Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Evaluasi daya mengembang dan profil disolusi famotidin dari matriks kompleks polielektrolit Kitosan dan Gom Xanthan
EVALUASI DAYA MENGEMBANG DAN PROFIL DISOLUSI FAMOTIDIN
DARI MATRIKS KOMPLEKS POLIELEKTROLIT
KITOSAN DAN GOM XANTHAN
1) 1) 1) 1) Yuni Anggraeni , Farida Sulistiawati , Lisna Fauziah
Departemen Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Abstrak
Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi daya mengembang dan profil disolusi obat dari matriks kompleks polielektrolit (KPE) kitosan dan gom xanthan dengan harapan matriks ini dapat dimanfaatkan untuk sistem pelepasan obat tertahan di lambung (gastroretentive). KPE dibuat dengan perbandingan larutan kitosan dan larutan gom xanthan 1:4. Matriks dibuat dengan metode cetak langsung dalam 6 formula, yang didasarkan pada variasi konsentrasi KPE yaitu 40%, 60%, 80%, dan 92% yang dibandingkan dengan matriks kitosan dan gom xanthan. Matriks yang sudah dicetak dievaluasi daya mengembangnya dalam medium dapar asam klorida pH 1,2 selama 3 jam. Hasil uji daya mengembang menunjukkan semakin tinggi konsentrasi KPE semakin besar indeks mengembangnya. Uji disolusi dilakukan dengan alat uji disolusi tipe 2 (dayung) dalam medium dapar asam klorida pH 1,2 pada suhu 37 ± 0,5
C, kecepatan 50 rpm selama 8 jam. Hasil uji disolusi menunjukkan bahwa profil pelepasan keenam formula matriks famotidin mengikuti kinetika orde nol dan pelepasannya dikontrol oleh mekanisme difusi. Formula D (KPE 40%) memberikan profil disolusi famotidin terbaik.
Kata kunci: kitosan, gom xanthan, famotidin, kompleks polielektrolit.
Abstract
The present study was carried out to evaluate swelling degree and dissolution profile of famotidine from matrix polyelectrolyte complexes (PEC) chitosan and xanthan gum that prospective for gastroretentive system. PEC was made with chitosan solution and xanthan gum solution with ratio 1:4. The Matrix was made by direct compressed method in 6 formulas, which were based on PEC concentration, 40%, 60%, 80% and 92%, which compared with two formula as the control, 92% matrix of chitosan and xanthan gum. The swelling degree was determined in hydrochloric acid buffer medium pH 1.2 for 3 hours. The result showed that increasing PEC in the tablet matrix causing the swelling degree increased. The dissolution test was carried out by using dissolution testing apparatus 2 (paddle method) in a buffer medium pH 1.2 hydrochloric acid at temperature 37 ± 0.5
C, speed 50 rpm for 8 hours. The results showed a tendency to follow zero-order kinetics for all formulas, and the release profiles of famotidin was controlled by diffusion mechanism. Formula D (PEC 40%) showed the best dissolution profile.
Keyword : chitosan, xanthan gum, famotidine, polyelectrolyte complexes. PENDAHULUAN
Gastroretentive drug delivery system
(GRDDS) merupakan salah satu bentuk sediaan lepas terkendali yang dirancang untuk tetap tinggal di dalam lambung dengan tujuan untuk memperbaiki absorpsi obat ataupun karena sasaran kerja obatnya di lambung. Sistem penghantaran gastroretentif meliputi: bioadhesive system, floating system , dan swelling system.
[1]
Sediaan dengan sistem mengembang (swelling system) merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan. Bentuk sediaan dengan sistem mengembang harus didesain sedemikian rupa, sehingga dapat mudah ditelan, dan cepat menjadi besar saat mengalami kontak dengan cairan lambung.
Sediaan harus mengembang lebih besar dari diameter pilorus untuk mencegah sediaan melewati pilorus menuju usus halus.
[2]
Kitosan adalah senyawa polimer alam yang dihasilkan dari senyawa kitin yang terdeasetilasi. Kitosan merupakan polimer kationik yang memiliki sifat tidak toksik, biokompatibel, dan biodegradabel sehingga sangat potensial sebagai bahan pembawa dalam bidang farmasi dan kosmetik. Selain itu kitosan juga memiliki sifat dapat mengembang dalam media pelarutnya membentuk gel atau sistem koloid.
[3]
Diketahui kitosan memiliki kemampuan mengembang yang lebih baik dalam suasana asam, namun menurun dalam suasana basa, kemampuan mengembang atau swelling ini dapat mempengaruhi kemampuannya dalam menghambat pelepasan zat aktif.
[4,5]
Kitosan dengan sifat kationiknya dapat membentuk kompleks polielektrolit (KPE) dengan polimer lainnya yang bersifat anionik seperti alginat, karagenan, dan gom xanthan.
[6,7]
Kompleks polielektrolit diartikan sebagai kompleks kopolimer yang terbentuk dari gabungan polimer kationik dan polimer anionik. Kompleks polielektrolit ini dapat mengembang dalam medium asam maupun basa.
[5]
Berdasarkan penelitian Soysal sebelumnya mengenai pembentukan kompleks polielektrolit kitosan dan gom xanthan pada sediaan mikrokapsul, konsentrasi kedua polimer yang digunakan dan pH larutan kitosan pada saat pembuatan sangat berpengaruh terhadap derajat swelling (swelling degree ) mikrokapsul yang terbentuk. Kompleks kitosan-gom xathan 6:1 dengan konsentrasi masing-masing 0,7% dan pH larutan kitosan 5,5 memiliki derajat
swelling yang lebih baik dibandingkan
% 100
Grinding Mill dan diayak dengan ayakan
dengan perbandingan 1:4 (berdasarkan uji pendahuluan menunjukkan derajat swelling yang paling baik). Campuran yang sudah homogen dikeringkan dalam oven pada suhu 50 C selama 24 jam, kemudian dihaluskan dengan
[7]
Larutan kitosan 0,7% dalam HCl 1 N diatur pH-nya hingga 5,5 dengan NaOH 1 M. Larutan tersebut dicampurkan dengan larutan gom xanthan 0,7%
Pembuatan Kompleks Polielektrolit Kitosan-Gom Xanthan
= absorbansi pada bilangan gelombang 3450 cm
- -1 1,33= konstanta untuk derajat deasetilasi yang sempurna
A A % DD = derajat deasetilasi; A 1655 = absorbansi pada bilangan gelombang 1655 cm
- -1 ; A 3450
× ×
1 3450 1655
33 ,
1
% DD = 1 –
kompleks kitosan-gom xanthan dengan konsentrasi gom xanthan 1 % dan 1,5 % yang dibuat pada berbagai kondisi larutan kitosan dengan pH 4,5; 5,5 dan 6,2. Sementara kenaikan konsentrasi kitosan dapat mengakibatkan turunnya derajat swelling. Data hasil penelitian tersebut dapat dijadikan acuan untuk diteliti dan dikembangkan lebih lanjut dalam bentuk sediaan tablet gastroretentif dengan sistem mengembang.
Nilai derajat deasetilasi dapat dihitung dengan rumus:
A = absorbansi; P = jarak antara garis dasar dengan garis singgung antara dua puncak tertinggi pada bilangan gelombang 1655 cm -1 dan atau 3450 cm -1 ; P = jarak antara garis dasar dengan lembah terendah pada bilangan gelombang 1655 cm -1 dan atau 3450 cm
- -1 .
A = log P Po
rumus:
Infrared ). Nilai absorbansi dihitung dengan
Derajat deasetilasi kitosan ditentukan dengan metode base line Domszy dan Roberts. Kitosan dianalisis dengan spektrofotometer FTIR (Fourier Transform
Uji Derajat Deasetilasi Kitosan [8,9]
Famotidin (diperoleh dari PT Indofarma, Tbk.), Kitosan (PT Biotech Surindo Cirebon), gom xanthan (PT Indofarma, Tbk.), Laktosa (PT Brataco Chemika), HCl 1 M (Merck), HCl 0,2 N (Merck), NaOH 1 M (Merck), KCl 0,2 M (Merck) dan aquades.
METODOLOGI PENELITIAN Bahan
Pada penelitian ini akan diamati kemampuan mengembang dari kompleks polielektrolit kitosan dan gom xanthan sebagai matriks dengan konsentrasi 40%, 60%, 80%, dan 92%, yang kemudian dibandingkan dengan dua polimer penyusunnya dalam medium dapar asam klorida pH 1,2. Selain itu juga diamati kemampuan kompleks polielektrolit dalam mengendalikan laju pelepasan zat aktif melalui profil disolusi selama 8 jam.
[7]
mesh 40. Serbuk KPE yang terbentuk selanjutnya ditimbang untuk mengetahui Evaluasi Daya Mengembang
[10]
besarnya nilai perolehan kembali. Setiap tablet yang akan diuji ditimbang (W1) dan diukur diameternya (D1),
Wt
% perolehan kembali = × 100 %
Wm
kemudian dimasukkan ke dalam gelas piala 25 ml yang berisi 20 ml larutan medium
Analisis Gugus Fungsi
dapar asam klorida pH 1,2. Tablet harus Analisis gugus fungsi kompleks tercelup dalam medium. Setelah 15 menit polielektrolit dilakukan dengan tablet kemudian ditimbang (W2) dan diukur spektrofotometer inframerah atau Fourier diameternya (D2) kembali. Setelah itu
Transform Infrared (FTIR). Scanning
dilanjutkan ke interval waktu 30, 45, 60, 90, dilakukan pada bilangan gelombang 4000
- 1 -1 120 dan 180 menit. Indeks bobot
cm sampai 400 cm . Hal yang sama juga mengembang dihitung, kemudian dibuat dilakukan pada serbuk kitosan dan gom grafik antara indeks bobot mengembang xanthan. Hasil yang diperoleh dianalisis
[11] dengan waktu.
gugus fungsinya.
Indeks bobot mengembang (%) =
Pembuatan Tablet Matriks Famotidin
2 W
1 W − × 100 %
W
1 Tabel 1. Formula tablet famotidin dengan Diameter tablet diukur dengan jangka matriks kitosan, gom xanthan, dan KPE 1:4 sorong. Indeks diameter mengembang
Bahan Formula (mg)
dihitung, kemudian dibuat grafik antara
A B C D E F
indeks diameter mengembang dengan
Famotidin
40
40
40
40
40
40 [11]
- * waktu.
KPE 1 : 4 - - 460 200 300 400
Indeks diameter mengembang (%) =
- 260 160 Laktosa 60 -
2 D
1 D − × 100 %
Kitosan 460 - - - - - D
1
- Gom 460 - Keterangan: D2 = diameter basah; D1 = diameter Xanthan *
kering KPE = kompleks polielektrolit
Setiap formula ditimbang dengan bobot
Penentuan Panjang Gelombang
tablet 500 mg. Sebagai model obat digunakan
Maksimum Famotidin
famotidin dengan dosis 40 mg/tablet. Tablet Dibuat larutan famotidin dengan dibuat dengan metode cetak langsung secara konsentrasi 20 ppm dalam dapar asam manual. klorida pH 1,2. Selanjutnya dilakukan scanning dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 200-400 nm hingga diperoleh panjang gelombang maksimum famotidin dalam dapar asam klorida pH 1,2 (USP 30-NF 25, 2007). Diperoleh panjang gelombang maksimum famotidin 266,1 nm.
Pembuatan Kurva Kalibrasi Famotidin
Dibuat larutan famotidin dalam dapar asam klorida pH 1,2 dengan seri konsentrasi 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, 20 ppm, dan 25 ppm. Setiap konsentrasi larutan diukur serapannya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum famotidin. Kemudian dibuat persamaan kurva kalibrasi y = a + bx (USP 30 – NF 25, 2007).
- . Gugus inilah yang kemudian dapat membentuk kompleks polielektrolit dengan polimer lain yang mengandung ion negatif seperti gom xanthan.
Uji Disolusi
Profil pelepasan zat aktif famotidin dari sediaan tablet ditentukan dengan melakukan uji disolusi menggunakan alat uji disolusi tipe 2 (tipe dayung) dalam medium 900 ml medium dapar asam klorida pH 1,2 dengan kecepatan pengadukan 50 rpm, pada suhu 37 ± 0,5
C. Pengambilan aliquot sebanyak 10 ml dilakukan selama 8 jam pada menit 30, 60, 120, 180, 240, 300, 360, 420, dan 480. Setiap kali pengambilan 10 ml aliquot, volum medium diganti dengan 10 ml larutan medium yang baru dengan volum yang sama. Sampel disaring dengan kertas Whatman. Setiap cuplikan dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum famotidin yang telah diperoleh.
[11,12] HASIL DAN PEMBAHASAN Pembentukan Kompleks Polielektrolit
Kitosan diperoleh dari proses deasetilasi kitin. Kitosan yang digunakan dalam penelitian ini memiliki derajat deasetilasi 70,07% yang berarti bahwa terdapat sekitar 70,07% gugus asetil yang terlepas dari kitin dan menyisakan gugus NH
2
yang dapat terprotonasi menjadi NH
3
Gambar 1. Struktur molekul kitosan [13]
Gambar 2. Struktur molekul gom xanthan [14]
Kompleks polielektrolit yang terbentuk dari reaksi antara larutan kitosan dan larutan gom xanthan 1:4 adalah 87,67% dari total berat kitosan dan gom xanthan yang direaksikan. Perbandingan 1:4 ini mengacu pada hasil pendahuluan yang menunjukkan bahwa perbandingan tersebut menghasilkan derajat swelling yang lebih tinggi dibandingkan perbandingan kitosan-gom xa xanthan 1:1 dan yang diperkuat dengan ada adanya serapan pada
- 1 4:1.
1421,65 dan 1376,09 cm cm . Puncak pada
- 1
bilangan gelombang g 1059,55 cm menunjukkan adanya ikat atan glikosidik antar monomer.
Spektrum
IR gom xanthan, memperlihatkan adanya a gugus -OH yang ditandai dengan pita leba lebar pada bilangan
- 1
gelombang 2700-3600 cm cm . Puncak serapan
- 1
pada bilangan gelombang bang 1633,42 cm menunjukkan adanya gug gugus karboksilat –
- COO . Dan serapan n pada bila
- 1
gelombang 1057,19, cm cm menunjukkan adanya ikatan glikosidik ant k antar monomer.
Pada spektrum
IR kompleks polielektrolit, terdapat pita lebar pada
Gambar 3. Spektrum FTI TIR (A). KPE
- 1
Kitosan-Gom Xanthan; (B). ). Gom Xanthan; bilangan gelombang 3427,48 3427,48 cm yang (C). Kitosan menunjukkan adanya gug ugus hidroksi (–OH)
Untuk mengklarifikasi si terbentuknya dan/ atau gugus amin. Punc Puncak serapan pada
- 1
KPE antara kitosan dan gom om xanthan maka bilangan gelombang g 1625,61 cm dilakukan analisa spektrum FTIR (Fourier menunjukkan terjadinya pe pergeseran gugus –
) dari i kitosan, gom
- Transform Infrared
COO . Pergeseran punc puncak serapan pada
- 1
xanthan, dan KPE yang terbe rbentuk (Gambar bilangan gelombang 1540,63 1540,63 cm yang 3). Hasil analisis terhadap dap spektrum IR menandai terbentuknya gu gugus –NH– alifatik. kitosan menunjukkan adanya punc a puncak serapan
Ikatan glikosidik ditunjukka ukkan pada bilangan
- 1
pada bilangan gelombang pada pada 3100 – 3500 gelombang 1061,44 cm .
- 1
cm menunjukkan adanya g gugus amin (- NH
2 ) yang tertutup oleh gug ugus hidroksi (– Evaluasi Daya Mengemb bang
OH), karena terbentuk pita leba lebar pada daerah Daya mengemban bang menunjukkan bilangan gelombang yang sam ma. Puncak pada kemampuan senyawa dalam menyerap
- 1
bilangan gelombang 1650,62 0,62 cm menandai sejumlah cairan dan menge gembang. adanya gugus amin alifatik ali (-NH-).
Pada dasarnya baik aik kitosan maupun
- Sedangkan puncak serapan pa pada 2919,06 cm gom xanthan mempun unyai kemampuan
1
menunjukkan adanya gugus gus -CH alifatik
KPE 40% KPE 60% KPE 80% KPE 100% Kitosan 100% Gom Xanthan 100%
10
80 In 50 100 150 200 d ek s D ia m et er M en g em b a n g ( % ) Waktu (menit)
70
60
50
40
30
20
KPE 40% KPE 60% KPE 80% KPE 100% Kitosan 100% Gom Xanthan 100%
Gambar 4. Kurva hubungan waktu dengan
50 100 150 200 In d ek s B o b o t M en g em b a n g ( % ) Waktu (Menit)
50 100 150 200 250 300
3
Kitosan yang terionisasi pada pH 1,2 akan meningkatkan densitas muatan polimernya. Kondisi ini meningkatkan tekanan osmotik di dalam partikel gel, karena adanya penolakan gaya elektrostatik antara ion amonium (- NH
indeks diameter mengembang Proses mengembangnya matriks KPE dalam penelitian ini disebabkan oleh muatan yang berlawanan dari kedua polimer. Pada suasana asam pH 1,2 gugus amin kitosan (D- glukosamin) lebih banyak terion, karena kitosan merupakan basa lemah dan memiliki nilai pKa 6,2 – 7. Sedangkan gugus karboksilat gom xanthan (asam glukuronat) tidak terion, karena gom xanthan merupakan asam lemah yang memiliki nilai pKa 3,2 sehingga ikatan elektrostatik antara keduanya akan hilang pada pH asam maupun basa.
Gambar 5. Kurva hubungan waktu dengan
Polimer hidrofilik mempunyai struktur 3 dimensi yang mampu mengembang dalam air atau cairan gastrointestinal dan menahan sejumlah cairan. Struktur polimer yang berupa anyaman akan mengembang ketika cairan berpenetrasi dan masuk ke dalam sistem sehingga struktur anyaman merenggang.
indeks bobot mengembang matriks terutama gom xanthan yang dapat mengembang cukup stabil baik pada kondisi asam maupun basa bila dilihat dari rentang pH dan pKa-nya yang cukup lebar (pH 6 – 8 dan pKa 3,2). Hal ini dapat dilihat dari indeks bobot mengembang gom xanthan yang lebih besar dari indeks bobot mengembang KPE dan kitosan. Sedangkan indeks mengembang KPE berada di antara indeks mengembang gom xanthan dan kitosan.
- ). Perbedaan tekanan osmotik di dalam matriks dengan di luar (dalam medium) diseimbangkan dengan mengembangnya
Kompleks polielektrolit divariasikan konsentrasinya menjadi 40%, 60%, dan 80% sebagai matriks. Semakin tinggi komposisi matriks dalam formula semakin besar indeks mengembangnya. Tetapi pada konsentrasi 100% daya mengembangnya turun lagi. Indeks mengembang yang maksimal dihasilkan oleh konsentrasi polimer yang optimal. Begitupun dengan KPE, ada titik optimumnya yaitu sekitar 80%. Jumlah polimer yang terlalu banyak menyebabkan matriks menjadi lebih rigid sehingga memberikan hambatan dalam proses pengembangan. Daya mengembang matriks KPE tidak bisa mencapai ukuran yang diharapkan, yaitu melebihi ukuran dari diameter pilorus (12,8 ± 7 mm). Diameter matriks KPE hanya dapat mengembang mencapai ukuran 12 mm pada menit ke-180.
Profil Disolusi Famotidin
Berdasarkan hasil uji disolusi, kinetika pelepasan obat dari keenam formula yang diuji mengikuti orde nol. Penentuan kinetika pelepasan obat dilakukan menggunakan metode grafis, yaitu dengan melihat nilai koefisien regresi (r), yang diperoleh dari kurva hubungan antara waktu dengan konsentrasi (orde nol) maupun waktu dengan ln konsentrasi (orde satu).
Tabel 2. Data linearitas kurva untuk
menentukan orde dan mekanisme pelepasan famotidin
Formula Koefisien Regresi (r) t vs C t vs ln C t vs % terdisolusi t vs % terdisolusi
A 0,9876 0,9074 0,9876 0,9974 B 0,9719 0,9087 0,9719 0,9899 C 0,9692 0,8516 0,9692 0,9917 D 0,9620 0,8867 0,9620 0,9901 E 0,9793 0,9746 0,9793 0,9805 F 0,9783 0,8870 0,9783 0,9956
Kurva hubungan antara waktu dengan konsentrasi dari data yang diperoleh lebih linear daripada kurva hubungan antara waktu dengan ln konsentrasi. Ini berarti laju pelepasan famotidin konstan dari waktu ke waktu tidak dipengaruhi oleh konsentrasi obat dalam sediaan. Kinetika orde nol ini dapat terjadi karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi salah satunya adalah kelarutan zat aktif. Famotidin bersifat sedikit larut dalam air, oleh karena itu konsentrasinya dalam medium disolusi selalu konstan dan tidak terjadi kenaikan konsentrasi yang begitu tinggi. Obat terdisolusi secara perlahan dari dalam matriks ke medium disolusi. Faktor lainnya adalah kekuatan gel. Jenis matriks yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis matriks hidrofilik. Matriks hidrofilik akan membentuk lapisan gel hidrofilik saat mengalami kontak dengan medium. Adanya lapisan gel dapat menahan pelepasan obat lebih lama. Lapisan gel berfungsi sebagai penghalang disekeliling matriks yang mengontrol pelepasan obat dari dalam matriks dan penetrasi cairan ke dalam matriks. Semakin kuat dan tebal lapisan gel maka penetrasi cairan semakin sulit dan jumlah obat yang berdifusi keluar matriks menjadi semakin sedikit. Kekuatan dan ketebalan lapisan gel meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi KPE yang digunakan sebagai matriks. Hal ini sesuai dengan persamaan Stokes Einstein
[15]
yang menyatakan bahwa koefisien difusi berbanding terbalik dengan viskositas, yang berarti semakin tinggi viskositas dan kekuatan gel media, maka koefisien difusi suatu difusan semakin kecil yang ditunjukkan dengan pelepasan obat yang semakin lambat.
Mekanisme pelepasan obat dari keenam formula terjadi secara difusi yang dapat dilihat dari nilai koefisien regresi (r) yang diperoleh dari kurva hubungan antara persen pelepasan famotidin terdisolusi dengan akar waktu (model Higuchi) lebih linear dibandingkan nilai koefisien regresi kurva hubungan antara persen pelepasan famotidin terdisolusi dengan waktu (model Fick), karena adanya lapisan gel yang terbentuk.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, lapisan gel ini terbentuk karena gugus amin dari kitosan yang terionisasi dalam medium pH 1,2. Kondisi ini partikel gel karena terjadi penolakan gaya elektrostatik antara ion amonium. Perbedaan tekanan osmotik di dalam matriks dan di luar (dalam medium) diseimbangkan dengan mengembangnya gel.
[6] Gambar 6. Kurva persentase famotidin yang
terdisolusi dari matriks keenam formula dalam dapar pH 1,2 Dari penelitian ini diketahui bahwa matriks KPE menunjukkan perbedaan profil disolusi dibandingkan dengan matriks kitosan dan gom xanthan. Matriks KPE mampu menahan pelepasan famotidin lebih lama dibandingkan matriks kitosan dan gom xanthan pada konsentrasi yang sama (92%). Semakin tinggi konsentrasi KPE sebagai matriks dalam formula maka akan semakin lama menahan pelepasan obat. USP XXIV menggunakan istilah baku sediaan pelepasan dimodifikasi yaitu sediaan yang melepaskan zat aktif pada waktu atau lokasi tertentu untuk mencapai efek terapeutik atau
20
40
60
80 100 100 200 300 400 500 600
% F a m o ti d in T er d is o lu si Waktu (menit) A B C D E F kenyamanan penderita. Untuk sediaan pelepasan dimodifikasi yang akan dikendalikan selama 8 jam mempunyai persyaratan bahwa pada waktu 4 jam (Q 0,5), maka jumlah obat terlarut 45–75% dan pada waktu 8 jam (Q 1,0) jumlah obat terlarut tidak kurang dari 75%.
[16]
Maret 2010). [2] Chien, Y.W., 1992, Novel Drug
Dissertation Biopharmaceutical Evaluation of Microcrystalline Chitosan as Release-Rate-Controlling Hydrophilic Polymer in Granules for Gastro-Retentive Drug Delivery , https://oa.doria.fi/bitstream/handle/100 24/2522/biopharm.pdf?sequence=1
London: The Pharmaceutical Press. [4] Sakkinen, Mia, 2003, Academic
Pharmaceutical Excipients, 5 th ed.
Owen. 2006. Handbook of
[3] Rowe, Raymond C, P. J. Sheskey, S. C.
Delivery System, 2 nd ed ., Marcel Dekker Inc., New York.
http://www.ijhr.org/vol2_no1/ijhr_200 9_2_1_4_Khan.pdf (Akses tanggal: 21
Sehingga dari keenam formula, dapat disimpulkan formula D yang memberikan profil disolusi yang memenuhi syarat tersebut, karena selama 4 jam famotidin yang terdisolusi yaitu sekitar 61,41% dan selama 8 jam famotidin yang terdisolusi yaitu sekitar 85,80%. Matriks kitosan dan gom xanthan sebenarnya juga memberikan pelepasan obat yang baik yaitu sekitar 55,61% dan 49,67% selama 4 jam uji disolusi, tetapi pada kenyataannya tidak mungkin komposisi matriks dalam formula tablet nantinya akan mencapai 92%, tanpa adanya tambahan dari bahan lainnya.
International Journal of Health Research; 2(1): 23-44 (e215p33-54)
Systems: A Patent Perspective ,
[1] Dehghan, M. H. G., and F. N., Khan, 2009, Gastroretentive Drug Delivery
Meskipun demikian, matriks KPE 1:4 mampu menahan pelepasan famotidin lebih lama dibandingkan matriks kitosan atau gom xanthan saja. Kinetika pelepasan famotidin dengan mekanisme pelepasan difusi. Dan formula D dengan konsentrasi matriks KPE 40% dalam formula dapat memenuhi persyaratan untuk sediaan dimodifikasi sehingga cukup potensial digunakan untuk sistem pelepasan terkendali.
Matriks KPE 1:4 memiliki daya mengembang yang lebih baik dari kitosan, tetapi tidak lebih baik dari gom xanthan. Selain itu, daya mengembang KPE 1:4 belum cukup untuk menahan sediaan agar tetap berada di lambung dalam waktu yang cukup lama.
KESIMPULAN
(Akses tanggal: 15 Februari 2010).
[5] Berger, J., Reist, M., Mayer, J. M., Felt, O., Peppas, N. A., and Gurny, R., 2004,
Pengaruh Derajat Deasetilasi Bahan Baku Pada Depolimerisasi Kitosan ,
[12] Jaimini, M., Rana, A.C., Tanwar, Y.S., 2007, Formulation and Evaluation of
http://www.sphinxsai.com/PTVOL3/P T=%2056,RAVI%20KUMAR%20%20 (754-763).pdf (Akses tanggal: 15 Februari 2010).
ISSN : 0974-4304 Vol.1, No.3, pp 754- 763.
International Journal of PharmTech Research CODEN (USA): IJPRIF
and Evaluation of Effervescent Floating Tablet of Famotidine ,
[11] Kumar, Ravi, M.B., Patil, S.R., Patil, M.S., Paschapur, 2009, Formulation
Karakterisasi Kompleks Polielektrolit Kitosan-Na CMC sebagai Matriks Lepas Lambat, Thesis F-MIPA UI, Depok.
[10] Sa’diah, S., 2007, Preparasi dan
http://www.analitik.chem.its.ac.id/attac hments/-01_02- %20Bambang%20S%20dkk.pdf (Akses tanggal: 2 April 2010).
Departemen Kimia, FMIPA, Institut Pertanian Bogor
Masduki, Purwatiningsih, 2006,
Structure and interactions in covalently and ionically crosslinked chitosan hydrogels for biomedical applications,
(Akses tanggal: 2 April 2010). [9] Srijanto, Bambang, Imam, Paryanto,
Cangkang Udang serta Aplikasinya dalam Mereduksi Kolesterol Lemak Kambing , Semarang: Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik UNDIP. http://jreaktor.undip.ac.id/images/storie s/vol12/artikel_hargono_undip_11.pdf
2008, Pembuatan Kitosan dari Limbah
Food Hydrocolloids 23: 202 – 209. [8] Haryono, Abdullah, Indro, Sumantri,
Complexation Conditions on Xanthan- Chitosan Polyelectrolyte Complex Gel,
tanggal: 2 September 2010). [7] Soysal, Sanem, Argin, Peter, Kofinas, and Lo, Y.M., 2007, Effect of
Study of the Release Mechanism of Diltiazem Hydrochloride from Matrices Based on Chitosan-Alginate and Chitosan-Carrageenan Mixtures . http://captura.uchile.cl/jspui/bitstream/ 2250/2219/1/Tapia_C.pdf (Akses
[6] Tapia, C., Corbala, V., Costa, E., Gai, M.N., Yazdani-Pedram, M., 2003,
http://www.che.utexas.edu/research/bio mat/PDFReprints/EurJPharmBio_57_19- 34(2004).pdf (Akses tanggal: 21 Maret 2010).
European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics 57: 19–34
Famotidine Floating Tablets , Current Drug Delivery, Vol. 4, No. 1: 51-55
http://www.bentham.org/cdd/sample/cd d4-1/006AP.pdf (Akses tanggal: 15
Februari 2010). [13] Gupta, K.C., Kumar, M.N.V.R., An
verview on Chitin and Chitosan Applications with an Emphasis on Controlled Drug Release Formulations , J.M.S.—REV.
MACROMOL. CHEM. PHYS., C40(4), 273–308 (2000). [14] Hamman, Josias, H., 2010, A Review:
Chitosan Based Polyelectrolyte Complexes as Potential Carrier Materials in Drug Delivery Systems , ISSN 1660-3397. http://www.mdpi.com/journal/marinedr ugs
[15] Krowczynski, L., 1987, Extended
Release Dosage Forms , CRC Press, Florida, Hal: 115.
[16] Banakar, U.V., 1992, Pharmaceutical
Dissolution Testing, Marcel Dekker
Inc., New York, Hal: 133-181, 299- 310.