BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Efektivitas Penanggulangan Bencana Puting Beliung di Desa Lidah Tanah Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Indonesia memiliki potensi bencana alam yang tinggi yang pada dasarnya tidak lebih dari sekedar refleksi fenomena alam yang secara geografis sangat khas untuk wilayah tanah air kita. Indonesia merupakan negara kepulauan tempat dimana tiga lempeng besar dunia bertemu, yaitu Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik. Interaksi antar Lempeng-lempeng tersebut lebih lanjut menempatkan Indonesia sebagai wilayah yang memiliki aktivitas kegunungapian dan kegempaan yang cukup tinggi. Lebih dari itu, proses dinamika lempeng yang cukup intensif juga telah membentuk relief permukaan bumi yang khas dan sangat bervariasi, dari wilayah pegunungan dengan lereng-lerengnya yang curam dan seakan menyiratkan potensi longsor yang tinggi hingga wilayah yang landai sepanjang pantai dengan potensi ancaman banjir, angin puting beliung, penurunan tanah, dan tsunaminya. Peningkatan kerentanan ini akan lebih diperparah bila aparat pemerintahan maupun masyarakatnya sama sekali tidak menyadari dan tanggap terhadap adanya potensi bencana alam di daerahnya.

  Kesadaran terhadap Indonesia sebagai negeri yang rawan bencana belum benar- benar kuat, terbukti belum adanya institusionalisasi sikap terhadap bencana.

  Kesadaran yang minim ini terjadi baik di lingkungan pemerintahan maupun komunitasnya. Belum nampak sikap yang mencerminkan betapa pentingnya manajemen bencana apalagi mengaplikasikannya dengan benar.

  Pengalaman memperlihatkan bahwa kejadian-kejadian bencana alam selama ini telah banyak menimbulkan kerugian dan penderitaan yang cukup berat sebagai akibat dari perpaduan bahaya alam dan kompleksitas permasalahan lainnya. Berdasarkan peringkat jumlah korban tewas terbanyak, Indonesia menempati posisi kedua, di bawah Banglades. PBB mendata sedikitnya terdapat 191.164 jiwa yang tewas akibat bencana alam di Indonesia selama 1980-2009. Untuk kerugian ekonomi akibat bencana alam, Indonesia berada di peringkat ke delapan. Selama 1980-2009, negeri ini menderita kerusakan ekonomi senilai US$22,5 miliar. Penentuan nominal

  1

  kerugian itu beradasarkan pada riset harga PBB tahun 2005 . Semua masalah-masalah ini menuntut adanya upaya-upaya yang komprehensif dan efektif untuk mengurangi resiko bencana alam baik dalam kegiatan Prabencana, tanggap darurat, maupun pasca bencana dimana sebenarnya masalah ini sudah lama menjadi isu urgent baik bagi Badan Penanggulangan Bencana maupun pemerintah Indonesia.

  Pemerintah Indonesia mencoba membuat suatu kebijakan baru terkait penanggulangan bencana ini melalui UU No 24 tahun 2007 yang menggeser paradigma penanggulangan bencana dari responsif (terpusat pada tanggap darurat dan pemulihan) ke paradigma preventif (pengurangan resiko dan kesiapsiagaaan). Akan tetapi menurut seorang peneliti dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Widodo selama ini penanganan bencana alam lebih banyak diutamakan pada kegiatan pascabencana berupa tanggap darurat dan pemulihan daripada kegiatan prabencana 1 berupa mitigasi ataupun perencanaan penanggulangan bencana. Ia mengatakan, titik

  http://wahw33d.blogspot.com/2010/10/indonesia ‐ranking‐2jumlahkorban.html#ixzz26BMRxJ5v  diakses  pada 25 november 2012  lemah dalam siklus manajemen bencana adalah pada tahapan prabencana. Padahal sesungguhnya tahapan ini dapat memperkecil dampak bencana yang dialami daerah

  2 tersebut, tetapi pelaksanaannya malah seringkali dilupakan .

  Dalam Rencana Nasional Penanggulangan Bencana 2010-2014, isu lain yang juga menjadi perhatian utama yang tidak kalah pentingnya dalam penanggulangan bencana adalah belum adanya perencanaan penanggulangan bencana yang komprehensif. Setiap terjadi bencana, siapa berbuat apa belum jelas, masih sangat abu-abu. Semua ingin membantu tetapi kadang tidak tahu apa yang harus dilakukan. Apalagi pada saat sebelum terjadi bencana, apa yang harus dilakukan kadang masih bingung. Pada beberapa kegiatan malah dilakukan oleh beberapa instansi sehingga terjadi tumpang tindih. Produk yang berbeda satu dengan yang lainnya malah membingungkan pengguna (pemerintah daerah). Hal seperti ini perlu dibuat suatu rencana penanggulangan bencana yang melibatkan berbagai pelaku penanggulangan bencana.

  Selain itu, selama tanggap darurat beberapa hal yang perlu dilakukan namun

  3

  masih sering sekali mendapatkan kendala adalah dalam hal :

  a. memenuhi kebutuhan dasar pengungsi sesuai dengan standar minimum meliputi kebutuhan papan/hunian sementara, sandang, pangan, kesehatan dan keamanan lingkungan.

  2 http://edukasi.kompas.com/read/2011/01/07/14140710/Tahap.Prabencana.Selalu.Dilupakan ‐3  diakses 3  25 november 2012  Sudibyakto.

    2011.  Manajemen  bencana  di  Indonesia  ke  mana?.  Yogyakarta:Gajahmada  University  Press.  (hal:127)  b. menjamin bahwa kelompok rentan seperti bayi, balita, anak-anak usia sekolah, ibu hamil, ibu menyusui, dan orang tua mendapatkan prioritas penanganan c. memberdayakan kelompok pemuda/remaja untuk diajak bersama mengelola distribusi logistik, pendataan korban, pelayanan kesehatan sesuai dengan minat dan kemanpuan mereka

  d. menjamin agar tidak muncul dampak buruk bagi kesehatan manusia seperti berjangkitnya penyakit silikosis, ISPA, iritasi mata, gatal-gatal pada kulit, dan penyakit yang ditularkan melalui air,

  e. menciptakan korban bencana dan pengungsi segera pulih melalui kegiatan ibadah dan “trauma healing” Tidak kalah pentingnya adalah mengelola bantuan logistik yang saat ini dari segi jumlah sangat banyak, namun tidak merata distribusinya serta perlu perkiraan kebutuhan (need assessment) sehingga bantuan dari masyarakat sesuai dengan kebutuhan. Tentunya sangat dibutuhkan penanggulangan bencana yang efektif agar masalah-masalah di atas dapat diatasi.

  Humas Badan Nasional Penanggulanganan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menyatakan bahwa bencana yang terjadi kebanyakan merupakan bencana hidrometeorologi. Hidrometeorologi adalah bencana yang berkaitan dengan banjir, banjir bandang, kekeringan, tanah longsor, puting beliung. Puting beliung merupakan bencana yang paling banyak terjadi di daerah dan kota di Indonesia. Misalnya saja Data BNPB menyebutkan selama bulan Januari 2012 sebanyak 23 kejadian di 25 kabupaten Peristiwa tersebut menyebabkan 16 orang meninggal dan hilang, 420 orang menderita dan mengungsi, 477 unit rumah rusak berat, 83 rusak sedang dan

  2.270 unit rusak ringan. Secara keseluruhan kejadian selama Januari 2012 menyebabkan 41 orang meninggal dan hilang

  4

  . Begitu juga untuk daerah Sumut, puting beliung juga merupakan bencana yang mendominasi. Berikut beberapa bencana puting beliung yang terjadi di Sumut sepanjang tahun 2012: a.

  Di Kabupaten Tapanuli Tengah, 27 September 2012. 12 desa terendam.

  b.

  Di kawasan Desa Klampir Kampung Dalam, Hamparan Perak di Medan Sumatera Utara

  5

  10 Juni 2012 Sebanyak tujuh unit rumah menjadi korban puting beliung. Tujuh rumah tersebut rata dengan tanah diterpa angin puting beliung c. Di Desa Sei Mencirim, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deliserdang, Sumatera

  Utara (Sumut) 6 Oktober 2012 sedikitnya 15 rumah rusak diterjang angin puting beliung.

  d.

  Berikut data kejadian bencana puting beliung di kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2012, yaitu: di Desa Dolok Manampang, Dolak sagala, Kerapuh, di desa Pematang Kuala, di kelurahan Batang Terap, Sei Buluh. Tiga kecamatan yakni Pegajahan, Pantai Cermin, dan Perbaungan pada 29 September 2012 dilanda puting beliung menyebabkan 257 rumah rusak, 94 di antaranya rusak berat dan 163 rumah rusak ringan.

  Diantara beberapa daerah yang terkena bencana puting beliung ini, Kondisi terparah melanda delapan desa di Perbaungan, yakni Lidah Tanah, Suka Beras,

  4 http://erabaru.net/top ‐news/37‐news2/29394‐hanya‐sebulan‐50‐bencana‐menimpa‐indonesia  diakses  pada  

  27  oktober 2012  5

 www.tribunnews.com/2012/06/10/puting‐beliung‐sapu‐7‐rumah‐di‐medan diakses 27 oktober 2012  Pematang Tatal, Lubuk Dendang, Lubuk Rotan, Tanah Merah, Kesatuan, dan Pasar Bengkel dengan jumlah kerugian yang terbanyak pula yaitu sekitar 90 rumah rusak berat (RB) dan 155 rumah rusak ringan (RR). Diantara 8 desa di Perbaungan ini, desa Lidah tanah mengalami bencana yang terparah dimana melanda 98 rumah, 24 dengan keadaan rusak berat serta 74 rusak ringan. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Sumatera Utara, wilayah perbaungan dan Pantai cermin sebelumya sudah menjadi wilayah yang patut diwaspadai, karena berada disekitar Lubuk pakam. Dimana wilayah Lubuk Pakam sendiri, diklaim oleh

  6 Badan meteorologi dan Geofisika (BMKG) sebagai wilayah rawan perputaran angin .

  Sebagai wilayah yang diwaspadai ataupun rawan perputaran angin, selayaknya memang pihak Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) sudah memiliki rencana penanggulangan bencana yang lebih baik sehingga pelaksanaan tanggap darurat maupun rekonstruksi dan rehabilitasi pun dapat berjalan dengan lebih baik mengingat masyarakat korban bencana pastinya sangat mengharapkan penanggulangan bencana yang efektif untuk dapat meringankan beban dan penderitaan mereka.

  Berangkat dari pentingnya pelaksanaan penanggulangan bencana yang efektif dan juga mengingat bahwa bencana puting beliung merupakan bencana dominan dan mengancam khususnya di Sumut, serta mengingat bahwa Desa Lidah Tanah juga merupakan salah satu kondisi desa terparah di SUMUT, peneliti tertarik untuk

  6 http://www.dnaberita.com/berita ‐74213‐puting‐beliung‐melanda‐sergei‐151‐rumah‐rusak‐tersebar‐ di ‐3‐kecamatan.html diakses pada 10 April 2013    mengetahui lebih dalam mengenai penanggulangan bencana puting beliung yang dilakukan apakah sudah efektif atau tidak, maka penulis mengambil judul tentang

  

“Efektivitas Penanggulangan Bencana Puting Beliung di Desa Lidah Tanah

Kecamatan Perbaungan”.

  1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan uraian yang dikemukakan pada latar belakang maka yang menjadi perumusan pada penelitian ini adalah “Bagaimana Efektivitas

  

penanggulangan bencana Puting Beliung di Desa Lidah Tanah Kecamatan

Perbaungan?”

  Adapun yang menjadi sub rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

  1. Bagaimana Deskripsi Kejadian Bencana Puting Beliung di Desa Lidah Tanah?

  2. Bagaimana pelaksanaan penanggulangan bencana Puting beliung di Desa Lidah Tanah ?

  3. Apakah penanggulangan bencana yang dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah Serdang Bedagai terkhusus di Desa Lidah Tanah sudah efektif?

  4. Apakah kendala yang dialami BPBD Serdang Bedagai dalam pelaksanaan penanggulangan bencana puting beliung?

  1.3 Tujuan Penelitian

  Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

  1. Untuk mengetahui deskripsi Kejadian Bencana Puting Beliung di Desa Lidah Tanah Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai.

  2. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan penanggulangan bencana yang selama ini dilakukan BPBD Serdang Bedagai terkhusus dalam penanggulangan bencana puting beliung di Desa Lidah Tanah Kecamatan Perbaungan.

  3. Untuk mengetahui sejauh mana efektivitas pelaksanaan penanggulangan bencana puting beliung di Desa Lidah Tanah Kecamatan Perbaungan.

  4. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh BPBD setempat dalam melaksanakan penanggulangan bencana.

1.4 Manfaat Penelitian

  Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Secara subyektif, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk melatih, meningkatkan dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah, sistematis, dan metodologi yang digunakan penulis dalam menyusun suatu wacana baru dalam memperkaya wawasan dan ilmu pengetahuan khususnya mengenai efektivitas penanggulangan bencana puting beliung.

  2. Secara praktis, penelitian ini diharapakan dapat memberi masukan yang bermanfaat bagi pihak yang terkait khususnya di BPBD setempat terkait dengan efektivitas penanggulangan bencana puting beliung.

  3. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung bagi kepustakaan Departemen Ilmu Adminstrasi Negara.

1.5 Kerangka Teori

  Menurut Kerlinger, teori adalah serangkaian asumsi, konsep, defenisi dan proporsi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep dan kerangka teori disusun sebagai landasan berpikir untuk menunjukan perspektif dalam memandang fenomena sosial yang

  7

  menjadi obyek penelitian . Kerangka teori adalah bagian dari penelitian, tempat peneliti memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel

  8 pokok, subvariabel atau pokok masalah yang ada dalam penelitian .

1.5.1 Efektivitas Pelayanan Publik

1.5.1.1 Pengertian efektivitas

  Dalam kehidupan organisasi, efektivitas merupakan hal yang sangat penting dalam pencapaian tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Dengan kata lain, suatu aktivitas yang dikatakan efektif apabila sudah tercapainya tujuan dan sasaran yang telah ditentukan. Secara sederhana bahwa efektivitas kerja berarti

  7 8  Singarimbun, Masri. 1995. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES (hal 37)   Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian:Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. (hal 92)  penyelesaian suatu pekerjaan tepat pada waktu yang telah ditetapkan atau sesuai dengan rencana yang disusun.

  Stoner dan Kurniawan menekankan pentingnya efektivitas organisasi dalam pencapaian tujuan-tujuan organisasi dan efektivitas adalah kunci dari kesuksesan suatu organisasi. Efektivitas dalam kegiatan organisasi dapat dirumuskan sebagai tingkat perwujudan sasaran yang menunjukkan sejauh mana sasaran telah dicapai.

  9 Efektivitas umumnya dipandang sebagai tingkat pencapaian tujuan operatif .

  Atmosoprapto menyatakan efektivitas adalah melakukan hal yang benar sedangkan efisiensi adalah melakukan hal secara benar, atau efektivitas adalah sejauh mana kita mencapai sasaran dan efisiensi adalah bagaimana kita mencampur segala

  10 sumber daya secara cermat .

  Efektivitas memiliki 3 tingkatan sebagaimana didasarkan oleh David J. Lawless

  11

  antara lain :

  1. Efektivitas individu Efektivitas individu didasarkan pada pandangan dari segi individu yang menekankan pada hasil karya karyawan atau anggota dari organisasi.

  2. Efektivitas kelompok Adanya pandangan bahwa pada kenyataannya individu saling bekerjasama dalam kelompok. Jadi efektivitas kelompok merupakan kontribusi dari semua anggota 9 kelompoknya. 10  Kurniawan, Agung. 2005. Transformasi pelayanan publik. Jakarta:Pembaruan (hal 106) 

  Atmosoeprapto,  Kisdarto.  2002.  Menuju  sumber  dayamanusia  berdaya  dengan  kepemimpinan 

  efektif 11  dan manajemen efisiensi. Jakarta: Elex media komputindo (hal 139)   Gibson, Ivancevic dan Donnely. 1997. Perilaku Organisasi. Jakarta:Erlangga (hal 25) 

  3. Efektivitas organisasi Efektivitas organisasi terdiri dari efektivitas individu dan kelompok. Melalui pengaruh sinergitas, organisasi mampu mendapatkan hasil karya yang lebih tinggi tingkatannya daripada jumlah hasil karya tiap-tiap bagiannya.

  Dari uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa pada dasarnya efektivitas adalah tingkat pencapaian tujuan dan sasaran organisasional sesuai yang ditetapkan.

  Efektivitas adalah seberapa baik pekerjaan yang dilakukan, sejauh mana seseorang atau organisasi menghasilkan keluaran atau output sesuai dengan yang diharapkan.

  Berdasarkan pengertian-pengertian yang telah dipaparkan di atas, ada 4 hal yang merupakan unsur-unsur efektivitas, yaitu: a.

  Pencapaian tujuan, suatu kegiatan dikatakan efektif apabila dapat mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.

  b.

  Ketepatan waktu, suatu kegiatan dikatakan efektif apabila penyelesaian atau tercapai tujuan sesuai atau bertepatan dengan waktu yang telah ditentukan.

  c.

  Manfaat, suatu kegiatan dikatakan efektif apabila tujuan ini memberikan manfaat bagi masyarakat sesuai kebutuhan.

  d. Hasil yang diperoleh, adanya hasil dari program yang telah terlaksana sesuai dengan harapan masyarakat.

1.5.1.2 Pengukuran Efektivitas

  Pengukuran efektivitas seringkali menghadapi kesulitan. Hal ini disebabkan oleh pencapaian hasil (outcome) seringkali tidak dapat diketahui dalam jangka pendek, akan tetapi jangka panjang setelah program berhasil, sehingga ukuran efektivitas biasanya dinyatakan secara kualitatif (berdasarkan mutu) dalam bentuk pernyataan saja, artinya apabila mutu baik, maka efektivitas baik pula.

  Menurut pendapat Cambell menyebutkan ukuran dari efektivitas,

  12

  yaitu :Kualitas, produktivitas, kesiagaan, efisiensi, penghasilan, pertumbuhan, stabilitas, kecelakaan, semangat kerja, motivasi, kepaduan dan keluwesan.

  Sehubungan dengan hal-hal yang telah dikemukakan di atas, maka ukuran efektivitas merupakan suatu standar akan terpenuhinya mengenai sasaran dan tujuan yang akan dicapai. Selain itu, menunjukan pada tingkat sejauh mana organisasi, program/kegiatan berhasil melakukan fungsi-fungsinya secara optimal.

1.5.1.3 Pendekatan Terhadap Efektivitas

  Untuk mengetahui efektivitas kegiatan organisasi pelayanan publik, dikenal

  13

  ada beberapa pendekatan, yaitu : a.

  Pendekatan sasaran (Goal approach) Pendekatan ini memusatkan perhatiannya dalam mengukur efektivitas pada aspek output, yaitu dengan mengukur efektivitas pada aspek output, yaitu dengan mengukur keberhasilan organisasi publik dalam mencapai tingkatan output yang direncanakan. Beberapa sasaran yang dianggap penting dalam kinerja suatu organisasi adalah efektivitas, efisiensi, produktivitas, keuntungan, pengembangan, stabilitas dan kepemimpinan.

  12

http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/461/jbptunikompp unikom_h_i.pdf

‐gdl‐resminings‐23003‐10    diakses 13  pada 29 november 2011 

  

 Rohman, Ahmad ainur, dkk. 2008. Reformasi Pelayanan Publik. Malang:Averroes press ( hal:20‐21)  b.

  Pendekatan sumber (System resource approach) Pendekatan ini mengukur efektivitas dari sisi input, yaitu dengan mengukur keberhasilan organisasi publik dalam mendapatkan sumber-sumber yang dibutuhkan untuk mencapai performansi yang baik. Indikator yang dipergunakan dalam pendekatan ini adalah kemanpuan memanfaatkan lingkungan, menginterpretasi lingkungan, kemanpuan memelihara kegiatan organisasi dan kemanpuan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri dengan lingkungan.

  c.

   Pendekatan proses (Process approach)

  Pendekatan ini menekankan pada aspek internal organisasi publik, yaitu dengan mengukur efektivitas layanan publik melalui berbagai indikator internal organisasi, seperti efisiensi dan iklim organisasi. Indikator yang digunakan adalah komunikasi, perhatian, kerjasama, loyalitas, desentralisasi, pengambilan keputusan, dsb.

  d. Pendekatan integratif (Integrative approach) Pendekatan ini merupakan gabungan dari ketiga pendekatan di atas, yang muncul sebagai akibat adanya kelemahan dan kelebihan dari masing-masing pendekatan. Termasuk dalam pendekatan ini antara lain adalah pendekatan konstituensi, yakni pendekatan bidang sasaran dan kerangka ketergantungan.

  Pendekatan konstituensi memusatkan perhatiannya pada konstituensi organisasi, yani berbagai kelompok di dalam dan di luar organisasi yang mempunyai kepentingan terhadap performansi organisasi, seperti karyawan, pemilik, konsumen, dsb.

1.5.2 Manajemen Penanggulangan Bencana

  Manajemen bencana adalah suatu proses dinamis, berlanjut dan terpadu untuk meningkatkan kualitas langkah-langkah yang berhubungan dengan observasi dan analisis bencana serta pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, peringatan dini,

  14 penanganan darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi bencana .

Gambar 5.1 Model Siklus Bencana

  

Ben

cana

Kesia Resp pan on

  Reha Mitig bilitas asi i Reko

  Pence nstru

Pemb

gahan ksi

angun

an

   Sumber: (IIRR,Cordaid,2007:34)

  Secara umum, manajemen bencana ditujukan untuk:

  a. Mencegah dan membatasi jumlah korban manusia serta kerusakan harta benda dan lingkungan hidup b. Menghilangkan kesengsaraan dan kesulitan dalam kehidupan dan penghidupan korban

  14

  http://www.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=509  diakses  pada  30 

November

   2012  c. Mengembalikan korban bencana dari daerah penampungan/ pengungsian ke daerah asal bila memungkinkan atau merelokasi ke daerah baru yang layak huni dan aman.

  d. Mengembalikan fungsi fasilitas umum utama, seperti komunikasi/ transportasi, air minum, listrik, dan telepon, termasuk mengembalikan kehidupan ekonomi dan sosial daerah yang terkena bencana.

  e. Mengurangi kerusakan dan kerugian lebih lanjut.

  f. Meletakkan dasar-dasar yang diperlukan guna pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi dalam konteks pembangunan.

  Sedangkan yang menjadi Prinsip Utama Manajemen Bencana, adalah sebagai berikut:

  1. Tidak ada dua bencana yang sama (there are no two disasters alike), walaupun jenis bencana dan lokasinya sama.

  2. Efektivitas dan efisiensi manajemen bencana ditentukan oleh penguasaan akan karakteristik setiap bencana serta kejelasan aspek-aspek kunci sebagai berikut : a.

  Sasaran dan bentuk bahaya yang akan terjadi b.

  Sumber-sumber lokal yang tersedia c. Bentuk-bentuk organisasi manajemen bencana yang dibutuhkan d.

  Perencanaan pemenuhan kebutuhan bila bencana terjadi e. Tindakan yang harus dilakukan oleh sektor serta titik masuknya dalam siklus manajemen bencana (pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, peringatan dini, tanggap darurat, restorasi, rehabilitasi dan rekonstruksi) f.

  Pendidikan, pelatihan, dan pengembangan personel manajemen bencana secara berlanjut g.

  Kesejahteraan personel-personel bencana.

  3. Uang tunai merupakan bentuk bantuan manajemen bencana yang paling baik.

  Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Sebagaimana didefinisikan dalam UU 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, penyelenggaraan Penanggulangan Bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Penanggulangan bencana bertujuan untuk

  15

  : a. Memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana b.

  Menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada c. Menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh d.

  Menghargai budaya lokal e. Membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta f. Mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan dan kedermawanan

  15  Undang‐undang RI Nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana  g.

  Menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

  Siklus dalam penanggulangan bencana terdiri dari, pra bencana (situasi tidak terjadi bencana), prabencana (situasi terdapat potensi bencana), bila terjadi bencana, tanggap darurat dan pemulihan. Prinsip –prinsip dalam penangulangan bencana, yaitu: a.

  Cepat dan tepat Prinsip cepat dan tepat adalah bahwa dalam penanggulangan bencana harus dilaksanakan secara cepat dan tepat sesuai dengan tuntutan keadaan.

  b.

  Prioritas Prinsip prioritas adalah bahwa apabila terjadi bencana, kegiatan penanggulangan harus mendapat prioritas dan diutamakan pada kegiatan penyelamatan jiwa manusia.

  c.

  Koordinasi dan keterpaduan Prinsip koordinasi maksudnya bahwa penanggulangan bencana didasarkan pada koordinasi yang baik dan saling mendukung. Sedangkan prinsip keterpaduan maksudnya bahwa penanggulangan dilakukan oleh berbagai sektor secara terpadu.

  d.

  Berdaya guna dan berhasil guna Prinsip berdaya guna artinya bahwa dalam mengatasi kesulitan masyarakat dilakukan dengan tidak membuang waktu, tenaga dan biaya yang berlebihan. Sedangkan yang dimaksud dengan prinsip berhasil guna adalah bahwa kegiatan penanggulangan bencana harus berhasil guna, khususnya dalam mengatasi kesulitan masyarakat dengan tidak membuang waktu, tenaga dan biaya yang berlebihan.

  e.

  Transparansi dan akuntabilitas Prinsip transparansi artinya bahwa penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan dan prinsip akuntabilitas artinya bahwa penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara etik dan hukum.

  f.

  Kemitraan g.

  Pemberdayaan h. Nondiskriminatif

  Prinsip nondiskriminatif artinya bahwa negara dalam penanggulangan bencana tidak memberikan perlakuan yang berbeda terhadap jenis kelamin, suku, agama, ras dan aliran politik apapun. i.

  Nonproletisi Nonproletisi adalah bahwa dilarang menyebarkan agama atau keyakinan pada saat keadaan darurat bencana, terutama melalui pemberian bantuan dan pelayanan daruat bencana. Dalam melaksanakan penanggulangan bencana, maka penyelenggaraan

  16

  penanggulangan bencana meliputi : a. 16 tahap prabencana,

  Peraturan   Pemerintah  Republik  Indonesia  Nomor  21  Tahun  2008  Tentang  Penyelenggaraan    Penanggulangan Bencana  b. saat tanggap darurat c. pascabencana.

  Tahapan bencana di atas, sebaiknya tidak dipahami sebagai suatu pembagian tahapan yang tegas, dimana kegiatan pada tahap tertentu akan berakhir pada saat tahapan berikutnya dimulai. Akan tetapi harus dipahami bahwa setiap waktu semua tahapan dilaksanakan secara bersama-sama dengan porsi kegiatan yang berbeda.

  Misalnya pada tahap pemulihan, kegiatan utamanya adalah pemulihan tetapi kegiatan pencegahan dan mitigasi juga sudah dimulai untuk mengantisipasi bencana yang akan datang.

1.5.2.1. Tahapan Pra Bencana

  Pada tahap pra bencana ini meliputi dua keadaan yaitu : a.

   Dalam situasi tidak terjadi bencana

  Situasi tidak ada potensi bencana yaitu kondisi suatu wilayah yang berdasarkan analisis kerawanan bencana pada periode waktu tertentu tidak menghadapi ancaman bencana yang nyata. Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi bencana meliputi :

  1. Perencanaan penanggulangan bencana Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, agar setiap kegiatan dalam setiap tahapan dapat berjalan dengan terarah, maka disusun suatu rencana yang spesifik pada setiap tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana, meliputi: a.

  Pada tahap Prabencana dalam situasi tidak terjadi bencana, dilakukan penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana (Disaster Management Plan), yang merupakan rencana umum dan menyeluruh yang meliputi seluruh tahapan/bidang kerja kebencanaan. Secara khusus untuk upaya pencegahan dan mitigasi bencana tertentu terdapat rencana yang disebut rencana mitigasi misalnya Rencana Mitigasi Bencana Banjir DKI Jakarta.

  b.

  Pada tahap Prabencana dalam situasi terdapat potensi bencana dilakukan penyusunan Rencana Kesiapsiagaan untuk menghadapi keadaan darurat yang didasarkan atas skenario menghadapi bencana tertentu (single hazard) maka disusun satu rencana yang disebut Rencana Kontinjensi (Contingency Plan).

  c.

  Pada Saat Tangap Darurat dilakukan Rencana Operasi (Operational Plan) yang merupakan operasionalisasi/aktivasi dari Rencana Kedaruratan atau Rencana Kontinjensi yang telah disusun sebelumnya.

  d.

  Pada Tahap Pemulihan dilakukan Penyusunan Rencana Pemulihan (Recovery Plan) yang meliputi rencana rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilakukan pada pasca bencana. Sedangkan jika bencana belum terjadi, maka untuk mengantisipasi kejadian bencana dimasa mendatang dilakukan penyusunan petunjuk /pedoman mekanisme penanggulangan pasca bencana. Perencanaan penanggulangan bencana merupakan bagian dari perencanaan pembangunan. Perencanaan penanggulangan bencana disusun berdasarkan hasil analisis risiko bencana dan upaya penanggulangan bencana yang dijabarkan dalam program kegiatan penanggulangan bencana dan rincian anggarannya. Sedangkan penyusunan rencana penanggulangan bencana dikoordinasikan oleh:

  a. BNPB untuk tingkat nasional;

  b. BPBD provinsi untuk tingkat provinsi; dan c. BPBD kabupaten/kota untuk tingkat kabupaten/kota.

  Rencana penanggulangan bencana ditinjau secara berkala setiap 2 (dua) tahun atau sewaktu-waktu apabila terjadi bencana. Penyusunan rencana penanggulangan bencana dilakukan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Kepala BNPB.

  Secara garis besar proses penyusunan/penulisan rencana penanggulangan

  17

  bencana adalah sebagai berikut :

17 Peraturan

    Kepala  Badan  Nasional  Penanggulangan  Bencana  Nomor  4  Tahun  2008  Tentang    Pedoman  Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 

  2

   penang penanggu tugas  dan pe ko Bencana

  n kegiatan u kemanpuan bencana d cana an bencana u penanggul pengaturan untuk meng masyarakat dilakukan m langan benc n penanggu gurangi t dalam melalui cana ulangan

   

  aya   encana   encana

dampak

  merupakan ningkatkan k gan risiko n risiko benc anggulanga r bencana adap pelaku nfisik, dan

    d eran  instansi

   dampak be ggulangan  be ulangan

  gkajian  baha nan an

  ko bencana an serta men Pengurang pemantauan tisipatif pen budaya sadar mitmen terha a fisik, non

  enalan  & pen alan  kerenta kemungkina dakan

  a m k

  rangan risik an kerentana i bencana. enalan dan p ncanaan part embangan b ngkatan kom rapan upaya ana

  Alokasi  t ngan Risik

  Pilihan  tind Mekanisme  

  Penge Pengena Analisis  

  Penin e. Pener benca

  Peren c. Penge d.

  Penge b.

  Pengur ancaman da menghadap kegiatan: a.

  M

2. Pengura

  Untuk melakukan upaya pengurangan risiko bencana dilakukan penyusunan rencana aksi pengurangan risiko bencana yang terdiri dari: a. rencana aksi nasional pengurangan risiko bencana b. rencana aksi daerah pengurangan risiko bencana

3. Pencegahan

  Pencegahan dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko bencana. Pencegahan ini dilakukan dengan cara mengurangi ancaman bencana dan kerentanan pihak yang terancam bencana. Pencegahan dilakukan melalui kegiatan sebagai berikut: a. identifikassi dan pengenalan terhadap sumber bahaya atau ancaman bencana b. pemantauan terhadap penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam dan penggunaan teknologi tinggi c. pengawasan terhadap pelaksanaan tata ruang dan pengelolaan lingkungan hidup d. penguatan ketahanan sosial masyarakat

4. Pemaduan Penanggulangan Bencana

  Pemaduan penanggulangan bencana dalam perencanaan pembangunan dilakukan oleh pemerintah atau pemerintah daerah melalui koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi dan dilakukan dengan cara memasukkan unsur-unsur penanggulangan bencana ke dalam rencana pembangunan nasional dan daerah

  5. Persyaratan Analisis Risiko Bencana

  Persyaratan analisis risiko bencana ditujukan untuk mengetahui dan menilai tingkat risiko dari suatu kondisi atau kegiatan yang dapat menimbulkan bencana yang disusun dan ditetapkan oleh kepala BNPB dengan melibatkan instansi/lembaga terkait. Persyaratan analisis risiko bencana digunakan sebagai dasar dalam penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan, penataan ruang, serta pengambilan tindakan pencegahan dan mitigasi bencana.

  6. Pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang

  Pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang dilakukan untuk mengurangi risiko bencana yang mencakup pemeberlakuan peraturan tentang penataan ruang, standar keselamatan, dan penerapan sanksi terhadap pelanggar. Pemerintah secara berkala melaksanakan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan tata ruang dan pemenuhan standar keselamatan.

  7. Pendidikan dan pelatihan

  Pendidikan, pelatihan dan standar teknis penanggulangan bencana dilaksanakan dan ditetapkan oleh pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

  8. persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.

b. Dalam situasi terdapat potensi bencana

  Pada situasi ini perlu adanya kegiatan-kegiatan seperti:

  1. Kesiapsiagaan Kesiapsiagaan dilakukan untuk mematiskan upaya yang cepat dan tepat dalam menghadapi kejadian bencana. Kesiapsiagaan dilakukan melalui: a.

  Penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan bencana b.

  Pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian sistem peringatan dini c. Penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan kebutuhan dasar.

  d.

  Pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi tentang mekanisme tanggap darurat e.

  Penyiapan lokasi evakuasi f. Penyusunan data akurat, informasi, dan pemuktahiran prosedur tetap tanggap darurat bencana g.

  Penyediaan dan penyiapan bahan, barang, dan peralatan untuk pemenuhan pemulihan prasarana dan sarana.

  2. Peringatan Dini Peringatan dini dilakukan untuk pengambilan tindakan cepat dan tepat dalam rangka mengurangi risiko terkena bencana serta mempersiapkan tindakan tanggap darurat. Peringatan dini dilakukan melalui: a. Pengamatan gejala bencana

  b. Analisis hasil pengamatan gejala bencana c. Pengambilan keputusan oleh pihak berwenang

  d. Penyebarluasan informasi tentang peringatan bencana

  e. Pengambilan tindakan oleh masyarakat

  3. Mitigasi Bencana Mitigasi dilakukan untuk mengurangi risiko bencana bagi masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana. Kegiatan mitigasi dilakukan melalui:

  a. Pelaksanaan penataan ruang

  b. Pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata bangunan c. Penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, dan pelatihan baik secara konvensional maupun modern

  Kegiatan-kegiatan pra-bencana ini dilakukan secara lintas sector dan multi stakeholder, oleh karena itu fungsi BNPB/BPBD adalah fungsi koordinasi.

1.5.2.2 Tahapan Tanggap Darurat

  Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi: a. Pengkajiaan secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumber daya

  Hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi:

  1. Cakupan lokasi bencana

  2. Jumlah korban

  3. Kerusakan prasarana dan sarana

  4. Ganguan terhadap fungsi pelayanan umum serta pemerintahan

  5. Kemanpuan sumber daya alam maupun buatan b. Penentuan status keadaan darurat bencana

  Penetapan status darurat bencana dilaksanakan oleh pemerintah sesuai dengan skala bencana. Untuk skala nasional dilakukan oleh presiden, skala provinsi dilakukan oleh gubernur, dan skala kabupaten/kota dilakukan oleh bupati/walikota c.

  Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana Penyelamatan dan evakuasi korban dilakukan dengan memberikan pelayanan kemanusiaan yang timbul akibat bencana yang terjadi pada suatu daerah melalui upaya:

  1. Pencarian dan penyelamatan korban

  2. Pertolongan darurat

  3. Evakuasi korban d. Pemenuhan kebutuhan dasar

  Pemenuhan kebutuhan dasar ini meliputi bantuan penyediaan:

  1. Kebutuhan air bersih dan sanitasi

  2. Pangan

  3. Sandang

  4. Pelayanan kesehatan

  5. Pelayanan psikososial

  6. Penampungan dan tempat hunian e. Perlindungan terhadap kelompok rentan

  Dilakukan dengan memberikan prioritas kepada kelompok rentan berupa penyelamatan, evakuasi, pengamanan, pelayanan kesehatan dan psikososial. Kelompok rentan yang dimaksud terdiri atas: 1. bayi, balita, dan anak-anak

  2. Ibu yang sedang mengandung atau menyusui

  3. Penyandang cacat

  4. Orang lanjut usia f. Pemulihan dengan segera sarana dan prasarana vital

  Dilakukan dengan memperbaiki atau mengganti kerusakan akibat bencana.

1.5.2.3 Tahapan pascabencana

  Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pascabencana meliputi a. Rehabilitasi

  Dilakukan melalui kegiatan; 1. perbaikan lingkungan daerah bencana 2. perbaikan prasarana dan sarana umum 3. pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat 4. pemulihan sosial psikososial 5. pelayanan kesehatan 6. rekonsiliasi dan resolusi proyek 7. pemulihan sosial ekonomi budaya 8. pemulihan keamanan dan ketertiban

  9. pemulihan fungsi pemerintahan 10. pemulihan fungsi pelayanan publik b. Rekonstruksi

  Rekonstruks dilakukan melalui kegiatan pembangunan yang lebih baik, meliputi: 1. pembangunan kembali prasarana dan sarana 2. pembangunan kembali sarana sosial masyarakat 3. pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat 4. penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana 5. partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyaratan, dunia usaha, dan masyarakat 6. peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya 7. peningkatan fungsi pelayanan publik 8. peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat

1.5.3 Bencana Puting beliung

1.5.3.1 Bencana

  Menurut Asian Disaster Resources and Respons Network (ADDRN), bencana merupakan sebuah gangguan serius terhadap berfungsinya sebuah komunitas atau masyarakat yang mengakibatkan kerugian dan dampak yang meluas terhadap manusia, materi, ekonomi dan lingkungan, yang melampaui kemampuan komunitas atau masyarakat yang terkena dampak tersebut untuk mengatasinya dengan menggunakan sumber daya mereka sendiri

  

18

.

  Dalam Undang-Undang Penanggulangan Bencana No. 24 Tahun 2007 Bab 1

  Pasal 1 disebutkan bahwa bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

  Usep Solehudin (2005) mengelompokkan bencana menjadi 2 jenis yaitu: 1. Bencana alam (natural disaster) yaitu kejadian-kejadian alami seperti kejadian-kejadian alami seperti banjir, genangan, gempa bumi, gunung meletus, badai, kekeringan, wabah, serangga dan lainnya.

  2. Bencana ulah manusia (man made disaster) yaitu kejadian-kejadian karena perbuatan manusia seperti tabrakan pesawat udara atau kendaraan, kebakaran, huru-hara, sabotase, ledakan, gangguan listrik, ganguan komunikasi, gangguan transportasi dan lainnya. Berdasarkan cakupan wilayah, bencana terdiri dari:

  1. Bencana Lokal yang memberikan dampak pada wilayah sekitarnya yang berdekatan. Bencana terjadi pada sebuah gedung atau bangunan-bangunan 18

  

 Asian Resources and Response Network (ADDRN). Terminologi Pengurangan Risiko Bencana. 2010.   disekitarnya. Biasanya adalah karena akibat faktor manusia seperti kebakaran, ledakan, terorisme, kebocoran bahan kimia dan lainnya

  2. Bencana regional yang memberikan dampak atau pengaruh pada area geografis yang cukup luas, dan biasanya disebabkan oleh faktor alam, seperti badai, banjir, letusan gunung, tornado dan lainnya.

Tabel 1.1 Tanda-tanda alam yang menjadi penanda ancaman bencana akan datang

  Bentuk ancaman Tanda-tanda Topan 1.

  Bebek dan ayam beterbangan 2. Semut merayap ke atas 3. Hewan ternak gelisah 4. Kaki langit berwarna jingga 5. Sekeliling sangat tenang dan sunyi 6. Daun beterbangan 7. Gerakan binatang yang tidak biasa 8. Pohon kelapa tumbang 9. Kain bergesekan

  Letusan Gunung Berapi 1.

  Sumur kering dan penurunan ketinggian air

  2. Hewan-hewan turun dari gunung 3.

  Tekanan gas meningkat

  4. Warna uap berubah 5.

  Getaran gunung berapi 6. Suara gemuruh 7. Kawah bersinar 8. Perbedaan suhu di sumber air panas

  Gempa bumi 1.

  Keadaan cuaca yang gelap, berkabut dan berawan

  2. Hewan seperti kecoa, anjing, ayam, dan burung hantu menjadi gelisah dan menunjukkan tingkah di luar kebiasaannya

  3. Air tanah berubah warna Banjir bandang 1.

  Cuaca mendung 2. Hujan lebat terus menerus 3. Perilaku hewan yang tidak biasa 4. Air berubah warna 5. Permukaan air sungai naik

  Sumber:IIRR Cordaid; 2007:105

1.5.3.2 Bencana angin puting beliung

  Angin puting beliung adalah angin kencang yang datang secara tiba-tiba, mempunyai pusat, bergerak melingkar menyerupai spiral dengan kecepatan 40-50 km/jam hingga menyentuh permukaan bumi dan akan hilang dalam waktu singkat (3-

  19

  5 menit) . Siklon tornado, puting beliung dan water spout sama-sama merupakan pusaran atmosfer. Namun demikian, ukuran diameter tornado, puting beliung dan water spout sama-sama berkisar pada ratusan meter, sedangkan ukuran diameter siklon dapat mencapai ratusak kilometer. Tornado terjadi di atas daratan, sedangkan siklon tropis di atas lautan luas. Siklon tropis yang memasuki daratan akan melemah dan kemudian mati. Puting beliung merupakan sebutan lokal untuk tornado skala kecil yang terjadi di Indonesia, dan water spout merupakan tornado yang terjadi di atas perairan, (dapat berupa danau maupun laut).

  Tornado memiliki kecepatan angin 177 km/jam atau lebih dengan rata-rata jangkauan 75 m dan menempuh beberapa kilometer sebelum menghilang. Beberapa tornado yang mencapai kecepatan angin lebih dari 300-480 km/jam memiliki lebar lebih dari 1,6 km dan dapat bertahan di permukaan dengan lebih dari 100 km.

  Tornado biasanya diikuti dengan awan badai - thunderstorm (hujan angin yang di ikuti petir). Awan badai ini merupakan kumpulan energi yang sangat banyak sehingga menimbulkan gaya dorong ke dalam awan. Awan terbentuk dari pengkondensasian air di udara, setiap gram air yang terkondensasi setara dengan 600 kalori panas yang di hasilkan. Energi ini akan terus miningkat dan di rubah menjadi energi kinetik akibat pergerakan udara keatas dan kebawah. Rata-rata hujan badai melepaskan energi 10.000.000 kwh atau setara dengan 20 kilotonnuklir. Pergerakan 19 udara keatas ini lah yang membuat terjadinya pusaran udara atau yang di kenal

  Peraturan   Kepala  Badan  Nasional  Penanggulangan  Bencana  Nomor  8  Tahun  2011  Tentang  Standardisasi  Data  Kebencanaan  dengan tornado. Tingkatan skala tornado berdasarkanskala fujita. Nama ini diambil dari nama penemunya yang seorang meteorologis bernama Theodore fujita. Skala fujita ini memiliki enam tingkatan yaitu

  20

  e.

  20 http://teachgeograf.blogspot.com/2012/05/v ‐behaviorurldefaultvmlo.html diakses pada 9 Juli 2013   21

  Di darat. Tornado yang terjadi di perairan disebut water spout

  Daerah tumbuhnya Di laut, umumnya di atas lintang 10 derajat utara maupun selatan

  21 :

Kriteria Siklon Tornado

Tabel 1.2 Perbedaan siklon dan tornado

  Skala f5 merupakan skala tertinggi dengan kecepatan angin 261 sampai 318 mph. Pada tingkat ini, mobil akan berterbangan di udara dan seluruh truktur bangunan rumah akan luluh lantak di hantamnya.

  Skala f4 dengan kecepatan angin 207 sampai 260 mph yang mampu merusak struktur bangunan rumah.

  : a. Skala f0 merupakan tingkatan terendah dengan kecepatan angin 40 sampai

  d.

  Skala f3 dengan kecepata angin 158 sampai 206m ph.

  c.

  Kecepatan angin sekitar113sampai157mph.

  Skala f2, tornado mampu merusak rumah, truk, kereta api dan pepohonan.

  b.

  72mph Skala f1 dengan kecepatan angin 73 sampai 112 mph. Pada tingkat ini tornado mampu merusak atap bangunan dan mobil kecil.

   meteo.bmkg.go.id/siklon/learn/04/id diakses pada 14 juni 2013     

Dokumen yang terkait

Efektivitas Penanggulangan Bencana Puting Beliung di Desa Lidah Tanah Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai

11 110 157

Implementasi Penanggulangan Bencana Puting Beliung diDesa Sei Mencirim, Kabupaten Kutalimbaru, Kecamatan Deli Serdang

6 109 120

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Kunjungan Wisatawan di Kawasan Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 7

BAB I PENDAHULUAN - Analisis Perhitutungan Biaya Sumberdaya Domestik Komoditi Padi Sawah di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 10

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Gambaran Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani Padi di Desa Maligas Tongah Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun

0 0 7

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Perencanaan Pelaksanaan Pemekaran Desa di Kabupaten Labuhanbatu Selatan

0 0 36

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Studi Kualitatif Pencegahan Penyakit Infeksi Menular pada Komunitas Waria di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2013

0 0 8

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang - Koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)Kabupaten Karo dalam Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Sinabung

0 0 11

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Faktor yang Memengaruhi Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana di Desa Celawan Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 9

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Faktor Koordinasi dan Motivasi Kerja Petugas Penanggulangan Bencana terhadap Kesiapsiagaan Bencana Tanah Longsor di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2011

0 0 13