Hubungan HRD dan TQM Untuk Peningkatan Produktivitas

  Laporan Akhir Invitation Programme On HRD By Use Of TQM

  

Hubungan HRD dan TQM Untuk Peningkatan

Produktivitas

Oleh : Baskhoro Agung Nugroho

  Dalam Era globalisasi saat ini informasi dan pengetahuan cepat sekali disampaikan dan didapat. Dengan teknologi saat ini, pada saat yang bersamaan orang bisa mendapatkan informasi. Namun pertanyaanya kemudian adalah bagiamana dan seperti apa hasil dari aplikasi informasi dan pengetahuan yang didapat. Hal ini berarti setiap tempat memiliki kondisi yang berbeda sehingga diperlukan perlakuan-perlakuan atas implementasi informasi dan pengetahuan yang didapat.

  Dalam training ini saya mendapatkan banyak informasi dan pengetahuan dari NICC mengenai HRD dan TQM. Terutama dari Mr. Tadashi Sugiura, Mr. Itaru Nakano dan Mr Masayoshi Kokubun mengenai ilmu dan pengalamannya sebagai praktisi serta melalui kunjungan ke perusahaan Citizen Electronics co., Ltd dan Perusahaan Sanshu Seika Co. Ltd. Bagi saya pengetahuan yang diberikan sangat berharga dan saya berterimakasih atas hal itu.

  Yang menarik bagi saya dalam pelaksanaan training ini adalah : 1.

  Bagaimana langkah-langkah melaksanakan manajemen perubahan untuk membangun budaya perusahaan. Bagaimana mengubah mind set bussiness owner, manajer dan staff untuk memahami pentingnya efektivitas, efisiensi dan kualitas sebagai bagian dari produktivitas. Bagaimana pula peran HRD dalam hal tersebut? 2. Bagaimana membuat strategic planning secara komprehensif dan sinergis. Untuk membangunnya kita dapat menggunakan balance scorecard di tingkat perusahaan dengan melihat PEST (Politics, Social, Ekonomi dan Teknologi), dan juga SWOT

  (Strength, weakness, Opportunity And Traits) analysis dan bagaimana menurunkannya menjadi strategi HRD?

  QCC? Alat apa saja dalam HRD yang bisa digunakan untuk mendorong pelaksanaan 5S dan QCC? Bagi saya ketiga hal diatas masih merupakan sebuah konsep, antara sebuah gagasan pengetahuan, best practices dan rencana. Untuk memahaminya lebih mendalam tentunya harus dengan melaksanakannya tahap demi tahap. Dan hal tersebut bukanlah sesuatu yang mudah. Ketiga poin diatas bagi saya adalah sebuah mata rantai dari sebuah tujuan yang ingin dicapai suatu perusahaan dan juga untuk tetap survive dari waktu ke waktu. Point pertama menitik beratkan bagaimana perusahaan dibawa untuk selalu berubah dari waktu ke waktu mengikuti keadaan yang ada dan terutama adalah keinginan konsumen. Budaya perusahaan yang seperti apa yang bisa mendukung tercapainya tujuan seiring dengan perubahan yang ada. Bagaimana menyiapkan bussiness owner, manajemen dan staf untuk siap dan tanggap oleh keadaaan yang selalu berubah dari waktu ke waktu. Maka perlu dirumuskan dan didefinisikan corporate culture yang seperti apa yang akan dibangun. Berangkat dari hal tersebut maka perlu dirumuskan pula posisi dan peran seperti apa yang harus dimainkan oleh HRD. Hal ini didasari bahwa sebaik apapun sebuah sistem bila yang menjalankan tidak memahami dan tidak memiliki sikap yang sesuai dan mendukung sebuah sistem maka sistem hanyalah sebuah lembaran catatan. Point kedua adalah bila corporate culture sudah jelas dirumuskan untuk dapat mencapai tujuan perusahaan maka pertanyaan selanjutnya adalah strategi seperti apa yang yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut. Tentu saja strategi harus disesuaikan dengan PEST dan juga SWOT yang kemudian diramu dalam Balance Scorecard. Dari sebuah strategi besar perusahaan maka HRD harus dapat menetukan strategi seperti apa yang harus dilakukannya. Setelah kedua poin diatas telah selesai dilaksanakan maka kita masuk pada point ketiga yaitu bagaimana memulai, melaksanakan dan memaintain TQM dengan 5S dan QCC. Tentu saja 5S dan QCC harus dimengerti oleh semua pihak didalam perusahaan dan melaksanakannya dalam bagiannya masing-masing. Tentu saja pelaksanaan 5S dan TQM harus searah dengan tujuan perusahaan dan strtegi yang ditentukan dengan melihat KPI seperti apa yang harus dicapai.

  Untuk dapat menjalankan ketiga poin diatas saya berpendapat bahwa langkah-langkah yang harus ditempuh sebagai berikut:

  

Pertama adalah membangun awareness pentingnya produktivitas kepada semua pihak

  baik bussiness owner perusahaan, manajemen dan juga staf operasional. Dimulai dengan promosi produktivitas baik itu berupa berbagi cerita-cerita inspiratif, bulletin, poster, spanduk, data-data perbandingan dengan perusahaan lain, diskusi, jinggle, film, training dan sebagainya di tingkat perusahaan/institusi. Promosi bertujuan untuk mengubah mind set seseorang dari kurang produktif untuk menjadi lebih produktif. Dengan promosi ini orang menjadi mengerti apa sebenarnya makna dan isi dari produktifitas itu. Disampaikan pula keuntungan keuntungan apa saja yang didapat dengan adanya budaya produktif. Jadi tidak hanya mengenal kata produktivitas saja. Dari kesadaran yang ditimbulkan mengenai produktivitas maka perilakunya pun akan mulai berubah. Perubahan yang terjadi pun tidak perlu dilakukan secara frontal dan besar. Tapi bagaimana perbaikan itu terjadi secara alami namun terus berkelanjutan. Pada langkah yang pertama ini HRD bisa mengambil satu peran untuk memulai atau bekerjasama dengan departermen lain melaksanakan awareness mengenai produktivitas.

  

Kedua adalah membangun sebuah komitmen bersama baik itu dari top management

  sampai staf operasional untuk selalu melakukan lebih baik dari waktu ke waktu. Pada tahap ini perlu dirumuskan secara jelas budaya-budaya apa saja yang bisa mendukung tujuan perusahaan dan dapat mencapai produktivitas yang maksimal. Diharapkan setelah budaya perusahaan dirumuskan maka setiap orang yang terlibat dalam perusahaan tersebut dapat berpikir dan bertindak dalam satu sudut pandang yang sama dan untuk mencapai tujuan perusahaan. Hal ini penting karena kalau staf operasional sudah produktif namun ditingkat top management tidak produktif dan bussiness owner tidak memiliki komitmen dalam produktivitas atau sebaliknya maka hasil yang didapat tidak akan maksimal. Dengan komitmen bersama, maka satu dengan yang lain akan saling memberi masukan, mengingatkan dan berdiskusi untuk mencapai tujuan bersama. Jadi tidak ada dikriminasi untuk berlaku produktif baik bagi staf sampai top management dan juga kebijakan dari bussiness owner. Disini HRD berperan untuk meyakinkan semua pihak baik staf, majemen maupun bussiness owner untuk dapat membuat komitmen sehingga dapat terumuskan budaya apa saja yang dapat mendukung tujuan perusahaan.

  

Ketiga adalah menyusun strategi yang jelas dan komprehensif tahap demi tahap. Dalam

  menyusun strategi dipertimbangkan pula PEST dan SWOT sehingga dan diramu dalam Balance Score card sehingga lebih komperhensif dan sinergis. Perlu ditetapkan pula KPI (Key Performance Indicator) dan cara mengukurnya. Sehingga jelas pula tahap-tahap apa yang harus dikerjakan dari waktu ke waktu. Dari strategi besar perusahaan kemudian diturunkan menjadi strategi departermen dan sampai sub departermen. Demikian pula KPI nya harus dipecah sampai sedetail mungkin dari perusahaan, departermen, sub departermen dan individu. Dari sana kemudian jelas masing-masing peran dari mulai individu sampai tingkat departermen.

  

Keempat adalah adanya pengukuran/penilaian dan penghargaan. Pengkuran/penilaian

  perlu untuk dilakukan karena dengan hail dari pengukuran/penilaian tersebut bisa menjadi bahan evaluasi sejauh apa produktifitas telah dilakukan. Pengukuran bisa dilakukan untuk setiap individu, setiap bagian dan juga di tingkat perusahaan. Dari hasil pengukuran/penilaian yang ada bisa dilakukan pengambilan keputusan yang tepat. Dari hal ini pula akan muncul suatu kompetisi untuk menghasilkan yangterbaik yang pada kahirnya akan menguntungkan bagi perusahaan/institusi itu sendiri.

  

Kelima adalah membangun win-win condition. Memberikan penghargaan sesuai dengan

  apa yang dihasilkan. Artinya adalah apabila semua pihak sudah produktif dan mendapatkan hasil baik sesuai yang diharapkan sehingga menguntungkan perusahaan diberikan. Jadi jangan sampai orang yang telah menunjukkan prestasinya mendapatkan penghargaan yang sama dengan yang biasa saja. Atau ketika semua pihak sudah produktif memberikan kontribusi besar sehingga menguntungkan perusaan /instansi tapi penghargaan yang diberikan sama saja seperti sebelumnya. Demikian juga sebaliknya apabila perusahaan belum mencapai tujuan maka manajemen dan staf harus bisa memahaminya dan dapat melakukan perbaikan. Hal ini penting supaya manajemen dan staf dapat lebih termotivasi dan membangun suatu hungan industrial yang baik. Apabila staf menjadi unmotivated maka yang terjadi adalah terjadinya overhead cost disetiap bagian. Tenaga kerja menjadi kehilangan semangat kerjanya. Mereka akan berpikir memberikan yang terbaik kepada perusahaan/institusi ataupun tidak akan mendapatkan penghargaan yang sama saja. Dari sini akan menimbulkan banyak ketidakefisienan, ketidak efektifitasan dan dapat menurunkan kualitas. Ketidak teraturan tempat kerja yang akan menambah waktu proses dan meghambat kerja. Sebagai contoh peralatan yang dibiarkan berserakan. Ketidak beresan dan kerusakan mulai dibiarkan. Contoh yang lain olie yang menetes dari mesin akan dibiarkan dan dianggap sebagai hal bisaa danwajar. Konsentrasi kerja yang buyar bahkan mereka akan sibuk mencari pendapatan sampingan untuk mencukupi kebutuhan hidup. Atau ekstrimnya malah justru menggergoti perusahaan dengan melakukan korupsi kecil-kecilan. Maka yang terpenting adalah bagaimana berpikir dan bertindak secara bersama untuk membangun keuntungan yang lebih besar. Hal ini memang membutuhkan kepercayaan baik dari staf operasional manajemen maupun business owner. Bila memang keuntungan yang dihasilkan bertambah maka akan ada penambahan kompensasi ataupun benefit kepada staf, demikian juga sebaliknya. Keberlangsungan perusahaan/institusi tidak lagi menjaditanggung jawab pemberi kerja namun menjadi tanggung jawab semua pihak. Keuntungan perusahaan / institusi adalah keuntungan bagi semua. Keberlanjutan nasib perusahaan/isntitusi juga merupakan keberlanjutan nasib dari semua pihak. Hal ini yang akan memacu semua pihak untuk produktif.

  

Keenam adalah benchmark. Proses benchmarking perlu dilaksanakan baik di tingkat

  individu, bagian dan perusahan. Hal ini dimaksud untuk memberikan gamabaran sejauh mana tingkat produktivitas dihasilkan. Apakah sudah maksimal atau ada yang perlu dan bisa untuk ditingkatkan. Dengan bencmarking bisa diketahui dimana letak kelebihan dankekurangannya.

  

Ketujuh adalah memulai 5S dan QCC. Hal ini dimaksudkan bahwa ketika semua elemen

  dalam perushaan sudah memiliki cara berpikir dan bertindak yang sama dan secara mental sudah siap melakukan perubahan berkelanjutan maka pelaksanaan 5S dan QCC akan dapat berjalan dengan lancar. Peran HRD pada langkah ini adalah memaintain pelaksanaan TQM dengan HRD Policy. Pada langkah ini pula HRD juga telah menggunakan 5S dan QCC dalam melaksanakan operasionalnya. Untuk dapat mendukung langkah-langkah tersebut diatas ada beberapa materi training dapat digunakan diantaranya :

  1. Memberikan awareness kepada manajemen mengenai peran apa saja yang harus dilakukan oleh manajemen.

  2. Kemudian kita bisa belajar bagaimana membangun awareness dari pengalaman perusahaan Komatsu.

  3. Dalam membangun komiten bersama dan budaya perusahaan kita dapat belakar dari perusahaan Citizen Electronics co., Ltd dan Perusahaan Sanshu Seika Co. Ltd.

  4. Dalam membangun suatu strategi perusahaan yang komperhensif kita dapat menggunakan Balance Scorecard.

  5. Kemudian dari strategi tersebut dapat dipecah dalam BFD.

  6. Dalam melakukan pengukuran / penilaian kita dapat menggunakan e-tools.

  7. Dalam memberikan penghargaan kita dapat melihat pengalaman perusahaan Citizen Electronics co., Ltd dan Perusahaan Sanshu Seika Co. Ltd..

  8. Dalam melakukan benchmarking kita dapat menggunakan project improvement analysis.

  9. Dan untuk melaksana TQM secara menyeluruh dengan 5S dan QCC maka semua bahan training menjadi refrensi untuk pelaksanaanya.

  Langkah-langkah tersebut diatas merupakan pengamatan dari kunjungan perusahaan yang telah mempraktekkan TQM. Hal tersebut juga didukung oleh apa yang disamapaikan Mr.

  Tadashi Sugiura dan Mr. Itaru Nakano dalam membangun dan memulai pelaksanaan TQM. Maka dari pengamatan perusahaan dan apa yang disamapaikan di kelas dapat memberikan saya satu pandangan yang lebih komperhensif untuk menetukan langkah- langkah yang strategis dan sinergis di perusahaan.

  Tokyo, 25 Juni 2006