BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Determinan Pemanfaatan Pelayanan KB MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Langkat Tahun 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keluarga Berencana (KB)

2.1.1 Sejarah Program Keluarga Berencana

   Keluarga Berencana (KB) bukan merupakan hal yang baru, karena

  telah dipraktekkan sejak berabad

  • – abad yang lalu dengan cara – cara yang masih kuno dan sederhana. Menurut Mochtar (2008) yang dikutip dari Dewi (2012), pada zaman Nabi – Nabi dan pengikutnya, keluarga berencana telah dilaksanakan untuk mengatur kehamilan dengan cara sederhana.

  Menurut Prawirohardjo (2006) yang dikutip dari Dewi (2012) pada zaman Mesir Kuno, berdasarkan relief dan manuskrip berhuruf hirogrif dijumpai mengenai cara bagaimana orang Mesir Kuno menjarangkan kelahiran. Pada zaman Yunani Kuno, Soranus dan Ephenus juga telah membuat tulisan ilmiah tentang cara menjarangkan kelahiran. Cara

  • – cara yang dilakukan pada waktu itu seperti untuk mengeluarkan semen (cairan mani) dengan cara membersihkan vagina dengan kain dan minyak dan ada juga yang memakai alat
  • – alat yang dapat menghalangi masuknya sperma ke dalam rahim.

  Gerakan Keluarga Berencana yang kita kenal seperti sekarang ini bermula dari adanya perjuangan yang cukup lama serta berdasarkan kepeloporan dari beberapa tokoh-tokoh, baik di dalam maupun di luar negeri. Upaya keluarga berencana di luar negeri timbul atas prakarsa dari sekelompok orang-orang yang menaruh perhatian pada masalah kesehatan ibu, yaitu pada awal abad ke-19 di Inggris. Di Inggris dikenal Marie Stopes (1880-1950) yang menganjurkan pengaturan kehamilan di kalangan keluarga buruh. Di Amerika Serikat dikenal Margareth Sanger (1883-1966) dengan progra m “birth control” dan merupakan pelopor KB modern. Pada tahun 1952 diresmikan berdirinya International Planned Parenthood

  Federation (IPPF) dengan Margareth Sanger dan Rama Ran dari India

  sebagai pimpinannya. Sejak saat itu berdirilah perkumpulan - perkumpulan dkk, 2010) Di Indonesia pada tahun 1953 dikenal Dr. Sulianti Saroso sebagai pelopor KB yang menganjurkan para ibu

  • – ibu untuk membatasi kelahiran. Selanjutnya, pada tanggal 23 Desember 1957 berdirilah suatu perkumpulan yang disebut Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) dan merupakan pelopor dari pergerakan keluarga berencana nasional. PKBI hadir untuk memperjuangkan terwujudnya keluarga sejahtera melalui 3 macam usaha, yaitu mengatur atau menjarangkan kehamilan, mengobati kemandulan, dan memberi nasehat perkawinan.

  Pada Februari 1967 dibentuklah Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) sebagai lembaga semi pemerintah. Sampai pada tahun 1970 pengelolaan program KB selanjutnya dikelola oleh suatu badan independen, yaitu Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang menggantikan LKBN yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI. (Suratun dkk, 2008)

  2.1.2 Defenisi Keluarga Berencana (KB)

  Menurut World Health Organization (WHO) tahun 1970, keluarga berencana adalah program yang bertujuan untuk membantu pasangan suami istri untuk menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami dan istri, dan menentukan jumlah anak dalam keluarga. (Suratun dkk, 2008) upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.

  Menurut BkKBN dalam Haloho (2015) Keluarga Berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui batas usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera.

  Menurut Fienalia (2011) yang mengutip pendapat Mochtar, Keluarga Berencana adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi.

  2.1.3 Tujuan Keluarga Berencana

  Menurut UU RI No. 52 Tahun 2009, tujuan dari keluarga berencana adalah sebagai berikut :

1. Mengatur kehamilan yang diinginkan.

  2. Menjaga kesehatan dan menurunkan angka kematian ibu, bayi, dan anak.

  3. Meningkatkan akses dan kualitas informasi, pendidikan, konseling, dan pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi.

  4. Meningkatkan partisipasi dan kesertaan pria dalam praktek keluarga berencana.

  5. Mempromosikan penyusunan bayi sebagai upaya menjarangkan Tujuan umum program KB nasional adalah memenuhi permintaan masyarakat terhadap pelayanan KB dan Kesehatan Reproduksi yang berkualitas, menurunkan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi untuk membentuk keluarga kecil berkualitas. (Yuhedi dkk, 2014)

2.1.4 Sasaran

2.1.4.1 Pasangan Usia Subur

   Pasangan Usia Subur (PUS) merupakan sasaran utama dari gerakan

  KB Nasional. PUS adalah pasangan suami dan istri dengan umur istrinya antara 15-49 tahun. Untuk mendapatkan dampak pada penurunan fertilitas yang tinggi, sasaran PUS ini ditekankan pada PUS dengan paritas rendah, khususnya PUS yang berusia muda dan paritas rendah sebagai sasaran prioritas. Sasaran ini diarahkan untuk menggunakan kontrasepsi efektif terpilih sehingga jumlah anak yang dilahirkan dapat mendukung pelembagaan norma keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.

  2.1.4.2 Sasaran Institusional

  Sasaran institusional ini meliputi organisasi-organisasi, lembaga kemasyarakatan, instansi pemerintah serta instansi swasta. Institusi-institusi ini akan terus dibina dan dimantapkan dalam perannya sehingga secara berangsur - angsur dapat melakukan alih peran dalam pengelolaan gerakan nasional.

  2.1.4.3 Sasaran Wilayah

  mencapai penggarapan program wilayah paripurna sesuai dengan kondisi pencapaian program, kondisi potensi wilayah dan kondisi geografinya.

  Dengan kata lain sasaran wilayah ini diutamakan untuk peningkatan pemerataan penggarapan program.

2.2 Kontrasepsi

2.2.1 Pengertian Kontrasepsi

  Kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti “melawan” atau “mencegah”, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang dengan sperma yang mengakibatkan kehamilan.

  Kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat adanya pertemuan antara sel telur dengan sel sperma (Suratun dkk, 2008).

  Kontasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya ini dapat bersifat sementara maupun bersifat permanen, dan upaya ini dapat dilakukan dengan menggunakan cara, alat atau obat-obatan. (Proverawati dkk, 2010) Menurut Mochtar (1998) dalam Fienalia (2011) kontrasepsi atau anti konsepsi adalah cara untuk mencegah terjadinya konsepsi dengan alat atau obat-obatan.

2.2.2 Macam – Macam Metode Kontrasepsi

  Metode kontrasepsi terbagi menjadi : 1. Kontrasepsi dengan metode sederhana, terdiri dari :

  Sistem kalender (Pantang Berkala) b. Metode suhu basal tubuh c. Senggama terputus d. Metode menyusui tanpa haid e. Metode pengamatan lendir/ Mukosa Serviks 2. Kontrasepsi dengan metode perlindungan, terdiri dari : a.

  Kondom b. Spermatisida c. Diafragma d. Pil KB e. Suntik KB f. Susuk KB g.

  Intra Uterine Device (IUD) atau Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) 3. Kontrasepsi mantap terdiri dari : a.

  Tubektomi b.

  Vasektomi 4. Berdasarkan lama efektivitasnya dapat dibagi menjadi : a.

  Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP), yang termasuk dalam kelompok ini yaitu : susuk/implan, IUD, MOW, MOP.

  b.

  Non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (Non MKJP), yang termasuk dalam kelompok ini yaitu : pil, suntik, kondom.

2.2.3 Metode Kontrasepsi jangka Panjang (MKJP)

   Menurut BkKBN dalam Fienalia (2011) metode kontrasepsi jangka

  panjang (MKJP) adalah cara kontrasepsi berjangka panjang yang dalam penggunaannya mempunyai efektivitas dan tingkat kelangsungan pemakainnya yang tinggi dengan angka kegagalan yang rendah.

  MKJP merupakan kontrasepsi yang efektif dan efisien dapat bertahan antara satu tahun sampai seumur hidup untuk menjarangkan kelahiran. (Kemenkes RI, 2012).

  2.2.3.2 Penggolongan MKJP

  Alat kontrasepsi yang digolongkan kedalam MKJP, yaitu Alat Kontrasepsi Dalam Rahim atau IUD, Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) atau susuk/implant, Kontrasepsi Mantap (MOW dan MOP).

  2.2.3.3 Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) atau IUD

  Richter dari Polandia (1909) merupakan orang yang pertama kali membuat tulisan ilmiah tentang alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR).

  Richter membuat AKDR dari bahan benang sutra tebal yang dimasukkan ke dalam rahim. Selanjutnya pada tahun 1930, seseorang dari Jerman yang bernama Grafenberg membuat cincin yang terbuat dari benang sutra dan perak dengan tujuan sebagai alat untuk menghindari kehamilan dengan hasil yang memuaskan. (Proverawati dkk, 2010)

  AKDR atau IUD adalah suatu alat kontrasepsi yang terdiri dari berbagai macam bentuk yang terbuat dari plastik. Ada yang dililit tembaga dan ada pula yang tidak, serta terdapat benang monofilamen dibawahnya. per 100 perempuan dalam 1 tahun pertama (1 kegagalan dalam 125

  • – 170 kehamilan).

  AKDR atau IUD dimasukkan melalui serviks dan dipasang di dalam uterus. Cara kerja AKDR, yaitu menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopi, mempengaruhi fertilitas sebelum ovum mencapai kavum uteri, mencegahsperma dan ovum bertemu, serta memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus.

  Jenis

  • – jenis alat kontrasepsi AKDR yang sering digunakan di Indonesia antara lain sebagai berikut :

a. Copper-T

  AKDR berbentuk T, yang terbuat dari bahan polyethelen di mana pada bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus. Lilitan kawat tembaga halus ini mempunyai efek antifertilisasi yang cukup baik.

  b. Copper-7

  AKDR ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertikal 32 mm dan ditambahkan gulungan kawat tembaga yang fungsinya sama seperti lilitan tembaga halus pada jenis Copper-T

  c. Multi Load

  kiri dan kanan berbentuk sayap yang fleksibel. Multi load memiliki 3 ukuran, yaitu standar, small, dan mini.

  d. Lippes Loop

  AKDR ini terbuat dari bahan polyethelene yang berbentuk spiral atau huruf S bersambung. Untuk memudahkan kontrol, dipasang benang pada ekornya. Lippes loop terdiri dari 4 jenis yang berbeda menurut ukuran panjang bagian atasnya. Tipe A ukuran 25 mm (benang biru), tipe B ukuran 27,5 mm (benang hitam), tipe C ukuran 30 mm (benang kuning), dan tipe D ukuran 30 mm (tebal, benang putih). Keuntungan menggunakan alat kontrasepsi AKDR adalah efektifitasnya tinggi, dapat efektif segera setelah selesai pemasangan, merupakan metode jangka panjang, sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat - ingat, tidak mempengaruhi hubungan seksual, meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil, tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR, tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI, dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak terjadi infeksi), dapat digunakan sampai menopause (1 tahun lebih setelah haid terakhir), tidak ada interaksi dengan obat-obat, serta membantuh mencegah kehamilan ektopik.

   Efek samping pada penggunaan AKDR yang umum terjadi adalah

  sebagai berikut : perubahan dari siklus haid (umumnya pada 3 bulan perdarahan antarmenstruasi, saat haid lebih sakit, merasa sakit dan kejang selama 3-5 hari setelah pemasangan, preforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangannya benar), tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS, peserta KB tidak dapat melepas AKDR sendiri, perempuan harus memeriksa posisi benang AKDR dari waktu ke waktu.

  AKDR dapat digunakan oleh wanita pada usia produktif, menginginkan untuk menggunakan kontrasepsi jangka panjang, sedang menyusui, wanita perokok, gemuk ataupun kurus, penderita tumor jinak payudara, tekanan darah tinggi, pernah menderita stroke, resiko rendah dari

  IMS, penderita diabetes dan penderita penyakit hati atau empedu. AKDR tidak diperkenankan untuk digunakan oleh wanita yang sedang hamil, memiliki penyakit kelamin, perdarahan dari vagina yang tidak diketahui penyebabnya, kelainan bawaan rahim, belum pernah melahirkan, dan ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm. (Pinem, 2009)

  Waktu pemasangan AKDR dapat dilaksanakan pada : 1.

  Setiap waktu dalam siklus haid, hari pertama sampai ke-7 siklus haid.

  2. Segera setelah melahirkan, dalam 48 jam pertama atau setelah 4 minggu pascapersalinan. Setelah 6 bulan bila menggunakan metode amenorea laktasi (MAL).

3. Setelah mengalami abortus (segera atau dalam waktu 7 hari) 4.

  Selama 1-5 hari setelah senggama yang tidak dilindungi. Kelemahan dari penggunaan AKDR adalah perlunya kontrol kembali untuk memeriksa posisi benang dari waktu ke waktu. Waktu kontrol yang harus diperhatikan adalah setiap 1 bulan pasca pemasangan, 3 bulan kemudian, setiap 6 bulan berikutnya, dan apabila terlambat haid 1 minggu.

2.2.3.4 Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) / Susuk / Implant

  Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) atau implant atau lebih dikenal susuk KB adalah alat kontrasepsi yang pemakaiannya dengan cara memasukkan sebuah tabung kecil di bawah kulit pada bagian tangan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Tabung tersebut berisi hormon yang akan terlepas sendiri sedikit demi sedikit, sehingga dapat mencegah kehamilan.

  AKBK atau implan terdiri dari 3 jenis, yaitu : 1.

  Norplant, terdiri dari enam batang silastik yang lembut dan berongga dengan panjang 3,4 cm dengan diameter 2,4 mm dan berisi 36 mg levonogestrel dengan lama kerja lima tahun.

  2. Jadena dan Imdoplant, terdiri dari dua batang silastik yang lembut dan berongga dengan panjang 4,3 cm dengan diameter 2,5 mm dan berisi 75 mg levonogestrel dengan lama kerja tiga tahun.

  3. Implanon, terdiri dari satu batang silastik yang lembut dan 2 mm dan berisi 68 mg 3-keto-desogestrel dengan lama kerja tiga tahun. Cara kerja dari implan adalah dengan cara disusupkannya sebuah kapsul silastik implan dibawah kulit, maka setiap hari akan dilepaskan sejumlah levonorgestrel ke dalam darah melalui proses difusi dari kapsul - kapsul yang terbuat dari bahan silastik tersebut. Implan tersebut membuat lendir serviks mengental sehingga menghambat pergerakan spermatozoa, mencegah ovulasi, menghambat perkembangan siklus dari endometrium.

  Implan memliki efektifitas sangat tinggi (0,2-1 kehamilan per 100 wanita), kegagalan teoritis 0,2 % dan dalam praktek 1-3%.

  Keuntungan dari penggunaan implan adalah daya guna tinggi, cepat bekerja 24 jam setelah pemasangan, memberikan perlindungan jangka panjang (bisa sampai 5 tahun untuk jenis norplant), pengembalian tingkat kesuburan yang cepat setelah dilakukan pencabutan, tidak memerlukan periksa dalam, bebas dari pengaruh estrogen, tidak mengganggu proses senggama, tidak mempengaruhi ASI, akseptor hanya perlu kembali ke tempat pelayanan KB bila ada keluhan, dapat dicabut setiap saat sesuai kebutuhan, mengurangi nyeri dan jumlah darah haid, melindungi terjadinya kanker endometrium, serta melindungi diri dari beberapa penyebab penyakit radang panggul.

  Kerugian dari penggunaan implan adalah keluhan nyeri kepala, peningkatan atau penurunan berat badan, nyeri payudara, perasaan mual, membutuhkan tindak pembedahan minor untuk insersi dan pencabutan, tidak memberikan efek protektif terhadap IMS termasuk AIDS, akseptor tidak dapat menghentikan atau mancabut sendiri pemakaian implant, efektivitas menurun apabila menggunakan obat-obat TBC atau epilepsi.

  Implan dapat digunakan oleh wanita pada usia produktif, telah memiliki anak ataupun belum, menghendaki kontrasepsi yang memiliki efektifitas tinggi dan menghendaki pencegahan kehamilan jangka panjang, sedang menyusui dan membutuhkan kontrasepsi, paska persalinan dan tidak menyusui, paska keguguran, tidak menginginkan anak lagi tetapi menolak sterilisasi, memiliki riwayat kehamilan ektopik, tekanan darah < 180/110 mmHg, tidak boleh menggunakan kontrasepsi hormonal yang mengandung estrogen, sering lupa minum pil. Sedangkan yang tidak boleh menggunakan implan adalah wanita yang sedang hamil atau diduga hamil, perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya, benjolan atau kanker payudara atau riwayat kanker payudara, tidak dapat menerima perubahan pola haid yang terjadi, mioma uterus, dan gangguan toleransi glukosa. (Meilani dkk, 2010)

  Waktu insersi implant antara lain sebagai berikut : 1.

  Yang terbaik pada saat siklus haid hari ke-2 sampai hari ke- 7. Tidak diperlukan kontrasepsi tambahan.

  2. Setiap saat (diluar siklus haid) asal dapat dipastikan bahwa ibu tidak hamil.

  Paska persalinan antara 6 minggu sampai 6 bulan, sedang menyusui, insersi dapat dilakukan setiap saat. Bila menyusui penuh tidak perlu penggunaan kontrasepsi lain.

  4. Apabila setelah 6 minggu persalinan kemudian terjadi haid kembali, insersi dapat dilakukan setiap saat tetapi jangan melakukan senggama selama 7 hari atau dapat menggunakan kontrasepsi lain selama 7 hari saja.

  5. Apabila menggunakan kontrasepsi hormonal dan ingin mengganti dengan implant, insersi dapat dilakukan setiap saat tetapi diyakini tidak hamil.

  6. Pasca keguguran dapat segera diinsersikan.

2.2.3.5 Kontrasepsi Mantap

   Kontrasepsi mantap adalah salah satu cara kontrasepsi dengan

  tindakan pembedahan atau pemotongan/pengikatan kedua saluran telur wanita (Tubektomi) atau kedua saluran sperma laki-laki (Vasektomi).

  Persyaratan secara umum yang harus dilakukan agar bisa menjadi akseptor kontrasepsi mantap, yaitu : a.

  Sukarela Calon peserta dan pasangan yang akan mengikuti kontrasepsi mantap harus secara sukarela dan mengikuti pelayanan kontrasepsi mantap atas keinginan sendiri.

  b.

  Bahagia dan telah dianugerahi sekurang-kurangnya 2 orang anak.

  c.

  Kesehatan Setiap calon peserta tidak ditemukan kontraindikasi kesehatan pada dirinya.

  Kontrasepsi mantap terdiri dari 2 jenis metode kontrasepsi, yaitu : Metode Operasi Wanita (MOW), Metode Operasi Pria (MOP).

A. Metode Operasi Wanita (MOW) / Tubektomi

   Menurut BKKBN, Metode Operasi Wanita (MOW) / Tubektomi

  atau dapat juga disebut dengan sterilisasi. MOW merupakan tindakan penutupan terhadap kedua saluran telur kanan dan kiri yang menyebabkan sel telur tidak dapat melewati saluran telur sehingga sel telur tidak dapat bertemu dengan sperma sehingga tidak terjadi kehamilan.

  MOW atau sterilisasi pada wanita adalah suatu cara kontrasepsi permanen yang dilakukan dengan cara melakukan tindakan dengan cara mengikat dan atau memotong pada kedua saluran telur sehingga menghalangi pertemuan sel telur (ovum) dengan sperma. (Mochtar, 1998 dalam Fienalia, 2011) MOW dapat dilakukan pada ibu

  • – ibu pada usia lebih dari 26 tahun dengan jumlah anak lebih dari 2 orang, yakin telah mempunyai jumlah keluarga yang sudah sesuai dengan kehendaknya, kehamilannya akan menimbulkan resiko yang serius, pascapersalinan dan pascakeguguran, sudah memahai prosedur, sukarela serta setuju menjalaninya. (Pinem, 2009) lain, yaitu : 1.

  Sangat efektif (0,5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama penggunaan).

  2. Permanen.

  3. Tidak mempengaruhi produksi ASI dan proses menyusui.

  4. Tidak dipengaruhi faktor senggama.

  5. Baik bagi klien dimana kehamilan menjadi resiko yang serius.

  6. Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anastesi lokal.

  7. Tidak ada efek samping dalam jangka panjang.

  8. Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual ( tidak ada efek pada produksi hormon ovarium).

  Beberapa kerugian dalam penggunaan MOW, yakni : pasangan harus mempertimbangkan sifat permanen dari metode kontrasepsi ini, pasien dapat menyesal dikemudian hari, resiko komplikasi kecil (meningkat apabia digunakan anastesi umum), rasa sakit atau ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan, tidak melindungi diri dari IMS dan HIV/AIDS. (Meilani dkk, 2010)

  Pelaksanaan MOW dapat dilaksanakan pada : 1.

  Setiap waktu selama siklus haid, bila diyakini akseptor tidak hamil.

  Hari ke-6 hingga hari ke-13 siklus haid (fase proliferasi).

  3. Pascapersalinan : minilap, dalam 2 hari atau setelah 6 minggu atau 12 minggu. Sedanglan laparoskopi, tidak tepat untuk akseptor pascapersalinan.

  4. Pascakeguguran : triwulan pertama dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ditemukan infeksi pelvis untuk minilap dan laparoskopi, triwulan kedua dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvis (untuk minilap saja).

  Menurut Proverawati dkk (2010) mekanise dari MOW atau Tubektomi dapat dibagi berdasarkan atas : 1.

  Saat operasi : a.

  Paska keguguran Paska persalinan atau masa interval, dimana dianjurkan 24 jam atau selambat-lambatnya dalam 48 jam setelah bersalin.

  2. Cara mencapai tuba : Laparatomi, Laparatomi mini, dan laparoskopi.

  3. Cara penutupan tuba : a.

  Pomeroy : tuba dijepit pada pertengahannya, kemudian diangkat sampai melipat. Dasar lipatan diikat dengan sehelai catgut biasa no. 0 atau no. 1. Lipatan tuba kemudian dipotong di atas ikatan catgut tadi.

  Kroener : fimbria dijepit dengan sebuah klem. Bagian tuba proksimal dari jepitan diikat dengan sehelai benang sutera, atau dengan catgut yanng tidak mudah direabsorbsi. Bagian tuba distal dari dari jepitan dipotong (fimbriektomi).

  c.

  Irving : tuba dipotong pada pertengahan panjangnya setelah kedua ujung potongan diikat dengan catgut kromik no. 0 atau 00. Ujung potongan proksimal ditanamkan didalam miometrium dinding depan uterus. Ujung potongan distal ditanamkan di dalam ligamentum latum.

  d.

  Pemasangan cincin falope : dengan aplikator, bagian isthmus tuba ditarik dan cincin dipasang pada bagian tuba tersebut. Sesudah terpasang lipatan tuba tampak keputih- putihan oleh karena tidak mendapat suplai darah lagi dan akan menjadi fibrotik. Beberapa hal yang harus dilakukan sebelum tindakan operasi tubektomi antara lain :

  1. Konseling perihal kontrasepsi dan menjelaskan kepada klien bahwa ia mempunyai hak unutk berubah pikiran setiap waktu sebelum prosedur dilakukan.

  2. Menanyakan riwayat medis yang mempengaruhi keputusan pelaksanaan operasi atau anestesi antara lain : penyakit- riwayat diabetes mellitus, riwayat penyakit paru-paru contohnya asthma, pernah mengalami problem dengan anestesi, penyakit-penyakit perdarahan, alergi, dan pengobatan yang dijalani saat ini.

  3. Pemeriksaan fisik : kondisi-kondisi yang memungkinkan dapat mempengaruhi keputusan pelaksanaan operasi atau anestesi.

  4. Pemeriksaan laboratorium sperti pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan urine dan pap smear.

  5. Informed consent harus diperoleh. Standard consent form harus ditandatangani oleh suami atau isteri dari calon akseptor sebelum prosedur dilakukan. Umumnya penandatanganan dokemen Informed consent dilakukan setelah calon akseptor dan pasangannya mendapatkan konseling. Dokumen juga dapat ditandatanganin oleh saudara atau pihak yang bertanggungjawab atas klien apabila klien kurang paham atau kurang kompeten secara kejiwaan. Apabila calon akseptor buta huruf, maka dapat memberikan cap jempolnya disertai seorang saksi yang tetap harus ikut menandatanganin dokumen tersebut yang menyatakan bahwa calon akseptor tersebut telah diberi penjelasan lisan mengenai kontrasepi. Menurut Mulyani dkk dalam Haloho (2015) beberapa hal yang harus diperhatikan setelah tindakan tubektomi antara lain, yaitu :

  Pada minggu pertama segeralah kembali jika ada demam tinggi, ada nanah atau luka berdarah, nyeri, panas, bengkak, luka kemerahan, diare, pingsan atau sangat pusing.

  2. Jagalah luka operasi agar tetap kering hingga pembalut dilepas.

  3. Memulai aktivitas normal secara bertahap.

  4. Hindari hubungan seks hingga merasa cukup.

  5. Hhindari mengangkat benda-benda berat dan bekerja keras selama 1 minggu.

  6. Jika sakit, minum analgesik untnuk mengurangi nyerinya.

  7. Jadwal kunjungan ulang secara rutin antara 7 dan 14 hari setelah pembedahan.

  8. Segera kembali jika merasa hamil, nyeri pada perut atau sering pingsan atau merasa ada keluhan.

B. Metode Operatif Pria (MOP) atau Vasektomi

   Menurut Saifuddin dkk dalam Pinem (2009), Metode Operatif Pria

  (MOP) atau Vasektomi adalah prosedur klinik untuk menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vasa defrensia sehingga alur transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi (penyatuan ovum dengan sperma) tidak terjadi.

  MOP atau Vasektomi adalah salah satu cara KB yang permanen bagi pria yang sudah memutuskan tidak ingin mempunyai anak lagi. Calon akseptor harus mempertimbangkan secara matang sebelum mengambil keputusan untuk menggunakan alat kontrasepsi ini. sebagai berikut : sangat efektif, aman, morbiditas rendah dan hampir tidak ada mortalitas, sederhana dan cepat. Hanya memerlukan waktu 5-10 menit, efektif setelah 20 ejakulasi atau 3 bulan, hanya memerlukan anestesi lokal dan biaya rendah.

  Beberapa kerugian dari MOP atau Vasektomi, yaitu :

  1. Diperlukan tindakan operatif,

  2. Kadang-kadang terjadi komplikasi seperti perdarahan atau infeksi,

  3. Tidak langsung memberikan perlindungan total sampai semua spermatozoa yang sudah ada didalam sistem reproduksi distal dari tempat oklusivas defrensia dikeluarkan,

  4. Problem psikologis yang berhubungan dengan prilaku seksual mungkin bertambah setelah tindakan operatif yang menyangkut sistem reproduktif. Bebrapa hal yang harus dilakukan sebelum tindakan operasi vasektomi adalah :

  1. Konseling : calon akseptor harus diberi informasi mengenai vasektomi, bahwa prosedur vasektomi tidak menggangu hormon pria atau menyebabkan perubahan kemampuan atau kepuasan seksual.

  2. Informed consent (persetujuan tindakan medis) harus

  3. Setelah prosedur vasektomi, gunakan salah satu kontrasepsi terpilih sampai spermatozoa yang tersisa dalam esikula seminalis telah keluar seluruhnya yaitu setelah 15-20 kali ejakulasi.

  Hal-hal yang harus diperhatikan setelah melakukan operasi vasektomi antara lain :

  1. Istirahat selama 1-2 jam di tempat melakukan operasi,

  2. Pertahankan band aid selama 3 hari,

  3. Menghindari pekerjaan berat selama 2-3 hari,

  4. Kompres dengan air dingin atau es pada skrotum,

  5. Luka yang sedang dalam penyembuhan jangan digaruk-garuk atau ditarik-tarik,

  6. Jika ada rasa nyeri, minum 1-2 tablet analgesik seperti parasetamol atau ibuprofen setiap 4-5 jam,

  7. Boleh bersenggama setelah hari ke 2 -3. Untuk mencegah kehamilan selama 3 bulan atau sampai ejakulasi 15-20 kali gunakan juga kondom atau cara kontrasepsi lain,

  8. Periksa semen sesudah 3 bulan atau sesudah 15-20 kali ejakulasi,

  9. Jangan lupa memeriksa ulang ke dokter dalam jangka waktu 1 minggu, 3 bulan, 6 bulan, dan 1 tahun setelah operasi.

2.3 Teori Pemanfaatan

2.3.1 Teori Lawrence Green (1980)

   Green dalam Notoatmodjo (2012) mencoba menganalisis perilaku

  manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non behavior causes) selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari sektor :

  1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.

  2. Faktor-faktor pendukung (enabling factors) yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan. Misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, dan sebagainya.

  3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) yag terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Model ini dapat digambarkan sebagai berikut : B = Behavior PF = Prediposing Factors EF = Enabling Factors RF = Reinforcing Factors f = fungsi Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. (Notoatmodjo, 2012)

2.3.2 Teori Andersen (1968)

  Andersen dalam Notoatmodjo (2012) mendeskripsikan model kesehatan merupakan suatu model kepercayaan kesehatan yang disebut dengan model perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan (behavioral model

  of health service utilization ). Andersen mengelompokkan perilaku orang

  yang ingin memanfaatkan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh faktor predisposisi (predisposing factors), faktor pemungkin (enabling factors), dan faktor kebutuhan (need factors).

  1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factors)

  Faktor predisposisi adalah faktor yang mempermudah dan mendasari untuk terjadinya perilaku tertentu. Faktor

  • – faktor nilai
  • – nilai. Faktor Predisposing juga memiliki kaitan erat dengan karakteri
  • – karakteristik individu yang mencakup umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan.

  2. Faktor Pemungkin (Enabling Factors)

  Faktor pemungkin atau Enabling Factors adalah faktor yang memungkin untuk seseorang yang sedang sakit memanfaatkan pelayanan kesehatan. Faktor

  • – faktor yang termasuk dalam faktor ini yaitu status ekonomi keluarga, akses terhadap sarana pelayanan kesehatan yang ada dan penanggung biaya berobat.

  3. Faktor Kebutuhan (Need Factors)

  Faktor kebutuhan adalah kondisi individu yang mencakup keluhan sakit. Kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan bila faktor predisposisi dan pendukungnya ada. Komponen dari kebutuhan dapat dibagi menjadi 2, yaitu percepted (persepsi seseorang terhadap kesehatannya) dan evaluated (gejala dan diagnosis penyakit).

2.4 Determinan Pemanfaatan Pelayanan KB MKJP

2.4.1 Pengetahuan

   Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah

  orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata (penglihatan) dan telinga (pendengaran). Tingkat pengetahuan termasuk didalam Domain Kognitif.

  Pengetahuan mempunyai enam tingkatan yang tercakup didalam domain kognitif, yaitu sebagai berikut :

  1. Tahu (Know) Tahu diartikan dengan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

  2. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham tersebut harus dapat menjelaskan, menyebut contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

  3. Aplikasi (aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi penggunaan hukum

  • – hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam situasi yang lain.

  4. Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen

  • – komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, dan dapat menggambarkan, memisahkan, membedakan, mengelompokkan, dan sebagainya.

  5. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian

  • – bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah
kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari formulasi

  • – formulasi yang sudah ada.

  6. Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau suatu objek. (Notoatmodjo, 2012)

  2.4.2 Status Pendidikan

  pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau berubah kearah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat. (Muklas dalam Haloho, 2015)

  Pendidikan saat ini merupakan kebutuhan primer dari setiap manusia. Karenanya, pendidikan tidak boleh dianggap sepele karena pendidikan akan meningkatkan harkat dan martabat manusia itu sendiri.

  2.4.3 Persepsi Persepsi adalah interpretasi tentang apa yang direncanakan atau

  dirasakan. Berdasarkan uraian tersebut persepsi merupakan proses penilaian suatu objek, melalui proses pengindraan dan dipengaruhi pengalaman dan kondisi saat ini. Persepsi bersifat subjektif karena tergantung pada kemampuan masing

  • – masing individu. Persepsi tersebut akan mempengaruhi apa yang akan dimunculkan dalam suatu bentuk perilaku. Persepsi ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional. Tetapi ada faktor lain yang lebih berpengaruh yaitu perhatian.

  2.4.4 Keyakinan Keyakinan merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri

  individu. keyakinan diri adalah perasaan individu mengenai kemampuan dirinya untuk membentuk perilaku yang relevan dalam situasi

  • – situasi khusus yang mungkin tidak dapat diramalkan dan mungkin menimbulkan stres.

  Menurut Bandura dalam Haloho (2015) mengemukakan bahwa dan kekuatan. Sumber

  • – sumber keyakinan didasarkan pada empat hal, yaitu : pengalaman akan kesuksesan, pengalaman individu lain, persuasi verbal, dan keadaan fisiologis.

  2.4.5 Jarak Tempat Pelayanan Jarak adalah ruang sela yang menunjukkan panjang luasnya antara

  satu titik ke titik yang lain. Menurut Depkes (2007) dalam Fienalia (2011), pemanfaatan pelayanan kesehatan berhubungan dengan akses geografi, yang dimaksudkan dalam hal ini adalah tempat memfasilitasi atau menghambat pemanfaatan adalah hubungan antara lokasi suplai dan lokasi dari klien yang dapat diukur dengan jarak, waktu tempuh atau biaya tempuh.

  Fasilitas

  • – fasilitas kesehatan yang ada belum digunakan dengan efisien oleh masyarakat karena lokasi pusat
  • – pusat pelayanan tidak berada dalam radius masyarakat banyak dan lebih banyak berpusat di
  • – kota dan lokasi sarana yang tidak terjangkau dari segi perhubungan.

  2.4.6 Biaya Pemasangan Alat Kontrasepsi

  Menurut BkKBN dalam Kemala (2002) dalam Fienalia (2011), dalam pemasaran sosial KB dikaitkan dengan penggunaan jasa pelayanan dan penggunaan alat kontrasepsi. Terdapat dua aspek penting dari harga atau biaya, yaitu : aspek finansial dan non finansial. Aspek finansial yaitu jumlah uang yang dikeluarkan untuk memperoleh pelayanan kontrasepsi serta alat kontrasepsi. Aspek non finasial yaitu usaha, waktu dan aspek finansial mempunyai aksesbilitas, dimana biaya dapat mempengaruhi jangkauan terhadap calon akseptor. Semakin mahal harga semakin terbatas akses calon akseptor untuk mendatangi sarana pelayanan tersebut dan alat kontrasepsi tertentu.

  2.4.7 Dukungan Suami Menurut Hartanto (2006) dalam Purba (2009) yang dikutip oleh

  Fienalia (2011) mengatakan bahwa kontrasepsi tidak dapat dipakai oleh istri tanpa kerjasama dengan suami dan saling percaya. Keadaan ideal bahwa suami istri harus bersama memilih metode kontrasepsi yang terbaik, saling bekerjasama dalam pemakaian, membayar biaya pengeluaran untuk kontrasepsi dan memperhatikan tanda bahaya pemakaian.

  2.4.8 Sikap Tenaga Kesehatan Sikap adalah respon seseorang terhadap stimulus atau objek

  tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan. Menurut Notoatmodjo (2007), Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.

  Sikap terdiri dari tiga komponen, yaitu : kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap objek, kehidupan emosional dan evaluasi orang terhadap objek, kecenderungan untuk bertindak. Berdasarkan intensitasnya, sikap memiliki tingkatan sebagai berikut :

  1. Menerima yang telah diberikan.

  2. Menanggapi Menanggapi diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan yang diberikan dan dihadapi.

  3. Menghargai Menghargai diartikan bahwa seseorang memberikan nilai positif terhadap objek, dalam arti mendiskusikannya dengan orang lain dan bahkan mempengaruhi atau menganjurkan orang lain untuk merespon.

  4. Bertanggung jawab Bertanggung jawab atas apa yang diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap yang diyakininya, maka dia harus berani mengambil resiko.

2.5 Kerangka Konsep

  Berdasarkan tujuan penelitian, tinjauan pustaka, determinan yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan KB MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura. Maka kerangka konsep penelitian ini adalah :

  Variabel independen Variabel dependen

  Faktor Predisposisi :

   Pendidikan  Pengetahuan  Persepsi  Keyakinan

  Pemanfaatan Faktor Pendukung : Pelayanan KB

   Jarak tempat pelayanan

  MKJP

   Biaya pemasangan alat kontrasepsi

  Faktor Pendorong :

   Dukungan Suami  Sikap tenaga kesehatan

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penerapan Ketentuan Pidana Mengenai Kebebasan Berserikat Pekerja / Buruh Dari Perspektif Uu No. 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja / Serikat Buruh

0 0 32

Penerapan Ketentuan Pidana Mengenai Kebebasan Berserikat Pekerja / Buruh Dari Perspektif Uu No. 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja / Serikat Buruh

0 0 11

BAB II SISTEM PERDAGANGAN EFEK PASAR MODAL DI INDONESIA A. Pasar Modal di Indonesia - Akibat Hukum Pengalihan Kepemilikan Efek Terhadap Efek Yang Dititipkan Pada Bank Kustodian

0 1 33

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Akibat Hukum Pengalihan Kepemilikan Efek Terhadap Efek Yang Dititipkan Pada Bank Kustodian

0 0 18

BAB II PENGATURAN HUKUM ABORSI TERHADAP KEHAMILAN AKIBAT PERKOSAAN - Tindakan Aborsi Terhadap Kehamilan Akibat Perkosaan Dan Kaitannya Dengan Hak Asasi Manusia

0 5 37

BAB I PENDAHULUAN - Tindakan Aborsi Terhadap Kehamilan Akibat Perkosaan Dan Kaitannya Dengan Hak Asasi Manusia

0 1 25

BAB II PENGATURAN PENGHIMPUNAN DANA MASYARAKAT OLEH INDUSTRI JASA KEUANGAN A. Ruang Lingkup Industri Jasa Keuangan Bank - Tanggung Jawab Otoritas Jasa Keuangan Dalam Pencegahan Dan Penghimpunan Dana Ilegal Di Masyarakat

0 0 44

BAB I PENDAHULUAN B. Latar Belakang - Tanggung Jawab Otoritas Jasa Keuangan Dalam Pencegahan Dan Penghimpunan Dana Ilegal Di Masyarakat

0 0 18

Tinjauan Yuridis Perjanjian Kerjasama Pt.Indonesia Asahan Aluminium Dengan Pt.Putra Tanjung Lestari Dalam Pengandaan Tenaga Keeja Outsourcing Setelah Pt.Inalum Bumn

0 1 34

B. Pendidikan terakhir responden : 1. Tidak sekolah Tidak tamat SD - Determinan Pemanfaatan Pelayanan KB MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Langkat Tahun 2015

0 0 32