakarta yang menyatakan terdapat pelanggaran prosedur dan kerugian negara dalam pembelian lahan rumah sakit seluas 36.410 meter persegi itu. Kerugian mencapai Rp 191,3 miliar. Sejumlah pihak melapor ke KPK. Kemudian KPK meminta BPK RI melakukan audit investigatif. Hasilnya sama dengan temuan BPK DKI, pembelian rumah sakit melanggar prosedur pengadaan tanah dan mengakibatkan kerugian negara Rp 191,3 miliar. Namun, sejumlah pihak salah satunya Koalisi Masyarakat Sipil menyampaikan sejumlah masukan atas audit BPK itu. BPK Jakarta dinilai mengabaikan pasal penting dalam prosedur pengadaan, yakni aspek luas tanah yang akan dibeli. Pasal 121 Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 menyatakan proses pengadaan tanah di bawah 5 hektar dapat dilakukan langsung oleh instansi yang memerlukan dan pemilik tanah.

Kemudian, di pasal 121 juga berkaitan dengan soal penetapan lokasi tanah. Jika lokasi tanah telah ditetapkan dalam anggaran, instansi tersebut tidak lagi harus menetapkan lokasi tanah yang akan dibeli. Lokasi tanah telah ditetapkan dalam Kebijakan Umum Anggaran- Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD Perubahan 2014. KUA-PPAS ini juga telah disetujui oleh Gubernur dan pimpinan DPRD DKI. Selain itu BPK Jakarta dinilai hanya menghitung kerugian negara berdasarkan nilai kontrak pembelian antara Yayasan dan PT Ciputra pada 2013 dengan harga tanah Rp 15,5 juta per meter persegi. Atas hitung-hitungan itu, nilai total pembelian lahan Sumber Waras oleh DKI seharusnya adalah Rp 564,3 miliar. Karena itu, kerugian negara ditulis menjadi Rp 191,3 miliar. BPK disebutkan dalam audit tidak berpatokan menggunakan nilai jual obyek pajak (NJOP) 2014 sebesar Rp 20,7 juta permeter persegi sebagai dasar penghitungan kerugian negara. NJOP ditetapkan pada Juni tiap tahun, sementara transaksi pembelian Sumber Waras yang dilakukan pada Desember 2014. (dikutip dari detik.com)

Berdasarkan fenomena diatas, dapat dikatakan bahwa auditor BPK tidak mempertimbangkan aspek lain seperti tidak menggunakan nilai jual objek pajak. Pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor memberikan pertimbangan mengenai keputusan. Maka dari itu, perlu nya sikap skeptis dalam melakukan pengumpulan bukti audit karena akan berpengaruh ketika auditor melakukan judgment.

Menurut penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Wibowo (2013) mengatakan bahwa skeptisisme profesional memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertimbangan tingkat materialitas. Hal ini dibuktikan dalam perencanaan audit, untuk menentukan tingkat materialitas awal secara tepat, seorang auditor menggunakan kemahiran skeptisisme profesionalnya. Pada penelitian yang dilakukan oleh Pratitis (2012) mengatakan bahwa rotasi auditor memiliki pengaruh terhadap independensi. Rotasi auditor dapat dilakukan dikarenakan 2 hal yaitu jika klien yang meminta dan pembatasan audit tenure 5 tahun. Dengan adanya pengaruh terhadap independensi, maka pertimbangan tingkat materialitas juga akan terpengaruh. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Svanberg dan Ohman (2013) mengatakan bahwa budaya organisasi klien yang beretika memiliki pengaruh terhadap kualitas audit. Perilaku etis pada suatu organisasi dinilai dapat membantu auditor dalam menentukan judgment. Maka dari itu, ketika auditor dapat menentukan judgment dengan baik dapat meningkatkan kualitas audit suatu organisasi.

Penelitian ini menggunakan pertimbangan tingkat materialitas sebagai variabel dependennya dan skeptisisme profesional, rotasi auditor dan budaya organisasi auditee sebagai variabel independennya. Skeptisisme profesional memiliki hubungan yang signifikan dengan pertimbangan tingkat materialitas yang salah satunya telah dibuktikan melalui penelitian Winadi dan Mertha (2017) melalui teori disonansi kognitif dan teori atribusi. Untuk rotasi auditor tidak memiliki hubungan secara langsung dengan pertimbangan tingkat materialitas. Maka dari itu, peneliti ingin mengetahui hubungan secara langsung dengan menghubungkan antara rotasi auditor dengan pertimbangan tingkat materialitas. Terlebih dahulu, penulis ingin menghubungkan antara rotasi auditor dengan kualitas audit yang salah satunya sudah diteliti oleh Ferdinand (2010) yang menunjukkan hasil positif dengan diikuti variabel independen lainnya seperti Reputasi dan tenure suatu KAP. Selanjutnya menghubungkannya antara kualitas audit dengan pertimbangan tingkat materialitas yang sudah dilakukan pada penelitian Afriska (2015) menunjukkan hubungan yang negatif karena ada salah satu variabel pada kualitas audit, kompetensi anggota tim audit dapat mempengaruhi dalam memberikan pertimbangan tingkat materialitas. Maka juga akan mempengaruhi tingkat keyakinan laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan. Selanjutnya, budaya organisasi auditee tidak memiliki hubungan secara langsung dengan pertimbangan tingkat materialitas, melainkan memiliki hubungan dengan audit judgement pada penelitian yang dilakukan oleh Jusmatang (2016) yang menunjukkan hasil positif karena proses auditnya dalam pembuatan judgement nya atas bukti kredibilitas auditee sebagai narasumber dalam proses pelaksanaan audit. Judgement merupakan Penelitian ini menggunakan pertimbangan tingkat materialitas sebagai variabel dependennya dan skeptisisme profesional, rotasi auditor dan budaya organisasi auditee sebagai variabel independennya. Skeptisisme profesional memiliki hubungan yang signifikan dengan pertimbangan tingkat materialitas yang salah satunya telah dibuktikan melalui penelitian Winadi dan Mertha (2017) melalui teori disonansi kognitif dan teori atribusi. Untuk rotasi auditor tidak memiliki hubungan secara langsung dengan pertimbangan tingkat materialitas. Maka dari itu, peneliti ingin mengetahui hubungan secara langsung dengan menghubungkan antara rotasi auditor dengan pertimbangan tingkat materialitas. Terlebih dahulu, penulis ingin menghubungkan antara rotasi auditor dengan kualitas audit yang salah satunya sudah diteliti oleh Ferdinand (2010) yang menunjukkan hasil positif dengan diikuti variabel independen lainnya seperti Reputasi dan tenure suatu KAP. Selanjutnya menghubungkannya antara kualitas audit dengan pertimbangan tingkat materialitas yang sudah dilakukan pada penelitian Afriska (2015) menunjukkan hubungan yang negatif karena ada salah satu variabel pada kualitas audit, kompetensi anggota tim audit dapat mempengaruhi dalam memberikan pertimbangan tingkat materialitas. Maka juga akan mempengaruhi tingkat keyakinan laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan. Selanjutnya, budaya organisasi auditee tidak memiliki hubungan secara langsung dengan pertimbangan tingkat materialitas, melainkan memiliki hubungan dengan audit judgement pada penelitian yang dilakukan oleh Jusmatang (2016) yang menunjukkan hasil positif karena proses auditnya dalam pembuatan judgement nya atas bukti kredibilitas auditee sebagai narasumber dalam proses pelaksanaan audit. Judgement merupakan

Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk membuktikan pengujian dan memberikan bukti empiris mengenai pengaruh skeptisisme profesional, rotasi auditor dan budaya organisasi auditee terhadap pertimbangan tingkat materialitas oleh auditor.

Dengan adanya penelitian ini, manfaat yang dapat diperoleh sekaligus dirasakan oleh beberapa pihak, seperti Mahasiswa, KAP dan Pemerintah ataupun publik. Bagi mahasiswa, diharapkan dapat menambah pengetahuan dan referensi mengenai pertimbangan tingkat materialitas dan mekanisme yang mempengaruhinya dari sisi yang berbeda, seperti sikap profesional, skeptis, pergantian auditor, maupun dari kondisi budaya organisasi tersebut. Sedangkan bagi KAP Sebagai bentuk pengambilan keputusan ataupun kebijakan untuk kedepannya agar lebih memperhatikan kondisi budaya kliennya dan dapat meningkatkan efektivitas dalam memberikan pertimbangan materialitas yang baik. Dan bagi Pemerintah maupun publik, penelitian ini bertujuan memberikan gambaran suatu laporan keuangan yang bebas atau minim dari salah saji material ketika auditor yakin dengan berbagai hasil pengujian salah satunya pengujian materialitas ini.

TELAAH PUSTAKA Landasan Teori

Pertimbangan Tingkat Materialitas Menurut Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) SA seksi 312 mendefinisikan materialitas sebagai besaran suatu informasi akuntansi yang apabila terjadi penghilangan atau salah saji, dilihat dari keadaaan yang melingkupinya, dapat mengubah atau mempengaruhi pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut.

Materialitas dalam akuntansi memiliki nilai kuantitatif yang relatif dari beberapa informasi dalam pembuatan keputusan. Selain itu, Materialitas memiliki konsep untuk mempengaruhi kualitas maupun kuantitas suatu informasi akuntansi yang berkenaan dengan pembuatan maupun pengambilan keputusan yang berkaitan dengan bukti (Hastuti 2003). Konsep Materialitas sangat diperlukan dalam pencarian informasi, baik informasi yang material maupun yang tidak material. Informasi material harus disajikan, sedangkan informasi tidak material sebaiknya diabaikan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Mulyadi (2010) mengatakan bahwa karakteristik informasi yang material dibagi menjadi dua yaitu informasi yang kurang material dan informasi yang material. Informasi yang kurang material berisi mengenai penjelasan laporan audit yang berisi pendapat / opini auditor sedangkan informasi yang sangat material berisi mengenai pendapat auditor atas laporan keuangan auditee. Pertimbangan informasi yang material lainnya dapat berupa sifat dan jumlah informasi, ketidakpastian yang melekat dalam informasi, dampak informasi, dan kemungkinan kesalahan yang diakibatkan oleh informasi.

Materialitas dapat ditentukan menurut laporan keuangannya ataupun saldo akunnya. Pada laporan keuangan, terdapat dua cara dalam menerapkan materialitas, yaitu dengan perencanaan audit dan pelaksanaan audit. Pada perencanaan audit, tentunya auditor menentukan jumlah bukti yang akan dikumpulkan. Bukti tersebut dapat dikatakan material ketika terdapat unsur pertimbangan – pertimbangan seperti pertimbangan profesional. Pertimbangan ini masih dapat berubah jika sepanjang proses audit ditemukan perkembangan yang baru. Dan dalam penerapannya, auditor menetapkan lebih dari satu tingkat lebih tinggi dikarenakan kenyataan laporan keuangan auditee memiliki lebih dari satu tingkat materialitas, misal laporan neraca, materialitas dapat didasarkan pada total aktiva, total modal dan total pasiva nya. Hal Materialitas dapat ditentukan menurut laporan keuangannya ataupun saldo akunnya. Pada laporan keuangan, terdapat dua cara dalam menerapkan materialitas, yaitu dengan perencanaan audit dan pelaksanaan audit. Pada perencanaan audit, tentunya auditor menentukan jumlah bukti yang akan dikumpulkan. Bukti tersebut dapat dikatakan material ketika terdapat unsur pertimbangan – pertimbangan seperti pertimbangan profesional. Pertimbangan ini masih dapat berubah jika sepanjang proses audit ditemukan perkembangan yang baru. Dan dalam penerapannya, auditor menetapkan lebih dari satu tingkat lebih tinggi dikarenakan kenyataan laporan keuangan auditee memiliki lebih dari satu tingkat materialitas, misal laporan neraca, materialitas dapat didasarkan pada total aktiva, total modal dan total pasiva nya. Hal

Sedangkan untuk mengukur materialitas berdasarkan saldo akun dilakukan dengan menaksir materialitas yang dibuat ada perencanaan audit yang masuk ke dalam akun – akun laporan keuangan secara terpisah, semisal akun dalam laporan neraca. Menurut Mulyadi (2010) mengatakan bahwa materialitas pada tingkat saldo akun merupakan salah saji minimum yang dapat terjadi pada saldo akun yang dilihat sebagai salah saji material. Saldo akun tersebut yang tercatat dapat mempengaruhi keputusan. Dalam mempertimbangkan materialitas pada saldo akun auditor perlu melihat pada tingkat laporan keuangan auditeenya .

Pertimbangan tingkat materialitas tentunya memiliki suatu tujuan yaitu sebagai bentuk perencanaan akan pengumpulan bahan bukti yang cukup yang dilakukan auditor. Bahan bukti yang terkumpul harus disesuaikan dengan jumlah yang diaudit dan lebih baik lagi jika pengumpulan bukti dikumpulkan dengan jumlah yang banyak (Winadi dan Mertha 2017).

Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa pertimbangan tingkat materialitas merupakan suatu pertimbangan auditor dalam mencari bukti – bukti berupa informasi laporan keuangan yang dapat mempengaruhi pertimbangan yang didasarkan pada pengaruh pentingnya tingkat materialitas, pengetahuan tentang tingkat materialitas, kecukupan bukti, Penyesuaian pengukuran bukti, urutan tingkat materialitas dalam audit, materialitas pada tingkat laporan keuangan, materialitas pada tingkat saldo akun dan alokasi materialitas laporan keuangan pada saldo akunnya.

Skeptisisme Profesional Skeptisisme profesional dapat diartikan sebagai sebuah sikap yang meliputi sebuah pemikiran yang selalu mempertanyakan maupun waspada terhadap kondisi yang mengindikasikan kepada kemungkinan kesalahan penyajian ataupun kecurangan yang penilaiannya diukur atas suatu bukti audit (IAPI 2014). Seorang auditor yang skeptis harus memiliki sikap ketidakpercayaan pada penjelasan suatu bukti yang diperoleh langsung dari auditee melainkan auditor harus mengajukan pertanyaan untuk memperoleh alasan, bukti dan konfirmasi atas temuan yang diperoleh. Menurut Ajeng

(2014) juga mengatakan bahwa skeptisisime juga berawal kecurigaan yang tertuang dalam bentuk pertanyaan yang kemudian mengarahkan pada penemuan sebuah jawaban.

Penelitian yang dilakukan oleh Wahyudi (2014) juga mengatakan bahwa sikap skeptisisme profesional seorang auditor dapat diuji ketika ia dapat melaksanakan tugasnya sesuai standar yang sebelumnaya telah ditetapkan dan menjaga kaidah serta norma agar kualitas dan profesi auditor tetap baik.

Sebenarnya, skeptisisme profesional banyak dibahas pada profesi lainnya. Profesi yang membutuhkan kemampuan ini adalah profesi yang memiliki hubungan dengan pengumpulan dan penilaian bukti – bukti, seperti penyelidik, polisi, hakim, pengacara dan auditor. Dari banyaknya profesi tersebut, skeptisisme profesional lebih diutamakan penggunaanya pada profesi auditor (Hurtt, Eining dan Plumlee 2003).

Menurut pernyataan yang dikeluarkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia IAPI (2014) menekankan bahwa skeptisisme profesional sangat penting dan auditor perlu merencanakan serta melaksanakan proses audit yang berlandaskan skeptisisme profesional dengan menduga kemungkinan terjadinya kesalahan material ataupun non material dalam laporan keuangan dan dapat memperkirakan jumlah bukti atau asersi audit yang diperlukan, baik itu material maupun non material.

Penerapan skeptisisme sangat penting dan mendasar karena dapat mempengaruhi efektivitas dan efisiensi audit. Skeptisisme yang rendah akan mengurangi efektivitas audit, dan kalau terlalu tinggi akan meningkatkan biaya yang harus dikeluarkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikeluarkan oleh IAPI (2014) bahwa biaya atas penerapan skeptisisme profesional yang tinggi terjadi karena meliputi pengumpulan bukti audit, Sifat dan luas prosedur audit yang akan dilaksanakan serta pengevaluasian mengenai pertimbangan manajemen dalam menerapkan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku bagi entitas. Selain itu, auditor juga dapat memperkirakan kemungkinan informasi keuangan tersebut memiliki salah saji material atau kecurangan yang disengaja melalui skeptisisme profesional ini. Selain itu penerapan lainnya seperti yang dikatakan oleh Quadackers (2009) bahwa skeptisisme profesional mengandung unsur seperti syarat yang harus dimiliki auditor yang tercantum di dalam standar audit (SPAP). Selain itu Kantor Akuntan Publik (KAP) mensyaratkan untuk penerapan akan skeptisisme profesional Penerapan skeptisisme sangat penting dan mendasar karena dapat mempengaruhi efektivitas dan efisiensi audit. Skeptisisme yang rendah akan mengurangi efektivitas audit, dan kalau terlalu tinggi akan meningkatkan biaya yang harus dikeluarkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikeluarkan oleh IAPI (2014) bahwa biaya atas penerapan skeptisisme profesional yang tinggi terjadi karena meliputi pengumpulan bukti audit, Sifat dan luas prosedur audit yang akan dilaksanakan serta pengevaluasian mengenai pertimbangan manajemen dalam menerapkan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku bagi entitas. Selain itu, auditor juga dapat memperkirakan kemungkinan informasi keuangan tersebut memiliki salah saji material atau kecurangan yang disengaja melalui skeptisisme profesional ini. Selain itu penerapan lainnya seperti yang dikatakan oleh Quadackers (2009) bahwa skeptisisme profesional mengandung unsur seperti syarat yang harus dimiliki auditor yang tercantum di dalam standar audit (SPAP). Selain itu Kantor Akuntan Publik (KAP) mensyaratkan untuk penerapan akan skeptisisme profesional

Maka dari itu, pada penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa skeptisisme profesional merupakan alternatif dari sikap kritis seorang auditor yang handal atas bukti yang diperoleh dalam serangkaian proses audit dan auditor juga memiliki keyakinan untuk mencukupi atau menambah bukti yang diperoleh. Tambahan dari penelitian yang dilakukan oleh Anggriawan (2014) bahwa komponen skeptisisme profesional didasarkan pada sikap kehati-hatian, pemikiran yang selalu mempertanyakan, evaluasi kritis atas bukti audit, pemahaman terhadap bukti audit, tingkat keraguan auditor, penggunaan kemahiran professional dan banyaknya pemeriksaan tambahan.

Rotasi Auditor Rotasi Auditor merupakan pergantian penggunaan jasa auditor yang dapat dilakukan dalam kurun waktu tertentu, dengan kondisi tertentu dan dengan maksud tertentu agar dapat memberikan jaminan akan keakuratan dan relevansi maupun independensi informasi sehingga dapat meningkatkan kepercayaan seluruh pihak yang berkepentingan dengan perusahaan (Singgih dan Bawono 2010). Di Indonesia, ketentuan rotasi auditor sudah diatur dalam PP (Peraturan Pemerintah) No.20 tahun 2015 tentang “Praktik Akuntan Publik” yang berisi mengenai Pemberian jasa audit atas

informasi keuangan historis terhadap suatu entitas oleh seorang Akuntan Publik dibatasi paling lama untuk 5 (lima) tahun buku berturut-turut. Dengan adanya pembatasan tersebut, diharapkan pergantian auditor dapat dilakukan untuk menjaga independensi auditor melalui serangkaian ketentuan dalam profesi auditor, menjaga kepercayaan publik dalam fungsi audit dan menghindari konflik kepentingan yang potensial (Andra dan Prastiwi 2012).

Pentingnya rotasi auditor perlu dilakukan karena auditor bekerja dengan jangka waktu perikatan yang panjang yang dapat menyebabkan auditor menjalin hubungan dengan auditee yang berlebihan. Hubungan ini bisa mengancam penurunan kualitas dan kompetensi auditor saat mengevaluasi bukti audit (Nasser 2006).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Said dan Khasharmeh (2014) menjelaskan bahwa pergantian auditor suatu keharusan yang dapat dilakukan dengan Menurut penelitian yang dilakukan oleh Said dan Khasharmeh (2014) menjelaskan bahwa pergantian auditor suatu keharusan yang dapat dilakukan dengan

Dalam pergantian auditor atau biasa disebut rotasi auditor, auditee dapat mengganti pihak auditornya sekalipun tidak ada peraturan atau ketentuan yang mengharuskan pergantian tersebut yang terjadi adalah salah satu dari dua hal yaitu auditor mengundurkan diri atau auditor diberhentikan oleh klien. Di antara Pilihan keduanya tersebut yang menjadi pusat perhatian yaitu pada alasan mengapa peristiwa itu terjadi dan ke mana auditee tersebut akan berpindah. Jika alasan pergantian tersebut adalah karena ketidaksepakatan atas praktik akuntansi tertentu, maka diekspektasi auditee akan pindah ke auditor yang dapat bersepakat dengan auditee nya.

Budaya Organisasi Auditee Budaya organisasi merupakan nilai – nilai sebuah sistem yang diyakini oleh semua anggota dibawah suatu organisasi dimana nilai tersebut diperlajari, diterapkan dan dikembangkan secara berkseinambungan (Moeljono 2003). Sistem – sistem tersebut memiliki peranan sebagai penyatu dan dijadikan acuan perilaku setiap individu dalam organisasi untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan (Fanani dan Jalil 2016).

Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Jusmatang (2016) juga mengatakan bahwa organisasi memiliki lingkup berupa sebuah pola sikap, keyakinan, dan perasaan tertentu yang mendasari, mengarahkan, dan memberi arti kepada tingkah laku dan proses dalam sebuah sistem.

Selain itu, didukung pula dari penelitian Robbins (2003) yang menyatakan bahwa budaya organisasi memiliki nilai nilai yang dapat diyakini untuk diterapkan dan dikembangkan secara bersama oleh anggota organisasi serta dapat dijadikan acuan untuk perilaku yang sesuai dengan tujuan organisasi tersebut.

Tujuan organisasi memiliki fungsi untuk mewujudkan sasaran organisasi pada setiap individu dan pada struktur organisasi di berbagai tingkatan dari yang paling bawah sampai atas. Ketika individu dalam organisasi terseut dapat melakukan Tujuan organisasi memiliki fungsi untuk mewujudkan sasaran organisasi pada setiap individu dan pada struktur organisasi di berbagai tingkatan dari yang paling bawah sampai atas. Ketika individu dalam organisasi terseut dapat melakukan

Secara umum, dalam perkembangan saat ini, organisasi memiliki tujuan khusus yaitu untuk mengatasi terbatasnya kemandirian, kemampuan, serta sumber daya yang dimilikinya untuk mencapai sebuah tujuan, sebagai tempat untuk mencapai tujuan dengan efisien serta selektif karena dilakukan secara bersama-sama dan tempat dalam mendapatkan pembagian kerja maupun jabatan (Herawaty 2008). Selain itu, organisasi juga sebagai tempat untuk mencari keuntungan dan pendapatan bersama-sama, mengelola lingkungan secara bersama-sama, mendapatkan penghargaan dan mendapatkan pengawasan serta kekuasaan dan untuk menambat pergaulan dalam pekerjaan.

Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi merupakan sebuah kondisi akan organisasi tersebut yang melibatkan ekspektasi, nilai, dan sikap bersama, hal tersebut memberikan pengaruh pada individu, kelompok, proses organisasi (Ivanevic 2006). Faktor – faktor yang dapat membentuk suatu budaya pada organisasi tertentu yaitu pada budaya yang berorientasi pada individu, kelompok, dan pekerjaannya, pola komunikasi, kedisiplinan organisasi terhadap perilaku tidak etis, anggapan perilaku tidak etis tetap mendapatkan imbalan atau penghargaan, hukuman yang ketat untuk perilaku tidak etis, organisasi menghukum setiap perilaku tidak etis, manajer sebagai standar etika yang tinggi, integritas dalam organisasi yang lebih dihargai, manajer yang peduli terhadap lingkungan etika, manajer sebagai model perilaku tidak etis, perilaku etis merupakan norma dari organisasi, manajer sebagai panduan dalam pengambilan keputusan dan Etika organisasi dihargai dalam organisasi.

Pengembangan Hipotesis Pengaruh skeptisisme profesional terhadap pertimbangan tingkat materialitas auditor

Sikap Skeptis meliputi pemikiran yang selalu mempertanyakan dalam mengevaluasi bukti secara kritis agar dapat memberikan opini secara tepat (IAPI 2014). Sikap skeptis yang profesional timbul ketika auditor berhadapan langsung dengan bukti yang disajikan oleh klien. Terdapat keterkaitannya dengan pertimbangan tingkat materialitas, ketika seorang auditor memiliki sikap skeptis dapat menemukan salah saji yang material dalam laporan keuangan maupun saldo akun karena auditor tersebut Sikap Skeptis meliputi pemikiran yang selalu mempertanyakan dalam mengevaluasi bukti secara kritis agar dapat memberikan opini secara tepat (IAPI 2014). Sikap skeptis yang profesional timbul ketika auditor berhadapan langsung dengan bukti yang disajikan oleh klien. Terdapat keterkaitannya dengan pertimbangan tingkat materialitas, ketika seorang auditor memiliki sikap skeptis dapat menemukan salah saji yang material dalam laporan keuangan maupun saldo akun karena auditor tersebut

Untuk meningkatkan efektivitas dalam menemukan salah saji tersebut, baik salah saji sangat material dan non material, seorang auditor dituntut untuk melaksanakan tugasnya dengan cermat, seksama dan sesuai dengan standar umum yang ketiga pada standar auditing (Arens 2014).

Penelitian yang dilakukan oleh Hastuti (2003) mengatakan bahwa semakin tinggi tingkat skeptisisme profesional auditor maka semakin tepat pertimbangan tingkat materialitas auditor dalam pemeriksaan laporan keuangan. Dalam perencanaan audit, auditor menentukan tingkat materialitas awal, maka untuk menentukannya diperlukan skeptisisme profesional nya yang dimana hal tersebut dilakukan agar auditor dapat mempertimbangkan tingkat materialitas dengan tepat (Wibowo 2013)

Selain hal diatas, hubungan antara skeptisisme profesional dengan pertimbangan tingkat materialitas dapat dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh Zuraida (2005) yang mengatakan bahwa terdapat beberapa variabel yang dapat mempengaruhi pertimbangan tingkat materialitas, tetapi yang paling berpengaruh yaitu pada variabel skeptisisme profesional. Menurut Oktania dan Suryono (2013) juga mengatakan hal demikian mengenai keterkaitannya dengan risiko audit bahwa risiko tersebut dinilai atas kelengkapan bukti audit dan kecurigaan atas bukti – bukti yag tersedia dapat ditingkatkan dengan skeptisisme profesional.

Setelah diperkuat oleh penelitian terdahulu, maka dapat dirumuskan sebagai hipotesis mengenai pengaruh antara skeptisisme profesional dengan pertimbangan tingkat materialitas auditor yaitu sebagai berikut:

H 1 : Skeptisisme profesional berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas auditor

Pengaruh rotasi auditor terhadap pertimbangan tingkat materialitas auditor Rotasi Auditor merupakan perpindahan auditor atau KAP yang dilakukan oleh

perusahaan auditee. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor auditee dan faktor auditornya (Divianto 2011). Dua faktor yang dapat mempengaruhi klien mengganti auditornya, yaitu: faktor auditor karena kualitas dan fee, sedangkan faktor auditeenya karena perubahan lingkungan perusahaan, kesulitan keuangan, dan manajemen yang gagal (Mardiyah 2002). Auditee juga dapat mengganti auditornya sewaktu waktu walau tidak diwajibkan oleh peraturan, atau auditor dapat mengundurkan diri maupun auditor diberhentikan oleh auditeenya (Divianto 2011). Ketika auditee mencari auditor baru, maka akan terjadi informasi yang asimetri antara auditor dan auditee. Hal tersebut wajar karena informasi yang perusahaan miliki lebih banyak daripada auditor dan auditor perlu memahami ulang mengenai informasi yang disediakan auditeenya (Divianto 2011).

Rotasi auditor juga diupayakan untuk meningkatkan kualitas audit, ketentuan yang mengatur mengenai kewajiban rotasi auditor perlu diuji efektivitasnya. Salah satu dampak yang dirasakan yaitu biaya audit yang timbul karena auditor terus menerus mengmpelajari sifat bisnis dari auditee dan pelatihan kepada auditor baru. Tentunya, Pelatihan tersebut akan mengeluarkan biaya sebagai manfaat untuk meningkatkan independensi auditor dan menimumkan kesalahan – kesalahan yang terjadi yang berimplikasi atas kualitas audit yang baik (Sen 2001 dalam Fitryani 2015).

Salah satu komponen untuk menciptakan audit yang berkualitas yaitu independensi, baik secara individu maupun tim yang telah diteliti oleh Afriska (2015) yang menghasilkan 12 faktor penentu kualitas audit. Sikap independen yang dimiliki oleh auditor diharapkan dapat dilaksanakan sesuai dengan pekerjaannya yang bertujuan untuk kepentingan umum (IAPI 2014) dan juga atas penentuan salah saji material pada laporan keuangan auditee dan mereka wajib untuk memberitahukan kepada klien atas salah saji tersebut sehingga dapat dilakukan koreksi (Timur 2017). Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa rotasi auditor memiliki pengaruh positif terhadap independensi auditor.

Diperkuat melalui penelitian yang dilakukan oleh putu (2014) yang menjelaskan bahwa independensi auditor berpengaruh positif terhadap petimbangan tingkat materialitas. Selain itu, didukung juga dari penelitian yang dilakukan oleh

Roswita (2016) yang membuktikan bahwa terdapat hubungan antara independensi terhadap pertimbangan tingkat materialitas. Maka dapat disimpulkan, independensi dapat berpengaruh pada pertimbangan tingkat materialitas pada saat pemeriksaan laporan keuangan auditee.

Setelah diperkuat oleh penelitian terdahulu dan diduga bahwa rotasi auditor dapat berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas, maka dapat dirumuskan sebagai hipotesis yaitu sebagai berikut:

H 2 : Rotasi auditor berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas auditor

Pengaruh budaya organisasi auditee terhadap pertimbangan tingkat materialitas auditor

Organisasi yang baik yaitu organisasi yang dapat menyesuaikan antara sistem dengan budaya / kebiasaan dimana sistem tersebut diterapkan karena idealnya tiap organisasi memiliki budaya yang berbeda – beda yang dapat dinilai dari penggunaan sistem tersebut (Jusmatang 2016). Budaya yang baik dapat digambarkan melalui cara bekerja dan unsur – unsur lainnya, seperti dedikasi, loyalitas, tanggungjawab dan kepribadian. Penerapan unsur – unsur tersebut dinilai dapat menimbulkan efek pada kredibilitas organisasi tersebut.