Meningkatkan Aktivitasdan Hasil Belajar Siswa Materi Panca Indra Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) di Kelas V SDN Hariang

  

Meningkatkan Aktivitasdan Hasil Belajar Siswa Materi Panca

Indra Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team

Achievement Divisions (STAD) di Kelas V SDN Hariang

  • Hj. Antung Faridah

  

Sekolah Dasar Negeri Hariang Banua Lawas

Tabalong Kalimantan Selatan

  • Revisi: 25-05-2018
  • • Terima: 15-04-2018 • Terbit Daring: 29-05-2018

  

Abstrak

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui aktivitas guru, aktivitas siswa dan peningkatan hasil belajar siswa dalam proses

pembelajaran yang dilaksanakan. Setting penelitian di SDN HariangKabupatenTabalong, dengan subjek penelitian yaitu

siswa kelas V yang berjumlah 17 orang terdiri atas 7 laki-laki dan 10 perempuan. Populasi dilakukan dengan menggunakan

instrument berupa lembar-lembar observasi aktivitas guru, observasi aktivitas siswa, dan tes tertulis. Analisis data dihitung

berdasarkan skala persentasi dan indikator ketuntasan belajar klasikal yang telah ditetapkan. Pertemuan pertama siklus I

tingkat aktivitas guru masih belum optimal dimana prosentasi keaktifannya hanya 57% atau masih berkategori cukup baik.

Pada pertemuan kedua siklus 1 aktivitas guru meningkat menjadi 71% atau berkategori baik. Sedangkan pada pertemuan

pertama dan kedua siklus 2 aktivitas guru mencapai 71% kategori baik, meningkat menjadi 95% kategori sangat baik.

Pertemuan pertama siklus 1 tingkat keaktifan siswa berkategori cukup aktif dan pertemuan kedua siklus 1 tingkat keaktifan

siswa sudah mengalami peningkatan yang prosentasinya berkategori aktif. Hasil belajar siswa pada evaluasi siklus I

pertemuan 1 nilai rata-rata siswa 64,1 sedangkan pada pertemuan 2 nilai rata-rata siswa 71,8. Pada siklus II pertemuan 1 nilai

rata-rata siswa mencapai 75,9 dan pertemuan 2 nilai rata-rata siswa 79,5. Siswa yang tuntas pada siklus I pertemuan 1

berjumlah 6 orang dari 17 siswa dengan prosentasi sebesar 35,3%, pertemuan 2 berjumlah 10 orang dari 17 siswa dengan

prosentasi sebesar 58,9%. Sedangkan pada siklus II pertemuan 1 yang tuntas 13 orang dari 17 siswa dengan prosentasi sebesar

76,5% dan pertemuan 2 yang tuntas 15 orang dari 17 siswa dengan prosentasi sebesar 88,3%. Siswa terus menerus berlatih

model pembelajaran STAD agar lebih aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan dalam belajar, sehingga hasil belajar lebih

meningkat. Bagi kepala sekolah diharapkan hasil penelitianini menjadi sumbangan pemikiran untuk melakukan supervise dan

perbaikan-perbaikan hasi lbelajar di sekolah dan memotivasi guru dalam mengembangkan pembelajaran yang dapat diterima

oleh siswa . © 2018 Rumah Jurnal. All rights reserved Kata-kata kunci: Aktivitas, hasil belajar, student team achievement divisions. * ———

  Korespondensi. Hj. Antung Faridah: E-mail: hj.a.faridah@gmail.com

1. Pendahuluan

  Salah satu konsep yang diajarkan dalam mata

  pelajaran IPA di kelas V semester 2 adalah materi panca indra. Berdasarkan pengamatan, bahwa pada tahun pelajaran 2015/2016 yang lalu materi tersebut sulit dan kurang dikuasai siswa. Diketahui hasil belajar siswa kelas V mata pelajaran IPA dengan materi panca indra masih rendah dengan ketuntasan 50%. Hal ini sangat bertentangan dengan harapan guru dalam setiap kali mengadakan pembelajaran

  IPA.Dalam setiap kali pembelajaran IPA di kelas V hendaknya siswa aktif, kreatif dan senang mengikuti pembelajaran sehingga terjadi peningkatan hasil belajar yang diperoleh siswa dalam setiap kali pembelajaran. Nilai belajar siswa hendaknya melebihi nilai KKM yang ditetapkan sekolah yaitu 70 dan ketuntasan secara klasikal mencapai lebih dari 75%.

  Berdasarkan refleksi guru permasalahan tersebut disebabkan oleh beberapa alasan, diantaranya rutinitas yang dilakukan guru dalam pembelajaran. Pada umumnya guru dalam melaksanakan pembelajaran masih menggunakan gaya lama yang cenderung menonton yaitu kapur dan sehingga berakibat siswa menjadi pasif dan kurang mandiri serta tidak dapat mengembangkan inovasi baru dalam mengajar.

  Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Unila (Ispiani, 2011) yaitu guru belum mampu membawa siswa pada lingkungan kontekstual dalam memahami materi dan pelajaran berpusat pada guru sehingga hasil belajar bersifat hapalan. Sebagai gambaran guru mengajar hanya terpusat pada isi teks bacaan yang ada pada buku paket tanpa diajak belajar lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak akan mengalami apa yang akan dipelajarinya, bukan mengetahuinya.

  Jika masalah ini dibiarkan berlarut-larut tanpa ada motivasi dan inovasi guru dalam melakukan perbaikan pembelajaran yang dikuatirkan akan berdampak pada rendahnya nilai hasil belajar. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran guru harus melibatkan siswa aktif agar pembelajaran dapat diterima oleh anak sebagai pengalamannya dalam belajar.

  Supaya pembelajaran IPA menjadipembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAIKEM), dapat dilakukan melalui melalui penerapan model pembelajaran kooperatif dengan tipe STAD. STAD merupakan salah satu metode atau pendekatan dalam pembelajaran kooperatif yang sederhana dan baik untuk guru yang baru mulai menggunakan pendekatan kooperatif dalam kelas, STAD juga merupakan suatu metode pembelajaran kooperatif yang efektif. Namun seberapa jauh keefektifitasannya model pembelajaran tersebut dalam meningkatkan hasil belajar siswa, akan dilakukan penelitian yang salah satunya dengan menggunakan penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas merupakan suatu pendekatan untuk memperbaiki pendidikan melalui perubahan, dengan mendorong para guru untuk memikirkan praktik mengajarnya sendiri, agar kritis terhadap praktik tersebut dan agar mau untuk mengubahnya.

  2. Tinjauan Pustaka 2.1.

   Pembelajaran IPA

  Soemanto (2006) mengemukakan aktivitas belajar terdiri dari 11 yaitu mendengarkan, memandang, meraba, membau dan mencicipi/ mengecap, menulis atau mencatat, membaca, membuat ikhtisar atau ringkasan dan menggarisbawahi, mengamati tabel- tabel, diagram-diagram dan bagan-bagan, menyusun paper atau kertas kerja, mengingat, berpikir dan latihan atau praktik.

  Aktivitas belajar adalah seluruh aktivitas siswa dalam proses belajar, mulai dari kegiatan fisik sampai kegiatan psikis. Kegiatan fisik berupa ketrampilan- ketrampilan dasar sedangkan kegiatan psikis berupa ketrampilan terintegrasi. Ketrampilan dasar yaitu mengobservasi, mengklasifikasi, memprediksi, mengukur, menyimpulkan dan mengkomunikasikan. Sedangkan ketrampilan terintegrasi terdiri dari mengidentifikasi variabel, membuat tabulasi data, menyajikan data dalam bentuk grafik, menggambarkan hubungan antar variabel, mengumpulkan dan mengolah data, menganalisis penelitian, menyusun hipotesis, mendefinisikan variabel secara operasional, merancang penelitian dan melaksanakan eksperimen.

  2.2. Hasil Belajar IPA

  Faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar yaitu (1) Faktor Fisiologis. Faktor-faktor faktor lingkungan, faktor instrumental dan faktor kondisi individual subjek didik. Material pembelajaran turut menentukan bagaimana proses dan hasil belajar yang akan dicapai subjek didik. Faktor lingkungan, yang meliputi lingkungan alam dan lingkungan sosial, juga perlu mendapat perhatian. Belajar dalam kondisi alam yang segar selalu lebih efektif dari pada sebaliknya. Sementara itu, lingkungan sosial yang hiruk pikuk, terlalu ramai, juga kurang kondisif bagi proses dan pencapaian hasil belajar yang optimal. Yang tak kalah pentingnya untuk dipahami adalah faktor-faktor instrumental, baik yang tergolong perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software). Perangkat keras seperti perlangkapan belajar, alat praktikum, buku teks dan sebagainya sangat berperan sebagai sarana pencapaian tujuan belajar. Faktor fisiologis lainnya yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar adalah kondisi individual subjek didik sendiri. Termasuk ke dalam faktor ini adalah kesegaran jasmani dan kesehatan indra; (2) Faktor Psikologis. Perilaku individu, termasuk perilaku belajar, merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas yang lahir sebagai hasil akhir saling pengaruh antara berbagai gejala, seperti perhatian, pengamatan, ingatan, pikiran dan motif.

  IPA adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang alam sekitar beserta isinya. Hal ini berarti IPA mempelajari semua benda yang ada di alam, peristiwa dan gejala-gejala yang muncul di alam. Ilmu dapat diartikan sebagai suatu pengetahuan yang bersifat objektif tentang alam sekitar beserta isinya.

  Hakikat IPA dibagi menjadi 3 bagian (1) IPA sebagai proses yakni IPA merupakan urutan atau langkah-langkah suatu kegiatan untuk memperoleh hasil pengumpulan data melalui metode ilmiah, terdiri dari observasi, klasifikasi, interpretasi, hipotesis, pengendalian variabel, merencanakan dan melaksanakan eksperimen dan menetapkan format tabulasi data, (2) IPA sebagai produk hasil yang diperoleh dari suatu pengumpulan data yang disusun secara lengkap dan sistimatis terdiri dari fakta, konsep, prinsif dan teori, (3) IPA sebagai sikap ilmiah terdiri dari sikap ingin tahu, singin mendapatkan sesuatu, bekerjasama, tidak putus asa, tidak berprasangka, bertanggung jawab, berpikir bebas serta bersikap disiplin.

  Pembelajaran IPA merupakan pembelajaran yang melalui investigasi yang mereka lakukan sendiri. Jika pengalamannya tidak memadai, maka pemahamannya juga tidap lengkap.

  Ruang lingkup bahan kajian IPA SD/ MI meliputi aspek-aspek (1) Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan serta kesehatan, (2) Benda/ materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas, (3) Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana, (4) Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya dan benda-benda langit lainnya (Depdiknas, 2006).

  Secara global dimensi yang hendak dicapai oleh serangkaian tujuan kurikuler pendidikan IPA dalam kurikulum pendidikan dasar adalah mendidik anak agar memahami konsep IPA, memiliki keterampilan ilmiah, bersikap ilmiah dan religius. Keilmiah dan tujuan transendental pendidikan IPA sebagaimana dipaparkan di atas sudah barang tentu tidak serta merta dapat dicapai oleh materi pelajaran IPA, melainkan oleh cara melibatkan siswa ke dalam kegiatan di dalamnya (Galton dan Harlen dalam Puskur, 2009).

  2.4. Karakteristik Siswa Usia Sekolah Dasar

  Anak pada usia SD senang bermain dalam kelompoknya dengan melakukan permainan yang konstruktif dan olah raga. Mereka senang permainan olahraga, menjelajah daerah-daerah baru, mengumpulkan benda-benda tertentu, menikmati hiburan, menonton film dan televisi, juga melamun pada anak yang kesepian dan sedikit mempunyai teman bermain. Periode usia SD juga disebut dengan periode usia bermain. Anak usia 5 dan 7 tahun, proses pemikirannya anak-anak mengalami perubahan penting (Siegler) dalam Slavin (2008) menyatakan bahwa ini adalah periode peralihan dari tahap pemikiran pra operasional ke tahap operasi konkret. Oleh karena itu guru harus mampu merancang pembelajaran yang dapat membangkitkan siswa. Hal ini dilakukan karena perhatian anak pada usia tersebut masih mudah beralih, artinya dalam jangka waktu tertentu perhatian anak dapat tertarik kepada banyak hal, tetapi waktu tertentu pula perhatian anak berpindah-pindah.

2.3. Hakikat Pembelajaran IPA

  Perkembangan psikososial pada usia 6 sampai pubertas, anak mulai memasuki dunia pengetahuan dan dunia kerja yang luas. Peristiwa penting pada tahap ini anak mulai masuk sekolah, mulai itu proses belajar mereka tidak hanya terjadi di sekolah tetapi dimanapun mereka berada. Anak sekolah dasar merupakan individu yang sedang berkembang, barangkali tidak perlu lagi diragukan keberaniannya. Setiap anak usia sekolah dasar sedang berada dalam perubahan fisik maupun mental mengarah yang lebih baik. Tingkah laku mereka dalam menghadapi lingkungan sosial maupun nonsosial meningkat. Anak kelas empat, memiliki kemampuan tenggang rasa dan kerjasama yang lebih tinggi, bahkan ada diantara mereka yang menampakkan tingkah laku mendekati tingkah laku anak remaja permulaan.

  2.5. Model Pembelajaran Kooperatif dalam IPA

  Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Suherman (2003) pembelajaran kooperatif atau cooperative learning mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama.

  • Penyajian Materi.

  Pembelajaran koooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Setiap manusia memiliki derajat potensi, latar belakang historis, serta harapan masa depan yang berbeda-beda. Karena perbedaan itulah manusia dapat saling asah, asih, dan asuh /saling mencerdaskan. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Pembelajaran kooperatif dicirikan oleh struktur tugas, tujuan, dan penghargaan kooperatif. Siswa yang belajar dalam kondisi pembelajaran kooperatif didorong dan atau dikehendaki untuk bekerjasama pada suatu tugas bersama, dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya.

  2.6. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

  STAD merupakan model pembelajaran yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman- temannya di Universitas John Hopkin. Model pembelajaran STAD merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif atau cooperative learning merupakan salah satu tipe cooperative learning yang bertujuan mendorong siswa berdiskusi, saling bantu menyelesaikan tugas, menguasai dan pada akhirnya menerapkan keterampilan yang diberikan. STAD melibatkan pengakuan tim dan tanggung jawab kelompok atas pembelajaran dalam kelompok yg terdiri dari anggota dengan kemampuan yang berbeda-beda.

  Slavin dalam Anshory (2010) mengemukakan ada 5 langkah pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu:  Persiapan.

  Pada tahap ini guru memulainya dengan menyampaikan kepada siswa apa yang hendak dipelajari dan mengapa hal itu penting. Selanjutnya guru menyampaikan secara khusus tujuan pembelajaran. Guru membangkitkan motivasirasa ingin tahu siswa tentang materi apa yang akan mereka pelajari. Kemudian dilanjutkan dengan memberikan apersepsi sebagai pengantar menuju materi;

  Dalam mengembangkan materi pembelajaran perlu ditekankan beberapa hal sebagai berikut: (a) mengembangkan materi pembelajaran sesuai dengan apa yang akan dipelajari siswa dalam kelompok; (b) menekankan bahwa belajar adalah memahami makna dan bukan sekadar hafalan; (c) memberikan umpan balik sesering mungkin untuk mengontrol pemahaman siswa; (d) memberi penjelasan atau alasan mengapa jawaban itu benar atau salah dan (e) beralih pada materi berikutnya jika siswa telah memahami masalah yang ada;  Tahap Kerja Kelompok.

  Pada tahap ini, siswa diberi kertas kerja sebagai bahan yang akan dipelajari dalam bentuk open-ended tasks. Dalam kerja kelompok ini siswa saling berbagi tugas, saling bantu menyelesaikan tugas dengan target setiap anggota kelompok mampu memahami materi secara benar. Salah satu kerja kerja dikumpulkan sebagai hasil kerja kelompok. Pada tahap ini guru harus mampu berperan sebagai fasilitator dan motivator kerja kelompok. Selanjutnya langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh guru adalah (1) Mintalah anggota kelompok untuk memindahkan meja/bangku agar merekaberkumpul menjadi satu kelompok; (2) Berilah waktu lebih kurang 10 menit untuk memilih nama kelompok; (3) siswa untuk bekerja sama dalam pasangan, bertiga atau satu kelompok utuh, tergantung pada tujuan yang sedang dipelajari. Jika mereka mengerjakan soal, masing-masing siswa harus mengerjakan soal sendiri dan kemudian dicocokkan dengan temannya. Jika salah satu tidak dapat mengerjakan suatu pertanyaan, teman satu kelompok bertanggung jawab menjelaskannya. Jika siswa mengerjakan dengan jawaban pendek, maka mereka lebih sering bertanya dan kemudian antara teman saling bergantian memegang lembar kegiatan dan berusaha menjawab pertanyaan itu; (5) Tekankan pada siswa bahwa mereka belum selesai belajar sampai mereka yakin teman-teman satu kelompok dapat mencapai nilai sampai 100 pada kuis. Pastikan siswa mengerti bahwa lembar kegiatan tersebut untuk belajar tidak hanya untuk diisi dan diserahkan. Jadi penting bagi siswa mempunyai lembar kegiatan untuk mengecek diri mereka dan teman-teman sekelompok mereka pada saat mereka belajar. Ingatkan siswa jika mereka mempunyai pertanyaan, mereka seharusnya menanyakan teman sekelompoknya sebelum bertanya guru; dan (6) Sementara siswa bekerja dalam kelompok, guru berkeliling dalam kelas. Guru sebaiknya memuji kelompok yang semua anggotanya bekerja dengan baik, yang anggotanya duduk dalam kelompoknya untuk mendengarkan bagaimana anggota yang lain bekerja dan sebagainya.

  • Tahap Tes Individu Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan belajar telah dicapai, diadakan tes secara individual atau quiz mengenai materi yang telah dipelajari dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan open- ended tasks dimana tes individu dilakukan pada akhir setiap pertemuan. Tujuannya agar siswa dapat menunjukkan pemahaman dan apa yang telah dipelajari sebelumnya. Skor yang diperoleh siswa per individu ini didata dan diarsipkan sebagai bahan untuk perhitungan skor kelompok.
  • Tahap Penghargaan Penghargaan kelompok diberikan berdasarkan poin peningkatan kelompok.

  Dari uraian model pembelajaran kooperatif tipe STAD di atas, dapat dirangkum langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut Slavin dalam Anshory (2010) adalah (1) Membentuk kelompok yang anggotanya berjumlah 5 orang secara heterogen menurut prestasi, jenis kelamin, dll; (2) Guru menyajikan pelajaran; (3) Guru membagikan tugas oleh kelompok. Anggota yang sudah mengerti dapat menjelaskan pada anggota lainnya, sampai semua anggota kelompok itu mengerti; (4) Guru memberikan kuis/pertanyaan kepada semua siswa, pada saat menjawab pertanyaan siswa tidak boleh saling membantu; (5) Memberi evaluasi; (6) Kesimpulan 3.

   Metodologi

  Metodologi memberikan gambaran yang jelas terhadap pencapain tujuan penelitian (Dalle, 2010; Dalle et al., 2017). Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas V semester 2SDN Hariang Kabupaten Tabalong tahun pelajaran 2016/2017. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V yang berjumlah 17 orang terdiri atas 7 laki-laki dan 10 perempuan. Mata pelajaran yang dijadikan bahan penelitian adalah IPA materi panca indra. Dengan dasar penelitian meningkatkan hasil belajar IPA menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

  Jenis data yang disajikan dalam penelitian ini adalah data yang bersifat kualitatif dan data kuantitatif yang terdiri (1) Data kuantitatif yaitu data yang bersifat angka-angka hasil belajar dengan alat penggali data tes tertulis dalam bentuk data hasil belajar di akhir siklus. Data kuantitatif juga digunakan sebagai komponen utama dalampenarikan kesimpulan atau sebagai dasar data kualitatif; (2) Data kualitatif yaitu data yang bersifat kata-kata atau kreteria perilaku dengan alat penggali data berupa data observasi aktivitas siswa maupun cara guru mengelola pembelajaran. Data kualitatif diambil dari menyimpulkan atau mengklafikasi data kuantitatif dari hasi observasi atau dari angka-angka kemudian diklafikasikan menjadi kata- kata.

  Data hasil belajar diperoleh dari nilai tes tertulis pada akhir prosespembelajaransetiap pertemuan dan siklus. Data tersebut diambil dengan memperhatikan presentasi ketuntasan belajar.

  Data aktivitas siswa diperoleh dari hasil observasi aktivitas siswa dalam pembelajaran menggunakan Pembelajaran Kooperatif tipe STAD diambil dengan memperhatikan presentasi aktivitas yang dilakukan siswa dalam pembelajaran.

4. Hasil dan Pembahasan 4.1.

   Hasil

  • Siklus I

  Pada pelaksanaan tindakan pertama siklus I, hasil pengamatan guru observer berdasarkan lembar pengamatan guru dalam pembelajaran yang dilaksanakan peneliti dari kegiatan awal, inti, maupun kegiatan akhir diperoleh data dapat diketahui aktivitas guru dalam pelaksanaan pembelajaran pada tindakan pertama siklus I mendapat kriteria baik dengan prosentasi 57% dalam kategori cukup baik.

  Nampak bahwa dalam pembelajaran yang dilaksanakan guru pada pertemuan 1 masih belum optimal, dimana ada beberapa kegiatan guru yang kurang tepat dan tidak sistematis atau berurutan. Pada kegiatan awal guru kurang tepat dan tidak sistematis dalam memotivasi, dan menyampaikan tujuan pembelajaran dan menjelaskan tentang pembelajaran kooperatipSTAD. Dalam RPP memotivasi siswa urutan kedua setelah appersepsi, namun dalam pelaksanaannya guru terlebih dahulu menyampaikan tujuan setelah itu memotivasi siswa sedangkan kegiatan appersepsi terlupakan.

  Pada kegiatan inti guru kurang tepat dan tidak sistematis memberikan pengarahan membuat kelompok, memberikan kuis / pertanyaan kepada semua siswa, memberikan kesempatan pada siswa menanggapi jawaban, dan memberikan penjelasan atau penekanan penekanan pada jawaban siswa. Sedangkan pada kegiatan akhir yang pelaksanaanya kurang tepat dan sistematis terdapat pada kegiatam merefleksi, dan membimbing siswa membuat rangkuman dan memberikan tindak lanjut terhadap pembelajaran.

  Hasil observasi aktivitas siswa pada tindakan pertama siklus I diambil berdasarkan lembar observasi peneliti terhadap kegiatan siswa dalam kelompok dalam mengikuti pembelajaran diperoleh hasil observasi siswa pertemuan pertama siklus I dapat diuraikan bahwa kegiatan atau aktifitas siswa dalam pembelajaran pertemuan pertama masih belum optimal dimana prosentasi keaktifan dari 5 kegiatan tersebut kategori prosentasinya 50% atau berkategori cukup aktif. Tingkat prosentasi keaktifan siswa dalam 4 kelompok hanya antara 45% sampai dengan 60% yang masing-masing kelompok berkategori cukup aktif.

  Sesuai indikator keberhasilan penelitian tindakan seorang siswa disebut tuntas belajar apabila mencapai skor ≥ 70 (KKM), maka diketahui bahwa hasil belajar siswa pada pertemuan pertama siklus I siswa yang tuntas dalam belajar hanya 6 orang dari 17 siswa. Sedangkan nilai rata-rata yang dicapai siswa pada pertemuan pertama siklus I ini hanya mencapai 64,1. K etuntasan siswa pertemuan pertama siklus I, diketahui ketuntasan secara klasikal pada pertemuan pertama ketuntasannya hanya mencapai 35,3%, sedangkan yang tidak tuntas pada pertemuan ini prosentasinya 64,7% lebih besar dari pada siswa yang tuntas. Ketuntasan siswa pertemuan ini masih jauh dibawah indikator ketuntasan klasikal.

  Dalam pelaksanaan tindakan kedua siklus I, hasil pengamatan guru observer maupun peneliti berdasarkan lembar pengamatan guru dan aktivitas siswa dalam pembelajaran serta hasil evaluasi pembelajaran yang dilaksanakan peneliti dari kegiatan awal, inti, maupun kegiatan akhir diperoleh data guru observer terhadap pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan peneliti dari kegiatan pendahuluan, inti sampai kegiatan akhir pada pertemuan kedua siklus 1 diketahui bahwa aktivitas guru mengalami peningkatan. Pada pertemuan ini aktivitas guru prosentasinya sudah mencapai 71% atau sudah berkategori baik. Namun dilihat dari keseluruhan aspek yang diamati dalam pembelajaran yang dilaksanakan guru, masih ada beberapa kegiatan yang perlu mendapat perhatian. Aspek-aspek tersebut antara lain adalah melakukan apersepsi, memberikan kesempatan pada siswa menanggapi jawaban, memberikan penjelasan atau penekanan penekanan pada jawaban siswa, refleksidan tindak lanjut.

  Dari 5 kegiatan siswa pertemuan kedua siklus 1, berdasarkan grafik di atas aktivitas siswa yang masih berkategori cukup aktif hanya pada kegiatan siswa dalam menjawab, mengajukan pertanyaan atau tanggapan, sedang kegiatan yang lainnya sudah lebih baik yang prosentasinya sudah berkategori aktif dan sangat aktif.

  Pertemuan kedua nampak terjadi peningkatan tingkat keaktifan siswa dalam pembelajaran. Dari 4 kelompok belajar yang sudah dibentuk semuanya berkategori aktif (A). Prosentasi tingkat keaktifan siswa dalam kelompok yang paling rendah prosentasinya 65% dan tertinggi

  80 %. Ketidaktuntasan siswa makin sedikit, prosentasinya hanya 41,1% dari prosentasi siswa yang tuntas dalam pertemuan ini yaitu 58,9%. Berdasarkan data tersebut dapat diprosentasikan ketuntasan secara klasikal pada pertemuan kedua siklus I.

  • Siklus 2

  Pada pertemuan pertama siklus 2, sesuai tabel diatas nampak aktivitas guru mengalami kemajuan yang pesat. Pada pertemuan ini aktivitas guru sudah berkategori baik sekali yang prosentasinya 86%. Dilihat dari keseluruhan kegiatan guru pada peretemuan pertama ada satu kegiatan dalam RPP yang pelaksanaanya belum tepat dan tidak sistematis yaitu guru dalam memberikan penjelasan atau penekanan-penekanan pada jawaban siswa.

  Pada pertemuan pertama siklus 2, dari 5 aktivitas siswa dalam pembelajaran prosentasinya sudah berkategori aktif dan sangat aktif. Pada kegiatan memecahkan masalah/ berdiskusi dan menjelaskan materi dalam kelompok prosentasinya berkategori aktif, sedangkan pada kegiatan pembentukan kelompok, kerja kelompok, menjawab, mengajukan pertanyaan - pertanyaan atau tanggapan serta menyimpulkan pelajaran sudah berkategori sangat aktif.

  T

  ingkat prosentasi keaktifan siswa dalam 5 kelompok antara 80% sampai dengan 90%. Pada pertemuan pertama siklus 2 hanya ada dua kelompok yang keaktifannya berkategori aktif yaitu kelompok 3 dan 4, sedangkan kelompok 1 dan 2 keaktifan kelompoknya sudah berkategori sangat aktif.

  Pada pertemuan pertama siklus 2 sesuai tabel di atas, siswa yang memperoleh nilai ≥70 berjumlah 13 orang dengan nilai rata-rata 75,9. Berdasarkan data tersebut dapat diprosentasi ketuntasan secara klasikal pada pertemuan pertama siklus 2.

  K

  etuntasan siswa pertemuan pertama siklus 2 prosentasinya 76,5% dan tidak tuntas 23,5%. Berdasarkan indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas yang telah ditetapkan yaitusecara individual seorang siswa disebut tuntas belajar apabila mencapai skor ≥70 (KKM), dan secara klasikal 75% siswa memperoleh nilai ≥70 maka diketahui bahwa hasil belajar siswa pada pertemuan pertama siklus 2 sudah berhasil sesuai indikator ketuntasan tersebut.

  • Refleksi pertemuan I

  Pada pertemuan pertama siklus 2, aktivitas guru mengalami kemajuan yang pesat yang berkategori baik sekali dengan prosentasinya 86%. Dilihat dari keseluruhan kegiatan guru pada peretemuan pertama ada satu kegiatan dalam RPP yang pelaksanaanya belum tepat dan tidak sistematis yaitu guru dalam memberikan penjelasan atau penekanan-penekanan pada jawaban siswa.

  Sedangkan aktivitas siswa dalam pembelajaran prosentasinya sudah berkategori aktif dan sangat aktif. Pada kegiatan memecahkan masalah/ berdiskusi dan menjelaskan materi dalam kelompok prosentasinya berkategori aktif, sedangkan pada kegiatan pembentukan kelompok, kerja kelompok, menjawab, mengajukan pertanyaan - pertanyaan atau tanggapan sudah berkategori sangat aktif.

  Seiring dengan peningkatan aktivitas siswa dalam pembelajaran tingkat prosentasikeaktifan siswa dalam 4kelompok juga meningkat. Pada pertemuan pertama siklus 2 hanya ada dua kelompok yang keaktifannya berkategori aktif sedangkan kelompok lainnya sudah berkategori sangat aktif.

  Pada pertemuan pertama siklus 2, prosentasi ketuntasan siswa sudah mencapai ketuntasan, agar penelitian ini lebih meyakinkan tetap dilanjutkan pada pertemuan kedua. Agar pelaksanaan tindakan pada pertemuan kedua dapat berjalan dengan opimal, maka perlu perlu dilakukan perbaikan (1) Guru lebih banyak memberikan penjelasan atau penekanan- penekanan pada jawaban siswa terutama pada jawaban yang yang sulit atau salah; (2) Memberikan arahan bimbingan serta semangat terhadap siswa untuk lebih aktif lagi dalam kegiatan kerja kelompok maupun dalam pembelajaran secara keseluruhan; (3) Memberikan arahan kepada siswa yang masih belum aktif baik dalam diskusi maupun kerja kelompok untuk dapat memberikan konstribusinya berupa pikiran dan saran dalam menyelesaikan tugas kelompoknya.

  Pada pelaksanaan tindakan kedua siklus 2, hasil pengamatan guru observer terhadap pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan peneliti dari kegiatan pendahuluan, inti sampai kegiatan akhir pada pertemuan kedua siklus 2 diketahui bahwa aktivitas guru dalam proses pembelajaran sangat baik dimana prosentasi aktivitas guru mencapai 95% atau dalam kategori sangat baik. Pada pertemuan kedua siklus kedua, guru sudah lebih baik dalam memberikan penekanan-penekanan pembelajaran atau jawaban siswa terutama jawaban yang salah.

  Hasil observasi aktivitas siswa pada pertemuankedua siklus 2 diambil berdasarkan lembar observasi peneliti terhadap kegiatan siswa dalam kelompok dalam mengikuti pembelajaran dari 5 kegiatan siswa pertemuan kedua siklus 2, berdasarkan grafik di atas semua asfek yang diamati pada pertemuan kedua ini prosentasi antara 95% dan 100% dan semua berkategori sangat aktif.

  Pada pertemuan kedua siklus 2 ini peningkatan Dari 17 siswa Kelas V SDN Hariang yang tergabung dalam 4 kelompok belajar pada pertemuan kedua siklus kedua ini semua kelompok tingkat keaktifannya berkategori sangat aktif. Tingkat keaktifan siswa dari 4 kelompok belajar prosentasi terendah 90% dan tertinggi 100%.

  D

  iketahui hasil belajar siswa lebih optimal di mana rata-rata siswa sudah mencapai 79,5. Prosentasi ketuntasan klasikal dan ketuntasan siswa secara individual sudah mencapai 88,3% yang berarti 15 orang siswa sudah tuntas dalam pembelajaran yang dilaksanakan pada pertemuan kedua.

  Penelitian ini dilaksanakan di kelas V SDN Hariang Kabupaten Tabalong dengan jumlah murid sebanyak 17 siswa. Tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk mengetahui hasil belajar siswa, aktivitas siswa kelas V SDN Hariang, serta aktivitas guru dalam pembelajaran IPA materi panca indra manusia menggunakan model pembelajaran STAD.

  Dalam pelaksanaan tindakan guru merancang skenario pembelajaran dengan model STAD sebagai usaha untuk menarik minat siswa agar termotivasi untuk belajar. Selain itu peneliti juga melalukan perbaikan-perbaikan pembelajaran berdasarkan hasil refleksi-refleksi pada setiap pertemuan baik siklus I maupun siklus 2. Perbaikan pembelajaran yang dilakukan guru bertujuan agar siswa senang dan terpancing untuk benar-benar mengikuti pembelajaran sehingga materi yang diberikan dapat dikuasai oleh siswa.

  Sebagai gambaran kemajuan hasil belajar siswa dalam tindakan ini dapat dilihat dengan memperhatikan rekapitulasi analisis nilai evaluasi siklus I dan siklus II serta grafik perbandingan hasil dan prosentasi ketuntasan belajar siswa siklus I dan II.

  Aktivitas guru dalam pembelajaran pada kedua siklus ini memiliki adanya kesamaan dan juga adanya peningkatan dimana pada pertemuan pertama siklus I tingkat aktivitas guru masih belum optimal dimana prosentasi keaktifannya hanya 57 % atau masih berkategori cukup baik. Pada pertemuan kedua siklus 1 aktivitas guru meningkat menjadi 71 % atau berkategori baik. Sedangkan pada pertemuan pertama dan kedua siklus 2 aktivitas guru diketahui lebih optimal di bandingkan pertemuan pertama dan kedua siklus 1, dimana prosentasinya sudah berkategori sangat baik.

  Dilihat dari perbandingan tingkat keaktifan siswa dalam kelompok-kelompok belajar pada pertemuan pertama dan kedua siklus 1 serta pertemuan pertama dan kedua siklus 2 nampak peningkatan-peningkatn tingkat aktifan siswa dalam belajar. Pada pertemuan pertama siklus 1 tingkat keaktifan siswa hanya berkategori cukup aktif dan pertemuan kedua siklus 1 tingkat keaktifan siswa sudah mengalami peningkatan yang prosentasinya berkategori aktif.

  Pada pertemuan pertama dan kedua siklus 2 tingkat keaktifan siswa semakin baik dimana pada dua kali pertemuan di siklus 2 tingkat keaktifan siswa dalam kelompok sudah berkategori sangat aktif.

  Pada evaluasi siklus Ipertemuan 1 nilai rata-rata siswa 64,1 sedangkan pada pertemuan 2 nilai rata- rata siswa 71,8. Dilanjutkan dengan siklus II pertemuan 1 nilai rata-rata siswa mencapai 75,9 dan pertemuan 2 nilai rata-rata siswa 79,5. Pada siklus Ipertemuan 1 ketuntasan siswa masih dibawah indikator ketuntasan klasikal. Siswa yang tuntas pada evaluasi akhir siklus I pertemuan 1 berjumlah 6 orang dari 17 siswa dengan prosentasi sebesar 35,3%, pertemuan 2 berjumlah 10 orang dari 17 siswa dengan prosentasi sebesar 58,9%. Sedangkan pada evaluasi akhir siklus II pertemuan 1 yang tuntas 13 orang dari 17 siswa dengan prosentasi sebesar 76,5% dan pertemuan 2 yang tuntas 15 orang dari 17 siswa dengan prosentasi sebesar 88,3%.

4.2. Pembahasan

  Berdasarkan grafik di atas, menunjukkan bahwa dengan model pembelajaran STAD dalam proses belajar mengajar hasil belajar dapat ditingkatkan. Pada grafik tersebut ketuntasan siswa pada siklus I pertemuan 1 dan 2 hanya mencapai 35,3% dan 58.9% masih dibawah indikator keberhasilan dalam penelitian ini. Sedangkan pada pertemuan 2 siklus II mencapai 88,3% siswa telah tuntas dalam menguasai materi yang diajarkan guru.

  Hal ini menunjukkan bahwa semua siswa sudah mencapai ketuntasan belajar yang ditentukan sehingga penelitian kelas ini tidak dilanjutkan lagi pada siklus berikutnya . Depdiknas (2006:19) yang dimaksud dengan ketuntasan belajar adalah tingkat ketercapaian kompetensi setelah peserta didik mengikuti kegiatan pembelajaran.

  Berdasarkan hasil observasi, evaluasi serta refleksi guru pada penelitian ini, hasil penilitian tindakan kelas ini menunjukkan bahwa siswa akan lebih cepat belajar dan memperoleh prosentasi atau nilai yang lebih baik apabila pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa sehingga siswa termotivasi dalam pembelajaran terutama pada mata pelajaran menyenangkan dan sangat membosankan. Taslimuharom (2008), motivasi belajar siswa akan meningkat karena ditunjang oleh pendekatan belajar yang dilakukan guru lebih dipusatkan kepada siswa (student centred appoach). Selain itu, hasil penelian ini membuktikan kebenaran apa yang diungkapkan Ibrahim (2007) bahwa pendekatan STAD mempunyai keunggulan dalam membantu siswa untuk memahami konsep-konsep yang tergolong sulit sehingga model ini sangat berguna untuk membantu siswa dalam menumbuhkan kerjasama dalam kelompok, berpikir kritis, dan kemampuan membantu teman.

  Dalam proses pembelajaran, fungsi guru harus diutamakan untuk membantu peserta didik, dan bukan menyuruh apalagi memaksa. Oleh karena itu menurut Sanjaya (2007) dalam proses pembelajaran yang paling pokok adalah bagaimana peserta didik menggali informasi dan mengkontruksinya menjadi suatu pemahaman dia sendiri”.

  Prism for Junior High School Using Macromedia Authorware.

  Suherman. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer (edisi revisi). Bandung: UPI

  Slavin, R. (2008). Psikologi pendidikan. Jakarta: PT. Indeks Soemanto. (2006). Psikologi pendidikan (landasan kerja pemimpin pendidikan) . Jakarta: Rineka Cipta

  Banjarmasin: Program S1 PGSD FKIP UNLAM. Kunandar. (2008). Penelitian tindakan kelas. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Sanjaya, W. (2007). Strategi pembelajaran berorientasi standar proses pendidikan . Jakarta: Gramedia

  Globalisasi dengan Pendekatan CTL Melalui Model Mind Mapping Pada Siswa Kelas IV SDN Penghulu Kecamatan Marabahan Kabupaten Barito Kuala .Skripsi tidak diterbitkan.

  Ismail, A. (2006). Education games. Jakarta: Pilar Media. Ispiani. (2011). Upaya Meningkatan Hasil Belajar PKn Tentang

  Jakarta: BSNP Hamdani., & Hermana. (2008). Classroom action research. Jakarta: Rekayasa Ibrahim. (2007). Psikologi belajar edisi 2. Jakarta: Rineka Cipta

  Depdiknas. (2006). KTSP SD. Jakarta: Direktorat jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Depdiknas. (2008). Peraturan menteri pendidikan nasional.

  The Turkish Online Journal of Educational Technology , November. 714-721.

  Dalle, J. (2010). Metodologi umum penyelidikan reka bentuk bertokok penilaian dalaman dan luaran: Kajian kes sistem pendaftaran siswa Indonesia. Thesis PhD Universiti Utara Malaysia. Dalle, J., Hadi, S., Baharuddin., & Hayati, N. (2017). The Development of Interactive Multimedia Learning Pyramid and

  Berdasarkan hasil refleksi guru pada siklus pertama, dikatakan bahwa masih ada beberapa langkah-langkah pembelajaran dalam RPP yang belum optimal dilaksanakan guru maka pada siklus kedua diadakan perbaikan-perbaikan. Hal ini sesuai dengan pendapat yang diungkapkan oleh Aslamiah (2008), bahwa dari faktor penyebab tersebutlah peneliti merencanakan perbaikan tindakan pada pelaksanaan pertemuan/ siklus selanjutnya.

  Aslamiah. (2008). model belajar kooperatif sebagai inovasi pembelajaran. Makalah disajikan pada pelatihan Guru Pemandu Sekolah Dasar di BPG Banjarmasin, Banjarbaru, 27 Juli – 5 Agustus

  BKD, Tabalong, 17 – 22 Pebruari 2010. Arikunto, S. (2008). Penelitian tindakan kelas. Jakarta: Rineka Cipta.

  Daftar Rujukan Anshory. (2010). Pembelajaran matematika. Makalah disajikan pada pelatihan Guru Matematika Sekolah Dasar di

  Disarankan bagi siswa hendaknya berlatih dalam kegiatan pembelajaran terutama dalam kegiatan berdiskusi atau kerja kelompok agar memudahkan dalam memahami materi yang dianggap sulit dipelajari.

  Kesimpulan penelitian adalah (1) Aktivitas guru lebih meningkat sejalan penguasaan guru terhadap model STAD yang diterapkan dalam pembelajaran; (2) Aktivitas atau kegiatan pembelajaran lebih terfokus pada siswa dalam mencari konsep-konsep materi, sehingga mereka lebih aktif dalam belajar; (3) Hasil belajar siswa setelah menggunakan model STAD mengalami kemajuan serta meningkat cukup baik.

  5. Simpulan dan Saran

  guru dalam pembelajaran, aktivitas dan tingkat keaktifan siswa juga meningkat. Menurut Soemanto (2006), aktivitas belajar adalah seluruh aktivitas siswa dalam proses belajar, mulai dari kegiatan fisik sampai kegiatan psikis. Hal ini membuktikan bahwa ketepatan guru dalam memilih atau menggunakan model pembelajaran untuk mengatasi masalah yang dihadapi siswa kelas V SDN Hariang. Menurut Ibrahim (2007), pemilihan model pembelajaran harus efektif bagi siswa agar materi pembelajaran yang akan akan disampaikan mudah dimengerti dan diserap oleh siswa secara maksimal. Selain itu, guru terkesan lebih antusias, kreatif, lebih bergairah mengajar, membawa suasana kelas menjadi lebih menyenangkan dan lebih menyegarkan.

  Divisions) . Sejalan dengan meningkatnya aktivitas

  Berdasarkan hasil refleksi guru, peningkatan- peningkatan aktivitas guru dalam proses pembelajaran merupakan dampak dari usaha guru dan kesiapan guru serta penguasaan yang optimal terhadap langkah-langkah pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran yaitu model pembelajaran STAD (Student Teams Achievement

  Taslimuharom. (2008). Kurikulum dan pembelajaran: filosofi,

Dokumen yang terkait

Kemampuan Berbahasa Anak Dalam Mengurutkan dan Menceritakan Isi Gambar Seri Sederhana Melalui Model Picture and Picture di Kelompok A TK Kartika V-33 Barabai

0 0 6

Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Dalam Membuat Kolase Menggunakan Metode Demonstrasi Pada Kelompok A TK Nurrahman Kecamatan Labuan Amas Selatan

0 1 6

Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA Pada Siswa Kelas VII B SMP Negeri 2 Tanjung Menggunakan Pendekatan Eksperimen

0 0 8

Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswatentang Perkembangbiakan Tumbuhan dan Hewan Menggunakan Model Think Pair Share (TPS) di Kelas VI SDN 1 Masiangai II

0 1 10

Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar IPS Materi Perkembangan Teknologi Produksi, Komunikasi, dan Transportasi Melalui Penerapan Modelling the Way Pada Siswa Kelas IV SDN 1 Agung

0 0 6

Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar PAI Materi Puasa Melalui Strategi Learning Tournament Siswa Kelas V SDN 2 Tanta Timur

0 0 8

Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar IPS Materi Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan melalui Pendekatan Kooperatif Model Make A Match di Kelas IV SDN Dukuh Kabupaten Tabalong

0 0 6

Meningkatkan Kemampuan Lari Jarak Pendek Melalui Model Bermain Siswa Kelas V SDN Habau

0 0 8

Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar PKn Tentang Organisasi dengan Model Debate pada Siswa Kelas V SDN 1 Padang Panjang

0 0 6

Meningkatkan Kemampuan Menulis Permulaan Menggunakan Media Objek Langsung pada Siswa Kelas I SDN Habau Tahun Pelajaran 20172018

0 0 14