BAB II PERAN ORGAN PERSEROAN DALAM PENGGUNAAN LABA PERSEROAN A. Pengertian dan Dasar Hukum Penggunaan Laba Perseroan - Analisa Yuridis Terhadap Penggunaan Laba Perseroan Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

BAB II PERAN ORGAN PERSEROAN DALAM PENGGUNAAN LABA PERSEROAN A. Pengertian dan Dasar Hukum Penggunaan Laba Perseroan Di dalam UU No.40 Tahun 2007 tidak ditemukan penjelasan mengenai

  makna dari “penggunaan laba” yang terdapat pada bab ke-4 (keempat) bagian ke-3 (ketiga) UU tersebut. Ditinjau dari segi kebahasaan, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, makna dari “penggunaan” yaitu : proses, cara, perbuatan menggunakan

  

  sesuatu, pemakaian. Dilihat dari makna ”penggunaan” di atas maka pengertian dari penggunaan laba adalah perbuatan menggunakan laba. Dengan kata lain, penggunaan laba Perseroan ialah suatu perbuatan menggunakan selisih lebih antara pendapatan dengan beban yang diperoleh oleh Perseroan dari kegiatan usaha yang dijalankan sesuai dengan anggaran dasar Perseroan.

  Pengaturan tentang penggunaan laba dapat dijumpai pada Bab ke-4 (keempat) bagian ke-3 (ketiga) dari Pasal 70 hingga Pasal 73 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

  Bunyi dari Pasal 70 UU No.40 Tahun 2007 yaitu: “(1) Perseroan wajib menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih setiap tahun buku untuk cadangan.

  (2) Kewajiban penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku apabila Perseroan mempunyai saldo laba yang positif.

  (3) Penyisihan laba bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sampai cadangan mencapai paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan dan disetor. (4) Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum mencapai jumlah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya boleh dipergunakan untuk menutup kerugian yang tidak dapat dipenuhi oleh cadangan lain.”

  Undang-undang mewajibkan suatu Perseroan untuk menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih yang diperoleh setiap tahun untuk dijadikan cadangan. Laba

  

  bersih adalah keuntungan tahun berjalan setelah dikurangi pajak. Keuntungan yang diperoleh Perseroan setelah dikurang pajak per tahunnya akan dijadikan cadangan.

  Penyisihan hanya wajib dilakukan jika Perseroan memiliki saldo laba yang positif. Saldo laba yang positif adalah laba bersih Perseroan dalam tahun buku berjalan yang

   telah menutup akumulasi kerugian Perseroan dari tahun buku sebelumnya.

  Di dalam pasal 71 UU No.40 Tahun 2007 ditentukan bahwa jumlah penyisihan yang akan dilakukan Perseroan untuk cadangan diputuskan oleh RUPS.

  Selain itu juga diatur bahwa seluruh laba bersih yang diperoleh Perseroan setelah dikurangi dengan cadangan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen, kecuali RUPS memutuskan lain. Dividen hanyan boleh dibagikan apabila Perseroan mempunyai saldo laba yang positif. Bunyi dari pasal 71 UU No.40 Tahun 2007 yaitu: “(1) Penggunaan laba bersih termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) diputuskan oleh RUPS.

  (2) Seluruh laba bersih setelah dikurangi penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen, kecuali ditentukan lain dalam RUPS. (3) Dividen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya boleh dibagikan apabila

   Perseroan mempunyai saldo laba yang positif.”

  Pasal 72 UU No.40 Tahun 2007 mengenal adanya pembagian dividen yang dilakukan sebelum tahun buku Perseroan berakhir. Dividen yang dimaksud dinamakan dividen interim. Dividen interim tersebut hanya dapat dilakukan bila jumlah kekayaan Perseroan tidak menjadi lebih kecil daripada jumlah modal ditempatkan dan disetor ditambah cadangan wajib. Pembagian dividen interim tersebut tidak boleh mengganggu atau menyebabkan Perseroan tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada kreditor atau mengganggu kegiatan Perseroan. Pembagian tersebut dilakukan berdasarkan keputusan Direksi setelah memperoleh persetujuan dari Dewan Komisaris. Namun bila setelah tahun buku berakhir dan Perseroan mengalami kerugian, maka dividen yang telah dibagikan tersebut wajib dikembalikan oleh pemegang saham kepada Perseroan. Dan bila pemegang saham tidak dapat mengembalikan dividen interim yang telah diterimanya tersebut maka konsekuensi yang timbul adalah Direksi dan Dewan Komisaris secara tanggung renteng bertanggung jawab terhadap kerugian Perseroan.

  Dasar hukum dari dividen interim tersebut dapat dilihat di dalam pasal 72 UU No.40 Tahun 2007 yang berbunyi: “(1) Perseroan dapat membagikan dividen interim sebelum tahun buku Perseroan berakhir sepanjang diatur dalam anggaran dasar Perseroan.

  (2) Pembagian dividen interim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan apabila jumlah kekayaan bersih Perseroan tidak menjadi lebih kecil daripada jumlah modal ditempatkan dan disetor ditambah cadangan wajib. (3) Pembagian dividen interim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh mengganggu atau menyebabkan Perseroan tidak dapat memenuhi kewajibannya pada kreditor atau mengganggu kegiatan Perseroan. (4) Pembagian dividen interim ditetapkan berdasarkan keputusan Direksi setelah memperoleh persetujuan Dewan Komisaris, dengan memperhatikan ketentuan pada ayat (2) dan ayat (3). (5) Dalam hal setelah tahun buku berakhir ternyata Perseroan menderita kerugian, dividen interim yang telah dibagikan harus dikembalikan oleh pemegang saham kepada Perseroan. (6) Direksi dan Dewan Komisaris bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian Perseroan, dalam hal pemegang saham tidak dapat mengembalikan

  

  dividen interim sebagaimana dimaksud pada ayat (5).” Dividen yang tidak diambil setelah 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal yang ditetapkan untuk pembayara dividen lampau, dimasukan ke dalam cadangan khusus.

  Pengambilan dividen yang telah dimasukan ke dalam cadangan khusus diatur oleh RUPS. Dan bila dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun dividen yang telah dimasukan ke dalam cadangan khusus tersebut belum diambil maka dividen tersebut akan menjadi hak Perseroan. . Cadangan khusus adalah cadangan yang dibentuk dengan menyisihkan

   sebagian pendapatan bersih untuk tujuan tertentu secara berkala (appropriate reserve).

  Tujuan yang dimaksud dapat berupa berbagai keperluan Perseroan, misalnya perluasan

  

  usaha, untuk embagian dividen, untuk tujuan sosial, dan lain sebagainya. Hal tersebut diatur dalam Pasal 73 UU No.40 Tahun 2007 yang isinya sebagai berikut: “(1) Dividen yang tidak diambil setelah 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal yang ditetapkan untuk pembayaran dividen lampau, dimasukkan ke dalam cadangan khusus. (2) RUPS mengatur tata cara pengambilan dividen yang telah dimasukkan ke dalam cadangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

  (3) Dividen yang telah dimasukkan dalam cadangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tidak diambil dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun akan

  

  menjadi hak Perseroan.” Di dalam Pasal 15 UU No.40 Tahun 2007 mengenai anggaran dasar juga dijumpai ketentuan mengenai penggunaan laba. Di dalam Pasal tersebut disebutkan bahwa anggaran dasar Perseroan memuat sekurang-kurangnya: a. nama dan tempat kedudukan Perseroan; b. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan; c. jangka waktu berdirinya Perseroan; d. besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor; e. jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham untuk tiap klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan nilai nominal setiap saham; f. nama jabatan dan jumlah anggota Direksi dan Dewan Komisaris; g. penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS; h. tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Direksi dan Dewan

  Komisaris;

   i.

  tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen.

  Pengaturan mengenai penggunaan laba tidak hanya dijumpai di dalam UU No.40 tahun 2007 tersebut. Di dalam UU No.19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga ditemukan adanya pengaturan mengenai penggunaan laba.

  Pengaturan tersebut dapa dijumpai di dalam :

  Pasal 42 : (1) Setiap tahun buku Perum wajib menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih untuk cadangan.

  (2) Penyisihan laba bersih sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sampai cadangan mencapai sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari modal Perum. (3) Cadangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yang belum mencapai jumlah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), hanya dapat dipergunakan untuk menutup

   kerugian yang tidak dapat dipenuhi oleh cadangan lain.

  Pasal 43 : Penggunaan laba bersih Perum termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk

   cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ditetapkan oleh Menteri.

  Penggunaan laba menurut UU No.19 Tahun 2003 ini hampir sama dengan UU No.40 Tahun 2007, yaitu adanya kewajiban penyisihan laba bersih untuk cadangan dan penyisihan dilakukan hingga mencapai sekurang-kurangnya 20% dari modal. Dari UU No.19 Tahun 2003 tersebut dapat kita lihat adanya perbedaan antara penggunaan laba menurut UU tersebut dengan UU No.40 Tahun 2007 juga. Di dalam UU No.19 63 Pasal 15 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Tahun 2003 tidak disebut bahwa penyisihan hanya wajib dilakukan jika saldo laba yang positif. Hal tersebut menimbulkan penafsiran bahwa meskipun BUMN belum dapat menutupi akumulasi kerugian ditahun buku sebelumnya, BUMN tetap diwajibkan menyisihkan laba bersih untuk cadangan.

  Letak perbedaan yang lain adalah dalam hal organ BUMN yang memegang peranan dalam penentuan penggunaan laba. BUMN di Indonesia dibagi menjadi 2 (dua) yaitu Persero dan Perum. Perusahaan Perseroan (Persero), adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik

   Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. Perusahaan Umum (Perum),

  adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan

   perusahaan.

  Dikarenakan Persero adalah BUMN yang berbentuk Perseroan yang modal dasarnya terbagi dalam saham maka organ dalam Persero sama dengan organ dalam

  Menteri bertindak

  selaku RUPS dalam hal seluruh saham Persero dimiliki oleh Negara dan bertindak selaku pemegang saham pada Persero dan perseroan terbatas dalam hal tidak seluruh sahamnya dimiliki oleh negara. Berdasarkan Pasal 14 UU No.19 Tahun 2003 dalam Persero, RUPS yang menentukan rencana penggunaan laba. Maka untuk Persero yang seluruh saham dimiliki oleh Negara, penggunaan laba ditentukan oleh Menteri.

  Sedangkan dalam hal tidak seluruh saham Persero dimiliki oleh Negara, penggunaan 66 Pasal 1 butir (2) UU No.19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. laba ditentukan oleh RUPS dimana Menteri hanya sebagai salah satu pemegang saham. Begitu juga untuk Persero yang telah diprivatisasi maka penggunaan laba Persero ditentukan oleh RUPS.

  Untuk Perum penggunaan laba bersih Perum termasuk jumlah penyisihan

  

  untuk cadangan ditetapkan oleh Menteri. Berdasarkan ketentuan di dalam Pasal 43 UU No.19 Tahun 2003 tersebut maka Menteri dapat menetapkan bahwa sebagian atau seluruh laba bersih akan digunakan untuk pembagian dividen kepada pemilik modal, atau pembagian lain seperti tansiem (tantiem) untuk Direksi dan Dewan Pengawas, bonus untuk karyawan, cadangan dana sosial dan lain-lain, atau penempatan laba bersih tersebut dalam cadangan Perum yang antara lain diperuntukkan bagi perluasan usaha

70 Perum.

B. Organ Perseroan Yang Berperan Dalam Penggunaan Laba Perseroan

1. Peran Direksi Dalam Penggunaan Laba Perseroan

  Keberadaaan Direksi dalam Perseroan ibarat nyawa bagi Perseroan. Tidak mungkin suatu Perseroan tanpa adanya Direksi. Sebaliknya, tidak mungkin ada Direksi tanpa adanya Perseroan. Oleh karena itu, keberadaaan Direksi bagi Perseroan sangat penting. Sekalipun Perseroan sebagai badan hukum, yang mempunyai kekayaan terpisah dengan Direksi, tetapi hal itu hanya berdasarkan fiksi hukum, bahwa Perseroan

   dianggap seakan-akan sebagai subjek hukum, sama seperti manusia.

  Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Direksi berwenang menjalankan pengurusan sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam UU Perseroan Terbatas dan/ atau anggaran dasar. Direksi Perseroan terdiri atas satu orang anggota Direksi atau lebih. Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, atau Perseroan terbuka wajib memiliki paling sedikit dua orang anggota Direksi. Jika Direksi terdiri dari dua anggota Direksi atau lebih, pembagian tugas dan wewenang pengurusan di antara anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS. Namun jika RUPS tidak menetapkan, pembagian tugas dan wewenang anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan

72 Direksi.

  Dari uraian di atas tampak bahwa istilah tugas, wewenang, dan tanggung jawab Direksi hampir memiliki arah dan maksud yang sama, yakni melakukan pengurusan Perseroan (sesuai dengan maksud dan tujuan dalam anggaran dasar

   Perseroan) dan mewakili Perseroan (baik di dalam maupun di luar pengadilan).

  Menurut teori, dalam pengertian pengurusan yang dipercayakan kepada Direksi itu, dapat dibedakan atas perbuatan beheren dan perbuatan beschikking atau kadangkala disebut pula sebagai perbuatan van eigendom. Perbuatan beheren dalam praktik diterjemahkan sebagai perbuatan “pengurusan” (dalam arti sempit). Sedang perbuatan 71 Try Widiyono, Direksi Perseroan Terbatas (Keberadaan, Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab) , (Bogor: Khalia Indonesia, 2008), hal.40.

  

beschikking atau eigendom lazim diterjemahkan sebagai perbuatan “kepemilikan”

  (dalam arti luas). Diterjemahkan “kepemilikan” sebagai terjemahan harafiah dari

   eigendom .

  Sebenarnya perbuatan pengurusan (beheren) itulah yang merupakan wewenang murni dari Direksi, yaitu ditandai sebagai perbuatan yang biasa dilakukan sehari-hari (kontinyu). Sepanjang perbuatan merupakan perbuatan pengurusan, maka wewenang

   diselenggarakan sendiri oleh Direksi.

  Sebaliknya perbuatan kepemilikan (daden van beschikking / eigendom) sudah bukan lagi perbuatan sehari-hari melainkan sudah perbuatan khusus / istimewa, dan bukan lagi murni wewenang Direksi. Untuk Direksi melakukan perbuatan ini harus terlebih dahulu Direksi memperoleh persetujuan dari organ lainnya, yang mungkin lebih dahulu harus mendapatkan persetujuan dari dewan Komisaris atau mungkin pula dari RUPS tergantung menurut ketentuan undang-undang dan/ atau anggaran dasar

76 Perseroan.

  Dalam praktik, sulit untuk dibedakan mana yang merupakan perbuatan pengurusan dan mana yang merupakan perbuatan kepemilikan. Penggolongan perbuatan yang dilakukan Direksi tidaklah mempunyai pembatasan yang baku.

  Bagi Perseroan yang bergerak di sektor perbankan, meminjamkan uang merupaka perbuatan sehari-hari, demikian merupakan perbuatan pengurusan. Menjual gedung kantor Perseroan merupaka perbuatan yang tidak sehari-hari yang harus

   mendapatkan persetujuan RUPS.

  74 75 Rudhi Prasetya, Op.cit., hal 19-20.

  Ibid., hal.20. Sebaliknya bagi Perseroan yang bergerak di bidang real estate, perbuatan menjual bangunan-bangunan, merupakan perbuatan beheren. Sedang perbuatan meminjamkan uang, bagi Perseroan yang bergerak di bidang real estate, bukan merupakan perbuatan sehari-hari, karena itu untuk dapat melakukan perbuatan ini

   diharuskan terlebih dahulu meminta persetujuan RUPS.

  Dikarenankan dalam praktik sukar untuk menarik garis benang merah pembeda itu, maka di dalam anggaran dasarlah dirumuskan perbuatan apa saja yang merupakan perbuatan kepemilikan (beschikking / eigendom). Sedang perbuatan-perbuatan yang tidak termasuk sebagai perbuatan yang dirumuskan harus dianggap sebagai perbuatan

   pengurusan yang sepenuhnya berwenang diputuskan dan dilakukan oleh Direksi.

  Yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu lima tahun sebelum pengangkatannya pernah: a.

  Dinyatakan pailit; b.

  Menjadi anggota Direksi atau anggota dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit, atau; c.

  Dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan Negara dan/

   atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.

  Anggota Direksi diangkat oleh RUPS. Untuk pertama kali pengangkatan anggota Direksi dilakukan oleh pendiri dalam akta pendirian. Anggota Direksi diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat kembali. Anggaran dasar mengatur tata

78 Ibid.

  cara pengangkatan, penggantian dan pemberhentian anggota Direksi, serta dapat juga mengatur tentang tata cara pencalonan anggota Direksi.

   1.

  2007, paling tidak dapat dilihat dari beberapa ketentuan sebagai berikuti: 2.

Pasal 1 butir (2) : Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris. Keberadaan dan fungsi Direksi Perseroan berdasarkan UU No.40 Tahun

  Pasal 1 butir (5) : Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

  3. Pasal 92 ayat: (1) Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.

  (2) Direksi berwenang menjalankan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang ini dan/ atau anggaran dasar. (6) Dalam hal RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak menetapkan, pembagian tugas dan wewenang anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan Direksi.

  4. Pasal 97 ayat : (1) Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1).

  (2) Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.

  (3) Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

  (4) Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi.

  Asas itikad baik yang terdapat pada pasal 97 ayat (1) diatas sesungguhnnya berasal dari hukum Romawi. Di dalam hukum Romawi asas ini disebut asas

  Bonafides . Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menggunakan istilah itikad baik

  dalam 2 pengertian. Pengertian itikad baik yang pertama adalah pengertian itikad baik dalam arti subjektif, di dalam bahasa Indonesia, itikad baik dalam arti subjektif

  

  itu disebut kejujuran. Pengertian itikad baik yang kedua dalam artian objektif. Di dalam bahasa Indonesia pengertian itikad baik dalam artian objektif disebut juga

   dengan istilah kepatutan.

  Tanggung jawab menurut kamus bahasa Indonesia adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Maksudnya adalah Direksi dalam menjalankan tugasnya kepengurusannya wajib dilaksanakan dengan kejujuran dan kepatutan serta menerima semua akibat hukum yang timbul dari perbuatan hukum yang dilakukannya.

82 Siti Ismijati Jenie, Itikad Baik, Perkembangan dari Asas Hukum Khusus Menjadi Asas Hukum

  Umum di Indonesia , (Yogyakarta: Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Fakultas Hukum UGM, 2007),

  Menurut pasal 97 ayat (3) Direksi wajib bertanggung jawab penuh atas kerugian dialami Perseroan jika Direksi bersalah atau lalai menjalankan tugasnya.

  Perbedaan antara bersalah dengan lalai pada pasal 97 tersebut adalah: disebut bersalah jika Direksi dengan sengaja melakukan sesuatu hal yang menyebabkan Perseroan merugi. Adanya unsur kesengajaan (opzet) pada perbuatan yang dilakukan Direksi. Sedangkan lalai dapat diartikan sebagai kesalahan pada umumnya. Kesalahan Direksi dalam konteks ini tidak seberat kesengajaan, yaitu

   timbul karena kurang berhati-hati sehingga akibatnya tidak disengaja terjadi.

  Namun menurut pasal 97 ayat (5) UU No.40 Tahun 2007, Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan: a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan; c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.

  Pada dasarnya, business judgment rule dimaksudkan untuk melindungi direksi dan karyawan, yang beritikad baik, dari pertanggungjawaban secara

   pribadi akibat keputusan bisnis yang menyebabkan kerugian bagi perusahaan.

  Dalam pengelolaan Perseroan atau perusahaan, para anggota Direksi dan Komisari sebagai salah satu organ vital dalam perusahaan tersebut merupakan 84

  http://hukumonline.com/klinik/detail/lt51679bf2636df/hubungan-asas-culpabilitas-dengan- pemegang amanah (fiduciary) yang harus berprilaku sebagaimana layaknya pemegang kepercayaan. Direksi memiliki posisi fiducia dalam pengurusan

   Perseroan dan mekanisme hubungannya harus secara fair.

  Menurut pengalaman common law hubungan itu dapat didasarkan pada teori fiduciary duty. Hubungan fiduciary duty tersebut didasarkan atas kepercayaan dan kerahasiaan (trust and confidence) yang dalam peran ini meliputi ketelitian (scrupulous), itikad baik (good faith), dan keterusterangan (candor). Dalam memahami hubungan pemegang kepercayaan (fiduciary relationship) tersebut, common law mengakui bahwa orang yang memegang kepercayaan (fiduciary) secara natural memiliki potensi untuk menyalahgunakan wewenangnya. Oleh sebab itu hubungan pemegang kepercayaan tersebut harus didasarkan kepada

   standar yang tinggi.

  Kewajiban utama dari direksi adalah kepada perusahaan secara keseluruhan bukan kepada pemegang saham baik secara individu maupun kelompok. Sesuai dengan posisi seorang Direksi sebagai sebuah trustee dalam perusahaan. Posisi ini mengharuskan seorang Direksi untuk tidak ceroboh dalam melakukan tugasnya (duty of care). Selain itu dalam melakukan tugasnya tersebut seorang Direksi tidak boleh mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri atas perusahaan (duty of

  loyality ). Pelanggaran terhadap kedua prinsip tersebutdalam hubungannya dengan

  Fiduciary Duty dapat menyebabkan Direksi untuk dimintai pertanggungjawaban

   hukumnya secara pribadi terhadap perbuatan yang dilakukannya.

  5. Pasal 98 ayat : (1) Direksi mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. 86 http://bismar.wordpress.com/, diakses tanggal 13 Juni 2013.

  (2) Dalam hal anggota Direksi terdiri lebih dari 1 (satu) orang, yang berwenang mewakili Perseroan adalah setiap anggota Direksi, kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar. (2) Kewenangan Direksi untuk mewakili Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tidak terbatas dan tidak bersyarat, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini, anggaran dasar, atau keputusan RUPS. (3) Keputusan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak boleh bertentangan

   dengan ketentuan Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar Perseroan.

  Ada beberapa kewajiban Direksi yang ditetapkan oleh UU No.40 Tahun 2007, antara lain sebagai berikut: a.

  Direksi wajib : membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS dan risalah rapat Direksi ; membuat laporan tahunan dan dokumen keuangan Perseroan;

   Memelihara seluruh daftar, risalah dan dokumen keuangan Perseroan.

  b.

  Anggota Direksi wajib melaporkan kepada perseroan mengenai saham yang dimiliki anggota Direksi yang bersangkutan dan atau keluarganya dalam Perseroan dan Perseroan lain untuk selanjutnya dicatat dalam daftar khusus. Anggota Direksi yang tidak melaksanakan kewajiban dimaksud dan menimbulkan kerugian bagi

   Perseroan, bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan tersebut.

  c.

  Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan kekayaan Perseroan atau menjadikan jaminan utang kekayaan Perseroan, yang merupakan lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih Perseroan dalam 1 (satu) transaksi

   atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak. 89 90 Try Widiyono, Op.cit.,hal.42-43.

Pasal 100 ayat (1) UU N0.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

  d.

  Direksi wajib mendaftarkan dalam Daftar Perusahaan, seperti berikut: i.

  Akta Pendirian beserta surat pengesahan Menteri Hukum dan HAM. ii.

  Akta Perubahan Anggaran Dasar beserta surat persetujuan Menteri Hukum dan HAM (untuk perubahan yang bersifat mendasar). iii.

  Akta Perubahan Anggaran Dasar beserta pemberitahuan kepada Menteri Hukum

  

dan HAM (untuk perubahan lainnya).

  Peran Direksi dalam penggunaan laba Perseroan cukup signifikan. Mulai dari pembuatan laporan tahunan dan dokumen keuangan yang akan dipertanggungjawabkan kepada RUPS.Laporan tahunan tersebut harus memuat: laporan keuangan; laporan mengenai kegiatan perseroan; laporan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan; rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan usaha Perseroan; laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh Dewan Komisaris selama tahun buku yang baru lampau; nama anggota direksi dan anggota Dewan Komisaris; dan gaji dan tunjangan bagi anggota Direksi dan gaji atau honorarium dan tunjangan bagi anggota Dewan Komisaris Perseroan untuk tahun yang

  

  baru lampau. Laporan tahunan dan dokumen keuangan tersebut akan dijadikan suatu bahan pertimbangan oleh para pemegang saham untuk menentukan segala kebijakan untuk tahun buku selanjutnya termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk cadangan dan mengenai pembagian dividen kepada para pemegang saham. Hasil dari keputusan RUPS akan dicatat di dalam risalah RUPS yang dibuat oleh Direksi.

  Direksi diwajibkan untuk menyelenggarakan RUPS tahunan paling lambat dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah tahun buku berakhir. Penyelenggaraan RUPS harus didahului dengan pemanggilan RUPS oleh Direksi kepada para pemegang saham. Pemanggilan RUPS dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 hari sebelum tanggal RUPS diadakan, dengan tidak memperhitungkan tanggal pemanggilan

  

  dan tanggal RUPS. Pemanggilan RUPS dilakukan dengan Surat Tercatat dan, atau

  

  dengan iklan dalam Surat Kabar. Dalam panggilan RUPS dicantumkan tanggal, waktu, tempat, dan mata acara rapat disertai pemberitahuan bahwa bahan yang akan dibicarakan dalam RUPS tersedia di kantor Perseroan sejak tanggal dilakukan

   pemanggilan RUPS sampai dengan tanggal RUPS diadakan.

  Direksi juga berwenang memutuskan untuk membagikan dividen interim setelah memperoleh persetujuan dari Dewan Komisaris asalkan pembagian tersebut tidak mengganggu atau menyebabkan Perseroan tidak dapat memenuhi kewajibannya pada kreditor atau mengganggu kegiatan Perseroan. Dalam hal setelah tahun buku berakhir ternyata Perseroan mengalami kerugian maka dividen interim yang telah dibagikan wajib dikembalikan oleh pemegang saham kepada Perseroan. Direksi dan Dewan Komisari bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian Perseroan, dalam hal pemegang saham tidak dapat mengembalikan dividen interim yang telah diambil.

2. Peran Komisaris Dalam Penggunaan Laba Perseroan

  Ketentuan yang berkaitan dengan Dewan Komisaris diatur dalam Pasal 1 ayat (6), Pasal 108 s/d Pasal 121 UU No.40 Tahun 2007. Secara umum Komisaris mempunyai dua tugas pokok. Yang pertama Komisaris itu mempunyai tugas untuk

   mengawasi kebijakan Direksi. Yang kedua untuk memberikan nasihat kepada Direksi. 95 96 Pasal 82 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Pasal 82 ayat (2) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

  Pengawasan dan pemberian nasihat dari Dewan Komisaris dilakukan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.

  Pengaturan mengenai tugas pokok dari Dewan Komisaris dapat ditemukan di dalam Pasal 108 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007 yang berbunyi : “Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan, dan memberi nasihat

  

  kepada Direksi.” Perseroan dapat mempunyai Dewan Komisaris yang terdiri hanya dari satu orang, tetapi dapat pula lebih dari satu orang. Disebut Dewan Komisaris manakalah

   terdiri lebih dari satu orang.

  Perseroan memiliki Komisaris yang wewenang dan kewajibannya ditetapkan dalam anggaran dasar. Perseron yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat, Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang, atau Perseroan terbuka wajib memiliki paling sedikit dua orang Komisaris. Jika terdapat lebih dari satu orang Komisaris, mereka merupakan suatu majelis. Komisaris diangkat oleh RUPS. Untuk pertama kali, pengangkatan Komisaris dilakukan dengan mencantumkan susunan dan

   nama Komisaris dalam akta pendirian.

  Dipertegas dalam Pasal 108 ayat (4) UU No.40 Tahun 2007, bahwa dalam hal Dewan Komisaris terdiri atas lebih dari satu orang, maka mereka itu merupakan majelis dan ssetiap anggota Dewan Komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri, melainkan harus berdasarkan keputusan Dewan Komisaris. Dengan kata lain dalam hal diperlukan

  99 Pasal 108 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. putusan Dewan Komisaris, maka harus semua anggota Dewan Komisaris dilibatkan.

   Tetapi dalam hal ini, bukan berarti semua anggota Komisaris harus setuju.

  Komisaris diangkat untuk jangka waktu tertentu dengan kemungkinan diangkat kembali. Tata cara pencalonan, pengangkatan, dan pemberhentian Komisaris diatur dalam anggaran dasar Perseroan. Yang dapat diangkat menjadi Komisaris adalah orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit, atau orang yang pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan Negara dalam waktu lima

   tahun sebelum pengangkatan.

  Fungsi pengawasan oleh Komisaris kepada Direksi dilakukan dengan beberapa cara. Cara yang pertama dengan jalan Undang-Undang atau anggaran dasar mensyaratkan sebelum Direksi menjalankan suatu perbuatan tertentu, harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Komisaris.atau dengan cara, dokumen yang bersangkutan selain ditandatangani oleh Direksi, ikut pula ditandatangani oleh Komisaris. Atau dengan cara ketiga, yaitu Komisaris menerbitkan Surat Persetujuan

   tersendiri.

  Ada beberapa kewajiban yang harus dilakukan oleh Dewan Komisaris, yaitu sebagai berikut: a.

  Membuat risalah rapat Dewan Komisaris dan menyimpan salinan rapat Dewan Komisaris memuat segala sesuatu yang dibicarakan dan diputuskan dalam rapat tersebut. Sedangkan yang dimaksud salinannya adalah salinan risalah rapat Dewan Komisaris karena risalah asli tersebut dipelihara Direksi. 102 Ibid., hal.33. b.

  Melaporkan kepada Perseroan mengenai kepemilikan saham atau keluarganya pada Perseroan tersebut dan Perseroan lain. Demikian juga dengan setiap perubahan dalam kepemilikan saham tersebut wajib juga dilaporkan.

  c.

  Memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selama tahun

   buku yang baru lampau kepada RUPS.

  Dalam pasal 106 UU No.40 Tahun 2007, diberikan wewenang kepada Komisaris untuk melakukan schorsing kepada Direksi, yaitu memberhentikan secara sementara. Pemberhentian tersebut diberitahukan secara tertulis kepada anggota direksi yang bersanngkutan disertai dengan alasan. Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal pemberhentian sementara harus diselenggarakannya RUPS.

  Dalam hal pejabat Direksi lowong, maka untuk sementara dapatlah Komisaris menjalankan pengurusan.

  Anggaran dasar Perseroan juga dapat mengatur adanya satu orang atau lebih Komisaris Independen dan satu orang Komisaris Utusan. Komisaris Independen diangkat berdasarkan keputusan RUPS dari pihak yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham utama, anggota direksi, dan/ atau anggota Dewan Komisaris lainnya. Komisaris utusan merupakan anggota Dewan Komisaris yang ditunjuk berdasarkan keputuran rapat Dewan Komisaris. Tugas dan wewenang Komisaris utusan ditetapkan dalam anggaran dasar Perseroan dengan ketentuan tidak bertentangan dengan tugas dan wewenang Dewan Komisaris dan tidak mengurangi tugas pengurusan yang dilakukan Direksi. Dalam menjalankan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108, Dewan Komisaris dapat membentuk komite, yang anggotanya seorang atau lebih anggota Dewan Komisaris, yang komite tersebut bertanggung jawab kepada Dewan

   Komisaris.

  Di dalam Pasal 109 UU No.40 Tahun 2007 disebutkan bahwa suatu Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai Dewan Komisaris wajib mempunyai Dewan Pengawas Syariah. Dewan Pengawas Syariah terdiri atas seorang ahli syariah atau lebih yang diangkat oleh RUPS atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia. Dewan Pengawas Syariah tersebut bertugas memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Perseroan agar sesuai dengan prinsip syariah.

  Peran Dewan Komisaris dalam penggunaan laba Perseroan tidaklah terlalu dominan jika dibandingkan dengan peran organ Perseroan yang lain. Sesuai dengan tugas Dewan Komisaris yang diamanatkan oleh Undang-Undang yaitu mengawasi dan memberi nasihat kepada Direksi, Dewan Komisaris hanya memberikan persetujuan mengenai rencana kerja yang dibuat oleh Direksi. Fungsi Dewan Komisaris sekedar mengesahkan saja.

  Seperti dalam laporan tahunan yang dibuat oleh Direksi, campur tangan dari Dewan Komisaris hanya sekedar memberi masukan kepada Direksi dan bila Dewan Komisaris telah menyetujui isi dari laporan tahunan tersebut maka akan ditandatangani oleh semua anggota Direksi dan semua Dewan Komisaris yang menjabat pada tahun buku yang bersangkutan. Dalam hal terdapat anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang tidak menandatangani laporan tahunan tersebut, yang bersangkutan harus menyebutkan alasannya secara tertulis, atau alasan tersebut dinyatakan oleh Direksi dalam surat tersendiri yang dilekatkan dalam laporan tahunan. Dan bila anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang tidak menandatangani laporan tahunan dan tidak memberi alasan secara tertulis, yang bersangkutan dianggap telah menyetujui isi laporan tahunan.

  Setiap anggota Dewan Komisaris wajib itikad baik, kehati-hatian, dan tanggung jawab dalam menjalankan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.

  

  Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya. Dalam hal Dewan Komisaris terdiri atas 2(dua) anggota Dewan Komisaris atau lebih, tanggung jawab berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Dewan Komisaris. Anggota Dewan Komisaris tidak dapat mempertanggungjawabkan atas kerugian apabila dapat membuktikan: a.

  Telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan; b.

  Tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan Direksi yang mengakibatka kerugian; dan c.

  Telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya

   kerugian tersebut.

  Dalam pembagian dividen interim sebagaimana ditetapkan oleh direksi yang harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari Dewan Komisaris.

  Dalam hal setelah tahun buku berakhir ternyata Perseroan menderita kerugian, dividen interim yang telah dibagikan harus dikembalikan oleh pemegang saham kepada 107

  Sujud Margono, Hukum Perusahaan Indonesia: Catatan atas UU Perseroan Terbatas, Perseroan. Dewan Komisaris juga ikut bertanggung jawab dengan Direksi dalam hal pemegang saham tidak dapat mengembalikan dividen interim yang telah diambil.

  

3. Peran Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Dalam Penggunaan Laba

Perseroan

  Pada hakikatnya pengurusan sehari-hari Perseroan diselenggarakan oleh suatu organ yang dinamakan “Direksi”. Untuk menduduki jabatan Direksi ini dalam prinsipnya bukanlah karena ia tau mereka pemegang saham. Bahkan secara konsepsional menurut hukum Perseroan, cenderung diarahkan kepada kemampuan manager professional. Dalam pada itu dirasakan sebagai kebutuhan adanya organ yang mengawasi tindak-tanduk Direksi itu, organ inilah yang dinamakan Dewan Komisaris.

  Sebagaimana pada organ Direksi, untuk menduduki jabatan Komisaris dalam konsepnya bukan karena ia atau mereka pemegang saham, melainkan cenderung disediakan kepada mereka yang professional. Lalu jika keadaannya demikian, bagaimana dengan Pemegang Saham. Bukankah pemegang saham, yang paling berkepentingan dengan berhasil atau ketidakberhasilan Perseroan. Mereka akan merugi jika Perseroan tidak berhasil mendatangkan keuntungan, hingga akibatnya Pemegang Saham tidak akan memperoleh pembagian keuntungan yang dinamakan “dividen”. Bahkan kemungkinan Perseroan rugi. Dalam hubungan inilah, maka dalam filosofinya dirasakan perlu diciptakan adanya wadah di mana para pemegang saham dapat menyalurkan kepentingannya. Wadah inilah yang kita namakan “Rapat Umum Pemegang Saham”

   yang disingkat “RUPS”. RUPS mempunyai segala wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang Perseroan dan anggaran dasar. RUPS berhak memperoleh segala keterangan yang berkaitan dengan kepentingan Perseroan dari Direksi dan/ atau Komisaris. RUPS diadakan di tempat kedudukan Perseroan atau tempat Perseroan melakukan kegiatan usahanya, kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar, tempat tersebut harus terletak di wilayah Negara

   Republik Indonesia.

  RUPS terdiri atas RUPS tahunan dan RUPS lainnya. RUPS tahunan diadakan dalam waktu paling lambat enam bulan setelah tahun buku. Dalam RUPS tahunan harus diajukan semua dokumen Perseroan. RUPS lainnya dapat dapat diadakan sewaktu- waktu, berdasarkan kebutuhan. Direksi menyelenggarakan RUPS tahunan dan untuk kepentingan Perseroan berwenang menyelenggarakan RUPS lainnya. Penyelenggaraan RUPS dapat dilakukan atas permintaan satu pemegang saham atau lebih yang bersama- sama mewakili 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah, atau suatu jumlah yang lebih kecil sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar Perseroan yang bersangkutan. Permintaan penyelenggaraan RUPS tersebut harus diajukan kepada

   Direksi atau Komisaris dengan surat tercatat disertai alasannya.

  Surat tercatat sebagaimana dimaksud di atas tembusannya disampaikan kepada Dewan Komisaris. Direksi wajib melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal permintaan

   penyelenggaraan RUPS diterima.

  Dalam hal Direksi tidak melakukan pemanggilan RUPS, permintaam penyelenggaraan RUPS diajukan kembali kepada Dewan Komisaris. Dewan Komisaris 110 Fran Satrio Wicaksono, Op.cit., hal.21. wajib melakukan pemanggilan RUPS tersebut dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS diterima.

  RUPS yang diselenggarakan oleh Direksi berdasarkan panggilan RUPS membicarakan masalah yang berkaitan dengan alasan dilakukan RUPS berdasarkan permintaan satu pemegang saham atau lebih yang bersama-sama mewakili 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah, atau suatu jumlah yang lebih kecil sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar Perseroan yang bersangkutan atau atas permintaan Dewan Komisaris dan membicarakan mata acara rapat lainnya yang dipandang perlu oleh Direksi. Sedangkan RUPS yang diselenggarakan Dewan Komisaris berdasarkan panggilan RUPS yang dilakukan oleh Dewan Komisaris itu sendiri hanya membicarakan masalah yang berkaitan dengan alasan dimintakannya RUPS.

  Dalam hal Direksi atau Dewan Komisaris tidak melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu yang telah ditentukan, pemegang saham yang meminta penyelenggaraan RUPS dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan untuk menetapkan pemberian izin kepada pemohon melakukan pemanggilan RUPS tersebut.

  Jika pemohon secara sumir telah membuktikan bahwa persyaratan dipenuhi dan pemohon mempunyai kepentingan yang wajar untuk mengadakan RUPS, maka Ketua Pengadilan Negeri akan menetapkan pemberian izin untuk menyelenggarakan RUPS yang juga memuat ketentuan mengenai: a.

  Bentuk RUPS, mata acara RUPS sesuai dengan permohonan pemegang saham, jangka waktu pemanggilan RUPS, kuorum kehadiran, dan/ atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS, serta penunjukan ketua rapat, sesuai dengan atau tanpa terikat pada ketentuan Undang-Undang atau anggaran dasar; dan/ atau b.

  Perintah yang mewajibkan Direksi dan/ atau Dewan Komisaris untuk hadir dalam

   RUPS.

  Di dalam Perseroan dikenal yang dinamakan dengan “anggaran dasar”. Anggaran dasar itu pada hakikatnya adalah aturan yang mengatur bagaimana aturan

  

  permainan dalam suatu persekutuan. Dengan kata lain, selain ketentuan dalam Undang-Undang Perseroan yang ada, anggaran dasar juga menjadi payung hukum dalam Perseroan.

  Menurut Pasal 15 UU No.40 Tahun 2007, Anggaran dasar memuat sekurang- kurangnya: a. nama dan tempat kedudukan Perseroan;

  b. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;

  c. jangka waktu berdirinya Perseroan;

  d. besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;

  e. jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham untuk tiap klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan nilai nominal setiap saham; f. nama jabatan dan jumlah anggota Direksi dan Dewan Komisaris;

  g. penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS;

  h. tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Direksi dan Dewan Komisaris;

   i. tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen. 113 Pasal 82 ayat (3) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

  

  Perubahan anggaran dasar ditetapkan oleh RUPS. Oleh karena itu RUPS memiliki peranan yang besar dalam hal penentuan tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen.

  Tugas lain dari RUPS adalah meliputi tugas pengendalian terhadap kerja Direksi, sebagaimana diatur dalam Pasal 63 sampai dengan Pasal 69 UU No.40 Tahun 2007. Menurut Pasal 63 merupakan kewajiban dari Direksi menyusun rencana kerja tahunan sebelum dimulainya tahun buku yang akan dating. Menurut Pasal 64 rencana kerja ini harus disampaikan kepada RUPS untuk disetujui oleh RUPS, kecuali menurut anggaran dasar tugas ini dilimpahakan kepada Dewan Komisaris. Demikian RUPS sejak

   awal tahun buku sudah dapat mengendalikan kebijaksanaan-kebijaksanaan Direksi.

  Kemudian manakala RUPS menerima baik Laporan keuangan Direksi, RUPS berapat untuk menentukan apakah yang akan dilakukan pembagian keuntungan kepada

   para pemegang saham berikut besarnya dividen yang akan dibagikan.

  Sebelum dibagikannya dividen, RUPS akan menentukan jumlah penyisihan untuk cadangan sebagaimana yang diwajibkan oleh Undang-Undang. Kewajiban menyisihkan dana cadangan tersebut menjadi wajib sampai tercapai kumulatif sekurang-kurangnya 20% dari modal yang ditempatkan dan disetor.

  Selain penyisihan untuk cadangan dan pembagian dividen, laba bersih dapat juga digunakan untuk pembagian tantieme untuk anggota Direksi dan Dewan Komisaris serta bonus untuk karyawan. Berdasarkan keputusan RUPS tersebut dapat ditetapkan sebagian atau seluruh laba bersih digunakan untuk pembagian dividen kepada pemegang saham, cadangan, dan/atau pembagian lain seperti tansiem (tantieme) untuk anggota Direksi dan Dewan Komisaris, serta bonus untuk karyawan. Pemberian tansiem 116 Pasal 19 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. dan bonus yang dikaitkan dengan kinerja Perseroan telah dianggarkan dan

  

  diperhitungkan sebagai biaya. Maksud dari telah dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya adalah Perseroan harus mengakui biaya tantiem dan bonus sebagai beban pada tahun berjalan dimana kewajiban konstruktif tersebut telah timbul dan dapat

  

  diestimasi secara andal. Pemberian tantiem dan bonus dianggap sebagai beban pada tahun berjalan dan bukan sebagai distribusi laba bersih. Pembebanan tersebut disajikan

   pada laporan laba rugi dan diungkapkan pada catatan atas laporan keuangan.

  Tantieme ini adalah sebenarnya bagian dari keuntungan dan sifatnya adalah gratifikasi. Pada galibnya tantieme diberikan setahun sekali dan berbentuk suatu presentase tetap dari keuntungan bersih yang didapat dalam tahun baru silam. Jika tidak diperoleh

   keuntungan maka tantieme pun tidak diberikan.

  119 120 Penjelasan Pasal 71 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. http://www.bapepam.go.id/pasar_modal/publikasi_pm/info_pm/BAS/bas.htm, diakses tanggal 10 Juli 2013. 121 Ibid.

Dokumen yang terkait

19.0 within Motivasi Kerja 10.5 26.3 63.2 100.0 Total Count 3 14 13 30 Expected Count 3.0 14.0 13.0 30.0 within Motivasi Kerja 10.0 46.7 43.3 100.0 - Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Motivasi Kerja Penyuluh Pertanian di Kabupaten Karo

0 0 39

II. TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Motivasi Kerja Penyuluh Pertanian di Kabupaten Karo

0 0 22

1.1.Latar Belakang - Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Motivasi Kerja Penyuluh Pertanian di Kabupaten Karo

0 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemecahan Saham (Stock Split) - Analisis Dampakstock Split Terhadap Harga Saham Dan Volume Perdagangan Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bei (Sektor manufaktur, pertambangan, finansial dan agrikulturdari tahun 2010-2013)

0 2 17

BAB 2 LANDASAN TEORI - Pembuatan Game Tetris Dengan Kendali Pengenalan Perintah Suara Pada Smartphone Android

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepatuhan 2.1.1 Pengertian Kepatuhan - Gambaran Kepatuhan Pola Makan Penderita Hipertensi yang Berobat di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan Tahun 2015

0 0 24

2.1.1 Pengertian Kosmetik - Pemeriksaan Cemaran Timbal (Pb) pada Sediaan Lipstik yang beredar di Pasar Ramai Medan secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 15

BAB II METODE PENELITIAN - Analisis Rasio Keuangan Pada Hotel Mona Plaza Pekanbaru

0 2 43

BAB II KREDIT PEMBIAYAAN DALAM PERBANKAN A. Tinjauan Umum Tentang Kredit - Aspek Yuridis Pemberian Pembiayaan Modal Kerja pada Perbankan Syariah dengan Menggunakan Akad Mudharabah (Studi pada Bank Syariah Mandiri Cabang Medan Utama)

0 0 21

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Aspek Yuridis Pemberian Pembiayaan Modal Kerja pada Perbankan Syariah dengan Menggunakan Akad Mudharabah (Studi pada Bank Syariah Mandiri Cabang Medan Utama)

0 0 14