Penetapan Dosis Dan Waktu Pemupukan Sp-36 Pada Tanah Sulfat Masam Untuk Mendukung Pertumbuhan Padi (Oryza Sativa L.)

(1)

PENETAPAN DOSIS DAN WAKTU PEMUPUKAN SP-36 PADA TANAH SULFAT MASAM UNTUK MENDUKUNG PERTUMBUHAN

PADI (Oryza sativa L.)

SKRIPSI

Oleh:

YUSRA PARINDURI 060303042 ILMU TANAH

DEPARTEMEN ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

PENETAPAN DOSIS DAN WAKTU PEMUPUKAN SP-36 PADA TANAH SULFAT MASAM UNTUK MENDUKUNG PERTUMBUHAN

PADI (Oryza sativa L.)

SKRIPSI

Oleh:

YUSRA PARINDURI 060303042 ILMU TANAH

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana (S1) di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(3)

Judul Skripsi : PENETAPAN DOSIS DAN WAKTU PEMUPUKAN SP-36 PADA TANAH SULFAT MASAM UNTUK MENDUKUNG PERTUMBUHAN

PADI (Oryza sativa L.) Nama : Yusra Parinduri

Nim : 060303042

Program Studi : Ilmu Tanah

Minat Studi : Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman

Menyetujui Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Ir. Fauzi, MP Ir. Razali, MP NIP. 195711101986011003 NIP. 196807072005011001


(4)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan jumlah pupuk P dan waktu pemberian yang sesuai dengan kebutuhan tanaman untuk pertumbuhan tanaman padi pada tanah sulfat masam. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah kasa Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial. dengan 2 faktor yaitu: Faktor 1 : Dosis pupuk SP-36 yaitu: P0 = tanpa pupuk SP-36; P1 = 3.42 g SP-36/10 kg tanah; P2 = 6.85 g SP-36/10 kg tanah; P3 = 10.27 g SP-36/10 kg tanah; PX = 0.75 g SP-36/10 kg tanah Faktor 2 : Waktu pemberian SP-36 yaitu: W1 = 1 hari sebelum tanam; W2 = 1minggu setelah tanam; W3 = 1 hari sebelum tanam ½ dosis + 1 minggu setelah tanam ½ dosis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian dosis pupuk SP-36 setelah panen berpengaruh terhadap P-Tersedia, DHL, tinggi tanaman dan jumlah anakan, tetapi tidak berpengaruh terhadap pH tanah. Perlakuan waktu pemberian pupuk SP-36 tidak mempengaruhi nilai pH tanah, P-tersedia tanah, DHL tanah, tinggi tanaman dan jumlah anakan. Kombinasi antara dosis dan waktu pemberian pupuk SP-36 berpengaruh terhadap DHL, tetapi tidak mempengaruhi nilai pH, P-tersedia, tinggi tanaman dan jumlah anakan.


(5)

ABSTRACT

This study aims to determine the amount and timing of P fertilizer in accordance with the needs of plants for rice plant growth on acidic sulfate soil. This research was conducted in greenhouse agricultural departments, universities northern Sumatra, Medan. this study used a randomized block design (RAK) factorial, with 2 factors: factor 1: SP-36 fertilizer are: P0 = without fertilizer SP-36, P1 = 3, 42 g of SP-36 / 10 kg soil; P2 = 6.85 g of SP-36 / 10 kg soil; P3 = 10:27 g SP-36 / 10 kg soil, and PX = 0.75 g of SP-36 / 10 kg soil. factor 2: time of administration of SP-36 are: W1 = 1 day before planting; W2 = 1 week after planting; W3 = 1 day before planting is given 1 / 2 doses + 1 week after planting are given half the dose.

Results showed that the dose of SP-36 fertilizer after harvest effect on P-available, DHL, plant height, number of tillers, but no effect on soil pH. Timing of

fertilizer treatment of SP-36 after harvest effect no effect on pH, DHL, P-available, plant height, and number of tillers. Combination of dose and timing of SP-36 fertilizer effect on DHL, but no effect on pH, P-available, plant height, and number of tillers.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul dari skripsi ini adalah “Penetapan Dosis Dan Waktu Pemupukan SP36 Pada Tanah Sulfat Masam Untuk Mendukung Pertumbuhan Padi (Oryza sativa L.)”

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada bapak Ir. Fauzi, MP dan Ir. Razali, MP , selaku ketua dan anggota pembimbing dan Ibu Alida Lubis, MS yang telah memberi bimbingan dan sarannya sehingga skripsi ini dapat selesai.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang teramat besar kepada kedua orang tua, abang dan adik-adik saya yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis dalam meenyelesaikan skripsi ini. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman khususnya soil’06 yang telah membantu selama penelitian dan kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis selama menyelesaikan skripsi.

Penulis menyadari bahwa pembuatan skripsi ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Maret 2011 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR LAMPIRAN... v

PENDAHULUAN Latar Belakang... 1

Tujuan Penelitian... 3

Hipotesa Penelitian... 3

Kegunaan Penelitian... 4

TNJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Rawa Pasang Surut... 5

Sumber P dan Ketersediaan P di Dalam Tanah... 7

Persamaan Isothermal Langmuir... 9

Pupuk Fosfat... 11

Tanaman Padi (Oryza sativa L.)... 12

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian... 16

Bahan dan Alat... 16

Metode Penelitian... 17

Pelaksanaan Penelitian... ... 18

Parameter Yang Diamati... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil... 22

Pembahasan... 28

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 34

Saran... 34 DAFTAR PUSTAKA


(8)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Nilai pH Tanah Akibat Dosis dan Waktu Pemberian Pupuk SP-36 Setelah Panen... 22 2. Nilai P-Tersedia Tanah Akibat Dosis dan Waktu Pemberian Pupuk SP-36 Setelah Panen... 23 3. Nilai DHL Tanah Akibat Dosis dan Waktu Pemberian Pupuk SP-36 Setelah Panen... 24 4. Nilai Tinggi Tanaman Akibat Dosis dan Waktu Pemberian Pupuk SP-36.. 25 5. Nilai Jumlah Anakan Akibat Dosis dan Waktu Pemberian Pupuk SP-36... 26


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang.. ... 37

2. Bagan Percobaan... 38

3. Penetapan Kebutuhan Fosfat Standar Metode Langmuir.. ... 39

4. Hasil Analisis Awal Tanah ... 42

5. Kriteria Sifat Tanah... 42

6. Perhitungan Dosis Pupuk... ... 43

7. Data Pengamatan pH Tanah Setelah Panen... ... 44

8. Daftar Sidik Ragam pH Tanah Setelah Panen... 44

9. Data Pengamatan P-Tersedia Tanah Setelah Panen... 45

10. Daftar Sidik Ragam P-Tersedia Tanah Setelah panen... ... 45

11. Data Pengamatan DHL Tanah Setelah Panen... 46

12. Daftar Sidik Ragam DHL Tanah Setelah Panen.. ... 46

13. Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman 60 Hari Setelah Tanam... ... 47

14. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 60 Hari Setelah Tanam.... ... 47

15. Hasil Pengamatan Jumlah Anakan 60 Hari Setelah Tanam... 48


(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Kurva Rata-rata Tinggi Tanaman... 25 2. Kurva Rata-rata Jumlah Anakan... 27


(11)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan jumlah pupuk P dan waktu pemberian yang sesuai dengan kebutuhan tanaman untuk pertumbuhan tanaman padi pada tanah sulfat masam. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah kasa Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial. dengan 2 faktor yaitu: Faktor 1 : Dosis pupuk SP-36 yaitu: P0 = tanpa pupuk SP-36; P1 = 3.42 g SP-36/10 kg tanah; P2 = 6.85 g SP-36/10 kg tanah; P3 = 10.27 g SP-36/10 kg tanah; PX = 0.75 g SP-36/10 kg tanah Faktor 2 : Waktu pemberian SP-36 yaitu: W1 = 1 hari sebelum tanam; W2 = 1minggu setelah tanam; W3 = 1 hari sebelum tanam ½ dosis + 1 minggu setelah tanam ½ dosis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian dosis pupuk SP-36 setelah panen berpengaruh terhadap P-Tersedia, DHL, tinggi tanaman dan jumlah anakan, tetapi tidak berpengaruh terhadap pH tanah. Perlakuan waktu pemberian pupuk SP-36 tidak mempengaruhi nilai pH tanah, P-tersedia tanah, DHL tanah, tinggi tanaman dan jumlah anakan. Kombinasi antara dosis dan waktu pemberian pupuk SP-36 berpengaruh terhadap DHL, tetapi tidak mempengaruhi nilai pH, P-tersedia, tinggi tanaman dan jumlah anakan.


(12)

ABSTRACT

This study aims to determine the amount and timing of P fertilizer in accordance with the needs of plants for rice plant growth on acidic sulfate soil. This research was conducted in greenhouse agricultural departments, universities northern Sumatra, Medan. this study used a randomized block design (RAK) factorial, with 2 factors: factor 1: SP-36 fertilizer are: P0 = without fertilizer SP-36, P1 = 3, 42 g of SP-36 / 10 kg soil; P2 = 6.85 g of SP-36 / 10 kg soil; P3 = 10:27 g SP-36 / 10 kg soil, and PX = 0.75 g of SP-36 / 10 kg soil. factor 2: time of administration of SP-36 are: W1 = 1 day before planting; W2 = 1 week after planting; W3 = 1 day before planting is given 1 / 2 doses + 1 week after planting are given half the dose.

Results showed that the dose of SP-36 fertilizer after harvest effect on P-available, DHL, plant height, number of tillers, but no effect on soil pH. Timing of

fertilizer treatment of SP-36 after harvest effect no effect on pH, DHL, P-available, plant height, and number of tillers. Combination of dose and timing of SP-36 fertilizer effect on DHL, but no effect on pH, P-available, plant height, and number of tillers.


(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Padi sebagai pangan pokok di Indonesia dikonsumsi oleh kebanyakan penduduk Indonesia yang populasinya lebih dari 220 juta jiwa. Dengan pertumbuhan penduduk rata-rata 1,5% setiap tahun dan konsumsi per kapita 130

kg/tahun, jumlah substansial padi akan dibutuhkan di masa mendatang. (Tim Sintesis Kebijakan, 2008). Selain pemenuhan kebutuhan pangan yang

dihadapkan pada laju pertambahan penduduk Indonesia juga terjadi penyempitan pemilikan lahan, peningkatan alih fungsi lahan pertanian subur untuk kepentingan nonpertanian, serta terjadinya degradasi lahan pertanian.

Pemanfaatan lahan marginal, seperti lahan sulfat masam, belum diupayakan secara optimal untuk memenuhi dan mempertahankan kebutuhan pangan nasional. Tanah sulfat masam dapat dibedakan menjadi 2 golongan yaitu (1) tanah sulfat masam potensial yang dicirinya antara lain lapisan pirit pada kedalaman >50 cm dari permukaan tanah dan (2) semua jenis tanah yang digolongkan sebagai tanah sulfat masam aktual. Adapun yang dimaksud dengan tanah sulfat masam potensial yang dicirikan oleh warna kelabu, kemasaman sedang-sampai dengan masam (pH>4.0). sementara itu yang dimaksud dengan tanah sulfat masam aktual yang dicirikan dengan warna kecoklatan pada permukaan, dan sangat masam atau pH< 3,5 (Noor, 2004).

Pemanfaatan tanah sulfat masam di lahan pasang surut sebagai sumber pertumbuhan ekonomi prospektif di masa mendatang, secara optimal dapat


(14)

dilakukan melalui penerapan teknologi secara tepat dan terpadu. Namun, sifat lahan yang rapuh seperti pH dan kesuburan tanah yang rendah, adanya lapisan pirit, dan peresapan air garam perlu dipertimbangkan. Ketersediaan P pada tanah sulfat masam rendah sampai sangat rendah. Selain itu, pada tanah sulfat masam, P (dari pupuk) akan diikat kuat oleh Al-aktif membentuk senyawa P tidak tersedia pada pH rendah (Noor, 2004). Meskipun beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian P menunjukkan tanggapan oleh padi (Dent, 1986, dalam Noor, 2004). Dalam keadaan reduktif, bentuk P dalam ikatan Fe-P mungkin juga Al-P lepas, menjadi bentuk tersedia setelah penggenangan bertahap (Noor, 2004).

Menurut Nursyami dan Fajri (2005) perilaku P tanah perlu diketahui untuk menentukan jumlah pupuk yang diperlukan tanaman untuk mencapai hasil optimum. Banyak metode ekstraksi yang dapat digunakan untuk menetapkan tingkat kemampuan tanah menyediakan P bagi tanaman. Namun demikian metode tersebut tidak selalu sesuai dengan jenis tanah, spesies tanaman, dan kondisi lingkungan (iklim) yang akan diberikan rekomendasinya. Dengan demikian maka metode ekstraksi tersebut perlu dipilih untuk setiap sistem tanah-tanaman-iklim.

Berdasarkan penjelasan di atas telah kita ketahui bahwa lahan sulfat masam memiliki tingkat kesuburan tanah yang rendah terutama unsur P. Penetapan kebutuhan P melalui penggunaan persamaan Isotermal Langmuir telah banyak diterapkan para peneliti dan memberikan hasil yang lebih sesuai dibandingkan dengan cara lain, dan lebih mudah dilakukan (Djokosudardjo, 1974). Efisiensi pemupukan P dapat ditingkatkan dengan memperhatikan P tersedia dalam larutan tanah.


(15)

Selain itu untuk memperoleh efisiensi dari suatu pemupukan perlu diperhatikan beberapa faktor salah satunya adalah waktu pemupukan. Yang perlu diperhatikan yang ada kaitannya dengan waktu pemupukan adalah sifat kelarutan pupuk. Pupuk yang sukar larut diberikan jauh sebelum bertanam, tapi untuk pupuk yang mudah larut dapat diberikan pada waktu bertanam atau sesudah tanaman tumbuh.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti penetapan dosis dan waktu pemupukan SP-36 pada tanah sulfat masam untuk mendukung pertumbuhan padi.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan jumlah pupuk P dan waktu pemberian yang sesuai dengan kebutuhan tanaman untuk pertumbuhan tanaman padi (Oryza sativa L.) pada tanah sulfat masam.

Hipotesis Penelitian

- Peningkatan dosis pupuk SP-36 akan meningkatkan pertumbuhan tanaman padi (Oryza sativa L.)

- Ada pengaruh waktu aplikasi pupuk SP-36 terhadap pertumbuhan tanaman padi (Oryza sativa L.)

- Pemupukan SP-36 dengan dosis dan waktu pemberian yang tepat akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman padi (Oryza sativa L.)


(16)

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai bahan informasi dalam pengembangan peningkatan efisiensi pemupukan P pada tanah sulfat masam.

2. Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana (S1) di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.


(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Sifat dan Ciri Tanah Sulfat Masam

Lahan sulfat masam tergolong lahan piasan, yaitu lahan yang mempunyai sifat-sifat terbatas sehingga diperlukan tindakan upaya perbaikan untuk meningkatkan produktivitasnya. Jenis tanah dari lahan ini digolongkan juga sebagai tanah bermasalah, yaitu tanah yang mempunyai sifat baik fisika, kimia, maupun biologi lebih jelek dibandingkan dengan tanah mineral umumnya sehingga produktivitas lahan jenis tanah ini tergolong rendah, bahkan sangat rendah (Tim IPB, 1992).

Tanah sulfat masam dapat dibedakan menjadi 2 golongan yaitu (1) tanah sulfat masam potensial yang dicirinya antara lain lapisan pirit pada kedalaman>50 cm dari permukaan tanah dan (2) semua jenis tanah yang digolongkan sebagai tanah sulfat masam aktual. Adapun yang dimaksud dengan tanah sulfat masam potensial yang dicirikan oleh warna kelabu, kemasaman sedang-sampai dengan masam (pH>4.0), sementara itu yang dimaksud dengan tanah sulfat masam aktual yang dicirikan dengan warna kecoklatan pada permukaan, dan sangat masam atau pH< 3,5 (Noor, 2004).

Tanah sulfat masam merupakan tanah yang mengandung senyawa pirit (FeS2), banyak terdapat di daerah rawa, pasang surut maupun lebak. Mikroorganisme sangat berperan dalam pembentukan tanah tersebut. Pada kondisi tergenang senyawa tersebut bersifat stabil, namun bila telah teroksidasi maka akan memunculkan problem bagi tanah, kualitas kimia perairan dan biota-


(18)

biota yang berada baik di dalam tanah itu sendiri maupun yang berada di badan-badan air, dimana hasil oksidasi tersebut tercuci ke perairan tersebut. Mensvoort dan Dent (1998) menyebutkan bahwa senyawa pirit tersebut merupakan sumber masalah pada tanah tersebut. Selain itu jika tanah ini dikeringkan atau teroksidasi, maka senyawa pirit akan membentuk senyawa feri hidroksida Fe(OH)3 sulfat SO42- dan ion hidrogen H+ sehingga tanah menjadi sangat masam. Akibatnya kelarutan ion-ion Fe2+, Al3+ dan Mn2+ bertambah di dalam tanah dan dapat bersifat racun bagi tanaman. Ketersediaan fosfat menjadi berkurang karena diikat oleh besi atau aluminium dalam bentuk besi fosfat atau aluminium fosfat. Biasanya bila tanah masam kejenuhan basa menjadi rendah,

akibatnya terjadi kekahatan unsur hara di dalam tanah (Putu dan Widjaya-Adhi, 1990).

Pengelolaan tanah dan air ini merupakan kunci keberhasilan usahatani. Dengan upaya yang sungguh-sungguh, lahan pasang surut ini dapat bermanfaat bagi petani dan masyarakat luas (Widjaja-Adhi, Ratmini, dan Swastika, 1997).

Lahan sulfat masam, menurut Widjaja Adhi (1995) dianjurkan untuk di sawahkan guna menghindari terjadinya oksidasi pirit. Pada musim kemarau dengan air yang terbatas, setidak-tidaknya tanah yang mengandung pirit harus dalam kondisi basah/tergenang. Pada kondisi air yang sangat terbatas, dianjurkannya untuk menutup saluran drainase atau membuat tabat (bendung) pada saluran tersier. Pembuatan saluran cacing juga dianjurkan untuk mempercepat drainase dan meratakan kelembaban tanah.


(19)

Sumber P dan Ketersediaan P di Dalam Tanah

Sebagai sumber utama fosfor tanah adalah kerak bumi, yang diduga mengandung kurang lebih 0,12% fosfor. Demikian pula semua air yang ada di bumi mengandung fosfat yang kadarnya rendah. Sumber fosfor alam yang dikenal mempunyai P tinggi adalah batuan beku dan batuan endapan (sedimen). Fosfor merupakan unsur hara makro dan esensial bagi pertumbuhan tanaman. Persoalan yang umum dihadapi oleh fosfor dalam tanah adalah tidak semua fosfor tanah dapat tersedia untuk tanaman. Dalam hal ini sangat tergantung kepada sifat dan ciri tanah serta pengelolaan tanah itu sendiri oleh manusia. Disamping itu pertambahan fosfor kedalam tanah tidak terjadi dengan pengikatan biokimia seperti halnya nitrogen, tetapi hanya bersumber dari deposit atau batuan dan mineral yang mengandung fosfor di dalam tanah. Oleh karena itu kadar fosfor tanah juga ditentukan oleh banyak atau sedikitnya cadangan mineral yang mengandung fosfor dan tingkat pelapukannya (Hakim, dkk, 1986).

Faktor yang paling berpengaruh terhadap ketersediaan hara P di dalam tanah adalah reaksi tanah (pH). Ketersediaan hara P paling tinggi pada pH sekitar 6-7. Pada pH tanah rendah (<5,0) ketersediaan P sangat rendah, dari bentuk tersedia menjadi bentuk tidak tersedia. Hal ini terjadi karena pada tanah masam kelarutan logam seperti Fe, Al, dan Mn sangat tinggi, sehingga P difiksasi oleh logam-logam tersebut menjadi senyawa yang tidak larut seperti Strengit: Fe(OH)2 H2PO4 dan Varisit: Al(OH)2H2PO4 (Hasibuan, 2005).

Ion fosfat dalam larutan tanah itulah yang sebenarnya digunakan oleh tumbuhan. Kadar ion H2PO4- adalah sebagian saja dari satu bagian per sejuta.


(20)

Oleh karena itu larutan tanah harus diperbaharui kembali beberapa kali dalam sehari agar tumbuhan dapat menciptakan suatu gradien kadar seperti itu. Fosfor yang tertambat dibebaskan secara perlahan-lahan ke dalam larutan tanah sebagai fungsi kelarutan jenis itu. Juga peminirelan fosfor organik menambahkan ion H2PO4- ke dalam larutan tanah, tetapi sebagian besar daripadanya segera tertambat (Sanchez, 1992).

Kemasaman yang tinggi di lahan sulfat masam setelah reklamasi mengimbas terhadap peningkatan kelarutan Al3+, Fe2+, asam-asam organik, dan diiringi oleh kahat hara makro P, hara mikro Cu, serta Zn. Kekahatan hara Cu dan Zn umumnya karena tanah sulfat masam adakalanya berasosiasi dengan gambut. Kahat hara Cu dan Zn pada tabah gambut sering dilaporkan dan pemberian Cu dan Zn pada tanah gambut dapat meningkatkan jumlah gabah isi (Noor, 2004).

Lebih lanjut Dent (1986) mengemukakan rendahnya produktivitas lahan sulfat masam disebabkan karena selain tingginya kemasaman tanah yang menyebabkan meningkatnya kelarutan unsur beracun seperti Al, Fe, dan Mn juga rendahnya kejenuhan basa dan status hara P dan K.

Masalah hara yang paling banyak dilaporkan pada lahan sulfat masam adalah ketersediaan hara P yang rendah dan fiksasi P yang tinggi oleh Al dan Fe. Hara P merupakan merupakan salah satu unsur hara yang paling banyak dibutuhkan tanaman. Hara ini berfungsi untuk pertumbuhan akar, transfer energi dalam proses fotosintesis dan respirasi, perkembangan buah dan biji, kekuatan batang dan ketahanan terhadap penyakit. Serapan hara P yang cukup akan menjamin tanaman tumbuh dengan baik ( Lingga,1986; Hakim, 1986). Oleh


(21)

karena itu pemupukan P pada lahan sulfat masam adalah komponen teknologi yang harus mendapat prioritas.

Pada tanah sawah yang tergenang, fosfor tersedia lebih tinggi dibandingkan bila tanah dikeringkan. Peningkatan ini disebabkan oleh: rediksi ferri-fosfat menjadi ferro-fosfat yang lebih mudah larut, tersedianya P-reductance soluble karena lapisan pembalut yang mengelilingi partikel fosfor menjadi larut, hidrolisis beberapa Fe dan Al yang mengikat P di tanah masam, sehingga P yang terfiksasi tersedia pada pH yang lebih tinggi, meningkatnya mineralisasi P organik di tanah masam, karena proses tersebut akan meningkat pada pH 6-7, meningkatnya kelarutan mineral aptit di tanah berkapur karena pH turun menjadi 6-7, semakin besarnya diffusi H2PO4 di volume larutan tanah yang lebih besar ( Musa dan Mukhlis, 2006).

Persamaan Isotermal Langmuir

Jerapan didefenisikan sebelumnya sebagai konsentrasi anasir pada permukaan koloid. Kurva hubungan konsentrasi-konsentrasi dari bahan terjerap pada suatu temperatur yang tetap disebut isoterm jerapan (Tan, 1991).

Adsorbsi Isoterm adalah :

- proses adsorbsi suatu bahan terlarut oleh suatu padatan pada temperatur yang kontan, dalam arti kuantitatif.

- Jumlah adsorbat yang diadsorbsi oleh suatu adsorben sebagai fungsi konsentrasi dari adsorbat dalam keadaan seimbang.


(22)

- Kurva yang menghubungkan antara kadar bahan teradsorbsi (adsorbat)pada temperatur tertentu.

Adsorbsi isoterm ini berguna untuk mengkaji tingkah laku dari reaksi-reaksi adsorbsi. Ada dua cara yang biasa dilakukan untuk mempelajari reaksi-reaksi adsorbsi dengan memakai adsorbsi isoterm, yaitu:

1. Dengan cara identifikasi bentuk kurva adsorbsinya.

2. Dengan cara menggunakan Statistik modeling, berupa persamaan. Persamaan yang dikenal adalah (a) Persamaaan Freundlich, (b) Persamaan Langmuir, (c) Persamaan BET, (d) Persamaan Gibbs.

Persamaan Langmuir

Merupakan persamaan yang lebih tua diajukan oleh Irving Langmuir di tahun 1918, untuk adsorbsi gas oleh bahan padat. Menurut Irving Langmuir ”gas yang diadsorbsi oleh permukaan zat padat tidak dapat membentuk lebih dari satu lapisan molekul”. Konsep ini dapat diterapkan pada adsorbsi solut pada koloid tanah. Untuk adsorbsi solut (bahan terlarut) persamaan Langmuir adalah:

X k1 C atau C 1 1 = = + C m (1 + k2 C) X/m k.b b Dimana:

X : jumlah ion yang teradsorbsi m : jumlah adsorben

C : konsentrasi ion pada larutan setimbang b : adsorbsi maksimum


(23)

X/m

C 1 1

= + C X/m k.b b

C (Musa dan Mukhlis, 2006).

Pupuk Fosfat

Hampir semua pupuk fosfat komersial berasal dari batuan fosfat, kecuali Basic Slag. Selain itu dapat pula berasal dari mineral-mineral fosfat dan bahan-bahan organik seperti tepung tulang dan guano. Bahan baku untuk pembuatan fosfat (fosfat alam) banyak disuplay dari Afrika Utara (Tunisia, Aljazair dan Maroko) dan Amerika Serikat (Florida). Batuan fosfat terbaik mengandung kadar P tinggi adalah batuan beku dan batuan endapan dengan bahan mineral mengandung apatit (Hasibuan, 2009).

Pupuk fosfat buatan umumnya diklasifikasikan berdasarkan kelarutannya atas tiga golongan yaitu: (1) pupuk fosfat yang larut dalam air. Pupuk ini mempunyai fraksi yang mudah larut dalam air, dimana P2O5 nya mudah tersedia untuk tanaman. (2) pupuk yang larut dalam asam sitrat. Umumnya terdiri dari dikalsium fosfat, P2O5nya mudah tersedia bagi tanaman. (3) pupuk fosfat yang tidak larut dalam asam sitrat. Fraksi ini terutama terdiri bentuk trikalsium fosfat dan dianggap tidak tersedia untuk tanaman (Hakim, dkk, 1986).

Cara pemberian pupuk fosfat yang sukar larut di dalam air sebaiknya diberikan secara sebar merata dipermukan tanah. Hal ini bertujuan supaya kontak


(24)

pupuk dengan tanah lebih banyak sehingga cepat melarut dan tersedia untuk tanaman. Sebaliknya untuk pupuk fosfat yang sifatnya mudah larut di dalam air, sebaiknya pupuk fosfat diberikan secara larikan atau secara lokal, misalnya dimasukan ke dalam lubang tugal. Hal ini menghindari banyaknya kontak pupuk dengan tanah guna mengurangi terjadinya fiksasi fosfat oleh unsur-unsur seperti Al, Fe, dan Mn yang mempunyai kelarutan tinggi pada tanah-tanah yang bereaksi masam seperti tanah Ultisol, Oksisol dan tanah mineral masam lainnya. Pemberian pupuk fosfat secara susulan tidak dianjurkan kecuali untuk tanaman padi sawah. Hal ini karena pada tanah sawah terjadi lingkungan yang reduktif sehingga membentuk ferro fosfat yang lebih larut dan mudah melepaskan unsur P (Hasibuan, 2009).

Pemupukan P pada lahan sulfat masam sangat penting. Beberapa peneliti menganjurkan penggunaan pupuk konvensional seperti pupuk SP-36 karena saat ini paling umum dipakai sebagai sumber P karena pupuk ini tersedia di pasar.

Tanaman Padi (Oryza sativa L.)

Tumbuhan padi (Oryza sativa L.) termasuk golongan tumbuhan Gramineae tumbuhan mana di tandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Ruas-ruas itu merupakan bubung kosong. Pada kedua ujung bubung kosong itu bubungnya ditutup oleh buku. Panjangnya ruas tidak sama. Ruas yang terpendek terdapat pada pangkal batang. Ruas yang kedua, ruas yang ketiga, dan seterusnya adalah lebih panjang daripada ruas yang didahuluinya. Pada buku bagian bawah dari ruas tumbuhan daun pelepah yang membalut ruas sampai buku


(25)

bagian atas. Tepat pada buku bagian atas ujung dari daun pelepah memperlihatkan percabangan dimana cabang yang terpendek menjadi apa yang disebutkan ligulae (lidah) daun, dan bagian yang terpanjang dan terbesar menjadi daun kelopak. Dimana daun pelepah itu menjadi ligulae dan daun kelopak terdapat dua embel sebelah kiri dan kanan embel-embel mana disebutkan auricle. Fungsi dari ligulae dan auricle kadang-kadang hijau dan kadang-kadang ungu dan secara demikian auricle itu dapat dipergunakan sebagai determinate identitas sesuatu varietas (Siregar, 1981).

Padi pada saat ini tersebar luas di seluruh dunia dan tumbuh di hampir semua bagian dunia yang memiliki cukup air dan suhu udara cukup hangat. Padi menyukai tanah yang lembab dan becek. Sejumlah ahli menduga, padi merupakan hasil evolusi dari tanaman moyang yang hidup di rawa. Pendapat ini berdasar pada adanya tipe padi yang hidup di rawa-rawa (dapat ditemukan di sejumlah tempat di Pulau Kalimantan), kebutuhan padi yang tinggi akan air pada sebagian tahap kehidupannya, dan adanya pembuluh khusus di bagian akar padi yang berfungsi mengalirkan udara (oksigen) ke bagian akar. Hanggraini (2003) mengatakan bahwa spesies yang umum dibudidayakan di Asia tengah dan Indonesia adalah Oryza sativa L. dan Oryza glaberrima. Kedua spesies tersebut berasal dari nenek moyang yang sama, yaitu Oryza perennis Moench yang berasal dari Gondwanaland.

Tanaman padi dapat tumbuh di lahan pasang surut. Hanya saja padi yang ditanam di lahan ini haruslah yang toleran terhadap keadaan air yang asin (salinity). Hal ini disebabkan masuknya air laut ke lahan pertanaman padi. Pada


(26)

dasarnya, padi adalah tanaman yang agak toleran (moderately tolerant) terhadap keasinan. Namun, tidak ada varietas padi yang bertahan terus-menerus dalam satu periode tumbuh terhadap keasinan dan tidak ada padi yang ditanam secara di lahan yang berkadar garam tinggi. Yang perlu diperhatikan adalah respon tanaman padi terhadap keasinan selama periode tumbuh. Salah satu varietas yang cocok untuk lahan pasang surut adalah varietas kapuas. Sifat toleran tanaman padi bervariasi selama periode tumbuh. Tanaman dapat toleran selama periode berkecambah, tetapi bibit sensitif selama 4 minggu. Kerusakan yang terjadi selama pemindahan bibit (transplanting) dapat meningkatkan sensitivitas terhadap keasinan. Sifat toleran meningkat lagi selama periode anakan dan saat berbunga. Sensitivitas akan menururn lagi pada periode pemasakan kedua.

Sensitivitas varietas padi terhadap keasinan bervariasi (Suparyono dan Setyono, 1997).

Hasil padi pada tempat-tempat yang tidak dipupuk meningkatkan pada 2 atau 3 tahun pertama setelah penyiapan tanahnya dan menurun pada kestabilannya sekitar 6 tahunan. Reaksi terhadap aplikasi pupuk nitrogen dan fosfor akan tampak setelah tahun ketiga, akan tetapi hasil-hasilnya tidak pernah mencapai tingkat hasil seperti sebelumnya. Fenomena yang lain yaitu hasil menjadi variable, menjadikan rekomendasi pemupukan sukar atau jika tidak demikian, tidak memungkinkannya. Hal ini barangkali disebabkan kekurangan nutrisi atau kelebihan nutrisi-nutrisi zat lain (Sutedjo dan Kartasapoetra, 1988).

Jenis padi yang dibudidayakan umumnya varietas lokal, semai dilakukan sekitar bulan Mei dan panen pada akhir tahun dengan mencapai hasil 4 ton ha-1


(27)

(Mensvoort, 1996, dalam Sutedjo dan Kartasapoetra, 1988). Umunya rata-rata hasil padi berkisar antara 0,8-2,9 ton ha-1, pemberian kapur (2 ton ha-1 ) dan pupuk lengkap (50 kg N, 90 kg P2O5 dan 30 kg K2O ha-1 ) dapat menaikkan hasil mencapai 4 ton padi ha-1, dibandingkan dengan usaha tani padi, nilai pendapatan yang diperoleh lebih besar mencapai hampir 50%.


(28)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah kasa dan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 m di atas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni 2010 sampai Desember 2010.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah contoh tanah sulfat masam yang diambil dari desa Karang Anyer Kecamatan Sei Sicanggang, Kabupaten Langkat secara komposit pada kedalaman 0-20 cm, pupuk SP-36, pupuk Urea dan KCl sebagai pupuk dasar, benih padi varietas Ciherang sebagai tanaman indikator, air untuk penggenangan dan bahan-bahan kimia untuk keperluan analisis di Laboratorium.

Alat yang digunakan adalah pH meter untuk mengukur pH, conductivity meter untuk mengukur daya hantar listrik (DHL), sentrifusi untuk penjernih ekstrak, spectronic untuk mengukur konsentrasi berdasarkan panjang gelombang dan alat-alat untuk keperluan analisis kimia serta alat-alat pertanian yang digunakan untuk mengambil contoh tanah.


(29)

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial, dengan 2 faktor yaitu:

Faktor 1 : Dosis pupuk SP-36 yaitu: P0 = tanpa pupuk SP-36

P1 = 3.42 g SP-36/10 kg tanah (50% dari kebutuhan P optimum tanah) P2 = 6.85 g SP-36/10 kg tanah (100% dari kebutuhan P optimum tanah) P3 = 10.27 g SP-36/10 kg tanah (150% dari kebutuhan P optimum tanah) PX = 0.75 g SP-36/10 kg tanah (berdasarkan rekomendasi)

Faktor 2 : Waktu pemberian SP-36 yaitu: W1 = 1 hari sebelum tanam

W2 = 1 minggu setelah tanam

W3 = 1 hari sebelum tanam ½ dosis + 1 minggu setelah tanam ½ dosis Sehingga diperoleh kombinasi perlakuan sebagai berikut:

1. P0W1 4. P1W1 7. P2W1 10. P3W1 13. PXW1 2. P0W2 5. P1W2 8. P2W2 11. P3W2 14. PXW2 3. P0W3 6. P1W3 9. P2W3 12. P3W3 15. PXW3

Dengan demikian jumlah unit percobaan adalah 5 x 3 x 3 = 45 unit percobaan. Bagan percobaan RAK (Lampiran 2).

Model Liniear Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang digunakan adalah sebagai berikut :


(30)

Keterangan:

Yijk : respon tanaman yang diamati µ : nilai tengah umum

αi : pengaruh taraf ke-i dari faktor 1 βj : pengaruh taraf ke-j dari faktor 2

(αβ)ij : pengaruh interaksi taraf ke-i dari faktor 1 dan taraf ke-j dari faktor 2 Σijk : pengaruh galat percobaan taraf ke-i dari faktor 1 dan taraf ke-j dari faktor

2 pada ulangan yang ke-k.

Data dianalisis dengan menggunakan ANOVA, data dianalisis dengan menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dan pada perlakuan yang nyata dilakukan dengan menggunakan Uji Beda Rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf α 5%.

Pelaksanaan Penelitian

1. Persiapan Tanah

Bahan tanah diambil secara zig-zag dari kedalaman 0-20 cm. Bahan tanah dimasukkan ke dalam goni. Setelah itu bahan tanah dikompositkan dan dicampurkan secara merata. Selanjutnya diambil ± 500 g sebagai sampel kemudian dilakukan analisa awal tanah yang meliputi pH, P-tersedia, DHL (hasil analisis awal dan kriteria sifat tanah dapat dilihat pada Lampiran 4).

2. Penetapan Kebutuhan P

Sebelum melakukan penelitian di rumah kasa, terlebih dahulu melakukan penetapan kebutuhan P dengan persamaan Isotherm Langmuir di Laboratorium


(31)

3. Persiapan Media

Contoh tanah sulfat masam sebanyak 10 kg dimasukkan ke dalam ember percobaan dan dibuat dalam kedaan macak-macak.

4. Penyemaian Benih

Benih padi kira-kira 100 gram direndam selama 1 hari. Benih yang tenggelam adalah benih yang akan digunakan untuk persemaian, sedangkan benih yang mengambang akan dibuang karena benih itu kosong. Perendaman benih dilakukan dengan metode larutan garam. Prosesnya adalah sebagai berikut:

- masukkan air ke dalam toples

- selanjutnya masukkan telur ayam ke dalam toples yang berisi air tadi

- masukkan garam dapur perlahan-lahan ke dalam air sambil diaduk hingga garam larut

- kemudian masukkan benih yang akan digunakan ke dalam larutan garam - benih yang terapung dibuang sedangkan benih yang tenggelam diambil dan dicuci bersih untuk menghilangkan larutan garam yang menempel pada benih. 5. Media Pembibitan

Benih yang sudah diseleksi kemudian ditaburkan pada persemaian. Media persemaian terdiri dari tanah dan kompos dengan perbandingan 2:1, media persemaian disiram agar tidak kering dan dijaga agar selalu dalam keadaan lembab. Persemaian diperlukan untuk membantu tanaman beradaptasi pada masa perkecambahan dan pertumbuhan awal.


(32)

6. Aplikasi Perlakuan

Setelah tanah dimasukkan dalam ember sebanyak 10 kg, kemudian dilakukan penyusunan dan pengacakan berdasarkan RAK faktorial dan diletakkan di rumah kasa menurut bagan penelitian. Pemberian pupuk diberikan sesudah tanah dimasukkan ke dalam wadah. Pemberian pupuk SP-36 dilakukan sesuai masing-masing perlakuan.

7. Penanaman

Penanaman bibit dilakukan pada saat umur benih telah 21 hari. Pencabutan dilakuka n dengan hati-hati agar tidak merusak akar. Bibit yang dicabut dari persemaian langsung ditanam ke lubang tanam dengan jumlah 3 bibit tiap lubang/ember.

8. Penyulaman

Penyulaman dilakukan apabila terdapat tanaman yang mati atau terserang OPT dengan menggunakan varietas dan umur yang sama (tanaman cadangan). 9. Pemeliharaan

Pemeliharaan dilakukan dengan cara mencabut gulma yang tumbuh di sekitar ember. Pengendalian hama belalang dengan cara menyemprot tanaman dengan pestisida alami yang terbuat dari daun sambiroto dicampur air dengan perbandingan ¼ : 1 yaitu 250 gram sambiroto dan 1 liter air.

10. Analisis sampel tanah

Analisis diakukan setelah akhir generatif, yaitu analisis pH, P-Tersedia, dan DHL tanah.


(33)

Parameter Yang Diukur

A. Analisis Tanah

1. pH diukur pada akhir generatif dengan metode elektrometri (1:2,5) 2. P-tersedia (ppm) diukur pada akhir generatif dengan metode Bray II 3. DHL diukur pada akhir generatif dengan elektro conductivity B. Parameter Tanaman

1. Tinggi tanaman diukur setiap minggu

Tinggi tanaman diukur dari leher akar sampai ujung daun tertinggi. Pengukuran dilakukan pada umur 10, 20, 30, 40, 50, dan 60 hari setelah tanam (hst).

2. Jumlah anakan daun perumpun dihitung setiap minggu

Dihitung mulai tanaman berumur 10, 20, 30, 40, 50 dan 60 hst. Dihitumg seluruh anakan yang terdapat dalam satu rumpun dengan kriteria apabila tunas berdaun tiga telah dianggap merupakan anakan yang dapat dihitung.


(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Pengaruh dosis dan waktu pemberian pupuk SP-36 terhadap pH, P-Tersedia, DHL, Tinggi Tanaman, dan Jumlah Anakan.

pH Tanah

Dari data pengukuran pH tanah dan dari hasil sidik ragam pH tanah (Lampiran 7) diperoleh bahwa pemberian pupuk SP-36 tidak berpengaruh nyata terhadap pH tanah begitu juga perlakuan waktu tidak berpengaruh nyata terhadap pH tanah serta interaksi antara dosis dan waktu pemberian pupuk SP-36 tidak berpengaruh nyata terhadap pH tanah. Nilai pH tanah akibat dosis dan waktu pemberian pupuk SP-36 setelah panen disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai pH tanah akibat dosis dan waktu pemberian pupuk SP-36 setelah panen

Perlakuan P0 P1 P2 P3 PX Rata-rata

W1 4.95 5.17 5.21 4.86 5.19 5.07

W2 5.19 5.30 5.06 5.14 5.25 5.18

W3 5.15 4.91 5.00 5.12 5.40 5.11

Rata-rata 5.09 5.12 5.09 5.04 5.28

Dari Tabel 1 menunjukkan bahwa pemberian pupuk SP-36 tidak berpengaruh nyata terhadap pH tanah. Perlakuan P3 menunujukkan nilai yang terendah yaitu 5.04 dan yang tertinggi pada perlakuan PX yaitu 5.28. Sedangkan pada perlakuan waktu pH juga tidak berpengaruh terhadap pH tanah perlakuan W1 menunjukkan nilai yang terendah yaitu 5.07 dan yang tertinggi pada perlakuan W2 yaitu 5.18. Interaksi antara dosis dan waktu pemberian pupuk SP-36 tidak berbeda dengan perlakuan lainnya.


(35)

P-Tersedia Tanah

Dari data pengukuran P-tersedia tanah dan dari hasil sidik ragam P-tersedia tanah (Lampiran 8) diperoleh bahwa pemberian pupuk SP-36 sesudah

panen berpengaruh nyata terhadap peningkatan P-tersedia tanah tetapi perlakuan waktu tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan P-tersedia tanah serta interaksi dosis dan pemberian pupuk SP-36 setelah panen tidak berpengaruh nyata meningkatkan P-tersedia tanah. Nilai P-tersedia tanah setelah panen disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai P-tersedia tanah akibat dosis dan waktu pemberian pupuk SP-36 setelah panen

Perlakuan

P0 P1 P2 P3 PX

--- ppm --- Rata-rata

W1 4.70 7.56 11.58 12.74 10.77 9.47

W2 6.75 10.97 14.22 11.71 15.57 11.84

W3 7.85 11.51 7.49 13.41 6.43 9.33

Rata-rata 6.43b 10.01ab 11.09ab 12.62a 10.92ab

Dari Tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pupuk SP-36 berpengaruh nyata terhadap P-tersedia tanah. Perlakuan P3 memiliki nilai tertinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain yaitu 12.62 ppm yang tidak berbeda dengan perlakuan P1, P2 dan PX, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan P0 yaitu 6.43 ppm. Sedangkan pada perlakuan waktu tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Perlakuan W3 memiliki nilai yang terendah yaitu 9.33 ppm dan perlakuan W2 memiliki nilai yang tertinggi yaitu 11.84 ppm. Interaksi antara dosis dan waktu pemberian pupuk SP-36 tidak berbeda dengan perlakuan lainnya.


(36)

DHL Tanah

Dari data pengukuran DHL tanah dan dari hasil sidik ragam DHL tanah (Lampiran 9) diperoleh bahwa pemberian pupuk SP-36 sesudah panen berpengaruh nyata terhadap DHL tanah sedangkan perlakuan waktu tidak berpengaruh nyata terhadap DHL tanah , tetapi interaksi dosis dan waktu pemberian pupuk SP-36 setelah panen berpengaruh nyata terhadap DHL tanah. Nilai DHL tanah akibat dosis dan waktu pemberian pupuk SP-36 setelah panen disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai DHL tanah akibat dosis dan waktu pemberian pupuk SP-36 setelah panen

Perlakuan

P0 P1 P2 P3 PX

--- mmhos/cm --- Rata-rata W1 0.25bc 0.22c 0.24bc 0.34a 0.21c 0.25 W2 0.23bc 0.26bc 0.28ab 0.22c 0.25bc 0.24 W3 0.21c 0.24bc 0.25bc 0.28ab 0.26bc 0.24 Rata-rata 0.23b 0.24ab 0.26ab 0.28a 0.24ab

Dari Tabel 3 menunjukkan bahwa pada interaksi antara dosis dan waktu pemberian pupuk SP-36 berpengaruh nyata terhadap DHL tanah. Perlakuan P0W3 menunjukkan nilai yang tertinggi yaitu 0.34 mmhos/cm dan perlakuan PXW1 dan P0W3 menunjukkan nilai yang terendah yaitu 0.21 mmhos/cm. Pemberian pupuk SP-36 berpengaruh nyata terhadap DHL tanah. Perlakuan P3 menunjukkan nilai yang tertinggi yaitu 0.28 mmhos/cm yang tidak berbeda dengan perlakuan P1, P2 dan PX, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan P0 yaitu 0.23 mmhos/cm. Tinggi Tanaman 60 hari setelah tanam (hst) pada masa akhir vegetatif

Dari data pengukuran tinggi tanaman dan dari hasil sidik ragam tinggi tanaman (Lampiran 10) diperoleh bahwa pemberian pupuk SP-36 berpengaruh nyata terhadap peningkatan tinggi tanaman, namun pada perlakuan waktu tidak


(37)

berpengaruh nyata terhadap peningkatan tinggi tanaman. Interaksi antara dosis dan waktu pemberian pupuk SP-36 juga tidak berpengaruh nyata dalam peningkatan tinggi tanaman. Nilai tinggi tanaman akibat dosis dan waktu pemberian pupuk SP-36 disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai tinggi tanaman akibat dosis dan waktu pemberian pupuk SP-36 Perlakuan P0 P1 P2 P3 PX

--- cm --- Rata-rata W1 59.67 82.33 80.33 87.00 87.67 79.40 W2 71.33 75.33 86.00 80.33 76.67 77.93 W3 64.33 86.33 89.00 72.00 80.67 78.47 Rata-rata 65.11b 81.33ab 85.11a 79.78ab 81.67ab

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut DMRT

Dari Tabel 4 menunjukka n bahwa pemberian pupuk SP-36 berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Perlakuan P2 menunjukkan nilai yang tertinggi yaitu 85.11 cm yang tidak berbeda terhadap perlakuan P1, P3 dan PX, tetapi berbeda nyata terhadap P0 yaitu 65.11 cm. Sedangkan pada perlakuan waktu tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman nilai yang terendah adalah perlakuan W2 yaitu 77.93 cm dan yang tertinggi adalah perlakuan W1 yaitu 79.40 cm. Interaksi antara dosis dan waktu pemberian SP-36 tidak berbeda dengan perlakuan yang lainnya.


(38)

Jumlah Anakan 60 hari setelah tanam (hst) pada masa akhir vegetatif

Dari data pengukuran jumlah anakan dan dari hasil sidik ragam jumlah anakan (Lampiran 11) diperoleh bahwa pemberian pupuk SP-36 berpengaruh nyata meningkatkan jumlah anakan, sedangkan waktu pemberian pupuk SP-36 tidak berpengaruh nyata meningkatkan jumlah anakan. Interaksi antara dosis dan waktu pemberian pupuk SP-36 juga tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan jumlah anakan. Nilai jumlah anakan akibat dosis dan waktu pemberian pupuk SP-36 disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai jumlah anakan akibat dosis dan waktu pemberian pupuk SP-36

Perlakuan P0 P1 P2 P3 PX Rata-rata

W1 7.67 10.33 14.33 17.00 15.00 12.87 W2 7.67 10.67 22.00 14.67 10.67 13.14

W3 5.33 14.67 20.33 5.33 9.33 11.00

Rata-rata 6.89b 11.89ab 18.89a 12.33ab 11.67ab

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut DMRT

Dari Tabel 5 menunjukkan bahwa pemberian pupuk SP-36 berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan. Perlakuan P2 menunjukkan nilai yang tertinggi yaitu 18.89 yang tidak berbeda dengan perlakuan P1, P3, dan PX, tetapi berbeda nyata terhadap perlakuan P0 yaitu 6.89. Sedangkan pada perlakuan waktu tidak berpengaruh terhadap jumlah anakan, nilai yang terendah adalah perlakuan W3 yaitu 11.00 dan yang tertinggi adalah perlakuan W2 yaitu 13.14. Interaksi antara dosis dan waktu pemberian SP-36 tidak berbeda dengan perlakuan yang lainnya.


(39)

(40)

Pembahasan

A. Efek Tunggal Pemberian Pupuk SP-36

Pemberian pupuk SP-36 tidak berpengaruh nyata terhadap pH tanah. Hal ini diduga karena pupuk SP-36 bersifat netral dan larut dalam air sehingga tidak berpengaruh terhadap pH tanah. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Lingga (1998) yang menyatakan bahwa tidak tampaknya pengaruh pemberian P terhadap pH tanah disebabkan oleh sifat reaksi SP-36 bersifat netral. Dari data, dapat dilihat bahwa nilai pH tertinggi pada perlakuan PX (0.75 g SP-36/10 kg tanah) yaitu 5.28 dan pH terendah pada perlakuan P3 (10.27 g SP-36/10 kg tanah) yaitu 5.04.

Pemberian pupuk SP-36 berpengaruh nyata meningkatkan P-Tersedia tanah. Hal ini diduga karena pemberian pupuk P di tanah sulfat masam ini dapat menyediakan P yang tersedia, selain itu diduga karena pengaruh penggenangan. Hal ini di perkuat oleh Noor (2004) yang menyatakan bahwa beberapa penelitian menunujukkan bahwa pemberian P menunjukkan tanggapan oleh padi. Dalam keadaan reduktif, bentuk P dalam ikatan Fe-P mungkin juga Al-P lepas menjadi bentuk tersedia setelah penggenangan bertahap. Dari data, dapat dilihat nilai P-Tersedia tanah yang tertinggi terdapat pada perlakuan P3 (10,27 g SP-36/10 kg tanah) yaitu 12.62 ppm dan yang terendah pada perlakuan P0 (tanpa pupuk SP-36) yaitu 6.43 ppm.

Pemberian pupuk SP-36 berpengaruh nyata dalam peningkatan tinggi tanaman dan jumlah anakan. Dari data, dapat dilihat nilai tinggi tanaman yang tertinggi terdapat pada perlakuan P2 (6.85 g SP-36/10 kg tanah) yaitu 85.11 cm dan yang terendah pada perlakuan P0 (tanpa pupuk SP-36) yaitu 65.11 cm.


(41)

Sedangkan jumlah anakan yang tertinggi terdapat pada perlakuan P2 (6.85 g SP-36/10 kg tanah) yaitu 18.89 dan yang terendah pada perlakuan P0 (tanpa pupuk SP-36) yaitu 6.89. Hal ini diduga karena dosis pupuk yang diberikan harus tepat, artinya tidak boleh kurang maupun lebih yaitu harus seimbang. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Hasibuan (2009) yang menyatakan bila dosis pupuk terlalu rendah, tidak ada pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman, sedangkan bila dosis terlalu banyak dapat mengganggu kesetimbangan hara dan dapat meracuni akar tanaman.

B. Efek Tunggal Waktu Pemberian Pupuk SP-36

Waktu aplikasi pemberian pupuk SP-36 tidak berpengaruh nyata terhadap pH tanah. Hal ini diduga karena pupuk SP-36 yang diberikan bersifat netral, sehingga pupuk yang diberikan kapan saja tidak akan mempengaruhi pH tanah. Dari data, dapat dilihat bahwa nilai pH yang tertinggi terdapat pada perlakuan W2 (1 minggu setelah tanam) yaitu 5.18 dan yang terendah pada perlakuan W1 (1 hari sebelum tanam) yaitu 5.07.

Waktu pemberian pupuk SP-36 tidak berpengaruh nyata dalam meningkatkan P-Tersedia tanah. Hal ini diduga karena pupuk SP-36 yang diberikan pada masa vegetatif yang bersifat larut di dalam air, bila ditambahkan ke dalam tanah tidak semua fosfor dari pupuk tersebut dapat diserap oleh akar tanaman. Sebagian dari pupuk tersebut berubah menjadi senyawa yang tidak larut, sehingga tidak dapat digunakan tanaman atau tidak tersedia. Atau kemungkinan


(42)

fosfor telah diserap oleh tanaman untuk pertumbuhannya sehingga P-Tersedia tanah menjadi sedikit.

Waktu pemberian pupuk SP-36 tidak berpengaruh nyata dalam peningkatan tinggi tanaman dan jumlah anakan. Hal ini dikarenakan pupuk SP-36 yang diberikan pada awal penanaman atau masa vegetatif akan mendorong pertumbuhan akar yang menyebabkan pengambilan unsur hara juga lebih baik, tetapi tidak sampai untuk produksi padi. Dari data, dilihat nilai tertinggi tinggi tanaman terdapat pada perlakuan W1 (1 hari sebelum tanam) yaitu 79.40 cm dan yang terendah pada perlakuan W2 ( 1 minggu setelah tanam) yaitu 77.93 cm. Sedangkan nilai jumlah anakan yang terendah terdapat pada perlakuan W3 (1/2 dosis diberikan sebelum tanam + 1/2 dosis diberikan sesudah tanam) yaitu 11.00 dan yang tertinggi pada perlakuan W2 (1 minggu setelah tanam) yaitu 13.14. Dari data dapat dilihat bahwa perbedaan antara yang tertinggi dan yang terendah tidak terlalu jauh bedanya, sehingga waktu tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah anakan.

C. Efek Kombinasi Antara Dosis dan Waktu Pemberian Pupuk SP-36

Kombinasi antara dosis dan waktu pemberian pupuk SP-36 sesuai dengan perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap pH tanah. Nilai pH tanah yang tertinggi terdapat pada perlakuan P1W2 (pupuk SP-36 dengan dosis 3.42 g SP-36/10 kg tanah yang diberikan 1 minggu setelah tanam) yaitu 5.30 dan yang terendah terdapat pada perlakuan P3W1 (pupuk SP-36 dengan dosis 10.27 g SP-36/10 kg tanah yang diberikan 1 hari sebelum tanam) yaitu 4.86. Hal ini


(43)

diduga karena sifat pupuk SP-36 netral sehingga tidak berpengaruh terhadap pH tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lingga (1998) tidak tampaknya pengaruh pemberian P terhadap pH tanah disebabkan oleh sifat reaksi SP-36 bersifat netral. Pemberian pupuk SP-36 dengan dosis dan waktu sesuai dengan perlakuan tidak berpengaruh nyata dalam meningkatkan P-tersedia tanah. Nilai P-tersedia tanah tertinggi terdapat pada perlakuan PXW2 (pupuk SP-36 dengan dosis 0.75 g SP-36/10 kg tanah yang diberikan 1 minggu setelah tanam) yaitu 15.57 ppm dan yang terendah pada perlakuan P0W1 (tanpa pupuk P) yaitu 4.70 ppm. Hal ini diduga karena waktu pemupukan yang dilakukan pada penelitian ini hanya pada fase pertumbuhan vegetatif, sehingga P-Tersedia yang ada di dalam tanah telah diserap tanaman untuk pertumbuhan vegetatif. Sehingga tidak tampaknya pengaruh pemberian pupuk SP-36 dan waktu terhadap P-tersedia tanah disebabkan oleh kehilangan fosfor dalam bentuk dibawa bersama panen.

Pemberian pupuk SP-36 dengan dosis dan waktu sesuai dengan perlakuan berpengaruh nyata pada DHL tanah, hal ini diduga karena adanya pengaruh pemberian pupuk SP-36 dan penggenangan. Hal ini diperkuat oleh Hardjowigeno dan Rayes (2005) yang menyatakan bahwa daya hantar listrik mula-mula meningkat dengan penggenangan, kemudian menurun ke nilai stabil yang berbeda untuk setiap jenis tanah. Naiknya nilai DHL karena adanya mobilisasi Fe2+ dan Mn2+, pembentukkan NH4+, HCO3-, dan RCOO- penggantian kation-kation dalam koloid oleh Fe2+, Mn2+, dan NH4+. Turunnya nilai DHL karena pengendapan Fe3+ sebagai Fe3(OH) dan FeS, pengendapan Mn sebagai MnCO3, kehilangan CO2 dan konversi RCOO- menjadi CH4. Dari data, dapat dilihat bahwa nilai DHL tanah


(44)

yang tertinggi terdapat pada perlakuan P3W1 (pupuk SP-36 dengan dosis 10.27 g SP-36/10 kg tanah yang diberikan 1 hari sebelum tanam) yaitu 0.34 mmhos/cm dan yang terendah pada perlakuan P0W3 (tanpa pupuk P) dan PXW1 (pupuk SP-36 dengan dosis 0.75 g SP-36/10 kg tanah yang diberikan 1 hari sebelum tanam) yaitu 0.21 mmhos/cm. Berdasarkan pernyataan dari Kamphorst dan Bolt (1976) dalam Tan (1991) yang menyatakan bahwa DHL sebesar 4 mmhos/cm bersesuaian dengan suatu tekanan osmotik pada kapasitas lapang sebesar 5 bar. Pada DHL antara 2 dan 4 mmhos/cm, hanya tanaman-tanaman yang sangat rentan yang akan berpengaruh, sedangkan pada nilai-nilai DHL <2 mmhos/cm pengaruh salinitas kecil dan dapat diabaikan.

Kombinasi antara pemberian pupuk SP-36 dengan dosis dan waktu sesuai dengan perlakuan tidak berpengaruh nyata dalam peningkatan tinggi tanaman dan jumlah anakan. Dari data, dapat dilihat bahwa pada perlakuan P2W3 (pupuk SP-36 dengan dosis 6.85 g SP-36/10 kg tanah yang diberikan ½ dosis sebelum tanam + ½ dosis 1 minggu setelah tanam) yaitu 89.00 cm dan mengalami penurunan tinggi tanaman pada perlakuan P0W1(tanpa pupuk SP-36) yaitu 59.67 cm, walaupun kombinasi antara dosis dan waktu pemberian tidak berpengaruh tetapi, terdapatnya perbedaan yang jauh dalam peningkatan tinggi tanaman. Hal ini ada berkaitan erat dengan perbaikan ketersediaan P tanah dan peranan P bagi tanaman. Di dalam tanaman, P memberikan pengaruh penting melalui kegiatan-kegiatan : merangsang pertumbuhan akar, memperluas daun tanaman, mempercepat pematangan, membantu pengangkatan bahan dari bagian


(45)

lain ke biji, memperbesar perbandingan berat biji dan jerami, serta memperbaiki kualitas hasil tanaman biji-bijian Ahn (1993) .

Kombinasi antara pemberian pupuk SP-36 dengan dosis dan waktu sesuai dengan perlakuan tidak berpengaruh nyata dalam meningkatkan jumlah anakan. Dari data, dapat dilihat bahwa pada perlakuan P2W2 (pupuk SP-36 dengan dosis 6.85 g SP-36/10 kg tanah yang 1 minggu setelah tanam) yaitu 22.00 dan mengalami penurunan jumlah anakan pada perlakuan P0W3 (tanpa pupuk SP-36) begitu juga pada perlakuan P3W3 (pupuk SP-36 dengan dosis 10.27 g SP-36/10 kg tanah yang diberikan ½ dosis 1 hari sebelum tanam + ½ dosis 1 minggu setelah tanam) yaitu 5.33. Hal ini disebabkan pupuk SP-36 yang diberikan mendorong pertumbuhan akar yang menyebabkan pengambilan unsur hara menjadi lebih baik. Disamping itu dosis pupuk dalam pemupukan haruslah tepat, artinya dosis tidak terlalu sedikit atau terlalu banyak yang dapat menyebabkan pemborosan atau dapat merusak akar tanaman. Bila dosis pupuk terlalu rendah, tidak ada pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman, sedangkan bila dosis terlalu banyak dapat mengganggu kesetimbangan hara dan dapat meracuni akar tanaman.


(46)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Pemberian pupuk SP-36 berpengaruh dalam meningkatkan P-Tersedia, DHL, tinggi tanaman dan jumlah anakan tetapi tidak berpengaruh terhadap pH tanah.

2. Perlakuan waktu pemberian pupuk SP-36 tidak berpengaruh dalam meningkatkan pH, P-Tersedia, DHL, tinggi tanaman dan jumlah anakan.

3. Aplikasi kombinasi antara dosis dan waktu pemberian pupuk SP-36 tidak berpengaruh dalam meningkatkan pH, P-Tersedia, tinggi tanaman dan jumlah anakan, tetapi berpengaruh terhadap DHL.

Saran

Sebaiknya untuk penelitian selanjutnya dapat dibuat perlakuan dengan meningkatkan dosis pupuk SP-36.


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Ahn, P. M. 1993. Tropical Soils and Fertilizers Use, Intermediate Tropical Agriculture Series. Longman Group UK Limited. Malysia.

Djokosudardjo, S. 1974. Phosphorus Behaviour in Some Soil of Indonesia and its Availability to Plant. M.Sc. Thesis, Univ. Wisconsin, Madison, USA. Dent, D. 1986. Acid Sulphate Soils: a base line for research and development.

ILRI Publication 39. International Institute for Land Reclamation and Improvement, Wageningen, The Netherlands.

Hanggraini, D.A. 2003. Introduksi gen penyandi biosintensis asam salisat ke dalam kalus tanaman padi (Oryza sativa L.) untuk ketahanan terhadap penyakit blas. Skripsi S1-Biologi. FMIPA-UI, Depok: x + 96 hlm.

Hakim, N., M. Y. Nyakpa., A. M. Lubis., S. G. Nugroho., M. R. Saul., M. A. Diha., G. B. Hong dan H. H. Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. UNILA, Lampung.

Hardjowigeno, H. S dan M. L. Rayes. 2005. Tanah Sawah. Bayumedia. Jawa Timur

Hasibuan, B. E. 2005. Ilmu Tanah. Universitas Sumatera Utara, Fakultas Pertanian. Medan.

_______, B. E. 2009. Pupuk dan Pemupukan. Universitas Sumatera Utara, Fakultas Pertanian. Medan.

Lingga, P. 1998. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.

Mensvoort MEF van and Dent DL. 1998. Acid sulphate soils. In. Lal R, Blum WH,Valintine C, and Stewart BA.(ed). Method for Assesessment of Soil Degradation. Florida: CRC Press LLC. hlm. 301-330.

Musa, L dan Mukhlis. 2006. Kimia Tanah. Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan.

Noor. 2004. Lahan Rawa. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Notohadiprawiro, T., S. Soekadarmodjo dan E. Sukana. 2006. Pengelolaan Kesuburan tanah dan Peningkatan Efisiensi Pemupukan. Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UGM.


(48)

Nursyami, D dan N. Fajri. 2005. Penelitian Korelasi Uji Tanah Hara Phosphorus di Tanah Andisol Untuk Kedelai (Glycina max, L.). Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. 5(2):27-37.

Putu I. G. Dan Widjaya-Adhi. 1990. Pengendalian keracunan besi pada lahan sulfat masam. Prosiding Seminar Pengelolan Sawah Bukaan Baru, Prospek dan Masalah. Fakultas Pertanian Universitas Ekasakti dan Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukaramai. Padang, hal. 199-215.

Sanchez, P. A. 1992. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika. Penerbit ITB Bandung.

Siregar, H. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Sastra Hudaya.

Suparyono dan A. Setyono. 1997. Mengatasi Permasalahan Budidaya Padi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sutedjo, M. M dan A. G. Kartasapoetra. 1988. Budidaya Tanaman Padi di Lahan Rawa Pasang Surut. Bina Aksara. Jakarta.

Tan, K. H. 1991. Principles of Soil Chemistry. The University of Georgia. Georgia.

Tim Sintesis Kebijakan. 2008. Pemanfaatan Lahan Sulfat Masam Berwawasan Lingkungan Dalam Mendukung Peningkatan Produksi Beras Nasional. Pengembangan Inovasi Pertanian. 1(2):129-131.

Tim IPB. 1992. Potensi, kendala dan alternative pengembangan kawasan rawa pasang surut di Indonesia. Makalah Seminar Pengembangan Terpadu Kawasan Rawa Pasang Surut di Indonesia, 5 September 1992. Bogor.

Widjaja Adhi. 1995. Pengelolaan, Pemanfaatan dan Pengembangan Rawa untuk Usahatani dalam Pembangunan Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan. Pusat Penelitian dan Agroklimat, Bogor.

Widjaja-Adhi, IPG., NP. S. Ratmini., dan I. W. Swastika. 1997. Pengelolaan Tanah Dan Air di Lahan Pasang Surut. Proyek Penelitian Pengembangan, Pertanian Rawa Terpadu-ISDP. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.


(49)

Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang

Varietas : Ciherang

Nomor Pedigree : S 3383-Id-Pn-4I-3-1 Asal/Persilangan : IR 18349-53-1-3-1-3/IR

Golongan : Cere

Bentuk : Tegak

Tinggi : 107-115 cm

Anakan Produktif : 14-17 batang Warna:

Kaki : Hijau

Batang : Hijau

Telinga Daun : Putih

Lidah Daun : Putih

Muka Daun : Kasar pada sebelah bawah daun

Posisi Daun : Tegak

Daun Bendera : Tegak

Gabah

Bentuk : Panjang ramping Warna : Kuning bersih Bobot 1000 butir : 27-28 gram Nasi

Tekstur : Pulen

Kadar Amilosa : 23% Panen

Hasil Gabah : 5-7 ton/ha Umur : 116-125 hari Kerontokan : Sedang Ketahanan terhadap

Rebah : Sedang

Hama : Tahan terhadap wereng coklat bioptipe 2 dan 3

Penyakit : Tahan terhadap bakteri hawar daun sirih Strain III dan IV

Keterangan : Anjuran tanam cocok ditanama pada musim penghujan dan kemarau dengan ketinggian di bawah 500 m dpl

Tahun dilepas : 25 Februari 2000 No. SK Pelepasan : 60/Kpts/TP.240/2/2000


(50)

Lampiran 2. Bagan Percobaan

Blok II Blok III Blok I

U S P2W3 P4W3 P2W2 P4W2 P1W2 P4W1 P3W3 P0W1 P2W1 P3W1 P1W3 P0W3 P0W2 P3W2 P1W1 P1W1 P3W2 P2W3 P0W3 P4W2 P0W2 P4W3 P4W1 P1W3 P3W3 P0W1 P2W2 P1W2 P3W1 P2W1 P3W2 P2W2 P1W2 P0W2 P4W3 P2W3 P4W2 P0W1 P4W1 P3W1 P1W1 P1W3 P0W3 P2W1 P3W3


(51)

Lampiran 3. Penetapan Kebutuhan Fosfat Standar Metode Langmuir

- Timbang masing-masing 3 g contoh tanah, tempatkan ke dalam 8 tabung sentrifusi.

- Tambahkan 30 ml larutan seri pengekstrak ke masing-masing tabung dan tetesi dengan Chloroform sebanyak 2 tetes.

- Guncang pada shaker selama 30 menit (pagi) dan 30 menit (sore) selama 6 hari berturut-turut.

- Sentrifusi selama 5 menit dengan kecepatan 3000 rpm.

- Supernatan disaring dengan kertas saring Whatman No. 42, tempatkan pada erlenmeyer.

- Ambil filtrat tersebut sebanyak 10 ml dan tempatkan pada tabung reaksi. - Tambahkan 1 ml pereaksi campuran B (Lampiran 1), kocok dan biarkan

selama 15 menit sampai terjadi perkembangan warna.

- Ukur transmitan pada alat Spectronic pada panjang gelombang 694 nm.

- Lakukan juga pekerjaan No. 5 s/d 8 pada larutan standar. Kemudian dibuat kurva standar antara absorbence (sb. Y) dengan kadar P (sb. X).

- Interpolasikan hasil absorbence contoh ke kurva standar sehingga diperoleh kadar P pada larutan setimbang.

- Buat kurva antara kadar P pada larutan setimbang (C) dan konsentrasi P (ppm) yang diberikan pada kertas grafik; dan kebutuhan fosfat standar (KFS) dapat dihitung dengan interpolasi pada konsentrasi P larutan setimbang (C) = 0,2 ppm.


(52)

- Dari perhitungan tersebut dapat ditentukan kebutuhan pupuk per pot dengan perlakuan 0%, 50%, 100%, dan 150%.

Bahan Kimia

1. Asam Sulfat 5 N

Larutkan 70 ml H2SO4 pekat BD 1,84 dengan H2O hingga volume larutan menjadi 500 ml.

2. Amonium molibdat

Larutkan 12 g (NH4)6Mo7O24.4H2O dengan H2O hingga 250 ml. 3. Kalium Antimonit Tartarat

Larutkan 0,298 g KsbOC4H4O6 dalam 100 ml H2O. 4. Asam Ascobat.

5. Larutan CaCl2 0,1 M.

Larutkan 14,7 g CaCl2 dengan H2O menjadi 1 L. 6. Larutan CaCl2 0,01 M.

Encerkan 100 ml CaCl2 0,1 M menjadi 1 L. 7. Larutan standar 1000 ppm P.

Larutkan 4,391 g KH2PO4 dengan 1000 ml larutan CaCl2 0,01M 8. Larutan standar 10 ppm P

Pipet 5 ml larutan standar 1000 ppm P ke dalam labu ukur 500 ml dan penuhkan dengan larutan CaCl2 0,01 M.

9. larutan seri pengekstraksi 0-10-20-30-40-50-60-100 ppm P

pipet 0-5-10-15-20-25-30-50 ml larutan standar 1000 ppm P ke dalam labu ukur 500 ml dan penuhkan dengan larutan CaCl2 0,01 M.


(53)

10. Larutan seri standar 0-0,1-0,2-0,3-0,5-1,0-2,0 ppm P

Pipet 0-1-2-3-4-5-10-20 ml larutan standar 10 ppmP ke dalam labu ukur 100 ml dan penuhkan dengan larutan CaCl2 0,01 M.

11. Peraksi campuran A

Campurkan bahan No. 1,2, dan 3 dan jadikan 2 L dengan menambahkan H2O.

12. Pereaksi Campuran B


(54)

Lampiran 4. Hasil Analisis Awal Tanah

No. Jenis Analisis Nilai* Kriteria**

1. pH 3.73 Sangat masam

2. P-Tersedia 9.07 Rendah

3. DHL 0.5 Rendah

Lampiran 5. Kriteria Sifat Tanah

Sifat Tanah Satuan S.Rendah Rendah Sedang Tinggi S.Tinggi

C (Karbon) % <100 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 >5.00

N (Nitrogen) % <0.10 0.10-0.20 0.21-0.50 0.51-0.75 >0.75

C/N --- <5 5-10 11-15 16-25 >25

P2O5 Total % <0.03 0.03-0.06 0.06-0.079 0.08-0.10 >0.10

P2O5 eks-HCl % <0.021 0.021-0.039 0.040-0.060 0.061-0.10 >0,1

P-avl BrayII ppm <8.0 8.0-15 16-25 26-35 >35

P-avl troug ppm <20 20-39 40-60 61-80 >80

P-avl Olsen ppm <10 10-25 26-45 46-60 >60

K2O eks-HCl % <0.03 0.03-0.06 0.07-0.11 0.12-0.20 >20

CaO eks-HCl % <0.05 0.05-0.09 0.10-0.20 0.21-0.30 >0.30

MgO eks-HCl % <0.05 0.05-0.09 0.10-0.20 0.21-0.30 >0.30

MnO eks-HCl % <0.05 0.05-0.09 0.10-0.20 0.21-0.30 >0.30

K-tukar me/100 <0.10 0.10-0.20 0.30-0.50 0.60-1.00 >1.00

Na-tukar me/100 <0.10 0.10-0.30 0.40-0.70 0.80-1.00 >1.00

Ca-tukar me/100 <2.0 2.0-5.0 6.0-10.0 11.0-20.0 >20.0

Mg-tukar me/100 <0.40 0.40-1.00 1.10-2.00 2.10-8.00 >8.00

KTK (CEC) me/100 <5 5-16 17-24 25-40 >40

Kejenuhan Basa % <20 20-35 36-50 51-70 >70

Kejenuhan Al % <10 20-Oct 21-30 31-60 >60

EC (Nedeco) mmhos --- --- 2.5 2.6-10 >10

Sangat

Masam Masam

Agak

Masam Netral

Agak

Alkalis Alkalis

pH H2O <4.5 4.5-5.5 5.6-6.5 6.6-7.5 7.6-8.5 >8.5

pH KCl <2.5 2.5-4.0 --- 4.1-6.0 6.1-6.5 >6.5


(55)

Lampiran 6. Perhitungan Dosis Pupuk Pupuk SP-36

Dosis 1 Ha = 150 kg

Dosis per ember = 150 kg x 10 kg 2 x 106

=0.00075 kg = 0.75 g/ember Pupuk KCl sebagai pupuk dasar

Dosis 1 Ha = 200 kg

Dosis per ember = 200 kg x 10 kg 2 x 106

= 0.001 kg = 1 g/ember

Pupuk Urea sebagai pupuk dasar Dosi 1 Ha = 300 kg

Dosis per ember = 300 kg x 10 kg 2 x 106


(56)

Lampiran 7

7.1 Hasil Analisis pH Tanah Setelah Panen Ulangan

Perlakuan I II III Total Rataan

P0W1 5.10 4.49 5.27 14.86 4.95

P0W2 5.05 5.11 5.41 15.57 5.19

P0W3 5.31 5.13 5.02 15.46 5.15

P1W1 4.98 5.37 5.16 15.51 5.17

P1W2 5.36 5.12 5.42 15.90 5.30

P1W3 5.01 4.95 4.76 14.72 4.90

P2W1 5.42 5.21 5.01 15.64 5.21

P2W2 4.79 4.96 5.42 15.17 5.05

P2W3 4.65 4.99 5.36 15.00 5.00

P3W1 4.87 4.40 5.30 14.57 4.85

P3W2 4.76 5.22 5.45 15.43 5.14

P3W3 5.40 4.57 5.39 15.36 5.12

PXW1 5.00 5.22 5.35 15.57 5.19

PXW2 5.48 4.85 5.42 15.75 5.25

PXW3 5.35 5.38 5.47 16.20 5.40

Total 76.53 74.97 79.21 230.71 76.90

Rataan 5.10 4.99 5.28 5.12

7.2 Daftar Sidik Ragam pH Tanah

SK db JK KT Fhit F(5%)

Ulangan 2 0.613191 0.306596 4.361964 3.34 Perlakuan 14 0.932098 0.066578 0.947217 2.06 P 4 0.298253 0.074563 1.06082tn 2.71 W 2 0.095631 0.047816 0.680277tn 3.34 P X W 8 0.538213 0.067277 0.957152tn 2.29

Galat 28 1.968076 0.070288

Total 44 3.513364

Keterangan : KK = 5.17116% tn = Tidak nyata


(57)

Lampiran 8

8.1 Hasil Analisis P-Tersedia Tanah (ppm) Setelah Panen Ulangan

8.2 Daftar Sidik Ragam P-Tersedia Tanah (ppm)

SK db JK KT Fhit F(5%)

Ulangan 2 19.74288 9.871442 0.720352 3.34 Perlakuan 14 434.2265 31.01618 2.263353 2.06

P 4 192.5746 48.14365 3.5132* 2.71

W 2 59.60163 29.80082 2.174663tn 3.34 P X W 8 182.0503 22.75629 1.660601tn 2.29

Galat 28 383.702 13.70364

Total 44 837.6715

Keterangan :

KK = 36.23495% tn = Tidak nyata

* = Nyata Pada Uji Taraf 5%

Perlakuan I II III Total Rataan

P0W1 3.74 6.40 3.96 14.10 4.70

P0W2 8.80 7.48 3.96 20.24 6.74

P0W3 9.24 6.40 7.92 23.56 7.85

P1W1 9.24 6.40 7.04 22.68 7.56

P1W2 10.60 11.70 10.60 32.90 10.96

P1W3 14.44 12.16 7.92 34.52 11.50

P2W1 13.00 9.54 12.19 34.73 11.57

P2W2 13.65 16.66 12.35 42.66 14.22

P2W3 8.36 5.76 8.36 22.48 7.49

P3W1 9.01 10.60 18.62 38.23 12.74

P3W2 10.07 11.40 13.65 35.12 11.70

P3W3 15.20 15.48 9.54 40.22 13.40

PXW1 18.62 7.92 5.76 32.30 10.76

PXW2 9.54 23.52 13.65 46.71 15.57

PXW3 2.53 12.35 4.40 19.28 6.42

Total 156.04 163.77 139.92 459.73 153.24


(58)

Lampiran 9

9.1 Hasil Analisis DHL Tanah (mmhos/cm) Setelah Panen Ulangan

Perlakuan I II III Total Rataan

P0W1 0.27 0.30 0.17 0.74 0.24

P0W2 0.20 0.24 0.24 0.68 0.22

P0W3 0.21 0.20 0.22 0.63 0.21

P1W1 0.21 0.24 0.21 0.66 0.22

P1W2 0.24 0.26 0.27 0.77 0.25

P1W3 0.23 0.23 0.26 0.72 0.24

P2W1 0.24 0.24 0.25 0.73 0.24

P2W2 0.31 0.22 0.31 0.84 0.28

P2W3 0.27 0.23 0.26 0.76 0.25

P3W1 0.35 0.33 0.33 1.01 0.33

P3W2 0.22 0.24 0.21 0.67 0.22

P3W3 0.33 0.21 0.30 0.84 0.28

PXW1 0.21 0.22 0.21 0.64 0.21

PXW2 0.24 0.24 0.26 0.74 0.24

PXW3 0.25 0.27 0.25 0.77 0.25

Total 3.78 3.67 3.75 11.20 3.73

Rataan 0.25 0.24 0.25 0.24

9.2 Daftar Sidik Ragam DHL Tanah (mmhos/cm)

SK db JK KT Fhit F(5%)

Ulangan 2 0.000431111 0.000216 0.221606 3.34 Perlakuan 14 0.043977778 0.003141 3.229439 2.06 P 4 0.015422222 0.003856 3.963773* 2.71 W 2 0.000231111 0.000116 0.118799tn 3.34 P X W 8 0.028324444 0.003541 3.639931* 2.29

Galat 28 0.027235556 0.000973 Total 44 0.071644444

Keterangan : KK = 12.53094 tn = Tidak nyata


(59)

Lampiran 10

10.1 Hasil Pengukuran Tinggi Tanaman 60 hari setelah tanam(hst) (cm) pada masa akhir vegetatif

Ulangan

Perlakuan I II III Total Rataan

P0W1 45 54 80 179 59.66

P0W2 73 81 60 214 71.33

P0W3 70 73 50 193 64.33

P1W1 86 79 82 247 82.33

P1W2 85 87 54 226 75.33

P1W3 80 85 94 259 86.33

P2W1 70 91 80 241 80.33

P2W2 89 88 81 258 86.00

P2W3 91 97 79 267 89.00

P3W1 86 94 81 261 87.00

P3W2 83 88 70 241 80.33

P3W3 60 90 66 216 72.00

PXW1 93 87 83 263 87.66

PXW2 76 79 75 230 76.66

PXW3 78 85 79 242 80.66

Total 1165 1258 1114 3537 1179

Rataan 77.66 83.86 74.26 78.60

10.2 Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman

SK db JK KT Fhit F(5%)

Ulangan 2 710.8 355.4 3.865244 3,34

Perlakuan 14 3217.467 229.819 2.499456 2,06 P 4 2183.467 545.8667 5.936713* 2,71 W 2 16.53333 8.266667 0.089906tn 3,34 P X W 8 1017.467 127.1833 1.383215tn 2,29

Galat 28 2574.533 91.94762

Total 44 6502.8

Keterangan : KK = 7.361323 tn = Tidak nyata


(60)

Lampiran 11

11.1 Hasil Perhitungan Jumlah Anakan 60 hari setelah tanam (hst) pada masa akhir vegetatif

Ulangan

Perlakuan I II III Total Rataan

P0W1 3 12 8 23 7.66

P0W2 7 13 3 23 7.66

P0W3 9 6 1 16 5.33

P1W1 6 7 18 31 10.33

P1W2 13 16 3 32 10.66

P1W3 10 16 18 44 14.66

P2W1 6 27 10 43 14.33

P2W2 21 26 19 66 22.00

P2W3 26 25 10 61 20.33

P3W1 14 27 10 51 17.00

P3W2 15 26 3 44 14.66

P3W3 3 11 2 16 5.33

PXW1 14 19 12 45 15.00

PXW2 11 13 8 32 10.66

PXW3 7 12 9 28 9.33

Total 165 256 134 555 185

Rataan 11 17.06 8.93 12.33

11.2 Daftar Sidik Ragam Jumlah Anakan

SK db JK KT Fhit F(5%)

Ulangan 2 536.1333 268.0667 9.851943 3,34 Perlakuan 14 1084 77.42857 2.845642 2,06 P 4 659.3333 164.8333 6.057928* 2,71 W 2 40.53333 20.26667 0.744837tn 3,34 P X W 8 384.1333 48.01667 1.764701tn 2,29

Galat 28 761.8667 27.20952

Total 44 2382

Keterangan : KK = 41.54054 tn = Tidak nyata


(1)

Pupuk SP-36

Dosis 1 Ha = 150 kg

Dosis per ember = 150 kg x 10 kg 2 x 106

=0.00075 kg = 0.75 g/ember

Pupuk KCl sebagai pupuk dasar Dosis 1 Ha = 200 kg

Dosis per ember = 200 kg x 10 kg 2 x 106

= 0.001 kg = 1 g/ember

Pupuk Urea sebagai pupuk dasar Dosi 1 Ha = 300 kg

Dosis per ember = 300 kg x 10 kg 2 x 106


(2)

7.1 Hasil Analisis pH Tanah Setelah Panen Ulangan

Perlakuan I II III Total Rataan

P0W1 5.10 4.49 5.27 14.86 4.95

P0W2 5.05 5.11 5.41 15.57 5.19

P0W3 5.31 5.13 5.02 15.46 5.15

P1W1 4.98 5.37 5.16 15.51 5.17

P1W2 5.36 5.12 5.42 15.90 5.30

P1W3 5.01 4.95 4.76 14.72 4.90

P2W1 5.42 5.21 5.01 15.64 5.21

P2W2 4.79 4.96 5.42 15.17 5.05

P2W3 4.65 4.99 5.36 15.00 5.00

P3W1 4.87 4.40 5.30 14.57 4.85

P3W2 4.76 5.22 5.45 15.43 5.14

P3W3 5.40 4.57 5.39 15.36 5.12

PXW1 5.00 5.22 5.35 15.57 5.19

PXW2 5.48 4.85 5.42 15.75 5.25

PXW3 5.35 5.38 5.47 16.20 5.40

Total 76.53 74.97 79.21 230.71 76.90

Rataan 5.10 4.99 5.28 5.12

7.2 Daftar Sidik Ragam pH Tanah

SK db JK KT Fhit F(5%)

Ulangan 2 0.613191 0.306596 4.361964 3.34 Perlakuan 14 0.932098 0.066578 0.947217 2.06 P 4 0.298253 0.074563 1.06082tn 2.71 W 2 0.095631 0.047816 0.680277tn 3.34 P X W 8 0.538213 0.067277 0.957152tn 2.29

Galat 28 1.968076 0.070288

Total 44 3.513364

Keterangan : KK = 5.17116% tn = Tidak nyata


(3)

8.1 Hasil Analisis P-Tersedia Tanah (ppm) Setelah Panen Ulangan

8.2 Daftar Sidik Ragam P-Tersedia Tanah (ppm)

SK db JK KT Fhit F(5%)

Ulangan 2 19.74288 9.871442 0.720352 3.34 Perlakuan 14 434.2265 31.01618 2.263353 2.06 P 4 192.5746 48.14365 3.5132* 2.71 W 2 59.60163 29.80082 2.174663tn 3.34 P X W 8 182.0503 22.75629 1.660601tn 2.29

Galat 28 383.702 13.70364

Total 44 837.6715

Keterangan :

KK = 36.23495% tn = Tidak nyata

* = Nyata Pada Uji Taraf 5%

Perlakuan I II III Total Rataan

P0W1 3.74 6.40 3.96 14.10 4.70

P0W2 8.80 7.48 3.96 20.24 6.74

P0W3 9.24 6.40 7.92 23.56 7.85

P1W1 9.24 6.40 7.04 22.68 7.56

P1W2 10.60 11.70 10.60 32.90 10.96

P1W3 14.44 12.16 7.92 34.52 11.50

P2W1 13.00 9.54 12.19 34.73 11.57

P2W2 13.65 16.66 12.35 42.66 14.22

P2W3 8.36 5.76 8.36 22.48 7.49

P3W1 9.01 10.60 18.62 38.23 12.74

P3W2 10.07 11.40 13.65 35.12 11.70

P3W3 15.20 15.48 9.54 40.22 13.40

PXW1 18.62 7.92 5.76 32.30 10.76

PXW2 9.54 23.52 13.65 46.71 15.57

PXW3 2.53 12.35 4.40 19.28 6.42

Total 156.04 163.77 139.92 459.73 153.24


(4)

9.1 Hasil Analisis DHL Tanah (mmhos/cm) Setelah Panen Ulangan

Perlakuan I II III Total Rataan

P0W1 0.27 0.30 0.17 0.74 0.24

P0W2 0.20 0.24 0.24 0.68 0.22

P0W3 0.21 0.20 0.22 0.63 0.21

P1W1 0.21 0.24 0.21 0.66 0.22

P1W2 0.24 0.26 0.27 0.77 0.25

P1W3 0.23 0.23 0.26 0.72 0.24

P2W1 0.24 0.24 0.25 0.73 0.24

P2W2 0.31 0.22 0.31 0.84 0.28

P2W3 0.27 0.23 0.26 0.76 0.25

P3W1 0.35 0.33 0.33 1.01 0.33

P3W2 0.22 0.24 0.21 0.67 0.22

P3W3 0.33 0.21 0.30 0.84 0.28

PXW1 0.21 0.22 0.21 0.64 0.21

PXW2 0.24 0.24 0.26 0.74 0.24

PXW3 0.25 0.27 0.25 0.77 0.25

Total 3.78 3.67 3.75 11.20 3.73

Rataan 0.25 0.24 0.25 0.24

9.2 Daftar Sidik Ragam DHL Tanah (mmhos/cm)

SK db JK KT Fhit F(5%)

Ulangan 2 0.000431111 0.000216 0.221606 3.34 Perlakuan 14 0.043977778 0.003141 3.229439 2.06 P 4 0.015422222 0.003856 3.963773* 2.71 W 2 0.000231111 0.000116 0.118799tn 3.34 P X W 8 0.028324444 0.003541 3.639931* 2.29

Galat 28 0.027235556 0.000973 Total 44 0.071644444

Keterangan : KK = 12.53094 tn = Tidak nyata


(5)

10.1 Hasil Pengukuran Tinggi Tanaman 60 hari setelah tanam(hst) (cm) pada masa akhir vegetatif

Ulangan

Perlakuan I II III Total Rataan

P0W1 45 54 80 179 59.66

P0W2 73 81 60 214 71.33

P0W3 70 73 50 193 64.33

P1W1 86 79 82 247 82.33

P1W2 85 87 54 226 75.33

P1W3 80 85 94 259 86.33

P2W1 70 91 80 241 80.33

P2W2 89 88 81 258 86.00

P2W3 91 97 79 267 89.00

P3W1 86 94 81 261 87.00

P3W2 83 88 70 241 80.33

P3W3 60 90 66 216 72.00

PXW1 93 87 83 263 87.66

PXW2 76 79 75 230 76.66

PXW3 78 85 79 242 80.66

Total 1165 1258 1114 3537 1179

Rataan 77.66 83.86 74.26 78.60

10.2 Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman

SK db JK KT Fhit F(5%)

Ulangan 2 710.8 355.4 3.865244 3,34

Perlakuan 14 3217.467 229.819 2.499456 2,06 P 4 2183.467 545.8667 5.936713* 2,71 W 2 16.53333 8.266667 0.089906tn 3,34 P X W 8 1017.467 127.1833 1.383215tn 2,29

Galat 28 2574.533 91.94762

Total 44 6502.8

Keterangan : KK = 7.361323


(6)

11.1 Hasil Perhitungan Jumlah Anakan 60 hari setelah tanam (hst) pada masa akhir vegetatif

Ulangan

Perlakuan I II III Total Rataan

P0W1 3 12 8 23 7.66

P0W2 7 13 3 23 7.66

P0W3 9 6 1 16 5.33

P1W1 6 7 18 31 10.33

P1W2 13 16 3 32 10.66

P1W3 10 16 18 44 14.66

P2W1 6 27 10 43 14.33

P2W2 21 26 19 66 22.00

P2W3 26 25 10 61 20.33

P3W1 14 27 10 51 17.00

P3W2 15 26 3 44 14.66

P3W3 3 11 2 16 5.33

PXW1 14 19 12 45 15.00

PXW2 11 13 8 32 10.66

PXW3 7 12 9 28 9.33

Total 165 256 134 555 185

Rataan 11 17.06 8.93 12.33

11.2 Daftar Sidik Ragam Jumlah Anakan

SK db JK KT Fhit F(5%)

Ulangan 2 536.1333 268.0667 9.851943 3,34 Perlakuan 14 1084 77.42857 2.845642 2,06 P 4 659.3333 164.8333 6.057928* 2,71 W 2 40.53333 20.26667 0.744837tn 3,34 P X W 8 384.1333 48.01667 1.764701tn 2,29

Galat 28 761.8667 27.20952

Total 44 2382

Keterangan : KK = 41.54054 tn = Tidak nyata


Dokumen yang terkait

Uji Adaptasi Beberapa Varietas Padi (Oryza sativa L.) Pada Tanah Salin

4 60 61

Pengaruh Pemberian Kompos Jerami Dan Pupuk Sp-36 Pada Tanah Sulfat Masam Potensial Terhadap Perubahan Sifat Kimia Serta Pertumbuhan Dan Produksi Padi (Oryza Sativa L.)

1 29 71

Uji Stabilitas Varietas Padi (Oryza sativa L.) Pada Lahan Salin dan Sulfat Masam Menggunakan Analisis AMMI dan Sidik Lintas Komponen Produksi Dengan Produksi Gabah

4 55 75

Tanggap Pertumbuhan dan Produksi Padi (Oryza sativa L.) Varietas Ciherang Terhadap Pemberian Pupuk Organik

1 70 104

Respons Pertumbuhan Dan Produksi Beberapa Varietas Padi (Oryza sativa L.) Akibat Pemberian Amandemen Bokashi Jerami Dan Pemupukan Spesifik Lokasi Pada Tanah Salin

1 34 155

Pertumbuhan Dan Produksi Beberapa Varietas Padi Gogo (Oryza Sativa L.) Pada Jarak Tanam Dan Persiapan Tanah Yang Berbeda

0 43 187

Pertumbuhan Dan Produksi Beberapa Varietas Padi Sawah (Oryza Sativa L.) Pada Pwersiapan Tanah Dan Jumlah Bibit Yang Berbeda

5 55 131

Pengaruh Pemberian Kompos Jerami Dan Pupuk Sp-36 Pada Tanah Sulfat Masam Potensial Terhadap Perubahan Sifat Kimia Serta Pertumbuhan Dan Produksi Padi (Oryza Sativa L.)

0 0 16

Pengaruh Pemberian Kompos Jerami Dan Pupuk Sp-36 Pada Tanah Sulfat Masam Potensial Terhadap Perubahan Sifat Kimia Serta Pertumbuhan Dan Produksi Padi (Oryza Sativa L.)

0 0 10

PENGARUH PEMBERIAN KOMPOS JERAMI DAN PUPUK SP-36 PADA TANAH SULFAT MASAM POTENSIAL TERHADAP PERUBAHAN SIFAT KIMIA SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI (Oryza sativa L.)

0 0 11