BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jantung dan Pembuluh Darah Jantung 2.1.1. Anatomi Jantung dan Pembuluh Darah Jantung - Profil Pasien Penyakit Jantung Koroner di Poli Jantung Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada Tahun 2013

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jantung dan Pembuluh Darah Jantung

2.1.1. Anatomi Jantung dan Pembuluh Darah Jantung

  Sistem kardiovaskuler merupakan sistem sirkulasi untuk pertukaran zat dalam tubuh manusia yang terdiri dari jantung sebagai pompa dan pembuluh darah sebagai pipa yang mengedarkan darah ke dan dari seluruh tubuh

  o

  (Saladin,2007). Organ jantung terletak dalam ruang toraks, dengan arah oblik (45 dari garis sagital) tepat di tengah daerah mediastinum, dan di atas diafragma. Mediastinum adalah daerah di antara kedua paru-paru (Ellis,2006). Batas atas jantung setinggi tulang rawan kosta ketiga di sebelah kanan dan ruang interkosta kedua di sebelah kiri dari sternum. Batas kanan jantung melebar dari tulang rawan kosta ketiga sampai mendekati tulang rawan kosta keenam. Batas kiri jantung berjalan turun dari ruang interkosta kedua sampai ke apeks yang terletak dekat garis midklavikula di ruang interkosta kelima. Sedangkan batas bawah jantung dari sternum di sebelah kanan tulang rawan kosta keenam sampai apeks di ruang interkosta kelima dekat garis midklavikula (Drake, et al.,2007).

  Jantung orang dewasa memiliki panjang 12 cm dari basis ke apeks. Diameter transversal jantung yang paling luas adalah 8-9 cm dan diameter anterior ke posteriornya adalah 6 cm. Jantung memiliki berat yang bervariasi rata-rata 300 gram untuk pria dan rata-rata 250 gram untuk wanita. Berat dewasa tersebut dicapai ketika berumur 17 sampai 20 tahun.

  Jantung dan pembuluh darah besar dari atau ke jantung dilapisi oleh suatu jaringan yang dikenal dengan nama perikardium. Perikardium terdiri dari 2 komponen penting, yaitu perikardium fibrosa yang kuat serta padat dan perikardium serosa yang tipis dan lembut. Perikardium serosa terdiri dari 2 lapis membran, yaitu bagian dalam (viseral) yang melekat ke jantung yang disebut epikardium dan bagian luar yang melekat pada perikardium fibrosa (parietal). Di antara lapisan viseral dan parietal terdapat cairan untuk membantu pergerakan jantung tanpa gesekan antara kedua lapisan viseral dan parietal ketika jantung berdenyut (Standring,2008). Ruang ini disebut kavitas perikardial.

  Dinding tiap ruang jantung terdiri dari 3 lapisan utama, yaitu lapisan yang paling luar adalah epikardium yang merupakan perikardium serosa bagian viseral yang berdinding tipis, lapisan di tengahnya adalah miokardium yang berdinding tebal yang berisi otot-otot jantung yang berguna untuk memompa jantung, dan lapisan paling dalam adalah endokardium yang merupakan lapisan yang tipis mirip jaringan ikat endotel dan subendotel (Moore, et al.,2010). Kebanyakan lapisan dinding jantung terdiri oleh miokardium, khususnya di ventrikel. Ketika jantung berkontraksi, khususnya ventrikel, miokardium akan memproduksi gerakan seperti memeras karena serat otot jantungnya yang berbentuk double

  

helix (Torrent-Guasp, et al.,2001 dalam Moore, et al.,2010). Gerakan ini

  menyebabkan volume ruang ventrikel mengecil sehingga darah terpompa masuk ke aorta atau arteri pulmonaris (Moore, et al.,2010).

Gambar 2.1. Letak Jantung dalam Rongga Toraks dan Tempat Mendengarkan Suara Katup Jantung, A = Aorta, P =

  Pulmonal, M = Mitral, T = Triskupid

  Sumber: Standring, S. 2008. Gray’s Anatomy: The Anatomical Basic of Clinical

  th Practice . 14 ed. Amsterdam: Churchill Livingstone Elsevier.

  Jantung memiliki empat buah ruang, yaitu 2 buah atrium dan 2 buah ventrikel. Antar atrium dipisahkan oleh septum interatrial, sedangkan antar ventrikel dipisahkan oleh septum interventrikuler. Atrium dan ventrikel sebelah kanan dipisahkan oleh katup trikuspid dan yang sebelah kiri dipisahkan oleh katup biskupid atau yang lebih dikenal dengan katup mitral. Katup trikuspid dan katup mitral berfungsi mencegah darah yang telah dipompakan atrium ke ventrikel kembali lagi ke atrium ketika ventrikel berkontraksi. Ujung-ujung katup ini diikat oleh korda tendinea ke muskulus papillaris. Darah dari ventrikel kanan akan dipompa ke paru melalui arteri pulmonaris. Sedangkan darah dari ventrikel kiri akan dipompakan ke seluruh tubuh melalui aorta dan sebagian kecil akan dipompakan ke jantung untuk menyuplai oksigen dan nutrisi untuk otot jantung melalui arteri koroner.

Gambar 2.2. Struktur Anatomi Jantung Bagian Dalam

  Sumber: Tortora, G. J., Derrickson, B., 2009. Principles of Anatomy and

  th 12 ed. Hoboken: John Wiley & Sons.

  Physiology.

  Pembuluh darah jantung terdiri dari arteri koroner dan vena kardial, dimana menyuplai sebagian besar darah ke dan dari miokardium. Endokardium dan jaringan subendokardial mendapat oksigen dan nutrisi dengan cara difusi atau mikrovaskuler dari ruang di jantung. Pembuluh darah jantung normalnya tertanam dalam jaringan lemak dan melalui permukaan jantung di dalam epikardium. Adakalanya, bagian dari pembuluh darah ini menjadi tertanam dalam miokardium. Pembuluh darah di jantung mendapat pengaruh inervasi dari sistem saraf simpatis dan parasimpatis (Moore, et al.,2010).

  Suplai darah jantung berasal dari arteri koroner yang merupakan cabang pertama aorta yang menyuplai darah ke miokardium dan epikardium baik atrium maupun ventrikel, yang memiliki 2 cabang, yaitu arteri koroner kanan dan kiri yang cabang utamanya terletak di sulkus interventrikuler dan atrioventrikuler. Arteri koroner kanan muncul dari sinus aorta anterior dan berjalan ke depan melalui trunkus pulmonaris dan atrium kanan, serta menyelusuri sulkus atrioventrikuler bagian kanan (Ellis,2006). Dekat dengan asalnya, arteri koroner kanan selalu memberikan percabangan ke nodus sinoatrial (SA node) yang memberikan percabangan ke nodus tersebut. Arteri koroner kanan kemudian berjalan turun melalui sulkus koroner dan bercabang menjadi arteri marginalis kanan, yang menyuplai darah ke bagian pinggir kanan jantung, dan berjalan ke apeks jantung, tetapi tidak mencapainya. Setelah memberikan percabangan ini, arteri koroner kanan berbelok ke kiri dan terus menyelusuri sulkus koroner ke arah posterior jantung. Pada bagian posterior, dimana pertemuan antara septum interatrial dan septum interventrikuler di antara 4 ruang jantung, arteri koroner kanan memberikan percabangan ke nodus atrioventrikuler (AV node) untuk menyuplai darah ke sana. Nodus sinoatrial dan atrioventrikuler merupakan bagian dari sistem konduksi listrik di jantung.

  Dominasi dari sistem arteri koroner berasal dari arteri koroner mana yang memberikan cabang ke arteri posterior yang berjalan menurun (posterior

  

decending artery ). Biasanya sistem arteri koroner ini didominasi arteri koroner

kanan sekitar 67%, arteri koroner kiri sekitar 15%, dan kombinasinya sekitar 18%.

  Arteri koroner kanan memberikan cabang interventrikuler posterior yang besar, yang berjalan turun di sulkus interventrikuler posterior. Cabang ini memberi suplai darah ke kedua ventrikel dan mengirim percabangan utuk menyuplai darah ke septum interventrikuler. Kadang-kadang cabang ini juga menyuplai darah ke jantung bagian diafragmatika (Moore, et al.,2010).

Gambar 2.3. Letak Arteri Koroner (A) Anterior (B) Posterior

  Sumber: Moore, K. L., Dalley, A. F, and Agur, A. M. R.. 2010. Clinically

  th Oriented Anatomy . 6 ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

  Diameter arteri koroner kiri lebih besar dari diameter arteri koroner yang kanan dan menyuplai darah lebih banyak ke miokardium termasuk seluruh ruang jantung dan septum interventrikuler, kecuali yang right dominance (dominan kanan) dimana arteri koroner kanan yang menyuplai bagian posterior jantung memiliki 2 percabangan utama, yaitu arteri sirkumfleksi dan arteri interventrikuler anterior. Arteri koroner kiri yang keluar dar aorta jarang memberikan percabangan ke SA node dan ketika mencapai sulkus atrioventrikuler, bercabang menjadi 2 atau 3 cabang utama. Arteri interventrikuler anterior merupakan cabang pertamanya yang sering digambarkan sebagai kelanjutan dari arteri koroner kiri. Arteri ini berjalan ke bawah, oblik, depan, dan ke kiri di sulkus interventrikuler dan mencapai apeks jantung. Adakalanya, terdapat variasi dari pembuluh darah ini, yaitu arteri ini berjalan terus ke apeks dan bertemu dengan cabang arteri interventrikuler posterior. Arteri ini juga bercabang menjadi cabang ventrikuler anterior kanan-kiri dan cabang septum anterior. Sedangkan arteri sirkumfleksi berjalan melalui sulkus atrioventrikuler, terus berjalan mengitari sampai ke bagian posterior jantung, dan berakhir di sebelah kiri dari pertemuan 4 ruang jantung. Arteri sirkumfleksi juga memiliki cabang, yaitu arteri marginalis kiri yang menyuplai darah ke batas kiri ventrikel kiri sampai ke apeks (Standring,2008).

Tabel 2.1. Daftar Arteri yang Menyuplai Jantung Arteri /cabang Asal Perjalanan Distribusi Anastomosis Koroner kanan (Right coronary artery = RCA)

  (40%) Berjalan naik pada permukaan posterior dari atrium kiri ke nodus SA

  Oriented Anatomy . 6 th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

  Sumber: Moore, K. L., Dalley, A. F., and Agur, A. M. R.. 2010. Clinically

  Ventrikel kanan dan kiri, serta sepertiga bagian IV posterior Cabang IV anterior dari LCA (pada apeks)

  IV posterior LCA (33%) Berjalan di sulkus IV posterior ke apeks jantung

  Atrium dan ventrikel kiri RCA Marginal kiri Cabang arteri sirkumfleksi dari LCA Mengikuti batas kiri jantung Atrium kiri Cabang IV

  Berjalan ke kiri melalui sulkus AV dan berjalan ke permukaan jantung posterior

  Ventrikel kanan dan kiri, serta dua per tiga bagian septum IV anterior Cabang IV posterior dari RCA (pada apeks) Sirkumfleksi LCA

  IV anterior LCA Melewati sepanjang sulkus IV anterior ke apeks jantung

  Atrium kiri dan nodus SA

  Nodus SA Cabang arteri sirkumfleksi dari LCA

  Sinus aortik kanan Melalui sulkus koronarius

  Sebagian besar atrium dan ventrikel kiri, septum IV, dan buntelan AV, bisa juga menyuplai nodus AV RCA

  Sinus aortik kiri Berjalan pada sulkus AV dan bercabang menjadi arteri IV kiri dan sirkumfleksi

  IV posterior Melewati nodus AV Nodus AV Koroner kiri (Left coronary = LCA)

  Nodus AV RCA dekat asal dari arteri

  Ventrikel kanan dan kiri, serta sepertiga bagian septum IV posterior Cabang IV anterior dari LCA

  IV posterior RCA (67%) Berjalan di sulkus IV posterior dari apeks jantung

  RCA Berjalan ke batas inferior dari jantung dan apeks Ventrikel kanan dan apeks jantung Cabang IV

  Trunkus pulmoner dan nodus SA Marginal kanan

  RCA dekat dengan asal dari arteri koroner kanan Berjalan naik ke SA

  (atrioventrikuler) di antara atrium dan ventrikel Atrium kanan, nodus sinoatrial (SA) dan atrioventrikuler (AV), dan bagian septum interventrikuler posterior Cabang sirkumfleksi dan interventrikuler (IV) anterior dari LCA Nodus SA

  Kebanyakan vena kardial kembali ke atrium kanan melalui sinus koroner, kecuali vena kardial anterior dan vena kordis minima yang langsung ke atrium kanan tanpa melalui sinus koroner (Moore,2010).

Gambar 2.4. Vena Kardial

  Sumber: Moore, K. L., Dalley, A. F., and Agur, A. M. R.. 2010. Clinically

  th Oriented Anatomy . 6 ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

2.1.2. Fisiologi Jantung dan Pembuluh Darah Jantung

a. Siklus Jantung

  Siklus jantung adalah siklus yang dimulai dari satu detakan jantung ke awal dari detakan selanjutnya. Setiap siklus dimulai dari aksi potensial yang terbentuk spontan dari SA node, yang terletak di dinding lateral superior dari atrium kanan dekat dengan pintu masuk vena cava superior. Aksi potensial berjalan dari SA node melalui kedua atrium dan kemudian melalui A-V bundle ke ventrikel. Karena suatu sistem rancangan dalam sistem konduksi dari atrium ke ventrikel, ada perlambatan lebih dari 0,1 detik dari hantaran listrik dari atrium ke ventrikel. Ini memungkinkan atrium untuk berkontraksi duluan untuk mengisi darah ke ventrikel sebelum kontraksi ventrikel yang kuat dimulai.

  Diastol merupakan suatu keadaan dimana jantung, terutama ventrikel terisi darah diikuti periode kontraksi yang dikenal sistol (Guyton & Hall,2006). Selama sistol atrium yang terjadi 0,1 detik, atrium mengalami kontraksi. Pada waktu yang sama, ventrikel mengalami relaksasi. Depolarisasi SA node menyebabkan depolarisasi atrium, yang ditandai gelombang P di elektrokardiografi (EKG), kemudian menyebabkan sistol dari atrium. Ketika atrium berkontraksi, atrium mendesak tekanan dari darah, yaitu melawan tekanan dari darah yang melalui katup atrioventrikuler ke dalam ventrikel. Sistol dari atrium menyumbang darah sebanyak 25 ml darah ke dalam tiap ventrikel (kira-kira 105 ml). Pada akhir sistol dari atrium juga merupakan akhir dari diastol ventrikel. Tiap ventrikel telah berisi

  130 ml pada akhir periode relaksasi dan volume darah tersebut disebut volume akhir diastolik atau end-diastolic volume (EDV). Kompleks QRS pada EKG menandakan awal dari depolarisasi ventrikel.

Gambar 2.5. Siklus Jantung

  th

  Sumber: Guyton, A. C., Hall, J. E.. 2006. Textbook of Medical Physiology. 11 ed. Philadelphia: Elsevier Saunders.

  Setelah itu, dilanjutkan sistol dari ventrikel yang disebabkan depolarisasi ventrikel. Selama sistol ventrikel, yang berlangsung 0,3 detik, ventrikel berkontraksi dan pada waktu yang bersamaan, atrium mengalami relaksasi pada diastol atrium. Ketika sistol ventrikel dimulai, tekanan meningkat di dalam ventrikel dan mendorong darah melalui katup atrioventrikuler sehingga katupnya tertutup. Untuk sekitar 0,05 detik, baik katup semilunar dan atrioventrikuler tertutup. Periode ini disebut kontraksi isovolumetrik.

  Kontraksi terus menerus membuat tekanan dalam ventrikel terus meningkat dengan tajam sampai melewati 80 mmHg pada ventrikel kiri dan 20 mmHg pada ventrikel kanan. Pada saat itu, darah dari jantung mulai dipompakan. Tekanan terus meningkat sampai 120 mmHg pada ventrikel kiri dan 25-35 mmHg pada ventrikel kanan. Periode ketika katup semilunar terbuka disebut ejeksi ventrikuler dan berlangsung selama 0,25 detik. Darah yang dipompakan baik ke aorta maupun ke arteri pulmonaris sebanyak 70 ml. Volume ini disebut volume sekuncup (stroke volume) dan sisanya sebanyak 60 ml disebut volume akhir sistol (end-systolic volume). Gelombang T dalam EKG menandakan awal dari repolarisasi ventrikel (Tortora,2009).

b. Aliran Darah Koroner (Coronary Blood Flow)

  Aliran darah koroner yang normal pada manumur rata-rata sekitar 225 mililiter/menit, dimana jumlah ini sekitar 4-5% dari jumlah curah jantung total. Selama aktivitas berat, jantung orang dewasa muda meningkat curah jantungnya menjadi 4-7 kali lipat dan memompa darah melawan tekanan arteri yang lebih tinggi dari normalnya. Akibatnya, kerja jantung dalam kondisi yang berat meningkat 6-9 kali lipat. Pada waktu yang sama, aliran darah koroner meningkat 3-4 kali lipat untuk menyuplai nutrisi lebih banyak yang dibutuhkan jantung, tetapi ini tidak sebanding dengan kerja jantung yang meningkat dimana berarti rasio energi yang dikeluarkan jantung dengan aliran darah koroner meningkat. Jadi, efisiensi energi oleh digunakan jantung meningkat dan tidak sebanding dengan suplai darah yang relatif kurang (Guyton & Hall,2006)

Gambar 2.6. Diagram Vaskularisasi Jantung pada Lapisan Epikardial, Intramuskular, dan Subendokardial

  th

  Sumber: Guyton, A. C., Hall, J. E.. 2006. Textbook of Medical Physiology. 11 ed. Philadelphia: Elsevier Saunders.

  Nutrisi tidak dapat berdifusi cukup cepat dari darah di ruang jantung untuk menyuplai seluruh lapisan sel yang menyusun dinding jantung. Alasan inilah yang membuat miokardium memunyai jaringan pembuluh darah sendiri, yaitu sirkulasi aliran darah koroner (Tortora,2009). Aliran darah koroner yang melewati ventrikel kiri menurun sampai jumlah yang minimal ketika otot jantung berkontraksi karena pembuluh darah kecil, terutama di daerah miokardium terkompresi oleh kontraksi otot jantung. Aliran darah pada arteri koroner kiri selama fase sistol hanya 10-30 % dari jumlah darah ketika fase diastol dimana otot jantung mengalami relaksasi dan banyak aliran darah terjadi. Efek kompresi dari sistol pada aliran darah koroner sangat kecil pada atrium kanan sebagai akibat dari tekanan ventrikel yang lebih rendah sehingga kompresi pada arteri koronernya sangat sedikit.

  Perubahan aliran darah koroner selama siklus jantung pada orang yang sehat tidak terlalu berdampak walaupun sewaktu aktivitas berat. Berbeda dengan orang yang memiliki gangguan pada arteri koroner, sedikit peningkatan denyut jantung yang mengurangi waktu diastol, akan mengganggu aliran darah koroner. Otot jantung mendapat perfusi nutrisi dari permukaan epikardial (luar) ke permukaan endokardial (dalam). Selama sistol, gaya kompresi lebih berefek pada aliran darah koroner pada lapisan miokardium dimana gaya kompresi lebih tinggi dan tekanan pembuluh darah jantung lebih rendah sehingga aliran darah koroner bagian miokardium menurun (Williams & Wilkins,2013). Tetapi pembuluh darah besar pada pleksus subendokardial yang normal dapat mengompensasi hal tersebut (Guyton & Hall,2006).

  Menurut Guyton & Hall (2006), ada beberapa hal yang mempengaruhi aliran darah koroner, yaitu:

1. Hasil metabolisme dari otot lokal

  Aliran darah yang melalui sistem koroner diregulasi oleh vasodilatasi arteriol lokal sebagai respon dari kebutuhan otot jantung akan nutrisi. Ketika kebutuhan akan nutrisi meningkat, maka akan terjadi vasodilatasi arteri koroner untuk mencukupi kebutuhan itu.

Gambar 2.7. Aliran Darah Koroner Kiri dan Kanan selama Siklus Jantung

  th

  Sumber: Guyton, A. C., Hall, J. E.. 2006. Textbook of Medical Physiology. 11 ed. Philadelphia: Elsevier Saunders.

  2. Kebutuhan akan oksigen Aliran darah koroner diregulasi juga oleh proporsi kebutuhan oksigen.

  Normalnya, sekitar 70% oksigen pada darah arteri koroner dipakai oleh otot jantung ketika istirahat dan meningkat atau menurun seiring dengan aktivitas yang dilakukan. Dengan meningkatnya aktivitas yang tidak diimbangi oleh suplai oksigen, berbagai substansi, seperti adenosin, ATP, ion kalium, ion hidrogen, karbon dioksida, bradikinin, prostaglandin, dan nitrit oksida, terlepas dan menyebabkan vasodilatasi arteri koroner.

  3. Kontrol sistem saraf otonom Pengaktifan sistem saraf simpatis menyebabkan pelepasan norepnefrin dan epinefrin dan merangsang reseptor α sehingga meningkatkan kontraksi dan denyut jantung. Itu menyebabkan peningkatan hasil metabolisme otot jantung dan mengaktifkan mekanisme regulasi oleh hasil metabolisme dan menyebabkan vasodilatasi. Sebaliknya, pengaktifan sistem parasimpatis menyebabkan pengeluarkan asetilkolin dan merangsang reseptor β sehingga menurunkan kontraksi dan denyut jantung. Itu menyebabkan penurunan hasil metabolisme otot jantung dan menyebabkan vasokonstriksi arteri koroner.

2.2. Penyakit Jantung Koroner

  2.2.1. Definisi

  Menurut Garko (2012), penyakit jantung koroner atau penyakit arteri koroner adalah sebuah penyakit jantung di mana dinding endotel bagian dalam pada satu atau lebih arteri koroner menjadi sempit baik sebagian ataupun total akibat akumulasi kronis dari plak ateromatous yang mengurangi aliran darah yang kaya nutrisi dan oksigen dari paru-paru ke otot jantung sehingga merusak struktur dan fungsi dari jantung dan meningkatkan resiko dari berbagai kejadian pada jantung seperti nyeri dada (contohnya angina pektoris) dan serangan jantung (infark miokard).

  2.2.2. Etiologi Penyebab tersering dari penyakit jantung koroner adalah deposit ateroma di jaringan subintima pada arteri koroner besar dan sedang (aterosklerosis).

  Penyakit jantung koroner juga dapat disebabkan spasme dari arteri koroner, vaskulitis (bisa karena systemic lupus erythematosus (SLE) atau sifilis), dan penyakit-penyakit yang mengenai arteri koroner, seperti emboli, diseksi, dan aneurisma, tetapi jarang menyebabkan penyakit jantung koroner (Porter & Kaplan,2011).

  Aterosklerosis adalah suatu proses kronis yang progresif dan tiba-tiba muncul dengan karakteristik berupa penumpukan lemak, elemen fibrosa, dan molekul inflamasi pada dinding arteri koroner. Aterosklerosis merupakan proses etiopatogenesis utama penyebab penyakit jantung koroner dan progresivitasnya berhubungan dengan faktor lingkungan dan genetik dimana faktor tersebut akhirnya akan berubah menjadi faktor resiko dari penyakit jantung koroner (Sayols-Baixeras, et al.,2014). Walaupun kejadian penyakit jantung koroner muncul di dekade ke-5 pada laki-laki dan dekade ke-6 pada perempuan, sesungguhnya proses aterosklerosis telah dimulai dari awal kehidupan, bahkan dari masa perkembangan janin (Lavezzi,2009 dalam Sayols-Baixeras, et al.,2014).

2.2.3. Epidemiologi

  a. Prevalensi

  Menurut Roger, et al. (2012) dalam Garko (2012), diperkirakan sekitar 16,3 juta orang (7% populasi orang Amerika dewasa di atas 20 tahun) menderita penyakit jantung koroner. Dari total populasi yang terdiagnosis penyakit jantung koroner, sekitar 8,3% adalah laki-laki dan 6,1% adalah perempuan. Diprediksi pada tahun 2030, sekitar 8 juta populasi Amerika dewasa yang lain akan terdiagnosis penyakit jantung koroner. Jumlah ini mencerminkan peningkatan prevalensi sebesar 16,6% dari prevalensi pada tahun 2010.

  Prevalensi penyakit jantung di Indonesia adalah 0,5% yang terdiagnosis oleh dokter dan sekitar 1,5% bila jumlah yang terdiagnosis ditambah dengan pasien yang memiliki gejala yang mirip dengan penyakit jantung koroner. Di Sumatera Utara, prevalensi penyakit jantung koroner yang terdiagnosis dokter adalah 0,5%, sedangkan yang terdiagnosis dokter pasien dengan gejala mirip penyakit jantung koroner adalah 1,1% (Riskesdas,2013).

  b. Insidensi

  Pada tahun 2011, 785.000 populasi Amerika dewasa akan mendapat serangan penyakit jantung koroner yang baru, dimana 470.000 populasi Amerika dewasa akan mendapat pengalaman sebuah serangan jantung berulang. Diperkirakan insidensi tiap tahun dari kasus baru serangan jantung adalah 610.000 dengan 325.000 serangan berulang. Rata-rata umur pertama kali mengalami serangan jantung adalah sekitar umur 64,5 tahun untuk laki-laki dan 70,3 tahun untuk perempuan (Roger, et al.,2012). Menurut Biro Sensus Amerika Serikat

  (2004), perkiraan insidensi penyakit jantung koroner di Indonesia adalah 1,05 juta kasus baru pada tahun 2004.

c. Mortalitas

  Setiap 25 detik, seorang di Amerika akan mengalami pengalaman kejadian yang berhubungan dengan koroner dan setiap menitnya, ada satu orang yang akan mendapat pengalaman ke,jadian jantung yang fatal, biasanya serangan jantung (Roger, et al.,2012).

  Berdasarkan data WHO (2011), kematian akibat penyakit jantung koroner di Indonesia mencapai 234 ribu atau 17,05% total kematian di Indonesia. Angka kematian yang sesuai umur (age adjusted death rate) adalah 150,77 per 100.000 populasi yang menempatkan Indonesia sebagai peringkat 51 di dunia.

2.2.4. Klasifikasi

  Penyakit jantung koroner termasuk dalam penyakit jantung iskemik kronis (ICD-10CM I25) memiliki kode I25.1 dengan nama atherosclerotic heart disease

  

of native coronary artery (penyakit jantung aterosklerosis dari arteri koroner itu

  sendiri), memiliki klasifikasi, yaitu: 1.

  Atherosclerotic heart disease of native coronary artery without angina

  pectoris (ICD-10CM I25.10) 2.

  Atherosclerotic heart disease of native coronary artery with angina pectoris (ICD-10CM I25.11) dibagi 4, terdiri dari :

  a) Atherosclerotic heart disease of native coronary artery with unstable

  angina pectoris (ICD-10CM I25.110)

  b) Atherosclerotic heart disease of native coronary artery with angina

  pectoris with documented spasm (ICD-10CM I25.111)

  c) Atherosclerotic heart disease of native coronary artery with other forms of

  angina pectoris (ICD-10CM I25.118)

  d) Atherosclerotic heart disease of native coronary artery with unspecified angina pectoris (ICD-10CM I25.119) (CDC,2014).

2.2.5. Faktor resiko

  Faktor resiko dari penyakit jantung koroner dibagi menjadi 2, yaitu: 1. Faktor resiko utama

  Faktor resiko utama adalah faktor resiko yang menurut banyak penelitian memberikan hasil yang bermakna dalam meningkatkan resiko dari penyakit jantung koroner, yang terbagi menjadi 2 bagian, yaitu:

  b) Faktor resiko utama yang tidak dapat dimodifikasi, terdiri dari :

  1) Penambahan umur

  Perubahan pada arteri koroner berkaitan erat dengan pertambahan umur (Deopujari & Dixit,2010). Hubungan umur dengan mortalitas dari penyakit jantung koroner membentuk grafik log linear sebagai akibat efek akumulasi dari kerusakan pembuluh darah yang lama dan kegagalan dalam mekanisme perbaikan (Vaidya, et al.,2011). Perubahan utama yang terjadi oleh penuaan adalah penebalan tunika intima disertai tunika media yang mengalami fibrosis. Ketebalan dari tunika intima yang diamati secara bertahap meningkat ketika dekade keempat dan kemudian menipis secara bertahap (Deopujari & Dixit,2010). Umur berperan penting dalam terjadinya penyakit jantung koroner karena dapat mempengaruhi faktor resiko lain, seperti tekanan darah tinggi, obesitas, dan kadar lemak. Berat badan yang merupakan faktor resiko yang dapat dimodifikasi meningkat pada umur dewasa tua. Gangguan dalam profil lemak, seperti nilai total kolesterol dan LDL meningkat disertai nilai HDL yang rendah, juga berhubungan dengan pertambahan umur (Ghosh,2010). Sekitar 82% orang meninggal akibat penyakit jantung koroner berumur di atas 65 tahun dan jumlah kasus pada umur antara 75 sampai 84 tahun akan menjadi 2 kali lipat pada 30 tahun kemudian (Odden, et al.,2011). Pada umur yang lebih tua, wanita yang mengalami serangan jantung menjadi lebih sering dari pria, kebanyakan dari wanita tersebut akan meninggal karena penyakit jantung koroner dalam beberapa minggu (AHA,2013). Pada setiap umur, ditemukan juga perbedaan pada faktor resiko yang meningkatkan resiko penyakit jantung. Pada dewasa muda, faktor resiko yang berperan, yaitu stress dan serba kecukupan, sedangkan pada dewasa pertengahan, faktor resiko yang berperan bertambah lebih banyak, yaitu stress, merokok, aktivitas fisik yang kurang, obesitas, pria, dan pengangguran. Dan pada umur tua, faktor yang berperan dalam menyebabkan penyakit jantung bertambah lebih banyak lagi, yaitu stress, riwayat merokok, aktivitas fisik yang kurang, obesitas, laki- laki, pengangguran, kulit putih, dan kemiskinan (Wang & Wang,2013). 2)

  Jenis kelamin Pria memunyai resiko lebih besar dari perempuan dan mendapat serangan lebih awal dalam kehidupannya dibandingkan wanita (NHBLI,2011). Itu dikarenakan kebanyakan faktor resikonya tidak mau diubah oleh pria, seperti merokok, alkohol, dan kadar HDL yang lebih rendah dari wanita (Krämer, et al,2012) dan sebelum menopause, estrogen memberikan perlindungan kepada wanita dari penyakit jantung koroner (NHBLI,2011). Setelah masa menopause, ketika angka kematian pada wanita akibat penyakit jantung koroner meningkat, itu tidak melebih angka kematian pada pria (AHA,2013). Berbeda dengan pria, wanita memunyai faktor resiko tambahan yang meningkatkan kejadian terjadinya penyakit jantung koroner, seperti sindrom ovarium polikistik, preeklampsia, menopause, penggunaan obat kontrasepsi oral, dan terapi hormonal (Tan, et al.,2009). Wanita dengan sindrom ovarium polikistik meningkatkan resiko terjadinya sindrom metabolik dan faktor resiko penyakit jantung koroner yang lain, seperti diabetes melitus tipe 2 (Shaw, et al.,2008 dalam Maas & Appleman,2010).

  Preeklampsia pada wanita yang ditandai dengan hipertensi (>140/90 mmHg) dan proteinuria (> 0,3g/24 jam) setelah masa kehamilan 20 minggu juga beresiko 2 kali terkena penyakit jantung koroner dibandingkan wanita dengan normotensi selama masa kehamilan (Bellamy, et al.,2007 dalam Maas & Appleman,2010). Menopause yang awal pada seorang wanita akan meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner atau stroke sebesar 2 kali lipat dan meningkatkan resiko mortalitas akibat penyakit jantung koroner sebesar 1,5 sampai 2 kali lipat dibandingkan dengan wanita dengan waktu menopause yang normal (Wellons, et al.,2012). Wanita juga dapat hidup lebih lama dari pria dan memunyai kecenderungan ke salah faktor resiko utama dari penyakit jantung koroner, yaitu diabetes melitus dibandingkan pria (Lee, et al.,2013) dan hipertensi (Jamee,2013). 3)

  Genetik (termasuk ras) Riwayat penyakit jantung koroner dini pada keluarga merupakan faktor resiko yang bebas, dan diduga ada variasi urutan DNA yang diturunkan yang berperan dalam resiko penyakit jantung. Studi asosiasi mengenai genom berhasil mengidentifikasi SNPs (single

  

nucleotide polymorphism ) pada 13 daerah genom yang berkaitan

  dengan penyakit jantung koroner, infark miokard, atau keduanya (Musunuru & Kathiresan,2010). Diperkirakan salah satu gen yang berperan dalam kejadian penyakit jantung koroner adalah gen Ch9p21 SNPs dan gen tersebut juga berperan dalam kejadian infark miokard (Angelakopoulou,2012). Anak dari orang tua dengan penyakit jantung akan lebih berpotensi terkena penyakit jantung (AHA,2013). Baik pria maupun perempuan yang memiliki paling sedikit satu orang tua yang memiliki penyakit jantung koroner beresiko 1,4 sampai 1,6 kali terkena penyakit jantung koroner dibandingkan dengan orang tanpa orang tua yang menderita penyakit jantung koroner (Sundquist,et al.,2011). Orang Amerika Afrika memunyai tekanan darah yang sangat tinggi dan parah dibandingkan orang Kaukasia serta berpeluang lebih tinggi menderita pernyakit jantung. Itu dikarenakan mereka memiliki angka obesitas dan diabetes yang tinggi (AHA,2013).

  c) Faktor resiko utama yang dapat dimodifikasi, terdiri darah :

  1) Merokok

  Rokok mengandung zat kimia, seperti nikotin, karbon monoksida, ammonia, formaldehida, tar, dan lain-lain. Bahan aktif utamanya adalah nikotin (efek akut) dan tars (efek kronis). Efek nikotin pada sistem kardiovaskuler adalah efek simpatomimetik, seperti menyebabkan takikardi, kontraksi ventrikuler di luar sistol, meningkatkan noradrenalin dalam plasma, tekanan darah, cardiac

  output , dan konsumsi oksigen sehingga menyebabkan penyempitan

  aterosklerotik, penempelan platelet, dan menurunkan HDL. LDL menjadi lebih mudah memasuki dinding arteri yang berperan dalam patogenesis penyakit jantung koroner (Yathish, et al.,2011). Merokok juga meningkatkan oksidasi dari LDL dan meningkatkan berbagai faktor resko lain, yaitu hiperlipidemia, hipertensi, dan diabetes melitus (Kelley,2009). Banyak efek merokok yang sinergis sehingga meningkatkan faktor resiko penyakit jantung, seperti trombosis, disfungsi endotel, aterosklerosis, gangguan hemodinamik, dan menyebabkan resistensi insulin (Prasad, et al.,2009). Merokok, bahkan beberapa batang per hari, akan meningkatkan resiko menderita penyakit jantung (HeartUK,2012). Merokok meningkatkan resiko penyakit jantung koroner sebanyak 2-4 kali dari yang tidak merokok. Orang yang merokok satu bungkus rokok tiap hari meningkatkan resiko serangan jantung sebesar 2 kali lipat dari yang belum pernah merokok (AHA,2013). Mereka yang merokok terus menerus memiliki resiko terkena penyakit jantung koroner 2,01 kali lipat bila kurang dari 10 tahun dan 5,12 kali lipat bila lebih dari 10 tahun (Ram & Trivedi,2012(a)). Mengisap rokok meningkatkan resiko penyakit jantung koroner lebih besar dibandingkan yang memakai pipa dan cerutu (Yathish, et al.,2011). Wanita yang merokok memunyai resiko 25% lebih besar terkena penyakit jantung koroner dibandingkan dengan pria yang merokok bila bebas dari faktor resiko yang lain (Huxley & Woodward,2011). 2)

  Kadar lemak yang abnormal (kolesterol dan trigliserida) Salah satu komponen lemak tubuh adalah kolesterol. Kolesterol sangat penting bagi sel yang sehat, tetapi bila tubuh mengakumulasikannya dalam jumlah banyak, kolesterol akan berdeposit ke dinding pembuluh darah yang akan menyebabkan kerusakan dan bisa menghambat aliran darah. Jika ini terjadi, resiko serangan jantung akan meningkat (HeartUK,2012).

  Kolesterol terdiri dari 2 bentuk utama, yaitu HDL (high density

  

lipoprotein ) yang berperan dalam membawa kadar lemak yang

  tinggi dalam jaringan ke hati untuk dimetabolisme dan dikeluarkan dari tubuh dan LDL yang berperan membawa kolesterol ke jaringan, termasuk arteri koroner. Nilai LDL yang tinggi dan HDL yang rendah berperan dalam peningkatan resiko penyakit jantung, terutama penyakit jantung koroner (NHLBI,2011). HDL memiliki fungsi yang sangat menarik termasuk aktivitas antiinflamasi, antioksidan (McGrowder, et al.,2011), antiapoptotik, dan antitrombotik (Ali, et al.,2012). Aktivitas dari antioksidan dan antiinflamasi yang tinggi dari HDL berhubungan dengan perlindungan tubuh terhadap penyakit kardiovaskuler (McGrowder, et al.,2011). Komponen LDL yang berperan sebagai faktor resiko yang penting adalah lipoprotein a (lp(a)). Mekanisme patogenesis lp(a) yang berlebihan meliputi peningkatan trombogenesis dan gangguan fibrolisis akibat berkompetisi dengan plasminogen, penghambatan

  transforming growth factor β,

  ketidakstabilan plak, peningkatan proliferasi dan migrasi otot polos, pembentukan trombus penyumbat, gangguan pembentukan pembuluh darah kolateral, peningkatan pengambilan oksidasi dan retensi LDL, dan upregulation dari pengekspresian plasminogen

  

activator inhibitor (PAI-I). Serum lp(a) didapati lebih rendah pada

  umur 20-30 tahun dan lebih tinggi pada umur 50-60 tahun (Sharma, et al.,2012). Hal lain yang berperan penting dari komponen LDL adalah lipoprotein-associated phospholipase A

  2

  (Lp-PLA

  2 ), yaitu sebuah enzim yang diekspresikan oleh sel

  inflamasi pada plak aterosklerotik dan dibawa oleh sirkulasi dengan berikatan utamanya dengan LDL. Lp-PLA

  2 menghidrolisis

  fosfolipid yang teroksidasi menjadi produk proinflamasi yang berperan dalam disfungsi endotel, proses inflamasi pada plak, dan pembentukan inti nekrotik pada plak (Thompson, et al.,2010). Komponen yang lain adalah trigliserida. Bila dalam darah terdapat jumlah lemak yang berlebih, terutama trigliserida, biasanya akan berpasangan dengan kadar HDL yang rendah (HeartUK,2012). Rasio non-HDL kolesterol, trigliserida, dan total kolesterol dengan HDL kolesterol lebih berhubungan erat dengan resiko penyakit jantung koroner pada masa depan dibandingkan hanya LDL kolesterol. Di sini juga ditemukan pada kadar LDL dalam berbagai level, individu dengan salah satu rasio peningkatan level non-HDL kolesterol, atau peningkatan level trigliserida, atau dengan peningkatan total kolesterol dibandingkan dengan level HDL kolesterol juga berpeluang berkembang menjadi penyakit jantung koroner (Arsenault, et al.,2010). 3)

  Tekanan darah tinggi Tekanan darah tinggi meningkatkan kerja jantung dan menyebabkan dinding jantung menjadi tebal dan kaku yang menyebabkan jantung tidak berkerja dengan baik. Ini meningkatkan resiko kejadian stroke, serangan jantung, gagal ginjal, dan penyakit jantung kongestif. Ketika tekanan darah tinggi ini bergabung dengan faktor resiko yang lain, akan meningkatkan (AHA,2013). Patofisiologi dari hipertensi menyebabkan penyakit jantung koroner melalui 2 cara. Pertama, hipertensi menyebabkan kerusakan pada endotel yang akan menyebabkan senyawa vasodilator tidak dapat keluar dan membuat penumpukan okigen reaktif serta penumpukan faktor-faktor inflamasi yang mendukung perkembangan dari aterosklerosis, trombosis, dan penyumbatan pembuluh darah. Kedua, hipertensi menyebabkan peningkatan

  

afterload yang menyebabkan hipertropi dari ventrikel kiri. Itu

  menyebabkan meningkatnya kebutuhan oksigen miokardium dan menurunnya aliran darah koroner. Semua hal di atas mendukung terjadinya penyakit jantung koroner, gagal jantung, stroke, dan kematian jantung tiba-tiba (Olafiranye, et al.,2011). Orang dengan hipertensi memiliki resiko lebih besar terkena penyakit jantung koroner sebesar 3 kali lipat dibandingkan yang normotensi. Hipertensi juga secara signifikant berkaitan dengan perkembangan penyakit jantung koroner (Ram & Trivedi,2012(b)). Pulse pressure (PP), tekanan sistol, tekanan diastol, dan mean arterial pressure (MAP) merupakan prediktor kuat dari gejala penyakit jantung pada seseorang dengan hipertensi dan penyakit jantung koroner (Bangalore, et al.,2009). Pada seseorang dengan hipertensi, terjadi penurunan tekanan diastol padahal suplai nutrisi dan oksigen terjadi fase diastol, sehingga terjadi penurunan perfusi dan membuat otot jantung rentang terkena iskemik. Penurunan diastol meningkatkan besar rentang pulse pressure (Nogueira,2013). Seseorang dengan tekanan darah diastol <70 mmHg dengan tekanan darah sistol

  ≥ 120 mmHg berkaitan dengan resiko penyakit jantung dimana rata-rata peningkatan sistolnya adalah 20 mmHg (Franklin & Wong,2013). Tekanan sistol sekarang lebih berperan sebagai parameter yang sangat penting dibandingkan dengan tekanan diastol. Penurunan tekanan sistol sebesar 5-6 mmHg menurunkan resiko penyakit jantung koroner sebesar 16% dan resiko stroke sebesar 38% (Bangalore, et al.,2009).

  4) Aktivitas fisik yang kurang

  Aktvitas fisik dibagi 2 jenis, yaitu aktivitas fisik pekerjaan yang kadang-kadang dapat merusak kesehatan dan aktivitas fisik pada waktu santai (misalnya olahraga) yang bermanfaat bagi kesehatan. Aktivitas fisik pekerjaan sedang dapat menurunkan resiko penyakit jantung, berbeda halnya dengan aktivitas fisik yang berat yang tidak memberikan efek protektif terhadap penyakit jantung (Lie & Siegrist,2012). Ada peran olahraga terhadap sistem hemodinamik yang mempengaruhi interaksi endotel pembuluh darah dan otot polos (Newcomer, et al.,2011) dimana meningkatkan fungsi dan perbaikan dari pembuluh darah dengan cara meningkatkan

  

endothelial progenitor cell (EPC) (Lenk, et al.,2010). Aktivitas

  fisik yang kurang meningkatkan resiko penyakit jantung koroner sebesar 2 kali lipat dan dapat memperburuk faktor-faktor resiko yang lain, seperti tekanan darah tinggi, kadar kolesterol dan trigliserida yang tinggi, diabetes, dan berat badan yang berlebih (NHLBI,2011). Seseorang dengan aktivitas fisik sedang yang intensif selama 150 menit/minggu dan tambahan 300 menit/minggu akan menurunkan resiko penyakit jantung koroner sebesar 14% dibandigkan dengan orang yang tidak melakukan aktivitas fisik (Sattelmair, et al.,2011). 5)

  Berat badan berlebih (obesitas dan overweight) Obesitas abdominal atau sentral, dapat diukur melalui lingkar pinggang, dipertimbangkan sebagai sebuah faktor resiko yang kuat, terlepas dari berat badan (Canoy, et al.,2007 dalam Rana, et al.,2011). Obesitas, khususnya obesitas sentral, menyebabkan berbagai hal. Salah satunya adalah menyebabkan peningkatan kadar insulin dan resistensi insulin (diabetes melitus) dimana insulin menyebabkan peningkatan sistem saraf simpatis dan mempengaruhi ginjal untuk meretensi garam sehingga terjadi peningkatan tekanan darah. Obesitas juga menyebabkan defisiensi leptin dimana leptin berperan dalam mengatur rasa kenyang dan juga mengaktifkan sistem renin angiotensin aldosteron yang akan meningkatkan tekanan darah (Landsberg, et al.,2013). Obesitas berhubungan dengan inflamasi derajat rendah yang kronis itu dikarenakan berbagai substansi yang disekresikan oleh sel adiposa (sel lemak), seperti IL-1, IL-6, TNF-

  α, resistin, prostaglandin, angiotensinogen, endotelin, PAI-I, dan c-reactive protein (CRP) (Wang & Nakayama,2010). Pada orang obesitas, didapati kadar sirkulasi berbagai tanda-tanda inflamasi, seperti CRP, secretory

  

phospholipase A (sPLA ), fibrinogen, dan adiponektin,

  2

  2

  berhubungan linear dengan aktivitas fisik yang kurang dan pertambahan lingkar pinggang (Rana, et al.,2011). Orang dengan kelebihan lemak tubuh, terutama di daerah pinggang, beresiko berkembang menjadi penyakit jantung dan stroke jika tidak memunyai faktor resiko yang lain bahkan memperparah faktor resiko yang sudah ada. Berat badan berlebih akan meningkatkan kerja jantung karena meningkatkan jumlah tahanan perifer total sehingga tekanan darah menjadi tinggi (NHLBI,2011) dan menyebabkan penebalan dinding ventrikel tanpa pelebaran ruangan ventrikel sehingga terjadi peningkatan massa pada ventrikel terutama ventrikel kiri (Artham, et al.,2009). Selain meningkatkan tekanan darah, obesitas dapat meningkatkan level kolesterol dan trigliserida, serta menurunkan HDL (NHLBI,2011). Peningkatan 10 kg berat badan akan meningkatkan tekanan sistol sebesar 3 mmHg dan tekanan diastol sebesar 2,5 mmHg (Artham, et

  2

  al.,2009) dan setiap peningkatan IMT sebesar 4 kg/m meningkatkan resiko terkena penyakit jantung iskemik sebesar 26% (Nordestgaard, et al.,2012). Dengan menurunkan berat badan sebesar 10%, akan menurunkan resiko penyakit jantung (NHLBI,2011).

  6) Diabetes melitus

  Kadar gula darah yang tinggi akan menyebabkan peningkatan pembentukan plak ateromatous pada arteri (NHLBI,2011). Hiperglikemi pada orang diabetes menyebabkan banyak perubahan pada biomolekuler tubuh, yaitu peningkatan reduksi nicotinamide

  

adenine dinucleotide (NAD+) menjadi NADH yang belum terbukti

  sebagai stressor oksidatif seluler, peningkatan produksi uridine

  diphosphate (UDP) N-acetyl glucosamine yang diperkirakan

  mengubah fungsi enzimatik seluler, dan pembentukan advanced

  

glycation end product (AGE) yang secara langsung menganggu

  fungsi sel endotel dan mempercepat aterosklerosis, serta peningkatan reactive oxygen species (ROS) yang menganggu produksi nitrit oksida endotel dan menipiskan plak aterosklerosis sehingga mudah ruptur (Chiha, et al.,2012). Itu menyebabkan kematian pasien dengan diabetes melitus sering disebabkan serangan sindrom koroner akut dibandingkan yang tidak memiliki diabetes melitus (Unachukwu & Ofori,2012). Yang lebih penting lagi, glikolisasi dari protein pada dinding arteri yang diperkirakan berkonstribusi dalam pembentukan aterosklerosis diabetik (Chiha, et al.,2012). Pada tikus pada uji eksperimental memperlihatkan hiperinsulinemia menstimulasi sintesis asam lemak dengan meningkatkan transkripsi gen enzim lipogenik di hati. Asam lemak tersebut memacu produksi dari very low density lipoprotein (VLDL) sehingga dikenal resistensi insulin (diabetes melitus tipe 2) menginduksi dislipidemia (Steinberger, et al., 2009). Diabetes melitus meningkatkan resiko morbilitas dan mortalitas berbagai penyakit kardiovaskuler. Diabetes dengan sindrom metabolik secara signifikan meningkatkan level trigliserida, rasio level trigliserida dibandingkan HDL, atherogenic index of plasma (AIP), tekanan darah, dan IMT (Kalidhas, et al.,2011). Diabetes secara serius meningkatkan resiko menjadi penyakit jantung sebesar 2 kali lipat, terlepas dari faktor resiko lainnya (Sarwar, et al.,2010). Bahkan ketika kadar glukosa dalam darah dapat dikontrol, diabetes tetap akan meningkatkan resiko penyakit jantung dan stroke walaupun tidak separah yang tidak terkontrol kadar gula darahnya. Sekitar 65% orang yang terkena diabetes meninggal karena berbagai penyakit pada jantung dan pembuluh darah (AHA,2013).

2. Faktor resiko pendukung

  Faktor resiko pendukung adalah faktor yang berhubungan dengan peningkatan resiko penyakit jantung koroner, tetapi hasilnya tidak terlalu bermakna, terdiri dari:

  1) Stres

  Menurut Yayasan Jantung Inggris dalam Parswani, et al. (2013), peneliti mengindikasikan bahwa faktor psikologi, seperti stres, depresi, dan anxiety secara signifikan berkonstribusi dalam onset, gejala klinis, dan prognosis dari penyakit jantung koroner. Stres merupakan efek fisik dan emosi yang tidak diinginkan dimana dapat berefek pada jantung akibat perlepasan hormon-hormon tertentu yang meningkatkan tekanan darah dan dapat mendorong pembentukan clotting pada arteri. Yang termasuk pemicu stres termasuk isolasi sosial, stres pekerjaan, dan peristiwa akut atau kronik yang terjadi dalam kehidupan. Stres dan kecemasan bisa berperan dalam penyebab penyakit jantung koroner karena akan menyebabkan pembuluh darah arteri mengalami vasokonstriksi sehingga akan meningkatkan tekanan darah. Ini bisa menyebabkan peningkatan serangan jantung. Stres juga dapat menyebabkan seseorang makan makanan yang tinggi lemak dan gula berlebihan (NHLBI,2011). Beberapa peneliti menemukan hubungan antara resiko penyakit jantung koroner dan stres pada kehidupan seseorang, kebiasaan hidup sehat mereka, dan status sosioekonomi. Misalnya, ketika berada dalam keadaan stres, seseorang akan mulai merokok lebih dari yang mereka bisa (AHA,2013). Orang yang mengalami stres berat beresiko terkena penyakit jantung koroner sebesar 1,27 kali dibanding yang mengalami stres ringan (Richardson, et al.,2012). Menurut penelitian Orth-Gomér, et al. (2009), wanita dengan penyakit jantung koroner yang menerima program berbasis grup untuk menurunkan stres didapati angka harapan hidupnya 3 kali lebih besar 3 kali lipat dibandingkan yang mendapat perawatan yang biasa. 2)

  Alkohol Minum alkohol dalam jumlah sedang dapat menyebabkan penurunan resiko penyakit jantung (HeartUK,2012). Alkohol dengan dosis 15 g/hari untuk wanita dan dosis 30 g/hari secara signifikan bermanfaat meningkatkan meningkatkan level HDL, apolipoprotein A1, adiponektin, dan menurunkan level fibrinogen, tetapi tidak berefek pada level trigliserida (Brien,et al.,2010).

  Tetapi bila berlebihan, alkohol dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah sehingga menyebabkan gagal jantung dan memicu stroke (AHA,2013). Manfaat alkohol dalam menurunkan resiko penyakit jantung koroner hanya berlaku pada dewasa muda dan tidak bermanfaat bahkan merugikan pada dewasa pertengahan dan umur lebih tua (Hvidtfeldt, et al.,2010). 3)

  Diet dan Nutrisi yang tidak sehat Diet yang sehat dapat menjadi senjata yang baik dalam melawan penyakit jantung (AHA,2013). Mengonsumsi daging yang telah diproses, bukan daging merah, berkaitan dengan insidensi yang lebih tinggi dari penyakit jantung koroner (Micha, et al.,2010).