BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Burung Pantai - Keanekaragaman Burung Pantai dan Potensi Makanan di Kawasan Pantai Muara Indah Kecamatan Pantai Labu Deli Serdang Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

  2.1 Klasifikasi Burung Pantai

  Menurut Mackinnon et al. (2000) dan Sukmantoro et al. (2007) klasifikasi burung pantai adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Fillum : Chordata Kelas : Aves Ordo : Charadriformes Famili : Jacanidae, Rostratulidae, Haematopodidae, Charadriidae,

  Scolopacidae , Recurvirostridae, Phalaropodidae, Burhinidae, Glareolidae , Stercoriidae dan Laridae

  2.2 Morfologi Burung Pantai

  Burung pantai merupakan sekelompok burung air yang hidupnya tergantung pada kawasan pantai (Eldridge 1992). Meskipun banyak di antara jenis burung ini berbiak jauh di daerah daratan yang bukan lahan basah ataupun pantai, tapi mereka sangat tergantung pada kawasan pantai yang digunakan sebagai tempat perantara dalam melakukan migrasi (Howes et al. 2003).

  Beberapa kelompok burung pantai memiliki ukuran tubuh dari mulai yang terkecil, yaitu jenis Calidris minutilla dengan panjang tubuh sekitar 11 cm. Burung pantai yang terbesar adalah Gajahan timur (Numenius madagascariensis) dengan panjang tubuh 63 cm Mackinnon et al. (2000). Selain itu, kelompok burung ini umumnya memiliki kaki yang panjang, bentuk tubuh dan paruh disesuaikan dengan keperluannya untuk mencari makan (Howes et al. 2003).

  Burung pantai tergolong kedalam 2 suku besar, yaitu Charadriidaedan

Scolopacidae . Karakteristik suku Charadriidae memiliki paruh lurus yang

  mengalami penebalan pada bagian ujungnya, tungkai panjang dan kuat, kebanyakan tidak memiliki kaki belakang, sayap agak panjang, ekor pendek, kebanyakan berpola warna coklat, hitam, putih. Famili Scolopacidae memiliki ciri seperti kaki panjang, sayap meruncing panjang, dan paruh ramping memanjang (MacKinnon et al. 1998).

2.3 Habitat Habitat secara sederhana dapat dikatakan tempat dimana satwa liar itu berada.

  Satwa liar menempati habitat sesuai dengan lingkungan yang diperlukan untuk mendukung kehidupannya. Habitat yang sesuai bagi satu jenis belum tentu sesuai bagi jenis lain, karena setiap jenis menghendaki kondisi habitat yang berbeda, demikian juga halnya dengan habitat burung air (Alikodra, 2002).

  Berdasarkan tipe habitatnya burung air dikelompokkan menjadi tiga, yaitu burung rawa, burung laut dan burung pantai. Burung rawa secara ekologis bergantung pada perairan rawa untuk mencari makan dan berbiak, burung laut secara ekologis bergantung pada laut lepas untuk mencari makan dan burung pantai secara ekologis bergantung pada pantai untuk mencari makan dan atau berbiak (Howes et al. 2003).

  Burung pantai dalam kehidupannya banyak bergantung kepada keberadaan lahan basah. Burung pantai menjadikan lahan basah, serta tegakan tumbuhan yang ada di atasnya sebagai tempat untuk mencari makan dan beristirahat. Lahan basah di Indonesia yang menjadi habitat penting bagi burung pantai, baik untuk mencari makan maupun untuk beristirahat selama periode migrasi adalah mangrove, hamparan lumpur, pantai berpasir, muara sungai, laguna, rawa rumput, savanna, rawa herba, danau dan lahan basah buatan lainnya (Howes et al. 2003). Selain itu, Menurut Burger et al. (1997) burung pantai lebih banyak terkonsentrasi pada daerah hamparan lumpur yang terkena pasang surut air laut jika dibandingkan dengan daerah pantai terbuka dan daerah rawa baik yang dipengaruhi pasang surut maupun tidak.

  Kondisi lingkungan dan sumber makanan merupakan faktor penting bagi kelangsungan hidup dan reproduksi burung pantai di tempat persinggahan.

  Feeding ground burung pantai adalah suatu tempat yang digunakan oleh burung

  pantai untuk mencari makan dengan ketersediaan makanan yang berlimpah, dan ketersediaan tempat mencari makan merupakan faktor yang menentukan keberadaan burung pantai di suatu wilayah. Selain ketersediaan makan, menurut

  Mustari (1992) faktor lain yang menentukan keberadaan burung pantai tersebut adalah ketersediaan tempat untuk istirahat, bermain, kawin, bersarang, bertengger serta berlindung.

2.4 Keanekaragaman Burung Pantai

  Konsep keanekaragaman secara umum dapat dibagi ke dalam dua komponen kekayaan jenis (species richness), yaitu banyaknya jenis, dan kelimpahan (evenness), dan distribusi individu dalam tiap jenisnya. Kekayaan dan kelimpahan merupakan dua komponen mendasar dari keanekaragaman jenis. Kekayaan jenis adalah jumlah jenis dalam suatu area dan kelimpahan individu didefinisikan sebagai jumlah individu spesies dalam suatu area (Krebs, 1978).

  Secara taksonomis, sebagian besar burung pantai tergolong kedalam 2 suku besar, yaitu Charadriidae dan Scolopacidae. Sementara itu, beberapa jenis lainnya termasuk kedalam suku lain yang memiliki jumlah jenis yang lebih sedikit, yaitu Jacanidae, Rostratulidae, Haematopodidae, Recurvirostridae,

Burhinidae, Glareolidae dan Phalaropidae (Howes et al. 2003) . Sedangkan

menurut Sukmantoro et al. (2007) burung pantai yang ada di Indonesia terdiri dari

  9 suku, yaitu suku Jacanidae, Rostratulidae, Haematopidae, Charadriidae,

  Scolopacidae , Recurvirostridae, Phalaropodidae, dan Glareolidae. Sejauh ini, di seluruh dunia telah teridentifikasi paling tidak sebanyak 214 jenis burung pantai, dimana 65 jenis diantaranya telah tercatat di Indonesia. Dari jumlah tersebut, terdapat jenis burung pantai yang berbiak di lahan basah Indonesia (penetap/ resident ), diantaranya adalah Cerek Jawa Charadrius javanicus (Howes et al.

  2003).

  1. Charadriidae Famili

  

Suku Charadriidae memiliki anggota jenis yang cukup banyak. Umumnya

mereka memiliki bentuk tubuh yang kukuh dan leher yang menebal. Paruh

umumnya pendek dan tebal, serta mata besar (Gambar 1) yang diperlukan

untuk kegiatan memburu mangsanya. Cara berburu mangsa umumnya

mengikuti pola berhenti

  • – melihat – lari – ambil. Famili ini terdapat sekitar 16 jenis di Indonesia (Howes et al. 2003).
Gambar 1. Burung Pantai Famili Charadriidae

  2. Scolopacidae Famili

  

Suku ini memiliki jenis-jenis yang paling beraneka dalam kelompok burung

pantai. Sebagian besar dari burung ini dicirikan dari bentuk paruhnya yang

tipis, lurus atau beberapa diantaranya melengkung (Gambar 2), serta memiliki

kebiasaan makan yang khas. Pada umumnya burung pantai ini merupakan

petualang/ migran jarak jauh, berbiak di Utara dan kemudian bermigrasi ke

Selatan selama musim tidak berbiak. Jenis burung pantai ini terdapat sebanyak

39 jenis di Indonesia (Howes et al. 2003).

  Gambar 2. Burung Pantai Famili Scolopacidae

2.5 Migrasi Burung Pantai

  Kelompok burung air migran adalah kelompok burung air yang menghabiskan sebagian hidupnya di Indonesia pada waktu tertentu saja, yaitu pada musim tidak berbiak, dimana biasanya individu yang bermigrasi tersebut menghindari perubahan kondisi alam yang ekstrim di lokasi berbiaknya (Howes et al, 2003).

  Hewan melakukan migrasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kepadatan populasi dan faktor kondisi fisik lingkungan, seperti adanya perubahan suhu dan persediaan sumber makanan (Hasudungan, 2005).

  Burung pantai setiap tahunnya melakukan perjalanan migrasi dari belahan bumi Utara menuju ke belahan bumi Selatan. Burung pantai melakukan migrasi sangat dipengaruhi oleh perubahan kondisi alam yang ekstrim di lokasi berbiaknya sehingga menyebabkan berkurangnya pasokan makanan. Perjalanan migrasi burung pantai ke belahan bumi Selatan dilakukan sebagai upaya menghindari perubahan alam (cuaca) yang ekstrim dan memenuhi kebutuhan makanan untuk keberlangsungan hidupnya (Howes et al, 2003).

  Jenis migrasi hewan secara umum dibedakan berdasarkan lokasi dan waktunya. Berdasarkan lokasinya, migrasi burung pantai terdiri atas 2 migrasi yaitu: 1)

  Jenis migrasi arah (latitudinal migration), yaitu perpindahan dari satu tempat ke tempat lain, dimana ketinggian lokasi asal dan lokasi tujuan tidak menjadi faktor utama. Jenis migrasi arah biasanya dilakukan antara dua tempat berjauhan dan memiliki perbedaan kondisi alam yang ektstrim. 2)

  ), yaitu perpindahan antara dua

  Jenis migrasi ketinggian (altitudinal migration

lokasi yang memiliki ketinggian diatas permukaan laut yang cukup berbeda.

  

Biasanya migrasi jenis ini dilakukan pada lokasi yang tidak berjauhan dengan

tujuan untuk menghindari tekanan alam yang datang sewaktu-waktu.

  Kemudian, berdasarkan waktunya migrasi dibagi atas 3 yaitu: 1)

  Jenis migrasi balik (return migration), yaitu perpindahan yang dilakukan ke suatu tujuan tertentu dan kemudian kembali lagi ke lokasi asal secara teratur.

  2) Migrasi balik tunda (re-migration), yaitu perjalanan ke suatu tujuan tertentu

  

yang dilakukan oleh suatu generasi mahluk hidup, dan kemudian kembali ke

lokasi asal dilakukan oleh generasi berikutnya, dan demikian seterusnya.

  3) Migrasi searah (removal migration), yaitu perjalanan yang dilakukan ke suatu

tujuan dan tidak bermaksud untuk kembali lagi secara tetap ke lokasi asal.

  (Howes et al, 2003).

2.6 Penyebaran Migrasi

  Dalam melakukan migrasi burung pantai biasanya memiliki pola penyebaran individu dalam populasi. Menurut Odum (1971) penyebaran individu dalam populasi dapat menyebar dengan tiga macam pola penyebaran sebagai berikut : 1)

  Acak (random), terjadi jika lingkungan sangat seragam dan tidak ada kecenderungan untuk berkelompok. 2)

  Teratur (uniform), terjadi karena kompetisi antar individu yang sangat ketat, sehingga burung memiliki kecenderungan untuk mempertahankan jarak yang sama dengan individu saingannya. 3)

  Berkelompok (clumped), individu ditemukan dalam kelompok, akan tetapi secara keseluruhan pengelompokan ini menyebar secara acak.

  Rute migrasi burung pantai dikelompokkan ke dalam suatu kelompok rute yang disebut Flyway (jalur terbang). Jalur terbang di Asia dikenal ada dua jalur terbang utama yaitu jalur terbang bagian Timur Asia-Australia dan jalur terbang Indo-Asia.Indonesia menjadi salah satu negara yang menjadi rute migrasi burung pantai dan termasuk kedalam jalur terbang bagian Timur Asia-Australia (Hasudungan, 2005). Burung pantai yang bermigrasi ke Indonesia biasanya mulai datang pada bulan September sampai dengan Maret dan waktu kembali lagi ke lokasi berbiak pada bulan Maret sampai bulan April, Siklus migrasi seperti terlihat pada Gambar 3.

  Gambar 3. Siklus Migrasi Burung Pantai (Sumber: Howes et al. 2003)

  Penyebaran burung erat kaitannya dengan ketersediaan makanan, sehingga habitat burung berbeda antara satu jenis dengan jenis lainnya. Morfologi (paruh, kaki dan leher) sangat mempengaruhi dalam perilaku mencari makan dan keberhasilan memperoleh makan (Howes et al. 2003). Siklus pasang surut pada garis pantai dan hamparan lumpur akan mempengaruhi ketersediaan ruang untuk mencari makan dan ketersediaan mangsa.

2.7 Makanan Burung Pantai

  Makanan merupakan komponen yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup karena semua makhluk hidup memerlukan makanan untuk melangsungkan hidupnya. Burung pantai memanfaatkan suatu lokasi lahan basah yang terdapat pakan untuk memenuhi kebutuhannya. Di wilayah Asia terdapat 5 kelompok organisme makanan burung pantai secara umum, yaitu Bivalvia, Gastropoda, Crustacea , Polychaetadan Pisces (Howes et al., 2003).

  Menurut Marques et al., (1999) burung pantai banyak memakan cacing laut (Nereis diversicoslor) yang terdapat di sekitar muara. Hal serupa juga dinyatakan Howes et al., (2003) bahwa mangsa paling penting bagi burung pantai adalah cacing dari kelas Polychaeta yang biasa hidup pada sedimen laut yang lembut. Mangsa burung pantai yang berada dalam lumpur berupa kepiting, kerang dan ikan sedangkan mangsa yang dikejar berupa serangga dan reptil kecil (Neithammer, 1972).

  Faktor lingkungan seperti salinitas dan substrat akan mempengaruhi penyebaran makrozoobenthos yang berpengaruh terhadap kelimpahan dan kekayaan burung pantai. Kelimpahan dan ketersediaan makrozoobenthos merupakan hal yang sangat penting bagi burung pantai sebagai sumber energi selama musim migrasi (Placyk & Harrington 2003).

  Kehadiran mangsa juga dapat disebabkan karena adanya perbedaan ukuran tubuh mangsa. Sebagai contoh, kepiting yang berukuran lebihbesar akan lebih sulit untuk ditangkap burung karena menggali tanah lebihdalam, sementara yang berukuran lebih kecil akan lebih mudah ditangkap karena masih dalam jangkauan paruh burung (Howes et al, 2003).

2.8 Perilaku Makan

  Perilaku makan merupakan penampakan tingkah laku dalam kaitannya dengan aktivitas makan. Berdasarkan terminologi, perilaku makan terdiri dari serangkaian aktivitas makan yang dimulai dari mencari makan, menangani makanan sampai dengan memakannya. Perilaku makan pada suatu organisme mencakup semua proses konsumsi bahan makanan yang bermanfaat dalam bentuk padat atau cair (Tanudimadja & Kusumanihardja, 1985).

  Burung pantai sering mencari makan di daerah pasang surut, hal tersebut menjadi pembatas bagi burung pantai dalam mencari makan (Howes et al. 2003). Faktor pembatas lainnya diantaranya adalah keberadaan makanan yang sangat dipengaruhi oleh faktor alam. Dengan demikian, setiap jenis burung pantai harus memiliki strategi makan yang efisien sehingga burung pantai dapat memperoleh makanan yang cukup dalam waktu yang singkat. Selain itu, spesialisasi pada tiap jenis burung pantai mempengaruhi dalam mencari makan, seperti morfologi burung pantai yang berbeda-beda. Perbedaan morfologi tersebut secara jelas dapat dilihat dari bentuk tubuh, panjang paruh, ukuran mata dan panjang kaki (Jamaksari, 2011).

  Perilaku makan merupakan kegiatan aktif untuk mencari makan. Ada 3 cara burung pantai untuk mencari makan yaitu dengan cara peck (pergerakan paruh yang ditunjukkan untuk mengambil makanan dari permukaan substrat),jab (pergerakan hampir setengah panjang paruh terbenam ke dalam substrat) dan

  probe (pergerakan lebih dari setengah panjang paruh dibenamkan ke dalam substrat).

  1) Charadriidae Famili

  

Sebagian besar famili Charadriidae memiliki mata besar, makan sambil berdiri

tegak dan “clingak-clinguk” melihat-lihat mangsanya. Ketika mereka melihat

mangsanya di permukaan tanah, maka mereka akan segera berlari dan

kemudian merunduk untuk mematuk mangsanya (Gambar 4).

  Gambar 4. Perilaku Makan Famili Charadriidae (Sumber: Howes et al, 2003)

  2) Scolopacidae Famili

  Pada umumnya famili Scolopacidae memiliki mata kecil dan mencari makan

  

dengan cara menusukan paruh mereka kedalam sedimen yang lembut. Kadang-

kadang mereka menusuk-nusukan paruhnya terus menerus di suatu lokasi

tertentu, tetapi sering juga berjalan, menusuk-nusukan paruh dan kemudian

berjalan lagi. Beberapa diantara mereka menusukan paruhnya dalam-dalam,

ada pula yang dangkal saja. Ada yang menusuk secara vertikal (Gambar 5),

sementara yang lainnya memiliki kemiringan yang lebih kecil.

  Gambar 5. Perilaku Makan Famili Scolopacidae (Sumber: Howes et al, 2003)

  3) Jenis Pembalik batu Arenaria interpres, sesuai dengan namanya, mencari

makan dengan cara membalikan batu atau serasah yang diduga sebagai

tempat persembunyian mangsanya ( Howes et al, 2003).

Dokumen yang terkait

BAB II PENGATURAN HUKUM ABORSI TERHADAP KEHAMILAN AKIBAT PERKOSAAN - Tindakan Aborsi Terhadap Kehamilan Akibat Perkosaan Dan Kaitannya Dengan Hak Asasi Manusia

0 5 37

BAB I PENDAHULUAN - Tindakan Aborsi Terhadap Kehamilan Akibat Perkosaan Dan Kaitannya Dengan Hak Asasi Manusia

0 1 25

BAB II PENGATURAN PENGHIMPUNAN DANA MASYARAKAT OLEH INDUSTRI JASA KEUANGAN A. Ruang Lingkup Industri Jasa Keuangan Bank - Tanggung Jawab Otoritas Jasa Keuangan Dalam Pencegahan Dan Penghimpunan Dana Ilegal Di Masyarakat

0 0 44

BAB I PENDAHULUAN B. Latar Belakang - Tanggung Jawab Otoritas Jasa Keuangan Dalam Pencegahan Dan Penghimpunan Dana Ilegal Di Masyarakat

0 0 18

TANGGUNG JAWAB OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PENCEGAHANDAN PENANGGULANGAN PENGHIMPUNAN DANA ILEGAL DI MASYARAKAT SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas Akhir dan Melengkapi Syarat dalam Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

0 2 24

B. Pendidikan terakhir responden : 1. Tidak sekolah Tidak tamat SD - Determinan Pemanfaatan Pelayanan KB MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Langkat Tahun 2015

0 0 32

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Determinan Pemanfaatan Pelayanan KB MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Langkat Tahun 2015

0 0 32

BAB I PENDAHULUAN - Determinan Pemanfaatan Pelayanan KB MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Langkat Tahun 2015

0 0 11

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN - Optimasi Perencanaan Produksi Dengan Goal Programming Di Pt. Agri First Indonesia

0 0 26

BAB I PENDAHULUAN - Optimasi Perencanaan Produksi Dengan Goal Programming Di Pt. Agri First Indonesia

1 2 10