Penilaian Metode Bray II dan Truog Pada TanahSulfat Masam Potensial Untuk Tanaman Padi

  

TINJAUAN PUSTAKA

Tanah Sulfat Masam

  Endapan marine yang membentuk tanah sulfat masam, kaya akan pirit dan miskin kalium. Oleh karena itu sifat dan ciri tanah sulfat masam sangat ditentukan oleh keadaan pembentukan serta oksidasi daripada pirit. Daerah estuari adalah daerah yang mengalami interaksi antara air sungai dengan air laut, merupakan daerah pertanian yang potensial, tapi sayangnya daerah ini merupakan tempat pembentukan sulfida-sulfida. Faktor vegetasi, fisiografi, iklim dan fauna turut mempengaruhi pembentukan pirit. Vegetasi mempunyai peranan penting dalam pembentukan pirit. Untuk mereduksi sulfat diperlukan bahan organik sebagai

  Bahan organik merupakan substrat bagi mikroorganisme anaerob dan akibatnya terjadi deplesi oksigen sehingga menyebabkan penurunan redoks potensial dan peningkatan pH (Hanum, 2004).

  Tanah sulfat masam dicirikan oleh tingginya kandungan sulphur (0.4-3% S) dan rendahnya pH ketika dalam kondisi kering. pH tanah ini juga bisa tetap pada tingkat yang rendah dalam jangka waktu perendaman tertentu. Dalam percobaan reklamasi tanah sulfat masam tergenang dengan atau tanpa penambahan bahan organik akan terjadi perubahan pada pH

  2 S, pH dan konsentrasi

  • 3

  Fe . Konsentrasi H

2 S meningkat pesat setelah satu hari perendaman, terutama

  ketika bahan organik ditambahkan. Konsentrasi mencapai nilai puncak pada hari ketiga dan kemudian menurun lagi. Nilai puncak konsentrasi H S untuk perlakuan

  2

  penambahan bahan organik adalah pH

  2 S 5.6, sesuai dengan 0.085 ppm H 2 S. Penurunan konsentrasi H

2 S setelah nilai puncak paralel dengan peningkatan pH

  • 2 tetapi tidak dengan penurunan Fe konsentrasi (Tian-ren, 1985).

  Bila tanah digenangi, persediaan oksigen menurun sampai mencapai nol dalam waktu kurang dari sehari. Laju difusi oksigen udara melalui lapisan air atau pori yang berisi air, 10.000 kali lebih lambat daripada melalui udara atau pori yang berisi udara. Jasad renik aerob dengan cepat menghabiskan udara yang tersisa dan menjadi tak aktif lagi atau mati. Bakteri anaerob atau anaerob fakultatif berkembangbiak dengan cepat dan mengambil alih proses perebutan bahan organik tanpa menggunakan oksigen, dan sebagai gantinya menggunakan komponen tanah yang teroksidasi sebagai penangkap elektron. Hasil ini direduksi senyawa feri, senyawa antara dari pereputan bahan organik, sulfat, dan sulfit (Sanchez, 1993).

  Iklim mungkin berperanan dalam pembentukan pirit dalam hubungannya dengan produksi bahan organik. Tanah-tanah sulfat masam didaerah tropis biasanya terdapat di daerah iklim musiman, dengan demikian dapat tercipta keadaan aerobik dan menghasilkan tanah-tanah yang kaya sulfat masam dengan pH rendah (Noor, 2004).

  Senyawa-senyawa belerang yang banyak dijumpai di daerah pasang surut berasal dari laut. Kandungan unsur ini di dalam air laut sangat tinggi, berkisar antara 885 ppm, kurang lebih 4 kali kadarnya di dalam kerak bumi, granit, basalt ataupun shale. Proses pembentukan sulfida dimulai dari akumulasi sulfat yang timbul oleh proses-proses reduksi menjadi sulfida-sulfida dan S elementer. Proses ini dilakukan oleh bakteri-bakteri desulfofibrio dan desulfomaculum dalam suasana reduksi pada pH 7.0 – 8.5 dan kehadiran bahan organik. Tanaman- tanaman daerah tropik seperti Rizopora recemora, Nipa fructicans, dan Avicenia sp. merupakan sumber-sumber bahan organik yang diperlukan oleh bakteri-bakteri tersebut (Noor, 2004).

  Taraf selanjutnya pirit terbentuk dari reaksi antara FeS dan H

  2 S yang berlangsung disekitar daerah kontak antara sedimen dan genangan air diatasnya.

  Reaksinya sebagai berikut: Pembentukan pirit: FeS + S FeS

  2

  2FeS + 2H

2 S + O

  2 FeS 2 + 2H

  2 O

  menggambarkan reaksi redoks pembentukan senyawa ini adalah reaksi/kombinasi antara unsur Fe yang berikatan dengan S dan keduanya dalam kondisi tereduksi.

  Di alam pirit dijumpai dalam bentuk deposit mineral, dibawah lapisan permukaan tanah yang terus menerus tergenang dan tergantung pada kekayaan unsur besi dan sulfur. Tanah yang mengandung pirit umumnya ditemukan di wilayah pantai, pada pertemuan antara limpasan air yang mengandung sulfur dan air laut yang kaya besi (Lahuddin, 2011).

  Tanah yang kaya pirit disebut tanah potensial sulfat masam. Bahan pirit bila terekspos udara akan terjadi oksidasi pirit yang dibantu oleh bakteri sebagai katalisator, reaksinya sebagai berikut:

  • 2 +

  2FeS + 15/2O + 4H O Fe O + 4SO + 8H

  2

  2

  2

  2

  3

  4

  • 2 +3 -2

  Pada reaksi diatas kelihatan bahwa Fe teroksidasi menjadi Fe dan S menjadi

  • 6 +

  S , dan kelihatan pula terbebasnya H yang berpotensi mengasamkan tanah (Lahuddin, 2011).

  Pada kondisi anaerob atau tergenang, pirit dalam keadaan stabil. Sebaliknya dalam keadaan aerob, pirit mudah mengalami oksidasi, terbentuk asam sulfat. Bila karena drainase alami atau buatan, muka air tanah sampai ke lapisan pirit, maka tanah sulfat masam potensial berubah menjadi tanah sulfat masam aktual (Putu dan Adhi, 1990).

  Padi Sawah

  Dari bukti-bukti arkeologi, berdasarkan sejarah padi di masa purbakala sebelum 5.500 tahun yang lalu (sekitar 2960 SM). Hal ini bahkan lebih awal dari Cina (sekitar 2737 SM) dan di India (sekitar 1957 SM). Selanjutnya, gambar- gambar orang kuno di Pha Taem di provinsi Ubon Rajathanee bahwa pada 6.000 tahun lalu menunjukkan adanya tanaman padi (Gomez, 2001).

  Produktivitas padi di lahan pasang surut adalah berkisar dari 4-5 ton/Ha yang lebih rendah dari hasil di sawah irigasi yaitu 8 ton/Ha. Rendahnya produktivitas padi di lahan pasang surut disebabkan oleh rendahnya kesuburan tanah, yang dicirikan oleh kahat hara terutama fosfat, kemasaman yang tinggi, keracunan alumunium, besi dan pirit. Varietas Indra giri, Punggur, Marta pura, Mendawan, Mergasari, Siak raya, dan Tenggulang merupakan varietas padi yang toleran di lahan masam (Suwandi, dkk. 2012).

  Budidaya padi menggunakan sejumlah besar air biasanya dalam kondisi tergenang. Sawah dengan kondisi hidrologi artifisial yang bisa dikendalikan, yaitu melalui irigasi, meliputi setengah dari sekitar areal sawah di seluruh dunia, dan menghasilkan tiga-empat dari total produksi beras dunia (Nakano, 2004).

  Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Tanaman pertanian kuno berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis. Bukti sejarah memperlihatkan bahwa penanaman padi di Zhejiang (Cina) sudah dimulai pada 3.000 tahun SM. Fosil butir padi dan gabah ditemukan di Hastinapur Utara Pradesh India sekitar 100-800 SM. Selain Cina dan India, beberapa wilayah asal padi adalah, Bangladesh Utara, Burma, Thailand, Laos, Vietnam (Prihatman, 2000).

  Indonesia merupakan produsen padi terbesar ketiga di dunia setelah Indonesia mencapai 64.398.890 ton dan mengalami peningkatan produksi pada tahun 2010 menjadi 66.411.469 ton. Seiring dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk dan berkurangnya jumlah lahan produktif membuat kebutuhan padi semakin meningkat. Oleh karena itu, diperlukan usaha untuk meningkatkan produktivitas pertanian (Rusd, 2011).

  Unsur Hara P

  Unsur hara fosfor adalah unsur hara makro, dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak dan essensial bagi pertumbuhan tanaman. Sumber fosfor di dalam tanah terdiri dari bentuk organik dan anorganik. Anion-anion fosfat yang dapat larut menjadi bentuk yang tidak tersedia Karena terikat dengan logam- logam seperti Al, Fe dan Mn, sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Sebagai akibat dari sifat kimia fosfat, konsentrasi fosfat di dalam larutan tanah adalah rendah (Damanik, dkk., 2011).

  Ketersediaan fosfat meningkat setelah penggenangan, terutama karena

  3+ 2+

  reduksi feri (Fe ) fosfat menjadi fero (Fe ) fosfat, meskipun terjadi perubahan- perubahan yang lain, seperti hidrolisis dari aluminium fosfat dan larutan kalsium fosfat. Mekanisme perubahan yang dimaksud adalah sebagai berikut:

  3+ 2+

  1. ) fosfat menjadi fero (Fe ) fosfat melepaskan P, walaupun Reduksi feri (Fe sejumlah P yang dilepaskan akan diserap kembali

  2. Pelepasan occluded P akibat feri oksida yang menyeliputi P menjadi fero oksida yang lebih larut selama penggenangan. Penyelimutan P oleh feri oksida berada dalam liat dan zarah liat membentuk occluded P 3. Peningkatan pH tanah masam akibat penggenangan meningkatkan kelarutan 4.

  Dekomposisi bahan organik pada kondisi tanah anaerob meningkatkan kelarutan dari senyawa Ca-P maupun Fe-P dan Al-P melalui proses khelasi.

  Pengeringan tanah setelah penggenangan umumnya menurunkan kelarutan fosfor yang berasal dari tanah maupun pupuk dan meningkatkan fiksasi fosfor sehingga menurunkan kelarutan fosfor. Diantara berbagai fraksi fosfat, fosfat yang diselimuti oksida besi yang berkadar air (occluded phosfat) adalah sangat menarik karena tidak tersedia pada tanah yang tidak tergenang (Setyorini dan Abdulrachman, 2009).

  Bentuk P di dalam tanah selain dibedakan berdasarkan ketersediaannya, beberapa ahli juga membedakan P berdasarkan P-labil dan P-non labil. Seperti telah dijelaskan diatas bawa P-larut didalam tanah apabila hilang (diserap tanaman) akan segera cepat diganti oleh bentuk P-labil (sebagian bentuk P- teradsorpsi). Kecepatan senyawa P-labil untuk mengadakan kesetimbangan dengan P-larut membutuhkan waktu sekitar 24 hingga 48 jam. Sedangkan apabila waktu yang dibutuhkan lebih lama maka P tersebut berasal dari bentuk P-non labil (Winarso, 2005).

  Tanaman menyerap sebagian besar unsur hara P dalam bentuk ion

  • ortofosfat primer (H

  2 PO 4 ). Sejumlah kecil diserap dalam bentuk ion ortofosfat

  • 2

  sekunder (HPO

  4 ). Kemasaman tanah sangat besar pengaruhnya terhadap

  • perbandingan serapan ion-ion tersebut, yaitu makin masam kadar H PO makin

  2

  4

  • 2

  besar sehingga makin banyak yang diserap tanaman dibandingkan dengan HPO 4 .

  • 2

  Pada pH tanah sekitar 7,22 konsentrasi H

  2 PO 4 dan HPO 4 setimbang. Oleh

  karena sebagian besar tanah mempunyai pH dibawah 7, maka sebagian besar

  • 2

  dengan HPO . Hal inilah salah satu faktor yang menyebabkan tanaman lebih

  4

  banyak menyerap bentuk ion ortofosfat primer dibandingkan dengan bentuk ion ortofosfat sekunder (Winarso, 2005).

  Serapan hara P saat fase vegetative yaitu mulai perkecambahan hingga akan berbunga (umur 51 hari) total serapan tidak lebih dari 10%. Sehingga 90% unsur hara P selama pertumbuhannya diserap saat fase generative. Sedangkan apabila dihitung berdasarkan kecepatan serapan P setiap harinya menunjukkan bahwa kecepatan serapan P per hari pada fase generative bisa mencapai hamper 16 kali apabila dibandingkan dengan fase vegetative. Kadar P pada bagian generative tanaman (khususnya biji) lebih tinggi dibandingkan dengan bagian- bagian lainnya. Pada jerami padi kadar P adalah 0.09% dan pada biji padi kadar P adalah 0,28% (Winarso, 2005).

  Fiksasi fosfor berlangsung cepat pada tanah tergenang yang bereaksi masam atau netral. Fiksasi tersebut jauh lebih lemah pada tanah bereaksi agak alkali. Tanah yang mengandung oksida besi dan aluminium, halosit, dan alofan memfiksasi fosfor dalam keadaan tergenang maupun tanah kering (Setyorini dan Abdulrachman, 2009).

  • 2

  Tanaman menyerap fosfor dalam bentuk ion H

  2 PO 4 atau ion HPO 4 .

  Spesies ion yang merajai tergantung pada pH sistem tanah-pupuk tanaman, yang

  • mempunyai ketersediaan tinggi pada pH 5.5-7.0. Kepekatan H

  2 PO 4 yang tinggi

  dalam larutan memungkinkan tanaman mengangkutnya dalam takaran besar, karena perakaran tanaman diperkirakan mempunyai 10 kali loka penyerapan

  • 2 Serapan hara P yang cukup akan menjamin tanaman tumbuh dengan baik.

  Oleh karenanya pemupukan P pada lahan sulfat masam adalah komponen teknologi yang harus mendapat prioritas. Pengapuran untuk mengurangi kemasaman tanah dan unsur beracun dan pemupukan P untuk mengurangi kahat P diharapkan dapat meningkatkan produktivitas lahan sulfat masam. Dalam kaitan dengan pemanfaatan fosfat alam, lahan sulfat masam memiliki nilai tambah karena dengan tingkat kemasaman yang tinggi maka kelarutan fosfat alam akan lebih cepat. Karena sebagian kandungan fosfat alam adalah CaCO

  3 , maka

  pemanfaatan fosfat alam akan mampu mengurangi tingkat kemasaman tanah sehingga membantu memperbaiki pertumbuhan tanaman (Subiksa dan Diah, 2009).

  Pupuk Fosfat Alam

  Fosfat alam adalah mineral apatit yang umumnya memiliki kelarutan yang rendah, sehingga ketersediaannya untuk tanaman sangat rendah. Untuk meningkatkan kelarutannya, dalam proses pembuatan pupuk P komersial seperti SSP, TSP, SP-36 dan pupuk fosfat mudah larut lainnya, fosfat alam diasamkan dengan menambahkan asam kuat seperti asam sulfat atau asam fosfat (Subiksa dan Diah, 2009).

  Reaksi yang terjadi dapat digambarkan sebagai berikut: Ca

  10 (PO 4 )

  6 CO 3 + 7 H

  2 SO 4 + 3H

2 O 3Ca(H

  2 PO 4 )

  2 H

  2 O + 7 CaSO 4 + H

  2 CO

  3 Penambahan asam dimaksudkan untuk menghancurkan mineral apatit agar fosfat

  lebih tersedia bagi tanaman. Lahan sulfat masam dalam proses pembentukannya menghasilkan asam sulfat sehingga membentuk reaksi sangat masam dalam lingkungan tanah. Oleh karenanya fosfat alam yang diberikan pada tanah sulfat masam akan mengalami peningkatan kelarutan yang sangat signifikan, sehingga dapat dikatakan lahan sulfat masam adalah “pabrik pupuk alami” (Subiksa dan Diah, 2009).

  Fosfat alam merupakan salah satu pupuk fosfat alami karena berasal dari bahan tambang, sehingga kandungan P sangat bervariasi. Efektivitas fosfat alam pada lahan sulfat masam dipengaruhi oleh kualitas fosfat alam dan tingkat kehalusan butir. Fosfat alam yang bagus mengandung fosfat alam (P

  2 O 5 ) lebih dari 25% (Subiksa dan Diah, 2009).

  Kelemahan dari perubahan bentuk pupuk tunggal menjadi pupuk majemuk adalah harga per kilogram unsur hara jadi lebih mahal, dan petani lebih sulit menggunakan pupuk secara spesifik lokasi, karena kalau jerami atau sisa tanaman dikembalikan ke dalam tanah maka tanah tidak lagi memerlukan pupuk P dan K dengan takaran tinggi (Zaini, 2013).

  Metode Analisis P

  Analisis tanah merupakan cara yang cepat dan ekonomis untuk menentukan status fosfor suatu tanah. ada sejumlah faktor yang mempengaruhi ketersediaan fosfor, beberapa di antaranya dapat diubah atau dikendalikan oleh petani. faktor-faktor yang mendukung ketersediaan fosfor yang lebih tinggi yaitu (a) pH 6.5-7.5, (b) tingkat fosfor tinggi dalam tanah, (c) pasokan bahan organik terurai dalam tanah, (d) tingkat kelembaban tinggi tanah, dan (e) kandungan

  Analisis tanah sangat mempengaruhi respon tanah terhadap pupuk P. Hubungan keduanya bersifat berbanding terbalik, artinya disaat analisis tanah menunjukkan tingkat yang rendah maka respon tanah terhadap pupuk akan tinggi.

  Begitu juga sebaliknya. Hal ini terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hubungan antara analisis tanah dengan respon terhadap Pupuk P

  Kemungkinan Analisis tanah lbs.P/acre Kg P/ha respon terhadap pupuk P Sangat rendah 0-10 0-11 Sangat tinggi

  Rendah 11-25 12-28 Tinggi Sedang 26-50 29-56 Sedang

Tinggi 51-100 57-112 Rendah

Sangat tinggi > 101 > 113 Sangat rendah

  Sumber : Foth, dkk., 1982.

  Ekstraksi Fosfat dengan metode Bray telah menunjukkan korelasi yang baik dengan hasil tanaman pada tanah-tanah masam dan netral di beberapa daerah.

  Untuk tanah masam, fluoride di ekstraktan bray dapat meningkatkan pelepasan P dari fosfat aluminium dengan mengurangi aktivitas Al dalam larutan melalui pembentukan berbagai kompleks Al-F. Fluoride juga efektif menekan readsorpsi dari dilarutkannya P oleh koloid tanah. Sifat asam ekstraktan tersebut (pH 2,6) juga berkontribusi terhadap pelepasan P tersedia dari Al, Ca, Fe dan bentuk-terikat di sebagian besar tanah. Metode Bray tidak cocok untuk tanah liat dengan tingkat kejenuhan basa yang cukup tinggi, lempung liat berlumpur atau tanah bertekstur lebih halus yang berkapur atau memiliki nilai pH yang tinggi (pH> 6,8) atau memiliki tingkat kejenuhan basa tinggi, tanah dengan karbonat kalsium setara> 7% dari kejenuhan basa, atau tanah dengan jumlah kapur yang tinggi (> 2% CaCO3) (Sims, 2000).

  Prinsip kerja dari analisis P tersedia metode Bray II yaitu P tersedia tanah akan menjadi berwarna biru dengan adanya asam askorbat. Perkembangan warna biru diukur sebagai kadar P secara spektrometri (Mukhlis, 2007).

  Prinsip kerja dari analisis P tersedia metode Truog yaitu dimana P tersedia tanah diekstrak oleh NH

  4 SO 4 , P yang bebas direaksikan dengan molibdat asam

  akan menjadi berwarna biru dengan adanya asam askorbat. Perkembangan warna biru diukur sebagai kadar P secara spektrometri (Mukhlis, 2007).

  Analisis tanaman didasarkan pada anggapan bahwa jumlah elemen tertentu dalam tanaman merupakan indikasi pasokan nutrisi yang tertentu dan dengan demikian secara langsung berkaitan dengan kuantitas nya di dalam tanah. Karena kekurangan elemen akan membatasi pertumbuhan, elemen lain mungkin terakumulasi dalam sel getah dan menunjukkan tes "tinggi" tanpa pasokan. misalnya, jika jagung rendah nitrat, tes fosfor mungkin akan menunjukkan tinggi. ini ada indikasi, bahwa jika nitrogen yang memadai diterapkan pada jagung pasokan fosfor akan cukup (Tisdale dan Nelson, 1961).

  Untuk kemudahan dalam analisis tanaman sering dipilih organ tanaman berupa daun, sehingga dikenal sebagai foliar analysis. Daun yang dianggap cocok untuk dianalisis yang memenuhi persyaratan a). Pertumbuhan organ tersebut telah cukup, b). Tidak terlalu muda (pucuk) atau terlalu tua, dan c). Sebaiknya sebelum fase generatif. Daun yang dianggap baik sebagai contoh untuk dianalisis disebut daun indikator (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

  Kegunaan analisis (baik analisis tanah maupun analisis tanaman) adalah sebagai berikut: untuk mengetahui status hara dalam tanah dan dalam tanaman untuk kelestarian kesuburan tanah dan produktivitas lahan; dengan

  • mengetahui kadar hara dalam tanah dan produksi tanaman, maka kehilangan hara dari tanah karena panen dapat dihitung menduga produksi tanaman dan menghitung keuntungan apabila dilakukan
  • pemupukan untuk mengetahui hara yang menjadi faktor pembatas yang harus diperbaiki
  • dan membuat rekomendasi pemupukan untuk menilai lahan secara ekonomis, misalnya harga tanah, pajak dan
  • sebagainya.

  (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

  Besarnya nilai kebutuhan fosfat standar (KFS) adalah jumlah fosfat yang harus ke sistem koloid larutan agar konsentrasi P larutan setimbang. Penentuan nilai kebutuhan fosfat standar ini bertujuan untuk mengetahui besarnya jumlah kebutuhan P anorganik yang dibutuhkan oleh tanaman didalam tanah sehingga dapat diketahui dosis P yang diperlukan untuk tanah tersebut (Hutagalung, 2012).

  Batas Kritis Hara P

  Setiap nutrisi esensial memiliki fungsi spesifik untuk menjalani perannya dalam tubuh tumbuhan dan kehadiran mereka diatas batas kritis adalah suatu keharusan agar tanaman dapat melengkapi siklus hidupnya. Batas kritis / level yang cukup sering digunakan untuk berbagai macam tanah dan tanaman, meskipun batas kritis mungkin berbeda tidak hanya untuk spesies tanaman, tanah, tetapi juga untuk varietas yang berbeda dari tanaman (Subbarayappa .dkk, 2009).

  Batas kritis P tersedia tanah ditentukan oleh Bray Persen Hasil diplot terhadap P tersedia tanah masing-masing. Demikian pula batas kritis P pada daun yang ditentukan dengan memplot bahan kering daun terhadap P tersedia daun dijelaskan oleh Cate dan Nelson (1971) (Subbarayappa .dkk, 2009).

  Analisa korelasi sederhana meneliti hubungan dan bagaimana eratnya hubungan itu, tanpa melihat bentuk hubungan. Dalam analisa korelasi sederhana variabel yang digunakan semua random dan kedua-duanya “bivariate normal”. Jika kenaikan di dalam satu variabel diikuti dengan kenaikan didalam variabel yang lain, maka dapat dikatakan bahwa kedua variabel tersebut mempunyai korelasi yang positif. Tetapi jika kenaikan di dalam satu variabel diikuti oleh penurunan didalam variabel yang lain maka dapat dikatakan bahwa kedua variabel tersebut mempunyai korelasi negative. Dan jika tidak ada perubahan pada satu variabel walaupun variabel lainnya berubah, maka dikatakan bahwa kedua variabel tersebut tidak mempunyai hubungan (uncorrelated) (Iswardono, 2003).