BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi, Karakteristik dan Kriteria Jasa Kurir 2.1.1 Defenisi Jasa Kurir - Implementasi Metode Profile Matching dan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) pada Perekrutan Tenaga Kurir (Studi Kasus PT. JNE Cabang Medan)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi, Karakteristik dan Kriteria Jasa Kurir

  2.1.1 Defenisi Jasa Kurir

  Jasa adalah sebagai aktivitas dari suatu hakikat yang tidak berwujud yang berinteraksi antara konsumen dan pemberi jasa dan sumber daya fisik atau barang dan sistem yang memberikan jasa, yang memberikan solusi bagi masalah-masalah konsumen [17] . Jasa Kurir adalah cara terbaik untuk menghemat waktu dan uang untuk bisnis Anda terutama di daerah sibuk. Jasa Kurir melakukan pengiriman dan pengiriman dari semua paket surat-surat dan pengiriman penting lainnya bahwa perusahaan Anda harus mengirim atau menerima. jasa Kurir dapat lokal regional atau bahkan internasional tergantung pada kebutuhan perusahaan. Untuk dapat memilih layanan Jasa Kurir yang sesuai, kita harus bertanya pada diri sendiri beberapa pertanyaan sederhana. kita juga perlu mengetahui frekuensi pengiriman kebutuhan lokasi yang sebagian besar paket.

  2.1.2 Karakteristik Jasa

  Dari pengertian jasa, Lovelock mengatakan bahwa jasa memiliki tiga karakteristik utama yang merupakan sumber utama dalam suatu pelayaan :

  1. More intangible than tangible (cenderung tidak berwujud) Jasa adalah perbuatan, penampilan, atau suatu usaha sehingga bila seorang konsumen membeli jasa maka umumnya jasa tersebut tidak berwujud, tetapi bila konsumen membeli suatu barang maka pada umumnya barang tersebut berwujud sehingga dapat dipakai atau ditempatkan disuatu tempat.

  2. Simultaneous production and consumption (produksi dan konsumsi serentak) Jasa diproduksi dan dikonsumsi dalam waktu yang sama, yang berarti penghasil jasa hadir secara fisik pada saat konsumsi berlangsung.

  3. Less standardized and uniform (kurang terstandarisasi dan seragam) Industri jasa cenderung dibedakan berdasarkan orang (people based) dan peralatan (equipment based). Hasil jasa orang kurang memiliki standarisasi dibandingkan dengan hasil jasa yang menggunakan peralatan. Dengan karakteristik jasa seperti diatas maka bagi konsumen akan menimbulkan kesulitan yang lebih besar dalam mengevaluasi kualitas jasa (service quality) dibanding kualitas barang (good quality). Bagaimana konsumen mengevaluasi investasi jasa /pelayanan yang ditawarkan lebih rumit dan beragam dari pada mereka mengevaluasi penggunaan bahan/material. Konsumen tidak mengevaluasi kualitas jasa hanya pada hasilnya saja, tetapi juga mempertimbangkan penyampaiannya.

2.1.3 Kriteria Jasa Kurir

  Dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sebagai kurir maka kinerja jasa kurir dapat diukur dengan kriteria yang telah tercapai secara keseluruhan. Jika kriteria telah tercapai berarti jasa kurir telah dianggap memiliki kualitas kerja yang baik. Kemampuan yang harus dimiliki kurir itu meliputi kompetensi pengetahuan, kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial.

1. Kompetensi pengetahuan

  Dalam pelaksaan tugas dan tanggungjawabnya sebagai kurir kompetensi pengetahuan sangat dibutuhkan untuk tercapainya tujuan dari pelayanan jasa. Kompetensi pengetahuan meliputi : pengetahuan jangkauan wilayah, pengetahuan intelegensi dan lain-lain.

  2. Kompetensi kepribadian Kepribadian seseorang menjadi modal dalam jasa pelayanan kurir karena dalam pelaksanaan tugas dan tanggungjawabnya memerlukan kualitas kepribadian yang baik. Kompetensi kepribadian itu meliputi : kualitas pelayanan dan tanggunjawab/loyalitas.

  3. Kompetensi Sosial Kompetensi Sosial adalah kemampuan seorang kurir untuk berkomunikasi dengan baik kepada konsumen dan rekanan kerja guna tercapainya kualitas pelayanan yang baik.

2.2 Sistem Pendukung Keputusan

  Pada dasarnya SPK merupakan pengembangan lebih lanjut dari Sistem Informasi Manajemen terkomputerisasi yang dirancang sedemikian rupa sehingga bersifat interaktif dengan pemakainya. Interaktif dengan tujuan untuk memudahkan integrasi antara berbagai komponen dalam proses pengambilan keputusan seperti prosedur, kebijakan, analisis, pengalaman dan wawasan manajer untuk mengambil keputusan yangn lebih baik.

  Untuk mengambil suatu keputusan banyak faktor yang mempengaruhi seorang pengambil keputusan, sehingga perlu untuk mengidentifikasi berbagai faktor yang penting dan mempertimbangkan tingkat pengaruh suatu faktor dengan faktor yang lainnya sebelum mengambil keputusan akhir, oleh karena itu secara spesifik penulis akan membahas permasalahan pemilihan guru terbaik dengan langkah demi langkah dengan menggunakan metode SPK untuk menghasilkan keputusan akhir yang disebut solusi dari suatu masalah.

  2.2.1 Konsep Dasar Sistem Pendukung Keputusan

  Konsep SPK pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 1970-an oleh Michael Scott Morton dengan istilah Management Decision System. Michael Scott Morton mendefenisikan SPK sebagai sistem berbasis komputer interaktif, yang membantu para pengambil keputusan untuk menggunakan data dan berbagai model untuk memecahkan masalah- masalah tidak terstruktur”. SPK dirancang untuk mendukung seluruh tahapan pembuatan keputusan yang dimulai dari tahap mengidentifikasi masalah, memilih data yang relevan, menentukan pendekatan yang digunakan dalam proses pembuatan keputusan, sampai pada kegiatan mengevaluasi pemilihan alternatif.

  Untuk membantu mempercepat dan mempermudah proses pengambilan keputusan, diperlukan suatu bentuk Sistem Pendukung Keputusan (Decision Support

  

System ). Tujuannya adalah untuk membantu pengambil keputusan memilih berbagai

  alternatif keputusan yang merupakan hasil pengolahan informasi-informasi yang diperoleh/tersedia dengan menggunakan model-model pengambilan keputusan [2] .

  2.2.2 Pengertian Sistem Pendukung Keputusan

  Definisi SPK secara sederhana adalah sebuah sistem yang digunakan sebagai alat bantu menyelesaikan masalah untuk membantu pengambil keputusan (manajer) dalam menentukan keputusan tetapi tidak untuk menggantikan kapasitas manajer hanya memberikan pertimbangan. SPK ditujukan untuk keputusan-keputusan yang memerlukan penilaian atau pada keputusan-keputusan yang sama sekali tidak dapat didukung oleh algoritma [14]. Definisi ini belum memberikan gambaran secara spesifik bahwa SPK berbasis komputer dan akan beroperasi online interakif oleh karena dengan muncul berbagai definisi seperti dibawah ini.

  SPK sebagai ”sekumpulan prosedur berbasis model untuk data pemrosesan dan penilaian guna membantu para mana jer mengambil keputusan”. Dia menyatakan bahwa untuk sukses, sistem tersebut haruslah sederhana, cepat, mudah dikontrol, lengkap dengan isu-isu penting, dan mudah berkomunikasi [9].

  Sistem pendukung keputusan sebagai sebuah sistem berbasis komputer yang terdiri atas komponen-komponen antara lain komponen sistem bahasa (language), komponen sistem pengetahuan (knowledge) dan komponen sistem pemrosesan masalah (problem processing) yang saling berinteraksi satu dengan yang lainnya. Konsep- konsep yang diberikan oleh defenisi tersebut sangat penting untuk memahami hubungan antara SPK dan pengetahuan [7].

  DSS adalah sistem informasi yang membantu untuk mengidentifikasi kesempatan pengambilan keputusan atau menyediakan informasi untuk membantu pengambilan keputusan. Pada dasarnya DSS hampir sama dengan SIM karena menggunakan basis data sebagai sumber data. DSS bermula dari SIM karena menekankan pada fungsi mendukung pembuat keputusan diseluruh tahap-tahapnya, meskipun keputusan aktual tetap wewenang eksklusif pembuat keputusan. Untuk mengajukan model yang menggambarkan proses pengambilan keputusan. Proses ini terdiri atas tiga fase, yaitu [2]:

  1. Intelligence

  Tahap ini merupakan proses penelusuran dan pendeteksian dari lingkup problematika serta proses pengenalan masalah. Data masukan diperoleh, diproses, dan diuji dalam rangka mengidentifikasikan masalah.

  2. Design

  Tahap ini merupakan proses menemukan, mengembangkan, dan menganalisis alternatif tindakan yang bisa dilakukan. Tahap ini meliputi proses untuk mengerti masalah, menurunkan solusi, dan menguji kelayakan solusi.

  3. Choice

  Pada tahap ini dilakukan proses pemilihan diantara berbagai alternatif tindakan yang mungkin dijalankan. Hasil pemilihan tersebut kemudian diimplementasikan dalam proses pengambilan keputusan. Ketiga langkah proses pengambilan keputusan yang telah disampaikan dan dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1. Fase Proses Pengambilan Keputusan [2]

  Meskipun implementasi termasuk tahap ketiga, namun ada beberapa pihak berpendapat bahwa tahap ini perlu dipandang sebagai bagian yang terpisah guna menggambarkan hubungan antar fase secara lebih komprehensif.

2.2.3 Karakteristik dan Kemampuan SPK

  Sistem pendukung keputusan dirancang secara khusus untuk mendukung seseorang yang harus mengambil keputusan-keputusan tertentu . Peranan SPK dalam konteks keseluruhan sistem informasi ditujukan untuk memperbaiki kinerja melalui aplikasi teknologi informasi.

  Banyaknya definisi yang dikemukakan mengenai pengertian dan penerapan dari sebuah SPK, sehingga menyebabkan terdapat banyak sekali pandangan mengenai sistem tersebut. Ada beberapa karakteristik dari Sistem Pendukung Keputusan di antarannya adalah sebagai berikut [7] :

  1. Mendukung seluruh kegiatan organisasi 2.

  Mendukung beberapa keputusan yang saling berinteraksi 3. Dapat digunakan berulang kali dan bersifat konstan 4. Terdapat dua komponen utama, yaitu data dan model 5. Menggunakan baik data ekternal maupun internal 6. Memiliki kemampuan what-if analysis dan goal seeking analysis 7. Menggunakan beberapa model kuantitatif.

  Dengan berbagai karakter khusus seperti dikemukakan diatas, SPK memiliki kemampuan yaitu [2]:

  1. Mendukung proses pengambilan keputusan, menitikberatkan pada management by perception

  2. Adanya interface manusia / mesin dimana manusia (user) tetap mengontrol proses pengambilan keputusan

  3. Mendukung pengambilan keputusan untuk membahas masalah-masalah terstruktur, semi terstruktur dan tidak terstruktur.

  4. Menggunakan model-model matematis dan statistik yang sesuai 5.

  Memiliki kapabilitas dialog untuk memperoleh informasi sesuai dengan kebutuhan

  • – model interaktif 6.

  Output ditujukan untuk semua personil organisasi dalam semua tingkatan sehingga dapat berfungsi sebagai kesatuan sistem

  7. Membutuhkan struktur data komprehensif yang dapat melayani kebutuhan informasi seluruh tingkatan manajemen

  8. Memiliki subsistem-subsistem yang terintegrasi sedemikian rupa sehingga dapat berfungsi sebagai kesatuan sistem

  9. Pendekata easy to use, ciri SPK yang efektif adalah kemudahannya untuk digunakan, dan memungkinkan keleluasaan pemakai untuk memilih atau mengembangkan pendekatan-pendekatan baru dalam membahas masalah yang dihadapi.

  10. Kemampuan sistem beradaptasi dengan cepat, dimana pengambil keputusan dapat menghadapi masalah-masalah baru, dan pada saat yang sama dapat menanganinya dengan cara mengadaptasikan sistem terhadap kondisi-kondisi perubahan yang terjadi.

  Dari berbagai kemampuan dan karakteristik seperti yang dijelaskan di atas, sistem pendukung keputusan juga memiliki keterbatasan, antara lain [7] :

  1. Ada beberapa kemampuan manajemen dan bakat manusia sebagai pengguna yang tidak dapat dimodelkan, sehingga model yang ada dalam sistem tidak semuanya mencerminkan persoalan yang sebenarnya.

  2. Kemampuan suatu sistem pendukung keputusan terbatas pada pengetahuan dasar serta model dasar yang dimilikinya.

  3. Proses-proses yang dapat dilakukan oleh sistem pendukung keputusan biasanya tergantung juga pada kemampuan perangkat lunak yang digunakannya.

  4. Sistem pendukung keputusan tidak memiliki intuisi seperti yang dimiliki oleh manusia. Karena sistem pendukung keputusan hanya suatu kumpulan perangkat keras, perangkat lunak dan sistem operasi yang tidak dilengkapi oleh kemampuan berpikir. Secara luas, dapat dikatakan bahwa sistem pendukung keputusan berlandaskan pada kemampuan dari sebuah sistem berbasis komputer dan dirancang untuk menghasilkan berbagai alternatif yang ditawarkan kepada para pengambil keputusan dalam melaksanakan tugasnya.

  2.2.4 Komponen – Komponen SPK

  Sistem Pendukung Keputusan memiliki tiga subsistem utama yang menentukan kapabilitas teknis SPK tersebut, dan subsistem perangkat lunak penyelenggara dialog [2].

  2.2.5 Subsistem Manajemen Basis Data

  Ada beberapa perbedaan antara data base untuk SPK dan non-SPK. Pertama, sumber data yang ditujukan pada SPK lebih ”kaya” dari pada non-SPK dimana data yang diperoleh harus berasal dari luar dan dari dalam karena proses pengambilan keputusan.

  SPK membutuhkan proses ekstraksi dan DBMS (Database Management

  

System ) yang dalam pengelolaannya harus cukup fleksibel untuk memungkinkan

  penambahan dan pengurangan secara cepat. Dalam hal ini, kemampuan yang dibutuhkan dari manajemen data base dapat diringkas, sebagai berikut [11]:

  1. Kemampuan untuk mengkombinasikan berbagai variasi data melalui pengambilan dan ekstraksi data.

  2. Kemampuan untuk menambahkan sumber data secara cepat dan mudah.

  3. Kemampuan untuk menggambarkan struktur data logikal sesuai dengan pengertian pamakai sehingga pemakai mengetahui apa yang tersedia dan dapat menentukan kebutuhan penambahan dan pengurangan.

  4. Kemampuan untuk menangani data secara personil sehingga pemakai dapat mencoba berbagai alternatif pertimbangan personil.

  5. Kemampuan untuk mengelola berbagai variasi data.

2.2.6 Subsistem Manajemen Basis Model

  Salah satu keunggulan SPK adalah kemampuan untuk mengintegrasikan akses data dan model-model keputusan. Hal ini dapat dilakukan dengan menambahkan model-model keputusan ke dalam sistem informasi yang menggunakan database sebagai mekanisme integrasi dan komunikasi di antara model-model.

  Salah satu persoalan yang berkaitan dengan model adalah bahwa penyusunan model seringkali terikat pada struktur model yang mengasumsikan adanya masukan yang benar dan cara keluaran yang tepat. Sementara itu, model cenderung tidak mencukupi karena adanya kesulitan dalam mengembangkan model yang terintegrasi untuk menangani sekumpulan keputusan yang saling bergantungan. Cara untuk menangani persoalan ini dengan menggunakan koleksi berbagai model yang terpisah, dimana setiap model digunakan untuk menangani bagian yang berbeda dari masalah yang dihadapi. Komunikasi antara berbagai model digunakan untuk menangani bagian yang berbeda dari masalah tersebut. Komunikasi antara berbagai model yang saling berhubungan diserahkan kepada pengambil keputusan sebagai proses intelektual dan manual.

  Salah satu pandangan yang lebih optimis, berharap untuk bisa menambahkan model-model ke dalam sistem informasi dengan database sebagai mekanisme integrasi dan komunikasi di antara mereka [11].

  Kemampuan yang dimiliki subsistem basis model meliputi: 1. Kemampuan untuk menciptakan model-model baru secara cepat dan mudah.

2. Kemampuan untuk mengakses dan mengintegrasikan model-model keputusan.

  3. Kemampuan untuk mengelola basis model dengan fungsi manajemen yang analog dan manajemen data base (seperti mekanisme untuk meyimpan, membuat dialog, menghubungkan, dan mengakses model.

2.2.7 Subsistem Perangkat Lunak Penyelenggara Dialog

  Fleksibilitas dan kekuatan karakteristik SPK timbul dari kemampuan interaksi antara sistem dan pemakai, yang dinamakan subsitem dialog. Bennet mendefinisikan pemakai, terminal, dan sistem perangkat lunak sebagai komponen-komponen dari sistem dialog. Ia membagi subsistem dialog menjadi tiga bagian yaitu: 1.

  Bahasa aksi, meliputi apa yang dapat digunakan oleh pemakai dalam berkomunikasi dengan sistem. Hal ini meliputi pemilihan-pemilihan seperti papan ketik (keyboard), panel-panel sentuh, joystick, perintah suara dan sebagainya.

  2. Bahasa tampilan dan presentasi, meliputi apa yang harus diketahui oleh pemakai. Bahasa tampilan meliputi pilihan-pilihan seperti printer, layar tampilan, grafik, warna, plotter, keluaran suara, dan sebagainya.

  3. Basis pengetahuan, meliputi apa yang harus diketahui oleh pemakai agar pemakaian sistem bisa efektif. Basis pengetahuan bisa berada dalam pikiran pemakai, pada kartu referensi atau petunjuk, dalam buku manual, dan sebagainya.

  Kombinasi dari kemampuan-kemampuan tersebut terdiri dari apa yang disebut gaya dialog, misalnya, pendekatan tanya jawab, bahasa perintah, menu-menu, dan mengisi tempat kosong.

  Kemampuan yang harus dimiliki oleh SPK untuk mendukung dialog pemakai/sistem meliputi:

  1. Kemampuan untuk menangani berbagai variasi dialog, bahkan jika mungkin untuk mengkombinasikan berbagai gaya dialog sesuai dengan pilihan pemakai.

  2. Kemampuan untuk mengakomodasikan tindakan pemakai dengan berbagai peralatan masukan.

  3. Kemampuan untuk menampilkan data dengan berbagai variasi format dan peralatan keluaran.

4. Kemampuan untuk memberikan dukungan yang fleksibel untuk mengetahui basis pengetahuan pemakai.

2.3 Profile Matching

  

Profile matching adalah salah satu dari metode dalam pengambilan keputusan yang

  mekanismenya mengasumsikan bahwa terdapat tingkat variabel prediktor yang ideal yang harus dimiliki oleh pegawai. Bukannya tingkat minimal yang harus dipenuhi atau dilewati. Dalam profile matching pegawai yang bisa dikategorikan sebagai pegawai terbaik adalah pegawai yang mendekati nilai ideal tersebut [6].

2.3.1 Prosedur Profile Matching

  Secara umum proses pengambilan keputusan dalam Profile Matching didasarkan pada langkah-langkah berikut ini yaitu:

1. Menentukan Variabel merupakan langkah pertama dalam metode

  profile matching adalah menentukan variabel-variabel yang nantinya digunakan sebagai point penilaian karyawan terhadap jabatan.

  2. Menghitung Hasil Pemetaan Gap Kompetensi, Gap adalah beda antara profil jabatan maupun standar untuk perencanaan karir dengan profil karyawan yang ditunjukkan pada rumus:

  

Gap = Profil Karyawan - Profil Jabatan [6]

  Setelah didapatkan tiap gap masing-masing karyawan, maka tiap profil karyawan diberi bobot nilai sesuai dengan patokan nilai pada tabel bobot nilai gap.

  

Tabel.2.1 Bobot nilai gap [6]

No Selisih (Gap) Bobot Nilai Keterangan

  2 Kompetensi individu kurang 4 tingkat/level 10 5 1,5

  [ ] Keterangan : NCF = Nilai rata-rata core factor ∑NC(Aspek) = Jumlah total nilai core factor

  ∑ ( ) ∑

  adalah : =

  core factor dan secondary factor. Rumus untuk perhitungan core factor

  3. Setelah menentukan bobot nilai gap untuk setiap aspek penilaian, tiap aspek tersebut dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu kelompok

  1 Kompetensi individu kurang 5 tingkat/level

  Kompetensi individu kelebihan 59 tingkat/level 11 -5

  Kompetensi individu kelebihan 4 tingkat/level 9 -4

  1

  3 Kompetensi individu kurang 3 tingkat/level 8 4 2,5

  Kompetensi individu kelebihan 3 tingkat/level 7 -3

  4 Kompetensi individu kurang 2 tingkat/level 6 3 3,5

  Kompetensi individu kelebihan 2 tingkat/level 5 -2

  5 Kompetensi individu kurang 1 tingkat/level 4 2 4,5

  Kompetensi individu kelebihan 1 tingkat/level 3 -1

  6 Tidak ada Gap (kompetensi sesuai yang dibutuhkan) 2 1 5,5

  IC = Jumlah item core factor

  Rumus untuk perhitungan secondary factor adalah : ∑ ( )

  = [ ]

  Keterangan : NSF = Nilai rata-rata secondary factor ∑NS(Aspek) = Jumlah total nilai secondary factor

  IS = Jumlah item secondary factor Setelah didapatkan nilai rata-rata core factor dan secondary factor kemudian ditentukan nilai total dari aspek, rumusnya adalah.

  ( ) = ( )% + ( )% [ ] Keterangan : N(Aspek) = Nilai total dari aspek (x)% = Nilai persen yang di inputkan NCF = Nilai rata-rata core factor NSF = Nilai rata-rata secondary factor Setelah didapat nilai total dari aspek kemudian dapat di tentukan hasil akhir yang berupa ranking dari pegawai dengan menggunakan rumus :

  ∑( )% ( )

2.4 AHP (Analytical Hierarchy Process)

  AHP yang dikembangkan oleh Thomas L Saaty merupakan model hirarki fungsional dengan Input utamanya persepsi manusia. Dengan adanya hierarki masalah yang kompleks atau tidak terstruktur dipecah dalam sus-sub masalah kemudian disusun menjadi suatu bentuk hierearki . Permasalahan multikriteria dalam AHP disederhanakan dalam bentuk hierarki yang terdiri dari 3 komponen utama. Yaitu tujuan atau goal dari pengambilan keputusan, kriteria penilaian dan alternatif pilihan. Adapun gambar dari hierarki tersebut adalah sebagai berikut.

  GOAL Criteria C Criteria D Criteria A Criteria B Choice A

  Choice B Choice C Choice D

Gambar 2.1. Tingkatan Hierarki pengkriteriaan AHP [8]

  Setelah permasalahan multikriteria dimodelkan dalam hierarki seperti gambar diatas, maka dapat dimulai tahapan perbandingan berpasangan (pairwise comparison) untuk menentukan bobot kriteria. Tahap perbandingan berpasangan ini akan digunakan pada saat mencari/menghitung bobot kriteria dan bobot alternatif untuk setiap kriteria penilaian. Misal ada sejumlah m kriteria M dan sejumlah n alternatif N. Maka perbandingan berpasangan dilakukan antar anggota kriteria M pada tahap mencari bobot kriteria. Dan perbandingan berpasangan dilakukan antar anggota alternatif N untuk setiap anggota kriteria M. Perbandingan berpasangan dilakukan berdasarkan preferensi subyektif dari pengambil keputusan. Setelah bobot kriteria didapatkan, selanjutnya dilakukan pengecekan konsistensi untuk matrik perbandingan berpasangan- nya. Jika lebih dari 0.1 maka harus dilakukan perbandingan berpasangan kembali sampai didapat ratio kurang dari atau sama dengan 0.1 (konsisten) dan juga tidak sebatas 0,1 bahkan jika hasil 0,0001 lebih konsisten. Hal yang serupa dilakukan juga terhadap masing-masing matrik perbandingan antar alternatif. Setelah bobot kriteria dan bobot alternatif didapatkan maka dihitung total dari perkalian antara bobot alternatif dengan bobot kriteria yang bersesuaian [6].

2.4.1 Prinsip Dasar Analytical Hierarchy Process

  Penyelesaian permasalahan dengan AHP ada beberapa prinsip yang harus dipahami, yaitu sebagai berikut [6]:

1. Membuat Hierarki (Decomposition)

  Sistem yang kompleks mampu dipahami dengan membaginya menjadi elemen- elemen yang lebih kecil dan bisa dimengerti seperti pada gambar 2.3

Gambar 2.3 Hierarki 3 level AHP 2.

  Penilaian kriteria dan alternatif (Comparative Judgement) Kriteria dan alternatif dilakukan dengan perbandingan berpasangan. Proses yang paling mudah adalah membandingkan dua hal dengan keakuratan perbandingan tersebut dapat dipertanggungjawabkan untuk itu Saaty (1980) menetapkan secara kualitatif 1 sampai dengan 9 untuk menilai tingkat perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen terhadap elemen lain seperti pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Skala Penilaian Perbandingan Pasangan Saaty [6] Intensitas

  Keterangan Kepentingan

  1 Kedua elemen sama pentingnya Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen

  3 yang lainnya

  5 Elemen yang satu lebih penting daripada yang lainnya Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen

  7 lainnya

  9 Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan-pertimbangan

  2, 4, 6, 8 yang berdekatan Jika untuk aktifitas i mendapat satu angka dibanding

  Kebalikan dengan aktifitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya dibanding dengan i.

  Pengisian nilai tabel perbandingan berpasangan dilakukan berdasarkan kebijakan pembuat keputusan dengan melihat tingkat kepentingan antar satu elemen dengan elemen yang lainnya. Proses perbandingan berpasangan, dimulai dari perbandingan kriteria misalnya A1, A2 dan A3. Maka susunan elemen- elemen yang dibandingkan tersebut akan tampak seperti pada tabel 2.3

Tabel 2.3 Contoh Matriks Perbandingan Berpasangan A1 A2 A3 A1

  1 A2

  1 A3

  1 Untuk menentukan nilai kepentingan relatif antar elemen digunakan skala bilangan dari 1 sampai 9 yang dapat dilihat pada Tabel 2.2.

  Apabila suatu elemen dibandingkan dengan dirinya sendiri maka diberi nilai 1. Jika elemen i dibandingkan dengan elemen j mendapatkan nilai tertentu, maka elemen j dibandingkan dengan elemen i merupakan kebalikannya.

  3. Menentukan Prioritas (synthesis of priority) Menentukan prioritas dari elemen-elemen kriteria dianggap sebagai bobot/kontribusi elemen terhadap tujuan pengambilan keputusan. AHP melakukan analisis prioritas elemen dengan metode perbandingan berpasangan antara dua elemen sehingga semua elemen yang ada terpenuhi. Prioritas ini ditentukan berdasarkan pandangan para pakar dan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap pengambilan keputusan, baik secara langsung (diskusi) maupun secara tidak langsung (kuisioner).

  4. Konsistensi Logis (Logical Consistency) Konsistensi memiliki dua pengertian. Pertama, objek-objek yang serupa bisa dikelompokkan sesuai dengan kesamaan dan relevansi. Kedua, menyangkut tingkat hubungan antar objek yang didasarkan pada kriteria tertentu [6].

2.4.2 Prosedur Analytical Hierarchy Process

  Secara umum pengambilan keputusan dengan metode AHP didasarkan pada langkah- langkah berikut :

  1. Mendefenisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.

  2. Membuat struktur yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan kriteria dan kemungkinan alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah.

  3. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan berdasarkan “judgement” dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.

  4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh judgement seluruhnya sebanyak n x [(n-1)/2] buah, dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan.

  5. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi. Nilai eigen vector yang dimaksud adalah nilai eigen vector maksimum yang diperoleh.

  6. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.

  7. Menghitung vector eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai vector eigen merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensistesis

  judgement dalam penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan.

  8. Memeriksa konsistensi hirarki. Jika nilainya lebih dari 10% atau tidak memenuhi dengan CR < 0, 100; maka penilaian data judgement harus diulang kembali. [6]

  Dari Langkah-langkah dalam menggunakan metode AHP diatas maka penulis melakukan langkah-langkah sebagai berikut dalam pemilihan kurir:

  1. Menentukan kriteria-kriteria yang akan digunakan dalam memilih kurir.

  2. Menyusun kriteria-kriteria tersebut dalam bentuk matriks berpasangan.

  3. Menjumlahkan matriks kolom yang disebut dengan jumlah elemen.

  4. Menentukan bobot relatif yang dinormalkan (normalized relatif weight) dengan cara membandingkan masing-masing nilai skala dengan jumlah elemennya.

  5. Menghitung nilai prioritas vektor (nilai eigen) kriteria dengan rumus menjumlahkan matriks baris pada langkah 4 dan dibagi dengan jumlah kriteria.

  ∑ 6. maks =

  Menghitung nilai lamda maksimum, dengan rumus : λ 7. Menguji konsistensi matriks berpasangan kriteria yaitu nilai Indeks Konsisten,

  −

  dengan rumus CI =

  −1 8.

  Menghitung Rasio Konsistensi, dengan rumus CR = Dimana : RI adalah nilai indeks random yang berasal dari tabel random seperti tabel 2.4

Tabel 2.4 Indeks Random [6]

  1

  2

  3

  4

  5

  6

  7

  8

  9

  10

  11 N

  RI 0.00 0.00 0.58 0.90 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49 1.51

  Jika CR < 0.1 maka nilai perbandingan berpasangan pada matriks kriteria yang diberikan konsisten. Jika CR ≥ 0.1, maka nilai perbandingan berpasangan pada matriks kriteria yang diberikan tidak konsisten. Jika tidak konsisten maka pengisian nilai-nilai pada matriks berpasangan pada unsur kriteria maupun alternatif harus diulang.

  9. Menentukan jumlah kurir yang akan menjadi pilihan untuk menghasilkan tenga kurir terbaik.

  10. Menyusun jumlah kurir yang telah ditentukan dalam bentuk matriks berpasangan untuk masing-masing kriteria. Ada n buah matriks berpasangan antar kurir tersebut.

  11. Masing-masing matriks berpasangan antar kurir sebanyak n buah matriks, tiap- tiap matriksnya dijumlah perkolomnya.

  12. Menghitung nilai prioritas masing-masing matriks berpasangan antar kurir dengan rumus pada langkah 4 dan langkah 5.

  13. Menghitung nilai lamda maksimum, dengan rumus : λ

  maks = ∑

  14. Menghitung konsistensi matriks berpasangan antar kurir dengaan mengikuti langkah-langkah pada nomor 7 dan nomor 8.

  15. Menyusun matriks baris antar kurir dengan matriks baris kriteria yang isinya hasil perhitungan proses langkah 9.

  16. Hasil akhir berupa prioritas global dari perkalian nilai prioritas masing-masing matriks kriteria dengan matriks antar kurir yang kemudian dijumlahkan. Nilai ini yang digunakan oleh pengambil keputusan berdasarkan nilai tertinggi.

Dokumen yang terkait

Implementasi Metode Profile Matching dan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) pada Perekrutan Tenaga Kurir (Studi Kasus PT. JNE Cabang Medan)

16 91 137

Implementasi Metode K- Means Clustering Dan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) Dalam Penilaian Kedisiplinan Siswa (Studi Kasus : SMP Negeri 21 Medan)

20 99 166

Kebijakan Marketing Mix Dalam Meningkatkan Volume Penjualan Jasa Kurir Pada PT.Citosarana Jasapratama Cabang Medan

0 25 100

Perancangan Media Promosi Jasa Layanan Kurir ASI PT. Arga Nirwana Express

1 14 71

Sistem Pendukung Keputusan Untuk Memilih Karakteristik Kopi Dengan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP)

1 12 1

Penerapan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dalam Menetapkan Kompetensi dan Penilaian Kinerja Karyawan (Studi Kasus PT. Mitra Cipta Kosindo Pekanbaru)

0 0 8

Rancang Bangun Sistem Informasi Jasa Pengiriman Berbasis Web Pada Rush Kurir Surabaya

0 2 10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keputusan dan Pengambilan Keputusan 2.1.1 Definisi - Implementasi Perbandingan Algoritma Analytic Hierarchy Process (AHP) dengan Algoritma Simple Additive Weighting (SAW) dalam Pemilihan Website Hosting

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelelahan Kerja 2.1.1 Pengertian Kelelahan Kerja - Perbedaan Tingkat Kelelahan Kerja Berdasarkan Kebiasaan Sarapan pada Pekerja Kurir Pengiriman Barang JNE di Kota Medan Tahun 2015

0 0 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Pendukung Keputusan - Perbandingan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Metode Preference Ranking Organization Method For Enrichment Evaluation (PROMETHEE) untuk Pemilihan Hardisk Eksternal

0 0 17