BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kantin 2.1.1. Definisi Kantin - Analisis Faktor yang Mempengaruhi Kelaikan Kantin Sehat di Sekolah Dasar Kecamatan Medan Kota

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kantin

  2.1.1. Definisi Kantin

  Kantin adalah tempat usaha komersial yang ruang lingkup kegiatannya menyediakan makanan dan minuman untuk umum di tempat usahanya. Kantin merupakan salah satu bentuk fasilitas umum, yang keberadaannya selain sebagai tempat untuk menjual makanan dan minuman juga sebagai tempat bertemunya segala macam masyarakat dalam hal ini mahasiswa maupun karyawan yang berada di lingkungan kampus, dengan segala penyakit yang mungkin dideritanya (Depkes RI, 2003).

  Kantin sekolah adalah suatu ruang atau bangunan yang berada di sekolah maupun perguruan tinggi, di mana menyediakan makanan pilihan/sehat untuk siswa yang dilayani oleh petugas kantin. (Depdiknas, 2007)

  2.1.2. Fungsi Kantin Sekolah

  Berikut adalah fungsi kantin sekolah : 1. membantu pertumbuhan dan kesehatan siswa dengan jalan menyediakan makanan yang sehat, bergizi, dan praktis;

  2. mendorong siswa untuk memilih makanan yang cukup dan seimbang; 3. untuk memberikan pelajaran sosial kepada siswa; 4. memperlihatkan kepada siswa bahwa faktor emosi berpengaruh pada kesehatan seseorang;

  5. memberikan batuan dalam mengajrkan ilmu gizi secara nyata; 6. mengajarkan penggunaan tata krama yang benar dan sesuai dengan yang berlaku di masyarakat; sebagai tempat untuk berdiskusi tentang pelajaran-pelajaran di sekolah, dan tempat menunggu apabila ada jam kosong. (Depdiknas, 2007)

2.2. Tinjauan Umum tentang Hygiene dan Sanitasi

  Pada hakikatnya Higiene sanitasi mempunyai pengertian dan tujuan yang hampir sama yaitu mencapai kesehatan yang prima.

  Sudira (1996) mengemukakan bahwa : “Hygiene adalah ilmu kesehatan dan pencegahan timbulnya penyakit. Hygiene lebih banyak membicarakan masalah bakteri sebagai penyebab timbulnya penyakit, sedang sanitasi lebih memperhatikan masalah kebersihan untuk mencapai kesehatan”.

  Hygiene erat hubungannya dengan perorangan, makanan dan minuman karena merupakan syarat untuk mencapai derajat kesehatan. Sedang sanitasi menurut WHO merupakan suatu usaha untuk mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik yang berpengaruh kepada manusia, terutama terhadap hal-hal yang mempunyai efek merusak perkembangan fisik, kesehatan, dan kelangsungan hidup.

  Menurut Depkes (2004) hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu subyeknya. Misalnya mencuci tangan untuk melindungi kebersihan tangan, cuci piring untuk melindungi kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan. Sedangkan menurut Gea (2009:19) sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subjeknya. Misalnya menyediakan air mewadahi sampah agar tidak dibuang sembarangan.

  Perbedaan sanitasi dan hygiene adalah hygiene lebih mengarahkan aktivitasnya pada manusia, sedangkan sanitasi lebih menitik beratkan pada faktor- faktor lingkungan hidup manusia. Tujuan diadakannya usaha sanitasi dan hygiene adalah untuk mencegah timbulnya penyakit dan keracunan serta gangguan kesehatan lain sebagai akibat dari adanya interaksi faktor-faktor lingkungan hidup manusia.

  Hygiene sendiri merupakan usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia sehingga timbul upaya mencegah timbulnya penyakit akibat pengaruh lingkungan kesehatan yang buruk dan membuat kondisi lingkungan yang baik agar terjamin pemeliharaan kesehatannya.

  Dengan kata lain hygiene adalah usaha kesehatan preventif yang lebih menitikberatkan pada kegiatan usaha kesehatan individu maupun usaha kesehatan pribadi hidup manusia.

  Ni Wayan (2009) mengemukakan bahwa “tujuan hygiene dan sanitasi dalam penyelenggaraan makanan yaitu : (1) tersedianya makanan yang berkualitas baik dan aman bagi kesehatan konsumen; (2) menurunkan kejadian resiko penularan penyakit atau gangguan kesehatan melalui makanan; (3) terwujudnya perilaku yang sehat dan benar dalam penanganan makanan”.

  Hygiene sebagaimana yang dijelaskan SoekresNo. (2004) dapat

  1. Ruang lingkup sanitasi dan hygiene di tempat kerja meliputi : (a) hygiene perorangan, (b) hygiene makanan, (c) sanitasi dan hygiene tempat kerja, (d) sanitasi dan hygiene barang dan peralatan, (e) limbah dan linen; serta

  2. Hygiene perorangan meliputi : (a) rambut, (b) hidung, (c) mulut, (d) telinga, (e) kaki, (f) kosmetik, (g) pakaian seragam juru masak.

  Kusmayadi (2009) mengemukakan bahwa : “terdapat 4 (empat) hal penting yang menjadi prinsip hygiene dan sanitasi makanan meliputi perilaku sehat dan bersih orang yang mengelola makanan, sanitasi makanan, sanitasi peralatan dan sanitasi tempat pengolahan”.

2.3. Tinjauan Umum tentang Personal Hygiene

  Personal hygiene merupakan tindakan pencegahan yang menyangkut tanggung jawab individu untuk meningkatkan kesehatan serta membatasi Personal higiene penjamah makanan sangatlah perlu dipelajari dan diterapkan dalam pengolahan makanan untuk mencegah penularan penyakit menular melalui makanan. Beberapa hal yang harus dilakukan oleh setiap penjamah makanan ketika mengolah dan menyajikan makanan untuk mencegah penularan penyakit menular yaitu : selalu mencuci tangan sebelum menjamah makanan, minuman dan peralatan. Hygiene perorangan mencakup semua segi kebersihan diri pribadi karyawan (penjamah makanan) tersebut. Menjaga hygiene perorangan berarti menjaga kebiasaan hidup bersih dan menjaga kebersihan seluruh anggota tubuh yang meliputi: a. mandi dengan teratur, bersih dan sehat sebelum memasuki ruangan dapur, b. mencuci tangan sebelum dan sesudah menjamah makanan, c. kuku dipotong pendek dan tidak di cat (kutex), d. rambut pendek dan bersih, e. selalu memakai karpus (topi khusus juru masak) atau penutup kepala lainnya, f. wajah; tidak menggunakan kosmetik secara berlebihan, g. hidung; tidak meraba-raba hidung sambil bekerja dan tidak menyeka wajah dengan menggunakan tangan tetapi menggunakan sapu tangan, h. mulut; menjaga kebersihan mulut dan gigi, tidak merokok saat mengolah makanan, jangan batuk menghadap makanan, tidak mencicipi makanan langsung dari alat memasak, i. kaki; mempergunakan sepatu dengan ukuran yang sesuai, kaos kaki diganti setiap hari, kuku jari harus dipotong pendek (Depkes, 2004)

2.4. Sanitasi Kantin Sekolah

  Jika kita bicara kesehatan lingkungan sekolah, maka kantin menjadi salah satu ruang lingkup penting hygiene dan sanitasi sekolah. Tentu kita juga paham, bahwa aspek sanitasi lain di sekolah akan banyak berbicara masalah lingkungan fisik secara umum, fasilitas sanitasi, aspek konstruksi umum (ventilasi, jarak tempat duduk siswa dan papan tulis, ergonomi, dan lainnya. Sementara pada kantin, banyak aspek kesehatan lingkungan terkait pada kantin, seperti aspek perilaku penjamah, aspek peralatan, aspek sanitasi tempat, sanitasi air bersih, dan lain-lain.

  Salah satu fungsi dari kantin adalah sebagai tempat memasak atau membuat makanan dan selanjutnya dihidangkan kepada konsumen, maka kantin dapat menjadi tempat menyebarnya segala penyakit yang medianya melalui makanan dan minuman. Dengan demikian makanan dan minuman yang dijual di kantin berpotensi menyebabkan penyakit bawaan makanan bila tidak dikelola dan ditangani dengan baik (Mukono., 2000).

  Persyaratan sanitasi kantin antara lain di jelaskan pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1098/Menkes/SK/VII/2003, tentang kelaikan higiene sanitasi pada kantin. Namun sebelum kita berbicara lebih jauh tentang sanitasi kantin, perlu kita ingatkan kembali pengertian sanitasi yang merupakan upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan (Depkes, 2003)

  Persyaratan sanitasi kantin sesuai Kepmenkes diatas meliputi faktor

  2.4.1. Bangunan 1.

  Bangunan kantin kokoh, kuat dan permanen.

  2. Ruangan harus ditata sesuai fungsinya, sehingga memudahkan arus tamu, arus karyawan, arus bahan makanan dan makanan jadi serta barang barang lainnya yang dapat mencemari makanan.

  2.4.2. Konstruksi 1.

  Lantai harus dibuat kedap air, rata, tidak licin, kering dan bersih.

  2. Dinding. Permukaan dinding harus rata, kedap air dan dibersihkan.

  3. Ventilasi. Ventilasi alam harus cukup menjamin peredaran udara dengan baik, dapat menghilangkan uap, gas, asap, bau dan debu dalam ruangan. Ventilasi buatan diperlukan bila ventilasi alam tidak dapat memenuhi persyaratan.

  4. Pencahayaan. Intensitas pencahayaan setiap ruangan harus cukup untuk melakukan pekerjaan pengolahan makanan secara efektif dan kegiatan pembersihan ruangan.

  5. Atap. Tidak bocor, cukup landai dan tidak menjadi sarang tikus dan serangga lainnya.

  6. Langit-langit. Permukaan rata, bersih, tidak terdapat lubang-lubang.

2.4.3. Pencahayaan

  Pencahayaan untuk jasaboga telah diatur dalam Kepmenkes No.. 715 tahun 2003 disetiap tempat seperti dapur, tempat masak, dan tempat cuci peralatan.

  Pencahayaan harus tidak menyilaukan dan tersebar merata, sehingga sedapat mungkin tidak menimbulkan bayangan. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara menempatkan beberapa lampu dalam satu ruangan.

  Pencahayaan dapat diketahui dengan alat ukur lux meter (foot candle meter). Untuk perkiraan secara kasar dapat dilakukan sebagai berikut :

  • watt menghasilkan 1 foot candle (jarak 1 kaki = 30 cm).

  Lampu listrik 1 watt menghasilkan 1 candle cahaya. Maka jarak 1 kaki, 1

  1

  • foot candle.

  /3 Satu watt pada jarak 1 meter (3 kaki) menghasilkan cahaya lebih rendah yaitu

  1

  1

  1 /3 x / 2 = / 6foot candle.

  • 1

  Satu watt pada jarak 2 meter (6 kaki) menghasilkan

  1

  1 /3 x /3 = /9foot candle.

  • 1

  Satu watt pada jarak 3 meter (9kaki) menghasilkan

  Maka untuk 60 watt pada jarak 2 meter (6 kaki) akan menghasilkan / 6 x 60fc = 60/6 fc = t 10 fc.

  • menghasilkan 10 fc pada jarak 2 meter.

  Jadi syarat minimal pemakaian lampu listrik adalah 60 watt untuk

  2.4.4. Ventilasi

  Dalam Kepmenkes No. 715 tahun 2003 ventilasi pada ruangan tempat

  o o

  pengolahan makanan harus baik berkisar antara 28 C — 32

  C. Sejauh mungkin ventilasi kondensasi uap air atau lemak pada lantai, dinding atau langit-langit, dan menghilangkan bau, asap, dan pencemaran lain dalam ruangan.

  Ventilasi dapat diperoleh secara alamiah dengan membuat lubang penghawaan yang cukup. Lubang penghawaan bisa berupa lubang penghawaan tetap dan lubang insidental (misalnya jendela yang bisa dibuka dan ditutup). Jumlah lubang penghawaan minimal 10 % luas lantai. Aliran ventilasi yang dipersyaratkan adalah minimal 15 kali per menit.

  Bila ventilasi alamiah tidak dapat memenuhi persyaratan maka dapat dibuat ventilasi buatan berupa ventilasi mekanis, misalnya kipas angin, exhaust fan, AC.

  2.4.5. Fasilitas Sanitasi 1.

  Air bersih. Kualitas air bersih harus memenuhi syarat fisik (tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna, jernih), serta jumlahnya cukup memadai untuk seluruh kegiatan.

  2. Air limbah. Air limbah mengalir dengan lancar, sistem pembuangan air limbah harus baik, saluran terbuat dari bahan kedap air, saluran pembuang air limbah tertutup.

  3. Toilet. Tersedia toilet, bersih. Di dalam toilet harus tersedia jamban, peturasan dan bak air. Tersedia sabun/deterjen untuk mencuci tangan. Di dalam toilet harus tersedia bak dan air bersih dalam keadaan cukup. Tempat sampah. Tempat sampah dibuat dari bahan kedap air, tidak mudah berkarat, mempunyai tutup. Tersedia pada setiap tempat/ruang yang memproduksi sampah. Sampah dibuang tiap 24 jam.

  5. Tempat cuci tangan. Fasilitas cuci tangan ditempatkan sedemikian rupa sehingga mudah dicapai oleh tamu dan karyawan. Fasilitas cuci tangan dilengkapi dengan air mengalir, sabun/deterjen, bak penampungan yang permukaanya halus, mudah dibersihkan dan limbahnya dialirkan ke saluran pembuangan yang tertutup.

  6. Tempat mencuci peralatan. Terbuat dari bahan yang kuat, aman, tidak berkarat dan mudah dibersihkan. Bak pencucian sedikitnya terdiri dari 3 bilik/bak pencuci yaitu untuk mengguyur, menyabun dan membilas.

  7. Tempat mencuci bahan makanan. Terbuat dari bahan yang kuat, aman, tidak berkarat dan mudah dibersihkan.

  8. Tempat penyimpanan air bersih (tandon air) harus tertutup sehingga dapat menahan masuknya tikus dan serangga.

2.4.6. Ruang Dapur, Ruang Makan dan Penyajian 1.

  Dapur. Dapur harus bersih, ruang dapur harus bebas dari serangga, tikus dan hewan lainnya.

  2. Ruang makan. Ruang makan bersih, perlengkapan ruang makan (meja, kursi, taplak meja), tempat peragaan makanan jadi harus tertutup, perlengkapan bumbu kecap, sambal, merica, garam dan lain-lain bersih. meminimalisasi faktor makanan sebagai media penularan penyakit dan masalah kesehatan. Persyaratan sanitasi tersebut juga sebagai salah satu bentuk sistem kewaspadaan dini, juga sebagai alat untuk menilai faktor resiko. Prosedur ini umum, dalam kaitan dengan hygiene dan sanitasi makanan, kita kenal sebagai system Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP). Sistem ini pada dasarnya merupakan pendekatan yang mengidentifikasikan hazard spesifik dan tindakan untuk mengendalikannya. Yang dimaksud dengan hazard - dapat berupa agens biologis, kimiawi, atau agen fisik pada makanan yang berpotensi menyebabkan efek yang buruk pada kesehatan. (Depkes, 2003)

2.5. Prinsip Dasar Higiene Sanitasi Makanan

  Faktor-faktor dalam higiene dan sanitasi makanan adalah tempat, peralatan (orang) dan makanan, Dalam upaya untuk mengendalikan faktor tempat, peralatan, orang dan makanan yang dapat atau mungkin menimbulkan gangguan kesehatan atau keracunan makanan, maka perlu diketahui enam prinsip higiene sanitasi makanan yang tujuannya adalah untuk mencapai tersedianya makanan sehat. Atau membahayakan kesehatan dan harus memenuhi standar mutu yamg ditetapkan. (Mudjajanto, 2009).

  Syarat-syarat bahan makanan yang ditetapkan oleh Depkes RI (2003) adalah: 1. Bahan makanan dalam kondisi baik, tidak rusak dan tidak membusuk 2.

  Bahan makanan berasal dari sumber resmi yang terawasi. Bahan tambahan dan penolong sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Mudjajanto, 2009).

2.5.1. Prinsip I : Pemilihan Bahan Makanan

  Untuk menghasilkan roti yang berkualitas baik maka harus menggunakan bahan dasar yang bermutu, sebaik apapun proses yang dilakukan tidak akan dihasilkan roti yang berkualitas jika bahan dasarnya tidak baik. Oleh karena itu pilihlah bahan makanan dalam kondisi baik, tidak rusak, tidak membusuk, tidak berbau dan berasal dari sumber resmi yang terawasi seperti telur, susu, tepung. (Mudjajanto, 2009)

2.5.1.1 Ciri-ciri Makanan yang Baik

  Makanan yang baik adalah yang tidak tercemar, tidak mengandung mikroorganisme atau bakteri dan bahan kimia berbahaya, telah diolah dengan tata cara yang benar sehingga sifat dan zat gizinya tidak rusak serta tidak bertentangan dengan kesehatan manusia. Kualitas dari produk pangan untuk konsumsi manusia pada dasarnya dipengaruhi oleh mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme dalam makanan memegang peran penting dalam pembentukan senyawa yang memproduksi bau tidak enak dan menyebabkan makanan menjadi tak layak makan. Beberapa mikroorganisme yang mengontaminasi makanan dapat menimbulkan bahaya bagi yang mengonsumsinya (Astawan, 2010).

2.5.1.2. Sumber Bahan Makanan yang Baik

  Untuk mendapatkan bahan makanan yang baik perlu diketahui sumber- sumber makanan yang baik. Sumber bahan makanan yang baik sering kali tidak melalui jaringan perdagangan. (Depkes RI, 2004)

2.5.2. Prinsip II : Penyimpanan Bahan Makanan

  Bahan makanan yang digunakan dalam proses produksi, baik bahan baku, bahan tambahan maupun bahan penolong, harus disimpan dengan cara penyimpanan yang baik karena kesalahan dalam penyimpanan dapat berakibat penurunan mutu dan keamanan makanan. (Depkes RI, 2004)

  Bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong masing-masing disimpan terpisah satu sama lain didalam ruangan yang bersih, bebas hama, cukup penerangan, terjamin aliran udaranya dan pada suhu yang sesuai. Penyimpanan jenis bahan makanan seperti tepung dan biji menurut lama penyimpanannya <3 hari 25ºC, <1 minggu 25ºC, 1 minggu 25ºC. (Depkes RI, 2004).

  Syarat- syarat penyimpanan menurut Depkes RI (2003) adalah:

  1. Tempat penyimpanan bahan makanan selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih

  2. Penempatannya terpisah dari makanan jadi

  3. Penyimpanan bahan makanan diperlukan untuk setiap jenis bahan makanan : a.

  Dalam suhu yang sesuai b. Ketebalan bahan makanan padat tidak lebih dari 10 cm c. Kelembaban penyimpanan dalam ruangan 80%-90%

  4. Bila bahan makanan disimpan digudang, cara penyimpanannya tidak menempel pada langit-langit, dengan ketentuan sebagai berikut: a.

  Jarak makanan dengan lantai 15 cm Jarak makanan dengan dinding 5 cm c. Jarak makanan dengan langit-langit 60 cm

  5. Bahan makanan disimpan dalam aturan sejenis, disusun dalam rak-rak sedemikian rupa sehingga tidak mengakibatkan rusaknya bahan makanan. Bahan makanan yang masuk lebih dahulu merupakan yang pertama keluar, sedangkan bahan makanan yang masuknya belakangan terakhir dikeluarkan atau disebut dengan sistem FIFO (First In First Out)

  Bahan baku, bahan tambahan dan bahan peNo.long sebaiknya disimpan dengan sistem kartu dengan menyebutkan: a.

  Nama bahan b. Tanggal penerimaan c. Asal bahan d. Jumlah penerimaan digudang e. Sisa akhir didalam kemasan f. Tanggal pemeriksaan g.

  Hasil pemeriksaan

2.5.3 Prinsip III : Pengolahan Makanan

  Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah menjadi makanan siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang mengikuti harus dilakukan dengan cara terlindung dari kontak langsung dengan tubuh. Perlindungan kontak langsung dengan makanan dilakukan dengan jalan menggunakan sarung tangan plastik, penjepit makanan. (Arisman, 2009)

a. Tenaga Penjamah Makanan a.1. Peranan Penjamah Makanan

  Menurut Keputusan Menteri Kesehatan republic Indonesia No.mor 942/MENKES/SK/VII/2003 : Penjamah makanan jajanan dalam melakukan kegiatan pelayanan penanganan makanan jajanan harus memenuhi persyaratan antara lain : a.

  Tidak menderita penyakit mudah menular misal : batuk, pilek, influenza, diare, penyakit perut sejenisnya; b.

  Menutup luka (pada luka terbuka/ bisul atau luka lainnya); c. Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku, dan pakaian; d. Memakai celemek, dan tutup kepala; e. Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan.

  f.

  Menjamah makanan harus memakai alat/ perlengkapan, atau dengan alas tangan; g.

  Tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut atau bagian lainnya); h.

  Tidak batuk atau bersin di hadapan makanan jajanan yang disajikan dan atau tanpa menutup mulut atau hidung.

  a.2. Pelatihan Penjamah Makanan

  menjamin mutu makanan. Setiap petugas yang berhubungan dengan penyelenggaraan makanan hendaknya mengetahui tugas dan tanggung jawab, antara lain penyakit yang ditularkan melalui makanan serta cara-cara pengolahan makanan sehat. (Depkes, 2003)

  a.3. Sarana Bagi Penjamah Makanan

  Sarana hendaklah dipersiapkan sehingga tenaga penjamah makanan memungkinkan untuk berperilaku hidup sehat. Sarana yang harus disiapkan oleh pengelola pabrik tersebut antara lain : 1.

  Ruang ganti pakaian, sehingga mereka dapat berfungsi menyimpan sebelum bekerja

  2. Loker khusus untuk karyawan yang berfungsi menyimpan barang-barang bawaan karyawan

3. Adanya baju kerja yang khusus 4.

  Ruang istirahat tenaga penjamah makanan memadai 5. Tersedianya toilet yang memenuhi syarat kesehatan 6. Tersedinya tempat cuci tangan 7. Sarana tersebut disediakan untuk menghindari tenaga penjamah untuk mengobrol, merokok.

  2.5.4. Prinsip IV : Penyimpanan Makanan Jadi

  Penyimpanan makanan merupakan akhir dari proses produksi, setelah roti matang lalu didinginkan beberapa jam. Roti termasuk makanan yang mudah busuk disebabkan oleh rusaknya protein dan pati, secara langsung pembusukan roti disebabkan oleh mikroorganisme pembusuk (Mudjajanto, 2009).

  Prinsip penyimpanan makanan terutama ditujukan untuk : 1. Mencegah pertumbuhan dan perkembangan bakteri 2.

  Mengawetkan makanan dan mengurangi pembusukan 3. Mencegah timbulnya sarang hama

  2.5.5. Prinsip V : Pengangkutan Makanan

  Makanan yang berasal dari tempat pengolahan memerlukan pengangkutan untuk disimpan, kemungkinan pengotoran makanan terjadi sepanjang pengangkutan, bila cara pengangkutan kurang tepat dan alat angkutnya kurang baik dari segi kualitasnya baik/buruknya pengangkutan dipengaruhi oleh beberapa faktor :

1. Tempat/alat pengangkut 2.

  Tenaga pengangkut 3. Tekhnik pengangkutan

  Syarat- syarat pengangkuatan makanan memenuhi aturan sanitasi:

  1. Alat/tempat pengangkutan harus bersih

  2. Cara pengangkutan makanan harus benar dan tidak terjadi kontaminasi selama pengangkutan

  3. Pengangkutan makanan yang melewati daerah kotor harus dihindari

  4. Cara pengangkutan harus dilakukan dengan mengambil jalan singkat

2.5.6 Prinsip VI : Penyajian/Penjajaan Makanan

  yang akan dijajakan tempatnya harus bersih, peralatan yang digunakan bersih, sirkulasi udara dapat berlangsung, penyaji berpakaian bersih, rapi, menggunakan tutup rambut. Tangan penyaji tidak boleh kontak langsung dengan makanan yang disajikan. (Depkes RI, 2004)

2.5.6.1 Perlengkapan/Sarana Penjaja

  Untuk meningkatkan mutu dan hygiene sanitasi makanan jajanan disarankan menggunakan perlengkapan/sarana penjaja yang juga memenuhi syarat kesehatan.

  Makanan jajanan yang dijajakan dengan sarana penjaja konstruksinya harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat melindungi makanan dari pencemaran, antara lain (DepKes RI, 2003):

  1. Mudah dibersihkan

  2. Harus terlindungi dari debu dan pencemaran

  3. Tersedia tempat untuk : a.

  Air bersih b. Penyimpanan bahan makanan c. Penyimpanan makanan jadi/siap disajikan d. Penyimpanan peralatan e. Tempat cuci (alat, tangan, bahan makanan)

2.5.7. Empat Aspek Hygiene Sanitasi Makanan Menurut Depkes (2004 )

  2.5.7.1. Kontaminasi

  Kontaminasi atau pencemaran adalah masuknya zat asing kedalam makanan macam yaitu : (a) pencemaran mikroba seperti bakteri, jamur, cendawan; (b) pencemaran fisik seperti rambut, debu tanah, serangga dan kotoran lainnya; (c) pencemaran kimia seperti pupuk, pestisida, mercury, cadmium, arsen; serta (d) pencemaran radioaktif seperti radiasi, sinar alfa, sinar gamma dan sebagainya.

  Ada 2 cara yang menyebabkan terjadinya kontaminasi pada makanan yaitu :

  a. Kontaminasi Langsung Kontaminasi langsung pada makanan dapat terjadi karena adanya kontak langsung makanan dengan lingkungannya. Sumber kontaminasi dapat berupa bahan kimia dan biologi seperti bakteri yang terkandung dalam udara, tanah, dan air.

  b. Kontaminasi Silang Kontaminasi silang merupakan perpindahan mikroorganisme ke makanan melalui suatu media. Penyebab utama kontaminasi ini adalah manusia sebagai pengolah makanan yang mampu memindahkan kontaminan yang bersifat biologis, kimiawi dan fisik kedalam makanan ketika makanan tersebut diproses, dipersiapkan, diolah atau disajikan.

  2.5.7.2. Keracunan

  Keracunan makanan adalah timbulnya gej ala klinis suatu penyakit atau gangguan kesehatan lain akibat mengonsumsi makanan yang tidak hygienis. Terjadinya keracunan pada makanan disebabkan karena makanan tersebut telah mengandung unsur-unsur seperti fisik, kimia dan biologi yang sangat membahayakan kesehatan.

  Pembusukan adalah proses perubahan komposisi makanan baik sebagian atau seluruhnya pada makanan dari keadaan yang normal menjadi keadaan yang tidak No.rmal. Pembusukan dapat terjadi karena pengaruh fisik, enzim dan mikroba. Pembusukan karena mikroba disebabkan oleh bakteri atau cendawan yang tumbuh dan berkembang biak di dalam makanan sehingga merusak komposisi makanan yang menyebabkan makanan menjadi basi, berubah rasa, bau serta warnanya.

2.5.7.4. Pemalsuan

  Pemalsuan adalah upaya perubahan tampilan makanan yang secara sengaja dilakukan dengan cara menambah atau mengganti bahan makanan dengan tujuan meningkatkan tampilan makanan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar- besarnya sehingga hal tersebut memberikan dampak buruk pada konsumen (Depkes, 2004).

  Menurut Fatonah (dalam Moro, 2011) manfaat penerapan hygiene dan sanitasi makanan yaitu : (1) menyediakan makanan yang sehat dan aman untuk dikonsumsi; (2) mencegah penyakit menular; (3) mencegah kecelakaan akibat kerja; (4) mencegah timbulnya bau yang tidak sedap; (5) menghindari pencemaran; (6) mengurangi jumlah (persentase) sakit; serta (7) lingkungan menjadi bersih, sehat dan nyaman.

2.6. Tinjauan Umum tentang Keamanan Makanan

  Kontaminasi pada makanan dan minuman dapat menyebabkan berubahnya makanan tersebut menjadi media bagi suatu penyakit. Penyakit yang ditimbulkan disease).

  Departemen kesehatan mengelompokkan penyakit bawaan makanan menjadi lima kelompok yaitu : yang disebabkan oleh virus, bakteri, amuba/protozoa, parasit dan penyebab bukan kuman. Sedangkan menurut Karla dan Blaker membagi menjadi tiga kelompok yaitu : penyakit infeksi yang disebabkan oleh perpindahan penyakit.

  Penjamah makanan memegang peranan penting dalam penularan ini. Golongan kedua adalah keracunan makanan atau infeksi karena bakteri. Golongan ketiga adalah penyebab yang bukan mikroorganisme (Susanna, 2003).

  Keamanan makanan dapat ditentukan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang menentukan keamanan makanan diantaranya jenis makanan olahan, cara penanganan bahan makanan, cara penyajian, waktu antara makanan matang dikonsumsi dan suhu penyimpanan baik pada makanan mentah maupun makanan matang dan perilaku penjamah itu sendiri.

  Purawidjaja (dalam Susanna, 2003) mengemukanan bahwa :”Upaya pengamanan makanan dan minuman pada dasarnya meliputi orang yang menangani makanan, tempat penyelenggaraan makanan; peralatan pengolahan makanan serta proses pengolahannya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya keracunan makanan antara lain hygiene perorangan yang buruk, cara penanganan makanan yang tidak sehat dan perlengkapan pengolahan makanan yang tidak bersih”.

  Secara umum untuk keberhasilan program sanitasi makanan diperlukan Selain itu diperlukan pula pengumpulan data harian perihal makanan dan data penyakit apabila wabah kejadian luar biasa (KLB). Dari pengalaman telah ditemukan bahwa penyebab terjadinya KLB adalah karena tidak adekuat dalam proses memasaknya, penyimpanan dan penyajian kurang higinis, serta kebersihan pelaksana/pekerja yang jelek (Mukono, 2006:140).

  Untuk menjamin keamanan makanan tanggung jawab pengusaha jasa boga adalah menyelenggarakan jasa boga yang memenuhi syarat-syarat hygiene dan sanitasi. Pengusaha harus menciptakan hubungan yang saling percaya dengan pekerja memberikan pelayanan kesehatan yang profesional dan bertanggung jawab serta melibatkan mereka dalam evaluasi kesehatan.

2.7. Makanan Jajanan

  Dengan meningkatnya penghasilan dan meluasnya peranan media massa sampai ke tiap pelosok tanah air, makanan jajanan akan berperan lebih penting dalam menu makanan kita. Hubeis (1995 : 149) mengemukakan bahwa wilayah studi IPB di Jabotabek sekitar 30% penghasilan keluarga digunakan untuk membeli makanan jajanan, kecenderungan ini juga meningkat disebabkan karena (Muhilal, 1998):

  1. Lebih banyak orang bekerja atau sekolah dari pagi sampai sore sehingga makan pagi atau makan siang dilakukan di tempat kerja/sekolah.

  2. Orang tua lebih suka memberi uang saku untuk jajan daripada membuat bekal membosankan.

  Selain karena kebiasaan makan, makanan jajanan juga mempunyai fungsi antara lain (Muhilal, 1998) :

  1. Makanan jajanan berfungsi sebagai sarapan pagi.

  2. Bagi segolongan orang, makanan jajanan berfungsi sebagai selingan yang dimakan di antara waktu makan makanan utama.

  3. Makanan jajanan juga mempunyai fungsi sosial ekoNo.mi yang penting, dalam arti pengembangan usaha makanan jajanan dapat meningkatkan status sosial ekoNo.mi pedagang makanan jajanan.

  4. Makanan jajanan dapat berfungsi sebagai makan siang terutama bagi mereka yang tidak sempat makan siang di rumah.

  5. Makanan jajanan sebagai penyumbang zat gizi dalam menu sehari – hari terutama bagi mereka yang berada dalam masa pertumbuhan.

  Susanto (1986) mengamati mengapa anak-anak sekolah senang mengkonsumsi makanan jajanan dan menemukan alasan sebagai berikut :

  1. Anak sekolah tidak sempat makan pagi di rumah, keadaan ini berkaitan dengan kesibukan ibu yang tidak sempat menyediakan makan pagi ataupun karena jarak sekolah yang jauh dari rumah atau mereka tergesa-gesa berangkat ke sekolah.

  2. Anak tidak punya nafsu makan/lebih suka jajanan daripada makanan di rumah.

  3. Karena alasan psikologis pada anak, jika anak tidak jajan di sekolah, anak ini merasa tidak punya kawan dan merasa malu.

  Anak biasanya mendapatkan uang saku dari orang tua yang dapat digunakan untuk membeli makanan jajanan.

  5. Walaupun di rumah sudah makan tetapi tambahan makanan dari jajan tetap masih diperlukan oleh karena kegiatan fisik di sekolah yang memerlukan tambahan energy (Susanto, 1986).

2.7.1. Aspek Positif dan Aspek Negatif Makanan Jajanan

  Sebagai makanan yang banyak diminati oleh masyarakat makanan jajanan mempunyai aspek positif sebagai berikut (Wardiatmo,dkk, 1987):

  1. Makanan jajanan sebagai penyumbang gizi yang cukup penting dalam menu sehari-hari konsumen tertentu.

  2. Makanan jajanan meningkatkan status sosial ekoNo.mi pedagang.

  Selain mempunyai aspek positif makanan jajanan juga mempunyai aspek negatif yaitu:

  1. Kue yang dibeli biasanya terbuat dari tepung dan gula yang hanya mengandung karbohidrat saja, walaupun ada zat gizi lain jumlahnya sangat sedikit.

  2. Anak menjadi terlalu kenyang terutama bila frekuensi jajan sering.

  3. Kebersihan makanan jajanan diragukan.

2.7.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Konsumsi Makanan Jajanan

  Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi konsumsi jajanan pada anak sekolah dasar adalah : Uang Saku

  Menurut Engel, et al (1994), setiap orang membawa tiga sumber daya dalam setiap sisi pengambilan keputusan, yaitu waktu, uang, dan perhatian.

  Berhubungan dengan sumber daya uang, maka seseorang akan menggunakan uang yang diperolehnya untuk melakukan pembelian terhadap suatu produk barang atau jasa tertentu. Begitu pula halnya dengan anak usia sekolah yang biasanya diberi uang saku oleh orang tuanya baik anak dari keluarga berpendapatan tinggi maupun keluarga berpendapatan tinggi. Pemberian uang saku kepada anak merupakan bagian dari pengalokasian pendapatan keluarga kepada anak untuk keperluan harian, mingguan atau bulanan, baik untuk keperluan jajan maupun keperluan lainnya, seperti untuk alat tulis, menabung dan lain-lain. Namun, anak usia sekolah biasanya diberi uang saku untuk keperluan jajan di sekolah. Pemberian uang saku ini memberikan pengaruh kepada anak untuk belajar mengelola dan bertanggung jawab atas uang saku yang dimilikinya (Thoha, 2003). Salah satu alasan penting yang menyebabkan anak mengkonsumsi makanan yang lebih beragam adalah peningkatan pendapatan yang dalam hal ini adalah uang saku (Kurniawan, 2000). Berdasarkan hasil penelitian Yuflida (2001) diketahui bahwa besar uang jajan berhubungan dengan frekuensi jajan anak.

  2. Ketersediaan Makanan Jajanan Menurut Harper, et al (1984), faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan makan individu pada tingkat masyarakat maupun nasional, adalah ketersediaan secara fisik meliputi produksi pangan, distribusi pangan, dan proses penyimpanannya. Apabila tiga hal tersebut dapat berjalan dengan baik, maka bahan makanan akan tersedia secara kontinu. Ketersediaan baik dalam keluarga maupun lingkungan akan menentukan kebiasaan makan seseorang atau sekelompok orang (Suhardjo, 1989).

  3. Pengetahuan Gizi Pengetahuan didefinisikan secara sederhana sebagai informasi yang disimpan dalam ingatan (Engel et al, 1994). Pengetahuan termasuk di dalamnya pengetahuan gizi, jajan dan makanan jajanan dapat diperoleh melalui pendidikan formal dan pendidikan informal. Kekurangan pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk menerapkan informasi yang diperoleh dalam kehidupan sehari- hari, merupakan salah satu penyebab yang penting dari gangguan gizi. Sebagian besar anak tidak tahu alasan membeli makanan jajanan yang ditawarkan penjual. Suatu hal yang meyakinkan pentingnya pengetahuan gizi berdasarkan pada tiga kenyataan, antara lain (Muhilal, 1998): a.

  Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan atau keselamatan dan kesejahteraan. b.

  Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu memberikan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan yang optimal.

  c.

  Penduduk dapat menggunakan pengetahuan gizi dengan baik untuk Rendahnya pengetahuan gizi akan dapat menimbulkan sikap acuh terhadap bahan makanan. Walaupun bahan makanan tersebut cukup tersedia dan bergizi.

  Pengetahuan gizi seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber misalnya media massa, media elektronik, buku petunjuk dan kerabat dekat. Pengetahuan ini dapat membentuk keyakinan tertentu, sehingga berprilaku sesuai kenyataan tersebut.

4. Harga Makanan Jajanan Perubahan harga berpengaruh terhadap besarnya permintaan terhadap pangan.

  Bila harga pangan tinggi maka daya beli terhadap pangan berkurang (Mudanijah, 2004). Harga makanan jajanan anak Sekolah Dasar disesuaikan dengan kemampuan daya beli anak. (Rahayu, 1995).

2.8. Anak Sekolah Dasar

  Secara internasional pengelompokan Anak Sekolah dimulai pada usia 6 – 12 tahun, sedangkan pengelompokkan di Indonesia adalah usia 7 sampai 12 tahun (Rahmawati, 2001). Menurut Hurlock (1999), masa ini sebagai akhir masa kanak- kanak (late childhood) yang berlangsung dari usia 6 tahun sampai tiba saatnya anak menjadi matang secara seksual, yaitu 13 tahun bagi anak perempuan dan 14 tahun bagi anak laki-laki. Namun, secara umum anak usia sekolah adalah anak yang masuk Sekolah Dasar. Anak sekolah dasar dibagi atas dua kelompok yaitu kelompok umur 7-9 tahun dan kelompok umur 10-12 tahun (Hardinsyah dan Tambunan, 2004).

  Walaupun tidak secepat pertumbuhan dan perkembangan pada anak remaja, anak usia sekolah tetap membutuhkan konsumsi makanan yang seimbang baik jenis dan jumlahnya. Pada usia ini mereka lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah sehingga lebih mudah menjumpai aneka bentuk dan jenis makanan jajanan, baik yang dijual di sekitar sekolah, lingkungan bermain, atau pemberian teman. Mereka selalu ingin mencoba makanan yang baru dikenalnya. Kondisi yang demikian membutuhkan perhatian khusus agar makanan yang mereka konsumsi adalah makanan yang sehat dan bergizi (Pertiwi, 1998).

  Menurut Alford dan Bogle (1982), di usia sekolah ini keterlibatan anak di beberapa kelompok aktivitas di luar rumah mengakibatkan menurunnya pengaruh orang tua dan anggota keluarga terhadap kebiasaan makan anak. Dalam hal ini, teman sebaya memiliki pengaruh yang lebih besar daripada anggota keluarga dalam hal penentuan kebiasaan makan. Anak juga cenderung untuk menuruti kata-kata gurunya dalam segala hal termasuk makanan yang baik untuk dikonsumsi.

2.9. Kecukupan Gizi Bagi Anak Sekolah Dasar

  Untuk pertumbuhan dan perkembangan secara normal, seorang anak harus mengkonsumsi makanan dengan jumlah yang cukup (Rahmawati, 2001). Apabila makanan yang dikonsumsi oleh anak sekolah dasar tidak mencukupi kebutuhan gizinya, maka akan dapat mengakibatkan gangguan gizi pada anak sekolah dasar. Hal ini akan dapat berakibat menurunnya konsentrasi belajar serta prestasi di sekolah. gizi kurang dari kecukupan yang dianjurkan disebabkan karena jarang sarapan pagi, pemilihan makanan jajanan yang kurang baik serta jarang mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan (Thoha, 2003). Angka kecukupan gizi merupakan suatu kecukupan rata- rata zat gizi setiap hari bagi hampir semua orang menurut golongan, umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan aktifitas untuk mencegah terjadinya defisiensi gizi (Muhilal dan Hardinsyah, 1998).

  Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan tahun 2004 bagi anak sekolah dasar dapat dilihat pada Tabel berikut :

Tabel 2.1. Angka Kecukupan Gizi Rata-Rata yang Dianjurkan per Orang per Hari Bagi Anak Usia Sekolah

  Golongan Umur Energi Protein (tahun) (Kkal) (g) Pria 7—9 1800

  45 Wanita 10—12 2050

  50 10—12 2050

  50 Sumber: Hardinsyah dan Tambunan, 2004

2.10. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kantin Sehat

  2.10.1. Tingkat Pendidikan Pengelola Kantin

  Tingkat pendidikan adalah suatu kondisi jenjang pedidikan yang dimiliki oleh oleh departemen pendidikan.

  Menurut UU No. 20 Tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

  Pendidikan dapat dikategorikan menjadi : a.

  Tidak pernah sekolah b.

  Dasar : SD sampai SMP c. Menengah : SMU d.

  Tinggi : perguruan tinggi. ( Saputra, 2015).

  2.10.2. Pengetahuan Pengelola Kantin

  Pengertian Pengetahuan ialah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu : indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Soekidjo, Notoadmodjo 2003).

  Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui, segala sesuatu yang Bahasa Indonesia, 2002). (Soekidjo, Notoadmodjo 2003).

  Benjamin Bloom (1956), seorang ahli pendidikan, membuat klasifikasi (taxonomy) pertanyaan-pertanyaan yang dapat dipakai untuk merangsang proses berfikir pada manusia. Menurut Bloom kecakapan berfikir pada manusia dapat dibagi dalam 6 kategori yaitu : 1.

  Pengetahuan (Knowledge) : Mencakup ketrampilan mengingat kembali faktor- faktor yang pernah dipelajari.

  2. Pemahaman (Comprehension) : Meliputi pemahaman terhadap informasi yang ada.

  3. Penerapan (Application) : Mencakup ketrampilan menerapkan informasi atau pengetahuan yang telah dipelajari ke dalam situasi yang baru.

  4. Analisis (Analysis) : Meliputi pemilahan informasi menjadi bagian-bagian atau meneliti dan mencoba memahami struktur informasi.

  5. Sintesis (Synthesis) : Mencakup menerapkan pengetahuan dan ketrampilan yang sudah ada untuk menggabungkan elemen-elemen menjadi suatu pola yang tidak ada sebelumnya.

  6. Evaluasi (Evaluation) : Meliputi pengambilan keputusan atau menyimpulkan berdasarkan kriteria-kriteria yang ada biasanya pertanyaan memakai kata: pertimbangkanlah, bagaimana kesimpulannya.

  Menurut Soekidjo (2003) pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden.

  Cara Memperoleh Pengetahuan : Menurut Soekidjo (2005) ada 2 cara yaitu : 1. Cara Tradisional atau Non Ilmiah a.

  Cara coba salah (Trial and error) Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Pada waktu itu seseorang apabila menghadapi persoalan atau masalah, upaya pemecahannya dilakukan dengan coba-coba saja.

  Bahkan sampai sekarang pun metode ini masih sering dipergunakan, terutama oleh mereka yang belum atau tidak mengetahui suatu cara tertentu dalam memecahkan masalah yang dihadapi.

  b. Cara kekuasaan atau otoritas Para pemegang otoritas, baik pemimpin pemerintahan, tokoh agama maupun ahli ilmu pengetahuan pada prinsipnya mempunyai mekanisme yang sama di dalam penemuan pengetahuan. Prinsip ini adalah orang lain menerima pendapat yang dikemukakan oleh orang mempunyai otoritas, tanpa terlebih dahulu menguji atau membuktikan kebenarannya baik berdasarkan fakta empiris ataupun berdasarkan penalaran sendiri. Hal ini disebabkan karena orang yang menerima pendapat tersebut menganggap bahwa apa yang

  c. Berdasarkan pengalaman pribadi Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.

  d. Melalui jalan pikiran Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara pikir manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mempu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya.

  2. Cara Modern atau Cara Ilmiah Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah.

2.10.3. Omset Harian

  Omset / omzet adalah nilai transaksi yang terjadi dalam hitungan waktu tertentu, misalnya harian, mingguan, bulanan, tahunan. Omset bukan nilai keuntungan, juga bukan nilai kerugian. Nilai omset yang besar dengan nilai keuntungan yang kecil atau terjadi kerugian adalah bukti ketidak efisienan manajeman, dan sebaliknya. Jadi omset penjualan berarti jumlah penghasilan/laba yang diperoleh dari hasil menjual barang/jasa.

  Menurut Sutamto (1997) tentang pengertian penjualan adalah usaha yang dihasilkannya kepada mereka yang membutuhkan dengan imbalan uang menurut harga yang telah ditentukan sebelumnya. Sedang Winardi (1991) menyatakan penjualan adalah proses dimana si penjual atau produsen memastikan mengaktifkan dan memuaskan kebutuhan atau keinginan pembeli/konsumen agar dicapai mufakat dan manfaat baik bagi si penjual maupun Si pembeli yang berkelanjutan dan menguntungkan kedua belah pihak.

  Dari pendapat tersebut maka penjualan itu merupakan kegiatan menawarkan/memasarkan barang dan jasa kepada pembeli yang berminat yang nantinya akan dibayar jika telah terjadi kesepakatan mengenai harga barang/jasa itu.

  Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Omset penjualan adalah keseluruhan jumlah penjualan barang/jasa dalam kurun waktu tertentu, yang dihitung berdasarkan jumlah uang yang diperoleh. Seorang pengelola usaha dituntut untuk selalu meningkatkan omzet penjualan dari hari kehari, dari minggu ke minggu, dari bulan ke bulan dan dar tahun ke tahun. Hal ini diperlukan kemampuan dalam mengelola modal terutama modal kerja agar kegiatan operasional perusahaan dapat terjamin kelangsungannya. Dalam pengelolaan kantin, omset juga menentukan kemajuan pengelolaan kantin tersebut. Semakin tinggi omset suatu kantin sekolah, makin semakin tinggi juga laju pergerakan penjualan barang/jasa yang dijajakan di kantin, tetapi belum tentu berbanding lurus dengan kondisi penerapan higiene – sanitasi di dalam kantin. Karena jika kantin semakin ramai dijunjungi siswa-siswi bisa jadi, kondisi higiene-sanitasi semakin berkurang.

2.10.4. Perjanjian Pihak Sekolah dengan Pengelola Kantin

  Perjanjian adalah ikatan antar kedua belah pihak sebagai kesepakatan keduanya,yang diucapkan dengan lisan maupun tulisan.

  Berdasarkan pasal 1233 KUH Perdata dapat diketahui bahwa perikatan di bagi menjadi dua golongan besar yaitu :

  1. Perikatan perikatan yang bersumber pada persetujuan (perjanjian ) 2. Perikatan prikatan yang bersumber pada undang undang .

  Ada beberapa pengertian perjanjian menurut para ahli :

  1. Menurut pendapat Sri Soedewi Masjehoen Sofwan menyebutkan bahwa perjanjian itu adalah “suatu perbuatan hukum dimana seseorang atau lebih mengingatkan dirinya terhadap seorang lain atau lebih”.

  2. Menurut pendapat A,Qirom Samsudin Meliala bahwa perjanjian adalah “suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana seorang lain itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”.

  Jadi kesimpulan dari pengertian perjanjian diatas adalah : perjanjian disebut sebagai persepakatan atau persetujuan, sebab para pihak yang membuatnya tentunya menyepakati isi dari perjanjian yang dibuat untuk melaksanakan sesuatu prestasi tertentu.

  Perjanjian melibatkan sedikitnya dua pihak yang saling memberikan kesepakatan mereka. Para pihak ini berdiri berhadap-hadapan dalam kutub-kutub hak dan kewajiban. Pihak yang berkewajiban memenuhi isi perjanjian disebut debitur.

  Dalam penyelenggaraan kantin di sekolah, perlu dilakukan perjanjian antara pengelola kantin dan pihak sekolah, dimana pengelola kantin sebagai kreditur berjanji untuk dapat menerapkan higiene – sanitasi selama penyelenggaraan operasional kantin. (Lelafariza, 2015)

2.10.5. Status Kepemilikan Bangunan Kantin

  Kepemilikan adalah kekuasaan yang didukung secara sosial untuk memegang kontrol terhadap sesuatu yang dimiliki secara eksklusif dan menggunakannya untuk tujuan pribadi.

  Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.

  Status kepemilikan bangunan kantin adalah suatu keadaan seberapa kuat pengelola kantin untuk memegang kontrol atas bangunan kantin dalam penyelenggaraan kegiatan usahanya. (Latumeten, 2015).

2.10.6. Pengawasan Internal dan Eksternal

  Pengawasan adalah segala usaha atau kegiatan untuk mengetahui atau menilai kenyataan yang sebenarnya tentang pelaksanaan tugas atau pekerjaan, apakah sesuai Pengawasan Internal adalah pengawasan yang dilakukan oleh badan atau orang yang ada di lingkungan unit organisasi yang diperiksa. Hubungan antar aparat pengawasan dengan pihak yang diawasi adalah keduanya berada dalam satu unit organisasi yang sama.

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) - Pengaruh Good Corporate Governance, Kualitas Auditor Dan Profitabilitas Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia

0 17 30

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Good Corporate Governance, Kualitas Auditor Dan Profitabilitas Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Perataan laba - Pengaruh Kepemilikan Kas, Kepemilikan Manajerial, Ukuran Perusahaan, Financial Leverage, dan Profitabilitas terhadap Praktik Perataan Laba pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh Kepemilikan Kas, Kepemilikan Manajerial, Ukuran Perusahaan, Financial Leverage, dan Profitabilitas terhadap Praktik Perataan Laba pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (Per

0 0 10

Pengaruh Kepemilikan Kas, Kepemilikan Manajerial, Ukuran Perusahaan, Financial Leverage, dan Profitabilitas terhadap Praktik Perataan Laba pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (Periode 2011-2013)

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penduduk 2.1.1 Pengertian - Proyeksi Jumlah Penduduk dengan Menggunakan Model ARIMA di Kabupaten Nias Utara tahun 2014

0 1 33

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Proyeksi Jumlah Penduduk dengan Menggunakan Model ARIMA di Kabupaten Nias Utara tahun 2014

0 0 7

BAB II TINJAUAN UMUM KATANA SHINKEN - Perubahan Fungsi dan Makna Katana Shinken Setelah Perang Dunia II

0 0 23

BAB I PENDAHULUAN - Perubahan Fungsi dan Makna Katana Shinken Setelah Perang Dunia II

0 0 14

I. Identitas Responden - Analisis Faktor yang Mempengaruhi Kelaikan Kantin Sehat di Sekolah Dasar Kecamatan Medan Kota

0 0 32